Anda di halaman 1dari 5

KISRUH PENANDATANGANAN TEKS

PROKLAMASI KEMERDEKAAN

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas


kota Hiroshima Jepang oleh Amerika Serikat , Soekarno, Hatta
selaku pimpinanPPKI dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai
mantan ketua BPUPKIditerbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah
timur laut Saigon, Vietnam.
Untuk bertemu Marsekal Terauchi. pada tanggal 14 Agustus 1945
Jepang menyerah kepada Sekutu, 16 Agustus 1945 peristiwa
Rengasdengklok Perundingan antara golongan muda
dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan
Indonesiaberlangsung pukul 02.00 - 04.00 dini hari. Teks proklamasi
ditulis di
ruang makan di laksamana Tadashi Maeda Jln Imam Bonjol No 1.
Parapenyusun teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh.
Hatta, dan Mr. Ahmad Soebarjo.

B. Rumusan Masalah

Apa yang di permasalahkan pada saat penandatanganan teks


proklmasi ?

Dimana penandatanganan teks proklamasi ?

Kapan terjadinya kisruh penandatanganan teks proklamasi ?


Siapa yang terlibat dalam penandatanganan teks proklamasi ?

Mengapa bisa terjadi kisruh penandatanganan teks proklamasi ?

Bagaimana penyelesaian kisruh tersebut ?

C. Tujuan Penelitian

Dapat mengetahui peristiwa yang terjadi saat penamdatanganan


teks proklamasi

BAB 2

PEMBAHASAN

Sukarno-Hatta ingin naskah Proklamasi ditandatangani oleh semua


yang hadir. Sukarni menentang dan mengusulkan Sukarno Hatta saja yang
menandatanganinya atas nama bangsa Indonesia.
Setelah naskah Proklamasi selesai diketik oleh Sayuti Melik yang
kemudian disebut “naskah Proklamasi otentik,” Sukarno menyampaikan
bahwa keadaan yang mendesak telah memaksa kita semua mempercepat
pelaksanaan Proklamasi kemerdekaan. “Rancangan teks telah siap
dibacakan di hadapan saudara-saudara semua dan saya harapkan benar-
benar bahwa saudara-saudara sekalian dapat menyetujuinya sehingga
kita dapat berjalan terus dan menyelesaikan pekerjaan kita sebelum fajar
dini hari,” kata Sukarno.
Menurut Adam Malik dalam Riwayat dan Perjuangan sekitar Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Sukarno mengusulkan supaya naskah
Proklamasi ditandatangani besok siang dan diumumkan di depan anggota
PPKI. Usul ini ditolak keras oleh Sukarni dan Chairul Saleh.
“Kami tidak mau dibawa-bawa segala badan-badan yang berbau Jepang
seperti Badan Persiapan, dan kami tidak suka jika jika orang-orang yang
tak ada usahanya dalam hal ini ikut campur, sebab nanti mungkin
Proklamasi ini mundur-mundur lagi,” kata Chairul Saleh.
Hatta menyuarakan “baiklah kita semuanya yang hadir di sini
menandatangani naskah Proklamasi Indonesia merdeka ini sebagai suatu
dokumen yang bersejarah. Ini penting bagi anak cucu kita. Mereka harus
tahu, siapa yang ikut memproklamasikan Indonesia merdeka. Ambillah
contoh kepada naskah Proklamasi kemerdekaan Amerika Serikat dahulu.
Semuanya yang memutuskan ikut menandatangani keputusan mereka
bersama.”
Bukan hanya Hatta yang menginginkan naskah Proklamasi ditandatangani
oleh semua seperti Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat. Sukarno juga
mengusulkan supaya semua yang hadir ikut menandatangani. “Seperti
Declaration of Independence-nya Amerika,” kata Sukarno, ditirukan B.M.
Diah.
Usul ini, menurut Subardjo, menimbulkan suara ramai. Sukarni segera
berteriak, “Pendapat itu sama sekali tidak bisa diterima. Mereka yang
tidak menyumbang sedikit pun kepada persiapan-persiapan Proklamasi
tidak berhak untuk menandatangani.”
Subardjo melihat Sayuti Melik bergerak dari satu orang ke orang lainnya.
Dia melobi golongan tua dan golongan muda, di antaranya Sukarni.
Karena Subardjo berada di sebelahnya, dia mendengar apa yang
dikatakan Sayuti Melik kepada Sukarni: “Saya kira tidak ada yang
keberatan jika Sukarno dan Hatta yang menandatangani Proklamasi
kemerdekaan atas nama rakyat Indonesia.”
Hatta tidak setuju dengan keterangan Subardjo yang menyebut Sayuti
Melik yang mengusulkan supaya naskah Proklamasi ditandatangani oleh
Sukarno-Hatta atas nama rakyat Indonesia. “Dalam lukisan Subardjo itu
Sayuti Melik sekonyong-konyong mendapat peranan yang besar dalam
sejarah, menjadi deus ex machina –dewa penolong. Sepanjang ingatan
saya, Sukarnilah yang mengemukakan usul itu,” kata Hatta.
Dan dalam tulisannya di harian KAMI, 18 Agustus 1969, Sukarni mengaku
dialah yang mengusulkan supaya naskah Proklamasi hanya
ditandatangani oleh Sukarno dan Hatta atas nama rakyat Indonesia.
“Karangannya itu membenarkan ingatan saya,” kata Hatta.
Setelah semua setuju, naskah Proklamasi otentik kemudian
ditandatangani oleh Sukarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Persoalan berikutnya, dimana Proklamasi itu akan dibacakan?
Sukarni memberitahukan bahwa “rakyat di dan sekitar kota Jakarta telah
diserukan untuk berbondong-bondong ke Lapangan Ikada (sekarang
Lapangan Merdeka) pada tanggal 17 Agustus untuk mendengarkan
Proklamasi kemerdekaan. Demikianlah yang telah dipersiapkan dan
adalah wajar bahwa kita semua datang ke sana dan membacakan
Proklamasi itu.”
“Tidak,” kata Sukarno, “lebih baik di tempat kediaman saya di Pegangsaan
Timur. Pekarangan di depan rumah cukup luas untuk ratusan orang.
Untuk apa kita harus memancing-mancing insiden?”
Sukarno menjelaskan, “Lapangan Ikada adalah lapangan umum dan suatu
rapat umum tanpa diatur sebelumnya dengan penguasa militer mungkin
akan menimbulkan salah paham dan suatu bentrokan kekerasan antara
rakyat dan penguasa militer yang akan membubarkan rapat umum
tersebut mungkin terjadi. Karena itu saya minta semua saudara sekalian
untuk hadir di Pegangsaan Timur 56, sekitar pukul 10.00 pagi.”
BAB 3

PENUTUP

KESIMPULAN

Musyawarah sangat dibutuhkan ketika terjadi kisruh dan


begitu juga di Penandatanganan Teks Proklamasi Kemerdekaan
semua golongan berkumpul dan memberikan pendapatnya
banyak pertentangan dan juga banyak persetujuan sehingga
kisruh dapat diselesaikan dengan cara musyawarah

Anda mungkin juga menyukai