MEWUJUDKAN
PEMBANGUNAN YANG
SETARA DAN INKLUSIF
Kalyanamitra 2019
BUKU 1
Memahami Gender
& Ketidakadilan Gender
1
Pengantar
......`(menyusul yaa)
2
Penjelasan Buku
3
merupakan bagian dari kesetaraan sosial dimana setiap
warga negara terlepas dari perbedaan ras/etnis, agama,
kelas ekonomi, gender serta usia sehingga mempunyai
hak yang sama.
4
atau program di desa sudah mengkomodir prinsip-prin-
sip gender dan inkulsi sosial.
Siapakah yang menggunakan buku saku ini
Sebesar-besarnya diharapkan buku ini digunakan oleh
kader atau aktivis perempuan desa yang sedang dalam
upaya melakukan proses pengorganisiran di lingkup
desa. Selain itu buku ini juga dapat digunakan oleh pihak
lain yang berkepentingan untuk memperoleh informasi
dan pemahaman lebih lanjut tentang gender, kesetaraan
gender dan upaya-upaya konstruktif dalam proses per-
encanaan dan pembangunan desa.
5
6
A. MEMAHAMI GENDER
9
perempuan dianggap lemah.
Sebagai struktur sosial dan pelaksanaan, budaya patri-
arki mengalami pergeseran mengikuti perubahan sosial
yang ada dalam masyarakat. Perbedaan biologis tidak
bisa lagi dijadikan alasan untuk menjadikan perempuan
sebagai mahluk yang dianggap tidak berdaya, tidak
mampu dan lemah.
10
ditandai dengan kerjasama, ketertautan, saling men-
dukung. Relasi gender yang timpang dan tidak setara
akan berakibat konflik, perpisahan, dan persaingan yang
terjadi karena perbedaan dan ketidaksetaraan. Relasi
gender berkaitan dengan bagaimana kuasa (power) didis-
tribusikan diantara kedua jenis kelamin yakni perempuan
dan laki-laki.
16
Adalah suatu sikap, perilaku, dan tindakan
yang tidak adil atau tidak seimbang yang
dilakukan oleh individu atau kelompok
terhadap individu atau kelompok lainnya,
khususnya perempuan.
Ada juga yang menyebutkan arti diskrimi-
Diskriminasi nasi adalah suatu tindakan atau perlakuan
yang mencerminkan ketidakadilan terha-
dap individu atau kelompok tertentu yang
disebabkan oleh adanya karakteristik khu-
sus yang dimiliki oleh individu atau kelom-
pok tersebut; bentuk tubuh, warna kulit,
jenis rambut, dan lainnya.
17
Adalah beban perempuan untuk bertang-
gung jawab atas pekerjaan-pekerjaan
kerumahtanggaan (domestic) dan peker-
jaan publik karena adanya pembagian
pekerjaan yang ketat antara perempuan
dan laki-laki dimasyarakat. Akibatnya per-
empuan pencari nafkah tetap harus ber-
tanggungjawab mengerjakan pekerjaan-
pekerjaan domestik.
Hal ini tidak berlaku bagi laki-laki seh-
Beban Ganda ingga multi beban merupakan salah satu
bentuk ketidakadilan yang dialami per-
empuan. Sekalipun perempuan bekerja
dalam ranah domestik sebenarnya peker-
jaan dan tanggung jawabnya tidaklah satu,
misalnya ia bertanggung jawab terhadap
kesehatan seluruh anggota keluarga, ber-
tanggung jawab kepada pendidikan anak,
bertanggung jawab kepada kondisi rumah
dan masih banyak lagi beban perempuan.
18
Berdasarkan Pasal 1 Deklarasi tentang
Penghapusan Kekerasan terhadap Per-
empuan tahun 1993 menyatakan bahwa
“kekerasan terhadap perempuan” adalah
setiap tindakan berdasarkan perbedaan
jenis kelamin yang berakibat yang beraki-
Kerentanan bat atau mungkin berakibat kesengsaraan
pada atau penderitaan perempuan secara fi
Kekerasan sik, seksual, atau psikologis, termasuk
ancaman tindakan-tindakan semacam
itu, pemaksaan atau perampasan ke-
merdekaan secara sewenang-wenang,
baik yang terjadi di depan umum atau
dalam kehidupan pribadi”.
