Anda di halaman 1dari 9

Diagnosis Banding

1. Meningitis
Meningitis adalah suatu peradangan pada selaput otak yang mengenai lapisan
piamater dan ruang subaraknoid termasuk CSS yang dapat disebabkan oleh
organisme yang menyebar masuk ke dalam ruang subaraknoid. [1]
Gejala klasik meningitis bakteri berupa demam, sakit kepala, kaku kuduk dan
tanda-tanda disfungsi otak (penurunan kesadaran mulai dari apatis sampai koma).
Meskipun demikian dilaporkan hanya 44-75% pasien memiliki tiga gejala yaitu
demam, kaku kuduk dan perubahan status mental, setidaknya semua pasien
mengalami salah satu gejala di atas dan 95% memiliki dua dari empat gejala
(sakit kepala, demam, kaku kuduk dan perubahan status mental. Kaku kuduk
dapat disertai tanda Kernig atau Brudzinski atau keduanya. Tidak adanya tanda
tersebut tidak mengesampingkan diagnosis meningitis bakteri. Pada suatu studi
prospektif menunjukkan sensitivitas tanda Kernig sebesar 5%, tanda Brudzinski
5% dan kaku kuduk 30%. Hal ini menunjukkan bahwa tanda-tanda ini tidak
akurat dalam mendiagnosa pasien meningitis. Kelumpuhan saraf kranial (III, IV,
VI dan VII) dan gejala fokal lainnya terjadi pada 10-20% kasus. Sekitar 30%
pasien mengalami kejang. Peradangan dan trombosis pembuluh darah, sering
terjadi dalam ruang subaraknoid, menyebabkan terjadinya iskemik daerah kortikal
dan subkortikal yang dapat mengakibatkan kejang dan defisit neurologis fokal.
Dengan memburuknya penyakit, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
dapat terjadi termasuk koma, hipertensi, bradikardi dan kelumpuhan nervus III.
Pemeriksaan CSS melalui pungsi lumbal merupakan alat diagnostik utama dalam
menegakkan meningitis bakteri. Pada pemeriksaan CSS yang mendukung kearah
infeksi meningitis bakteri adalah jumlah leukosit meningkat bisa mencapai ribuan
dengan dominan neutrofil (>60%), kadar protein dalam CSS meningkat (>200
milligram (mg)/desiliter (dL)) dan penurunan konsentrasi glukosa (< 40 mg/dL
ditemukan pada sekitar 60% pasien dengan sebagian besar memiliki rasio serum
glukosa ≤0,4. Pada saat yang sama, kadar leukosit dan protein CSS normal dapat
ditemukan pada pasien immunocompromise berat dalam beberapa kasus
meningitis neonatus dan pada awal penyakit.

2. Ensefalitis
Ensefalitis adalah infeksi akut pada parenkim otak dengan karakteristik klinis
demam tinggi, nyeri kepala, dan penurunan kesadaran. Gejala lain yang mungkin
adalah defisit neurologis fokal atau multifokal, dan kejang fokal atau general
(menyeluruh) (Muzayyanah, 2013). Biasanya paling banyak disebabkan oleh
virus seperti herpes simplek virus tipe 1 dan 2, japanese melalui vektor nyamuk
dan ensefalitis ini ada sekitar 60% tidak terdiagnosis, dikarenan penderita tidak
memiliki gejala atau memiliki gejala ringan saja. [6]
Etiologi : Virus (sering), bakteri, fungi, riketsia, parasite
Manifestasi klinis :
Trias : demam, kejang, kesadaran umum (Zawani, 2013). Bila berkembang
menjadi abses serebri akan timbul gejala-gejala infeksi umum, tanda-tanda
meningkatnya tekanan intracranial yaitu : nyeri kepala yang kronik dan
progresif,muntah, penglihatan kabur, kejang, kesadaran menurun, pada
pemeriksaan mungkin terdapat edema papil.Tanda-tandadeficit neurologist
tergantung pada lokasi dan luas abses (Zawani, 2013). Selain itu dapat ditemukan
gangguan daya ingat yang sangat sulit dideteksi terutama anak kecil. [6]
Manifestasi berdasarkan penyebab :
a. Herpes simplex
Pada herpes simplex ensefalitis dapat bermanifestasi akut atau sub akut. Pada
pasien prodormal pasien mengalami malaise dan demam yang berlangsung 1 -
7 hari Perlu diingat bahwa kejang umum pada EHS dapat diawali oleh kejang
fokal yang berkembang menjadi kejang umum. Bila kejang fokal sangat
singkat, orangtua seringkali tidak mengetahui. Empat puluh persen pasien
datang di rumah sakit dalam keadaan koma sedangkan sisanya dalam keadaan
letargi. Pemeriksaan neurologis seringkali menunjukkan adanya hemiparesis.
Beberapa kasus dapat menunjukkan disfasia, ataksia, gangguan sistem
otonom, paresis saraf kranialis, dan edema papil N II. Kadang-kadang
manifestasi klinis menyerupai meningitis aseptik tanpa manifestasi ensefalitis
yang jelas. Pada pemeriksaan EEG HSV ensefalitis dapat ditemukan periodic
lateralising epileptiform discharge atau perlambatan fokal di daerah temporal
atau frontotemporal, sedangkan pada pemeriksaan CT scan 50-75% kasus,
yaitu gambaran daerah hipodens di lobus temporalis atau frontalis, kadang-
kadang meluas sampai lobus oksipitalis. Daerah hipodens ini disebabkan
nekrosis jaringan otak dan edema otak (Pusponegoro, 2000). Baku emas
dalam diagnosis EHS adalah biopsi otak dan isolasi virus dari jaringan otak.
Banyak pusat penelitian tidak ingin mengerjakan prosedur ini karena
berbahaya dan kurangnya fasilitas untuk isolasi virus.Kelemahan lain dari
prosedur ini adalah kemungkinan ditemukannya hasil negatif palsu karena
biopsi dilakukan bukan pada tempat yang tepat (Pusponegoro, 2000).
b. Japanese ensefalitis
Manifestasi Japanese ensefalitis dibagi menjadi stadium akut, sub akut, dan
konvalesens dengan gejala sebagai berikut:
Stadium akut : stadium ini berlangsung selama 3-4 hari, ditandai dengan
demam tinggi yang tidak turun dengan pemberian antipiretik. Bila selaput
otak telah terinfeksi dan membengkak, maka pasien akan merasakan nyeri
serta kekakuan pada leher hingga peningkatan tekanan intra kranial berupa
gangguan keseimbangan dan koordinasi, kelemahan otot-otot, tremor,
kekakuan pada wajah, nyeri kepala, mual, muntah, kejang, penurunan
kesadaran dari apatis hingga koma. Berat badan menurun disertai dehidrasi. 1-
4 Pada kasus ringan mulai penyakitnya perlahan-lahan, demam tidak tinggi,
nyeri kepala ringan, demam akan menghilang pada hari ke-6 atau ke-7 dan
gejala ekstrapiramidal muncul setelah gejala neurologik lainnya menghilang.
Gejala ekstrapiramidal seperti Parkinson berupa wajah menyerupai topeng
(masklike facies), tremor, rigiditas dan gerakan choreoathetoid sering terjadi.
Kelainan neurologik menyembuh pada akhir minggu ke-2 setelah mulainya
penyakit. Pada kasus berat, awitan penyakit sangat akut, kejang menyerupai
epilepsi, hiperpireksia, kelainan neurologik yang progresif, penyulit
kardiorespirasi dan koma, diakhiri dengan kematian pada hari ke-7 dan ke-10
atau pasien hidup (Rampengan, 2016).
Stadium sub akut : Stadium ini berlangsung selama 7-10 hari. Gejala
gangguan SSP berkurang, namun seringkali pasien menghadapi masalah
pneumonia ortostatik, infeksi saluran kemih (ISK), dan dekubitus. Gangguan
fungsi saraf dapat menetap seperti paralisis spastik, hipotrofi otot sebagai
akibat perawatan lama dan pemasangan kateter urin, fasikulasi, gangguan
saraf cranial. dan gangguan ekstrapiramidal (Rampengan, 2016).
Stadium konvalesesens : Stadium ini berlangsung lama, bisa 4-7 minggu dan
ditandai dengan kelemahan, letargi, gangguan koordinasi, tremor dan
neurosis. Berat badan dapat sangat menurun. Stadium ini dimulai saat
menghilangnya inflamasi yaitu pada saat suhu kembali normal. Gejala
neurologik bisa menetap dan cenderung membaik. Bila penyakit JE berat dan
berlangsung lama maka penyembuhan lebih lambat, tidak jarang sisa
gangguan neurologik berlangsung lama. Gejala sisa yang sering dijumpai
ialah gangguan mental berupa emosi tidak stabil, paralisis upper atau lower
motor neuron [1]
Gejala neurologik penyakit JE bervariasi. Kelemahan tubuh menyeluruh
(generalized weakness), hipertonia dan hiperrefleksia termasuk adanya reflek
patologik sering terjadi. Papiledema dialami pada kurang dari 10% pasien dan
33% pasien mengalami gejala-gejala saraf kranial seperti disconjugate gaze
dan cranial nerve palsies. Pemeriksaan baku emas pada JE yaitu isolasi virus
untuk membedakan ensefalitis penyebab lainnya. Pungsi lumbal dilakukan
untuk mendapatkan sampel CSS sehingga dapat menyingkirkan diagnosis
banding penyebab lain dari ensefalitis [1]
c. Malaria sereberal
Kasus malaria serebral terbanyak disebabkan karena plasmodium falciparum.
Gejala seperti demam tinggi (>40°) biasanya tidak teratur dan tidak timbul
secara periodic disertai menggigil. Sebagai gejala utama pada MS adalah
penurunan derajat kesadaran dari ringan sampai berat mulai dari apati,
somnolen, delirium, stupor sampai koma. Gejala neurologi lain adalah nyeri
kepala, mual, muntah, kejang, paresa/ plegia, afasia, ketulian, kaku kuduk,
tremor, korea, athetosis dan psikosis. Pada pemeriksaan neurologis klinis lain
didapatkan perdarahan retina tanpa edema pupil pada 15 % sampai 28 % kasus
pasien, reflek tendon dan tonus otot bervariasi, respon ekstensi plantar dan
klonus akiles positif, reflek kulit dinding abdomen tidak ada. Pada MS juga
dijumpai manifestasi klinik yang lazim terdapat pada malaria tropika seperti
splenomegali, hepatomegali, ikterus, anemia, hemoglobinuri dan gagal jantung
(Rahayu, 2011). Pemeriksaan cairan serebro spinal bisa diperoleh : tekanan
meningkat, sel meningkat, glukosa normal atau menurun, eritrosit yang
mengandung parasit dan protein sedikit meningkat [6]

Untuk dugaan penderita terkena esefalitis berdasarkan kriteria sebagai berikut


(Venkasetan dan Geocadin, 2014):
Tabel 1: Diagnosis banding penurunan kesadaran

Meningitis Ensefalitis Kejang demam


Gejala Trias: demam, sakit Trias : demam, kejang, Demam (≥38),
kepala/ muntah. Dan kesadaran umum. kejang.
kaku kudu Gangguan perubahan Sebagian besar
Anamnesis: demam, perilaku, adanya gejala berupa serangan
sakit kepala, mual dan infeksi yang menyertai. kejang klonik
muntah, anoreksia, Bila berkembang umum atau tonik
kadang-kadang kejang, menjadi abses klonik.
gangguan kesadaran, serebri akan timbul Umumnya 3 bulan-
kelainan saraf kranial gejala-gejala infeksi 5 tahun
umum, (Zawani, 2013)
gangguan daya ingat
yang sangat sulit
dideteksi terutama anak
kecil.
JE → gejala
Extrapiramidal
(parkinson),
hemiparesis.

Pemeri Kaku kuduk + Bila berkembang Tidak ditemukan


ksaan Kernig + menjadi abses penurunan
fisik Bruzenski I,II,III,IV (+) serebri tanda-tanda kesadaran
meningkatnya TIK P fisik untuk
(edema papil), Tanda- mencari penyebab
tanda defisit neurologis ekstarcranial
tergantung pada lokasi
dan luas abses (Zawani,
2013. reflek tendon
meningkat, nistagmus,
ataksia, afasia.
JE → berat badan
menurun, reflek
patologis +, hipertonia,
hiperfleksi.
MS →perdarahan
retina, edema papil,
splenomegali,
hepatomegali, ikterus,
hipoglikemi.
Pemeri CSF : ditemukan CSF : ditemukan EEG: gelombang
ksaan bakteri/ virus penyebab bakteri/ virus penyebab lambat di daerah
Penunj meningitis TB → m. MS →eritrosit belakang yang
ang TB, purulen mengandung parasit bilateral, sering
Uji mantox: + (TB) Biopsi → HSV asimetris, kadang-
Ct scan : edema otak, Ct scan : kadang unilateral
hidrosefalus HSV→ hipodens di PP lebih
lobus temporalis atau ditunjukkan kepada
EEG : gelombang frontalis penyebab demam
lambat yang difus di JE → lesi talamus
kedua hemisfer, bilateral dengan
penurunan voltase perdarahan
karena efusi subdural hapusan darah tepi
atau aktivitas delta MS→ Plasmodium
fokal bila bersamaan EEG:periodic
dengan abses otak lateralising
epileptiform discharge
atau perlambatan fokal
di daerah temporal atau
frontotemporal

Tabel 2: Pemeriksan Penunjang

Kondisi Tekanan Leukosit Protein Glukosa Keterangan


serum
Meningitis meningkat 100-60.000; 100-500 <40 Diagnosis
bakterial predominan dengan
PMN pewarnaan
gram dari
pemeriksaan
kultur
Meningitis Umumnya 10-500; 100-500, Menurun; BTA dapat
TB meningkat didominasi dapat lebih <50 terlihat pada
oleh PMN, tinggi bila sediaan
tahap lanjut terjadi apus,
didominasi obstruksi deteksi
limfosit dan CSS dengan
monosit kultur dan
PCR
Meningitis meningkat 25-500; awal 20-500 Menurun’ Diagnosis
jamur didominasi <50 dengan
PMN pemeriksaan
kemudian kultur ->
didominasi budding
sel yeast +
mononuklear
Abses otak Normal 0-100 20-200 Normal CSS
umunya
normal
Granerod J, Ambrose HE, Davies NW, et al. Causes of encephalitis and differences in
their clinical presentations in England: a multicentre, population-based prospective
study. Lancet Infect Dis 2010;
Imaduddin K, Syarif I dan Rahmatini 2013 Jurnal Kesehatan Andalas: Gamabaran
Elektrolit dan Gula Darah Pasien Kejang Demam yang Dirawat Di Bangsal Anak
RSUP.Dr.M.Djamil 2(3) : 122-131
Leung, Alexander KC., Kam Lun Hon, Theresa NH Leung. 2018. Febrileseizure:an
Overview. Drugs in Context ; 7: 212536. DOI: 10.7573/dic.212536
Ridah, N.H. 2014. Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Smith DK, Sadler KP, Benedum M. 2019. Febrile Seizures: Risks, Evaluation, and
Prognosis. American family Physician Vol 99, No 7.
https://www.aafp.org/journals/afp.html?cmpid=_van_188 Accessed 02 Oct. 2020
Venkatesan A, Tunkel AR, Bloch KC, et al. Case definitions, diagnostic algorithms,
and priorities in encephalitis: consensus statement of the international encephalitis
consortium. Clin Infect Dis 2013;57:1114–1128

Anda mungkin juga menyukai