Anda di halaman 1dari 21

Komunikasi terapeutik (Dimensi Respon)

-->
 
--> 
BAB I

A.    Latar belakang
Perawat perlu menyadari bahwa semua tindakan keperawatan dilaksanakan dalam bentuk
komunikasi (nonverbal/verbal). Oleh karena itu, perawat mengetahui fungsi komunikasi dan
sikap serta keterampilan yang perlu dikembangkan dalam komuikasi dengan klien. Adapun
fungsi komunikasi dalam pembuatan asuhan keperawatan menurut Engel dan Morgen (1973,
dikutip dalam Cormier, dkk : 2-3) yaitu komunikasi dapat membina hubungan saling percaya
dengan klien, komunikasi dapat menetapkan peran dan tanggungjawab antara perawat-klien,
selanjutnya komunikasi juga memudahkan kita untuk mendapat data yang tepat dan akurat dari
klien. Dari fungsi yang diuraikan, maka asuhan keperawatan tidak dapat dipisahkan dengan
komunikasi karena tiap langkah membuat asuhan keperawatan adalah dengan komunikasi

Oleh sebab itu dalam makalah ini penulis membahas tentang komunikasi terapeutik

Dimana akan membahas teknik komunikasi terapeutik Dengan demikian penulis       membuat
makalah ini dengan judul “Dimensi respon”.

B.     Rumusan Masalah
1.   Apa yang dimaksud dengan Komunikasi terapeutik ?
2.   Apa yang dimaksud dengan  dimensi respon ?
3.   Apa yang dimaksud dengan empati ?
4.   Apa yang dimaksud dengan kongrit ?
5.   Apa yang dimaksud dengan repek ?
6.   Apa yang dimaksud dengan kesejatian ?

C.    Tujuan masalah
1.   Mengetahui apa yang dimaksud dengan Komunikasi terapeutik ?
2.   Mengetahui apa yang dimaksud dengan  dimensi respon ?
3.   Mengetahui apa yang dimaksud dengan empati ?
4.   Mengetahui apa yang dimaksud dengan kongrit ?
5.   Mengetahui apa yang dimaksud dengan repek ?
6.   Mengetahui apa yang dimaksud dengan kesejatian

BAB II

Komunikasi terapeutik merupakan media dalam mengembangkan hubungan perawat-


klien dan kualitas komunikasi mempengaruhi kualitas hubungan serta efektifitas dari asuhan
keperawat (Cormier, Cormier dan Weisser, 1984 : 2).

Keadaan stress dan cemas yang dialami klien sering tidak berhubungan dengan fasilitas
di rumah sakit, melainkan biasanya karena tidak diberitahu penyakitnya, pertanyaan yang
disepelekan, tidak mengetahui alasan dan hasil prosedur yang dilakukan atau pengobatan. Situasi
tersebut dapat diatasi dengan meningkatkan komunikasi perawat-klien. Perawat perlu menyadari
diri sendiri termasuk sikap dan caranya berkomunikasi sebelum menggunakan dirinya secara
terapeutik untuk membantu kerjasama dengan klien dalam memecahkan dan mengatasi masalah
kesehatan klien.

Perawat perlu menyadari bahwa semua tindakan keperawatan dilaksanakan dalam bentuk
komunikasi (nonverbal/verbal). Oleh karena itu, perawat mengetahui fungsi komunikasi dan
sikap serta keterampilan yang perlu dikembangkan dalam komuikasi dengan klien. Adapun
fungsi komunikasi dalam pembuatan asuhan keperawatan menurut Engel dan Morgen (1973,
dikutip dalam Cormier, dkk : 2-3) yaitu komunikasi dapat membina hubungan saling percaya
dengan klien, komunikasi dapat menetapkan peran dan tanggungjawab antara perawat-klien,
selanjutnya komunikasi juga memudahkan kita untuk mendapat data yang tepat dan akurat dari
klien. Dari fungsi yang diuraikan, maka asuhan keperawatan tidak dapat dipisahkan dengan
komunikasi karena tiap langkah membuat asuhan keperawatan adalah dengan komunikasi.

Sikap perawat dalam komunikasi


Perawat hadir secara utuh (fisik dan psikologis) pada waktu berkomunikasi dengan klien.
Perawat tidak cukup mengetahui teknik komunikasi dan isi komunikasi, tetapi yang sangat
penting adalah sikap dan penampilan komunikasi.
Kehadiran fisik, menurut Evans (1975, dikutip dalam Kozier dan E.B, 1993 : 372)
mengidentifikasi 4 sikap dan cara utnuk menghadirkan diri secara fisik, yaitu : 
1. Berhadapan : arti dari posisi ini yaitu "saya siap untuk anda"
2. Mempertahankan kontak mata : berarti mengahargai klien dan menyatakan keinginan untuk
tetap berkomunikasi.
3. Membungkuk ke arah klien : posisi ini menunjukkan keinginan atau mendengar sesuatu
4. Tetap rileks : dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam
merespon klien.