20
B. KESETARAAN GENDER
22
han gender yang muncul dalam kehidupan masayarakat
mulai dari tingkat keluarga, masyarakat, negara termask
juga bidang-bidang pembangunan. Kemiskinan di sebuah
negara adalah salah satu keadaan dimana negara belum
melaksanakan pembangunan yang adil gender.
27
28
Buku 2
Memahami Diskriminasi
Terhadap Perempuan
29
Pengantar
30
Penjelasan Buku
32
1. Apakah yang dimaksud dengan diskriminasi?
Adalah sikap, perilaku, dan tindakan yang tidak adil atau
tidak seimbang yang dilakukan oleh individu atau kelom-
pok terhadap individu atau kelompok lainnya.
Ada juga yang menyebutkan arti diskriminasi adalah
suatu tindakan atau perlakuan yang mencerminkan
ketidakadilan terhadap individu atau kelompok tertentu
yang disebabkan oleh adanya karakteristik khusus yang
dimiliki oleh individu atau kelompok tersebut.
Ada banyak sekali bentuk diskriminasi yang dilakukan
di dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Hal
ini terjadi karena manusia umumnya memiliki kecender-
ungan untuk membeda-bedakan atau mengelompokkan
diri.Perlakukan secara tidak adil bisa terjadi dimana dan
kapan saja karena adanya perbedaan karakteristik beri-
kut ini;
D
DPerbedaan suku dan ras
D
DPerbedaan kelas sosial
D
DPerbedaan jenis kelamin (gender)
D
DPerbedaan agama/ kepercayaan
DD Perbedaan pandangan politik
D
DPerbedaan kondisi fisik, intelektual dan lain-lain
33
2. Diskriminasi gender
Hakikatnya, manusia memiliki kedudukan yang setara.
Laki-laki maupun perempuan. Keduanya diciptakan
dalam derajat, harkat, dan martabat yang sama. Kalau-
pun memiliki bentuk dan fungsi yang berbeda, itu semua
agar keduanya saling melengkapi. Namun dalam perjala-
nan kehidupan manusia, banyak terjadi perubahan peran
dan status atas keduanya, terutama dalam masyarakat.
Proses tersebut lama kelamaan menjadi kebiasaan dan
membudaya. Dan berdampak pada terciptanya per-
lakuan diskriminatif terhadap salah satu jenis kelamin
selanjutnya, muncul istilah gender yang mengacu pada
perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan yang
terbentuk dari proses perubahan peran dan status tadi
baik secara social ataupun budaya.
Diskriminasi gender dapat terlihat ketika salah satu sese-
orang atau kelompok mengalami tindakan pembatasan,
dan pelarangan tertentu karena jenis kelaminNYA. Mis-
alnya perempuan dibatasi ruang geraknya, tidak boleh
beraktivitas diluar rumah
34
puan CEDAW (Convention on the Elimination of all Forms
of Discrimantion Against Women)Konvensi Penghapu-
san segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan.
Konvensi ini ditandatangani pada tahun 1979 dan mulai
berlaku pada tahun 1981. Konvensi ini merupakan puncak
dari upaya Internasional yang ditujukan untuk melind-
ungi dan mempromosikan hak-hak perempuan di selu-
ruh dunia, termasuk di dalamnya anak-anak dan remaja
perempuan.
Indonesia meratifikasi CEDAW menjadi hukum nasional
pada 24 Juli 1984 melalui UU No.7 Tahun 1984 tentang
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Per-
empuan. Maka sejak saat itu, pemerintah berkomitmen
dan berkewajiban melaksanakan seluruh pasal yang
tertuang dalam aturan tersebut, dan wajib melaporkan
pelaksanaannya kepada Komite CEDAW PBB setiap 4 ta-
hun sekali.
Pasal Isi
1. Non-Diskriminatif
Prinsip non-diskriminatif merupakan jiwa dari seluruh
37
pasal yang intinya menekankan untuk tidak melakukan
pembedaan, pengucilan, atau pembatasan yang dibuat
atas dasar jenis kelamin. Adapun definisi istilah dis-
kriminasi dalam pasal 1 CEDAW yaitu:
“Diskriminasi terhadap perempuan berarti segala
pembedaan, pengucilan atau pembatasan yang
dibuat atas dasar jenis kelamin yang mempunyai
dampak atau tujuan untuk mengurangi atau meni-
adakan pengakuan, penikmatan, atau penggunaan
hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok
di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil, atau
bidang lainnya bagi perempuan, terlepas dari status
perkawinan mereka, atas dasar kesetaraan antara
laki-laki dan perempuan.”
