1. Pengertian Kas
Kas merupakan salah satu bagian dari aktiva yang memiliki sifat paling lancar (paling likuid)
dan paling mudah berpindah tangan dalam suatu transaksi. Transaksi tersebut misalnya untuk
pembayaran gaji atau upah pekerja, membeli aktiva tetap, membayar hutang, membayar dividen
dan transaksi lain yang diperlukan perusahaan. Kas merupakan aktiva yang tidak dapat langsung
menghasilkan ‘laba’, dalam arti tidak bisa untuk mendapatkan laba secara langsung dalam operasi
perusahaan. Kas perlu dikelola secara efektif dan efisien supaya pemanfaatan kas dapat optimal.
Kas dibutuhkan untuk operasional sehari-hari (sebagai modal kerja) maupun untuk pembelian
aktiva tetap memiliki sifat kontinyu dan tidak kontinyu. Kebutuhan kas kontinu atau yang terus
menerus misalnya bagian produksi untuk membeli bahan baku, bahan penolong, membayar upah
tenaga kerja harian dan gaji karyawan tetap, membayar biaya pemeliharaan, membeli suplies
kantor habis pakai atau perlengkapan pabrik dan pengeluaran tunai lainnya. Tanpa ada kas yang
cukup kegiatan produksi akan terganggu dan akibatnya mengganggu bagian lain yang terkait.
Bagian pemasaran membutuhkan kas untuk membayar biaya iklan, promosi, membayar biaya
angkut dsb. Tanpa ada kas yang cukup kegiatan pemasaran terganggu dalam menjual produk
yang dihasilkan. Kebutuhan kas untuk berbagai pembayaran tersebut merupakan aliran kas keluar
(cash outflow) atau termasuk dalam pembelanjaan aktif. Sedangkan kebutuhan kas yang tidak
kontinyu atau tidak rutin untuk pembelian aktiva tetap, pembayaran angsuran hutang, pembayaran
dividen, pembayaran pajak, dsb.
Aliran kas masuk (cash inflow) atau termasuk dalam pembelanjaan pasif merupakan aliran
sumber-sumber dari mana kas diperoleh. Aliran kas masuk juga ada yang sifatnya terus menerus
(rutin) dan tidak terus menerus (tidak rutin). Aliran kas masuk yang kontinyu (rutin) sebagian besar
berasal dari penjualan produk utama perusahaan yang dijual secara tunai, dan juga dari
penerimaan piutang yang telah dijadwalkan sesuai dengan penjualan kredit yang dilakukan.
Penerimaan kas yang tidak rutin antara lain penerimaan dari uang sewa gedung, penjualan aktiva
yang tidak terpakai, penerimaan modal saham dari para investor, penerimaan hutang atau kredit
dari bank, dan penerimaan bunga.
Dengan adanya aliran kas masuk dan aliran kas keluar yang kontinyu dan tidak kontinyu,
maka sangat penting usaha pengelolaan kas ini. Perimbangan pengeluaran dan penerimaan kas
harus disesuaikan dengan kepentingan perusahaan. Perusahaan harus menentukan berapa
besarnya kas minimal yang harus ada, dan menentukan berapa kas yang ideal boleh disimpan
sehingga operasi perusahaan tidak terganggu dan kas yang ada tidak menganggur terlalu lama.
2. Persediaan Kas Minimal
Jumlah uang kas minimal yang harus ada di perusahaan berbeda-beda antara yang satu
dengan lainnya, hal ini sangat tergantung pada besar kecilnya dan kemampuan perusahaan. Di
samping itu kas minimal juga tergantung pada prediksi atau estimasi besarnya aliran kas masuk
dan kas keluar beserta penyimpangannya. Estimasi aliran kas keluar perlu mempertimbangkan
adanya biaya yang keluar secara tunai dan biaya yang tidak tunai. Dalam perencanaan kas, biaya
yang tidak tunai seperti penyusutan tidak diperhitungkan dalam menentukan jumlah kas minimal
perusahaan. Hubungan baik dengan pihak perbankan, suplier dan perantara juga mempengaruhi
besarnya persediaan kas minimal yang harus dijaga oleh perusahaan.
Perusahaan harus memiliki persediaan kas minimal yang harus ada setiap saat, atau
sering disebut persediaan besi (safety cash). Persediaan minimal kas pada dasarnya tidak jauh
berbeda dengan persediaan minimal pada persediaan barang. Persediaan kas minimal ini
bertujuan untuk menjaga agar kelangsungan operasi perusahaan tetap terjamin dan dapat
memenuhi kewajiban finansial perusahaan apabila sewaktu-waktu harus dibayar. Kewajiban
finansial ini dapat berupa hutang lancar maupun biaya-biaya baik biaya tetap maupun biaya
variabel yang harus segera harus dibayar untuk kelangsungan operasi perusahaan. Ketersediaan
kas dalam perusahaan merupakan hal yang mutlak.
