Anda di halaman 1dari 10

Majalah Teknologi Agro Industri (Tegi)

Volume 11 No. 2 Desember 2019

Review: Pengembangan Produk Berbasis Ubi kayu dalam Industri


Pangan
Review: Product Development of Cassava in Food Industry

Damar wiraputra, Karim Abdullah, dan Masmulki Daniro Jyoti


Baristand Industri Bandar Lampung, Jl by Pass Soekarno Hatta KM 1 Rajabasa Bandar Lampung
Email : Damar.wiraputra@gmail.com

Abstrak

Ubi kayu dapat diolah menjadi berbagai macam produk seperti gaplek, tapioka, onggok, pati termodifikasi,
dan dextrine. Industri pengolahan Ubi kayu di Indonesia masih terbatas. Berbagai upaya telah dilakukan dan
dikembangkan teknologi pengolahan untuk meningkatkan nilai tambah, nilai gizi dan mengangkat citra dari
Ubi kayu. Untuk memperbaiki produk dari Ubi kayu, berbagai teknologi pengolahan telah dihasilkan dalam
rangka meningkatkan mutu produk dan penerimaannya oleh konsumen. Tulisan ini adalah hasil kombinasi
kajian dari studi pustaka yang membahas teknologi pengolahan Ubi kayu dan aplikasinya sehingga
meningkatkan nilai guna akan bahan baku Ubi kayu Berdasarkan peluang tersebut, diharapkan tulisan ini
dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan industri berbasis Ubi kayu dalam upaya meningkatkan
nilai tambah dan menambah pendapatan para pelaku bisnis di bidang tersebut.

Kata kunci : Ubi kayu, teknologi proses, nilai tambah

Abstract

Cassava can be processed into various types of products such as dried cassava, tapioca, cassava pulp, modified
starch, and dextrine. Cassava processing industry in Indonesia is still limited. Various efforts have been made
and developed processing technology to increase added value, nutritional value and lift the image of cassava.
To improve cassava products, various processing technologies have been produced in order to improve product
quality and consumer acceptance. This paper is the result of a combination of studies from a literature study
that discusses cassava processing technology and its application so as to increase the use value of cassava raw
materials. business in that field

Kata kunci : cassava, process technology, added value

Pendahuluan kandungan karbohidrat yang cukup tinggi


berkisar antara 34,7-37,9% dihitung sebagai
Ubi kayu merupakan salah satu bahan berat basah (Kamsiati, Herawati & Purwani
pangan pengganti beras yang cukup penting 2017). Dari sisi potensi nilai ekonomi dan sosial,
peranannya dalam menopang ketahanan pangan ubi kayu merupakan bahan pangan yang berdaya
suatu wilayah. Produksi Ubi kayu nasional pada guna karena dari 300 juta ton ubi-ubian yang
tahun 2018 mencapai 19,3 juta ton dimana dihasilkan di dunia dijadikan sebagai bahan
sebesar 64,63%, disumbangkan oleh Lampung, makanan bagi sepertiga penduduk di negara-
lalu Jawa Tengah dan Jawa Timur berturut-turut negara tropis. Di samping itu, sekitar 45% dari
adalah 34,55,61%, 16,89% dan 13,19% (Pusat total produksi ubi – ubian dunia langsung
data dan Informasi Pertanian, 2018). Produksi dikonsumsi oleh produsen sebagai sumber kalori
Ubi kayu di Indonesia dari tahun ketahun terus di beberapa negara (Thamrin,dkk. 2013)
meningkat, pada tahun 2015 mencapai 22 juta Berbagai upaya telah dilakukan dan
ton dan pada tahun 2016 diprediksikan mencapai dikembangkan untuk menghasilkan teknologi
23 juta ton (Setiarto & Widhyastuti, 2018). pengolahan yang dapat meningkatkan nilai
Dilihat dari sumber pangan, Ubi kayu tambah, nilai gizi dan mengangkat citra dari Ubi
merupakan salah satu pangan yang memiliki kayu. Hal tersebut untuk menutupi kekurangan

