Anda di halaman 1dari 6

Rangkuman KGD ( Semester 4 / UAS )

TRAUMA THORAX

- Paru – paru ada 2 bagian, yaitu :


 Kanan ( pleura viseral ) → 3 lobus
 Kiri ( pleura pariental ) → 2 lobus
- Pleura ( lapisan paru / rongga paru memiliki cairan *normal )

1. Jenis trauma toraks yang harus dikenali, karena apabila tidak dikenali akan menyebabkna
kematian dengan cepat. Dibagi dalam 2 manifestasi dinataranya :
 Manfiestasi Gangguan Airway ( Obstruksi ) : Misalnya fraktur sternum biasanya
penderita terdengar suara stridor saat inspirasi perlu jalan nafas definitive
*Dibelakang sternum → trakea
 Manifestasi Gangguan Breathing ( sesak ) ada 4 gangguan breathing :
- Open pneumothorax : dapat timbul karena trauma benda tajam, luka yang
besar pada dinding dada akan menyebabkan pneumothorax terbuka. Ciri khas
pada penderita open pneumothorax pada saat inspirasi terdengar suara
sucking chest wound
 Penatalaksanaan : Langkah awal pada pasien open pneumothorax
adalah menutup luka dengan kassa oklusif yang diplester hanya pada
3 sisinya saja. Setelah itu konsulkan ke dokter untuk pemasangan Chest
Tube / WSD ( udara → 1 botol, dan udara + cairan → 2 botol )
- Tension Pneumothorax : Penyebab tersering dari tension pneumothorax adalah
komplikasi penggunaan ventilasi mekanik dan pada pasien dengan cidera tulang
belakang akibatnya mengalami kebocoran udara yang berasal dari paru –
paru atau dari dinding luar, masuk ke rongga pleura paru dan udara tidak
dapat keluar lagi
 Penatalaksanaan : Tindakan yang dilakukan adalah dengan melakukan
dekompresi memakai jarum besar ( needle thoraco centesis ) menusuk
dengan jarum besar dilakukan diruang intercostal 2 ( ics 2 ) pada garis
mid – klavikula serta memasang ventilator
“ hipersonor ( suara ikut masuk ) : bergaung mendekati bunyi tympani
- Massive hematothorax : Pada keadaan ini terjadi perdarahan hebat didalam
rongga dada. Pada perkusi dada akan redup karena darah dalam rongga pleura,
tidak banyak yang dapat dilakukan pra RS, satu-satunya cara adalah dengan
mengganti darah hilang dengan pemasangan infus
 Tindakan yang dilakukan setelah pemberian O2 : yaitu kolaborasi
dokter untuk tindakan pemasangan chest tube ( wsd / water side
drainase : udara → 1 botol, dan udara + cairan → 2 botol )
- Flail chest : Terjadinya flail chest karena fraktur iga multiple pada dua atau
lebih tulang dengan dua atau lebih fraktur. Kelainan ini akan menggangu
ventilasi, namun yang lebih diwaspadai adalah adanya kontusio paru yang
terjadi
 Tindakan setelah pemberian O2 : adalah pemberian analgetik dan
kolaborasi pemasangan airway definitive, diberi ETT / Intubasi
*Cek RR, SO2, jika makin parah berikan BVM
2. Algoritme penilaian pernapasan + oksigenasi / ventilasi
- Breathing : nilai cek RR → beri O2
- NRM : ≤ 90 % SpO2 / pulse oxymetri
- BVM : ETT
3. Nilai frekuensi pernafasan, kemudian berikan oksigen bila ada masalah pilihlah :
 Canul : 2 - 6 LPM
 Face Mask / RM : 6 - 10 LPM
 NRM : 10 - 12 LPM
 BVM : Bila pernapasannya tidak adekuat atau apneu dengan tekning bagging
4. Jika frekuensi pernapasam pasien semakin bertambah atau sesak maka langkah berikutnya
cari penyebabnya menggunakan pemeriksaan IAPP :
- Look / inspeksi : buka baju yang menutup pada dada pasien, lihat ada jejas ? Nilai
pergerakan simetris / tidak
- Listen / auskultasi ( dengan stetoscop ) : kedua sisi dada yang sehat maupun yang
sakit
- Listen / perkusi : perkusi kedua sisi dada
- Feel / palpasi : ada krepitasi ( berderak atau suara kisi disebabkan oleh tulang yg
bergesekan satu sama lain, juga disebut sendi berderit )
5. 4 masalah yang mengancam nyawa
 Tension pneumothoraks ( terperangkapnya udara didalam rongga pleura ) dengan
pemeriksaan IAPP temukan tanda :
- Pasien sangat sesak, frekuensi nafas cepat dan dangkal
- Ekspansi dinding dada tidak simetris disertai jejas
- Hasil auskultasi negative
- Hasil perkusi hypersonor
- Trakhea bergeser
- Distensi vena jugularis
 Open peneumothorax ( luka terbuka pada thorax ) temukan tanda gejalanya sebagai
berikut :
- Pasien sangat sesak, frekuensi napas cepat dan dangkal
- Ekspansi dinding dada tidak simetris
- Luka terbuka / tembus pada thorax
- Hasil perkusi hypersonor
- Terdengar suara sucking chest wound
 Massive haematothorax ( perderahan di rongga pleura atau thorax ) dengan
pemeriksaan IAPP temukan tanda gejalanya sebagai berikut :
- Pasien sangat sesak frekuensi napas cepat dan dangkal
- Ekspansi dinding dada tidak simetris disertai jejas atau fraktur
- Hasil auskultasi negative
- Hasil perkusi dullness / redup
- Terdapat tanda-tanda shock hemoragic dengan perdarahan >1500 cc
 Flail chest dengan kuntusio paru ( fraktur pada costae lebih dari 2 segmen ) dengan
pemeriksaan IAPP temukan tanda dan gejalanya :
- Pasien sangat sesak, frekuensi napas cepat dan dangkal
- Ekpansi dinding dada paradoksal
- Pasien nyeri hebat saat bernafas
TRAUMA ABDOMEN