Kas merupakan salah satu aktiva yang memiliki likuiditas paling tinggi. Likuiditas
merupakan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban yang harus segera
dipenuhi atau kewajiban jangka pendek. Kewajiban perusahaan kepada pihak kreditur jangka
pendek maupun kewajiban dalam pembiayaan operasi perusahaan sehari-hari demi kelangsungan
produksi. Aktiva lancar sebagai modal kerja akan dibandingkan dengan jumlah hutang lancar
sebagai kewajiban finansial yang harus segera dipenuhi perusahaan. Likuiditas, khususnya dilihat
dari kas yang tersedia dapat juga dibandingkan dengan hutang lancar yang ada. Perbandingan
antara kas dengan hutang lancar disebut rasio kas (cash ratio). Rasio kas yang tinggi
menunjukkan kemampuan membayar hutang lancar juga tinggi. Besarnya kas yang cukup baik
dan aman menurut HG. Guthmann adalah antara 5% s/d 10% dari aktiva lancar yang ada. Jumlah
kas yang kurang dari 5% dari aktiva lancar akan menyulitkan operasi perusahaan. Standar jumlah
kas 5% sampai dengan 10% ini biasanya layak untuk perusahaan manufaktur. Bagi perusahaan
jasa perbankan, jumlah kas biasanya akan lebih besar lagi. Semakin besar jumlah kas yang
tersedia di perusahaan, maka makin tinggi pula likuiditasnya. Persediaan kas yang terlalu besar
yang berarti likuiditasnya tinggi bukan berarti perusahaan tersebut baik, sebab kas yang terlalu
besar berakibat pemanfaatan kas tersebut kurang efisien karena kas tersebut menganggur dan
tidak menghasilkan keuntungan.
3 Motif Memiliki Kas
Perusahaan memiliki kas pada dasarnya sesuai dengan teori “ Liquidity preference” dari
J.M. Keynes yaitu menguasai atau memiliki uang berbentuk tunai ada tiga motif atau tiga tujuan.
Pertama, motif transaksi (transaction motive) atau kebutuhan kas untuk transaksi artinya
perusahaan memiliki kas untuk keperluan realisasi berbagai transaksi bisnisnya, baik transaksi
yang bersifat rutin maupun yang tidak rutin. Memiliki kas yang cukup untuk transaksi sangat
diperlukan dalam operasional sehari-hari seperti pembayaran upah, pembelian bahan baku,
pembelian bahan penolong, biaya administrasi, biaya kantor dan pembayaran tunai lainnya.
Pembelian aktiva tetap dan kegiatan lain merupakan kegiatan transaksi perusahaan yang
pengeluaran kasnya direncanakan untuk jangka panjang.
Kedua, motif berjaga-jaga (precautionary motive) atau kebutuhan kas untuk berjaga-jaga
artinya perusahaan memiliki kas untuk mengantisipasi berbagai kebutuhan yang mendadak.
Kebutuhan kas untuk berjaga-jaga dimaksudkan untuk mengantisipasi aliran kas masuk dan keluar
yang tidak kontinyu dan sulit diperkirakan. Pengeluaran yang mendadak atau tiba-tiba muncul dan
harus dibayar akan menyulitkan perusahaan apabila tidak memiliki cadangan kas yang cukup.
Pengeluaran kas untuk keperluan yang mendadak biasanya tidak diperkirakan sebelumnya, oleh
karena itu perusahaan perlu memiliki kas yang cukup untuk berjaga-jaga. Pada motif berjaga-jaga
perusahaan menetapkan saldo kas minimum yang besarnya tergantung pada indikator dari
penyimpangan aliran kas yang dianggarkan. Penerimaan dan pengeluaran perusahaan diprediksi
melalui anggaran kas atau cash budget. Jika penerimaan dan pengeluaran dapat diprediksi
dengan tepat, maka kebutuhan kas yang bersifat mendadak bisa ditentukan sekecil mungkin
berarti saldo kas minimum kecil, tetapi jika penerimaan dan pengeluaran tidak dapat diprediksi
dengan tepat, maka membutuhkan saldo kas minimum yang cukup besar.
Ketiga, motif spekulasi (speculatif motive) atau kebutuhan kas untuk berspekulasi.