44
Majalah Teknologi Agro Industri (Tegi)
Volume 11 No. 2 Desember 2019

yang ada antara lain kandungan proteinnya yang produk berbasis Ubi kayu. Sehingga karya tulis
rendah, rasa, aroma kurang diminati serta ini dapat menjadi panduan bagi para peneliti
memiliki daya simpan yang singkat (Herawati, yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut
2012). Dari sisi nilai gizi, Gardjito (2013) terkait Ubi kayu.
menyatakan bahwa dalam setiap 100 gram
tanaman ubi kayu mengandung 35,3 % Pembahasan
karbohidrat, lebih tinggi dari ubi jalar sebesar
31,8 %. Kandungan protein ubi kayu berkisar Gaplek
pada angka 1,2 % juga lebih tinggi dari ubi jalar Gaplek adalah salah satu bentuk produk
sebesar 1,1 persen. olahan ubi kayu yang paling sederhana, bila
Ubi kayu merupakan komoditi tanaman diolah lebih lanjut dengan cara penepungan maka
pangan yang penting di Indonesia setelah padi, akan dihasilkan tepung gaplek. Rukmana (1997)
jagung, kedelai, kacang tanah dan kacang hijau. dalam buku penelitian Budidaya dan Pascapanen
Hal tersebut karena Ubi kayu termasuk dalam Ubi Kayu menyampaikan bahwa gaplek
tanaman dengan daya adaptasi yang luas, mudah merupakan salah satu olahan ubi kayu yang
disimpan, mempunyai rasa enak sehingga dapat dibuat dengan cara dikeringkan secara langsung
membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan di bawah sinar matahari. Gaplek memiliki
pendapatan petani (Inayatul Lutfi, 2014). Ubi kandungan energi sebesar 338 kilo kalori dengan
kayu banyak mengandung glukosa dan dapat kandungan protein hanya sebesar 1.5 gram per
dikonsumsi secara mentah, di rebus ataupun 100 gram tepung gaplek.
digoreng terlebih dahulu (Muslim, 2017). Menurut Martono, dkk (2016),
Ubi kayu digunakan sebagai bahan kandungan protein tepung gaplek dapat
pangan, pakan ternak maupun bahan baku ditingkatkan melalui fermentasi dan lebih jauh
beragam industri. Ubi kayu mempunyai potensi dengan fortifikasi. Berbagai penelitian telah
yang tinggi untuk dikembangkan menjadi bahan dilakukan terkait fortifikasi gaplek untuk
pangan pokok pengganti beras. Ubi kayu meningkatkan kandungan proteinnya seperti
memiliki peran penting sebagai makanan pokok yang dilakukan oleh Martono, dkk (2016),
ketiga setelah padi dan jagung bagi penduduk dimana dilakukan fortifikasi dengan kedelai lalu
Indonesia. Sebagai makanan pokok (substitusi diuji kandungan protein terlarutnya. Hasil
beras) Ubi kayu umum dikonsumsi dalam bentuk penelitian menunjukan bahwa kadar protein
ubi rebus, tiwul, gaplek maupun oyek. terlarut pada fermentasi selama 40 jam lebih
Penggunaan ubi kayu sebagai campuran beras tinggi dibandingkan jika hanya difermentasi
(oyek) ditemukan di sebagian Jawa, Sumatera selama 20 jam maupun tanpa proses fermentasi
dan Kalimantan. Menurut Suryana (2002), untuk dengan nilai sebesar 22,68%, 20,96% dan
konsumsi langsung ubi kayu sudah menjadi 18,70% secara berurutan. Berdasarkan hasil uji
komoditas inferior. Ubi kayu dimanfaatkan untuk KLT (Kromatografi Lapis Tipis) didapatkan asam
substitusi beras terutama di kalangan penduduk amino aspartat, glutamat, serin, histidin, glisin,
miskin di musim paceklik di mana harga beras arginin, alanin, tirosin, metionin, valin, isoleusin,
relatif tinggi (Valeriana, dkk, 2009). leusin dan lisin dalam produk gaplek yang
Untuk meningkatkan potensi Ubi kayu difortifikasi kedelai.
maka dilakukan berbagai macam pengolah Penelitian yang dilakukan mengenai
menjadi bermacam-macam produk yang peningkatan potensi gaplek juga dilakukan oleh
memiliki daya simpan lebih lama serta nilai Purnomosari (2008), yang menilai bahwa nilai
ekonomi lebih tinggi. ekonomis ubi kayu di Indonesia masih sangat
Pada artikel ini kami membahas rendah sehingga proses pengeringan dalam
berbagai macam jenis produk olahan Ubi kayu pembuatan tepung gaplek harus diperhatikan.
yang telah dikembangkan di Indonesia dalam Tepung gaplek masih memiliki sifat higroskopis
rangka meningkatkan nilai tambah serta nilai sehingga perlu diketahui pola penyerapan uap air
ekonominya. Data yang digunakan berasal dari tepung gaplek. Dalam penelitian yang dilakukan
karya tulis yang telah diterbitkan di berbagai pengeringan tepung gaplek yang baik harus
jurnal ilmiah yang ada di Indonesia terkait mencapai atau mendekati kadar air primernya

