Anda di halaman 1dari 90

FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

KEJADIAN KATARAK DI POLI MATA RUMAH SAKIT


GRAHA HUSADA BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2020

SKRIPSI

Disusun Oleh:

HENNI YULIATMA
142012018273P

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU (UMPRI)


FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2020

1
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
KATARAK DI POLI MATA RUMAH SAKIT GRAHA HUSADA
BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2020

Skripsi
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada program
studi S1 Keperawatan

Disusun Oleh:

HENNI YULIATMA
142012018273P

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU (UMPRI)


FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2020

ii
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah
ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


KATARAK DI POLI MATA RUMAH SAKIT GRAHA HUSADA
BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2020

HENNI YULIATMA
67 Halaman + 7 Lampiran + 8 Tabel + 3 Gambar

Katarak bisa dialami pada semua umur bergantung pada faktor pencetusnya.
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013 provinsi lampung memiliki cakupan
katarak sebesar (1.5 %). Dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
penyakit katarak diharapkan dapat meningkatkan pencegahan dalam penurunan
jumlah penderita penyakit katarak. Berdasarkan data dari Rumah Sakit Graha
Husada Kota Bandar Lampung Tahun 2019 dalam satu bulannya rata-rata terdapat
68 pasien katarak yang menjalani operasi.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan


dengan kejadian katarak di Poli Mata Rumah Sakit Graha Husada Kota Bandar
Lampung Tahun 2020.

Dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh penderita katarak 97 orang dan
bukan penderita katarak yang diambil dari rekam medik di Poli Mata Rumah Sakit
Graha Husada Kota Bandar Lampung. Sampel 97 kasus dan 97 kontrol.
Pengambilan sampel menggunakan teknik purpousive sampling. Penelitian ini
menggunakan metode case control, alat pengumpulan data menggunakan
kuesioner, dan analisis data menggunakan uji chi square.

Hasil penelitian diperoleh Distribusi frekuensi responden yang menderita katarak


sebanyak 97 responden (50.0%), responden yang menderita diabetes melitus
sebanyak 71 responden (36.6%), memiliki kebiasaan merokok 79 responden
(40.7%) dan pernah mengalami cedera mata sebanyak 37 responden (19.1%). Ada
hubungan penyakit diabetes (P value 0,003, OR= 2,6), merokok (P value 0,003,
OR= 2,5), cedera mata (P value 0,003, OR= 4,5) dengan kejadian katarak di Poli
Mata Rumah Sakit Graha Husada Kota Bandar Lampung Tahun 2020.
Diharapkan kepada pihak Rumah Sakit Graha Husada Kota Bandar Lampung
untuk meningkatkan penyuluhan terkait dengan faktor risiko terjadinya katarak,
dengan melakukan screening mata pada pasien yang mengalami keluhan
penurunan ketajaman terutama pada lansia.

Kata Kunci : Faktor, Katarak


Referensi : 26 (2000-2018)

iii
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah
ABSTRACT

FACTORS THAT ARE RELATED TO THE EVENT OF CATARAK IN THE


POLY HOSPITAL OF HUSADA HOSPITAL BANDAR LAMPUNG
IN 2020

HENNI YULIATMA
67 Pages + 7 Attachments + 8 Tables + 3 Pictures

Cataracts can be experienced at all ages depending on the trigger factors. Based
on data from the 2013 Riskesdas Lampung Province has a cataract coverage of
(1.5%). By knowing the factors that influence cataracts, it is hoped that it can
increase prevention in reducing the number of people with cataracts. Based on
data from Graha Husada Hospital in Bandar Lampung City in 2019 in one month
there are an average of 68 cataract patients undergoing surgery.

The purpose of this study was to determine the factors associated with the
incidence of cataracts in the Eye Clinic of Graha Husada Hospital in Bandar
Lampung City in 2020.

In this study the population was 97 cataract sufferers and not cataract sufferers
taken from medical records at the Eye Clinic of Graha Husada Hospital in Bandar
Lampung City. A sample of 97 cases and 97 controls. Sampling using purpousive
sampling technique. This study uses a case control method, a data collection tool
using a questionnaire, and data analysis using the chi square test.

The results obtained by the frequency distribution of respondents who suffer from
cataracts as many as 97 respondents (50.0%), respondents who suffer from
diabetes mellitus as many as 71 respondents (36.6%), have smoking habits 79
respondents (40.7%) and have experienced eye injuries as many as 37 respondents
(19.1% ). There was a correlation between diabetes (P value 0.003, OR = 2.6),
smoking (P value 0.003, OR = 2.5), eye injury (P value 0.003, OR = 4.5) with the
incidence of cataracts at the Eye Clinic of the Hospital Graha Husada of Bandar
Lampung City in 2020. It is expected that the Graha Husada Hospital of Bandar
Lampung City to increase counseling related to risk factors for cataracts, by
conducting eye screening in patients who experience complaints of decreased
sharpness, especially in the elderly.

Keywords: Factors, Cataracts


Reference: 26 (2000-2018)

iv
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah
PERSETUJUAN UJIAN HASIL PENELITIAN

SKRIPSI

Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji di hadapan TIM Penguji Skripsi

Judul Skripsi : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian


Katarak di Poli Mata Rumah Sakit Graha Husada Kota
Bandar Lampung Tahun 2020

Nama Mahasiswa : Henni Yuliatma

NIM : 142012018273P

MENYETUJUI

Pembimbing I

Ns. Yeti Septiasari, S.Kep. M.Kes


NBM. 1194195

Pembimbing II

Apri Sulistianingsih, M.Keb


NBM. 1282495

v
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah
HALAMAN PENGESAHAN PENELITIAN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


KATARAK DI POLI MATA RUMAH SAKIT GRAHA HUSADA
KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2020

Skripsi oleh Henni Yuliatma ini telah diperiksa dan dipertahankan dihadapan
Tim Penguji Skripsi dan dinyatakan Lulus pada tanggal Juni 2020

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji:

Penguji I :_____________________________ (………….…….)


NBM.

Penguji II: Ns. Yeti Septiasari, S.Kep. M.Kes (…….…………..)


NBM. 1194195

Penguji III: Apri Sulistianingsih, M.Keb (…….………….)


NBM. 1282495

KaProdi SI Keperawatan

Ns. Desi Ari Madi Yati, M. Kep., Sp. Kep. Mat


NBM . 1017462

Mengetahui,
Dekan FKes Universitas Muhammadiyah Pringsewu

Elmi Nuryati, M. Epid


NBM. 927024

vi
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah
SURAT PERNYATAAN ORISINILITAS

Saya yang bertandatangan dibaah ini :

Nama : Henni Yuliatma

NIM : 142012018273P

Program studi : S1 Keperawatan

Dengan ini menyatakan bahwa semua yang saya tulis dalam skripsi ini sesuai

dengan sumber- sumber aslinya dan penulisnya sesuai dengan kaidah –kaidah

penulisan ilmiah. Skripsi ini merupakan hasil karya saya. Jika dikemudian hari

terbukti bahwa skripsi ini plagiat, maka say bersedia menerima sanksi sesuai

dengan peraturan yang berlaku

Bandar Lampung, Juli 2020

Penulis

Henni Yuliatma

vii
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Sebagai sivitas Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu


Lampung, saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Henni Yuliatma

NIM : 142012018273P

Program Studi : SI Keperawatan

Jenis Karya : Skripsi

Judul : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Katarak di


Poli Mata Rumah Sakit Graha Husada Kota Bandar Lampung
Tahun 2020

Guna pengembangan ilmu pengetahuan kesehatan, menyetujui memberikan


kepada Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
tanpa menuntut ganti rugi berupa materi atas karya ilmiah saya yang berjudul:

“Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Katarak di Poli Mata


Rumah Sakit Graha Husada Kota Bandar Lampung Tahun 2020”

Dengan pernyataan ini Fakultas kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu


Lampung berhak menyimpan, mengalihmediakan dalam bentuk format yang lain,
mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik hak atas karya.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di :

Pada tanggal : Juli 2020 Yang menyatakan

Henni Yuliatma
NIM : 142012018273P

viii
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah
MOTTO

Jika kamu ingin bisa mengatur orang lain, aturlah dulu dirimu sendiri

(Abu Bakar)

HALAMAN PERSEMBAHAN

ix
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Skripsi ini penulis persembahkan kepada:

1. Kedua orang tua dan Mertuaku yang selalu menyayangi, membimbing,


dan mendoakan untuk keberhasilan dalam studi anaknya.
2. Suami dan anakku yang selalu memberikan semangat, dukungan,
mendoakan, dan siap menerima keberhasilan studiku
3. Dosen Pembimbing dan Seluruh Dosen beserta Staff Universitas
Muhammadiyah Pringsewu Fakultas Kesehatan yang senantiasa sabra
dalam membimbing selama proses pembuatan proposal penelitian ini
4. Teman-teman seperjuangan S1 Keperawatan Konversi Graha yang selalu
membantu dan memberikan motivasi kepada penulis

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

x
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Lina Marlin lahir di Palembang 04 April 1985. Saat ini tinggal di Jl Bumi Manti

IV Gang Hanum II Blok C3 LK II RT / RW 003/000 Kampung Baru, Labuhan

Ratu

Riwayat Pendidikan

SD (1990-1996) : SD Darussalam Palembang


SMP (1996-1999) : SMPN 34 Palembang
SMA (1999-2002) : SMU Bhakti Pertiwi
D III (2002-2005) : Akper Kesdam II Sriwijaya Palembang
S1 (2018 -2020) : Fakultas Kesehatan Jurusan Ilmu Keperawatan
Universitas Muhammadiyah Pringsewu

KATA PENGANTAR

xi
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat dan
hidayah- Nya, penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian ini. Penulisan
proposal penelitian ini di lakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar Sarjana Keperawatan pada Jurusan Keperawatan Fakultas
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu. Penulis menyadari tanpa
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai
penyusunan tugas akhir ini, sangatlah sulit untuk menyelesaikan tugas akhir ini.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih
yang tulus kepada :
1. Drs. Wanawir AM MM, MPd. Selaku Rektor Universitas Muhammadiyah
Pringsewu
2. Elmi Nuryati, M. Epid. selaku Dekan Universitas Muhammadiyah
Pringsewu Fakultas Kesehatan
3. Ns. Desi Ari Madi Yanti, M. Kep., Sp. Kep Mat. Selaku ketua program
studi SI Ilmu Keperawatan Fakultas Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Pringsewu
4. Ns. Yeti Septiasari, S.Kep. M.Kes. Selaku dosen pembimbing I yang telah
menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam
penyususan Skripsi ini.
5. Apri Sulistianingsih, M.Keb. Selaku pembimbing II yang telah
menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam
penyusunan Skripsi ini.
6. Direktur RS Graha Husada Bandar Lampung dan staf yang telah banyak
membantu penulis dalam memperoleh data yang diperlukan
7. Rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
propoal Penelitian ini baik secara langsung ataupun secara tidak langsung.

Penulis menyadari bahwa penyusunan proposal Penelitian ini masih jauh


dari kata sempurna, oleh karena itu penulis menharapkan masukan serta saran dari
semua pihak, semoga proposal penelitian ini dapat bermanfaat.

xii
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Bandar Lampung, 2020

Penulis

DAFTAR ISI

xiii
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah
HALAMAN SAMPUL DEPAN..............................................................................i
HALAMAN JUDUL DENGAN SPESIFIKASI....................................................ii
ABSTRAK................................................................................................................iii
HALAMAN PERSETUJUAN UJIAN HASIL PENELITIAN............................v
HALAMAN PENGESAHAN UJIAN HASIL PENELITIAN............................vi
SURAT PERNYATAAN ORISINILITAS............................................................vii
HALAMAN PERNYATAN PUBLIKASI..............................................................viii
MOTTO....................................................................................................................ix
HALAMAN PERSEMBAHAN...............................................................................x
RIWAYAT HIDUP PENULIS................................................................................xi
KATA PENGANTAR..............................................................................................xii
DAFTAR ISI.............................................................................................................xiv
DAFTAR TABEL.....................................................................................................xv
DAFTAR SKEMA...................................................................................................xvi
DAFTAR LAMMPIRAN........................................................................................xvii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah............................................................................ 6
C. Tujuan Penelitian............................................................................. 7
D. Manfaat Penelitian........................................................................... 7
E. Ruang Lingkup................................................................................ 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Katarak............................................................................................ 9
B. Kerangka Teori............................................................................... 38
C. Kerangka Konsep........................................................................... 39
D. Hipotesis......................................................................................... 39

BAB III METODE PENELITIAN


A. Jenis Penelitian............................................................................... 41
B. Waktu dan Tempat Penelitian......................................................... 41
C. Desain penelitian............................................................................ 41
D. Subjek Penelitian............................................................................ 42
E. Definisi Operasional....................................................................... 44
F. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data..................................... 45
G. Pengolahan Data............................................................................. 45
H. Analisis Data................................................................................... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Gambaran Umum Tempat Penelitian............................................. 51
B. Hasil Penelitian............................................................................... 53

xiv
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah
C. Pembahasan.................................................................................... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan...................................................................................... 66
B. Saran................................................................................................ 66

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Oprasional................................................................................44

xv
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kejadian Katarak, Diabetes Melitus, Merokok
dan Cedera Mata di Poli Mata Rumah Sakit Graha Husada Kota
Bandar Lampung Tahun 2020 .............................................................53
Tabel 4.2 Hubungan Diabetes Melitus dengan Kejadian Katarak di Poli Mata
Rumah Sakit Graha Husada Kota Bandar Lampung Tahun 2020 .......54
Tabel 4.3 Hubungan Merokok dengan Kejadian Katarak di Poli Mata Rumah
Sakit Graha Husada Kota Bandar Lampung Tahun 2020 ....................55
Tabel 4.3 Hubungan Cedera Mata dengan Kejadian Katarak di Poli Mata
Rumah Sakit Graha Husada Kota Bandar Lampung Tahun 2020........55

DAFTAR SKEMA

xvi
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Skema 2.1 Kerangka Teori....................................................................................38
Skema 2.2 Kerangka Konsep................................................................................39

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 lembar Penjelasan Penelitian


Lampiran 2 Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 3 Petunjuk dan Lembar Kuesioner

xvii
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Lampiran 4 Surat Uji Etik
Lampiran 5 Surat Ijin Penelitian
Lampiran 6 Surat Balasan Ijin Penelitian
Lampiran 7 Kuesioner
Lampiran 8 Tabulasi Data Penelitian
Lampiran 9 Output SPSS hasil Peneliitian
Lampiran 10 Lembar Konsul

xviii
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Katarak menyebabkan penurunan progresif kejernihan lensa, sehingga

ketajaman penglihatan berkurang (Ilyas, 2010). Perkiraan insiden katarak

adalah 1/1.000 orang per tahun atau setiap tahun diantara 1.000 orang terdapat

seorang penderita baru katarak (Nugraha, 2018). World Health Organization

(WHO, 2013), memperkirakan bahwa penyebab gangguan penglihatan

terbanyak di seluruh dunia adalah gangguan refraksi yang tidak terkoreksi,

diikuti oleh katarak dan glaukoma. Terdapat 135 juta orang mengalami

gangguan penglihatan dan 50 juta orang diantaranya mengalami kebutaan.