Kebutuhan kas untuk spekulasi dimaksudkan agar perusahaan dapat memanfaatkan kesempatan
apabila ada barang yang dapat dibeli secara lebih murah. Perusahaan berspekulasi dalam
pembelian bahan mentah yang jumlahnya melebihi kebutuhan, karena menurut prediksi bahan
mentah tersebut harganya akan naik secara signifikan di masa yang akan datang. Untuk
mengurangi risiko kenaikan harga tersebut, maka perusahaan dapat membelinya saat ini, dengan
sendirinya harus dipertimbangkan biaya-biaya yang muncul akibat penyimpanan barang tersebut
dan risiko kerusakannya. Contoh lain, perusahaan memiliki kas untuk memperoleh keuntungan
yang besar dari kesempatan investasi yang bersifat likuid. Dalam kondisi ekonomi yang lesu dan
harga saham turun drastis, maka perusahaan membeli saham dengan harapan harga saham
meningkat setelah kondisi ekonomi membaik.
Pentingnya kas bagi operasi perusahaan telah diketahui, namun sulit menentukan berapa
besarnya kas yang harus disediakan dan kapan waktu yang tepat, agar pemanfaatan kas tersebut
dapat efektif dan efisien. Ditinjau dari waktu kapan terjadinya kas masuk dan kas keluar,
kebutuhan dapat dikelompokkan menjadi kebutuhan kas jangka pendek, jangka menengah dan
jangka panjang. Kebutuhan kas keluar jangka pendek biasanya akan menghasilkan kas masuk
dalam jangka pendek. Kebutuhan kas untuk jangka panjang juga akan menghasilkan kas masuk
dalam jangka panjang. Contoh, investasi penambahan mesin, merupakan kebutuhan kas untuk
masa waktu yang lama dan hasil yang diharapkan juga dalam waktu yang panjang. Kebutuhan kas
untuk melaksanakan promosi berupa iklan akan menghasilkan kenaikan kas masuk dari kenaikan
penjualan dalam jangka waktu yang panjang di masa yang akan datang.
Kas Rata-rata
Sebesar C/2 =
1.500.000
Kas Akhir
0 3 6 9 Minggu
2 (F) (T)
C=
k
2 (F) (T)
C=
k
2 (150.000) (52.000.000)
C= = Rp. 10.198.039,-
0,15
Jadi kas optimal perusahaan tersebut adalah sebesar Rp. 10.198.039,-. Jumlah frekuensi
transaksi yang harus dilakukan sebanyak = Rp. 52.000.000 / Rp. 10.198.039 = 5,09 kali atau
sebanyak 5 kali. Sedangkan rata-rata saldo kas = Rp. 10.198.039 : 2 = Rp. 5.099.019,5 atau
sebesar Rp. 5.099.020,-. Dari contoh tersebut, model Baumol terlalu sederhana, terutama dengan
asumsi mengenai aliran kas masuk dan keluar yang dianggap konstan dan diperkirakan dengan
tepat tanpa mengindahkan adanya situasi musiman atau fluktuasi ekonomi. Pada model Baumol
ada asumsi yang sulit untuk dipenuhi yaitu pemakaian kas setiap waktunya sama atau konstan,
oleh karena itu tidak cocok untuk kondisi ketidakpastian pemakaian kas. Untuk mengatasi
perubahan aliran kas masuk dan kas keluar yang tidak konstan, dapat dilakukan dengan model
Miller dan Orr.
Z = 3 T σ
2 3
4i
Nilai maksimal sebagai batas atas (diberi notasi h) adalah sebesar 3 z. Sedangkan rata-rata
saldo kas kurang lebih sebesar (z + h) / 3. Jumlah saldo kas sebagai batas minimal besarnya
adalah nol. Untuk lebih jelasnya kita lihat gambar berikut ini.
Contoh Suatu perusahaan mengeluarkan biaya transaksi sebesar Rp. 5.000 setiap kali transaksi.
Deviasi standar () aliran kas masuk sebesar Rp. 100.000. Tingkat bunga per tahun sebesar 12%.
Batas minimal kas yang tersedia sebagai batas bawah sebesar nol rupiah. Satu tahun dihitung 360
hari. Maka jumlah persed iaan kas yang diinginkan perusahaan adalah:
1
Z = 3 T σ
2 3
4i
1
4 (0,12/360)
Jadi jumlah kas yang diinginkan perusahaan sebesar Rp. 482.745,-. Nilai batas atas adalah
3 z yaitu = 3 (Rp. 482.745) = Rp. 1.448.235,-. Batas atas jumlah kas tersebut menunjukkan batas
maksimal kas yang optimal tersedia di perusahaan. Ketika kas mencapai batas atas tersebut (Rp.