45
Majalah Teknologi Agro Industri (Tegi)
Volume 11 No. 2 Desember 2019

sebesar 5.9242 % db dengan aw (aktivitas air) yang baik, hal tersebut dilihat dari peningkatan
sebesar 0.1064. Pada kadar air primer tersebut bobot karkas pada ayam yang diberi pakan
molekul airnya tidak bisa digunakan oleh gaplek fermentasi. Penggunaan produk
mikroba untuk pertumbuhan maupun reaksi fermentasi imbangan campuran [Aspergillus
enzimatis yang dapat merusak tepung gaplek. niger + BIS(Bungkil Inti Sawit) (60%) + G
Dengan pengeringan mencapai atau mendekati (Gaplek) (40%)] dengan level 10% menghasilkan
kadar air terikat primernya tersebut diharapkan bobot badan (1.408,67 g), konversi pakan (1,71),
dapat mempertahankan stabilitas tepung gaplek dan bobot karkas (952,00 g) terbaik. Sedangkan
selama penyimpanan maupun distribusi. penggunaan produk fermentasi imbangan
Penelitian mengenai umur simpan campuran [Aspergillus niger + BIS (Bungkil Inti
tepung gaplek yang dikemas dalam berbagai Sawit) (80%) + O (Onggok) (20%)] dengan level
kemasan plastik dilakukan oleh Septianingrum 10% menghasilkan bobot badan (1.357,00 g),
(2008), penelitian ini dilakukan berdasarkan konversi pakan (1,77), dan bobot karkas
pada kurva Isoterm Sorpsi Lembab (ISL), (923,00).
sehingga akan diketahui pola penyerapan air oleh Tepung gaplek dapat digunakan sebagai
tepung gaplek di dalam kemasan plastik. Dalam campuran pakan silase rumput gajah. Penelitian
penelitiannya terdapat kurva Isoterm Sorpsi yang dilakukan oleh Jasin dan Sugiyono (2014)
Lembab tepung gaplek pada suhu 28℃ memiliki menunjukan bahwa perlakuan terbaikdalam
bentuk sigmoid (Tipe II) dengan persamaan penambahan tepung gaplek dan isolat bakteri
kurva : y= 220,92x3 – 224,68 x2 + 77,267 x - asam laktat dari cairan rumen sapi t erhadap
0,0188, sehingga umur simpan tepung gaplek kualitas silase rumput gajah (Pennisetum
yang dikemas dengan plastik poli etilen dengan Purpureum) adalah dengan penambahan tepung
ketebalan 0,03 mm; 0,05 mm; 0,07 mm; dan 0,08 gaplek sebesar 5 %. Hal tersebut akan
mm adalah 133 hari, 155 hari, 215 hari dan 230 memberikan pengaruh yang nyata terhadap
hari lalu plastik polipropilen (PP) dengan kandungan asam laktat, pH, NH3, protein kasar
ketebalan 0,02 mm; 0,03 mm;0,04 mm; 0,05 mm dan serat kasar.
dan 0,08 mm adalah 130 hari, 157 hari, 182 hari, Penambahan tepung gaplek turut
207 hari dan 264 hari serta kantung kain blacu diaplikasikan dalam teknologi silase buah semu
serta kontrol berturut-turut adalah 133 hari, 155 jambu mete sebagai pakan ternak dan ternyata
hari, 215 hari, 230 hari, 130 hari, 157 hari, 182 mampu menurunkan zat anti nutrisi. Menurut
hari, 207 hari, 264 hari, 21 hari, 11 hari. Sehinga Koten (2010), menyimpulkan silase buah semu
umur simpan tepung gaplek dapat ditentukan jambu mete tanpa gaplek yang diperam selama
dengan mempelajari kurva ISL, persamaan 60 hari memberikan hasil yang terbaik.
Brunaurer-Enmet-Teller (BET) dan permeabilitas Pengembangan tepung gaplek turut dilakukan
kemasan. dalam penggunaannya sebagai bahan perekat
Penelitian lain mengenai tepung gaplek dalam produk ransum.
yaitu terkait potensi sebagai bahan baku untuk Tepung gaplek dapat dikembangkan
membuat bioethanol yang dihasilkan melelui selanjutnya dalam pembuatan dekstrin dari
proses fermentasi dengan bantuan ragi. Menurut tepung gaplek, dan penggunaannya sebagai
Asngad dan Suparti (2009), dalam penelitiannya ekstender dalam perekat urea formaldehida
menyimpulkan bahwa lama fermentasi dan dosis untuk pembuatan kayu lapis kapur
ragi berpengaruh terhadap kadar glukosa pada (Dryobalanops spp.). Menurut Santoso dan
fermentasi gaplek ketela pohon var mukibat, Sutigno (2004), Ekstender yang digunakan
fermentasi selama 10 hari dengan dosis ragi 100 adalah tepung gaplek dan dekstrin dengan 3
g merupakan perlakuan terbaik yaitu mencapai variasi kadar, yaitu 10 %, 30%, dan 50% masing-
51,14%. masing dari bobot perekat cair. Hasil penelitian
Gaplek juga digunakan sebagai pakan menunjukkan bahwa macam ekstender tidak
ayam pedaging melalui proses fermentasi dengan berpengaruh nyata terhadap keteguhan rekat
penambahan berbagai jenis kapang. Menurut kayu lapis, sedangkan kadar ekstender
Sukaryana, dkk (2013), penambahan berbagai berpengaruh sangat nyata. Semakin tinggi kadar
jenis kapang kepada gaplek menghasilkan gaplek ekstender, keteguhan rekat kayu lapis cenderung

