Anda di halaman 1dari 3

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA
Untuk mempertahankan mutu fisik dan fisiologis benih diperlukan
penanganan benih secara tepat. Salah satu tahap awal penanganan benih atau Seed
processing adalah Ekstrasi benih. Ekstrasi benih merupakan proses pengeluaran
benih dari buah, polong, atau bahan pembungkus lainnya (Schimdt, 2000).
Metode ekstrasi benih dari buah ditentukan oleh karakteristik dari buah itu sendiri,
sehingga tiap-tiap buah memiliki cara ekstraksi dan perlakuan yang berbeda-beda
(Yuniarti, 2016).
Metode ekstrasi terdapat 2 metode yaitu, ada ekstrasi kering dan ekstrasi
basah. Ekstrasi kering adalah metode ekstrasi yang dilakukan terhadap buah
berbentuk polong dan jenis jenis buah yang memiliki daging buah yang kering
yang dapat dilakukan secara manual, misalnya dapat dilakukan pada jenis buah
seperti cabai maupun terong (Kuswanto, 1997). Sedangkan ekstrasi basah
dilakukan terhadap jenis-jenis yang memiliki daging buah yang basah seperti pada
buah melon ataupun buah tomat.
Teknik ekstraksi pada benih tomat ataupun benih melon dapat dilakukan
dengan berbagai cara seperti menggunakan air, larutan asam (HCl), dan larutan
basa (larutan kapur seperti kapur tohor) (Saisawat dalam Gunarta, et.al., 2014).
Penggunaan HCl pada ekstraksi benih tomat ataupun melon dilaporkan
memberikan hasil terbaik, karena asam yang digunakan selain membersihkan
lendir yang menempel pada benih juga meningkatkan permeabilitas kulit benih
(Sadjad, 1980). Teknik ekstraksi kering pada benih seperti cabai ataupun terong
dapat dilakukan dengan, dimasukkannya buah ke dalam wadah dan apabila perlu
ditambah dengan sedikit air, wadah ditutup dan disimpan selama beberapa hari.
Adapun wadah yang digunakan untuk fermentasi benih dipilih wadah yang tidak
korosif terhadap asam, misalnya terbuat dari logam stainless steel, kayu ataupun
plastic. Lama fermentasi tergantung pada tinggi rendahnya suhu selama
fermentasi. Apabila fermentasi dilakukan pada temperature 24-27oC maka
diperlukan waktu 1-2 hari, sedangkan apabila digunakan temperatur 15-22oC,
dbutuhkan waktu 3-6 hari. Setelah fermentasi selesai, bisanya benih akan
tenggelam ke dasar wadah untuk memudahkan pemisahan benih dari massa pulp
perlu ditambahkan air agar pulp menjadi encer. Setelah benih difermentasi benih
dicuci dengan air bersih hingga semua zat penghambat hilang, yang ditandai
dengan permukaan benih yang sudah tidak licin. Benih tersebut dikering anginkan
pada suhu 31oC hingga diperoleh kadar air tertentu sesuai dengan peraturan yang
aman bagi penyimpanan (Pitojo, 2005).
Pengeringan merupakan suatu upaya penurunan kadar air sampai pada
batas-batas tertentuyangamanuntukdisimpandalamjangka waktu yang lama. Benih
rekalsitran merupakan benih berkadar air tinggi sehingga sukar ditangani ketika
lepas dari pohon induknya. Dengan kadar air tinggi dan kondisi lingkungan
bertemperatur tinggi maka perkecambahan terjadi, proses kimia dan respirasi
berlangsung (Lauridsen dalam Rohandi, 2011).
Viabilitas benih dipengaruhi oleh banyak faktor, baik dari kondisi
benihnya sendiri ataupun faktor dari luar. Menurut Widajati et al. (2013), faktor-
faktor yang mempengaruhi viabilitas dari suatu benih diantaranya adalah mutu
sumber benih, ketersediaan air dalam benih, suhu yang optimum dan cahaya yang
cukup. Eskandari (2012) menyatakan bahwa viabilitas benih dipengaruhi oleh fase
perkembangan dan kemasakan benih serta kerusakan mekanis benih. Menurut
Desai (1997), perlakuan ketika panen dan pasacapanen serta kondisi penyimpanan
benih berpengaruh terhadap viabilitas benih.
Daftar Pustaka
Budiarti, Sri et.al., 2011. Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan
Hortikultura Edisi 2011. Depok : Kementerian Pertanian. Direktorat Jenderal
Tanaman Pangan. Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih
Tanaman Pangan dan Hortikultura.
Desai BB, Kotecha PM, Salunkhe DK. 1997. Biology, Production, Seeds
Handbook : Processing and Storage. New York (US) : Marcel Dekker.
Eskandari H. 2012. Seed Quality Variation of Crop Plants During Seed
Development and Maturation. International Journal of Agronomy and Plant
Production. 3(11) : 557-560.
Kuswanto, H. (1997). Analisis Benih. Yogyakarta : Andi.
Lauridsen dalam Rohandi. et.al. 2011. Analisis Perubahan Fisiologi Dan Biokimia
Benih Tengkawang Selama Pengeringan. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman :
Vol.8 No.1, Februari 2011, 31-40.
Sadjad, S. 1980. Teknologi Benih dalam Masalah Vigor. Bogor : Departemen
Agronomi Faperta, IPB. 125 hal.
Saisawat dalam Gunarta, et.al., 2014. Uji Efektivitas Beberapa Teknik Ekstraksi
dan Dry Heat Treatment terhadap Viabilitas Benih Tomat (Lycopersicum
esculentum Mill). E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika : Vol. 3, No. 3, Juli
2014.
Schimidt, L. (2000). Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan
Sub Tropis. Direktorat Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan
S.Departemen Kehutana Jakarta.
Pitojo Setijo, 2005. Benih  Kacang Tanah. Yogyakarta : Kanisius.
Widajati E, Murniati E, Palupi ER, Kartika K, Suhartanto MR, Qodir A. 2013.
Dasar Ilmu dan Teknologi Benih. Bogor (ID) : PT Penerbit IPB Press.
Yuniarti, N. (2016). Penentuan Metode Ekstrasi dan Sortasi Terbaik Untuk Benih
Mangium (Acacia mangium). PROS SEM NAS MASY BIODIV INDON , 33.

Anda mungkin juga menyukai