1.448.235), maka perusahaan harus merubah sebagian kas tersebut sebesar Rp. 965.490 (dari
Rp. 1.448.235 – Rp. 482.745) menjadi surat berharga agar saldo kas kembali sebesar Rp.
482.475 sesuai dengan yang diinginkan perusahaan. Sedangkan ketika kas perusahaan sampai
batas minimal, dalam hal ini nol rupiah, maka perusahaan harus menjual surat berharganya
sebesar Rp. 482.475 agar saldo kas kembali ke jumlah Rp. 482.475 sesuai dengan
yang diinginkan perusahaan. Untuk menentukan besarnya kas yang harus disediakan dan kapan
waktu yang tepat, agar pemanfaatan kas dapat efektif dan efisien perlu mengetahui anggaran kas
atau Cash budget.
5. Anggaran Kas atau Cash budget
Anggaran kas atau cash budget merupakan skedul yang menyajikan perkiraan aliran kas
masuk dan kas keluar suatu perusahaan selama periode tertentu pada waktu yang akan datang.
Anggaran kas, sebagai proyeksi posisi kas yang berupa penerimaan dan pengeluaran kas pada
saat tertentu di masa yang akan datang. Periode penyusunan anggaran kas ini dapat disusun
untuk waktu tahunan, triwulanan, bulanan, mingguan atau bahkan harian. Perusahaan pada
umumnya menggunakan anggaran kas bulanan yang disusun untuk jangka waktu 3 bulan, 6 bulan
sampai 12 bulan. Anggaran kas untuk jangka waktu yang lebih panjang digunakan untuk
perencanaan yang bersifat umum dan menyeluruh, sedangkan anggaran dalam jangka waktu
yang lebih pendek biasanya untuk pengendalian kas yang lebih riil dan spesifik.
Anggaran kas sangat penting untuk menjaga likuiditas dan kelangsungan usaha, sebab
dengan menyusun anggaran kas dapat diprediksi waktu atau kapan perusahaan mengalami defisit
dan kapan mengalami surplus kas. Pada periode yang mengalami defisit kas, bisa segera
disiapkan sumber dana menutupnya. Defisit dapat ditutup dari pinjaman pihak bank atau dengan
mencari modal sendiri. Apabila mengalami surplus kas bisa direncanakan untuk investasi pada
instrumen investasi yang sesuai likuiditasnya atau merencanakan pemanfaatan kas untuk kegiatan
yang lebih menguntungkan. Hal ini dilakukan agar jangan sampai terjadi kelebihan kas terlalu
besar, sehingga ada sejumlah kas yang menganggur yang tidak mendatangkan pendapatan serta
tidak efisien. Keberadaan kas sebagai bagian dari aktiva lancar akan berpengaruh terhadap
likuiditas perusahaan.
Fokus anggaran kas meliputi dua bagian yaitu: 1. penerimaan kas yang direncanakan dan
2. pengeluaran kas yang direncanakan. Merencanakan aliran uang kas masuk dan kas keluar
memberikan saldo posisi awal dan saldo akhir kas yang direncanakan untuk jangka waktu tertentu.
1. Penerimaan kas yang direncanakan atau estimasi penerimaan kas yaitu proyeksi penerimaan
pada waktu tertentu baik yang berasal dari penerimaan penjualan tunai, penerimaan piutang,
penerimaan bunga, hasil penjualan aktiva tetap maupun penerimaan lainnya.
2. Pengeluaran kas yang direncanakan atau estimasi pengeluaran kas yaitu proyeksi
pengeluaran yang dilakukan perusahaan, seperti pembelian bahan baku, pembayaran upah
dan gaji, pengeluaran tunai biaya pemasaran, biaya administrasi, pembayaran hutang,
pembayaran pajak dan pembayaran lainnya yang bersifat tunai.
Setelah mengadakan estimasi pada masing-masing periode, langkah selanjutnya membandingkan
hasil estimasi penerimaan dengan estimasi pengeluaran kas.
Perencanaan aliran uang kas masuk dan keluar akan menunjukkan:
1. Kebutuhan untuk membiayai kekurangan kas yang mungkin terjadi, atau
2. Kebutuhan terhadap perencanaan investasi atas kelebihan uang pada penggunaan yang
mendatangkan keuntungan.