- Hati → menetralkan insulin


- Pankreas → produksi insulin ( menetralkan gula
dalam darah serta mengatur kadar gula ) HATI PANKREA LAMBUN
- Hipoglikemia ≤ dan Hiperglikemia ≥ S G
SEKUM USUS
- Peritonium ( pembungkus abdomen )
APENDI HALUS
X
6. Isi dari rongga abdomen adalah sebagian besar
dari saluran pencernaan, yaitu lambung, usus halus dan usus besar ( Pearce, 1999 )
7. Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus
serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja, ( Smeltzer, 2001 )
8. Berdasarkan mekanisme trauma, dibagi menjadi 2 yaitu :
 Trauma tembus ( trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium )
disebabkan oleh :
- Luka akibat terkena tembakan
- Luka akibat tikaman benda tajam
- Luka akibat tusukan
 Trauma tumpul ( trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium )
disebabkan oleh :
- Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
- Hancur ( tertabrak mobil )
- Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
- Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga
9. Tanda dan gejala trauma abdomen ( Hudak & Gallo, 2001 ) :
 Nyeri → Ringan ( 1 – 3 : posisi nyaman, terapi pengalihan ), Sedang ( 4 – 7 : obat
analgetik, terapi ), Berat ( 8 – 10 : obat gol. penkiler )
 Darah dan cairan → Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yg
disebabkan oleh iritasi
 Mual dan muntah → lambung tertekan
 Penurunan kesadaran / GCS → disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda
awal shock hemoragik ( penurunan perfusi jaringan / darah sehingga suplai O2 dan
nutrisi ke jaringan tidak adekuat )
10. Manifestasi klinis
 Trauma tembus ( trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritoneum ) :
- Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
- Respon stres simpatis
- Perdarahan dan pembekuan darah
- Kontaminasi bakteri
- Kematian sel
 Trauma tumpul ( trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritoneum ) :
- Memar / jejas pada dinding perut
- Kerusakan organ - organ
- Nyeri tekan
- Iritasi cairan usus
- Perdarahan
TRAUMA MUSKULOSKELETAL