46
Majalah Teknologi Agro Industri (Tegi)
Volume 11 No. 2 Desember 2019

berkurang. Kadar ekstender maksimum yang unggas melalui fermentasi oleh Aspergillus niger
memenuhi persyaratan standar Jepang adalah (Nurhayati, 2006), dimana dalam penelitiannya
30% masing-masing untuk tepung gaplek campuran bungkil inti sawit dengan onggok
maupun dekstrinnya. fermentasi memberikan pengaruh yang nyata
Kandungan karbohidrat dan serat yang terhadap kualitas pakan ternak unggas. Hasil
baik dalam tepung gaplek telah diaplikasikan di penelitian menunjukkan bahwa kandungan abu,
dalam pembuatan produk mie. Dalam PK (Protein Kasar), Ca, dan P (fosfor) mengalami
penelitiannya Safitri dan Hartini (2013) telah peningkatan setelah dilakukan fermentasi,
melakukan subtitusi tepung gaplek dengan sukun sebaliknya kandungan LK (Lemak Kasar), pati,
dalam pembuatan mie basah berbahan dasar gula, dan ME (Energi Metabolis) mengalami
tepung gaplek berprotein. Kendala yang penurunan. Hasil penelitian juga menunjukkan
ditemukan dalam pembuatan mie tepung gaplek bahwa campuran bungkil inti sawit 75% dan
berprotein diantaranya mie tepung gaplek belum onggok 25% merupakan medium terbaik bagi
memberikan tekstur yang kuat. Sehingga dalam Aspergillus niger untuk berlangsungnya proses
penelitiannya tepung gaplek disubtitusi dengan fermentasi, dengan menghasilkan nilai nutrisi
sukun dan disimpulkan bahwa penambahan terbaik yaitu kandungan abu 6,73%; PK 28,41%;
sukun dapat menambah gizi makanan terutama LK 2,28%; SK 15,11%; Ca 0,28%; P 0,59%; pati
protein dan serat. Penambahan sukun juga 36,60%; gula 10,19%; dan ME 3.113,96 kkal/kg.
memperbaiki sifat fisik dari mie yang dilihat dari Menurut Utomo, dkk (2013), terdapat
waktu putus mie terbaik pada penambahan 40%. tiga level perlakuan penambahan onggok, yaitu 0
(kontrol), 15, dan 30% dari berat bahan. Dalam
2.2. Onggok penelitiannya disimpulkan bahwa penambahan
Ubi kayu memiliki kandungan pati yang onggok pada level yang berbeda meningkatkan
tinggi sebagai sumber pati yang biasa disebut (P<0,01) nilai komposisi kimia silase isi rumen
juga sebagai tepung tapioka. Produk samping sapi, yaitu BK (Bahan Kering) dan BO (Bahan
dalam pembuatan tepung tapioca adalah ampas Organik), sedangkan SK (Serat Kasar), EE
Ubi kayu yang biasa disebut dengan onggok. (Ekstrak Eter), dan PK (Protein Kasar)
Secara umum, onggok digunakan untuk bahan mengalami penurunan (P<0,01). Penambahan
baku industry saus, campuran kerupuk, obat onggok sebagai aditif pada pembuatan silase dari
nyamuk bakar dan pakan ternak. isi rumen sapi cukup pada level 15% karena pada
Beberapa penelitian terkait onggok hari ke 14, pH telah turun menjadi 3,87±0,07,
seperti pembuatan pakan ternak yang dilakukan tetap stabil sampai hari ke 28 (3,93±0,11),
oleh Ali (2008), dimana pengaruh onggok dan isi didukung oleh skor Fleig yang mencapai
rumen sapi (OIRIS) dalam pakan komplit 98,58±3,39 (sangat baik).
terhadap penampilan kambing peranakan Penambahan onggok pun dapat
etawah. Hasil penelitian menunjukan pengaruh mempengaruhi kadar protein pada fermentasi
yang nyata terhadap bobot kambing sebesar 71,9 jerami padi. Dimana media onggok dengan kadar
g/ekor/hari dengan penambahan pakan yang berbeda sebagai pakan ternak ditambahkan ke
diberi konsentrasi OIRIS sebesar 30%. dalam fermentasi jerami padi (Oryza sativa)
Penelitian lainnya yaitu penggunaan kemudian dilakukan penghitungan kadar
onggok ampas tahu fermentasi (OATF) dilakukan proteinnya. Menurut Asngad (2005), terdapat
oleh Nuraini, dkk (2008) sebagai pakan ayam dan perbedaan kadar protein yang dihasilkan pada
kualitasnya terhadap telur. Dalam penelitiannya fermentasi jerami padi dengan penambahan
disimpulkan bahwa peningkatan penggunaan onggok pada berbagai konsentrasi. Penambahan
produk OATF dalam ransum dapat meningkatkan onggok sebesar 6% pada fermentasi jerami padi
penampilan produksi ayam petelur. Pemberian menghasilkan kadar protein yang terbaik yaitu
OATF sampai 30% memberikan hasil optimal 5,54%. Kualitas hasil jerami padi secara
dalam penampilan produksi dan kualitas telur organoleptik sama yaitu mempunyai warna hijau,
ayam petelur. tidak menggumpal, tidak berjamur dan tingkat
Onggok juga digunakan sebagai bahan keasamannya sama.
untuk meningkatkan kualitas pakan ternak

47
Majalah Teknologi Agro Industri (Tegi)
Volume 11 No. 2 Desember 2019

Onggok dapat digunakan dalam Onggok terdiri dari hemiselulosa, pektin


pembuatan kerupuk dengan cara mencampurkan dan selulosa, hasil penelitian menunjukkan
dengan tepung cangkang rajungan. Kandungan bahwa penambahan asam sulfat sebanyak 20 ml
pati dalam onggok berpengaruh pada daya merupakankondisi optimal untuk proses
kembang kerupuk. Dimana salah satu parameter hidrolisa pati dari onggok (Anindyawati, 2007
penting dalam menilai kualitas kerupung adalah dikutip Yusrin dan Mukaromah, 2010).
kemampuan daya kembang (Mustofa dan Pengembangan nilai manfaat onggok
Suyanto, 2011). Lebih lanjut, menurut Mustofa dilakukan dengan melakukan hidrolisis onggok
dan Suyanto (2011), berdasarkan penelitian yang dengan menggunakan berbagai macam asam
dilakukan dapat disimpulkan bahwa onggok Ubi seperti asam klorida, asam sulfat dan asam
kayu dapat digunakan sebagai bahan baku oklsalat pada pembuatan etanol. Menurut Yusrin
kerupuk, serta cangkang rajungan mampu untuk dan Mukaromah (2010), optimasi konsentrasi
meningkatkan kadar kalsium pada kerupuk asam, penambahan jumlah ragi, waktu
onggok Ubi kayu. Dalam pengujiannya fermentasi untuk menghidrolisis onggok yang
menunjukkan adanya pengaruh nyata terhadap dapat menghasilkan kadar etanol maksimum
kadar kalsium, daya kembang dan sifat adalah asam 3%, jumlah ragi 1% dan waktu
organoleptik. Kadar Kalsium tertinggi adalah fermentasi 32 jam. Jenis asam untuk
3,267 mg/100 g bahan pada tingkat penambahan menghidrolisis onggok yang menghasilkan kadar
tepung cangkang rajungan 40%, sedangkan kadar ethanol paling maksimal adalah asamk lorida dan
kalsium terendah 0,667 mg/100 g bahan pada asam sulfat.
kontrol. Tingkat daya kembang tertinggi adalah Dalam penelitian Yusrin dan Mukaromah
30,73 % pada kontrol, sedangkan tingkat daya (2010), onggok dihidrolisis dengan HCl 1% - 5%,
kembang terendah 9,06 % pada tingkat H2SO4 1%-5%, H2C2O41% - 5%, kemudian hasil
penambahan tepung cangkang rajungan 40%. hidrolisis difermentasi dengan ragi. Hasil
Tingkat kesukaan panelis terhadap sifat optimasi waktu fermentasi berturut-turut adalah
organoleptik berdasarkan rasa, warna, aroma, 23,73%, 23,88% dan 20,43%..
dan kerenyahan semakin menurun seiring Onggok yang masih mengandung serat
dengan semakin tinggi konsentrasi tepung dan pati dapat dihidrolisis dengan penambahan
cangkang rajungan. enzim. Menurut Sutikno, dkk (2016), serat
Peningkatan lainnya adalah produksi onggok dapat dihidrolisis dengan enzim selulase,
dietary fiber dari onggok melalui perlakuan asam. sedangkan pati onggok dapat dihidrolisis dengan
Onggok mengandung komponen utama pati dan enzim α–amilase dan enzim glukoamilase.
serat, sedangkan dietary fiber merupakan Pembuatan bioethanol dari onggok tidak secara
komponen karbohidrat non pati, sehingga perlu langsung terkonversi dari bahan baku onggok,
konversi yang tepat agar diperoleh karakteristik namun harus melalui tahap hidrolisis terlebih
dietary fiber yang memenuhi spesifikasi industri dahulu. Dalam penelitiannya, Sutikno, dkk
pengguna. Perlakuan asam digunakan untuk (2016), serat onggok dihidrolisis dengan 5, 10,
menghilangkan komponen pati, meningkatkan 15, 20, dan 25 FPU enzim selulase pada suhu
kandungan serat, dan untuk memodifikasi 40oC, pH 4,8 dan putaran 200 rpm selama 20
struktur serat. Menurut Pramana (2018), dari menit. Onggok yang telah dihidrolisis oleh enzim
penelitiannya disimpulkan bahwa perlakuan selulase pada konsentrasi terbaik dihidrolisis
asam efektif untuk menghilangkan komponen lagi dengan 0,58; 1,15; dan 1,37 µl enzim α-
pati dan meningkatkan kandungan TDF (Total amilase dan 1,1 µl enzim glukoamilase /g berat
Dietary Fiber) serta perlakuan asam dan panas kering onggok dengan 3 kali ulangan.
dapat meningkatkan sifat fisiko kimia onggok Menurut Sutikno, dkk (2016),
menjadi dietary fiber yang layak digunakan konsentrasi enzim selulase terbaik yaitu 25 FPU
sebagai pangan fungsional. Kondisi proses dan menghasilkan kadar gula reduksi sebesar
optimum untuk produksi dietary fiber adalah 32,19 mg/100 mL. Hasil terbaik untuk
pada konsentrasi H2SO46 % (v/b), suhu 127℃, kombinasi enzim α-amilase dan enzim
dan waktu reaksi 45 menit. glukoamilase terjadi pada konsentrasi 1,15 µL
dan 1,1 µL per/g berat kering onggok yang