Anggaran kas secara langsung berhubungan dengan rencana lainnya, seperti anggaran
penjualan, anggaran piutang, anggaran biaya-biaya, dan anggaran pengeluaran modal, namun
anggaran tersebut tidak secara otomatis langsung berpengaruh terhadap anggaran kas. Anggaran
kas menekankan arus kas masuk dan keluar pada saat tertentu, oleh karena itu, tujuan anggaran
kas yaitu:
1. Membuat taksiran posisi kas pada setiap akhir periode dari kegiatan operasi perusahaan
baik periode bulanan ataupun tahunan.
2. Mengetahui adanya kelebihan atau kekurangan kas yang terjadi pada periode tertentu.
3. Merencanakan besarnya kas untuk menutup kekurangan (defisit) yang terjadi.
4. Menentukan besarnya kas untuk pembayaran-pembayaran dan kelebihan kas yang
dapat digunakan untuk melakukan investasi.
5. Mengetahui waktu kapan suatu pinjaman atau kewajiban lainnya harus dibayar.
Dari anggaran penerimaan penjualan (tunai dan piutang) tersebut pada Tabel 1., maka dapat
disusun anggaran kas untuk transaksi operasi (transaksi penerimaan dan pengeluaran) PT “A”
yang dapat dilihat pada Tabel 2. berikut ini.
Tabel 2. PT ”A”
Anggaran Transaksi Operasi Bulan Januari - Juni Tahun 2010
(Penerimaan dan Pengeluaran Kas)
(dalam ribuan rupiah)
Bulan
Januari Pebruari Maret April Mei Juni
Keterangan
Rencana Penerimaan:
Penjualan tunai 1.000 1.375 1.400 1.300 1.500 1.625
Penerimaan piutang 1.900 2.600 3.675 4.170 4.020 4.260
Penerimaan lain 400 900 1.000 1.200 1.400 1.500
Jumlah Penerimaan 3.300 4.875 6.075 6.670 6.920 7.385
Rencana Pengeluaran
Pembelian Bahan Mentah 1.000 1.500 1.600 2.200 2.000 2.100
Pemb. Bahan Penolong 200 300 200 500 400 500
Pembayaran Gaji/upah 2.500 2.500 2.600 2.800 3.000 3.200
Pemb. transport/komisi 300 500 400 600 500 500
Pemb.adm dan lainnya 350 550 450 550 450 550
Jumlah Pengeluaran 4.350 5.350 5.250 6.650 6.350 6.850
Surplus (Defisit) (1.050) (475) 825 20 570 535
Jika terjadi defisit, maka perusahaan dapat menutupnya dengan meminjam uang ke bank.
Pinjaman ke bank, pembayaran angsuran dan pembayaran bunganya dapat dilihat pada tabel
transaksi finansial berikut ini.
Tabel 3. PT ”A”
Anggaran Transaksi Finansial Bulan Januari - Juni Tahun 2010
(Penerimaan Pinjaman dan Pengembaliannya)
(dalam ribuan rupiah)
Keterangan
Bulan
Januari Pebruari Maret April Mei Juni
Saldo kas awal bulan1) 300 230 225 1.020 422 680
Penerimaan pinjaman2) 1.000 500 - - - -
Pembayaran angsuran3) - - - 600 300 600
Kas yang tersedia4) 1.300 730 225 420 122 80
Surplus (defisit)5) (1.050) (475) 825 20 570 535
Pembayaran bunga6) (20) (30) (30) (18) (12) -
Saldo kas akhir bulan7) 230 225 1.020 422 680 615
Sisa pinjaman kumulatif8) 1.000 1.500 1.500 900 600 0
Penjelasan tabel:
1)
Saldo kas awal bulan merupakan saldo kas akhir bulan sebelumnya.
2)
Penerimaan pinjaman Bulan Januari sebesar Rp. 1000.000 dan Pebruari = Rp. 500.000.
Jumlah pinjaman minimal (misalnya X) dapat dihitung sebagai berikut:
Jumlah pinjaman = Persediaan besi + Besarnya deflsit - Saldo awal 4 - Bunga
X = Rp. 200.000 + Rp. 1 .050.000 – Rp. 300.000 + 0,02 X
0,98 X = Rp. 950.000 X = Rp. 969.388
Jadi besarnya pinjaman Bulan Januari minimal adalah Rp. 969.388,-.
3)
Pembayaran angsuran pinjaman dilakukan apabila perusahaan memiliki saldo kas yang cukup
(persediaan besi kas sebesar Rp. 200.000). Dalam contoh ini, pembayaran sudah ditentukan
yaitu Bulan April sebesar Rp. 600.000, bulan Mei Rp. 300.000 dan Bulan Juni Rp. 600.000.