Sedangkan kehadiran psikologis dapat dbagi dalam dua dimensi yaitu dimensi tindakan
dan dimensi respon (Truax, Carkhfoff dan Benerson, dikutip dalam Stuart dan Sundeen, 1987 :
126)
Mendemostrasikan dimensi respon

A.Dimensi respon
            Dimensi respon sangat penting pada awal berhubungan dengan klien karena berpengaruh
pada interaksi selanjutnya (Stuart,G.W.,1998).Dimensi respon ini terdiri dari respon perawat
yang ikhlas,menghargai,empati,dan konkrit.Dalam hubungan terapeutik perawat seharusnya
berespons dengan tulus ikhlas,tidak berpura-pura,dan mengekspresikan perasaan yang
sebenarnya secara spontan.Di samping itu perawat juga harus mampu menghargai klien dengan
menerima klien apa adanya.Sikap perawat sebaiknya tidak menghakimi,tidak mengkritik,tidak
mengejek ataupun menghina.Menghargai dapat dikomunikasikan melalui duduk bersama klien
yang menangis,minta maaf atas hal yang tidak disukai klien,dan menerima permintaan klien
untuk tidak menanyakan pengalaman tertentu.

  Empati
Empati adalah kesadaran yang objektif akan pikiran dan perasaan orang lain
(Wiseman,1996).Empati merupakan kemampuan untuk masuk dalam kehidupan klien agar dapat
merasakan pikiran dan perasaannya.Perawat memandang permasalahan melalui
kacamataklien,merasakan melalui perasaan klien dan kemudian mengidentifikasi masalah klien
serta membantu klien mengatasi masalah tersebut.Perawat harus mampu bersikap empati bukan
simpati.
Seorang. Perawat memandang melalui pandangan klien, merasakan melalui perasaan klien
dan kemudian mengidentifikasi masalah klien serta membantu klien mengatasi masalah tersebut.
Melalui penelitian, Mansfield (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987; 129) mengidentifikasi
perilaku verbal dan non verbal yang menunjukkan tingkat empati yang tinggi sebagai berikut:
• Memperkenalkan diri kepada klien.
• Kepala dan badan membungkuk ke arah klien.
• Respon verbal terhadap pendapat klien, khususnya pada kekuatan dan sumber daya klien.
• Kontak mata dan berespon pada tanda non verbal klien misalnya nada suara, gelisah, ekspresi 
wajah .
• Tunjukkan perhatian, minat, kehangatan, melalui ekspresi wajah.
• Nada suara konsisten dengan ekspresi wajah dan respon verbal.

Simpati adalah kesadaran atau perasaan seseorang untuk mengerti dan merasakan
perasaan,pikiran,dan tingkah laku orang lain dengan melibatkan emosi.Kenapa perawat harus
harus bersikap empati bukan simpati? Karena ketika perawat bersikap simpati,emosinya terlibat
dalam merespons klien sehingga perawat tidak mampu menilai permasalahan klien secara
objektif.
Sebagai contoh,ketika seorang klien mengungkapkan kebenciannya pada seseorang
sambil marah-marah,perawat yang bersikap simpati akan terpancing emosi dan mungkin jadi ikut
membenci,tetapi perawat yang bersikap empati tidak akan terpancing emosi,tetapi tenang sambil
mendengarkan semua ungkapan-ungkapan kliennya.
Ada empat karateristik perawatb yang mampu bersikap empati (Wiseman,1996)
yaitu : Kemampuan melihat permasalahan dari kacamata klien,tidak bersikap
menghakimi,menyalahkan atau menghina,kemampuan untuk mengerti perasaan orang lain,dan
kemapuan mengkomunikasikan pengertiannya terhadap permasalahan klien.

