Anda di halaman 1dari 4

Diet rendah garam merupakan diet yang dimasak dengan atau tanpa menggunakan garam namun

dengan pembatasan tertentu. Garam rendah yang digunakan adalah garam natrium. Natrium
merupakan kation utama dalam cairan ekstraselular tubuh yang berfungsi menjaga keseimbangan
cairan. Asupan natrium yang berlebihan dapat menyebabkan gangguan keseimbangan cairan tubuh
sehingga menyebabkan edema atau asites, dan hipertensi. Tujuan dari diet rendah garam adalah
membantu menurunkan tekanan darah serta mempertahankan tekanan darah menuju normal.
Pasien dengan tekanan darah yang tinggi diatas normal akan diberi makanan dengan konsumsi
garam yang rendah sesuai tingkat keparahannya [7]. Diet rendah garam I hanya boleh mengkonsumsi
natrium sebanyak 200-400 mg Na per hari, diet rendah garam II hanya akan mengkonsumsi
natrium sebanyak 600-800 mg Na per hari, dan diet rendah garam III hanya boleh mengkonsumsi
1000-1200 mg Na per hari yang akan dimasukan dalam makanan yang dimakan [8]. Di rumah sakit
jenis makanan dibagi menjadi empat diantaranya makanan biasa, makanan lunak, makanan saring,
dan makanan cair. Makanan biasa diberikan kepada pasien yang tidak memerlukan makanan khusus
sehubungan dengan penyakitnya. Makanan lunak diberikan

Diit Rendah Garam diberikan kepada pasien dengan edema atau asites dan / atau hipertensi seperti
yang terjadi pada penyakit dekompensasio kordis, toksemia pada kehamilan dan hipertensi esensial. Diit
ini mengandung cukup zat-zat gizi. Sesuai dengan keadaan penyakit dapat diberikan berbagai tingkat Diit
Garam Rendah 1. Diit Garam Rendah I (200 400 mg Na) Diit Garam Rendah I diberikan kepada pasien
dengan edema, asites dan / atau hipertensi berat. Pada pengolahan makanannya tidak ditambahkan
garam dapur. Dihindari bahan makanan yang tinggi kadar Natriumnya

Penatalaksanaan hipertensi

Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara

farmakologis dan non farmakologis (diet). Penatalaksanaan non farmakologis

(diet) sering sebagai pelengkap penatalaksanaan farmakologis, selain pemberian

obat-obatan antihipertensi perlu terapi dietetik dan merubah gaya hidup

(Yogiantoro, 2006).

Tujuan dari penatalaksanaan diet, antara lain membantu menurunkan

tekanan darah secara bertahap dan mempertahankan tekanan darah menuju


normal, mampu menurunkan tekanan darah secara multifaktoral, menurunkan

faktor risiko lain seperti BB berlebih, tingginya kadar asam lemak, kolesterol

dalam darah, mendukung pengobatan penyakit penyerta seperti penyakit ginjal,

dan DM (Yogiantoro, 2006).

3. Nutrisi yang dibutuhkan untuk memelihara status kesehatan pasien

hipertensi

Konsumsi makanan berpengaruh terhadap nutrisi seseorang. Nutrisi yang

baik atau optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup nutrisi/zat-zat gizi yang

digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik,

perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat

setinggi mungkin. Nutrisi yang kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat
gizi esensial. Sedangkan, nutrisi lebih terjadi bila tubuh

memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah berlebihan, sehingga menimbulkan efek

toksis atau membahayakan (Almatsier, 2009).

Pada hipertensi derajat I (sistolik 140-159 mmHg atau diastolik 90-99

mmHg), perubahan diet dapat dijalankan sebagai perawatan pertama sebelum

memulai terapi obat. Banyak pasien hipertensi yang sedang menjalankan terapi

obat, perubahan diet, khususnya mengurangi konsumsi garam, dapat cepat

menurunkan tekanan darah tinggi dan pengobatan dapat dikurangi (American

Heart Association, 2006).

Faktor gizi/nutrisi sama pentingnya seperti terapi farmakologik dalam

pengelolaan hipertensi. Sampai tiga dekade terakhir, pasien dengan hipertensi

biasanya meninggal lebih cepat dan tiba-tiba. Tetapi dengan manajemen

farmakologi modern, gizi, dan gaya hidup, pasien dengan hipertensi dapat

menjalani hidup normal (Way III, 1999)


Nutrisi atau zat-zat gizi yang dibutuhkan pasien hipertensi akan dapat

terpenuhi dengan menerapkan diet sehari-hari, antara lain rendah natrium, rendah

lemak jenuh dan rendah asupan karbohidrat, dengan asupan tinggi sayuran dari

kelompok pati dan salad dan asupan tinggi protein (terutama ikan).Mengutamakan

pengunaan keju segar daripada keju lama. Gula sederhana, alkohol, kafein,

nikotin, dan olahan karbohidrat harus dikurangi secara drastis atau dihilangkan

(Braverman, 1996).

Pengurangan asupan garam

bermanfaat untuk menghilangkan retensi garam atau air dalam jaringan tubuh dan

menurunkan tekanan darah pada hipertensi (Gunawan, 2007). Manfaat lainnya

yaitu meningkatkan efektivitas obat antihipertensi, mengurangi kehilangan kalium

akibat diuretik, regresi hipertrofi ventrikel kiri, mengurangi proteinuria,

mengurangi ekskresi kalsium dalam urin, menurunkan terjadinya osteoporosis,

menurunkan prevalensi kanker perut, menurunkan insiden kematian akibat stroke, menurunkan
prevalensi asma, menurunkan prevalensi katarak, melindungi

terhadap terjadinya hipertensi (Kaplan, 2001).

Diet yang dapat mengurangi asupan garam, antara lain diet rendah garam I

(hanya boleh mengonsumsi kurang dari 0,5 gr natrium atau kurang dari 1,25 gr

garam dapur per hari dan diberikan kepada penderita dengan oedema, ascites,

dan/atau hipertensi berat),

Dalam konsumsi rendah garam (natrium), selain membatasi konsumsi

garam dapur, juga harus membatasi sumber natrium lainnya seperti makanan yang
mengandung soda kue, baking powder, MSG (mono sodium glutamate yang lebih dikenal dengan nama
bumbu penyedap masakan), pengawet makanan atau

natrium benzoate (biasanya terdapat di dalam saos, kecap, selai, jelli), makanan

yang dibuat dari mentega (Sheps, 2002).

Secara umum, penderita tekanan darah tinggi yang sedang menjalani

konsumsi makanan rendah garam harus memperhatikan hal-hal berikut, antara

lain sedikit atau tidak menggunakan garam dapur baik untuk penyedap masakan

atau dimakan langsung, menghindari bahan makanan awetan yang diolah

menggunakan garam dapur (mis. kecap, margarin, mentega, keju, terasi, biskuit

asin, sardencis, sosis, cornet beef, dan peanut butter), menghindari dan

membatasi bahan makanan yang diolah dengan menggunakan bahan makanan

tambahan atau penyedap rasa (mis. saos dan tauco), menghindari penggunaan

baking soda, membatasi minuman yang bersoda atau minuman ringan (softdrink)

(Sheps, 2002).

Anda mungkin juga menyukai