48
Majalah Teknologi Agro Industri (Tegi)
Volume 11 No. 2 Desember 2019

menghasilkan gula reduksi sebesar 62,21 Penelitian lainnya terkait pati Ubi kayu
mg/100 ml. pun dilakukan untuk meningkatkan kelemahan
dari pati Ubi kayu atau tapioka sehingga
Pati Termodifikasi dilakukan modifikasi. Penelitian Rizkiana (2015),
Pati digunakan secara luas dalam modifikasi tapioka nanokristalin terasetilasi
industry pangan. Pati alami yang digunakan meliputi tiga proses yaitu pembentukan tapioka
dalam industry mamiliki beberapa masalah yang kristalin melalui proses lintnerisasi,
berhubungan dengan retrogradasi, sineresis, pembentukan tapioka nanokristalin melalui
kestabilan dan ketahanan pasta yang rendah proses presipitasi dengan etanol, dan asetilasi
terhadap pH dan perubahan suhu. Menurut menggunakan asetat anhidrida. Sehingga dari
Chafid dan Kusumawardhani (2010), beberapa penelitiannya tersebut disimpulkan bahwa
masalah dalam penggunaan pati tersebut pengaruh perlakuan perbedaan konsentrasi
menjadi alas an dilakukan modifikasi pati secara asetat anhidrida yang ditambahkan dalam proses
fisik, kimia dan enzimatik atau kombinasi dari asetilasi dapat meningkatkan daya serap air, daya
cara-cara tersebut (Herawati 2011 dan serap minyak, namun menurunkan kelarutan,
Retnowati, 2010). swelling power dan daya cerna pati. Pengaruh
Pati Ubi kayu memiliki beberapa perbedaan konsentrasi asetat anhidrida 3% dan
kelebihan pada kejernihan gel/pasta, suhu 6% menyebabkan peningkatan persen asetilasi
gelatinisasi dan kecenderungan sineresis dan derajat substitusi pada pati tapioka kristalin,
(keluarnya cairan dari gel) yang rendah. namun pada tapioka alami dan tapioka
(Retnowati,2010). Namun pati Ubi kayu juga nanokristalin terjadi penurunan persen asetilasi
memiliki beberapa kelemahan seperti kisaran dan derajat substitusi.
kekentalan yang rendah, kurang stabil dan Menurut Herawati (2012) dalam
tekstur yang kurang menarik. Sehingga untuk penelitiannya modifikasi pati dapat dilakukan
memperbaiki sifat fungsional dari pada pati, secara fisik melalui beberapa cara, antara lain
maka pati tersebut perlu dimodifikasi. pengeringan, ekstrusi, pemanasan, pendinginan,
Menurut Artiani dan Avrelina, (2009), pemasakan maupun perlakuan fisik lainnya.
modifikasi disini dimaksudkan sebagai Menurut Retnaningtyas dan Putri (2014)
perubahan struktur molekul dari yang dapat modifikasi pati secara kimia merupakan salah
dilakukan secara kimia, fisik maupun enzimatis. satu cara yang banyak digunakan misalnya
Pati alami dapat dibuat menjadi pati dengan penambahan asam, oksidasi, starchesters,
termodifikasi atau modified starch, dengan sifat- kationik, dan cross linking. Modifikasi pati secara
sifat yang dikehendaki atau sesuai dengan kimia dapat menyebabkan terjadinya cross-
kebutuhan. Di bidang pangan pati termodifikasi linking sehingga memperkuat ikatan hidrogen
banyak digunakan dalam pembuatan salad dalam molekul pati.
cream, mayonaise, saus kental, jeli marmable, Proses modifikas pati pun dilakukan
produk-produk konfeksioneri (permen, coklat salah satunya dengan menggunakan kemampuan
dan lain-lain), breaded food, lemon curd, enzim dalam merubah struktur kandungan pati
pengganti gum arab dan lain-lain. sehingga dapat diatur sifat dan fungsi-fungsi pati.
Penelitian terdahulu terkait pati Dalam penelitian yang dilakukan Herawati
termodifikasi yaitu modifikasi ganda pati tapioca (2011), prinsip dasar penggunaan enzim untuk
dengan metode hidroksi propilasi dan ikat silang produksi Resistent Starch (pati tahan cerna) yaitu
dilakukan untuk mengatasi kekurangan sifat pati mengubah struktur pati sehingga diperoleh pati
tapioca asli sehingga lebih luas aplikasinya pada yang banyak mengandung amilose. Proses
pengolahan makanan (Thonthowi, 2014). Pada tersebut dapat dilakukan dengan cara mengubah
penelitian (Rizkiana, 2015), pembuatan pati struktur amilopektin dengan glukano-
Nano kristalin terasetilasi yang menghasilkan transferase untuk meluruskan rantai, atau
pati dengan daya serap air dan minyak lebih mengubah ikatan cabang menjadi lurus seperti
tinggi namun menurunkan nilai kelarutan, struktur amilosa. Tahapan utama reaksi
swelling power dan daya cerna. enzimatis meliputi pengkondisian pati,

