Anda di halaman 1dari 28

Pemantapan PSPA

by
apt. Sitti Fatimah P.H., M.Si.

PSPA-UNIGA-SFPH-2020
KLASIFIKASI IMUNODEFISIENSI

PSPA-UNIGA-SFPH-2020
KLASIFIKASI HIV (CD4)

(Permenkes No.87/2014)

PSPA-UNIGA-SFPH-2020
TERAPI

PSPA-UNIGA-SFPH-2020
PRINSIP TERAPI
- Terapi ARV diberikan kepada semua ODHA (anak, remaja, ibu hamil,
dewasa) tanpa melihat stadium klinis atau kadar CD4
- ODHA yang datang tanpa gejala infeksi oportunistik  segera mulai ARV
dalam 7 hari setelah diagnosis
- ODHA dengan infeksi oportunistik  terapi infeksi oportunistik dimulai
dahulu, lalu terapi ARV
- ODHA yang sudah siap diberikan ARV  langsung diberikan pada hari
yang sama

(PNPK HIV,2019)

PSPA-UNIGA-SFPH-2020
TERAPI ARV
HAART (ART/Terapi ARV)
(highly active antiretroviral therapy)

2 NRTI + 1 NNRTI/PI
NRTI
Zidovudin (AZT), Lamivudin (3TC), Abacavir (ABC)

NNRTI
Nevirapin (NVP), Efavirenz (EFV)

PI
Lopinavir/ritonavir (LPV/r)
(PNPK HIV,2019)

PSPA-UNIGA-SFPH-2020
TERAPI ARV

(PNPK HIV,2019)

PSPA-UNIGA-SFPH-2020
KEMOPROFILAKSIS
- CD4  untuk melihat waktu pemberian dan penghentian kemoprofilaksis

- Profilaksis kotrimoksazol diberikan untuk mencegah infeksi oportunistik 


Pengobatan Pencegahan Kotrimoksazol (PPK).
- Profilaksis INH + Vitamin B6 selama 6 bulan.
- Profilaksis flukonazol diberikan untuk mencegah kriptokokkus (apabila
pemeriksaan antigen tidak tersedia, dengan CD4 <200 sel/uL)  apabila positif,
meningitis kriptokokkus diterapi dulu, dan terapi ARV ditunda dulu.

(PNPK HIV,2019)

PSPA-UNIGA-SFPH-2020
PPK
Pengobatan Pencegahan Kotrimoksazol

INDIKASI PPK (Anak >5 tahun, dewasa)


- Stadium klinis WHO berapapun dan CD4 <200 sel/mm3
- Stadium klinis WHO 2, 3, atau 4
- TB aktif, berapapun nilai CD4

KRITERIA PEMBERHENTIAN PPK


- CD4 >200 sel/mm3 setelah terapi 6 bulan ARV
- PPK diberhentikan 2 tahun jika tidak tersedia pemeriksaan CD4
- Sampai pengobatan TB selesai apabila CD4 >200 sel/mm3
(PAPDI, 2019)

PSPA-UNIGA-SFPH-2020
PPP
Pencegahan Pasca Pajanan

- Idealnya diberikan dalam waktu 72 jam setelah pajanan.


- Diberikan sesuai lini pertama ARV selama 28-30 hari.

Tenofovir + Lamivudin + Lopinavir/ritonavir


*PS :
- Tenovofir + Lamivudin terbukti efektif, tapi lebih direkomendasikan 3 kombinasi obat
- EFV tidak dipilih sebagai obat ketiga karena efek neuropsikiatrik lebih besar pada pasien
non-HIV (dan biasanya orang terpapar sudah memiliki ansietas tertular HIV)
- NVP tidak dipilih karena efek samping alergi obat + hepatotoksik

(PNPK HIV,2019)

PSPA-UNIGA-SFPH-2020
EFEK SAMPING

0-3 bulan 4-6 bulan 6-12 bulan >12 bulan


Gangguan ginjal,
TDF osteopenia

AZT Anemia, mual Hiperpigmentasi kuku

Alergi, hepatotoksik
EFV Toksisitas SSP Hepatotoksik, Toksisitas SSP Toksisitas SSP
(neuropsikiatrik) Ginekomastia

NVP Alergi, hepatotoksik

(PAPDI, 2019)
PSPA-UNIGA-SFPH-2020
PEMANTAUAN TERAPI
- Pemeriksaan viral load  bulan ke 6 dan 12 setelah ARV dimulai, lalu
tiap 12 bulan.
- Pemeriksaan CD4  Pada kondisi viral load diperiksa rutin, CD4
diperiksa pada saat diagnosis, 6 bulan setelah terapi, sampai indikasi
penghentian kotrimoksazol.
- ODHA dengan viral load yang sudah tidak terdeteksi dan jumlah CD4
sudah meningkat >200 sel/mm3, pemeriksaan rutin CD4 tidak diperlukan
lagi.
- Pemantauan serum kreatinin dan eGFR tiap 6 bulan pada penggunaan
TDF.
- Pemantauan Hb pada penggunaan AZT.