Wheeler dan Wolberg yang dikutip oleh stuart Sundeen (1998) membagi empati dalam 2
tipe :
1.Empati Dasar (Basic empaty)
Merupakan respon alamiah dari seseorang untuk mengerti orang lain.Contoh empati
dasar misalnya ketika ada anak kecil menangis,secara spontan seseorang akan bertanya,”Ada apa
nak?bkenapa menangis?” sambil mengusap kepala anak itu.
2.Empati Terlatih ( Trained Empaty / Clinical Empaty / Profesional Empaty)
Merupakan kemampuan berempati yang diperoleh setelah melalui training dalam rangka
menolong orang lain.Seorang perawat yang telah belajar komunikasi terapeutik atau yang telah
memperolehpelatihan tentang empati tentu akan mampu berempati secara tepat pada setiap
keadaan kliennya.Misalnya ketika klien menangis menceritakan tentang kesedihannya ditinggal
oleh suaminya,perwat duduk diam mendengarkan keluhan,kesedihan atau pengingkaran klien
sambil mengusap-usapkan punggung klien dengan lembut.
  Konkrit
Konkrit adalah dalam berkomunikasi perawat menggunakan terminologi yang spesifik
bukan abstrak.Hal ini perlu untuk menghindarkan keraguan dan ketidakjelasan.Stuart G.W.
(1998) telah mengidentifikasikan tiga kegunaannya nyaitu :
a).Mempertahankan respon perawat terhadap perasaan klien.Dengan berespons secara  ekspresi
yang konkrit  menunjukkan ekspresi yang konkrit,bukan berpura-pura disertai pernyataan yang
jelas dan sesuai perawar akan mampu menunjukkan dan mempertahankan responnya terhadap
perasaan klien.
b).Memberi penjelasan yang akurat pernyataan-pernyataan yang konkrit dan tidak abstrak dari
perawat akan mendukung setiap penjelasan yang disampaikan nya pada klien.Perkataan yang
penuh keraguan dan penggunaan istilah yang tidak dimengerti oleh klien hanya akan
membingungkan klien.
c).Mendorong klien memikirkan masalah yang spesifik dengan berespons secara konkrit,perawat
dapat mendorong klien untuk lebih focus pada masalah yang dihadapinya.Hal ini terjadi karena
respons yang konkrit dari perawat menumbuhkan rasa percaya klien sehingga klien mau dan
mampu mengungkapkan masalahnya.
  Keikhlasan
Perawat menyatakan melalui keterbukaan, kejujuran, ketulusan dan berperan aktif dalam
berhubungan demgan klien. Perawat berespon dengan tulus, tidak berpura-pura,
mengekspresikan perasaan yang sebenarnya dan spontan.

  Menghargai

Perawat menerima klien apa adanya. Sikap perawat harus tidak menghakimi, tidak mengkritik,
tidak mengejek dan tidak menghina. Rasa menghargai dapat dikomunikasikan melalui: duduk
diam bersama klien yang menangis, minta maaf atas hal yang tidak disukai klien dan menerima
permintaan klien untuk tidak menanyakan pengalaman tertentu.

1. Konfrontasi.
Konfrontasi merupakan ekspresi perasaan perawat tentang perilaku klien ynag tidak sesuai.
Carkhoff (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987; 131), mengidentifikasi 3 katagori konfrontasi,
yaitu:
a. Ketidaksesuaian antara konsep diri klien (ekspresi klien tentang dirinya) dan ideal diri klien
(keinginan klien)
b. Ketidaksesuaian antara ekspresi non verbal dan perilaku klien.
c. Ketidaksesuaian antara pengalaman klien dan pengalaman perawat.
Konfrontasi berguna untuk meningkatkan kesadaran klien terhadap kesesuaian perasaan, sikap,
kepercayaan dan perilaku. Konfrontasi dilakukan secara asertif, bukan marah atau agresif.
Sebelum melakukan konfrontasi perawat perlu mengkaji antara lain: tingkat hubungan saling
percaya, waktu yang tepat, tingkat kecemasan klien dan kekuatan koping klien. Konfrontasi
sangat diperlukan pada klien yang telah mempunyai kesadaran diri tetapi perilakunya belum
berubah.

2. Kesegeraan
Kesegeraan berfokus pada interaksi dan hubungan perawat-klien saat ini. Perawat sensitif
terhadap perasaan klien dan berkeinginan membantu dengan segera.

3. Keterbukaan
Perawat harus terbuka memberikan informasi tentang dirinya, ideal diri, perasaan, sikap dan nilai
yang dianutnya. Perawat membuka diri tentang pengalaman yang berguna untuk terapi klien.
Tukar pengalaman ini memberi keuntungan pada klien untuk mendukung kerjasama dan
memberi sokongan.
Melalui penelitian ditemukan bahwa peningkatan keterbukaan antara perawat-klien dapat
menurunkan tingkat kecemasan perawat-klien (Johnson, dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987;
134).

4. Emotional Chatarsis
Emotional chatarsis terjadi jika klien diminta bicara tentang hal yang sangat mengganggu
dirinya. Ketakutan, perasaan dan pengalaman dibuka dan menjadi topik diskusi antara perawat-
klien.
Perawat harus dapat mengkaji kesiapan klien mendiskusikan masalahnya. Jika klien mengalami
kesukaran mengekspresikan perasaannya, perawat dapat membantu dengan mengekspresikan
perasaannya jika berada pada situasi klien.

5. Bermain Peran
Bermain peran adalah melakukan peran pada situasi tertentu. Hal ini berguna untuk
meningkatkan kesadaran dalam berhubungan dan kemampuan melihat situasi dari pandangan
orang lain. Bermain peran menjembatani anatara pikiran serta perilaku dan klien akan merasa
bebas mempraktekkan perilaku baru pada lingkungan yang aman.

Ringkasan dimensi respon dan tindakan dapat dilihat pada Tabel 4. Perawat senantiasa harus
mencoba berbagai teknik, cara dan sikap yang dapat meningkatkan efektivitas komunikasi dan
hubungan perawat-klien.

KOMUNIKASI TERAPEUTIK DENGAN KLIEN ANAK

Cara yang terapeutik dalam berkomunikasi dengan anak adalah sebagai berikut:

1. Nada suara
Bicara lambat dan jika tidak dijawab harus diulang lebih jelas dengan pengarahan yang
sederhana. Hindari sikap mendesak untuk dijawab dengan mengatakan “jawab dong”.