Sebanyak 51% gangguan tersebut adalah katarak.

Berdasarkan Survey Nasional tahun 2014 oleh Perhimpunan Dokter Spesialis

Mata Indonesia (PERDAMI) didapat prevalensi katarak terbanyak di Asia

Tenggara (1,8%), kasus di Indonesia yang disebabkan oleh katarak katarak

0,78 %, dan merupakan kasus penyebab kebutaan terbanyak dibanding

glaukoma 0,20%, gangguan refraksi 0,14%, gangguan retina 0,13 %,

abnormalitas kornea 0,10%. Katarak merupakan penyakit mata yang utama di

Indonesia.

Kementerian Kesehatan RI bersama-sama WHO pada tahun 2000 telah

mencanangkan Visi 2020 yaitu, The Right to Sight. Dalam visi 2020 the right

to sight merupakan program yang diinisiasi oleh WHO dan international

1
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah
2

agensi for the prefention of blindess bertujuan untuk mewujudkan fungsi

penglihatan yang optimal di dunia. Hal ini karena Indonesia sebagai Negara

dengan angka kebutaan ketiga terbanyak didunia turut berkomitmen dalam

upaya pemberantasan kebutaan. Upaya yang dilakukan adalah operasi katarak

(www.perdami.co.id).

Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013 provinsi lampung memiliki cakupan

katarak sebesar (1.5 %) diantaranya 45% bahwa penderita tidak mengetahui

jika katarak, 11% tidak mampu untuk di operasi, dan 8,3% takut untuk di

operasi. Katarak mungkin terjadi tanpa gejala dan ditemukan kebetulan pada

saat pemeriksaan mata. Katarak tidak menimbulkan rasa sakit tetapi

mengganggu pengelihatan, seperti penglihatan semakin kabur dan jika tidak

ditangani dengan benar maka dalam kondisi yang parah bisa menyebabkan

kebutaan. Etiologi katarak sampai saat ini masih belum jelas dan berhubungan

dengan banyak faktor.

Sesuai dengan perkembangan usia, lensa kristalin bersifat jernih selama masa

pertumbuhan hingga usia kurang lebih 45 tahun, setelah itu mulai terjadi

progresifitas kekeruhan pada lensa kristalin oleh karena kerusakan protein dan

sel lensa. Secara umum, penyebab katarak dapat dibagi menjadi kongenital

dan didapat. Sebagian katarak yang ditemukan adalah yang didapat, dengan

sebagian besar berhubungan dengan penuaan (Budiman, 2013).

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


3

Katarak bisa dialami pada semua umur bergantung pada faktor pencetusnya.

Beberapa faktor yang diduga dapat mempengaruhi kejadian penyakit katarak

senilis seperti penuaan, radang mata, trauma mata, diabetes melitus, riwayat

keluarga dengan katarak, pemakaian steroid lama (oral) atau tertentu lainnya,

pembedahan mata, merokok, terpajan banyak sinar ultra violet (matahari)

(Ilyas, 2014).

Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat juga

akibat kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata local menahun.

Bermacam-macam penyakit mata dapat mengakibatkan katarak seperti

glaucoma, ablasi, uveitis dan retinitis pigmentosa. Katarak dapat berhubungan

proses penyakit intraocular lainnya. Katarak dapat disebabkan bahan toksik

khusus (kimia dan fisik). Keracunan beberapa jenis obat dapat menimbulkan

katarak seperti : Eserin (0,25-0,5), kortikosteroid, ergot, dan antikolinesterase

topical. Kelainan sistematik atau metabolic yang dapat menimbulkan katarak

adalah diabetes mellitus, galaktosemi, dan distrofi miotonik.

Katarak mungkin terjadi tanpa gejala dan ditemukan kebetulan pada saat

pemeriksaan mata. Katarak tidak menimbulkan rasa sakit tetapi mengganggu

pengelihatan, seperti penglihatan semakin kabur dan jika tidak ditangani

dengan benar maka dalam kondisi yang parah bisa menyebabkan kebutaan.

Etiologi katarak sampai saat ini masih belum jelas dan berhubungan dengan

banyak faktor. Fakor resiko dapat berupa faktor instrinsik dan faktor

ekstrinsik. Faktor instrinsik dapat berasal dari dalam tubuh sendiri dan faktor

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


4

ektrinsik berasal dari luar tubuh termasuk faktor demografik dan lingkungan

(Awopi et al, 2016).

Dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit katarak

diharapkan dapat meningkatkan pencegahan dalam penurunan jumlah

penderita penyakit katarak. Diabetes melitus merupakan kelainan metabolik

yang ditandai dengan hiperglikemia yang terkait dengan sekresi insulin, defek

aksi insulin atau keduanya. Kondisi hiperglikemia kronik ini berhubungan

dengan sekuele jangka panjang yang signifikan, yaitu kerusakan, disfungsi

dan kegagalan pada beberapa organ, khususnya ginjal, mata, saraf, jantung

dan pembuluh darah. Pada mata dapat menyebabkan edema lensa akibat

sorbitol (alkohol gula). (Budiman, dkk, 2013).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Awopi et al (2016)

berdasarkan hasil uji statistic didapatkan nilai p-value 0.022 yang berarti

diabetes mellitus berhubungan dengan kejadian katarak di Poliklinik Mata

Puskesmas Dau Kabupaten Malang. Riwayat keluarga dengan katarak dapat

berpengaruh terhadap penerusan gen kepada keturunan. Beberapa gen kristalin

diekspresikan pada awal embriogenesis, dan mutasi pada gen ini dapat

menyebabkan perubahan pada protein yang berperan terhadap agregasi protein

hingga mengakibatkan terjadinya katarak. (Budiman, 2013).

Pada penelitian yang dilakukan Arimbi (2011) mengenai faktor risiko kejadian

katarak di RSUD Budhi Asih ditemukan berbagai faktor risiko lain yakni

faktor demografi umur berhubungan secara statistik dengan katarak dimana

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


5

umur 65 tahun keatas mempunyai risiko paling besar terkena katarak, faktor

sosial ekonomi pekerjaan dan pendidikan berhubungan bermakna secara

statistic dengan katarak, namun faktor prilaku merokok dan konsumsi alkohol

tidak berhubungan secara statistik. Meski penelitian yang dilakukan Arimbi

menandakan tidak adanya hubungan statistik kebiasaan merokok dengan

katarak, namun pada penelitian yang dilakukan oleh Tana dkk (2007),

menyebutkan bahwa responden perokok 2.17 kali lebih tinggi dibandingkan

bukan perokok.

Merokok merupakan faktor risiko yang terkenal untuk berbagai-macam

penyakit. Sekarang, para ilmuwan memiliki bukti bahwa merokok juga dapat

meningkatkan risiko katarak yang berkaitan dengan usia, penyebab utama

kebutaan dan kehilangan penglihatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

setiap individu yang pernah merokok dikaitkan dengan peningkatan risiko

katarak terkait usia, dengan risiko yang lebih tinggi dari kejadian pada

perokok. Dalam analisis subkelompok, mantan dan saat ini perokok

menunjukkan hubungan positif dengan dua subtipe: katarak nuklir, ketika

kekeruhan adalah di inti pusat mata, dan katarak subskapularis, ketika

kekeruhan adalah di belakang kapsul lensa. Sedangkan analisis secara

keseluruhan menunjukkan bahwa semakin bertambahnya usia, merokok dapat

meningkatkan risiko katarak. (http://www.news-medical.net/news/20121013/).

Menurut Amanda (2015), seseorang yang merokok 10 batang atau lebih per

harinya mempunyai risiko 2 kali lebih banyak mengalami katarak.

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


6

Selain perilaku merokok pekerjaan juga merupakan faktor penyabab

terjadinya katarak, wilayah Krui yang merupakan daerah pesisir dimana rata-

rata pekerjaan nya adalah nelayan dimana para pekerja setiap harinya

berjibaku ditengah laut hal ini mengakibatkan nelayan sering terkena sinar

matahari lebih dari 4 jam atau sinar ultraviolet. Hal ini sejalan dengan

peneltian yang dilakukan oleh Hamidi & Royadi (2017) ada hubungan

terpajan sinar ultraviolet yang lama dengan kejadian katarak senilis di Poli

mata RSUD Bangkinang dengan nilai p-value 0,000 (<0.05).

Berdasarkan data dari Rumah Sakit Graha Husada Kota Bandar Lampung

Tahun 2019 dalam satu bulannya rata-rata terdapat 68 pasien katarak yang

menjalani operasi. Penderita katarak hanya ditemukan pada saat pasien

memeriksakannya ke Pusat Kesehatan saja, kemungkinan masih ada warga

yang menderita katarak akan tetapi warga tidak bisa merasakan apakah dia

menderita katarak atau tidak. Karena memang katarak tidak menimbulkan rasa

sakit tetapi mengganggu pengelihatan, seperti penglihatan semakin kabur dan

jika tidak ditangani dengan benar maka dalam kondisi yang parah bisa

menyebabkan kebutaan

Berdasarkan permasalahan diatas masih tingginya prevalensi katarak di

Rumah Sakit Graha Husada Kota Bandar Lampung Tahun 2019 maka peneliti

tertarik untuk mengambi peneitian yang berjudul “Faktor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian katarak di Poli Mata Rumah Sakit Graha

Husada Kota Bandar Lampung Tahun 2020”.

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


7

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan Uraian latar belakang diatas, rumusan masalah dalam penelitian

ini : “Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian katarak di Poli Mata

Rumah Sakit Graha Husada Kota Bandar Lampung Tahun 2020”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian katarak di

Poli Mata Rumah Sakit Graha Husada Kota Bandar Lampung Tahun

2020.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui distribusi frekuensi penyakit diabetes, merokok, riwayat

cidera mata pada pasien katarak di Poli Mata Rumah Sakit Graha

Husada Kota Bandar Lampung Tahun 2020

b. Diketahui hubungan penyakit diabetes dengan kejadian katarak di Poli

Mata Rumah Sakit Graha Husada Kota Bandar Lampung Tahun 2020

c. Diketahui hubungan merokok dengan kejadian katarak di Poli Mata

Rumah Sakit Graha Husada Kota Bandar Lampung Tahun 2020

d. Diketahui hubungan riwayat cedera mata dengan kejadian katarak di

Poli Mata Rumah Sakit Graha Husada Kota Bandar Lampung Tahun

2020

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


8

e. Diketahui faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian katarak

di Poli Mata Rumah Sakit Graha Husada Kota Bandar Lampung

Tahun 2020

D. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan

pengalaman langusng dalam merencanakan penelitian dan menyusun hasil

penelitian dan dapat dijadikan sebagai bahan informasi mengenai ilmu

kesehatan khususnya tentang faktor-faktor yang menyebabkan katarak

sehingga dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk penelitian

selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan informasi

kepada masyarakat sehingga dapat meningkatkan peran serta semua

anggota keluarga untuk lebih memperhatikan kesehatan mata dan faktor

apa saja yang dapat menyebabkan katarak.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara primer dengan jenis penelitian survey analitik

dengan rancangan cross sectional. Penelitian ini mengenai faktor yang

berhubungan dengan kejadian katarak. yang akan dilaksanakan pada bulan

Maret di Poli Mata Rumah Sakit Graha Husada Kota Bandar Lampung Tahun

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


9

2020. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara penyakit

diabetes, merokok, riwayat cidera mata dengan kejadian katarak.

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Katarak

1. Pengertian Katarak

Menurut Ilyas (2010) Katarak berasal dari Yunani Katarrhakies, Ingggeris

cataract, dan latin cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa

Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air terjun

akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap setiap keadaan kekeruhan

pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa,

denaturasi protein lensa terjadi akibat kedua-duanya. Biasanya kekeruhan

mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak

mengalami perubahan dalam waktu yang lama. Menurut Nurariif &

Kusuma (2013) katarak adalah kekeruhan pada lensa mata yang

menyebabkan gangguan penglihatan.