4)
Kas yang tersedia merupakan penjumlahan dari saldo kas awal ditambah penerimaan
pinjaman dikurangi angsuran pinjaman.
5)
Surplus (defisit) berasal dari data tabel transaksi sebelumnya.
6)
Pembayaran bunga sama dengan besarnya bunga (2%) dikalikan dengan sisa pinjaman.
7)
Saldo kas akhir = Kas yang tersedia - surplus (defisit) - pembayaran bunga
8)
Pinjaman kumulatif merupakan sisa pinjaman yang masih ada di perusahaan.
Setelah tabel transaksi operasi dan tabel transaksi finansial dibuat, kemudian langkah
terakhir adalah membuat anggaran kas secara menyeluruh (anggaran final) di mana dalam tabel
tersebut tertera transaksi operasi dan transaksi finansialnya.
Tabel 4. PT ”A”
Anggaran Kas Final (Transaksi Operasi dan Transaksi Finansial)
Bulan Januari - Juni Tahun 2010
(dalam ribuan rupiah)
Bulan
Keterangan
Januari Pebruari Maret April Mei Juni
Saldo Kas awal bulan 300 230 225 1.020 422 680
Rencana Penerimaan:
Penjualan tunai 1.000 1.375 1.400 1.300 1.500 1.625
Penerimaan piutang 1.900 2.600 3.675 4.170 4.020 4.260
Penerimaan pinjaman 1.000 500 - - - -
Penerimaan lain 400 900 1.000 1.200 1.400 1.500
Jumlah Penerimaan 4.300 5.375 6.075 6.670 6.920 7.385
Jumlah Kas tersedia 4.600 5.605 6.300 7.690 7.342 8.065
Rencana Pengeluaran
Pembelian Bahan Mentah 1.000 1.500 1.600 2.200 2.000 2.100
Pemb. Bahan Penolong 200 300 200 500 400 500
Pembayaran Gaji/upah 2.500 2.500 2.600 2.800 3.000 3.200
Pemb. transport/komisi 300 500 400 600 500 500
Pemb.adm dan lainnya 350 550 450 550 450 550
Pembayaran bunga 20 30 30 18 12 -
Pembayaran angsuran - - - 600 300 600
Jumlah Pengeluaran 4.370 5.380 5.280 7.268 6.662 7.450
Saldo Kas akhir bulan 230 225 1.020 422 680 615
Untuk mengevaluasi hasil perhitungan pada Tabel anggaran kas di atas, dicocokkan apakah saldo
kas akhir bulan sama dengan saldo kas awal bulan berikutnya. Saldo kas akhir bulan merupakan
saldo kas awal bulan berikutnya.
MANAJEMEN SEKURITAS
1. Pengertian Sekuritas
Sekuritas (marketable security) merupakan surat-surat berharga yang segera dapat dijual
untuk memperoleh uang kas. Marketable securities merupakan surat-surat berharga yang dapat
diuangkan dengan mudah dan diperjualbelikan di pasar uang (bursa modal jangka pendek).
Motif penanaman modal dalam marketable securities ada tiga yaitu:
Pertama, motif transaksi (transaction motive) yaitu pembelian marketable securities yang akan
dijual kembali untuk menutup pembayaran yang sudah diketahui sebelumnya. Sebelum saat
pembayaran kewajiban perusahaan dapat menginvestasikan uang kas tersebut dalam
marketable securities yang jatuh temponya sebelum pembayaran berbagai kewajiban.
Kedua, motif berjaga-jaga (precautionary motive) yaitu penanaman modal dalam marketable
securities untuk mendapatkan sejumlah aktiva lancar yang dapat diuangkan dengan segera,
untuk memenuhi berbagai pengeluaran yang tidak diperkirakan sebelumnya.
Ketiga, motif spekulasi (speculatif motive) yaitu investasi dalam marketable securities karena
tidak adanya investasi lain dari uang kas yang sementara waktu belum digunakan. Keadaan
tersebut bukan suatu hal yang biasa terjadi. Investasi dalam marketable securities baru akan
diuangkan jika perusahaan sudah menemukan investasi yang lebih tepat dari dana tersebut.