49
Majalah Teknologi Agro Industri (Tegi)
Volume 11 No. 2 Desember 2019

penambahan enzim, inaktivasi enzim, dan Dekstrin Bahan Confectionary,


pengeringan. pengikat, baking, perisa
Penelitian mengenai modifikasi tepung enkapsulasi
Ubi kayu lain juga telah dilakukan dengan Pati Penstabil, Formulasi
menggunakan Bakteri Asam Laktat dalam proses teroksidasi perekat, pangan, gum
fermentasi. Menurut Kusumaningrum (2016), penggel, confectionary
pada proses fermentasi sawut Ubi kayu, mikroba penjernih
yang tumbuh menghasilkan enzim yang dapat Pati eter Penstabil Sup, Puding,
menghancurkan sel Ubi kayu dan mendegradasi Makanan beku
polimer pati menjadi lebih pendek. Proses Pati ester Penstabil, Permen,
degradasi granula pati ini menyebabkan bahan emulsi
perubahan sifat fisikokimia terutama daya pengisi,
kembang dari tepung Ubi kayu yang dihasilkan. penjernih
Variabel yang mempengaruhi proses fermentasi Pati reaksi Bahan Pengisi pie,
yaitu konsentrasi starter bakteri asam laktat dan silang pengisi, roti, makanan
waktu fermentasi sawut Ubi kayu. Sifat penstabil, beku, bakery,
fisikokimia tepung Ubi kayu dengan perlakuan bahan puding
fermentasi dapat mencapai hasil yang lebih baik. teksturizer makanan
Penelitian fermentasi yang telah dilakukan, instan
menyatakan bahwa fermentasi 48 jam dan
konsentrasi 6 % v/v menunjukan nilai swelling Dekstrin
power, tingkat pengembangan papatan, dan Salah satu kekurangan pati adalah tidak
viskositas yang sangat baik. Nilai baking dapat larut dalam air dingin secara langsung
expansion dan hardness juga menunjukkan nilai sehingga berpengaruh dalam penggunaannya.
yang cukup baik. Pemasakannya juga memakan waktu yang cukup
Teknologi modifikasi masih cukup luas lama, pasta yang terbentuk juga cukup keras.
terkait dengan tujuan proses dan pemanfaatan Berdasarkan hal itu dilakukan modifikasi pada
produk lanjutannya. Menurut (Herawati, 2012), pati agar diperoleh sifat- sifat yang cocok untuk
Produk pati termodifikasi dapat dimanfaatkan aplikasi tertentu, dengan demikian pati dapat
baik sebagai komponen utama maupun bahan ditingkatkan kegunaan yang lebih luas (Riana
tambahan makanan dalam koridor food Ningsih, dkk, 2010). Salah satu produk modifikasi
ingredient. Berbagai produk seperti produk pati adalah dekstrin. Menurut Supriyatna (2012),
derivatif, matrik enkapsulasi, texturizer, dekstrin adalah karbohidrat yang dibentuk
stabilizer, emulsifier, sweetener, fat replacer, selama hidrolisis pati menjadi gula melalui
thickening agent, dan filler merupakan bagian beberapa metode diantaranya, dengan
dari food ingredient yang dapat dikembangkan penggunaan panas, asam, atau enzim. Sedangkan
dengan basis pati termodifikasi. menurut (Koswara, 2009), dekstrin, dibuat dari
pati melalui proses enzimatik atau proses asam
Tabel 1. Pati termodifikasi dan aplikasinya yang disertai perlakuan pemanasan. Sifat-sifat
(Hustiany, 2006) yang penting dari dekstrin ialah viskositas
Jenis Pati Sifat/Fungsi Aplikasi menurun, kelarutan dalam air dingin meningkat
Pati Larut dalam Sup instan, dan kadar gula menurun.
pragelatinisasi air dingin, puding instan,
bahan pengisi saus, Berdasarkan hasil penelitianya Riana
campuran Ningsih, dkk (2010), disimpulkan pati ubi kayu
bakery yang dihidrolisis dengan amylase dari
Pati hidrolisis Viskositas Gum, permen, Azospirillum sp. JG3 sebesar 3% menghasilkan
Asam rendah, formulasi produk paling optimal dengan dekstrin yang
retrogradasi pangan cair diperoleh mempunyai rendemen sebesar
tinggi, gel 96,67%, kadar air sebesar 9,39%, kadar abu
kuat