2. Mengalihkan aktivitas
Kegiatan anak yang berpindah-pindah dapat meningkatkan rasa cemas terapis dan
mengartikannya sebagai tanda hiperaktif. Anak lebih tertarik pada aktivitas yang disukai
sehingga perlu dibuat jadual yang bergantian antara aktivitas yang disukai dan aktivitas terapi
yang diprogramkan.

3. Jarak interaksi
Perawat yang mengobservasi tindakan non verbal dan sikap tubuh anak harus mempertahankan
jarak yang aman dalam berinteraksi.

4. Marah
Perawat perlu mempelajari tanda kontrol perilaku yang rendah pada anak untuk mencegah
temper tantrum. Perawat menghindari bicara yang keras dan otoriter serta mengurangi kontak
mata jika respon anak meningkat. Jika anak mulai dapat mengontrol perilaku maka kontak mata
dimulai kembali namun sentuhan ditunda dahulu.

5. Kesadaran diri
Perawat harus menghindari konfrontasi secara langsung, duduk yang terlalu dekat dan
berhadapan. Meja tidak diletakkan antara perawat dan anak. Perawat secara non verbal selalu
memberi dorongan, penerimaan dan persetujuan jika diperlukan.

6. Sentuhan
Jangan sentuh anak tanpa izin dari anak. Salaman dengan anak merupakan cara untuk
menghilangkan stres dan cemas khususnya pada anak laki-laki.

TEKNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Dalam menanggapi pesan yang disampaikan klien, perawat dapat menggunakan berbagai teknik
komunikasi terapeutik sebagai berikut (Stuart dan Sundeen, 1987; 124):

1. Mendengar (Listening)
Merupakan dasar utama dalam komunikasi. Dengan mendengar perawat mengetahui perasaan
klien. Beri kesempatan lebih banyak pada klien untuk bicara. Perawat harus menjadi pendengar
yang aktif.

2. Pertanyaan Terbuka (Broad Opening)


Memberi kesempatan untuk memilih, contoh: apakah yang sedang saudara pikirkan?, apa yang
akan kita bicarakan hari ini?. Beri dorongan dengan cara mendengar atau mengatakan, saya
mengerti atau oohh .…

3. Mengulang (Restarting)
Mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien. Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien
dan memberi indikasi perawat mengikuti pembicaraan klien.

4. Klarifikasi
Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau klien berhenti karena malu
mengemukakan informasi, informasi yang diperoleh tidak lengkap atau mengemukakannya
berpindah-pindah. Contoh: dapatkah anda menjelaskan kembali tentang …? Gunanya untuk
kejelasan dan kesamaan ide, perasaan dan persepsi perawat-klien.

5. Refleksi
a. Refleksi isi, memvalidasi apa yang didengar. Klarifikasi ide yang diekspresikan klien dengan
pengertian perawat.
b. Refleksi perasaan, memberi respon pada perasaan klien terhadap isi pembicaraan agar klien
mengetahui dan menerima perasaannya.
Gunanya untuk:
a. mengetahui dan menerima ide dan perasaan
b. mengoreksi
c. memberi keterangan lebih jelas.
Kerugiannya adalah:
a. mengulang terlalu sering tema yang sama
b. dapat menimbulkan marah, iritasi dan frustasi.

6. Memfokuskan
Membantu klien bicara pada topik yang telah dipilih dan yang penting serta menjaga
pembicaraan tetap menuju tujuan yaitu lebih spesifik, lebih jelas dan berfokus pada realitas.
Contoh:
Klien : Wanita sering jadi bulan-bulanan.
Perawat : Coba ceritakan bagaimana perasaan anda sebagai wanita.

7. Membagi Persepsi
Meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan dan pikirkan. Dengan cara ini perawat
dapat meminta umpan balik dan memberi informasi.
Contoh: Anda tertawa, tetapi saya rasa anda marah kepada saya.

8. Identifikasi Tema
Mengidentifikasi latar belakang masalah yang dialami klien yang muncul selama percakapan.
Gunanya untuk meningkatkan pengertian dan mengeksplorasi masalah yang penting. 
Misalnya: Saya lihat dari semua keterangan yang anda jelaskan, anda telah disakiti. Apakah ini
latar belakang masalahnya? 

9. Diam (Silence)
Cara yang sukar, biasanya dilakukan setelah mengajukan pertanyaan. Tujuannya untuk memberi
kesempatan berpikir dan memotivasi klien untuk bicara. Pada klien yang menarik diri, teknik
diam berarti perawat menerima klien.