Sedangkan menurut Nugraha (2018) katarak adalah lipatan lensa alami

mata yang terletak di belakang iris dan pupil. Katarak adalah penyebab

paling umum kehilangan penglihatan pada orang berusia di atas 40 tahun

dan merupakan penyebab utama kebutaan di dunia. Menurut Prevent

Blindness America (PBA), kasus katarak di seluruh dunia jauh lebih

banyak daripada jumlah total kasus glaucoma, degenerasi macula, dan

diabetes retinopati.

10
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah
11

Katarak adalah kelainan mata yang menyebabkan penglihatan menjadi

berkabut/buram. Katarak merupakan keadaan patologis lensa dimana

lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein

lensa, sehingga pandangan seperti tertutup kabut. Kondisi ini merupakan

penurunan progresif kejernihan lensa, sehingga ketajaman penglihatan

berkurang (Corwin, 2000 dalam Nugraha, 2018).

Menurut Hatauruk dan Siregar (2017) katarak adalah kekeruhan yang

terjadi pada lensa mata. Kekeruhan ini menyebabkan focus cahaya

menjadi terhambat untuk mencapai retina, yaitu bagian saraf mata yang

akan mengolah cahaya untuk diteruskan ke bagian otak yang akan

mengolah cahaya ini menjadi bayangan atau gambar seperti yang kita

lihat dengan mata normal.

Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat

juga akibat kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata local

menahun. Bermacam-macam penyakit mata dapat mengakibatkan katarak

seperti glaucoma, ablasi, uveitis dan retinitis pigmentosa. Katarak dapat

berhubungan proses penyakit intraocular lainnya.

Katarak dapat disebabkan bahan toksik khusus (kimia dan fisik).

Keracunan beberapa jenis obat dapat menimbulkan katarak seperti :

Eserin (0,25-0,5), kortikosteroid, ergot, dan antikolinesterase topical.

Kelainan sistematik atau metabolic yang dapat menimbulkan katarak

adalah diabetes mellitus, galaktosemi, dan distrofi miotonik.

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


12

Katarak dapat ditemukan dalam keadaan tanpa adanya kelainan mata atau

sistemik (katarak senil, juvenile, herediter) atau kelainan kongenital mata.

Pada umunya katarak terjadi karena proses degenerasi karena

bertambahnya usia atau penuaan, yang menyebabkan lensa mata menjadi

berkurang elastis dan kurang jernih. Selain karena proses degenerasi

karena pertambahan usia, katarak juga bisa terjadi karena riwayat

benturan mata. Katarak yang muncul karena peristiwa benturan ini

disebut katarak traumatik. Katarak juga bias terjadi pada bayi baru lahir

karena ibu yang mengandung mengalami infeksi pada saat kehamilan.

Katarak jenis ini disebut dengan katarak kongenital (Hatauruk dan

Siregar, 2017).

2. Tipe Katarak

Menurut Hatauruk dan Siregar (2017) berdasarkan derajat kekeruhannya,

katarak dibagi menjadi 5 tingkatan, yaitu :

a. Gradasi 1 adalah katarak yang baru muncul

b. Gradasi 2 dimana umumnya pasien mulai merasa terganggu

penglihatannya, terutama saat malam hari, silau jika terkena cahaya.

c. Gradasi 3 penglihatan biasanya sudah di bawah 50%

d. Gradasi 4 penglihatan sudah sangat menurun, menjadi hanya sekitar

10%

e. Gradasi 5 dimana kekeruhan lensa sudah menyeluruh, berwarna putih

total, sehingga pasien tidak bias melihat dan biasanya harus dituntun

kalau berjalan.

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


13

3. Tanda dan Gejala Katarak

Menurut Hatauruk dan Siregar (2017) katarak dapat terjadi pada satu atau

dua kedua mata, namun tidak dapat menyebar dari satu mata ke mata yang

lain. Beberapa gejala dan tandaya berupa:

a. Pandangan mata menjadi kabur

Pada awalnya ciri-ciri mata katarak biasanya pandangan mata sedikit

kabur. Jika dibiarkan dalam waktu yang lebih lama, pandangan akan

kabur, terlihat

seperti tertutup oleh awan pada mata dan pandangan menjadi gelap.

b. Merasa silau bila terkena cahaya

Pada gejala awal, mata yang terkena katarak menyebabkan penderita

katarak tidak bias melihat secara jelas saaat malam hari. Pada saat

tertentu, mata juga semakin terasa silau terhadap cahaya lampu. Orang

yang memiliki katarak awal sangat rentan mengalami kecelakaan

apabila mengemudi pada malam hari.

c. Mata melihat cincin di sumber cahaya

Apabila melihat ada cincin di sumber cahaya, bias jadi itu adalah

pertanda bahwa mata anda terkena katarak. Kondisi ini terjadi karena

cahaya yang masuk ke bagian mata tidak diteruskan secara sempurna,

sehingga pantulan yang berasal dari cahaya dapat menyerupai cincin

pada bagian sumber cahaya. Penderitaa katarak dengan ciri ini

biasanya memliki beberapa gangguan lain seperti diabetes dan

glaucoma

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


14

d. Pandangan mata kabur

Orang yang terkena katarak biasanya merasakan pandangan kabur.

Pada awalnya gejala ini bias diatasi setelah memakai kacamata, tapi

tidak bias bertahan dalam waktu yang lama.

e. Pandangan mata berkabut

Semua orang yang terkena katarak akan merasa beberapa bayangan

yang tertangkap lensa mata memiliki warna seperti kabut agak

kekuningan. Pada dasarnya hal ini disebabkan karena cahaya yang

masuk terhalang oleh kekruhan lensa, sehingga warna tidak tertangkap

dengan baik.

f. Gambar menjadi ganda

Orang yang terakena katarak melihat bahwa semua objek pandangan

menjadi ganda. Pengujian bias dilakukan dengan menutup salah satu

mata secara bergantian : jika kondisi tetap sama, kemungkinan besar

itu adalah gejala awal katarak.

4. Klasifikasi Katarak

Menurut Ilyas (2010) berdasarkan usia katarak dapat diklasifikasikan

dalam :

a. Katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1

tahun

b. Katarak Juvenil, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun

c. Katarak sensil, katarak setelah usia 50 tahun

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


15

a. Katarak Kongenital

Katarak Kongenital adalah katarak yang muali terjadi sebelum atau

segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak

kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup

berarti terutama akibat penanganannya yang kurang tepat. Menurut

Amin (2013) katarak kongenital adalah katarak yang ditemukan pada

bayi ketika lahir (atau beberapa saat kemudian). Katarak kongenital

bisa merupakan penyakit keturunan (diwariskan secara autosomal

dominan) atau bisa disebabkan oleh infeksi kongenital, seperti campak

jerman, berhubungan dengan penyakit metabolic seperti galaktosemia

Katarak kongenital digolongkan dalam katarak :

1) Kapsulolentikular dimana pada golongan ini termasuk katarak

kapsular dan katarak Polaris

2) Katarak lenticular termasuk dalam golongan ini katarak yang

mengenai korteks atau nucleus lensa saja.

Dalam kategori ini termasuk kekeruhan lensa yang timbul sebagai

kejadian primer atau berhubungan dengan penyakit ibu dan janin

local atau umum. Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital

diperlukaan pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu seperti

rubella pada kehamilan trimester pertama dan pemakaian obat

selama kehamilan. Kadang-kadang pada ibu hamil terdapat riwayat

kejang, tetani, icterus atau hepatosplenomegali. Bila katarak

disertai dengan uji reduksi pada urine yang positif, mungkin

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


16

katarak ini terjadi akibat galaktosemia. Sering katarak kongenital

ditemukan pada bayi premature dan gangguan system saraf seperti

retardasi mental.

Pemeriksaan darah pada kongenital perlu dilakukan karena ada

hubungan katarak kongenital dengan diabetes mellitus, kalsium dan

fosfor. Hampir 50% dari katarak kongenital adalah sporadic dan

tidak diketahui penyebabnya. Penanganan tergantung pada

untilateral dan bilateral, adanya kelainan mata, dan saat terjadinya

katarak. Katarak kongenital prognosisnya kurang memuaskan

karena bergantung pada bentuk katarak dan mungkin sekali pada

mata tersebut telah terjadi amblyopia. Bila terjadi mistagmus maka

keadaan ini menunjukkan hal yang buruk pada katarak kongenital.

Pada pupil mata bayi yang menderita katarak kongenital akan

terlihat bercak putih atau suatu leukokoria. Pada setiap leukokoria

diperlukan pemeriksaan yang lebih teliti untuk menyingkirkan

diagnosis banding lainnya. Pemeriksaan leukokoria dilakukan

dengan melebarkan pupil. Pada katarak kongenital total penyulit

yang dapat terjadi adalah makula lutea yang tidak cukup mendapat

rangsangan. Macula ini tidak akan berkembang sempurna hingga

walaupun dilakukan ekstraksi katarak maka visus biasanya tidak

akan mencapai 5/5. Hal ini disebut amblyopia sensoris (amblyopia

ex anopsia). Katarak kongenital dapat menimbulkan komplikasi

lain berupa nistagmus dan strabismus.

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


17

Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan

oleh ibu-ibu yang menderita penyakit rubella, galaktosemia,

himosisteinuri, diabetes mellitus, hipoparatiroidism,

homosisteinuri, toksoplasmosis, inklusi sitomegalik, dan

histoplasmosis. Penyakit lain yang menyertai katarak kongenital

biasanya merupakan penyakit-penyakit herediter seperti

mikroftalmus, aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris

heterokromia, lensa ektopik, dysplasia retina, dan megalo kornea.

Tindakan pengobatan pada katarak kongenital yang umum dikenal

adalah disisio lensa, ekstraksi linear, ekstratksi dengan aspirasi.

Pengobatan katarak kongenital bergantung pada :

1) Katarak total bilateral, dimana sebaiknya dilakukan

pembedahan secepatnya segera katarak terlihat

2) Katarak total unilateral, dilakukan pembedahan 6 bulan

sesudah terlihat atau segera sebelum terjadadinya juling. Bila

terlalu muda akan mudah terjadi ambliopia bila tidak dilakukan

tindakan segera, perawatan untuk ambiopia sebaiknya

dilakukan sebaik-baiknya.

3) Katarak total atau kongenital unilateral, mempunyai prognosis

yang buruk, karena mudah sekali terjadinya amblyopia, karena

itu sebaiknya dilakukan pembedahan secepat mungkin, dan

diberikan kacamata segera dengan latihan bebat mata.

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


18

4) Katarak bilateral partial, biasaya pengobatan lebih konservatif

sehingga sementara dapat dicoba dengan kacamata atau

midriatika. Bila terjadi kekeruhan yang progresif disertai

dengan mulainya tanda-tanda juling dan ambliopia maka

dilakukan pembedahan, biasanya mempunyai prognosis yang

lebih baik.

b. Katarak Juvenil

Katarak yang lembet dan terdapat pada orang muda, yang mulai

terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan.

Katarak juvenile biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital.

Katarak juvenile biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik

ataupun metabolic dan penyakit lainnya seperti:

1) Katarak metabolik

a. Katarak diabetic dan galaktosemik (gula)

b. Katarak hipokalsemik (tetanik)

c. Katarak defisiensi gizi

d. Katarak aminoasiduria (termasuk sindrom lowe dan

homosistinuria)

e. Penyakit Wilson

f. Katarak berhubungan dengan kelainan metabolic lain

2) Otot

a. Distrofi miotonik (umur 20 sampai 30 tahun)

3) Katarak traumatic

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


19

4) Katarak komplikata

a. Kelainan kongenital dan herediter (siklopia, koloboma,

mikroftalmia, aniridia, pembuluh hialoid persisten,

heterokromia iridis)

b. Katarak degenerative (dengan myopia dan distrofi

vitreoretinal) seperti wagner dan retinitis pigmentosa, dan

neoplasma)

c. Katarak anoksik

d. Toksik (kortikosteroid sistemik atau topical, ergot, naftalein,

dinitrofenol, triparanol (MER-29), anticholinesterase,

klorpromazin, miotik, busulfan, dan besi .

e. Lain-lain kelainan kongenital, sindrom tertentu, disertai

kelainan kulit (sindermatik), tulang (disostosis kraniofasial),

osteogenesis inperfekta, khondrodistrofia kalsifikans kongenita

pungtata), dan kromosom.

f. Katarak radiasi.

c. Katarak Senil

Katarak senil adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia

lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun. Penyebabnya sampai sekarang tidak

diketahui secara pasti. (Ilyas, 2010).

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


20

Menurut Nugraha (2018) katarak senil secara klinis dikenal dalam

empat stadium yakni insipiens, imatur, matur, dan hipermatur.

1) Stadium Awal (Insipiens)

Pada stadium awal (katarak insipiens) kekeruhan lensa mata masih

sangat minimal, bahkan tidak terlihat tanpa menggunakan alat

periksa. Pada saat ini seringkali penderitanya tidak merasakan

keluhan atau gangguan pada penglihatannya, sehingga cenderung

diabaikan. Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji

menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Vakuol

mulai terlihat di dalam korteks. Katarak subkapsular posterior,

kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah

terbentuk antara serat lensa dan korteks berisi jaringan

degenerative (benda morgagni) pada katarak insipient kekeruhan

ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang

tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang

menetap untuk waktu yang lama (Ilyas, 2009 dalam Nugraha

(2018)).