Ada beberapa alasan perusahaan memiliki surat berharga yaitu: untuk menggunakan dana
sementara yang lebih guna diinvestasikan dalam surat berharga yang dijual oleh emiten
(perusahaan yang mengeluarkan saham). Apabila suatu sekuritas telah diperjual-belikan di pasar
sekunder (bursa efek), maka jual-beli sekuritas tersebut dilakukan oleh pialang (makelar). Karena
pemilikan sekuritas ini hanya sementara saja (kurang dari 1 tahun), maka investasi pada surat
berharga dimasukkan dalam investasi jangka pendek. Sekuritas tersebut dimiliki hanya dalam
jangka pendek saja dengan maksud agar dapat segera diuangkan (dijual) jika sewaktu-waktu
perusahaan memerlukan dana dalam operasinya. Sebenarnya, investasi pada sekuritas ada yang
berjangka panjang (dimiliki lebih dari 1 tahun). Jika investasi pada sekuritas tersebut untuk jangka
panjang, maka investasi tersebut dimasukkan sebagai investasi jangka panjang yang tertera pada
pos investasi (investment) pada neraca.
Alasan lain perusahaan memiliki sekuritas ini adalah untuk menjaga likuiditas perusahaan
dan memperoleh pendapatan dari investasi tersebut. Sekuritas memiliki sifat yang likuid (mudah
diuangkan atau dijual), sehingga apabila perusahaan kekurangan uang kas maka sekuritas ini
dapat segera dijual. Dalam hal ini berarti pemilikan sekuritas berfungsi sebagai pengganti saldo
kas. Di samping itu, pemilikan sekuritas dimaksudkan untuk memperoleh pendapatan berupa
keuntungan. Keuntungan tersebut dapat berupa dividen, bunga atau capital gain. Dividen akan
diperoleh oleh perusahaan apabila sekuritas tersebut berupa saham dan dimiliki sampai waktu
pembayaran dividen (biasanya dividen dibayarkan sekali dalam setahun). Sedangkan pendapatan
bunga akan diperoleh jika perusahaan menginvestasikan dananya dengan membeli sekuritas
berupa obligasi atau sertifikat deposito. Sedangkan capital gain akan diperoleh apabila hasil
penjualan suatu sekuritas lebih tinggi daripada harga perolehannya.
2. Kriteria Pemilihan Sekuritas
Kriteria pemilihan sekuritas dapat dilihat dari berbagai macam pertimbangan, yaitu meliputi
risiko keuangan (financial risk), risiko suku bunga (interest rate risk), risiko likuiditas (liquidity
risk), risiko inflasi dan tingkat keuntungan yang diharapkan. Berbagai pertimbangan tersebut
akan menentukan besarnya dana yang akan ditanamkan dalam sekuritas (surat berharga) jangka
pendek. Perusahaan akan berusaha memperkecil risiko yang mungkin dihadapi dengan harapan
memperoleh keuntungan (return) yang maksimal. Risiko keuangan merupakan risiko tidak
kembalinya dana yang diinvestasikan pada sekuritas sesuai dengan yang diinginkan perusahaan.
Ketidakpastian pengembalian dana yang telah diinvestasikan (beserta bunganya jika berupa
obligasi) pada sekuritas sering sulit diprediksikan. Adakalanya peminjam menunggak dalam jangka
waktu yang tidak ditentukan. Jika peminjam tidak dapat mengembalikan dananya, maka
perusahaan akan mengalami kesulitan likuiditas, apalagi jika tidak memiliki cadangan kas yang
cukup untuk biaya operasi perusahaannya.
Harga sekuritas yang berupa obligasi sangat terpengaruh dengan naik-turunnya suku
bunga. Obligasi berjangka pendek relatif lebih stabil dibanding obligasi berjangka panjang dalam
hubungannya dengan suku bunga ini. Apabila suku bunga naik, para investor cenderung
mengalihkan dananya ke instrumen perbankan, sehingga harga obligasi akan turun. Dan
sebaliknya jika suku bunga bank turun, maka investor akan beramai-ramai menginvestasikan
dananya pada obligasi sehingga harga obligasi akan meningkat.
Risiko likuiditas sekuritas merupakan cepat lambatnya sekuritas yang bersangkutan
dapat diperjual belikan. Sekuritas yang likuid berarti sekuritas tersebut cepat laku terjual. Apabila
suatu sekuritas tidak likuid, maka perusahaan atau pihak yang memiliki sekuritas tersebut akan
menurunkan harganya agar laku dijual. Penurunan harga ini mengakibatkan keuntungan yang
diperoleh akan berkurang atau bahkan akan menderita kerugian jika penurunan harganya sampai
melebihi harga perolehannya. Semakin likuid suatu saham, maka makin kecil risiko likuiditasnya
karena sekuritas tersebut dapat diperjual belikan setiap saat.