10. Informing
Memberi informasi dan fakta untuk pendidikan kesehatan.

BAB III

A.    Kesimpulan
Hubungan perawat-klien yang terapeutik adalah pengalaman belajar bersama dan pengalaman
perbaikan emosi klien. Dalam hal ini perawat memakai dirinya secara terpeutik dengan menggunakan
berbagai teknik komunikasi agar perilaku klien berubah ke arah yang positif seoptimal mungkin.
Agar perawat dapat berperan efektif dan terapeutik, ia harus menganalisa dirinya: kesadaran diri,
klarifikasi nilai, persaan dan mampu menjadi model yang bertanggung jawab. Seluruh perilaku dan
pesan yang disampaikan perawat (verbal atau non verbal) hendaknya bertujuan terapeutik untuk klien.
Analisa hubungan intim yang terapeutik perlu dilakukan untuk evaluasi perkembangan hubungan dan
menentukan teknik dan keterampilan yang tepat dalam setiap tahap untuk mengatasi masalah klien
dengan prinsip di sini dan saat ini (here and now).
Rasa aman merupakan hal utama yang harus diberikan pada anak agar anak bebas mengemukakan
perasaannya tanpa kritik dan hukuman.

B.     Saran
Seorang perawat haruslah bisa mengekspresikan perasaan yang sebenarnya secara spontan. Di
samping itu perawat juga harus mampu menghargai klien dengan menerima klien apa
adanya.Sikap perawat sebaiknya tidak menghakimi,tidak mengkritik,tidak mengejek ataupun
menghina.Menghargai dapat dikomunikasikan melalui duduk bersama klien yang
menangis,minta maaf atas hal yang tidak disukai klien,dan menerima permintaan klien untuk
tidak menanyakan pengalaman tertentu

Memberi alternatif ide untuk pemecahan masalah. Tepat dipakai pada fase kerja dan tidak tepat
pada fase awal hubungan.

Perawat perlu menganalisa teknik komunikasi yang tepat setiapkali ia berhubungan dengan klien.
Melalui komunikasi verbal dapat disampaikan informasi yang akurat tetapi aspek emosi dan
perasaan tidak dapat diungkapkan seluruhnya secara verbal.
Dengan mengerti proses komunikasi dan menguasai berbagai keterampilan berkomunikasi,
diharapkan perawat dapat memakai dirinya secara utuh (verbal dan non verbal) untuk memberi
efek terapeutik kepada klien.

--> 
Daftar Pustaka

Kominikasi terapeutik, Suryani, S.Kp, MHSc, EGC

Komunikasi dalam keperawatan gerontik, HWahjudi nurgroho’B.Sc SKM, ECG

Teori-teori sifat dan behavioristik, Dr. a supratikanya .

http://imron46.wordpress.com/2008/09/24/dimensi-tindakan-komunikasi-terapeutik/

http://catatancalonperawat.blogspot.com/2011/02/sikap-perawat-dalam-komunikasi.html

file:///G:/Dimensi%20Respon/konkret.htm

file:///G:/Dimensi%20Respon/Bab%201-Dimensi-Respons-dan-Dimensi-Tindakan-1-Dimensi-
respons.htm

http://www.scribd.com/doc/45819001/Pengertian-Komunikasi-Terapeutik#download

MAKALAH KOMUNIKASI TERAPEUTIK


Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya,

sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul

Komunikasi Terapeutik.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang

bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan

makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasia meridoi segala usaha kita. Amin

Palembang, 19 Desember 2015

Penyusun

Daftar isi

KataPengantar …………………………………………………………………        i

Daftar Isi ……………………………………………………………………….        ii

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang ………………………………………………………………… 1

2. Rumusan Masalah ……………………………………………………………. 2

3. Tujuan …………………………………………………………………………… 2

BAB II PEMBAHASAN

1. Pengertian Komunikasi Terapeutik ……………………………………. 3

2. Fase-fase Komunikasi Terapeutik………………………………………. 4

3. Tehnik-tehnik Komunikasi Terapeutik………………………………… 8

4. Faktor-faktor Komuniksai Terapeutik ………………………………… 9


5. Fungsi Komunikasi Terapeutik ………………………………………….. 10

BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan …………………………………………………………………. 11

2. Saran   ………………………………………………………………………..  11

BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien. Dalam pengertian lain

mengatakan bahwa komunikasi terapeutik adalah proses yang digunakan oleh perawat memakai pendekatan

yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan pada klien.

Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar manusia. Pada profesi

keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan metoda utama dalam

mengimplementasikan proses keperawatan. Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan

kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang besar (Abdalati, 1989).

Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang mencakup ketrampilan

intelektual, tehnical dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku “caring” atau kasih sayang / cinta

(Johnson, 1989) dalam berkomunikasi dengan orang lain.

Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan mudah menjalin

hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan profesional

dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit, tetapi yang

paling penting adalah mengamalkan ilmunya untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia.
Dalam tulisan ini akan dibahas tentang pengertian komunikasi termasuk “therapeutic use of self” dan “helping

relationship” untuk praktek keperawatan, sikap dan tehnik serta dimensi hubungan dari komunikasi terapeutik.