2) Stadium Imatur

Pada stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan yang lebih tebal

tetapi tidak atau belum mengenai seluruh lensa sehingga masih

terdapat bagian-bagian yang jernih pada lensa. Pada stadium ini

terjadi hidrasi korteks yang mengakibatkan lensa menjadi

bertambah cembung. Pencembungan lensa akan memberikan

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


21

perubahan indeks refraksi dimana mata akan menjadi mioptik.

Kecembungan ini akan mengakibatkan pendorongan iris kedepan

sehingga bilik mata depan akan lebih sempit (Ilyas, 2009 dalam

Nugraha (2018)).

3) Stadium Matur

Bila proses degenerasi berjalan terus akan terjadi pengeluaran air

bersama-sama hasil desintegrasi melalui kapsul. Didalam stadium

ini lensa akan berukuran normal. Iris tidak terdorong ke depan dan

bilik mata depan akan mempunyai kedalaman normal kembali.

Kadang pada stadium ini terlihat lensa berwarna sangat putih

akibat perkapuran menyeluruh karena deposit kalsium (Ca). bila

dilakukan uji bayangan, iris akan terlihat negative (Ilyas, 2009

dalam Nugraha (2018)).

4) Stadium Hipermatur

Katarak yang terjadi akibat korteks yang mencair sehingga masa

lensa ini dapat keluar melalui kapsul. Akibat pencairan korteks ini

maka nucleus “tenggelam” kearah bawah (jam 6) (katarak

morgagni). Lensa akan mengeriput. Akibat masa lensa yang keluar

kedalam bilik mata depan, dapat timbul penyulit berupa uveitis

fakotoksik atau galukoma fakolitik (Ilyas, 2009 dalam Nugraha

(2018)).

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


22

Katarak senil dibagi menjadi dua jenis, yakni:

1) Katarak Kortikal

Kekeruhan korteks lensa perifer berbentuk ruji roda yang

dipisahkan oleh celah-celah air. Meningkatnya cairan yang

masuk ke dalam lensa mengakibatkan terjadinya separasi

lamellar, dan akhirnya terjadi kekeruhan korteks berwarna abu-

abu putih yang tidak merata.

2) Katarak Inti (nuclear)

Kekeruhan ini embrional dan inti dewasa yang berwarna

kecoklatan. Korteks anterior dan posterior relatif jernih dan

masih tipis. Bentuk kekeruhan nuklear ini bias menyebabkan

terjadinya myopia berat yang memungkinkan penderita membaca

jarak dekat tanpa memakai kaca mata koreksi seperti seharusnya

(second sight).

a) Katarak Intumesen

Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa

degenerative yang menyerap air. Masuknya air ke dalam celah

lensa disertai pembengkakan lensa menjadi bengkak dan besar

yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi

dangkal disbanding dengan keadaan normal. Pencembungan

lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaucoma.

Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang

berjalan cepat dan mengakibatkan miopia lentikularis. Pada

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


23

keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga akan

mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang

memberikan miopiaisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat

vakuol pada lensa disertai peregangan jarak lamel serta lensa

(Ilyas, 2009 dalam Nugraha (2018)).

b) Katarak Brunesen

Katarak yang berwarna cokelat sampai hitam (katarak nigra)

terutama pada lensa, dapat terjadi pada katarak pasien

diabetes mellitus dan miopia tinggi. Tajam penglihatan lebih

baik dari dugaan sebelumnya dan biasanya ini terdapat pada

orang berusia lebih dari 65 tahun yang belum memperlihatkan

adanya katarak kortikal posterior (Ilyas, 2009).

Katarak nigra terutama pada nucleus lensa, juga dapat terjadi

pada katarak pasien diabetes mellitus dan myopia tinggi.

Sering tajam penglihatan lebih baik daripada dugaan

sebelumnya dan biasanya ini terdapat pada orang beruis lebih

dari 65 tahun yang belum memperlihatkan adanya katarak

kortikal posterior.

c) Katarak Diabetes

Katarak jenis ini muncul sebagai salah satu efek penyakit

diabetes mellitus. Katarak diabetes terbagi dalam tiga bentuk,

yaitu :

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


24

(1) Pasien dengan dehidrasi berat, asidosis dan hiperglikemia

nyata, pada lensa akan terlihat kekeruhan berupa garis

akibat kapsul lensa berkerut. Bila dehidrasi lama akan

terjadi kekeruhan lensa, kekeruhan akan hilang bila terjadi

rehidrasi, dan kadar gula normal kembali.

(2) Pasien diabetes juvenile dan tua tidak terkontrol,dimana

terjadi katarak serentak pada kedua mata dalam 48 jam,

bentuk dapat snow flake atau bentuk piring subkapsular.

(3) Katarak pada pasien diabetes dewasa dimana gambaran

secara histologik dan biokimia sama dengan katarak

pasien nondiabetik.

d) Katarak Sekunder

Katarak sekunder terjadi akibat terbentuknya jaringan fibrosis

pada sisa lensa yang tertinggal, paling cepat keadaan ini

terlihat sesudah 2 hari EKEK. Bentuk lain yang merupakan

proliferasi epitel lensa pada katarak sekunder berupa mutiara

Elsching dan cincin Soemmering. Katarak sekunder

merupakan fibrin sesudah suatu operasi katarak ekstra

kapsular atau sesudah suatu trauma yang memecah lensa.

Cincin Soemmering mungkin akan bertambah besar oleh

karena daya regenerasi epitel yang terdapat di dalamnya.

Cincin Soemmering terjadi akibat kapsul anterior yang pecah

dan traksi kea rah pinggir-pinggir melekat pada kapsula

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


25

posterior meninggalkan daerah yang jernih di tengah, dan

membentuk gambaran cincin. Pada cincin ini tertimbun

serabut lensa epitel yang berproliferasi.

Mutiara Elsching adalah epitel subkapsular yang

berproliferasi dan membesar sehingga tampak sebagai busa

sabun atau telur kodok. Elsching pearl ini mungkin akan

menghilang dalam beberapa tahun oleh karena pecah

dindingnya. Pengobatan katarak sekunder adalah pembedahan

seperti disisio katarak sekunder, kapsulotomi,

memberanektomi, atau mengeluarkan seluruh membran

keruh.

5. Etiologi

Lensa di dalam mata bekerja seperti lensa kamera, memusatkan cahaya ke

retina untuk penglihatan yang jernih. Lensa juga nenyesuaikan fokus

mata, membiarkan kita melihat semuanya dengan jelas, baik dari jarak

dekat maupun jauh. Lensa ini kebanyakan terbuat dari air dan protein.

Protein diatur dengan cara yang tepat agar lensa tetap bersih dan

membiarkan cahaya melewatinya. Akan tetapi, seiring bertambahnya usia,

beberapa protein bias berkumpul bersama dan mulai melapisi area kecil

lensa (Nugraha, 2018).

Tidak ada yang tahu pasti mengapa lensa mata berubah seiring

bertambahnya usia, membentuk katarak. Namun para peneliti di seluruh

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


26

dunia telah mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menyebabkan

katarak atau berhubungan dengan perkembangan katarak. Berbagai

kondisi yang dapat mencetuskan katarak menurut Corwin (2000) antara

lain usia lanjut dan proses penuaan, kongenital atau bias diturunkan,

faktor lingkungan, seperti merokok atau terpapar bahan-bahan beracun,

cedera mata, penyakit metabolic (misalnya dibetes) dan obat-obat tertentu

(misalnya kortikosteroid).

6. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi dari penyakit katarak, yaitu nistagmus dan

strabismus. Katarak yang dibiarkan mengganggu penglihatan dan

menimbulkan komplikasi penyakit berupa glukoma dan uveitis.

7. Faktor Resiko

Menurut Ilyas (2014), faktor resiko terjadinya katarak diantaranya adalah:

a. Radiasi ultraviolet dari sinar matahari

Sinar ultraviolet dari matahari diserap oleh protein lensa terutama

asam amino aromatic, yaitu tirptofan, fenil-alamin dan tirosin

sehingga menimbulkan reaksi dan menghasilkan fragmen molekul

yang disebut radikal bebas atau spesies oksigen yang bersifat sangat

reaktif. Selanjutnya radikal bebas ini akan menimbulkan reaksi

patologis dalam jaringan lensa dan senyawa toksis lainnya, sehingga

terjadi reaksi oksidatif pada gugus sulfhidril protein. Reaksi oksidatif

akan mengganggu struktur protein lensa sehingga cross link antar dan

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


27

intra ptrotein dan menambah jumlah high molekul weight protein

sehingga terjadi agregasi protein, yang selanjutnya menyebabkan

kekeruhan lensa yang disebut katarak. Sehingga sinar ultraviolet dari

matahari dapat mempercepat kekeruhan pada lensa mata, seseorang

dengan aktivitas sehari-hari sering terpapar sinar ultraviolet

meningkatkan faktor risiko katarak. Efek dari terpapar sinar matahari

secara terus menerus dalam waktu yang lama akan menyebabkan

keruhnya lensa mata, hal ini dapat menyebabkan katarak. Paparan

sinar ultraviolet meningkatkan risiko terkena katarak, terutama jika

mata tanpa pelindung terpapar sinar matahari cukup lama (Laila A,

2017).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hamidi M

(2017) yang menemukan bahwa hasil ada hubungan terpajan sinar

ultraviolet yang lama dengan kejadian katarak senilis di Poli Mata

RSUD Bangkinang dengan p value 0,000 (≤ 0,05). dan Odds Rasio =

63 hal ini berarti responden yang terpajan sinar ultraviolet yang lama

berpeluang 63 kali mengalami katarak senilis. Penelitian ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Laila A (2017) Hasil uji

statistik menunjukkan bahwa seseorang yang bekerja di luar gedung

memiliki risiko terkena katarak 2.908 kali lebih besar dibandingkan

dengan yang bekerja di dalam gedung. Sehingga, dapat disimpulkan

terdapat hubungan antara pekerjaan dengan kejadian katarak.

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


28

Pekerjaan dalam hal ini berhubungan dengan paparan sinar ultraviolet

(UV), dimana sinar UV merupakan faktor risiko terjadinya katarak

(WHO, 2012). Pekerja di luar gedung dan terpajan radiasi UV B dari

sinar matahari merupakan faktor yang berhubungan dengan

berkembangnya katarak.Pajanan UV akut mempunyai efek pada

kulit, kornea dan lensa mata. Pada pajanan kronis UV dengan tingkat

bermakna dan waktu yang berlebihan akan menyebabkan hilangnya

elastisitas pada kulit atau penuaan kulit dini dan risiko terjadinya

kanker kulit dan kekeruhan lensa (Tana dkk., 2006).

Proses Oksidasi membrane lipid, struktur atau enzim protein atau

DNA oleh radikal bebas dari sinar UV menginisiasi hilangnya

transparansi pada nuclear dan kortikal pada lensa (American

Optometric Association, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Arimbi (2012)

menunjukkan hasil yang bermakna secara statistik karena nilai

p=0.007 dan OR=2.9. Selain itu, penelitian lain yang dilakukan oleh

Tana, dkk (2009) menunjukkan persentase pekerja yang paling

banyak menderita katarak adalah kelompok pekerja petani/ nelayan/

buruh dimana jenis pekerjaan ini dapat dikategorikan sebagai

pekerjaan yang dilakukan di luar ruangan yang menyebabkan adanya

pajanan kronis sinar matahari

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


29

b. Diabetes

Diabetes Mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa dan indeks

refraksi dari lensa mata. Dengan meningkatnya kadar gula darah,

meningkat pula kadar glukosa/gula darah dalam akuos humor (cairan

bola mata). Glukosa pada akuos ini dapat masuk terserap ke dalam

lensa mata. Hal ini menyebabkan kadar glukosa dalam lensa mata

juga meningkat. Sebagian glukosa tersebut diubah oleh enzim

menjadi sorbitol, yang menyebabkan kekeruhan pada lensa (Hatauruk

dan Siregar, 2017).

Diabetes Mellitus seringkali diduga menjadi penyakit yang bisa

menyebabkan katarak. Hal ini karena enzim aldose reduktase yang

ada didalam tubuh penderita diabetes dapat memicu terjadinya

katarak. Diabetes juga dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks

refraksi dan amplitude akomodatif. Dengan meningkat kadar gula

darah, maka meningkat pula kadar glukosa dalam aquos humor. Oleh

karena glukosa dari aquos masuk kedalam lensa dengan cara difusi,

maka kadar glukosa didalam lensa juga meningkat (Awopi et al,

2016).

Diabetes Mellitus dapat memperngaruhi ketajaman lensa akibat

penumpukan zat-zat metabolisme gula oleh sel-sel lensa mata. Dalam

keadaan nomal penumpukan gula ini tidak akan terjadi. Bila kadar

gula meningkat, maka perubahan lukosa oleh aldose reduktase

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


30

menjadi sarbitol meningkat, selain itu perubahan surbitol menjadi

fructose relative lambt dan tidak seimbang sehingga kadar surbitol

dalam lensa mata meningkat. Sorbitol menaikkan tekanan osmose

intraseluler dapat meningkatkan water uptake dan selanjutnya secara

langsung maupun tidak langsung terbentuklah katarak (Awopi et al,

2016).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hamidi M

(2017) yang menemukan bahwa hasil ada hubungan riwayat diabetes

melitus dengan kejadian katarak senilis di Poli Mata RSUD

Bangkinang dengan p value 0,007 (≤ 0,05).

c. Hipertensi

Hubungan hipertensi dengan katarak telah dilakukan penelitian oleh

The Framingham Eye Study, penelitian ini menemukan hubungan

tekanan darah sistolik yang tinggi dan katarak senilis. Disamping itu

Clayton et al melaporkan pula adanya hubungan yang signifikan

antara katarak senilis dengan tekanan darah diastolik. Penelitian

yang lain oleh Barbados Eye Study menyatakan bahwa tekanan

darah diastolik yang lebih dari 95 mmHg berhubungan dengan

meningkatnya resiko kekeruhan lensa. (Hasmeinah, Ansori, &

Meidawaty, 2012).