Risiko inflasi pada prinsipnya hampir sama dengan risiko tingkat bunga. Kita tahu bahwa
antara tingkat bunga dan inflasi memiliki hubungan yang erat. Tingkat suku bunga yang tinggi
mengakibatkan tingkat inflasi yang tinggi. Inflasi merupakan kecenderungan naiknya harga
barang-barang. Tingginya inflasi akan menurunkan daya beli masyarakat. Risiko inflasi ini
mengakibatkan pada risiko penurunan daya beli. Pihak yang lebih merasakan dampak dari risiko
inflasi ini adalah mereka yang memiliki surat berharga dengan pendapatan tetap seperti obligasi
bila dibandingkan dengan surat berharga yang memiliki penghasilan meningkat (seperti saham).
Oleh karena itu, saham biasa yang diperjual belikan di bursa efek memiliki stabilitas yang lebih
aman dibandingkan obligasi yang memberikan pendapatan tetap. Pada situasi inflasi yang
cenderung meningkat, perusahaan akan lebih untung bila melakukan investasi pada saham.
Kriteria terakhir yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan investasi pada sekuritas
adalah memperhitungkan hasil yang diharapkan (yield) berupa keuntungan. Besarnya yield atau
sering pula disebut return ini akan dipengaruhi oleh faktor-faktor lain tersebut di atas yaitu adanya
risiko keuangan, risiko tingkat bunga, risiko likuiditas, dan risiko inflasi atau risiko daya beli. Risiko-
risiko tersebut akan mempengaruhi besarnya hasil yang akan diperoleh baik langsung maupun
tidak langung. Risiko keuangan dan risiko likuiditas lebih dapat dikontrol daripada risiko tingkat
bunga dan risiko inflasi. Hal ini karena risiko keuangan dan risiko likuiditas lebih banyak
berhubungan dengan kemampuan perusahaan dalam mengelola keuangannya. Sedangkan risiko
tingkat bunga dan risiko inflasi lebih banyak berhubungan dengan kondisi ekonomi secara
keseluruhan. Hasil yang diharapkan (yield) oleh perusahaan dalam hubungannya dengan risiko-
risiko yang mungkin terjadi mengharuskan perusahaan melakukan portofolio atau diversifikasi
(penganekaragaman) investasi pada sekuritas. Perusahaan melakukan portofolio investasi berarti
bahwa dana yang dimiliki oleh perusahaan ditanamkan pada sekuritas yang bermacam-macam.
Perusahaan jangan sampai menanamkan dananya hanya pada satu jenis sekuritas saja, karena
apabila sekuritas tersebut harganya “anjlok” maka perusahaan akan mengalami kerugian yang
cukup besar. Perusahaan perlu mengikuti pepatah investasi “jangan tempatkan telor-telor yang
anda miliki dalam satu keranjang saja” (don't put your eggs in one basket). Oleh karena itu
perusahaan harus melakukan portofolio investasi. Tujuan portofolio ini adalah untuk memperkecil
risiko yang mungkin dihadapi. Kita tahu bahwa dalam situasi ekonomi yang normal (stabil) maka
antara risiko dan hasil memiliki hubungan yang linier. Semakin tinggi risiko semakin tinggi pula
hasil yang diharapkan, dan sebaliknya. Oleh karena itu, dengan portofolio ini perusahaan
berusaha untuk melakukan investasi dengan portofolio yang optimal. Portofolio yang optimal
adalah portofolio yang menghasilkan risiko terkecil (minimal) dengan hasil tertentu atau
memperoleh hasil yang maksimal dengan risiko tertentu. Dari kriteria pemilihan sekuritas dalam
kaitannya dengan hasil yang diharapkan dan portofolio investasi tersebut di atas, secara skematis
dapat digambarkan sebagai berikut.
Risiko Keuangan
Hasil atau Risiko
Risiko Tingkat Bunga Portofolio
Yield atau vs
Risiko Likuiditas Sekuritas
Return Return
Risiko Inflasi
Dari Gambar 1. dapat dijelaskan bahwa risiko-risiko yang mungkin muncul dalam investasi
sekuritas seperti risiko keuangan, risiko tingkat bunga, risiko likuiditas dan risiko inflasi akan
mempengaruhi besarnya hasil (return) yang akan diperoleh. Perusahaan harus mengelola risiko
dan hasil tersebut dengan berusaha untuk memperkecil risiko guna mencapai hasil yang
diharapkan melalui diversifikasi (portofolio) sekuritas, yaitu menanamkan dananya pada berbagai
sekuritas agar risiko dapat diperkecil. Dengan demikian, tujuan utama portofolio investasi adalah
mengurangi atau memperkecil risiko investasi.