B.   RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan komunikasi terapiutik?

2. Apa fase-fase dalam melakukan komunikasi terapiutik?

3. Apa teknik-teknik dari komunikasi terapiutik?

4. Apa Saja Faktor-faktor komunikasi terapiutik dalam keperawatan?

5. Apa Fungsi komunikasi terapeutik ?

C.    TUJUAN MAKALAH

1. Membekali perawat pada saat akan melekukan tindakan kepada pasien

2. Agar perawat dan pasien terjalin komunikasi yang baik

3. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran

serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang

diperlukan.

4. Mengetahui Faktor-Faktor dalam komunikasi Terapeutik.

5. Mengetahui fungsi komunikasi terapeutik.

BAB II

ISI

A.   PENGERTIAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat klien yang bertujuan untuk

menyelesaikan masalah klien yang mempengaruhi perilaku pasien. Hubungan perawat klien yang terapeutik
adalah pengalaman belajar bersama dan pengalaman dengan menggunakan berbagai tekhnik komunikasi agar

perilaku klien berubah ke arah positif seoptimal mungkin. Untuk melaksanakan komunikasi terapeutik yang

efektif perawat harus mempunyai keterampilan yang cukup dan memahami tentang dirinya.

Teori komunikasi sangat sesuai dalam praktek keperawatan (Stuart dan Sundeen, 1987, hal. 111) karena :

1. Komunikasi merupakan cara untuk membina hubungan yang terapeutik. Dalam proses komunikasi

terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran.

2. Maksud komunikasi adalah mempengaruhi perilaku orang lain. Berarti, keberhasilan intervensi

keperawatan bergantung pada komunikasi karena proses keperawatan ditujukan untuk merubah

perilaku dalam mencapai tingkat kesehatan yang normal.

3. Komunikasi adalah berhubungan. Hubungan perawat dan klien yang terapeutik tidak mungkin dicapai

tanpa komunikasi.

Dalam membina hubungan terpeutik dengan klien, perawat perlu mengetahui proses komunikasi dan

keterampilan berkomunikasi dalam membantu klien memecahkan masalahnya. Elemen yang harus ada pada

proses komunikasi adalah pengirim pesan, penerima pesan, media dan umpan balik. Semua perilaku individu

pengirim dan penerima adalah komunikasi yang akan member efek pada perilaku. Pesan yang disampaikan

dapat berupa verbal dan nonverbal. Bermain merupakan cara berkomunikasi dan berhubungan yang baik

dengan klien anak.

Perawat dapat menyampaikan atau mengkaji secara nonverbal antara lain : Vokal; nada, kualitas, keras ato

lembut, kecepatan, yang semuanya menggambarkan suasana emosi.

1. Gerakan; reflex, postur, ekspresi muka, gerakan yang berulang, atau gerakan-gerakan yang lain.

Khusus gerakan dan ekspresi muka dapat diartikan sebagai suasana hati.

2. Jarak (space) Jarak dalam berkomunikasi dengan orang lain menggambarkan keintiman.

3. Sentuhan : dikatakan sangat penting, namun perlu mempertimbangkan aspek budaya dan kebiasaaan.
Agar perawat dapat berperan efektif dalam terapeutik ia harus menganalisa dirinya : kesadaran diri klarifikasi

nilai, perasaan dan mampu menjadi model yang bertanggung jawab. Seorang perawat tidak akan dapat

mengetahui kondisi klien jika tidak ada kemampuan menghargai keunikan klien.

Komunikasi terapeutik tidak dapat berlangsung sendirinya, tetapi harus di rencanakan, di pertimbangkan dan di

lakukan secara profesional. Pada saat pertama kali perawat melakukan komunikasi terapeutik proses

komunikasi umumnya berlangsung singkat, canggung, semu dan seperti di buat-buat.hal ini akan lebih

membantu untuk mempersepsikan masing-masing hubungan pasien karena adanya kesempatan untuk

mencapai hubungan antar manusia yang positif sehingga akan mempermudah pencapaian tujuan terapeutik.

B.    FASE – FASE KOMUNIKASI TERAPEUTIK

1. Tahap Persiapan (Prainteraksi)

Tahap Persiapan atau prainteraksi sangat penting dilakukan sebelum berinteraksi dengan klien (Christina, dkk,

2002). Pada tahap ini perawat menggali perasaan dan mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada

tahap ini perawat juga mencari informasi tentang klien. Kemudian perawat merancang strategi untuk

pertemuan pertama dengan klien. Tahap ini harus dilakukan oleh seorang perawat untuk memahami dirinya,

mengatasi kecemasannya, dan meyakinkan dirinya bahwa dia siap untuk berinteraksi dengan klien (Suryani,

2005).

Tugas perawat pada tahap ini antara lain:

1. Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan kecemasan. Sebelum berinteraksi dengan klien, perawat perlu

mengkaji perasaannya sendiri (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).

2. Menganalisis kekuatan dan kelemanhan sendiri. Kegiatan ini sangat penting dilakukan agar perawat

mampu mengatasi kelemahannya secara maksimal pada saat berinteraksi dengan klien.