50
Majalah Teknologi Agro Industri (Tegi)
Volume 11 No. 2 Desember 2019

sebesar 0,25% dan dexstrose equivalen sebesar Dosis Ragi yang Berbeda pada Fermentasi
16,55. Gaplek Ketela Pohon (Manihot utilissima,
pohl) varietas Mukibat Terhadap Kadar
Glukosa dan Bioetanol. Jurnal Penelitian
Kesimpulan
Sains & Teknologi, Vol. 10, No. 1, 2009: 1 - 9

Berbagai riset terkait pengembangan Elmi K, Herawati, E. Y. P. (2017). Potensi


produk hilir berbasis Ubi kayu telah banyak Pengembangan Plastik Biodegradable
Berbasis Pati Sagu dan Ubi kayu di
dilakukan, hal tersebut menjadi dasar dalam
Indonesia. LITBANG PERTANIAN, 36 NO 2,
pembangunan industri baik dalam skala kecil, 67–76.
menengah maupun besar. Beberapa produk
Gardjito, M. 2013. Pangan Nusantara
olahan Ubi kayu yang dapat dilakukan secara
Karakteristik dan Prospek untuk
tradisional seperti gaplek dan produk yang Percepatan Diversifikasi Pangan. Jakarta:
memerlukan teknologi semi modern yaitu Kencana Prenada Media Group.
tapioka dan yang membutuhkan teknologi tinggi
Herawati, H. (2011). Potensi Pengembangan
seperti pati termodifikasi dan juga dekstrin. Produk Pati Tahan Cerna sebagai Pangan
Selain itu, pada industri tapioka dihasilkan Fungsional. Jurnal Penelitian Dan
produk samping berupa onggok yang dapat Pengembangan Pertanian, 30(1), 31–39.
dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan seperti
Herawati, H. (2012). Teknologi Proses Produksi
pakan ternak maupun bahan baku bioethanol. Food Ingredient Dari Tapioka
Termodifikasi. litbang pertanian, 31(12),
Onggok dan gaplek dapat diolah lebih 68–76.
lanjut dengan proses fermentasi menghasilkan Inayatul, L. (2014). “ Teknologi Budidaya dan
aneka produk pakan ternak yang mampu Agribisnis Tanaman Ubi Kayu .”Universitas
meningkatkan pertumbukan binatang ternak. Muhammadiyah. Yogyakarta.
Selain itu dengan teknik pengolahan lebih lanjut
Jasin & Sugiyono. (2014). Pengaruh Penambahan
dapat dihasilkan produk serat pangan maupun Tepung Gaplek dan Isolat Bakteri Asam
bioetanol. Laktat dari Cairan Rumen Sapi PO Terhadap
Kualitas Silase Rumput Gajah (Pennisetum
Pati ubi kayu digunakan dalam berbagai purpureum) The. Journal of Chemical
macam industri seperti industri makanan dan Information and Modeling, 16(2), 96–103.
https://doi.org/10.1017/CBO978110741532
juga kertas. Untuk meningkatkan daya gunanya
4.004
dapat dilakukan dengan cara melakukan
modifikasi baik secara kimia, fisika dan juga Kamsiati, Herawati, Purwani. (2017). Potensi
enzimatis. Setelah dilakukan modifikasi akan Pengembangan Plastik Biodegradable
Berbasis Pati Sagu dan Ubi Kayu di
dihasilkan pati termodifikasi yang dapat
Indonesia. litbang pertanian, 36 NO 2, 67–
dimanfaatkan sebagai bahan pengisi pie, roti, 76.fromhttps://doi.org/10.21082/jp3.v36n
makanan beku, bakery, puding makanan instan, 2.2017.p67-76
gum permen dan banyak produk lainnya.
Koswara, S. (2009). Teknologi modifikasi pati.
EbookPangan,1–32from
Daftar Pustaka https://doi.org/10.1016/B978-1-85573-
731-0.50013-X
Ali, U. (2008). Pengaruh penggunaan onggok dan
Koten, B. B. (2010). Perubahan anti nutrisi pada
isirumen sapi dalam pakan komplit silase buah semu jambu mete sebagai
terhadap penampilan kambing peranakan pakan dengan menggunakan berbagai aras
etawah. Majalah Ilmiah Peternakan, 9, 1–10. tepung gaplek dan lama pemeraman.
Buletin Peternakan, 34(2), 82–85.
Artiani, P. Ayu, & Avrelina, Y. R. (2009).
Modifikasi Cassava Starch dengan Proses Kusumaningrum, A. K. (2016). Perbaikan Sifat
Acetylasi Asam Asetat untuk Produk Tepung Ubi Kayu Melalui Proses
Pangan. Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Fermentasi Sawut Ubi Kayu Dengan Starter
Universitas Diponegoro, (024), 1–7. Bakteri Asam Laktat. Jurnal Aplikasi
Teknologi Pangan, 5(2), 31–33. from
Asngad dan Suparti. 2009. Lama Fermentasi dan https://doi.org/10.17728/jatp.8