PSPA-UNIGA-SFPH-2020
ODHA IBU HAMIL

PSPA-UNIGA-SFPH-2020
ODHA BUMIL
Diberi ARV tanpa pertimbangan jumlah CD4

Bayi lahir mendapatkan terapi ARV profilaksis

Dapat PASI ASI


Zidovudin Zidovudin + Nevirapin
(syarat: ibu dalam terapi ARV)
selama 6 minggu

Profilaksis kotrimoksazol sejak usia 6


minggu sampai uji diagnostik
menunjukkan bayi tidak terinfeksi HIV

(PNPK HIV,2019)
PSPA-UNIGA-SFPH-2020
ODHA + KOMORBID

PSPA-UNIGA-SFPH-2020
ODHA TB
- Skrining TB dilakukan di awal setelah pasien didiagnosis.
- ODHA yang tidak terbukti TB aktif namun ada kontak dengan pasien TB
 diperlakukan sebagai TB laten (INH 300mg/hari + Vit B6 25mg/hari).
- ODHA dengan TB  TB diterapi dulu, lalu dalam 8 minggu terapi ARV
segera dimulai.
- ODHA dengan TB  diberikan kotrimoksazol 1x960 mg selama terapi
OAT sampai OAT selesai dan CD4 >200 sel/ul. Namun, bila CD4 di bawah
200 sel/ul, kotrimoksazol tetap dilanjutkan sampai CD4 >200 sel/ul.

(PNPK HIV,2019)
PSPA-UNIGA-SFPH-2020
ODHA KANDIDIASIS
- Paling sering muncul kandidiasis oral.
- Kadar CD4 <200 sel/uL dan viral load 10.000 kopi/mL  munculnya
manifestasi oral pasien HIV, terutama kandidiasis oral.
- Kasus ringan : nistatin suspensi selama 7-14 hari.
- Kasus sedang-berat : flukonazol oral 100-200 mg sehari selama 7-14 hari.
- Kasus rekurens : flukonazol 100mg 3x seminggu.

(PNPK HIV,2019)
PSPA-UNIGA-SFPH-2020
ES IRIS
(Immune Reconstitution Inflammatory Syndrom)

- IRIS atau sindrom pulih imun  reaksi inflamasi yang berlebihan pada
ODHA yang memulai terapi ARV.
- Terjadi peningkatan sel imun, sehingga sistem imun menanggapi infeksi
oportunistik sebelumnya dengan berlebihan.
- Setelah terapi ARV dimulai, terutama ODHA dengan stadium klinis lanjut
atau CD4 <100 sel/ul, dan komplikasi yang berhubungan dengan terapi
jangka panjang.
- Biasanya muncul dalam 15 hari setelah ARV dimulai, dapat bertahan
hingga lebih dari 40 hari.
- IRIS yang paling umum terjadi terkait dengan TB, jamur, dan virus
herpes. Ditandai dengan pasien mengalami peradangan, TB, munculnya
infeksi CMV, kriptokokkus meningitis, dan sebagainya.
- Penanganan menggunakan kortikosteroid.

PSPA-UNIGA-SFPH-2020 (WHO, Sharma&Soneja 2011)


SOAL

PSPA-UNIGA-SFPH-2020
SOAL 1
Seorang pasien perempuan didiagnosis HIV rutin mengonsumsi KDT
antiretroviral berupa Tenofovir + Lamivudin + Efavirenz. Pasien datang ke
rummemutuskan untuk memberikan kemoprofilaksis untuk bayi pasien.
Obat apakah yang tepat untuk diberikan pada bayi pasien?
a. Kotrimoksazol
b. Sefotaksim
c. Vankomisin
d. Meropenem
e. Gentamisin
ah sakit untuk melahirkan bayinya. Setelah bayinya lahir, dokter

(PNPK HIV,2019)
PSPA-UNIGA-SFPH-2020
SOAL 2
Seorang pasien ODHA hamil rutin mengonsumsi KDT antiretroviral berupa
Tenofovir + Lamivudin + Efavirenz. Pasien datang ke rumah sakit untuk
melahirkan bayinya. Setelah bayinya lahir, dokter memutuskan untuk
memberikan kemoprofilaksis zidovudin dan nevirapin untuk bayi pasien.
Dokter berdiskusi dengan Apoteker terkait durasi efektif pemberian untuk
mencegah transmisi HIV. Sampai usia berapa minggu terapi tersebut
diberikan?
a. 6 minggu
b. 5 minggu
c. 4 minggu
d. 3 minggu
e. 2 minggu