3. Mengumpulkan data tentang klien. Kegiatan ini juga sangat penting karena dengan mengetahui

informasi tentang klien perawat bisa memahami klien.


4. Merencanakan pertemuan yang pertama dengan klien. Perawat perlu merencanakan pertemuan

pertama dengan klien.

2. Tahap Perkenalan

Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali bertemu atau kontak dengan klien (Christina,

dkk, 2002). Pada saat berkenalan, perawat harus memperkenalkan dirinya terlebih dahulu kepada klien

(Brammer dalam Suryani, 2005). Dengan memperkenalkan dirinya berarti perawat telah bersikap terbuka pada

klien dan ini diharapkan akan mendorong klien untuk membuka dirinya (Suryani, 2005). Tujuan tahap ini

adalah untuk memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini, serta

mengevaluasi hasil tindakan yang lalu (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).

Tugas perawat pada tahap ini antara lain:

1. Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan, dan komunikasi terbuka. Hubungan saling

percaya merupakan kunci dari keberhasilan hubungan terapeutik (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005),

2. Merumuskan kontrak pada klien (Christina, dkk, 2002). Kontrak ini sangat penting untuk menjamin

kelangsungan sebuah interaksi (Barammer dalam Suryani, 2005).

3. Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien. Pada tahap ini perawat

mendorong klien untuk mengekspresikan perasaannya.

4. merumuskan tujuan dengan klien. Perawat perlu merumuskan tujuan interaksi bersama klien karena

tanpa keterlibatan klien mungkin tujuan sulit dicapai. Tujuan ini dirumuskan setelah klien

diidentifikasi.

3. Tahap Kerja
Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik (Stuart, G.W dalam

Suryani, 2005). Pada tahap ini perawat dan klien bekerja bersama-sama untuk mengatasi masalah yang

dihadapi klien. Pada tahap kerja ini dituntut kemampuan perawat dalam mendorong klien mengungkap

perasaan dan pikirannya. Perawat juga dituntut untuk mempunyai kepekaan dan tingkat analisis yang tinggi

terhadap adanya perubahan dalam respons verbal maupun nonverbal klien.

Pada tahap ini perawat perlu melakukan active listening karena tugas perawat pada tahap kerja ini bertujuan

untuk menyelesaikan masalah klien. Melalui active listening, perawat membantu klien untuk mendefinisikan

masalah yang dihadapi, bagaimana cara mengatasi masalahnya, dan mengevaluasi cara atau alternatif

pemecahan masalah yang telah dipilih.

Perawat juga diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan klien. Tehnik menyimpulkan ini

merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan membantu

perawat-klien memiliki pikiran dan ide yang sama (Murray, B & Judth dalam Suryani, 2005). Tujuan tehnik

menyimpulkan adalah membantu klien menggali hal-hal dan tema emosional yang penting (Fontaine &

Fletcner dalam Suryani, 2005)

4. Tahap Terminasi

Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien (Christina, dkk, 2002). Tahap ini dibagi dua

yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).

Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat-klien, setelah terminasi sementara, perawat

akan bertemu kembali dengan klien pada waktu yang telah ditentukan.Terminasi akhir terjadi jika perawat

telah menyelesaikan proses keperawatan secara keseluruhan.

 
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:

1. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan. Evaluasi ini juga disebut

evaluasi objektif.

2. Melakukan evaluasi subjektif. Evaluasi subjektif dilakukan dengan menanyakan perasaan klien setelah

berinteraksi dengan perawat.

3. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindakan ini juga disebut sebagai

pekerjaan rumah untuk klien.

4. Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya. Kontrak ini penting dibuat agar terdapat kesepakatan

antara perawat dan klien untuk pertemuan berikutnya.

Stuart G.W. (1998) dalam Suryani (2005), menyatakan bahwa proses terminasi perawat-klien merupakan

aspek penting dalam asuhan keperawatan, sehingga jika hal tersebut tidak dilakukan dengan baik oleh perawat,

maka regresi dan kecemasan dapat terjadi lagi pada klien. Timbulnya respon tersebut sangat dipengaruhi oleh

kemampuan perawat untuk terbuka, empati dan responsif terhadap kebutuhan klien pada pelaksanaan tahap

sebelumnya.

C.   TEHNIK-TEHNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Dalam menanggapi pesan yang disampaikan klien, perawat dapat menggunakan berbagai teknik komunikasi

terapeutik sebagai berikut (Stuart dan Sundeen, 1987; 124):

1. Mendengar (Listening) Merupakan dasar utama dalam komunikasi. Dengan mendengar perawat

mengetahui perasaan klien. Beri kesempatan lebih banyak pada klien untuk bicara. Perawat harus

menjadi pendengar yang aktif.

2. Pertanyaan Terbuka (Broad Opening) Memberi kesempatan untuk memilih, contoh: apakah yang

sedang saudara pikirkan?, apa yang akan kita bicarakan hari ini?. Beri dorongan dengan cara

mendengar atau mengatakan, saya mengerti atau oohh .…


3. Mengulang (Restarting) Mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien. Gunanya untuk

menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi perawat mengikuti pembicaraan klien.