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


31

d. Merokok

Merokok atau mengunyah daun tembakau dapat menginduksi stress

oksidatif dan menurunkan kadar antioksidan. Merokok menyebabkan

penumpukan molekul berpigemn “3 hydroxykhynurine dan

chromophores” yang menyebabkan terjadinya penguningan dan

pengeruhan warna lensa. Kandungan sianat dalam rokok juga

menyebabkan terjadinya penghancuran protein pada lensa mata dan

menyebabkan kekeruhan pada mata (Hatauruk dan Siregar, 2017).

Rokok berperan dalam pembentukan katarak melalui dua cara yaitu,

pertama paparan asap rokok yang berasal dari tembakau dapat

merusak membrane sel dan serat yang ada pada mata. Ke dua yaitu,

merokok dapat menyebabkan antioksidan dan enzim-enzim di dalam

tubuh mengalami gangguan sehingga dapat merusak mata (Ulandari

dalam Handini (2016)).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hamidi M

(2017) yang menemukan bahwa ada hubungan merokok dengan

kejadian katarak senilis di Poli Mata RSUD Bangkinang p value =

0,03 (p ≤0,05), dan Odds Rasio = 7,5 hal ini berarti responden yang

merokok berpeluang 7,5 kali mengalami katarak senilis. Merokok

dapat meningkatkan risiko terjadinya katarak. Merokok dapat

menginduksi stress oksidatif dan dihubungkan dengan penurunan

kadar antioksidan, askorbat dan karotenoid yang secara terus-

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


32

menerus akan mempercepat kerusakan protein lensa. Sedangkan

responden yang merokok tetapi tidak terkena katarak, dari hasil

wawancara bahwa penyebabnya karena usia responden (<50 tahun)

dan faktor-faktor lainnya seperti pekerjaan responden sebagai

pegawai PNS/Swasta.

Peneltitian yang dilakukan ole mo’otopu (2015) kejadian penyakit

katarak di poli Mata RSUP Prof.Dr.R.D.Kandou Manado diperoleh

nilai Odds Ratio sebesar 5.286.Hal ini menunjukkan bahwa merokok

merupakan faktor risio terhadap kejadian katarak.Seseorang denga

kebiasaan merokok berisiko 5.286 kali lebih tinggi untuk menderita

katarak dibandingkan dengan seseorang yang tidak merokok.Analisis

dengan melihat nilai signifikasi diperoleh nilai p < 0,05 (0,010) yang

berarti Ho ditolak dan Ha diterima menyimpulkan bahwa terdapat

hubungan signifikan antara kebiasaan merok dengan kejadian

katarak.Hasil penelitian ini sejalan dengan Pujiyanto (2014), dimana

ia faktor kebiasaan merokok berhubungan dengan penyakit katarak

dengan nilai OR sebesar 2,9 dengan 95% IK (1,4-5,7) p value = 0,002

artinya kebiasaan merokok secara statistik berhubungan dengan

penyakit katarak.

e. Penggunaan obat kortikosteroid berkepanjangan

Penggunaan steroid yang berkepanjangan dapat menimbulkan efek

samping, dimana insiden tertinggi adalah terjadinya katarak sub

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


33

kapsular posterior. Penggunaan dari steroid harus dibatasi dalam

pemberian secara sistemik maupun topical dalam inflmasi ocular,

maupun pada masalah-masalah transplantasi organ. Mekanisme

terjadinya kekeruhan pada lensa, belum sepenuhnya dapat diteukan

dan tidak ada pengobatan yang efektif selain operasi pengangkatan

lensa.

Salah satu mekanisme dari terbentuknya katarak subkapsular

posterior adalah karena dihambatnya adenosine triphosphatase

(ATase) oleh kortikosteroid sehingga menghasilkan konsentrasi

natrium yang tinggi dibagian intraseluler dan menurunyya kadar

potassium, sehingga terjadi akumulasi air pada bagian serat lensa.

Chaderin merupakan protein yang berfungsi sebagai adhesi molekul

antar sel, dan bersifat mengatur adesi dari sel yang bergantung pada

kalsium.chaderin berfungsisebagai jembatan antar sel. Ketika adesi

dari sel tidak terjadi dapat membuat terjadinya katarak, karena adesi

dari sel-sel ini berperan penting terhadap sifat lensa yang transparan.

f. Cedera mata atau peradangan sebelumnya

Salah satu penyebab katarak adalah trauma pada mata. Jenis trauma

yang paling sering dijumpai menimbulkan katarak adalah cedera

tumpul pada bola mata akibat benturan, terkena objek yang

berterbangan dan lain-lain (Hanok et al, 2014).

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


34

Jika terjadi trauma akibat benda keras yang cukup kuat mengenai

mata dapat menyebabkan lensa menjadi opak. Trauma yang

disebabkan oleh benturan dengan bola keras adalah salah satu

contohnya. Kadang munculnya katarak dapat tertunda sampai kurun

waktu beberapa tahun. Bila ditemukan katarak unilateral, maka harus

dicurigai kemungkinan adanya riwayat trauma sebelumnya, namun

hubungan sebab dan akibatnya kadang-kadang cukup sulit dibuktikan

dikarenakan tidak adanya tanda-tanda lain yang dapat ditemukan

mengenai adanya trauma sebelumnya tersebut. Pada trauma tumpul

akan terlihat katarak subkapsular anterior maupun posterior. Kontusio

lensa menimbulkan katarak seperti bintang, dan dapat pula dalam

bentuk katarak tercetak (imprinting) yang disebut cincin Vossius.

Seringnya, manifestasi awal dari katarak traumatik ini adalah

kekeruhan berbentuk roset (rossete cataract), biasanya pada daerah

aksial yang melibatkan kapsul posterior lensa. Pada beberapa kasus,

trauma tumpul dapat berakibat dislokasi dan pembentukan katarak

pada lensa. Katarak traumatik ringan dapat membaik dengan

sendirinya (namun jarang ditemukan).

g. Konsumsi alkohol yang signifikan

Alkohol dapat menurunkan reaksi pupil, artinya pupil tidak bisa

bereaksi mengecil atau membesar dengan tepat sesuai cahaya yang

ada disekitarnya. Ini berpengaruh pada fungsi deteksi kontras antara

warna dan bentuk, penting pada aktivitas seperti berkendara atau

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


35

berolahraga. Sehubungan hasil studi dari Western University di

Kanada, alkohol bisa juga mengurangi kemampuan mata dalam

deteksi perbedaan antara terang dan gelap sebanyak 30%. Peminum

alcohol kronis mempunyai resiko tinggi karena terkena penyakit mata

termasuk katarak. Dalam banyak penelitian alcohol berperan dalam

terjadinya katarak.

h. Tempat tinggal

Penelitian potong lintang pada para nelayan di Hongkong

menunjukkan bahwa nelayan yang bekerja dengan paparan sinar

matahari yang lama cenderung menderita katarak khusunya nuklearis

dibandingkan dengan kelompok kontrol (Wong and Ho 1993). Dalam

survei di Nepal ditemukan hubungan postif antara prevalensi katarak

dan jumlah paparan sinar matahari tiap hari (Briliant at al, 1983).

Penduduk Nepal yang tinggal didaerah paparan sinar matahari lebih

dari 12 jam perhari memilki prevalensi katarak 4 kali lebih besar

dibanding mereka yang tinggal di daerah paparan sinar matahari

rerata 7 jam perhari. Penelitian Hollow dan Moran melaporkan

prevalensi katarak penduduk Aborigin Australia lebih tinggi di

daerah dengan radiasi ultraviolet yang lebih banyak ditemukan pula

bahwa kejadian katarak sudah ditemukan pada usia lebih muda dan

adanya hubungan antara peningkatan prevalensi katarak dengan

peningkatan lama paparan sinar ultraviolet (Hallow and Moran dalam

Wahyudi, 2013).

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


36

i. Riwayat Keluarga

Faktor genetic adalah faktor yang tidak dapat dihindari, jika di

keluarga memiliki yang menderita katarak maka akan kemungkinan

anaknya pun bisa menderita katarak ini karena kelainan kromosom

bisa mempengaruhi kualitas lensa mata. Faktor keturunan ternyata

lebisa besar memegang peran terhadao perkembangan katarak,

ketimbang faktor gaya hidup sepeti merokok yang selama ini

dianggap sebagai biang utama (Autoimunecare.com).

8. Prognosis

Prognosis katarak adalah baik dengan lebih 95% pasien mengalami

perbaikan visual setelah dilakukan operasi. Prognosis visual pada pasien

anak yang mengalami katarak dan menjalani operasi tidak sebaik pada

pasien dengan katarak yang berhubungan dengan umur. Prognosis untuk

perbaikan kemampuan visual paling buruk pada katarak kongenital

unilateral yang dioperasi dan paling baik pada katarak kongenital bilateral

inkomplit yang bersifat progresif lambat.

9. Pemeriksaan Penunjang Yang Diperlukan

a. Pemeriksaan Fisik

Teknik yang biasanya dipergunakan dalam pemeriksaan oftalmologis

adalah inspeksi dan palpasi. Inspeksi visual dilakukan dengan

instrument oftalmik khusus dan sumber cahaya. Palpasi bias

dilakukan untuk mengkaji nyeri tekan mata dan deformitas dan untuk

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


37

mengeluarkan cairan dari puncta. Palpasi juga dilakukan untuk

mendeteksi secara kasar (jelas terlihat) tingkat tekanan intraokuler.

Seperti pada semua pemeriksaa fisik, perawat menggunakan

pendekatan sistematis, biasanya dari luar ke dalam. Struktur eksternal

mata dan bola mata dievaluasi lebih dahulu, kemudian diperiksa

struktur internal. Struktur eksternal mata diperiksa terutama dengan

inspeksi. Struktur ini meliputi alis, kelopak mata, bulu mata,

konjungtiva, kornea, kamera anterior, iris, dan pupil.

Ketika melakukan pemeriksaan dari luar ke dalam, yang dilakukan

perawat adalah :

1) Melakukan observasi keadaan umum mata dari jauh

2) Alis diobservasi mengenai kuantitas dan penyebaran rambutnya.

Kelopak mata diinspeksi warna, keadaan kulit, da nada tidaknya

serta

arahnya tumbuhnya bulu mata.

3) Catat adanya jaringan parut, pembengkakan, lepuh, laserasi, cedera

lain dan adanya benda asing.

a) Pemeriksaan Diagnostik

(1) Kartu mata senellen/mesin telebinokular (test ketajaman

penglihatan dan sentral penglihatan)

(2) Lapang penglihatan

(3) Pengukuran tonografi

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


38

(4) Test provokatif

(5) Pemeriksaan oftalmoskopi

(6) Darah lengkap, laju sedimentasi (LED)

(7) Test toleransi glaukosa/FBS

b. Penatalaksanaan

Gejala-gejala yang timbul pada katarak yang masih ringan dapat

dibantu dengan menggunakan kacamata, lensa, cahaya yang lebih

terang, atau kacamata yang dapat meredamkan cahaya. Pada tahap ini

tidak diperlukan tindakan operasi. Tindakan operasi katarak

merupakan cara yang efektif untuk memperbaiki lensa mata, tetapi

tidak semua kasus katarak memerlukan tindakan operasi.

Operasi katarak perlu dilakukan jika kekeruhan lensa menyebabkan

penurunan tajam penglihatan sedemikian rupa sehingga mengganggu

pekerjaan sehari-hari. Operasi katarak dapat dipertimbangkan untuk

dilakukan jika katarak terjadi berbarengan dengan penyakit mata

lainnya, seperti uveitis (peradangan pada uvea)

Sebagian atau seluruh uvea bias mengalami peradangan. Peradangan

yang terbatas pada iris disebut iritis, jika terbatas pada koroid disebut

koroiditas. Juga operasi katarak akan dilakukan bila berbarengan

dengan glaucoma, dan retinopati diabetikum. Selain itu jika hasil

yang didapat setelah operasi jauh lebih menguntungkan dibandingkan

dengan resiko operasi yang mungkin terjadi. Pembedahan lensa

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


39

dengan katarak dilakukan bila mengganggu kehidupan social atau

atas indikasi medis lainnya (Ilyas, 2009). Indikasi dilakukannya

operasi katarak adalah :

1) Indikasi social. Jika pasien mengeluh adanya gangguan

penglihatan dalam melakukan rutinitas pekerjaan.

2) Indikasi medis, bila ada komplikasi seperti glaucoma

3) Indikasi optic, jika dari hasil pemeriksaan visus dengan hitung

jari dari jarak 3m didapatkan hasil visus 3/60.

Beberapa jenis operasi katarak yang umum dilakukan, yaitu :

1) ICCE (Intra Capsular Cataract Extraction)

Operasi ini mengangkat semua lensa termasuk kapsulnya. Sampai

akhir tahun 1960 hanya itulah teknik operasi yang tersedia.

2) ECCE (Extra Capsular Cataract Extraction)

Operasi ini terdiri dari dua jenis, yakni standar ECCE atau

planned ECCE. Dilakukan dengan mengeluarkan lensa secara

manual setelah membuka kapsul lensa. Tentu saja dubutuhkan

sayatan lebar sehingga penyembuhan lebih lama.

3) Fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification)

Bentuk ECCE yang terbaru dimana menggunakan getaran

ultrasonic untuk menghancurkan nucleus sehingga material

nucleus dan kortek dapat diaspirasi melalui insisi ± 3mm. operasi

katarak ini dijalankan dengan cukup dengan bius local atau

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


40

menggunakan tetes mata anti nyeri pada kornea (selaput bening

mata), dan bahkan tanpa menjalani rawat inap.

Sayatan sangat minimal, sekitar 2,7mm. lensa mata yang dikeruh

dihancurkan (emulsifikasi) kemudian disedot (fakum) dan diganti

dengan lensa buatan yang tekah diukur kekuatan lensanya dan

ditanam secara permanen. Teknik bedah katarak dengan sayatan

kecil ini hanya memerlukan waktu 10 menit disertai waktu

pemulihan yang lebih cepat.

Pascaoperasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotic

jangka pendek. Kacamata baru dapat diresepkan setelah beberapa

minggu, ketika bekas insisi telah sembuh. Rehabilitasi visual dan

peresepan kacamata baru dapat dilakukan lebih cepat dengan

metode fakoemulsifikasi. Karena pasien tidak dapat

berakomodasi maka pasien akan membutuhkan kacamata untuk

pekerjaan jarak dekat meski tidak dibutuhkan kacamata untuk

jarak jauh. Saat ini digunakan lensa intraocular multifocal. Lensa

intraocular yang dapat berakomodasi sedang dalam tahap

pengembangan.

Apabila tidak terjadi gangguan pada kornea, retina, saraf mata

atau masalah mata lainnya, tingkat keberhasilan dari operasi

katarak cukup tinggi, yaitu mencapai 95%, dan kasus komplikasi

saat maupun pasca operasi juga sangat jarang terjadi.

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


41

Kapsul/selaput dimana lensa intraocular terpasang pada mata

orang yang pernah menjalani operasi katarak dapat menjadi

keruh. Untuk itu perlu terapi laser untuk membuka kapsul yang

keruh tersebut agar penglihatan dapat kembali menjadi jelas.

B. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan hubungan antara konsep terhadap konsep lain

berdasarkan teori yang berkaitan dengan permasalahan, yang akan diteliti agar

peneliti mempunyai wawasan yang luas sebagai dasar untuk mengembangkan

atau mengidentifikasi variabel-variabel yang akan diteliti atau diamati

(Notoatmodjo, 2014).

Gambar 2.1
Kerangka Teori

Faktor Resiko :
1. Radiasi Ultraviolet
2. Diabetes
Katarak
3. Hipertensi
4. Obesitas
5. Merokok
6. Cedera Mata
7. Tempat Tinggal
8. Riwayat Keluarga

Sumber : Ilyas (2014)

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


42

C. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau

kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara variabel

yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang diteliti

(Notoatmodjo,2014). Factor-Faktor yang berhubungan dengan kejadian

katarak adalah :

Gambar 2.2
Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel dependent

Penyakit Diabetes/Hipertensi
Merokok Katarak
Cedera Mata

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis menurut Notoatmodjo (2012) adalah suatu jawaban atas pertanyaan

penelitian yang telah dirumuskan dalam perencanaan penelitian. Untuk

mengarahkan kepada hasil penelitian ini maka dalam perencanaan penelitian

perlu dirumuskan jawaban sementara dari penelitian ini. Jawaban sementara

dari suatu penelitian ini biasanya disebut hipotesis. Jadi, hipotesis didalam

suatu penelitian berarti jawaban sementara penelitian, patokan duga, atau dalil

sementara, yang kebenarannya dibuktikan dalam penelitian tersebut.

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


43

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Ha :

a. Ada hubungan penyakit diabetes dengan kejadian katarak di Poli Mata

Rumah Sakit Graha Husada Kota Bandar Lampung Tahun 2020

b. Ada hubungan merokok dengan kejadian katarak di Poli Mata Rumah

Sakit Graha Husada Kota Bandar Lampung Tahun 2020

c. Ada hubungan riwayat cedera mata dengan kejadian katarak di Poli Mata

Rumah Sakit Graha Husada Kota Bandar Lampung Tahun 2020

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


44

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif. Metode penelitian

kuantitatif merupakan metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat

positivisme yang digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel

tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian. Analisis dapat

bersifat kuantitatif atau/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang

telah ditetapkan (Sugiyono, 2012). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

menganalisis faktor yang berhubungan dengan kejadian katarak di Poli Mata

Rumah Sakit Graha Husada Kota Bandar Lampung.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Peneltian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2020

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Poli Mata Rumah Sakit Graha Husada Kota

Bandar Lampung.

C. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian analitik observasional dengan rancangan case control

study. penelitian yang akan melaksanakan pengamatan saja, tanpa intervensi

dalam upaya mencari hubungan antar variabel yang satu dengan variabel

lainnya. Studi observasional analitik ini dilakukan dengan studi kasus-kontrol,

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


45

yaitu suatu penelitian epidemiologis analitik observasional yang menelaah

hubungan antara efek (penyakit atau kondisi kesehatan) dalam hal ini katarak

dengan faktor risiko tertentu. Studi kasus kontrol dilakukan dengan cara

membandingkan dua kelompok yaitu kelompok kasus dan kelompok kontrol.

Dalam peneltiain ini kasus adalah penderita katarak dan kotrol adalah bukan

penderita katarak.

D. Subyek Penelitian

1. Populasi

Populasi penelitian menurut Notoatmodjo (2014) adalah keseluruhan

objek penelitian atau objek yang diteliti. Dalam penelitian ini populasinya

adalah seluruh penderita katarak 87 orang dan bukan penderita katarak

yang diambil dari rekam medik di Poli Mata Rumah Sakit Graha Husada

Kota Bandar Lampung.

2. Sampel

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh

populasi. (Notoatmodjo, 2014). Pengambilan sampel estimasi dilakukan

untuk penelitian yang bertujuan hanya melihat gambaran suatu variabel

pada populasi tertentu. menggunakan Rumus hopotesis dua proporsi dari

Lemeshow dalam Dahlan (2013).

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


46

Tabel 3.1
Besar Sampel

Variabel
No P1 P2 OR n Sumber
Independen
1 Diabetes 0.55 0.2177 4.419 76 Sari Dewi et al
(2018)
2 Merokok 0.457 0.267 2.771 88 Hadini et al
(2016)
3 Cedera Mata 0.771 0.34 4.500 70 Hanook et al
(2014)

Berdasarkan hasil besar sampel yang didapatkan dari penelitian

sebelumnya, didapatkan jumlah sampel yang terbesar sebanyak 88 + 10%

responden dengan perbandingan kasus dan kontrol 1:1.

3. Teknik Sampling

Sampel dalam penelitian ini terdiri dari kasus dan kontrol. Sampel kasus

adalah pasien katarak yang terdiagnosa secaara klinis oleh dokter dan

tercatat dalam rekam medik Poli Mata Rumah Sakit Graha Husada Kota

Bandar Lampung. untuk mendapatkan kontrol dari penelitian ini dengan

menggunakan simple random sampling dimana dilakukan pemilihan

kontrol secara acak dengan menggunakan lottery.

a. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah kontrol yang berkunjung

dan tercatat dalam register Poli Mata Rumah Sakit Graha Husada

Kota Bandar Lampung

b. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah kontrol yang berkunjung

dan berusia di bawah 40 tahun dan yang tidak bersedia untuk

diwawancarai.

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


47

E. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang dimaksud

atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan. Agar variabel

dapat diukur menggunakan instrument atau alat ukur, makan variabel harus

diberikan batasan atau definisi yang operasional atau “definisi operasional

variabel” (Notoatmodjo, 2014).

Tabel 3.1
Definisi Operasional
F. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data
Skala
NO Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur
Ukur
1 Variabel Dependent
Kejadian Orang yang menderita Lembar Wawancara 0 = Iya
Katarak katarak yang tercatat Observasi Nominal
dalam register di 1 = Tidak
dalam RM RS Graha
Husada
2 Variabel Indpendent
Hipertensi Penyakit hipertensi Tensimeter Mengukur 0 = Hipertensi Ordinal
yang dialami oleh Tekanan (jika TD ≥
pasien yaitu Darah 140/90
peningkatan mmHg)
tekanan darah 1 = Tidak
sistolik lebih dari Hipertensi
140 mmHg dan
(jika TD <
tekanan darah
140/90
diastolik lebih dari
mmHg)
90 mmHg 
(Sudoyo,
2016)

Merokok Perilaku merokok Lembar Wawancara 0 = Merokok Nominal


responden dan jumlah Observasi (jika
rokok yang dihisap menghisap
responden dalam satu rokok minimal
hari 1 batang/hari)
1 = Tidak
Merokok
(Ilyas, 2014)
Cedera Mata Riwayat cedera mata Lembar Wawancara 0 = Pernah Nominal
yang pernah dialami Observasi 1 = Tidak
oleh pasien Pernah

(Ilyas, 2014)

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


48

Instrumen penelitian yang dilakukan adalah adalah kuesioner untuk mengetahui

variabel Independen dan dependen. Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti

sendiri, dengan menggunakan data rekam medis dan merupakan data sekunder.

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data merupakan faktor penting demi

keberhasilan penelitian. Hal ini berkaitan dengan bagaimana cara mengumpulkan

data, siapa sumbernya, dan apa alat yang digunakan (Arikunto, 2013).

1. Jenis sumber data adalah mengenai dari mana data diperoleh. pada

penelitian ini data diperoleh dari sumber langsung (data sekunder dari

rekam medis).

2. Metode Pengumpulan Data merupakan teknik atau cara yang dilakukan

untuk mengumpulkan data. Pada penelitian ini menggunakan data rekam

medis.

G. Pengolahan Data

Dalam suatu penelitian, pengolahan data merupakan salah satu langkah yang

penting hal ini disebabkan karena data yang diperoleh langsung dari penelitian

masih merupakan data mentah belum memberikan informasi apapun dan

belum siap untuk disajikan. Untuk memperoleh penyajian data sebagai hasil

yang berarti dan kesimpulan yang baik, diperlukan pengolahan data

(Notoatmodjo, 2014). Beberapa teknik pengolahan data yaitu :

1. Editing

Mencek data dari kelengkapan data tersebut yang dilakukan di lapangan

setelah responden mengumpulkan kuesioner

2. Coding

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


49

Merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka 0 dan 1) terhadap

data yang terdiri atas beberapa kategori dan dimasukan ke dalam software

analisis data.

3. Processing

Data yang telah dimasukkan diperiksa kembali untuk memastikan bahwa

data telah bersih dari kesalahan, baik pada waktu pengkodean maupun

dalam waktu membaca kode, sehingga siap untuk dianalisa. Data – data

yang telah berbentuk angka kemudian di tabulasi.

4. Cleaning

Mencek Ulang data yang sudah di koding di ketik langsung ke software.

H. Analisa Data

1. Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini

hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel

(Notoatmodjo, 2014).

2. Analisis Bivariat

Analisa bivariat adalah tabel silang antara dua variabel, yaitu variabel

independen dan variabel dependen. Analisa ini dilakukan untuk

mengetahui kemaknaan hubungan antara variabel independen kejadian

katarak.

Dalam analisis bivariat ini dilakukan beberapa tahap, antara lain:

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


50

a. Jika probabilitas (p value ) ≤ 0,05 maka bermakna/signifikan, berarti

ada hubungan yang bermakna antara variabel independen dengan

variabel dependen atau hipotesis (Ho) ditolak

b. Jika probabilitas (p value) > 0,05 maka tidak bermakna/signifikan,

berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel independen

dengan variabel dependen, atau hipotesis (Ho) diterima

c. Untuk menganalisis keeratan hubungan antara dua variabel tersebut

dengan melihat nilai Odd ratio (OR). Besar kecilnya nilai OR

menunjukkan besarnya keeratan hubungan antara dua variabel yang

diuji (Hastono, 2019).

BAB IV

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


51

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Tempat Penelitian

1. Sejarah Rumah Sakit Graha Husada

PT. Graha Husada, yaitu suatu Perseroan Terbatas yang didirikan keenam

dokter Spesialis yang terdiri dari seorang dokter Spesialis Bedah,

seorang dokter Spesialis Anak, seorang dokter spesialis penyakit dalam,

dan tiga orang dokter spesialis obstetri dan Ginekologi. Dengan tujuan

untuk membangun sebuah rumah sakit yang representative yang bernama

Rumah Sakit Graha Husada yang terletak di Jalan Gajah Mada, No 6 GH.

Sesuai dengan Akte Notaris Marudin Pasaribu, SH No.2 tanggal 4

Oktober 2001 dan telah mendapatkan pengesahan dari Menteri kehakiman

dan HAM RI berdasarkan keputusan nomor : C-II.876.HT.0.01 TH 2001

tanggal 30 Oktober 2001, serta Surat Izin penyelenggaraan Rumah sakit,

keputusan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Lampung No.

HK.07.06/III/2091/09.

Rumah sakit Graha Husada mulai beroperasi pada tanggal 6 April 2005

dan diresmikan oleh Gubernur Lampung bapak Sjachroedin Z.P. SH, dan

Walikota Bandar Lampung Bapak Soeharto tanggal 21 April 2005 .

2. Visi Dan Misi RS. Graha Husada

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


52

a. VISI

“Menjadi rumah sakit type C yang memberikan pelayanan prima

sesuai dengan standard nasional”

b. Misi

1) Memberikan pelayanan kesehatan bermutu dan memuaskan

masyarakat serta terjangkau

2) Memberikan pelayanan ramah bersahabat tanpa unsur sara

3) Membangun SDM yang profesional dibidangnya

4) Mewujudkan manajement yang efektif, efisien, transparan dan

responsive menjawab tuntutan masyarakat

5) Selalu meningkatkat sarana prasarana rumah sakit yang up date

untuk merespon perkembangan masyarakat.