(PNPK HIV,2019)
PSPA-UNIGA-SFPH-2020
SOAL 3
Seorang pasien perempuan usia 25 tahun datang ke IGD dengan keluhan
baru saja mengalami pemerkosaan. Pasien diketahui dilecehkan oleh laki-
laki dengan HIV+. Dokter memutuskan untuk memberikan terapi
pencegahan pasca-pajanan untuk mencegah penularan HIV. Terapi apakah
yang tepat untuk diberikan?
a. Tenofovir + Lamivudin + Efavirenz
b. Tenofovir + Emtricitabin + Zidovudin
c. Zidovudin + Lamivudin + Efavirenz
d. Zidovudin + Emcitarabin + Efavirenz
e. Zidovudin + Lamivudin + Lopinavir

(PNPK HIV,2019)
PSPA-UNIGA-SFPH-2020
SOAL 4
Seorang pasien perempuan usia 25 tahun datang ke IGD dengan keluhan
baru saja mengalami pemerkosaan oleh laki-laki dengan HIV+. Dokter
memutuskan untuk memberikan KDT untuk pasien sebagai terapi
pencegahan pasca-pajanan untuk mencegah penularan HIV. Berapa hari
terapi tersebut diberikan?
a. 7
b. 14
c. 21
d. 28
e. 35

(PNPK HIV,2019)
PSPA-UNIGA-SFPH-2020
SOAL 5
Seorang pasien laki-laki dengan diagnosis HIV+ datang ke apotek dengan
keluhan sering mengalami mimpi buruk dan kadang merasa ingin bunuh
diri. Ia rutin mengonsumsi KDT Tenofovir + Lamivudin + Efavirenz. Selain itu,
ia juga mengonsumsi kotrimoksazol dan pernah mengonsumsi flukonazol.
Apoteker menduga hal tersebut dikarenakan efek samping obat. Obat
apakah yang dimaksud?
a. Tenofovir
b. Lamivudin
c. Efavirenz
d. Kotrimoksazol
e. Flukonazol

(PNPK HIV,2019)
PSPA-UNIGA-SFPH-2020
SOAL 6
Seorang pasien laki-laki datang ke dokter dengan keluhan mual dan muntah.
Pasien diketahui memiliki riwayat penyakit HIV-TB, sehingga rutin
mengonsumsi KDT Tenofovir + Lamivudin + Efavirenz untuk HIV dan KDT
Rifampisin + INH + Pirazinamid + Etambutol untuk TB. Dokter menyarankan
untuk melakukan pemeriksaan laboratorium terkait kondisi pasien.
Pemeriksaan apakah yang disarankan?
a. SGOT
b. SGPT
c. Kreatinin klirens
d. BUN
e. Bilirubin

(PNPK HIV,2019)
PSPA-UNIGA-SFPH-2020
SOAL 7
Seorang pasien laki-laki datang ke dokter dengan keluhan demam, batuk
berdahak yang tak kunjung sembuh, dan berkeringat pada malam hari. Oleh
dokter, pasien didiagnosis TB. Pasien diketahui merupakan ODHA dan rutin
mengonsumsi KDT Tenofovir + Lamivudin + Efavirenz. Dokter menanyakan
kepada Apoteker rekomendasi OAT yang dapat diberikan. Terapi apa yang
akan direkomendasikan?
a. Rifampisin + Isoniazid + Pirazinamid + Etambutol
b. Rifampisin + Streptomisin + Pirazinamid + Etambutol
c. Rifampisin + Isoniazid + Levofloksasin + Etionamid
d. Rifampisin + Isoniazid + Levofloksasin + Sikloserin
e. Rifampisin + Streptomisin + Levofloksasin + Sikloserin

(PNPK HIV,2019)
PSPA-UNIGA-SFPH-2020
SOAL 8
Seorang pasien perempuan datang ke dokter dengan keluhan sariawan dan
terdapat bercak putih pada rongga mulutnya. Oleh dokter pasien
didiagnosis kandidiasis ringan. Pasien memiliki riwayat HIV. Dokter akan
memberikan antifungal sesuai kondisi pasien. Terapi apa yang akan
diberikan?
a. Nistatin
b. Mikonazol
c. Amfoterisin
d. Ekinocandin
e. Metronidazol

(PNPK HIV,2019)
PSPA-UNIGA-SFPH-2020
SOAL 9
Seorang pasien laki-laki datang ke klinik untuk memeriksakan diri setelah
sebelumnya hasil anti-HIV menunjukkan reaktif. Setelah dilakukan
serangkaian pemeriksaan, pasien didiagnosis HIV/AIDS. Saat ini pasien tidak
menunjukkan gejala klinis apapun. Dokter menanyakan kepada Apoteker
terkait inisiasi ARV. Kapan waktu yang dimaksud?
a. 7 hari setelah diagnosis
b. 3 hari setelah diagnosis
c. 14 hari setelah diagnosis
d. 21 hari setelah diagnosis
e. 28 hari setelah diagnosis

(PNPK HIV,2019)
PSPA-UNIGA-SFPH-2020

Anda mungkin juga menyukai