51
Majalah Teknologi Agro Industri (Tegi)
Volume 11 No. 2 Desember 2019

Thamrin, M, Mardhiyah. dan Marpaung. (2013). Pertanian Bogor. Bogor


Analisis Usahatani Ubi Kayu. 18(434), 57–
Rukmana. R. 1997. Ubi Kayu Budi Daya dan Pasca
64.
Panen. Peberbit Kanisus. Yogyakarta.
Safitri & Hartini. (2013). Subtitusi Buah Sukun
Martono, Y., Danriani, L. D., & Hartini, S. (2016). (Artocapus altilis Forst) Dalam Pembuatan
Pengaruh Fermentasi Terhadap Kandungan Mie Basah Berbahan Dasar Tepung Gaplek
Protein dan Asam Amino pada Tepung Berprotein. Skripsi.Universitas Kristen
Gaplek yang Difortifikasi Tepung Kedelai Satya Wacana. Salatiga.
(Glycine max (L)). Jurnal Agritech, 36(01),
Septianingrum, E. (2008). Perkiraan umur simpan
56.
tepung gaplek yang dikemas dalam berbagai
https://doi.org/10.22146/agritech.10684
kemasan plastik berdasarkan kurva isoterm
Muslim, A. (2017). Prospek ekonomi ubi kayu di sorpsi lembab. Skripsi. Universitas Sebelas
indonesia. Universitas Al-Azhar. Indonesia Maret. Surakarta.
Mustofa, K. A., & Suyanto, A. (2011). Kadar Setiarto, R. H. B., & Widhyastuti, N. (2018). Ubi
Kalsium, Daya Kembang, Dan Sifat kayu Termodifikasi Melalui Fermentasi Dan
Organoleptik Kerupuk Onggok Singkong Pemanasan Bertekanan-Pendinginan.
Dengan Variasi Penambahan Tepung Biopropal Industri, 9 No 1(Juni 2018), 9–23.
Cangkang Rajungan (Portunus pelagicus).
Sukaryana, Y., Nurhayati, & Utami, C. (2013).
Jurnal Pangan Dan Gizi, 2(3).
Optimalisasi Pemanfaatan Bungkil Inti
https://doi.org/10.26714/jpg.2.1.2011
Sawit,Gaplek dan Onggok Melalui Teknologi
Ningsih, R, D., Asnani, A., & Fatoni, A. (2010). Fermentasi dengan Kapang Berbeda
Pembuatan Dekstrin Dari Pati Ubi Kayu Sebagai Bahan Pakan Ayam Pedaging
Menggunakan Enzim Amilase Dari Optimizing Use Palm Kernel Cake , Cassava
Azospirillum sp. jg3 dan Karakterisasinya. and Cassava Byproduct Through
Molekul, 5(1), 15. from Fermentation Technology with Mold. Jurnal
https://doi.org/10.20884/1.jm.2010.5.1.72 Penelitian Pertanian Terapan, 13(2), 70–77.
Purnomosari, D. (2008). Studi isoterm sorpsi Suryana, A. 2002. Keragaan Perberasan Nasional
lembab dan fraksi air terikat pada tepung dalam Pambudy et al (Eds). Kebijakan
gaplek. Skirpsi Universitas Sebelas Maret. Perberasan di Asia. Regional Meeting in
Surakarta Bangkok, October 2002.
Pusdatin. (2018). Outlook Komoditas Pertanian Supriyatna, N. (2012). Produksi dekstrin dari ubi
Subsektor Tanaman Pangan Ubi Kayu 2018 jalar asal pontianak secara enzimatis.
(2015th ed.; L. N. N. B. WARYANTO, Ed.). BIOPROPAL INDUSTRI, 3(2), 51–56.
Pertanian, Pusat Data dan Sistem Informasi.
Sutikno, Marniza, Selviana, & Musita, N. (2016).
Pramana, Y. (2018). Optimasi proses produksi Pengaruh Konsetrasi Enzim Selulase, α–
dietary fiber dari onggok melalui perlakuan Amilase dan Glukoamilase Terhadap Kadar
asam yanuar sigit pramana. Skripsi. Institut Gula Reduksi dari Onggok. Jurnal Teknologi
Pertanian Bogor. Bogor Industri Dan Hasill Pertanian, 21(1), 1–12.
Retnaningtyas, D. A., & Putri, W. D. R. (2014). Thonthowi, A. (2014). Karakteristik sifat fisik pati
Karakterisasi sifat fisikokimia pati ubi jalar tapioka modifikasi ganda dengan
oranye hasil modifikasi perlakuan sttp hidroksipropilasi dan ikat silang. Skripsi.
(lama perendaman dan konsentrasi). Jurnal Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Pangan Dan Agroindustri, 2(4), 68–77.
Utomo, R., Budhi, S. P. S., & Astuti, I. F. (2013).
Retrievedfrom
Pengaruh Level Onggok Sebagai Aditif
http://jpa.ub.ac.id/index.php/jpa/article/v
Terhadap Kualitas Silase Isi Rumen Sapi.
iewFile/79/96
Buletin Peternakan,37(3),173–180.
Retnowati, D. S., Kumoro, A. C., & Budiyati, S. https://doi.org/10.21059/buletinpeternak.
(2010). Modifikasi Pati Ketela Pohon Secara v37i3.3089
Kimia dengan Oleoresin dari Minyak Jahe.
Valeriana, D, C. M. dan A. A. (2009). Analisa
Rekayasa Proses, 4(1), 1–6. from
Usahatani dan Pemasaran Ubi Kayu Serta
https://doi.org/10.22146/jrekpros.568
Teknologi Pengolahan Tapioka di Kabupaten
Rizkiana, W. (2015). Produksi pati tapioka Pati Propinsi Jawa Timur. (Seminar
nanokristalin terasetilasi. Skripsi. Institut Nasional: Peningkatan Daya Saing

52
Majalah Teknologi Agro Industri (Tegi)
Volume 11 No. 2 Desember 2019

Agribisnis Berorientasi Kesejahteraan


Petani. 2009.).
Yusrin & Mukaromah, A. H. (2010). Proses
Hidrolisis Dengan Variasi Asam Pada
Pembuatan Ethanol. Prosiding Seminar
Nasional UNIMUS, 20–25.

53

Anda mungkin juga menyukai