6) Meningkatkan kesejahteraan karyawan dan memberikan

perlindungan hukum dan keselamatan kerja seluruh staf dan

karyawan 

B. Hasil Penelitian

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


53

1. Analisis Univariat

Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Kejadian Katarak, Diabetes Melitus, Merokok
dan Cedera Mata di Poli Mata Rumah Sakit Graha Husada
Kota Bandar Lampung Tahun 2020

Karakteristik Jumlah Persentase (%)


Katarak
- Katarak 97 50.0
- Tidak Katarak 97 50.0
Diabetes
- Diabetes 71 36.6
- Tidak Diabetes 123 63.4
Merokok
- Merokok 79 40.7
- Tidak Merokok 115 59.3
Cedera Mata
- Pernah 37 19.1
- Tidak Pernah 157 80.9
Jumlah 194 100.0

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa sebanyak 97 responden (50.0%)

menderita katarak, responden yang menderita diabetes melitus sebanyak

71 responden (36.6%), memiliki kebiasaan merokok 79 responden

(40.7%) dan pernah mengalami cedera mata sebanyak 37 responden

(19.1%).

2. Analisis Bivariat

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


54

a. Hubungan Diabetes Melitus dengan Kejadian Katarak

Tabel 4.2
Hubungan Diabetes Melitus dengan Kejadian Katarak di Poli Mata
Rumah Sakit Graha Husada Kota Bandar Lampung Tahun 2020

Diabetes Kejadian Katarak P value OR/ CI


Katarak Tidak katarak Total (95%)
n % n % n %
- Diabetes 46 47.4 25 25.8 71 36.6 0,003 2,6 (1,4-
- Tidak 51 52.6 72 74.2 123 63.4 4,8)
Diabetes
Total 97 100.0 97 100.0 194 100.0

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 71 responden yang

mengalami diabetes melitus 46 responden (47,4%) mengalami katarak dan

25 responden (25,8%) tidak mengalami katarak. Hasil penelitian

menunjukkan nilai p value 0,003 (< 0,05). Berarti ada hubungan penyakit

diabetes dengan kejadian katarak di Poli Mata Rumah Sakit Graha Husada

Kota Bandar Lampung Tahun 2020, dari hasil analisis diperoleh pula nilai

OR= 2,6 yang berarti responden yang mengalami diabetes melitus

berrisiko untuk mengalami katarak 2,6 kali lebih besar dibandingkan

dengan responden yang tidak mengalami diabetes melitus.

b. Hubungan Merokok dengan Kejadian Katarak

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


55

Tabel 4.3
Hubungan Merokok dengan Kejadian Katarak di Poli Mata Rumah
Sakit Graha Husada Kota Bandar Lampung Tahun 2020

Merokok Kejadian Katarak P value OR/ CI


Katarak Tidak katarak Total (95%)
n % n % n %
- Merokok 50 51.5 29 29.9 79 40.7 0,003 2,5 (1,4-
- Tidak 47 48.5 68 70.1 115 59.3 4,5)
Merokok
Total 97 100.0 97 100.0 194 100.0

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 79 responden yang

merokok 50 responden (51,5%) mengalami katarak dan 29 responden

(29,9%) tidak mengalami katarak. Hasil penelitian menunjukkan nilai p

value 0,003 (< 0,05). Berarti ada hubungan merokok dengan kejadian

katarak di Poli Mata Rumah Sakit Graha Husada Kota Bandar Lampung

Tahun 2020, dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR= 2,5 yang berarti

responden yang merokok berrisiko untuk mengalami katarak 2,5 kali lebih

besar dibandingkan dengan responden yang tidak merokok.

c. Hubungan Cedera Mata dengan Kejadian Katarak

Tabel 4.3
Hubungan Cedera Mata dengan Kejadian Katarak di Poli Mata
Rumah Sakit Graha Husada Kota Bandar Lampung Tahun 2020

Cedera Mata Kejadian Katarak P value OR/ CI


Katarak Tidak katarak Total (95%)
n % n % n %
- Pernah 27 27.8 10 10.2 37 19.1 0,003 3,4 (1,5-
- Tidak 70 72.7 87 89.7 157 80.9 7,4)
Pernah
Total 97 100.0 97 100.0 194 100.0

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


56

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 37 responden yang

merokok 27 responden (27,8%) mengalami katarak dan 10 responden

(10,2%) tidak mengalami katarak. Hasil penelitian menunjukkan nilai p

value 0,003 (< 0,05). Berarti ada hubungan cedera mata dengan kejadian

katarak di Poli Mata Rumah Sakit Graha Husada Kota Bandar Lampung

Tahun 2020, dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR= 3,4 yang berarti

responden yang pernah mengalami cedera mata berrisiko untuk mengalami

katarak 3,4 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang tidak

pernah mengalami cedera mata.

C. Pembahasan

1. Analisis Univariat

a. Katarak

Katarak merupakan keadaan patologis lensa dimana lensa menjadi

keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein lensa,

sehingga pandangan seperti tertutup kabut. Kondisi ini merupakan

penurunan progresif kejernihan lensa, sehingga ketajaman penglihatan

berkurang (Corwin, 2000 dalam Nugraha, 2018).

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 97

responden (50.0%) menderita katarak. Katarak akibat usia berlaku

akibat proses penuaan di mana aggregasi protein dalam lensa,

kerusakkan sel-sel serat membran dan migrasi abnormal sel epitel

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


57

lensa mata dapat menyebabkan kekeruhan pada lensa. (Gupta, V., et

al., 2014).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Pujiyanto (2004)

Bahwa katarak sering ditemukan mulai usia 40 tahun keatas. Dengan

meningkatnya umur. maka ukuran lensa akan bertambali dengan

timbulnya serat-serat lensa yang baru, Seiring berlambahnya usia,

lensa berkurang kebeningannya, keadaan ini akan berkembang dengan

bertambah beratnya katarak Pada golongan umur 60 tahun hampir 2/3

nya mulai mengalami katarak.

b. Diabetes melitus

Diabetes melitus merupakan suatu kelainan metabolik dimana

ditemukan ketidakmampuan untuk mengoksidasi karbohidrat akibat

gangguan pada mekanisme insulin yang normal. Berdasarkan hasil

penelitian menunjukkan responden yang menderita diabetes melitus

sebanyak 71 responden (36.6%).

Penderita diabetes melitus akan memiliki kadar gula darah yang lebih

tinggi dibanding orang normal. Salah satu komplikasi dari diabetes

melitus adalah komplikasi kronik mikrovaskular yang dapat

menyerang mata. Komplikasi mikrovaskular seperti katarak sering

ditemukan saat diagnosis diabetes melitus ditegakkan

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


58

Beberapa studi klinik telah menunjukkan bahwa perkembangan

katarak terjadi lebih sering dan lebih awal pada penderita diabetes

melitus dibanding penderita yang non-diabetes. Meningkatnya jumlah

penderita diabetes melitus di dunia baik tipe 1 maupun tipe 2

menyebabkan tingginya insiden katarak diabetik. Data dari beberapa

studi mengenai mata menunjukkan peningkatan prevalensi katarak

sebesar tiga sampai empat kali lipat pada penderita diabetes melitus

yang berusia di bawah 65 tahun dan peningkatan sebesar dua kali lipat

lebih pada penderita diabetes melitus yang berusia di atas 65 tahun.

Risiko untuk mengalami katarak semakin meningkat pada pasien yang

telah lama mengalami diabetes melitus dan dengan kontrol gula darah

yang kurang baik.

c. Merokok

Merokok merupakan faktor risiko yang terkenal untuk berbagai-

macam penyakit. Sekarang, para ilmuwan memiliki bukti bahwa

merokok juga dapat meningkatkan risiko katarak yang berkaitan

dengan usia, penyebab utama kebutaan dan kehilangan penglihatan.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang

memiliki kebiasaan merokok 79 responden (40.7%).

Berdasarkan hasii penelitian dari Sumarna (2009) sebagian besar

komponen vang ada dalam rokok baik komponen utama yang berasal

dari tembakau maupun berbagai macam komponen tambahan akan

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


59

berbahaya jika masuk kedalam tubuh. Komponen ini masuk ke dalam

tubuh melalui asap vang dihasilkan dari membakar sebatang rokok.

Sehingga siapapun orang yang menghisap asap rokok secara terus -

menerus baik secara aktif maupun pasif akan terkena dampak buruk

dari rokok.

Menurut hasil penelitian dari Rahman et al (2011) Merokok dilaporkan

sebagai faktor resiko suatu penvakit mata yaitu katarak Hal ini terjadi

karena didaiam rokok terdapat suatu komponen v'ang berasal dari

tembakau yang bersifat toksik pada mata yaitu sianida, dan juga

berdasarkan hasil penelitian dari Ye et al (2012) di dalam asap rokok

mengandung nikotin, radikal bebas dan karbon monoksida v ang dapat

meningkatkan stress oksidatif dan berperan penting dalam

d. Cedera mata

Salah satu penyebab katarak adalah trauma pada mata. Jenis trauma

yang paling sering dijumpai menimbulkan katarak adalah cedera

tumpul pada bola mata akibat benturan, terkena objek yang

berterbangan dan lain-lain (Hanok et al, 2014). Berdasarkan hasil

penelitian menunjukkan bahwa responden yang pernah mengalami

cedera mata sebanyak 37 responden (19.1%).

Trauma bola mata adalah kejadian trauma yang mengenai bola mata

dan jaringan sekitarnya. Open globe injury adalah trauma okuli dengan

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


60

luka yang mengenai keseluruhan tebal dinding bola mata. Closed

globe injury adalah trauma okuli yang tidak mengenai keseluruhan

tebal dinding bola mata (Sasono W, 2008)

2. Hubungan Diabetes Melitus dengan Kejadian Katarak

Hasil penelitian menunjukkan nilai p value 0,003 (< 0,05). Berarti ada

hubungan penyakit diabetes dengan kejadian katarak di Poli Mata Rumah

Sakit Graha Husada Kota Bandar Lampung Tahun 2020, dari hasil analisis

diperoleh pula nilai OR= 2,6 yang berarti responden yang mengalami

diabetes melitus berrisiko untuk mengalami katarak 2,6 kali lebih besar

dibandingkan dengan responden yang tidak mengalami diabetes melitus.

Diabetes Mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa dan indeks

refraksi dari lensa mata. Dengan meningkatnya kadar gula darah,

meningkat pula kadar glukosa/gula darah dalam akuos humor (cairan bola

mata). Glukosa pada akuos ini dapat masuk terserap ke dalam lensa mata.

Hal ini menyebabkan kadar glukosa dalam lensa mata juga meningkat.

Sebagian glukosa tersebut diubah oleh enzim menjadi sorbitol, yang

menyebabkan kekeruhan pada lensa (Hatauruk dan Siregar, 2017).

Diabetes Mellitus seringkali diduga menjadi penyakit yang bisa

menyebabkan katarak. Hal ini karena enzim aldose reduktase yang ada

didalam tubuh penderita diabetes dapat memicu terjadinya katarak.

Diabetes juga dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksi dan

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


61

amplitude akomodatif. Dengan meningkat kadar gula darah, maka

meningkat pula kadar glukosa dalam aquos humor. Oleh karena glukosa

dari aquos masuk kedalam lensa dengan cara difusi, maka kadar glukosa

didalam lensa juga meningkat (Awopi et al, 2016).

Diabetes Mellitus dapat memperngaruhi ketajaman lensa akibat

penumpukan zat-zat metabolisme gula oleh sel-sel lensa mata. Dalam

keadaan nomal penumpukan gula ini tidak akan terjadi. Bila kadar gula

meningkat, maka perubahan lukosa oleh aldose reduktase menjadi sarbitol

meningkat, selain itu perubahan surbitol menjadi fructose relative lambt

dan tidak seimbang sehingga kadar surbitol dalam lensa mata meningkat.

Sorbitol menaikkan tekanan osmose intraseluler dapat meningkatkan water

uptake dan selanjutnya secara langsung maupun tidak langsung

terbentuklah katarak (Awopi et al, 2016).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hamidi M (2017)

yang menemukan bahwa hasil ada hubungan riwayat diabetes melitus

dengan kejadian katarak senilis di Poli Mata RSUD Bangkinang dengan p

value 0,007 (≤ 0,05).

Penelitian yang dilakukan oleh Hasnur, dkk (2013) menunjukkan bahwa

responden yang menderita diabetes mellitus berisiko 10.04 kali mengalami

katarak. Berdasarkan uji statistik diperoleh p value=0.000 dan OR=9.88.

Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara diabetes mellitus

dengan kejadian katarak. Penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


62

yang dilakukan oleh Arimbi (2012) bahwa responden yang menderita

diabetes mellitus akan menderita katarak 4.9 kali dibandingakan dengan

yang tidak menderita diabetes mellitus. Penelitian lain oleh Tana, dkk

(2009) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara diabetes mellitus

dengan katarak. Hal ini dibuktikan dengan p value=0.001 dan OR=1.97.

Ketiga hasil penelitian tersebut mendukung penelitian ini dimana terdapat

hubungan antara diabetes mellitus dengan kejadian katarak. Berbeda

dengan ketiga hasil penelitian di atas, penelitian lain yang dilakukan oleh

Hasmeinah, dkk (2011) berdasarkan hasilperhitungan menggunakan uji

statistik dengan nilai p=0.099, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

yang signifikan antara diabetes mellitus dengan katarak.

3. Hubungan Merokok dengan Kejadian Katarak

Hasil penelitian menunjukkan nilai p value 0,003 (< 0,05). Berarti ada

hubungan merokok dengan kejadian katarak di Poli Mata Rumah Sakit

Graha Husada Kota Bandar Lampung Tahun 2020, dari hasil analisis

diperoleh pula nilai OR= 2,5 yang berarti responden yang merokok

berrisiko untuk mengalami katarak 2,5 kali lebih besar dibandingkan

dengan responden yang tidak merokok.

Merokok atau mengunyah daun tembakau dapat menginduksi stress

oksidatif dan menurunkan kadar antioksidan. Merokok menyebabkan

penumpukan molekul berpigemn “3 hydroxykhynurine dan

chromophores” yang menyebabkan terjadinya penguningan dan

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


63

pengeruhan warna lensa. Kandungan sianat dalam rokok juga

menyebabkan terjadinya penghancuran protein pada lensa mata dan

menyebabkan kekeruhan pada mata (Hatauruk dan Siregar, 2017).

Rokok berperan dalam pembentukan katarak melalui dua cara yaitu,

pertama paparan asap rokok yang berasal dari tembakau dapat merusak

membrane sel dan serat yang ada pada mata. Ke dua yaitu, merokok dapat

menyebabkan antioksidan dan enzim-enzim di dalam tubuh mengalami

gangguan sehingga dapat merusak mata (Ulandari dalam Handini (2016)).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hamidi M (2017)

yang menemukan bahwa ada hubungan merokok dengan kejadian katarak

senilis di Poli Mata RSUD Bangkinang p value = 0,03 (p ≤0,05), dan Odds

Rasio = 7,5 hal ini berarti responden yang merokok berpeluang 7,5 kali

mengalami katarak senilis. Merokok dapat meningkatkan risiko terjadinya

katarak. Merokok dapat menginduksi stress oksidatif dan dihubungkan

dengan penurunan kadar antioksidan, askorbat dan karotenoid yang secara

terus-menerus akan mempercepat kerusakan protein lensa. Sedangkan

responden yang merokok tetapi tidak terkena katarak, dari hasil

wawancara bahwa penyebabnya karena usia responden (<50 tahun) dan

faktor-faktor lainnya seperti pekerjaan responden sebagai pegawai

PNS/Swasta.

Peneltitian yang dilakukan ole mo’otopu (2015) kejadian penyakit katarak

di poli Mata RSUP Prof.Dr.R.D.Kandou Manado diperoleh nilai Odds

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


64

Ratio sebesar 5.286.Hal ini menunjukkan bahwa merokok merupakan

faktor risio terhadap kejadian katarak.Seseorang denga kebiasaan merokok

berisiko 5.286 kali lebih tinggi untuk menderita katarak dibandingkan

dengan seseorang yang tidak merokok.Analisis dengan melihat nilai

signifikasi diperoleh nilai p < 0,05 (0,010) yang berarti Ho ditolak dan Ha

diterima menyimpulkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara

kebiasaan merok dengan kejadian katarak. Hasil penelitian ini sejalan

dengan Pujiyanto (2014), dimana ia faktor kebiasaan merokok

berhubungan dengan penyakit katarak dengan nilai OR sebesar 2,9 dengan

95% IK (1,4-5,7) p value = 0,002 artinya kebiasaan merokok secara

statistik berhubungan dengan penyakit katarak.

4. Hubungan Cedera Mata dengan Kejadian Katarak

Hasil penelitian menunjukkan nilai p value 0,003 (< 0,05). Berarti ada

hubungan cedera mata dengan kejadian katarak di Poli Mata Rumah Sakit

Graha Husada Kota Bandar Lampung Tahun 2020, dari hasil analisis

diperoleh pula nilai OR= 3,4 yang berarti responden yang pernah

mengalami cedera mata berrisiko untuk mengalami katarak 3,4 kali lebih

besar dibandingkan dengan responden yang tidak pernah mengalami

cedera mata.

Salah satu penyebab katarak adalah trauma pada mata. Jenis trauma yang

paling sering dijumpai menimbulkan katarak adalah cedera tumpul pada

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


65

bola mata akibat benturan, terkena objek yang berterbangan dan lain-lain

(Hanok et al, 2014).

Jika terjadi trauma akibat benda keras yang cukup kuat mengenai mata

dapat menyebabkan lensa menjadi opak. Trauma yang disebabkan oleh

benturan dengan bola keras adalah salah satu contohnya. Kadang

munculnya katarak dapat tertunda sampai kurun waktu beberapa tahun.

Bila ditemukan katarak unilateral, maka harus dicurigai kemungkinan

adanya riwayat trauma sebelumnya, namun hubungan sebab dan akibatnya

kadang-kadang cukup sulit dibuktikan dikarenakan tidak adanya tanda-

tanda lain yang dapat ditemukan mengenai adanya trauma sebelumnya

tersebut. Pada trauma tumpul akan terlihat katarak subkapsular anterior

maupun posterior. Kontusio lensa menimbulkan katarak seperti bintang,

dan dapat pula dalam bentuk katarak tercetak (imprinting) yang disebut

cincin Vossius. Seringnya, manifestasi awal dari katarak traumatik ini

adalah kekeruhan berbentuk roset (rossete cataract), biasanya pada daerah

aksial yang melibatkan kapsul posterior lensa. Pada beberapa kasus,

trauma tumpul dapat berakibat dislokasi dan pembentukan katarak pada

lensa. Katarak traumatik ringan dapat membaik dengan sendirinya (namun

jarang ditemukan).

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


66

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Distribusi frekuensi responden yang menderita katarak sebanyak 97

responden (50.0%), responden yang menderita diabetes melitus sebanyak

71 responden (36.6%), memiliki kebiasaan merokok 79 responden (40.7%)

dan pernah mengalami cedera mata sebanyak 37 responden (19.1%).

2. Ada hubungan penyakit diabetes dengan kejadian katarak di Poli Mata

Rumah Sakit Graha Husada Kota Bandar Lampung Tahun 2020 (P value

0,003, OR= 2,6).

3. Ada hubungan merokok dengan kejadian katarak di Poli Mata Rumah

Sakit Graha Husada Kota Bandar Lampung Tahun 2020 (P value 0,003,

OR= 2,5).

4. Ada hubungan cedera mata dengan kejadian katarak di Poli Mata Rumah

Sakit Graha Husada Kota Bandar Lampung Tahun 2020 (P value 0,003,

OR= 4,5).

5.2 Saran

1. Diharapkan kepada pihak Rumah Sakit Graha Husada Kota Bandar

Lampung untuk meningkatkan penyuluhan terkait dengan faktor risiko

terjadinya katarak, dengan melakukan screening mata pada pasien yang

mengalami keluhan penurunan ketajaman terutama pada lansia.

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


67

2. Memberikan penyuluhan dengan menggunakan media dan metode yang

mudah dipahami oleh masyarakat, seperti menggunakan media poster atau

leaflet, tentang bahaya merokok bagi kesehatan mata karena beresiko

dengan kejadian katarak.

3. Diharapkan pada tenaga kesehatan Rumah Sakit Graha Husada Kota

Bandar Lampung ketika ada pasien yang didiagnosis menderita katarak,

tenaga kesehatan memberikan informasi tentang faktor risiko yang dapat

menyebabkan terjadinya katarak seperti riwayat cedera, penyakit DM dan

kebiasaan merokok, tanda-tanda katarak, dan penanganan katarak.

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


68

DAFTAR PUSTAKA

Aditya Miranty, Et. Al. (2016). Analisis faktor yang berhubungan dengan
kejadian katarak senilis di RSU Bahteramas Tahun 2016. Jurnal. FKU
Halu Oleu

Arikunto, Suharsimi. (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.


Rineka Cipta: Jakarta.

Autoimunecare.com. Katarak Faktor Keturunan. (diakses pada tanggal 06 Mei


2018 di http://www.autoimuncare.com/katarak-faktor-keturunan/).

Awopi, Et, Al. (2016). Analisis Faktor-Faktor Yang Memperngaruhi Kejadian


Katarak Di Poliklinik Mata Puskesmas Dau Kabupaten Malang Tahun
2016. Jurnal. Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang

Ellaily. Et. Al. (2016). Faktor Resiko Kejadian Katarak Di Desa Brajan
Kabupaten Bantul Yogyakarta. Jurnal. FK UMY

Hamidi M 2017. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian katarak sinilis


pada pasien di Poli Mata RSUD Bangkinang. Jurnal. Universitas
Pahlawan Tuanku Tambusai Riau

Hanok, Et. Al. (2014). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian


Katarak Di Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM) Provinsi
Sulawesi Utara Tahun 2014. Jurnal. FKM Universitas Samrutalangi
Manado

Hatauruk dan Siregar, (2017). Katarak 101 Jawaban Atas Pertanyaan Anda.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Ilyas, (2014). Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta

Laila A, Et. Al. (2017). Analisis Faktor-Faktor Resiko Kejadian Katarak Di


Daerah Pesisir Kendari Tahun 2017. Jurnal. FKU Halu Oleo

Mo’otopu, Et, Al. 2015. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian


penyakit katarak di poli mata RSUP Prof. Dr. R.D Kandau Manad.
Jurnal. Universitas Sam Ratulangi Manado.

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


69

Notoatmodjo, Soekidjo. (2014). Metodologi penelitian kesehatan. Rineka Cipta:


Jakarta.

Nugraha, (2018). Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Penglihatan. Yogyakarta : Pustaka Baru Press

Nurarif & Kusuma. (2013). Aplikasi Asuhan Keperwatan Berdasarkan Diagnosia


Medis dan North American Nursing Diagnosis Association. Jakarta :
Media Action

Nursalam, (2017). Metode Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba


Medika

Perdami.co.id. Vision 2020 di Indonesia. (diakses pada tanggal 4 mei 2018 di


https://perdami.id/vision-2020-indonesia/)

Sari Andi. Et. Al. (2018). Faktor Resiko Kejadian Katarak Pada Pasien Pria
Usia 40-55 Tahun Di Rumah Sakit Pertamina Balikpapan. Jurnal. FKM
UMI.

Tamansa, Gracia, Et. Al. (2016). Hubungan Umur Dan Jenis Kelamin Dengan
Angka Kejadian Katarak Di Instalasi Rawat Jalan (Poliklinik Mata)
RSUP.Prof.Dr.R.D. Kandou Manado Periode Juli 2015-Juli 2016. Jurnal.
FKU Samratulangi Manado.

Tana, Et. Al. (2007). Peranan Pekerjaan Terhadap Kejadian Katarak Pada
Masyarakat Indoensia Riset Kesehatan Dasar 2007. Jurnal. Puslibang
Biomedis dan Farmasi Jakarta

Therightosight.org. Catarcts. (diakses pada tanggal 06 Mei 2018 di


http://www.therightsight.com.au/eye-care/cataracts/)

Ulandari, Nyoman. Et. Al. (2016). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan


Kejadian Katarak Pada Pasien Yang Berobat Di Balai Kesehatan Mata
Masyarakat, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat. Jurnal. FK
UDAYANA

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


70

Lampiran kuesioner

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


KATARAK DI POLI MATA RUMAH SAKIT GRAHA HUSADA
KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2020

A. Data Umum

1. Nama responden :
2. Nomor responden :
3. Tanggal lahir / umur :
4. Jenis kelamin :
5. Alamat :

6. Pendidikan : 1. Tidak sekolah 4.SMA


2. SD 5. D III
3. SMP 6.Sarjana

7. Pekerjaan : 1. Pegawai Negeri 5. Pedagang


2. TNI/Polri 6. Petani
3. Pensiunan 7. Buruh
4. Pegawai swasta 8. Lain-lain
…..

B. Riwayat Penyakit

8. Apakah penglihatan / mata Bapak/Ibu/Sdr/I mengalami gejala :

a. Berkabut, kabur dan melihat samar-samar 1. Ya 2. Tidak

b. Penglihatan ganda 1. Ya 2. Tidak

c. Sensitif terhadap cahaya/sering silau 1. Ya 2. Tidak

d. Sering mengalami kesulitan dalam membaca 1. Ya 2. Tidak

e. Ukuran kacamata sering berubah 1. Ya 2. Tidak

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


71

9. Apakah bapak/ibu/Sdr/I pernah didiagnosa menderita katarak oleh


tenaga medis ?
1. Ya
2. Tidak

10. Sudah berapa lama Bapak/Ibu/Sdr/I menderita katarak :


…………………

11. Apakah Bapak/Ibu/Sdr/I selama 1 tahun terakhir pernah didiagnosa


menderita :

a. Kencing manis (diabetes melitus) 1. Ya 2. Tidak

b. Tekanan darah tinggi (hipertensi) 1. Ya 2. Tidak

C. Kebiasaan Merokok

12. Apakah Bapak/Ibu/Sdr/I punya kebiasaan merokok ?


1. Ya
2. Tidak

13. Sejak kapan Bapak/Ibu/Sdr/I mulai merokok : …………….

14. Berapa batang rokok yang Bapak/Ibu/Sdr/I hisap dalam sehari :


………………

D. Riwayat Cedera

15. Apakah Bapak/Ibu/Sdr/I pernah mengalami cedera mata ?


1. Ya
2. Tidak

16. Kapan Bapak/Ibu/Sdr/I mengalami cedera mata: ………………..

-------------TERIMA KASIH ------------

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


72

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Anda mungkin juga menyukai