4. Klarifikasi Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau klien berhenti karena malu

mengemukakan informasi, informasi yang diperoleh tidak lengkap atau mengemukakannya

berpindah-pindah. Contoh: dapatkah anda menjelaskan kembali tentang …? Gunanya untuk kejelasan

dan kesamaan ide, perasaan dan persepsi perawat-klien.

5. Refleksi

6. Refleksi isi, memvalidasi apa yang didengar. Klarifikasi ide yang

diekspresikan klien dengan pengertian perawat.

1. Refleksi perasaan, memberi respon pada perasaan klien terhadap isi

pembicaraan agar klien mengetahui dan menerima perasaannya.

Gunanya untuk:

1. mengetahui dan menerima ide dan perasaan

2. mengoreksi

3. memberi keterangan lebih jelas.

Kerugiannya adalah:

1. mengulang terlalu sering tema yang sama

2. dapat menimbulkan marah, iritasi dan frustasi.

3. Memfokuskan Membantu klien bicara pada topik yang telah dipilih dan yang penting serta menjaga

pembicaraan tetap menuju tujuan yaitu lebih spesifik, lebih jelas dan berfokus pada realitas.

4. Diam (Silence) Cara yang sukar, biasanya dilakukan setelah mengajukan pertanyaan. Tujuannya untuk

memberi kesempatan berpikir dan memotivasi klien untuk bicara. Pada klien yang menarik diri, teknik

diam berarti perawat menerima klien.

5. Informing Memberi informasi dan fakta untuk pendidikan kesehatan.


 

D.   FAKTOR-FAKTOR KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Faktor yang mempengaruhi komunikasi : (Suryani, 2005)

1. Kredibilitas

Kredibilitas (credibility) terdapat dan berpengaruh pada sumber atau komunikator. Kredibilitas komunikasi

sangat mempengaruhi keberhasilan proses komunikasi, karena hal ini mempengaruhi tingakat kepercayaan

sasaran atau komunikasi terhadap pesan yang disampaikan.

2. Isi pesan

Pesan yang disampaikan hendaknya mengandung isi yang bermanfaat bagi sasaran. Hasil komunikasi akan

lebih baik jika isi pesan besar manfaatnya bagi kepentingan sasaran.

3. Kesesuaian dengan kepentingan sasaran

Kesesuaian dengan kepentingan sasaran (context) terdapat dan berperan pada pesan. Pesan yang disampaikan

harus berhubungan dengan kepentingan sasaran.

4. Kejelasan

Kejelasan (clarity) terdapat dan berperan pada pesan. Kejelasan pesan yang disampaikan sangat berpengaruh

terhadap keberhasilan komunikasi.

5. Psikologis (Rahmat, J dalam Suryani, 2005)

Seperti sikap, pengalaman hidup, motivasi, kepribadian, dan konsep.

6. Sosial (Ellis, Gates & Kenwarthy dalam Suryani, 2005)

Seperti usia, jenis kelamin, kelas sosial, suku, bahasa, kekuasaan, dan peran sosial.

 
E.   FUNGSI KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan mengajarkan kerja sama antara perawat dan pasien

melalui hubungan perawat dan pasien. Perawat berusaha mengungkap perasaan, mengidentifikasi dan

mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan (Purwanto, 1994).

Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil

tindakan yang efektif untuk pasien, membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri.

Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien sangat dipengaruhi oleh kualitas hubungan perawat-

klien, Bila perawat tidak memperhatikan hal ini, hubungan perawat-klien tersebut bukanlah hubungan yang

memberikan dampak terapeutik yang mempercepat kesembuhan klien, tetapi hubungan sosial biasa.

BAB III

PENUTUP

A.   KESIMPULAN

1. Kemampuan menerapkan teknik komunikasi terapeutik memerlukan latihan dan kepekaan serta

ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak dalam kemampuan tetapi dalam dimensi nilai,

waktu dan ruang yang turut mempengaruhi keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui dampak

terapeutiknya bagi klien dan juga kepuasan bagi perawat.

2. Komunikasi juga akan memberikan dampak terapeutik bila dalam penggunaanya diperhatikan sikap

dan tehnik komunikasi terapeutik. Hal lain yang cukup penting diperhatikan adalah dimensi

hubungan. Dimensi ini merupakan factor penunjang yang sangat berpengaruh dalam mengembangkan

kemampuan berhubungan terapeutik.

B.   SARAN

1. Dalam melayani klien hendaknya perawat selalu berkomunikasi dengan klien untuk mendapatkan

persetujuan tindakan yang akan di lakukan.


2. Dalam berkomunikasi dengan klien hendaknya perawat menggunakan bahasa yang mudah di mengerti

oleh klien sehingga tidak terjadi kesalahpahaman komunikasi.

3. Dalam menjalankan profesinya hendaknya perawat selalu memegang teguh etika keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai