Anda di halaman 1dari 91

PEREMPUAN DESA

MEWUJUDKAN
PEMBANGUNAN YANG
SETARA DAN INKLUSIF

Buku Saku Serial


Untuk Perempuan Kader Desa
PEREMPUAN DESA
MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN
YANG SETARA DAN INKLUSIF

SERI BUKU SAKU

Buku 1 : Memahami Gender dan Ketidakadilan Gender

Buku 2 : Memahami Diskriminasi Perempuan

Buku 3 : Memahami Undang-Undang Desa dan Peran


Perempuan Dalam Pembangunan Desa

Buku 4 : Perempuan Desa Dalam Tujuan Pembangunan


Berkelanjutan (SDG’s)

Buku Saku Serial


Untuk Perempuan Kader Desa

Kalyanamitra 2019
BUKU 1
Memahami Gender
& Ketidakadilan Gender

1
Pengantar

......`(menyusul yaa)

2
Penjelasan Buku

Mengapa Buku Saku ini Dibuat


Buku saku ini disusun dan diterbitkan merupakan upaya
merespon kebutuhan pengetahuan, informasi, memban-
gun pemahaman yang berkaitan langsung dengan per-
soalan gender yang terjadi di tengah-tengah komunitas
perempuan desa. Wacana gender menjadi perbincangan
publik sejak Konferensi Internasional tentang Perem-
puan di Beijing tahun 1995. Gender menjadi perhatian
lebih luas lagi ketika Presiden ke-4 Abdurrahman Wa-
hid mengeluarkan Inpres (Instruksi Presiden) no.9 Tahun
2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam seluruh
kebijakan negara.
Pengarusutamaan Gender merupakan cara untuk men-
capai keadilan gender yang meliputi kesempatan, partisi-
pasi seimbang dan pelibatan dalam pengambilan kepu-
tusan serta keterjangkauan manfaat pembangunan dan
kesejahteraan yang sama dan seimbang antara lakilaki
dan perempuan. Jika keadilan gender terpenuhi, maka
akan tercapai kesetaraan gender dimana laki-laki dan
perempuan memiliki posisi dan status yang setara. Den-
gan demikian, keadilan gender dan kesetaraan gender

3
merupakan bagian dari kesetaraan sosial dimana setiap
warga negara terlepas dari perbedaan ras/etnis, agama,
kelas ekonomi, gender serta usia sehingga mempunyai
hak yang sama.

Tujuan Buku Saku Dibuat


Buku saku ini dibuat untuk memberikan jawaban dalam
bentuk sederhana dan ringkas, sekaligus membantu
menguatkan pemahaman tentang gender dan persoalan
gender yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari, mu-
lai dari tingkat keluarga, lingkungan masyarakat sampai
ranah publik, ketika perempuan desa akan berpartisipasi
penuh dalam ruang pengambilan keputusan dan proses-
proses pembangunan di desa.
Kemudian tujuan lainnya dari buku saku ini untuk menja-
di acuan dan panduan bagi kader perempuan dan aktivis
di lingkup desa dalam melaksanakan kerja-kerja pengor-
ganisasian di desa dan melakukan advokasi isu-isu ber-
basis gender untuk diusulkan menjadi program, alokasi
anggaran dan kebijakan di tingkat desa.
Buku saku ini juga diharapkan dapat menjadi sebuah
dasar bagi kader atau aktivis perempuan di desa untuk
menyusun sebuah alat pemantauan apakah kebijakan

4
atau program di desa sudah mengkomodir prinsip-prin-
sip gender dan inkulsi sosial.
Siapakah yang menggunakan buku saku ini
Sebesar-besarnya diharapkan buku ini digunakan oleh
kader atau aktivis perempuan desa yang sedang dalam
upaya melakukan proses pengorganisiran di lingkup
desa. Selain itu buku ini juga dapat digunakan oleh pihak
lain yang berkepentingan untuk memperoleh informasi
dan pemahaman lebih lanjut tentang gender, kesetaraan
gender dan upaya-upaya konstruktif dalam proses per-
encanaan dan pembangunan desa.

5
6
A. MEMAHAMI GENDER

1. Apakah Gender Berkaitan Dengan Jenis Kelamin?


Dalam keseharian kita memang menemukan istilah
atau kata gender yang diarahkan pada pembedaan jenis
kelamin manusia yang ada di sekitar kita. Hal ini sering
kita temukan dalam formulir, misalnya: bagian pertan-
yaan “Gender” lalu ada pilihan perempuan dan laki-laki,
atau biasanya jika berbahasa Inggris pilihannya menjadi,
Female atau Male.
Benar! Istilah gender memang berkaitan dengan makna
jenis kelamin perempuan atau laki-laki, tetapi gender
sendiri memiliki makna yang tidak hanya terbatas pada
identitas jenis kelamin saja, tetapi lebih luas.
»» Pengertian Jenis Kelamin/Seks
Jenis kelamin adalah perbedaan biologis laki-laki dan
perempuan yang berkaitan dengan alat dan fungsi
reproduksinya. Laki-laki memiliki penis, testis, jakun
dan sperma, sedangkan perempuan memiliki rahim,
indung telur dan payudara. Laki-laki lewat spermanya
dapat membuahi indung telur perempuan. Perempuan
mengalami menstruasi, mengandung lewat mengand-
ung/hamil, melahirkan dan juga memiliki payudara
7
yang berkelenjar sehingga dapat memroduksi Air
Susu Ibu (ASI). Organ biologis perempuan dan laki-laki
ini sifatnya diberikan oleh Tuhan sejak kita lahir, dan
memiliki fungsi yang tetap, dan tidak bisa dipindahkan
antara perempuan ke laki-laki atau sebaliknya.
»» Pengertian Gender
Gender berbeda dengan pengertian jenis kelamin, juga
bukan berarti perempuan ataupun laki-laki. Gender
merupakan makna yang memuat perbedaan fungsi,
peran sosial, sifat atau karakter perempuan dan laki-
laki yang terbentuk oleh lingkungan, budaya tempat
kita berada.
Gender tercipta dan dikuatkan melalui proses sosial
budaya yang panjang dalam suatu lingkup masyarakat
tertentu, sehingga dapat berbeda dari satu tempat ke
tempat lainnya.
Gender juga berubah dari waktu ke waktu sehingga
bisa berlainan dari satu generasi ke generasi beri-
kutnya. Contohnya, di masa lalu memasak adalah
pekerjaan yang identik dengan perempuan tetapi saat
ini memasak juga dilakukan oleh laki-laki, sehingga
identitas memasak tidak lagi lekat pada perempuan,
tetapi semua orang.
8
2. Apakah gender selalu identik dengan
perempuan?
Jawabannya adalah tidak, sebab gender sendiri adalah
pengertian seluruh bentuk peran, sifat, fungsi sosial se-
tiap manusia tanpa terkecuali. Jadi gender bukan perem-
puan.
Hanya saja masih banyak pihak-pihak yang masih memi-
liki pemahaman yang keliru soal ini, ketika permasalahan
gender diangkat atau didiskusikan.
Istilah gender diawal diangkat oleh gerakan perempuan
atau gerakan lainnya di masyarakat yang memiliki per-
hatian pada persoalan ketimpangan peran, fungsi perem-
puan dan laki-laki yang dibedakan sehingga salah satu
jenis kelamin tidak memperoleh kesempatan, akses, dan
pemenuhan hak yang sama.

3. Apakah yang dimaksud dengan Budaya Patriarki ?


Patriarki (English: patriarchy) adalah sebuah system
struktur sosial dan prakteknya dimana laki-laki men-
dominasi, menekan dan mengeksploitasi perempuan
(Walby: 1990). Dominasi laki-laki terhadap perempuan
berawal dari perbedaan biologis yang dimilikinya. Laki-
laki dianggap kuat karena memiliki otot sedangkan

9
perempuan dianggap lemah.
Sebagai struktur sosial dan pelaksanaan, budaya patri-
arki mengalami pergeseran mengikuti perubahan sosial
yang ada dalam masyarakat. Perbedaan biologis tidak
bisa lagi dijadikan alasan untuk menjadikan perempuan
sebagai mahluk yang dianggap tidak berdaya, tidak
mampu dan lemah.

4. Apakah yang dimaksud dengan pembagian peran


Gender ?
Peran gender adalah apa yang harus, pantas dan tidak
pantas dilakukan perempuan dan laki-laki yang didasar-
kan pada nilai,budaya dan norma masyarakat pada
masa tertentu. Misalnya, laki-laki bekerja untuk mencari
nafkah, pemimpin, direktur, presiden, sedangkan perem-
puan adalah menjadi ibu rumah tangga, guru, perawat
dan lainnya.

5. Apakah yang dimaksud dengan relasi gender?


Relasi Gender adalah relasi kuasa yang hirarkis antara
antara laki-laki dan perempuan  dan merupakan relasi
kuasa, dimana salah satu pihak menjadi lebih rendah,
lemah, dan tidak mampu. Relasi gender idealnya ada-
lah sebuah hubungan yang terjadi secara simultan yang

10
ditandai dengan kerjasama, ketertautan, saling men-
dukung. Relasi gender yang timpang dan tidak setara
akan berakibat konflik, perpisahan, dan persaingan yang
terjadi karena perbedaan dan ketidaksetaraan. Relasi
gender berkaitan dengan bagaimana kuasa (power) didis-
tribusikan diantara kedua jenis kelamin yakni perempuan
dan laki-laki.

6. Apakah relasi gender dapat berubah ?


Sifat, peran, kerja,kedudukan dan ranah gender dapat
berubah karena perubahan masyarakat terhadap pen-
didikan, politik, ekonomi yang mengharuskan perubahan
nilai, cara pandang, budaya dan norma sosial yang ada
disekitar kehidupan kita.
Dahulu, seorang perempuan yang keluar rumah sendi-
rian dianggap melanggar nilai budaya dan norma sosial,
tetapi saat ini perempuan dapat leluasa pergi sendiri
dengan sepeda motor menuju sekolah, perkantoran,
aktifitas ekonomi dan politik. Sebaliknya, di masa lalu,
laki-laki dipandang tabu memasak di dapur,tetapi saat ini
laki-laki dapat menjadi koki handal seperti yang ada di
televisi, restoran dan perhotelan. Semakin banyak pula
laki-laki yang menjadi desainer dan penjahit yang dahulu
dianggap sebagai peran gender perempuan.
11
Dahulu perempuan hanya cocok menjadi sekretaris atau
perawat, sekarang perempuan dapat menjadi direktur
dan dokter,rektor hingga presiden. Demikian pula seba-
liknya, ada laki-laki yang menjadi sekretaris dan menjadi
perawat, dan seterusnya meskipun banyak laki-laki yang
menolak sampai sekarang.

7. Bagaimana konsep gender dalam keluarga ?


Keluarga adalah tempat pertama kali seseorang mema-
hami gender dan menjalankan peran dan fungsi gender.
Dalam keluarga juga seseorang mulai dari anak-anak, ke-
mudian remaja sampai dewasa mendapatkan pendidikan
tentang nilai-nilai, aturan-aturan , maupun pengertian-
pengertiantentang kehidupan. Ayah, ibu, serta anggota
keluarga yang lain merupakan guru bagi anak. Keluarga
juga menjadi salah satu indikator apakah seseorang da-
pat memahami apa yang dinamakan gender dan keseta-
raan gender .
Pemahaman tentang gender dan kesetaraan gender
yang baik dapat tercipta dalam keluarga. Bagaimana
ayah dan ibu berbagi peran yang setara, memberikan
kasih sayang kepada anak-anaknya tanpa membedakan
perbedaan jenis kelamin anak-anaknya. Gender yang se-
lama ini dikuatkan dalam keluarga adalah urusan rumah
12
tangga adalah tugas utama perempuan, sementara laki-
laki ditabukan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan ru-
mah tangga. Kesetaraan gender dalam keluarga juga bisa
ditemukan bagaimana sebuah keluarga memberikan
kesempatan yang sama kepada anak-anak untuk men-
dapatkan hak tumbuh kembang, pendidikan, kesehatan
dan lain-lain.

8. Mengapa gender dipermasalahkan ?


Gender menjadi sebuah persoalan dalam kehidupan
masyarakat, bangsa dan negara. Hal ini dapat dilihat dari
sebuah fakta bahwa hak dan kewajiban laki-laki perem-
puan sebagai warga negara yang dijamin oleh konsti-
tusi UUD 1945 seperti hak mendapatkan perlindungan
keamanan, hak hidup, hak pendidikan, hak politik, hak
ekonomi, kesehatan dan hak-hak lainnya. Dalam konsti-
tusi, setiap warga negara Indonesia, baik laki-laki maupun
perempuan dari ras, etnis, agama, kelas ekonomi, memi-
liki hak yang sama dalam memperoleh kesejahteraan.
Pada kenyataannya, masih terdapat perbedaan capaian
kesejahteraan dalam pembangunan di Indonesia.
Contoh yang paling terlihat adalah persoalan Angka
Kematian Ibu dan Bayi yang masih sangat tinggi, data
Kementrian kesehatan di Tahun 2015 menunjukkan
13
305/100.000 kelahiran hidup. Menandakan kaum per-
empuan belum memiliki jaminan untuk hidup sehat,
mendapatkan layanan kesehatan yang bermutu dan
mudah dijangkau. Hal lain menandakan bahwa negara
belum menempatkan kesehatan dalam perspektif yang
adil gender. Angka kematian ibu, punya beberapa faktor,
pernikahan usia anak, ketersediaan layanan kesehatan
yang bermutu, persoalan nutrisi perempuan pada saat
usia pertumbuhan dan saar mengandung, kekerasan
dalam rumah tangga dan lainnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kemiskinan
di Indonesia pada akhir September 2018 tercatat sebe-
sar Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), garis
kemiskinan pada September 2018 mencapai 9.66 % atau
setara dengan 25,67 penduduk Indonesia, dimana seba-
gian besar wajah kemiskinan itu adalah, “Perempuan” bu-
ruh tani, miskin kota, buruh pabrik, dan perempuan pede-
saan yang sulit mendapatkan akses hak dasar.

9. Apakah yang dimaksud kesenjangan gender?


Kesenjangan gender adalah sebuah kondisi yang mem-
perlihatkan adanya perbedaan capaian, peluang, men-
erima manfaat, sampai ruang yang dapat dinimati ber-
sama oleh laki-laki dan perempuan sehingga berdampak
14
lemahnya atau kondisi yang buruk pada salah satu
kelompok. Misalnya perbedaan angka kesempatan kerja,
memperoleh pendidikan tinggi, layanan kesehatan dan
lainnya. Kesenjangan gender terjadi ketika sebuah aturan,
kebijakan di sebuah negara atau daerah masih menggu-
nakan cara pandang yang bias gender dan diskriminatif
terhadap perempuan.

10. Apakah Bias Gender?


Kebijakan atau program dan sistem yang memihak atau
merugikan salah satu jenis kelamin. Seperti anggapan
bahwa perempuan lebih cocok bekerja di bidang rumah
tangga, karena memiliki sifat atau karakter yang memeli-
hara, rajin, sabar dan lembut, sehingga perempuan tidak
cocok untuk menjadi kepala keluarga, pemimpin atau po-
sisi yang berperan dalam mengambil keputusan di dalam
keluarga atau lingkungan kerja dan masyarakat.

11. Apakah yang dimaksud Ketidakadilan gender?


Ketidakadilan gender merupakan bentuk perbedaan per-
lakuan yang dilakukan berdasarkan alasan gender, sep-
erti membatasi peran, menyingkirkan, atau memberikan
sesuatu dengan berat sebelah/pilih kasih. Sehingga men-
gakibatkan kelompok tertentu mengalami dampak bu-
ruk, tidak terpenuhi hak asasinya dalam bidang ekonomi,
15
sosial, politik dan lainnya.

12. Apakah bentuk-bentuk ketidakadilan gender?


Adalah proses peminggiran perempuan
yang mengakibatkan pemiskinan perem-
Marjinalisasi puan secara sosial maupun ekonomi

Adalah pelabelan negatif terhadap jenis


kelamin tertentu dalam hal ini perempuan.
Dalam masyarakat perempuan di labelkan
sebagai manusia yang lemah, emosional,
cengeng sehingga akses untuk aktualisasi
L a b e l i s a s i dirinya diranah domestik dan publik men-
(Stereotype) jadi kecil. Pelabelan negatif juga melekat-
kan perempuan sebagai sumber terjadinya
kekerasan seksual, misal disalahkan kare-
na cantik, disalahkan karena beraktifi tas
diluar rumah, disalahkan karena cara ber-
pakaiannya dan lainnya.
Adalah anggapan perempuan bukan sub-
jek yang menempatkan perempuan pada
posisi lebih rendah dari laki-laki, misalnya
perempuan tidak bisa memimpin baik
Sub Ordinasi dalam keluarga maupun dalam ranah pub-
lik, perempuan tidak punya hak menyam-
paikan pendapat dan lainnya.

16
Adalah suatu sikap, perilaku, dan tindakan
yang tidak adil atau tidak seimbang yang
dilakukan oleh individu atau kelompok
terhadap individu atau kelompok lainnya,
khususnya perempuan.
Ada juga yang menyebutkan arti diskrimi-
Diskriminasi nasi adalah suatu tindakan atau perlakuan
yang mencerminkan ketidakadilan terha-
dap individu atau kelompok tertentu yang
disebabkan oleh adanya karakteristik khu-
sus yang dimiliki oleh individu atau kelom-
pok tersebut; bentuk tubuh, warna kulit,
jenis rambut, dan lainnya.

17
Adalah beban perempuan untuk bertang-
gung jawab atas pekerjaan-pekerjaan
kerumahtanggaan (domestic) dan peker-
jaan publik karena adanya pembagian
pekerjaan yang ketat antara perempuan
dan laki-laki dimasyarakat. Akibatnya per-
empuan pencari nafkah tetap harus ber-
tanggungjawab mengerjakan pekerjaan-
pekerjaan domestik.
Hal ini tidak berlaku bagi laki-laki seh-
Beban Ganda ingga multi beban merupakan salah satu
bentuk ketidakadilan yang dialami per-
empuan. Sekalipun perempuan bekerja
dalam ranah domestik sebenarnya peker-
jaan dan tanggung jawabnya tidaklah satu,
misalnya ia bertanggung jawab terhadap
kesehatan seluruh anggota keluarga, ber-
tanggung jawab kepada pendidikan anak,
bertanggung jawab kepada kondisi rumah
dan masih banyak lagi beban perempuan.

18
Berdasarkan Pasal 1 Deklarasi tentang
Penghapusan Kekerasan terhadap Per-
empuan tahun 1993 menyatakan bahwa
“kekerasan terhadap perempuan” adalah
setiap tindakan berdasarkan perbedaan
jenis kelamin yang berakibat yang beraki-
Kerentanan bat atau mungkin berakibat kesengsaraan
pada atau penderitaan perempuan secara fi
Kekerasan sik, seksual, atau psikologis, termasuk
ancaman tindakan-tindakan semacam
itu, pemaksaan atau perampasan ke-
merdekaan secara sewenang-wenang,
baik yang terjadi di depan umum atau
dalam kehidupan pribadi”.

13. Apakah dampak dari ketidakadilan gender ?


Dampak ketidakadilan gender bagi perempuan dapat kita
lihat dalam berbagai aspek kehidupan, seperti;
Bidang Pendidikan;
Dalam bidang pendidikan, perempuan masih sering di-
nomorduakan, terutama pada lingkup keluarga di pede-
saan atau di kalangan masyarakat yang lemah dalam
status ekonominya. Tingginya biaya pendidikan dan ter-
19
batasnya dana yang tersedia, anak perempuan seringkali
mendapat tempat kedua setelah anak laki-laki, dalam
hal melanjutkan pendidikan tinggi. Dengan anggapan
bahwa laki-laki akan menjadi penopang keluarga, pencari
nafkah utama maka dia harus mempunyai tingkat pen-
didikan lebih tinggi dari perempuan. Anggapan seperti
ini bukan saja hanya merugikan perempuan, tetapi juga
memberikan tekanan dan tuntutan yang luar biasa berat
pada laki-laki. Laki-laki dituntut harus kuat, harus pandai,
harus mempunyai pekerjaan yang baik. Untuk itu laki-laki
harus mendapatkan pendidikan lebih tinggi dari perem-
puan untuk dapat memenuhi peran dan fungsi laki-laki
yang dituntut secara sosial, dibandingkan perempuan.
Bidang Kesehatan
Ketidakadilan gender juga berdampak pada kesehatan
perempuan.
Bidang Ekonomi

20
B. KESETARAAN GENDER

14. Apakah yang dimaksudkan dengan Kesetaraan


Gender?
Kesetaraan gender adalah perlakuan yang sama bagi
laki-laki dan perempuan dalam kondisi yang sama di
dalam memperoleh kesempatan, keterlibatan atau par-
tisipasi dan pengambilan keputusan serta keterjang-
kauan manfaat pembangunan dan kesejahteraan.Keseta-
raangenderadalahkesamaan kondisi bagi laki-laki dan
perempuan untuk memperolehkesempatandan hak-
haknyasebagai manusia,agar mampu berperandan ber-
partisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya
dan aspek kehidupan lainnya. Fokus utama gender dan
pembangunan terutama bukan pada perempuan saja
tapi pada relasi-relasi gender dan memahami struktur
dan dinamika relasi-relasi gender adalah sentral bagi
analisis organisasi sosial dan proses sosial.

15. Apa yang dimaksud dengan kesetaraan gender


dalam pembangunan?
Pembangunan harus melibatkan keseluruhan warga
tidak terkecuali perempuan dan laki-laki. Hasil-hasil
pembangunan juga harus bermanfaat bagi setiap orang,
21
sehingga setiap warga dapat merasakan kesejahteraan
seperti amanat Undang-Undang Dasar Indonesia. Oleh
karena itu “Kesetaraan Gender” merupakan sebuah pen-
dekatan yang harus digunakan dalam pembangunan
dengan memperhatikan kebutuhan setiap warganya den-
gan berbasis gender.
Kesimpulan penelitian yang dilakukan oleh Bank Du-
nia dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, menyebutkan
bahwa:
D
DNegara-negara miskin di dunia menjadi semakin miskin
dikarenakan kebijakan Pemerintahnya (jumlah angga-
ran, sektor pembangunan, strategy) tidak memiliki sen-
sitivitas dan tidak pro gender.
D
DNegara-negara maju di dunia menjadi semakin maju di-
karenakan kebijakan Pemerintahnya (anggaran, sektor
pembangunan, strategy) memiliki sensitivitas dan san-
gat pro gender.

16. Mengapa Keadilan dan Kesetaran Gender harus


diperjuangkan?
Budaya patriarki yang bias gender masih sangat kuat.
Kesenjangan pembangunan juga terjadi akibat negera-
negara atau kebijakan tidak memperhatikan permasala-

22
han gender yang muncul dalam kehidupan masayarakat
mulai dari tingkat keluarga, masyarakat, negara termask
juga bidang-bidang pembangunan. Kemiskinan di sebuah
negara adalah salah satu keadaan dimana negara belum
melaksanakan pembangunan yang adil gender.

17. Apa yang harus dilakukan untuk mencapai keadi-


lan dan kesetaraan gender?
Ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh pemerintah
dan semua pihak lakukan untuk mewujudkan kesetaraan
dan keadilan gender.
1. Mengakhiri diskriminasi terhadap semua wanita dan
anak perempuan.
2. Menghilangkan segala bentuk kekerasan terhadap per-
empuan dan anak baik di ranah publik maupun pribadi.
Hal ini termasuk perdagangan manusia dan eksploitasi
seksual pada perempuan dan anak.
3. Melawan pernikahan anak dan tradisi khitan pada
perempuan.
4. Meningkatkan pelayanan umum dan kebijakan publik
yang lebih pro terhadap perempuan.
5. Memastikan partisipasi penuh dan efektif perempuan
dan kesempatan yang sama untuk kepemimpinan di se-
mua tingkat pengambilan keputusan dalam kehidupan
23
politik, ekonomi dan publik.
6. Memastikan akses universal terhadap kesehatan sek-
sual dan reproduksi dan hak reproduksi.
7. Melakukan reformasi untuk memberi perempuan hak
yang sama terhadap sumber daya ekonomi, serta akses
terhadap kepemilikan dan kontrol atas tanah dan ben-
tuk properti, layanan keuangan, warisan dan sumber
daya alam lainnya, sesuai dengan undang-undang na-
sional.
8. Meningkatkan penggunaan teknologi yang memungkin-
kan, khususnya teknologi informasi dan komunikasi, un-
tuk mempromosikan pemberdayaan perempuan.
9. Mengadopsi dan memperkuat kebijakan yang baik dan
peraturan yang dapat dilaksanakan untuk mempromo-
sikan kesetaraan gender dan pemberdayaan semua
perempuan dan anak perempuan di semua tingkat.

18. Apakah yang dimaksud dengan tindakan khusus


sementara?
Tindakan khusus sementara atau Affirmatve Action
(dalam bahasa Inggris) adalah tindakan yang mengizin-
kan negara untuk memperlakukan secara lebih kepada
kelompok tertentu yang tidak terwakili.
Tindakan afirmatif ini tujuannya untuk menciptakan ke-
24
setaraan dan keadilan. Hal tersebut secara hukumpun
telah diatur secara tegas di dalam Pasal 28H ayat (2)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
yang berbunyi:
“Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan
perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan
dan manfaat yang sama guna mencapai
persamaan dan keadilan”.
Tindakan afirmasi menuju kesetaraan adalah memberi-
kan perlakuan berbeda, misalnya, perempuan diberi hak
cuti haid, hamil dan melahirkan sehingga mereka tetap
dapat memberikan sumbangsih kepada negara melalui
pekerjaannya dan sekaligus memenuhi peran reproduksi
yang bersifat kodrati. Negara mendorong terjadinya ker-
jasama yang setara antara laki-laki dan perempuan seba-
gai suami-isteri dalam melaksanakan peran-peran gen-
der seperti pekerjaan rumah tangga, pengasuhan anak,
dan pegambilan keputusan dalam keluarga lainnya.
Tindakan khusus sementara untuk mempercepat adanya
kebijakan yang memiliki perspektif adil gender juga di-
lakukan sengan membuat kebijakan pemenuhan kuota
calon perempuan minimal 30 % dalam legislatif, ekse-
kutif, dan yudikatif dan partai politik.
25
19. Mengapa kebijakan desa harus memperhatikan as-
pek keadilan dan kesetaraan gender?
Dampak dari permasalaan ketimpangan gender per-
luasannya juga sampai pada tingkat perdesaan, bahkan
indikatir bahwa kondisi kemiskinan berwajah perem-
puan sebenarnya sangat terlihat area pedesaan. Budaya
dan cara pandang yang ada di tengah masyarakat kita
masih menempatkan perempuan sebagai orang nomor
dua, juga dalam pembangunan desa, kelompok perem-
puan sering kali diwakili oleh kelompok laki-laki dalam
pengambilan keputusan pembangunan, karena masih
kuatnya pandangan bahwa urusan pembangunan desa
adalah urusan laki-laki.
Ketimpangan dalam akses, partisipasi, control dan man-
faat dantara laki-laki dan perempuan masih begitu nyata
dan terasa, dan hal itulah yang menjadi alasan kenapa
pembangunan harus berpihak pada perempuan.
Fakta bahwa pembagian tugas perempuan secara so-
sial-budaya dianggap berperan hanya di sektor domestik
(rumah tangga), sedangkan laki-laki berperan disektor
publik (sosial dan ekonomi). Kalau perempuan “terpaksa”
ikut mencari nafkah, tugas domestik tetap merupakan
tugas perempuan seluruhnya, masih sangat kuat di dae-
26
rah pedesaan. Dengan demikian perempuan pedesaan
belum memahami dan meiliki Akses dan kontrol sumber
daya. Pemanfaatan/penggunaan (akses) dan penentuan/
pemilikan (kontrol) sumber daya alam, sosial dan ekono-
mi antara laki-laki dan perempuan berbeda.
Dari segi akses, perempuan pedesan masih kekurangan
(misal: akses terhadap pelatihan, pendidikan dan pelu-
ang modal yang disediakan program). Bahkan dalam me-
nentukan pengambilan keputusan seringkali perempuan
tidak dilibatkan. Kepemilikan aset dan sumber daya alam
juga seringkali oleh kalangan laki-laki (kebun, rumah, us-
aha keluarga, kendaran dan aset lainnya, dianggap milik
suami/bapak).
Partisipasi. Keterlibatan perempuan dalam pengambi-
lan keputusan di rumah tangga (domestik) saja masih
lemah. Sementara itu dalam kegiatan dan pengambilan
keputusan disektor publik (sosial, kemasyarakatan) ser-
ingkali tidak melibatkan perempuan.

20. Bagaimana contoh kebijakan desa yang memper-


hatikan keadilan dan kesetaraan gender?

27
28
Buku 2

Memahami Diskriminasi
Terhadap Perempuan

29
Pengantar

30
Penjelasan Buku

Mengapa Buku Saku ini Dibuat

Buku saku ini dibuat untuk memberikan jawaban dalam


bentuk sederhana dan ringkas, sekaligus membantu
menguatkan pemahaman tentang diskriminiasi khususn-
ya terhadap perempuan dan juga memahami Konvensi
Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan sebagai
kebijakan yang harus digunakan agar diskriminasi terha-
dap perempuan dapat dikurangi yang terjadi di dalam ke-
hidupan sehari-hari, mulai dari tingkat keluarga, lingkun-
gan masyarakat sampai ranah publik, ketika perempuan
desa akan berpartisipasi penuh dalam ruang pengambi-
lan keputusan dan proses-proses pembangunan di desa.
Kemudian tujuan lainnya dari buku saku ini untuk menja-
di acuan dan panduan bagi kader perempuan dan aktivis
di lingkup desa dalam melaksanakan kerja-kerja pengor-
ganisasian di desa dan melakukan advokasi isu-isu ber-
basis gender untuk diusulkan menjadi program, alokasi
anggaran dan kebijakan di tingkat desa.
Buku saku ini juga diharapkan dapat menjadi sebuah
dasar bagi kader atau aktivis perempuan di desa untuk
menyusun sebuah alat pemantauan apakah kebijakan
31
atau program di desa sudah mengkomodir prinsip-prin-
sip gender dan inkulsi sosial.

Tujuan Buku Saku Dibuat

Siapakah yang menggunakan Buku Saku ini

32
1. Apakah yang dimaksud dengan diskriminasi?
Adalah sikap, perilaku, dan tindakan yang tidak adil atau
tidak seimbang yang dilakukan oleh individu atau kelom-
pok terhadap individu atau kelompok lainnya.
Ada juga yang menyebutkan arti diskriminasi adalah
suatu tindakan atau perlakuan yang mencerminkan
ketidakadilan terhadap individu atau kelompok tertentu
yang disebabkan oleh adanya karakteristik khusus yang
dimiliki oleh individu atau kelompok tersebut.
Ada banyak sekali bentuk diskriminasi yang dilakukan
di dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Hal
ini terjadi karena manusia umumnya memiliki kecender-
ungan untuk membeda-bedakan atau mengelompokkan
diri.Perlakukan secara tidak adil bisa terjadi dimana dan
kapan saja karena adanya perbedaan karakteristik beri-
kut ini;
D
DPerbedaan suku dan ras
D
DPerbedaan kelas sosial
D
DPerbedaan jenis kelamin (gender)
D
DPerbedaan agama/ kepercayaan
DD Perbedaan pandangan politik
D
DPerbedaan kondisi fisik, intelektual dan lain-lain

33
2. Diskriminasi gender
Hakikatnya, manusia memiliki kedudukan yang setara.
Laki-laki maupun perempuan. Keduanya diciptakan
dalam derajat, harkat, dan martabat yang sama. Kalau-
pun memiliki bentuk dan fungsi yang berbeda, itu semua
agar keduanya saling melengkapi. Namun dalam perjala-
nan kehidupan manusia, banyak terjadi perubahan peran
dan status atas keduanya, terutama dalam masyarakat.
Proses tersebut lama kelamaan menjadi kebiasaan dan
membudaya. Dan berdampak pada terciptanya per-
lakuan diskriminatif terhadap salah satu jenis kelamin
selanjutnya, muncul istilah gender yang mengacu pada
perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan yang
terbentuk dari proses perubahan peran dan status tadi
baik secara social ataupun budaya.
Diskriminasi gender dapat terlihat ketika salah satu sese-
orang atau kelompok mengalami tindakan pembatasan,
dan pelarangan tertentu karena jenis kelaminNYA. Mis-
alnya perempuan dibatasi ruang geraknya, tidak boleh
beraktivitas diluar rumah

3. Sejarah Konvensi CEDAW


Konvensi Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perem-

34
puan CEDAW (Convention on the Elimination of all Forms
of Discrimantion Against Women)Konvensi Penghapu-
san segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan.
Konvensi ini ditandatangani pada tahun 1979 dan mulai
berlaku pada tahun 1981. Konvensi ini merupakan puncak
dari upaya Internasional yang ditujukan untuk melind-
ungi dan mempromosikan hak-hak perempuan di selu-
ruh dunia, termasuk di dalamnya anak-anak dan remaja
perempuan.
Indonesia meratifikasi CEDAW menjadi hukum nasional
pada 24 Juli 1984 melalui UU No.7 Tahun 1984 tentang
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Per-
empuan. Maka sejak saat itu, pemerintah berkomitmen
dan berkewajiban melaksanakan seluruh pasal yang
tertuang dalam aturan tersebut, dan wajib melaporkan
pelaksanaannya kepada Komite CEDAW PBB setiap 4 ta-
hun sekali.

4. Apa Makna Ratifikasi CEDAW bagi Perempuan


Perempuan Indonesia masih mengalami berbagai dis-
kriminasi dan kekerasan di berbagai bidang kehidupan
seperti ekonomi, pendidikan, politik, sosial dan budaya.
Diskriminasi dan kekerasan tersebut telah bersumber
pada budaya patriarki yang mengakar kuat di masyarakat
35
dan terus dilanggengkan. CEDAW hadir untuk memutus
rantai persoalan tersebut sehingga perempuan dapat
menikmati hak-haknya dan memiliki kualitas hidup yang
lebih baik.
CEDAW menyediakan kerangka berpikir yang terstruktur
untuk mengatasi diskriminasi perempuan di berbagai bi-
dang sehingga membantu negara pihak untuk menentu-
kan langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam bentuk
program maupun kebijakan. CEDAW juga menyediakan
mekanisme yang membantu negara untuk memantau
pelaksanaan komitmennya dan merekomendasikan per-
baikan-perbaikan yang dapat dilakukan agar tujuan kes-
etaraan dan keadilah hak bagi perempuan dapat tercapai.
Oleh karena itu, CEDAW hendaknya menjadi arus utama
dalam setiap perumusan program, anggaran, dan kebi-
jakan. Selain itu, CEDAW juga dapat dijadikan alat anali-
sis atas setiap produk kebijakan dan program yang telah
dihasilkan sehingga dapat terlihat apakah berdampak
nyata terhadap pemenuhan hak perempuan atau tidak.

5. Berisi apakah sajakah Konvensi CEDAW ?


1. Teks konvensi
Teks konvensi terdiri dari mukadimah dan pasal-pasal
36
sebanyak 30 pasal dengan pembagian sebagai berikut:

Pasal Isi

Pasal 1 Definisi istilah diskriminasi

Pasal 2-4 Kewajiban umum negara pihak

Pasal 5-16 Ketentuan substantif berdasarkan


bidang-bidang

Pasal 17-30 Penjelasan tentang dasar dan


fungsi Komite

2. Rekomendasi umum (General Recommendation)


Rekomendasi umum merupakan komentar interpre-
tatif dari hasil tinjauan Komite terhadap laporan dan
informasi yang disampaikan oleh negara pihak.

3. Komentar akhir (Concluding Comments)


Komentar akhir merupakan rekomendasi Komite ber-
dasarkan hasil tinjauan atas laporan yang disampaikan
oleh negara pihak.

6. Apakah sajakah prinsip-prinsip CEDAW ?


Ada tiga prinsip dalam kerangka dasar CEDAW, yaitu:

1. Non-Diskriminatif
Prinsip non-diskriminatif merupakan jiwa dari seluruh
37
pasal yang intinya menekankan untuk tidak melakukan
pembedaan, pengucilan, atau pembatasan yang dibuat
atas dasar jenis kelamin. Adapun definisi istilah dis-
kriminasi dalam pasal 1 CEDAW yaitu:
“Diskriminasi terhadap perempuan berarti segala
pembedaan, pengucilan atau pembatasan yang
dibuat atas dasar jenis kelamin yang mempunyai
dampak atau tujuan untuk mengurangi atau meni-
adakan pengakuan, penikmatan, atau penggunaan
hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok
di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil, atau
bidang lainnya bagi perempuan, terlepas dari status
perkawinan mereka, atas dasar kesetaraan antara
laki-laki dan perempuan.”
Adapun elemen diskriminasi meliputi:

38
2. Kesetaraan Substantif
Prinsip kesetaraan substantif lebih menekankan pada
hasil akhir dari proses untuk memastikan adanya pe-
luang dan kesempatan berpartisipasi bagi perempuan
dalam pembangunan termasuk dalam perumusan
kebijakan dan program, kesetaraan akses, dan keseta-
raan menikmati manfaat yang nyata. Pendekatan ini
menekankan pada pentingnya menciptakan kondisi
dan situasi yang kondusif bagi perempuan untuk se-
tara dengan laki-laki sehingga dapat mencapai per-
samaan dalam hasil. Guna mencapai kesetaraan sub-
stantif tidak menutup kemungkinan diperlukan adanya
tindakan, kebijakan, atau perlakuan khusus terhadap
perempuan untuk mempercepat proses penghapu-
san kesenjangan sehingga situasi dan kondisi menjadi
sama.

3. Kewajiban Negara
Negara yang meratifikasi konvensi CEDAW berke-
wajiban untuk melaksanakan Konvensi CEDAW dan
membuat laporan atas pelaksanaan Konvensi CEDAW
ke Komite CEDAW PBB setiap empat tahun sekali. Ter-
dapat sekitar 37 kewajiban negara yang diatur dalam
CEDAW agar hak-hak perempuan di berbagai bidang
39
terpenuhi. Adapun elemen kewajiban negara meliputi:
»» Kewajiban menyediakan perangkat dan kewajiban
mendapat hasil nyata
Kewajiban ini ditujukan untuk memastikan keseta-
raan dalam kesempatan, akses, dan manfaat bagi
perempuan.
»» Penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan ter-
hadap hak asasi perempuan
Perwujudan tanggung jawab negara dalam memas-
tikan hak asasi perempuan dapat dinikmati oleh per-
empuan. Dalam hal ini, negara wajib menciptakan
lingkungan termasuk kerangka kelembagaan dalam
pelaksanaannya.
»» Tindakan afirmasi
Langkah khusus yang berkelanjutan yang harus di-
lakukan oleh negara pihak untuk mengatasi masalah
diskriminasi historis terhadap perempuan yang ten-
gah dihadapi juga yang menyangkut kebutuhan bi-
ologis dan psikologis perempuan. Contoh tindakan
afirmasi yaitu kuota 30% perempuan di parlemen
dalam rangka percepatan untuk mengatasi rendahn-
ya keterwakilan perempuan.

40
»» Uji kelayakan (due diligence)
Kewajiban ini berarti negara memiliki tanggung
jawab atas semua pelanggaran hak asasi manusia
baik yang dilakukan oleh aparat negara maupuan ak-
tor privat, di ranah publik maupun privat. Oleh kare-
na itu, negara tidak hanya perlu menunjukan bahwa
tanggung jawab tersebut telah dilakukan secara for-
mal dan de jure (hukum), tetapi juga sudah mengam-
bil langkah-langkah yang memungkinkan, mengatur,
dan melindunginya. Uji kelayakan dibutuhkan untuk
memastikan sejauh mana atau efektivitas mekan-
isme korektif dari peraturan perundang-undangan,
kebijakan, program memberikan hasil yang nyata
pada pemenuhan hak. Uji kelayakan juga berarti ke-
wajiban akuntabilitas terkait tanggung jawab negara
terhadap penyelesaian  pelanggaran  HAM  yang ter-
jadi.
»» Harmonisasi nasional
Kewajiban ini terkait dengan ratifikasi konvensi oleh
suatu negara yang mencakup persetujuan dan pen-
gakuan untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang di-
tentukan dalam konvensi.

41
7. 11 Hak-hak Perempuan dalam Konvensi CEDAW
Pasal 6: Hak perempuan untuk bebas dari segala ben-
tuk perdagangan perempuan dan eksploitasi prostitusi
perempuan
Dalam pasal ini negara wajib memberantas segala ben-
tuk perdagangan perempuan dan eksploitasi prostitusi
perempuan dengan membuat peraturan-peraturan yang
tepat.
Pasal 7: Hak perempuan untuk berpartisipasi dalam ke-
hidupan politik dan publik
Hak-hak perempuan yang tercakup dalam pasal ini meli-
puti hak untuk memilih dan dipilih, hak berpartisipasi
dalam perumusan kebijakan pemerintah dan implemen-
tasinya, hak berpartisipasi dalam organisasi nonpemer-
intah atau asosiasi-asosiasi yang berkaitan dengan ke-
hidupan politik dan publik, serta hak untuk menduduki
jabatan publik.
Pasal 8: Hak perempuan untuk berpartisipasi di tingkat
internasional
Pasal ini memuat tentang hak perempuan dalam men-
dapatkan kesempatan yang sama untuk mewakili negara
pada tingkat internasional dan bekerja di organisasi-or-
42
ganisasi internasional.
Pasal 9: Hak perempuan dalam kewarganegaraan
Hak perempuan yang diatur dalam pasal ini meliputi hak
yang sama bagi perempuan untuk memperoleh, men-
gubah, atau mempertahankan kewarganegaraannya; hak
mendapatkan jaminan bahwa perkawinan dengan orang
asing tidak secara otomatis mengubah atau menghilang-
kan kewarganegaraan bagi perempuan; dan hak yang
sama bagi perempuan dalam menentukan kewargane-
gaan anak-anak mereka.
Pasal 10: Hak perempuan dalam bidang pendidikan
Hak perempuan dalam bidang pendidikan meliputi:
a. Mendapatkan kesempatan yang sama un-
tuk memperoleh pendidikan di semua tingkatan
sampai pada pendidikan keahlian teknik tinggi
dan segala macam jenis pelatihan kejuruan.
b. Mendapat kesempatan yang sama untuk ikut
serta dalam kurikulum, ujian, staf pengajar den-
gan standar kualifikasi yang sama, serta infras-
truktur pendidikan yang berkualitas sama.
c. Menghapus steriotip gender dalam pendidikan
di segala tingkatan dan bentuk pendidikan.
d. Kesempatan yang sama dalam memperoleh
43
beasiswa.
e. Kesempatan yang sama untuk ikut serta dalam
program pendidikan kelanjutan, pendidikan
orang dewasa, dan pemberantasan buta huruf.
f. Mengurangi angka putus sekolah anak perem-
puan dan penyelenggaraan program bagi anak
perempuan yang putus sekolah.
g. Berpartisipasi secara aktif dalam olahraga dan
pendidikan jasmani.
h. Memperoleh informasi terkait jaminan keseha-
tan, kesejahteraan keluarga, dan keluarga ber-
encana.
Pasal 11: Hak perempuan dalam bidang pekerjaan
Pasal ini mengatur tentang jaminan hak perempuan yang
meliputi:
a. Hak bekerja, kebebasan memilih profesi, dan
kesempatan kerja yang sama;
a. Hak untuk memperoleh upah, tunjangan, dan
perlakuan yang sama dalam penilaian kualitas
kerja;
b. Hak atas jaminan sosial, perlindungan keseha-
tan, keselamatan, dan kondisi kerja yang aman,
termasuk perlindungan fungsi reproduksi per-
empuan melalui hak atas cuti yang dibayar;
44
c. Hak atas perlindungan dari berbagai diskrimi-
nasi yang berkaitan dengan status perkawinan
dan kehamilan, termasuk memberikan peker-
jaan yang tidak berbahaya bagi kehamilan dan
layanan bagi ibu hamil di tempat kerja.
Pasal 12: Hak perempuan dalam bidang kesehatan
Pasal ini menekankan pada jaminan hak perempuan un-
tuk menikmati standar tertinggi atas kesehatan fisik dan
mental terutama hak dalam hal memperoleh layanan
dan pelayanan kesehatan bagi perempuan hamil seh-
ingga terbebas dari resiko kematian saat melahirkan, hak
tumbuh kembang anak, hak berada dalam lingkungan
yang sehat, serta hak atas pengobatan dari berbagai pen-
yakit menular termasuk yang berhubungan dengan kerja.
Pasal 13: Hak perempuan dalam bidang ekonomi dan
sosial
Pasal ini menekankan pada hak atas dasar persamaan
dalam hal mendapatkan tunjangan keluarga, kredit
keuangan, dan partisipasi dalam aktivitas olah raga, re-
kreasi, dan kebudayaan.
Pasal 14: Hak perempuan pedesaan
Pasal ini mengatur terkait dengan hak-hak khusus untuk
perempuan pedesaan yang meliputi hak untuk berpar-
45
tisipasi dalam aktivitas kemasyarakatan, dalam peren-
canaan dan implementasi program pembangunan seh-
ingga kebutuhan perempuan terintegrasi dalam semua
aspek pembangunan, serta hak atas akses pada fasilitas
kesehatan, pendidikan, pelatihan, kondisi hidup yang lay-
ak, kesempatan ekonomi, termasuk dukungan bagi bisnis
pertanian dan jaminan sosial.
Pasal 15: Hak perempuan untuk mendapatkan persa-
maan di hadapan hukum
Pasal ini menyatakan perlunya persamaan di hadapan
hukum dalam urusan sipil, prosedur, maupun pembua-
tan kontrak, dan melarang dibatasinya kecakapan hukum
perempuan dan akses pada hukum.
Pasal 16: Hak perempuan dalam perkawinan dan kehidu-
pan keluarga
Pasal ini menyatakan hak-hak perempuan dalam ranah
perkawinan dan keluarga mulai dari hak-hak sebelum
memasuki jenjang perkawinan, sampai hak-hak selama
perkawinan dan bila terjadi perceraian. Termasuk di
dalamnya yaitu hak reproduksi terkait penentuan jumlah
anak, jarak kelahiran, serta pengasuhan anak, juga hak
kebebasan pribadi dalam memilih nama keluarga, pro-
fesi, pekerjaan, dan memiliki atau menjual hak milik.
46
8. Bagaimana agar CEDAW bisa diinternalisasikan
dalam kebijakan desa?
Pemerintah telah meratifikasi CEDAW menjadi hukum
nasional sejak 1984, itu berarti pemerintah berkewajiban
untuk melaksanakan segala komitmennya secara kom-
prehensif dari tingkat pusat sampai daerah, termasuk
sampai tingkat desa. Dengan demikian pemerintah dae-
rah juga memiliki tanggung jawab untuk mengintegrasi-
kan CEDAW dalam setiap penyusunan program maupun
kebijakan di tingkat desa.
Hak-hak perempuan dalam CEDAW yang dikategorikan
berdasarkan bidang-bidang sesungguhnya memudah-
kan dan membantu pemerintah daerah untuk membuat
kerangka kerja pelaksanaannya sehingga dapat cepat di-
integrasikan dalam rencana kerja jangka pendek maupun
jangka panjang. Jika CEDAW terintegrasi dalam setiap ke-
bijakan daerah maka akan menghasilkan produk kebija-
kan yang berpihak pada perempuan dan mengakomodir
kebutuhan perempuan, sehingga tidak ada lagi perda-
perda diskriminatif terhadap perempuan.

47
48
Buku 3

Memahami
Undang-Undang Desa dan
Peran Perempuan
Dalam Pembangunan Desa

49
Pengantar

Penjelasan Buku

- Mengapa Buku Saku ini Dibuat


- Tujuan Buku Saku Dibuat
- Siapakah yang menggunakan
Buku Saku ini

50
UNDANG-UNDANG DESA
1. Mengapa ada Undang-Undang Desa ?
Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat se-
tempat dan berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan
berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik In-
donesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). Kemudian dalam
perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, desa tel-
ah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu
dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju,
mandiri, dan demokratis.
Membangun desa adalah mandat konstitusional Pasal 18
dan 18B ayat (2) UUD NKRI 1945, mengacu pada dua pasal
yaitu; UU Desa telah memberi ruang pengakuan pada
dua konsep penyelenggaraan pemerintahan desa yang
selama ini berkembang dalam diskursus desentralisasi.
Pertama, katanya, praktik desa sebagai organisasi komu-
nitas lokal yang mempunyai pemerintahan sendiri.

2. Apakah Visi Dari Undang-Undang Desa ?


Mewujudkan desa yang maju, kuat, mandiri, berkeadilan
dan demokratis; memiliki kewenangan penuh untuk men-

51
gurus/mengatur diri sendiri untuk mencapai kesejahter-
aan masyarakat Desa. Berdasarkan visi ini, maka Undang-
Undang Desa dibuat dengan tujuan sebagai berikut;

Memberikan pengakuan dan penghormatan atas desa
yang sudah ada dengan keberagamaan (keanekaraga-
man) sebelum dan sesudah terbentuknya Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas
desa dalam sistem ketatanegaraan NKRI demi mewu-
judkan keadilan bagi masyarakat Indonesia

Melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya
masyarakat desa.

Mendorong prakarsa gerakan dan partisipasi
masyarakat desa untuk pengembangan potensi dan dan
aset desa guna kesejahteraan bersama.

Membentuk pemerintahan desa yang profesional,
efisien dan efektif, terbuka serta bertangungjawab
meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat
desa guna mempercepat kesejahteraan umum.

Meningkatkan pelayanan publik bagi bagi warga
masyarakat desa guna mempercepat perwujudan kes-
ejahteraan umum.

Meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat

52
desa yang mampu memelihara kesatuan budaya sosial
sebagai bagian dari ketahanan nasional.

Memajukan perekonomian warga masyarakat desa ser-
ta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional.

Memperkuat masyarakat desa sebagai subjek pemban-
gunan nasional.

3. Apa sajakah Azas Undang-Undang Desa ?


Azas Rekognisi
Azas Rekognisi atau pengakuan merupakan bentuk peng-
hargaan dan pengakuan Negara kepada Desa terhadap
Hak Asal-Usul Desa (pasal 3 UU Desa No. 6 2014). Karena
desa memerlukan pengakuan pasti secara hukum terha-
dap pranata, system, nilai yang masih berjalan termasuk
adat istiadat Desa.
Azas Subsidiaritas
Penetapan kewenangan berskala lokal Desa untuk
kepentingan masyarakat Desa (pasal 3 UU Desa No. 6
2014). Kewenangan Desa dalam mengurus dan menga-
tur pembangunan dan pemberdayaan masyarakat, sep-
erti pada kegiatan pembangunan sarana prasarana sosial
dan ekonomi berskala desa.

53
Azas Inklusi Sosial
Tatanan masyarakat yang terbuka, ramah, meniada-
kan hambatan dan menyenangkan karena setiap warga
masyarakat tanpa terkecuali saling menghargai dan
merangkul setiap perbedaan. (UU Desa Bab I pasal 3).
Membangun dengan sistem keterbukaan; seluruh unsur
masyarakat dengan berbagai perbedaan latar belakang,
karakteristik, kemampuan, status, kondisi, etnik, budaya
dan lainnya terlibat aktif dalam pelaksanaan pembangu-
nan di Desa termasuk menikmati hasil-hasil pembangu-
nan di Desa.
Azas Partisipatif
Bahwa di dalam penyelenggaraan pemerintahan desa
harus mengikutsertakan segenap unsur masyarakat.
Desa termasuk kelembagaan-kelembagaan Desa seperti
misalnya LPMD, Karang Taruna, PKK, Posyandu, dan lain-
lain sesuai kebutuhan.

4. Desa dan Jenis-Jenisnya


Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang me-
miliki batas wilayah yang berwenang untuk menga-
tur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat,
54
hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan
dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Keanekaragaman Desa memiliki makna bahwa istilah
Desa dapat disesuaikan dengan asal-usul dan kondisi so-
sial budaya masyarakat setempat, seperti Nagari, Neg-
eri, Kampung, Pekon, Lembang, Pamusungan, Huta, Bori
atau Marga. Hal ini berarti bahwa pola penyelenggaraan
Pemerintahan Desa akan menghormati sistem nilai yang
berlaku dalam adat istiadat dan budaya masyarakat se-
tempat, sekaligus tetap menjunjung sistem nilai bersama
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Negara tidak
mengurus desa adat, kecuali memberikan pelayanan
publik pada warga. Desa adat mempunyai otonomi se-
cara sendirian, tidak ada pembagian kekuasaan dari ne-
gara dan tidak membantu Negara. Negara hanya men-
gakui kedudukan, kewenangan asli dan kekayaan desa
adat.

5. Apa yang dimaksud kewenangan desa?


Kewenangan Desa adalah kewenangan yang dimiliki
Desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan
Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa,
Pembinaan Kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan
55
Masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak
asal usul dan adat istiadat Desa (pasal 18 UU Desa No. 6
Tahun 2014).

6. Kewenangan desa meliputi?


Dalam pasal 19 UU Desa No. 6 Tahun 2014 Kewenangan
Desa meliputi:
a. Kewenangan berdasarkan hak asal usul;
b. Kewenangan lokal berskala Desa;
c. Kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah
daerah kabupaten/kota; dan
d. Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemer-
intah, pemerintah daerah provinsi, atau pemer-
intah daerah kabupaten/kota sesuai dengan ke-
tentuan peraturan perundang-undangan.

7. Apakah yang dimaksudkan dengan kewenangan


hak asal-usul ?
Kewenangan berdasarkan hak asal usul adalah hak yang
merupakan warisan yang masih hidup dan prakarsa Desa
atau prakarsa masyarakat Desa sesuai dengan perkem-
bangan kehidupan masyarakat.
Sesuai pasal 2 Permendesa PDTT no 1/2015 bahwa ru-
56
ang lingkup kewenangan berdasarkan hak asal usul Desa
meliputi :
a. sistem organisasi perangkat Desa;
b. sistem organisasi masyarakat adat;
c. pembinaan kelembagaan masyarakat;
d. pembinaan lembaga dan hukum adat;
e. pengelolaan tanah kas Desa;
f. pengelolaan tanah Desa atau tanah hak milik
Desa yang menggunakan sebutan setempat;
g. pengelolaan tanah bengkok;
h. pengelolaan tanah pecatu;
i. pengelolaan tanah titisara; dan
j. pengembangan peran masyarakat Desa.
Sedangkan Kewenangan berdasarkan hak asal usul Desa
adat (pasal 3 Permendesa PDTT No 1/2015) meliputi:
a. penataan sistem organisasi dan kelembagaan
masyarakat adat;
b. pranata hukum adat;
c. pemilikan hak tradisional;
d. pengelolaan tanah kas Desa adat;
e. pengelolaan tanah ulayat;
f. kesepakatan dalam kehidupan masyarakat
57
Desa adat;
g. pengisian jabatan kepala Desa adat dan perang-
kat Desa adat; dan
h. masa jabatan kepala Desa adat

8. Apakah yang dimaksud produk hukum desa?


Adalah semua Peraturan Perundang-undangan baik yang
ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepa-
kati bersama BPD, maupun peraturan yang ditetapkan
oleh Kepala Desa dan bersifat mengikat.

9. Siapakah yang berhak menyusun produk hukum


desa?
Yang berhak menyusun adalah Kepala Desa dan Badan
Permusyawaratan Desa (BPD)

10. Apakah masyarakat boleh atau memiliki hak untu


ikut serta dalam penyusunan produk hukum desa?
Sebagaimana yang yang diatur pada pasal 6 ayat (2)
Permendagri nomor 111/2014 bahwa hal tersebut diper-
bolehkan dan bahkan harus dikonsultasikan kepada
masyarakat, “Rancangan Peraturan Desa yang telah disu-
sun, wajib dikonsultasikan kepada masyarakat desa dan
dapat dikonsultasikan kepada camat untuk mendapatkan

58
masukan.

11. Apa saja jenis produk hukum desa menurut Un-


dang-Undang Desa?
Jenis produk hukum desa, ada 3 yaitu :
a. Peraturan Desa (Perdes);
Peraturan Desa yang merupakan peraturan perun-
dang-undangan yang dibuat oleh BPD bersama kepa-
la desa. Perdes bersifat umum sehinga mengatur
segala hal yang menjadi kewenangan desa dan juga
mengikat semua orang yang berada dalam lingkup
desa. Perdes harus mengindahkan batasan ataupun
larangan yang ditentukan oleh peraturan yang lebih
tinggi derajatnya berdasarkan hirarki peraturan.
b. Peraturan Kepala Desa;
Peraturan yang dikeluarkan oleh kepala desa yang
mempunyai fungsi sebagai peraturan pelaksana dari
Perdes ataupun pelaksanan dari peraturan yang leb-
ih tingg. Peraturan Kepala desa hanya dapat menga-
tur hal-hal yang diperintahkan secara konkret dalam
Perdes. Karena itu, tidak boleh mengatur hal yag
tidak diperintahkan ataupun dilarang oleh Perdes.
Ini merupakan salah satu bentuk pembatasan ter-
59
hadap kekuasaan yang dimiliki oleh kepala desa.
Sedangkan pada posisinya sebagai pelaksana pera-
turan yang lebih tinggi, Perdes memuat materi yang
mengatur kewenangannya atau materi yang diperin-
tahkan atau didelegasikan dari peraturan yang lebih
tingi.
Peraturan kepala Desa tetap saja dapat mengatur
materi yang tidak ditentukan dalam Perdes, namun
materi itu harus tetap diperintahkan oleh peraturan
yang lebih tinggi, misalnya diperintahkan oleh UU, PP
atau Perda. Dengan demikian Peraturan Kepala Desa
merupakan salah satu peraturan yang “lebih bebas”
dalam menentukan substansi yang akan diaturnya,
namun tetap harus mempunyai dasar hukum dalam
pengaturan materi tersebut.
c. Peraturan Bersama Kepala Desa
Peraturan ini merupakan peraturan yang materi
muatan merupakan kesepakatan bersama antara
dua desa atau lebih

60
MUSYAWARAH DESA
1. Apakah yang disebut Musyawarah Desa?
Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain
adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan
Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang dis-
elenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk
menyepakati hal yang bersifat strategis.

2. Apakah kedudukan dan fungsi musyawarah desa?


Musyawarah Desa merupakan forum permusyawaratan
yang diikuti oleh Badan Permusyawaratan Desa, Pemer-
intah Desa, dan unsur masyarakat Desa untuk memusya-
warahkan hal yang bersifat strategis dalam penyeleng-
garaan Pemerintahan Desa.

3. Siapa saja pihak yang terlibat dalam musyawarah


desa ?
Para Pihak yang terlibat dalam Musyawarah Desa adalah
Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa dan Un-
sur Masyarakat.

61
4. Apa sajakah hak masyarakat dalam Musyawarah
Desa ?
Hak masyarakat dalam penyelenggaraan Musyawarah
Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
D
DMendapatkan informasi secara lengkap dan benar peri-
hal hal-hal bersifat strategis yang akan dibahas dalam
Musyawarah Desa;
D
DMengawasi kegiatan penyelenggaraan Musyawarah
Desa maupun tindaklanjut hasil keputusan Musyawarah
Desa;
D
DMendapatkan perlakuan sama dan adil bagi unsur
masyarakat yang hadir sebagai peserta Musyawarah
Desa;
D
DMendapatkan kesempatan secara sama dan adil dalam
menyampaikan aspirasi, saran, dan pendapat lisan atau
tertulis secara bertanggung jawab perihal hal-hal yang
bersifat strategis selama berlangsungnya Musyawarah
Desa.
D
DMenerima pengayoman dan perlindungan dari gang-
guan, ancaman dan tekanan selama berlangsungnya
Musyawarah Desa.

62
5. Hal Strategis apa sajakah yang dipuruskan dalam
Musyawarah Desa ?
Hal yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam
kaitannya dengan Musyawarah Desa meliputi :
D
DPenataan Desa;
D
DPerencanaan Desa;
D
DKerja sama Desa;
D
DRencana investasi yang masuk ke Desa;
D
DPembentukan BUM Desa;
D
DPenambahan dan pelepasan Aset Desa;
D
DPejadian luar biasa.

6. Berapa kali Musyawarah Desa diselenggarakan ?


Musyawarah Desa diselenggarakan paling sedikit 1 (satu)
tahun sekali.
Dalam hal tertentu, Musyawarah Desa bisa dilakukan
berdasarkan kebutuhan Desa, misalnya 6 (enam) bulan
sekali.

7. Apakah saja prinsip-prinsip penting dalam men-


jalankan Musyawarah Desa?
Musyawarah Desa diselenggarakan secara partisipatif,
demokratis, transparan dan akuntabel dengan berdasar-
kan kepada hak dan kewajiban masyarakat.
63
8. Apakah yang disebut hasil Musyawarah Desa ? Dan
hasilnya dituangkan dalam bentuk apa ?
Kesepakatan Musyawarah Desa adalah suatu hasil kepu-
tusan dari Musyawarah Desa dalam bentuk kesepakatan
yang dituangkan dalam Berita Acara
kesepakatan Musyawarah Desa yang ditandatangani oleh
Ketua Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa.

9. Bagaimana mekanisme pengambilan keputusan


dalam Musayawarah Desa ?
Mekanisme pengambilan keputusan dalam Musyawarah
Desa terdapat 2 (dua) cara yakni :
a) Musyawarah untuk Mufakat dan jika poin per-
tama tidak terpenuhi, maka
b) Keputusan diambil berdasarkan suara terban-
yak. (Permendesa No 2 Tahun 2015 Pasal 45)

10. Apakah pihak diluar desa diperbolehkan menjadi


peninjau Musyawarah Desa ?
Pihak luar boleh meninjau Musyawarah Desa, namun
tidak memiliki Hak Suara.
1) Pihak luar seperti dimaksud misalnya adalah
tamu Undangan dan juga Wartawan. Dalam
Permendesa No 2 Tahun 2015 Pasal 39 dis-
64
ebutkan bahwa : Peninjau dan wartawan adalah
mereka yang hadir dalam Musyawarah Desa
tanpa undangan Ketua Badan Permusyawara-
tan Desa;
2) Peninjau dan wartawan tidak mempunyai hak
suara, hak bicara, dan tidak boleh menyatakan
sesuatu, baik dengan perkataan maupun per-
buatan;
3) Peninjau dan wartawan mendaftarkan kehad-
iran dalam Musyawarah Desa melalui panitia
Musyawarah Desa;
4) Peninjau dan wartawan membawa bukti pen-
daftaran kehadiran dalam Musyawarah Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (3);
5) Peninjau menempati tempat yang sama den-
gan undangan.
6) Wartawan menempati tempat yang disediakan;
dan
7) Peninjau dan wartawan harus menaati tata
tertib Musyawarah Desa.

65
11. Apakah yang dimaksud dengan Pembangunan
Desa ?
Pembangunan Desa adalah suatu tujuan yang diu-
payakan melalui sistem pembangunan yang dilaksana-
kan oleh pemerintah desa dengan melibatkan seluruh
masyarakat desa dengan semangat gotong royong mulai
dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pen-
gawasan.

12. Apakah yang dimaksud dengan Pembangunan


Desa Partisipatif ?
Pembangunan Partisipatif adalah suatu sistem pengelo-
laan pembangunan di desa dan kawasan perdesaan yang
dikoordinasikan oleh kepala Desa dengan mengedepan-
kan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan
guna mewujudkan pengarusutamaan perdamaian, keadi-
lan sosial dan kesejahteraan.

13. Apakah yang disebut tahapan Pembangunan


Desa ?
Tahapan Pembangunan Desa merupakan rangkaian
proses pembangunan yang dilakukan secara teren-
cana dan menyentuh kebutuhan riil masyarakat dalam
rangka meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan
66
masyarakat.
Tahapan pembangunan desa:
a. Tahap Perencananaan: Pemerintah Desa meny-
usun perencanaan Pembangunan Desa sesuai
dengan kewenangannya dengan melakukan
Identifikasi kebutuhan pembangunan, penen-
tuan skala prioritas, penyusunan rencana yang
mengacu pada perencanaan pembangunan Ka-
bupaten/Kota. Output dari tahapan ini adalah
Dokumen RPJM Desa, RKP Desa dan Rancangan
APBDes;
b. Tahap Pelaksanaan: Pembangunan Desa dilak-
sanakan sesuai dengan Rencana Kerja Pemer-
intah Desa;
c. Tahap Pemantauan dan Pengawasan Pem-
bangunan Desa: Masyarakat Desa berhak mel-
akukan pemantauan dan pengawasan pada
proses perencanaan, pelaksanaan kegiatan dan
pengelolaan keuangan yang hasilnya menjadi
dasar pembahasan pada musyawarah Desa.

14. Kapan tahapan perencanaan desa dilaksanakan ?


Tahap perencanaan pembangunan desa dilaksanakan
setelah dilakukan identifikasi kebutuhan pembangunan
dan penentuan skala prioritas yang dituangkan dalam

67
Dokumen RKP Desa.
Terdapat 3 tahapan perencanaan pembangunan Desa:
a. Musyawarah Desa yang dilaksanakan paling
lambat bulan Juni tahun berjalan;
b. RKP Desa disusun oleh Pemerintah Desa pada
bulan Juli tahun berjalan dan ditetapkan paling
lambat akhir bulan September tahun berjalan.
c. Rancangan Peraturan APBDesa paling lambat
ditetapkan pada bulan Oktober tahun berjalan

15. Siapakah yang melaksanakan tahapan perenca-


naan desa ?
Yang melaksanakan tahap perencanaan adalah unsur
Pemerintah Desa, unsur Lembaga Masyarakat Desa, un-
sur Badan Permusyarahan Desa, Kader Desa, dan unsur
masyarakat desa.

16. Apakah yang dinamakan Rencana Pembangunan


Jangka Menengah Desa (RPJMDes) ?
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa, selan-
jutnya disingkat RPJM Desa, adalah Rencana Kegiatan esa
Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun

68
17. Bagaimana RPJMDes disusun ?
Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Desa dilaksanakan oleh Kepala Desa dengan mengikut
sertakan Unsur pemerintah Desa (Sekdes), LPM, Kader
Desa dan unsur masyarakat.
Kegiatan Penyusunan RPJM Desa meliputi:
a. Pembentukan tim penyusun RPJM Desa
b. Penyelarasan arah kebijakan perencanaan
pembangunan kabupaten/kota
c. Pengkajian keadaan Desa
d. Penyusunan rencana pembangunan Desa mel-
alui musyawarah Desa
e. Penyusunan rancangan RPJM Desa
f. Penyusunan rencana pembangunan Desa mel-
alui musyawarah perencanaan pembangunan
Desa
g. Penetapan RPJM Desa.
18. Apa saja pokok-pokok isi RPJM desa ?
Pokok-Pokok isi rancangan RPJM Desa memuat visi dan
misi kepala Desa;
D
DArah kebijakan pembangunan Desa
D
DRencana kegiatan yang meliputi bidang penyelengga-
raan Pemerintahan Desa
D
DPelaksanaan pembangunan Desa
69
D
DPembinaan kemasyarakatan Desa
D
DPemberdayaan masyarakat Desa.

19. Apa yang dimaksud dengan Rencana Kerja Pemer-


intah Desa (RKP Desa) ?
Rencana Kerja Pemerintah Desa, selanjutnya disingkat
RKP Desa, adalah penjabaran dari RPJM Desa untuk jang-
ka waktu 1 (satu) tahun

20. Bagaimana menyesuaikan RPJM Desa dan RKP


Desa dengan rencana pembangunan Pemerintah
atau Pemerintah Kota/ Kabupaten ?
Tim Penyusun RPJM Desa dan RKP Desa melakukan pe-
nyelarasan arah kebijakan pembangunan Kabupaten/
Kota untuk mengintegrasikan program dan kegiatan
pembangunan Kabupaten/Kota dengan pembangunan
Desa dengan cara mengikuti sosialisasi dan/atau menda-
patkan informasi tentang arah kebijakan pembangunan
kabupaten/kota, meliputi:
a. Rencana pembangunan jangka menengah dae-
rah kabupaten/kota
b. Rencana strategis satuan kerja perangkat dae-
rah
c. Rencana umum tata ruang wilayah kabupaten/
kota
70
d. Rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/
kota
e. Rencana pembangunan kawasan perdesaan
21. Apakah RPJM Desa dapat direvisi ?
Tim Penyusun RPJM Desa dapat melakukan perbaikan
dan atau perubahan dokumen rancangan RPJM Desa ber-
dasarkan kesepakatan Musyawarah Perencanaan Pem-
bangunan Desa.

22. Kapan dan untuk alasan apa RPJM Desa direvisi ?


Perubahan RPJM Desa dapat dilakukan jika:
a. Terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam,
krisis politik, krisis ekonomi, dan/atau kerusu-
han sosial yang berkepanjangan
b. Terdapat perubahan mendasar atas kebijakan
Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan/
atau pemerintah daerah kabupaten/kota.
Perbaikan dan atau perubahan RPJM Desa dibahas dan
disepakati dalam Musyawarah Perencanaan Pembangu-
nan Desa. Perbaikan dan perubahan RPJM Desa ditetap-
kan dalam Peraturan Desa tentang RPJM Desa.

71
72
Buku 4
Perempuan Mewujudkan
Capaian Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan
(SDG’s)

73
Pengantar

74
Penjelasan Buku

Mengapa Buku Saku ini Dibuat

Tujuan Buku Saku Dibuat

Siapakah yang menggunakan Buku Saku ini

75
1. Apakah yang dinamakan Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan ?
Sidang umum Perserikatan Bangsa–Bangsa (PBB) pada
25 September 2015 lalu di New York, Amerika Serikat,
secara resmi telah mengesahkan Agenda Pembangunan
Berkelanjutan atau SDGs sebagai kesepakatan pemban-
gunan global. Sekurangnya 193 kepala negara hadir, ter-
masuk Wakil Presiden Jusuf Kalla, turut mengesahkan
Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 untuk
Indonesia.
Mulai tahun 2016, Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
(SDGs) 2015–2030 secara resmi menggantikan Tujuan
Pembangunan Millennium (MDGs) 2000–2015. SDGs ber-
isi seperangkat tujuan transformatif yang disepakati dan
berlaku bagi seluruh bangsa tanpa terkecuali.
SDGs berisi 17 Tujuan. Salah satu Tujuan adalah Tujuan
yang mengatur tata cara dan prosedur yaitu masyarakat
yang damai tanpa kekerasan, nondiskriminasi, partisi-
pasi, tata pemerintahan yang terbuka serta kerja sama
kemitraan multi–pihak.

76
2. Apa Perbedaan SDGs dan MDGs ?
MDGs yang dirumuskan oleh negara-negara Organisation
for Economic Co-operation and Development (OECD) dan
para pakar beberapa lembaga internasional berbeda den-
gan SDGs yang melibatkan pemangku kepentingan yang
lebih luas. Sejak awal, SDGs dibuat melalui proses partisi-
patoris sangat inklusif dengan cara konsultasi langsung
dengansemua kalangan (pemerintah, masyarakat sipil,
akademisi, pihak swasta, dam masyarakat filantropi)
Hal tersebut berkontribusi pada adanya beberapa per-
bedaan penting antara MDGs dan SDGs. Pertama, SDGs
dirumuskan berdasarkan prinsip-prinsip HAM, inklu-
sivitas, dan antidiskriminasi. Kedua, dalam hal agenda,
SDGs tidak hanya berfokus pada upaya pemenuhan
kebutuhan masa sekarang, tetapi juga memerhatikan
kebutuhan masa yang akan datang atau berkelanjutan.
Ketiga, SDGs ditujukan untuk memastikan bahwa semua
manusia dapat menikmati kehidupan yang sejahtera dan
bahwa kemajuan ekonomi,sosial, dan teknologi terjadi
selaras dengan alam/lingkungan. Keempat, SDGs juga
dirancang untuk mendorong perdamaian agar terwujud
masyarakat adil dan inklusif yang bebas dari rasa takut
dan kekerasan. Kelima, SDGs mengutamakan kerja sama

77
seluruh pemangku kepentingan.
MDGs dan SDGs juga berbeda dalam hal jumlah tujuan
dan indikator. Sebelumnya, pada MDGs ada 8 tujuan dan
60 indikator. Pada SDGs, jumlah tersebut bertransfor-
masi menjadi 17 tujuan dan 232 indikator (revisi terakhir
dariUNStats pada Maret 2017). Di antara 17 tujuan pada
SDGs, ada 4 yang benar-benar tidak ada pada MDGs, yaitu
tujuan 9 (industri, inovasi, dan infrastruktur), tujuan 10
(mengurangi ketimpangan), tujuan 11 (masyarakat dan
kota yang berkelanjutan), dan tujuan 16 (perdamaian,
keadilan, dan institusi yang kuat).
Jadi, pelaksanaan MDGs yang berakhir pada 2015
lalu memberikan banyak pengalaman dalam
perencanaan,penganggaran, dan koordinasi pelaksanaan
agenda pembangunan global, khususnya bagi pemer-
intah (baik pusat maupun daerah). Banyak target dan
indikator MDGs yang berhasil dicapai dengan baik oleh
Indonesia, walaupun masih banyak juga pekerjaan rumah
terkait MDGs.
Dengan tujuan dan target yang lebih banyak, tentu tan-
tangan yang akan dihadapi dalam pencapaian SDGs lebih
berat. Berita baiknya adalah bahwa Indonesia memiliki
waktu persiapan yang lebih panjang dan strategi persia-
78
pan yang lebih baik untuk SDGs. Secara umum, seluruh
tujuan pembangunan global sudah memiliki pijakan kebi-
jakan dalam dokumen RPJMN 2015–2019

3. Apakah prinsip penting penyelenggaraan SDGs ?


Prinsip utama SDGs yaitu tidak seorang pun terting-
gal (Leave No One Behind) sehingga harus memastikan
adanya kesetaraan, non-diskriminasi, partispasi, dan
inklusi di semua tingkatan. Selain itu, implementasi SDGs
harus menekankan pada solidaritas, akuntabilitas, kemi-
traan yang setara, kemajuan bersama, serta partisipasi
pemerintah dan semua pemangku kepentingan.
Ada lima isu mendasar dalam dalam SDGs yaitu rakyat
(people), planet, kesejahteraan (prosperity), kemitraan
(partnership), dan perdamaian (peace), yang diterjemah-
kan ke dalam 17 tujuan dan 169 target yang bersifat ter-
integrasi dan tidak terpisahkan.

79
4. Apakah saja tujuan-tujuan dalam SDGs
Ada 17 tujuan global yang ditargetkan tercapai di tahun
2030, yaitu:

80
Tujuan 1: Menghapus Kemiskinan
Mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk di mana
pun.
Tujuan 2: Mengakhiri Kelaparan
Mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan
dan nutrisi yang lebih baik dan mendukung pertanian
berkelanjutan.
Tujuan 3: Kesehatan yang Baik dan Kesejahteraan
Memastikan kehidupan yang sehat dan mendukung
kesejahteraan bagi semua untuk semua usia.
Tujuan 4: Pendidikan Bermutu
Memastikan pendidikan yang inklusif dan berkualitas
setara, juga mendukung kesempatan belajar seumur
hidup bagi semua.
Tujuan 5: Kesetaraan Gender
Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan se-
mua perempuan dan anak perempuan.
Tujuan 6: Akses Air Bersih dan Sanitasi
Memastikan ketersediaan dan manajemen air bersih
yang berkelanjutan dan sanitasi bagi semua.

81
Tujuan 7: Energi Bersih dan Terjangkau
Memastikan akses terhadap energi yang terjangkau,
dapat diandalkan, berkelanjutan dan modern bagi se-
mua.
Tujuan 8: Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi
Mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan
berkelanjutan, tenaga kerja penuh dan produktif dan
pekerjaan yang layak bagi semua.
Tujuan 9: Infrastruktur, Industri, dan Inovasi
Membangun infrastruktur yang tangguh, mendukung
industrialisasi yang inklusif dan berkelanjutan dan
membantu perkembangan inovasi.
Tujuan 10: Mengurangi Ketimpangan
Mengurangi ketimpangan didalam dan antar negara.
Tujuan 11: Kota dan Komunitas yang Berkelanjutan
Membangun kota dan pemukiman yang inklusif, aman,
tangguh dan berkelanjutan.
Tujuan 12: Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung
Jawab
Memastikan pola konsumsi dan produksi yang
berkelanjutan.

82
Tujuan 13: Penanganan Perubahan Iklim
Mengambil aksi segera untuk memerangi perubahan
iklim dan dampaknya.
Tujuan 14: Menjaga Ekosistem Laut
Mengkonservasi dan memanfaatkan secara berkelan-
jutan sumber daya laut, samudra dan maritim untuk
pembangunan yang berkelanjutan.
Tujuan 15: Menjaga Ekosistem Darat
Melindungi, memulihkan dan mendukung penggunaan
yang berkelanjutan terhadap ekosistem daratan, men-
gelola hutan secara berkelanjutan, memerangi deser-
tifikasi (penggurunan), dan menghambat dan mem-
balikkan degradasi tanah dan menghambat hilangnya
keanekaragaman hayati.
Tujuan 16: Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan
yang Kuat
Mendukung masyarakat yang damai dan inklusif untuk
pembangunan berkelanjutan, menyediakan akses ter-
hadap keadilan bagi semua dan membangun institusi-
institusi yang efektif, akuntabel dan inklusif di semua
level.

83
Tujuan 17: Kemitraan untuk Mencapai Tujuan
Menguatkan ukuran implementasi dan merevitalisasi
kemitraan global untuk pembangunan yang berkelan-
jutan.

5. Apakah keterkaitan SDGs dengan isu perempuan


dan upaya pengarusutamaan gender ?
Isu perempuan dan kesetaraan gender secara spesifik
terlingkup dalam Tujuan 5, namun secara umum men-
jadi isu lintas sektoral (cross-cutting) dan menjadi bagian
integral di semua tujuan. Dalam konteks SDGs, untuk
mencapai kesetaraan dan keadilan gender harus memas-
tikan hak perempuan dan anak perempuan tercapai dan
terintegrasi di semua tujuan. Sehingga kerangka berpikir
ini juga perlu menjadi pemahaman bersama dan arus
utama dalam penyusunan rencana aksi sampai pada im-
plementasi di program, anggaran, dan kebijakan.
Kondisinya saat ini berbagai persoalan masih dihadapi
oleh perempuan dan berdampak buruk pada hidup
perempuan, seperti masih tingginya angka kekerasan
terhadap perempuan, masih rendahnya partisipasi per-
empuan dalam politik, persoalan kesehatan perempuan
seperti tingginya AKI, perkawinan anak, kemiskinan per-
empuan, kekerasan seksual, dan sebagainya. Oleh karena
84
itu persoalan perempuan harus mendapat perhatian leb-
ih untuk diselesaikan oleh pemerintah baik pusat mau-
pun daerah.

6. Bagaimana Pelaksanaan SDGs di Daerah,


khususnya Desa ?
Peran pemerintah daerah tingkat kota/kabupaten sam-
pai desa sangat penting dalam pelaksanaan SDGs. Ter-
capainya tujuan dan target SDGs di tingkat daerah dapat
menghasilkan reputasi baik bagi kepala daerah dan ja-
jarannya, karena dapat menunjukan kinerja yang baik.
Selain itu, saat ini keberhasilan melaksanakan SDGs
menjadi ukuran keberhasilan dan prestasi kepala daerah
dalam memimpin daerahnya sehingga akan menaikkan
kepercayaan dan dukungan masyarakat.
Untuk memaksimalkan pelaksanaan SDGs di tingkat dae-
rah, maka diperlukan penyusunan Rencana Aksi Daerah
(RAD) yang diarusutamakan dan diintegrasikan ke dalam
RKPD dan APBD daerah, dan prosesnya dipantau dan di-
laporkan setiap dua tahun. Adapun kriteria pokok penyu-
sunan RAD yaitu:

85
D
DKeadilan substantif yaitu sejauh mana kebijakan, priori-
tas, dan program pembangunan mampu mampu men-
jawab kebutuhan warga terutama kelompok tertinggal
(perempuan, kelompok minoritas, kelompok marjinal).
D
DKeadilan Prosedural yaitu sejauh mana seluruh pihak
dalam hal ini warga dan para pemangku kepentingan
dapat terlibat aktif dalam keseluruhan proses penyu-
sunan hingga pelaksanaan pembangunan. Sehingga
dalam prosesnya diperlukan keterbukaan, partisipatif,
serta konsultatif dengan melibatkan berbagai pihak
terutama kelompok tertinggal.

86
87

Anda mungkin juga menyukai