11. Muskuloskeletal terdiri dari kata


 Muskulo : otot
 Skeletal: tulang
Muskulo atau muskular adalah jaringan otot-otot tubuh ( ilmu = Myologi )
Skeletal atau osteo adalah tulang kerangka tubuh ( ilmu = Osteologi ). Muskuloskeletal
disebut juga “Lokomotor
12. Sistem muskuloskeletal ( otot – rangka )
 Otot ( muscle ) : jaringan tubuh yg berfungsi mengubah energi kimia menjadi kerja
mekanik sebagai respons tubuh terhadap perubahan lingkungan
 Rangka ( skeletal ) : bagian tubuh yg tdd tulang, sendi, dan tulang rawan ( kartilago )
sbg tempat menempelnya otot dan memungkinkan tubuh untuk mempertahankan
sikap dan posisi
13. Sistem skeletal dibentuk oleh 206 buah tulang, yang terbagi dalam 2 bagian besar :
14. Trauma Mengancam Muskuloskeletal
 Fraktur
 Dislokasi
 Amputasi
 Strain : robek otot / tendon ( jaringan yang menghubungkan otot ke tulang )
 Sprain : robek ligamen ( jaringan yang menghubungkan tulang ke tulang )
 Putus Ligamen
 Ruftur Tendon
 Kerusakan Neurovaskuler
15. Trauma pada Muskuloskeletal
 Kulit : Jejas, luka
 Otot : Memar, ruptur
 Tendon : Laserasi, ruptur
 Syaraf : Neuropraksia, neurometsis
 Tulang : Fissure, fraktur
 Sendi : Dislokasi
16. Penilaian awal pada trauma musculoskeletal
 Penilaian awal meliputi:
- Persiapan
- Triase
- Primary survey ( ABCDE )
- Resusitasi
- Secondary survey
17. Pemeriksaan lanjutan
 Immobilisasi fraktur : Tujuannya adalah meluruskan ekstremitas yang cidera dalam
posisi seanatomis mungkin dan mencegah gerak yang berlebih pada daerah fraktur
 Kerusakan vaskuler : Hitung darah lengkap: Hemokonsentrasi mungkin meningkat,
menurun pada pendarahan, peningkatan leukosit sebagai respon terhadap
peradangan
*Kretinin: Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal

18. Trauma musculoskeletal yang lain


 Kontusio  dan  Laserasi : Secara umum laserasi memerlukan debridemen
dan penutupan  luka. Kontusio umumnya dikenal karena 
ada nyeri dan penurunan fungsi. 
 Trauma  Sendi  : Trauma sendi bukan dislokasi biasanya tidak mengancam
musculoskeletal
 Fraktur

STABILISASI & TRANSPORTASI KORBAN

19. Stabilisasi adalah proses untuk menjaga kondisi dan posisi penderita/ pasien agar tetap
stabil selama pertolongan pertama
20. Tujuan :
 Menjaga korban supaya tidak banyak bergerak
 Menjaga korban agar pernafasannya tetap stabil
 Menjaga agar posisi patah tulang yang telah dipasang bidai tidak berubah
 Menjaga agar perdarahan tidak bertambah
 Menjaga agar tingkat kesadaran korban tidak jatuh pada keadaan yang lebih buruk
lagi
21. Teknik pemindahan Korban ( Tanpa alat )
I. Tanpa peralatan satu penolong
- Human Crutch / Memapah korban
- Cara Drag ( Diseret ) / Tarikan pada Lengan, siku, dan selimut
- Cara Cradle ( Membopong Korban )
- Pick A Back / Menggendong Korban
II. Tanpa peralatan dua Penolong
- The Two – Handed Seat (Ditandu dengan kedua lengan penolong )
- The Fore and Aft Carry
III. Tanpa peralatan tiga penolong
- Step 1 : berlutut disebelah kanan korban
- Step 2 : sisipkan tangan ke tubuh korban
- Step 3 : berikan aba – aba saat mengangkat
- Step 4 : miringkan tubuh ke arah penolong
22. Teknik pemindahan Korban ( Menggunakan alat )
I. Melakukan Log Roll
II. Prehospital care of suspected spine injury
23. Cara Melepas Helm
1) Cari Bantuan
2) Log Roll
3) Korban Terlentang
4) Mulai melepas
24. Ambulan Darurat
 Waktu berangkat mengambil penderita, ambulan jalan paling cepat 60 km/jam.
Lampu merah ( rorator ) dinyalakan, “sirine“ kalau perlu di bunyikan
 Waktu kembali kecepatan maksimum 40 km/jam, lampu merah ( rorator )
dinyalakan dan “ sirine “ tidak boleh dibunyikan
TRAUMA SERVIKAL

25. Ciri – ciri cidera servika :


 Tidak bisa menggerakan kepala
 Pernafasan terganggu
 Tidak bisa menggerakan ekstremitas
26. C1 : pergerakan
C2 : tengkorak kepala
C5 : menontrol diagfragma pernafasan
C6 – C7 : mengontrol ekstremitas
C1 – C2 : untuk rotasi
C2 – C7 : lateral flexi
C3 – C5 : nafas
C4 – C7 : kelemahan ekstremitas

Anda mungkin juga menyukai