Adapun elemen diskriminasi meliputi:
38
2. Kesetaraan Substantif
Prinsip kesetaraan substantif lebih menekankan pada
hasil akhir dari proses untuk memastikan adanya pe-
luang dan kesempatan berpartisipasi bagi perempuan
dalam pembangunan termasuk dalam perumusan
kebijakan dan program, kesetaraan akses, dan keseta-
raan menikmati manfaat yang nyata. Pendekatan ini
menekankan pada pentingnya menciptakan kondisi
dan situasi yang kondusif bagi perempuan untuk se-
tara dengan laki-laki sehingga dapat mencapai per-
samaan dalam hasil. Guna mencapai kesetaraan sub-
stantif tidak menutup kemungkinan diperlukan adanya
tindakan, kebijakan, atau perlakuan khusus terhadap
perempuan untuk mempercepat proses penghapu-
san kesenjangan sehingga situasi dan kondisi menjadi
sama.
3. Kewajiban Negara
Negara yang meratifikasi konvensi CEDAW berke-
wajiban untuk melaksanakan Konvensi CEDAW dan
membuat laporan atas pelaksanaan Konvensi CEDAW
ke Komite CEDAW PBB setiap empat tahun sekali. Ter-
dapat sekitar 37 kewajiban negara yang diatur dalam
CEDAW agar hak-hak perempuan di berbagai bidang
39
terpenuhi. Adapun elemen kewajiban negara meliputi:
»» Kewajiban menyediakan perangkat dan kewajiban
mendapat hasil nyata
Kewajiban ini ditujukan untuk memastikan keseta-
raan dalam kesempatan, akses, dan manfaat bagi
perempuan.
»» Penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan ter-
hadap hak asasi perempuan
Perwujudan tanggung jawab negara dalam memas-
tikan hak asasi perempuan dapat dinikmati oleh per-
empuan. Dalam hal ini, negara wajib menciptakan
lingkungan termasuk kerangka kelembagaan dalam
pelaksanaannya.
»» Tindakan afirmasi
Langkah khusus yang berkelanjutan yang harus di-
lakukan oleh negara pihak untuk mengatasi masalah
diskriminasi historis terhadap perempuan yang ten-
gah dihadapi juga yang menyangkut kebutuhan bi-
ologis dan psikologis perempuan. Contoh tindakan
afirmasi yaitu kuota 30% perempuan di parlemen
dalam rangka percepatan untuk mengatasi rendahn-
ya keterwakilan perempuan.
40
»» Uji kelayakan (due diligence)
Kewajiban ini berarti negara memiliki tanggung
jawab atas semua pelanggaran hak asasi manusia
baik yang dilakukan oleh aparat negara maupuan ak-
tor privat, di ranah publik maupun privat. Oleh kare-
na itu, negara tidak hanya perlu menunjukan bahwa
tanggung jawab tersebut telah dilakukan secara for-
mal dan de jure (hukum), tetapi juga sudah mengam-
bil langkah-langkah yang memungkinkan, mengatur,
dan melindunginya. Uji kelayakan dibutuhkan untuk
memastikan sejauh mana atau efektivitas mekan-
isme korektif dari peraturan perundang-undangan,
kebijakan, program memberikan hasil yang nyata
pada pemenuhan hak. Uji kelayakan juga berarti ke-
wajiban akuntabilitas terkait tanggung jawab negara
terhadap penyelesaian pelanggaran HAM yang ter-
jadi.
»» Harmonisasi nasional
Kewajiban ini terkait dengan ratifikasi konvensi oleh
suatu negara yang mencakup persetujuan dan pen-
gakuan untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang di-
tentukan dalam konvensi.
41
7. 11 Hak-hak Perempuan dalam Konvensi CEDAW
Pasal 6: Hak perempuan untuk bebas dari segala ben-
tuk perdagangan perempuan dan eksploitasi prostitusi
perempuan
Dalam pasal ini negara wajib memberantas segala ben-
tuk perdagangan perempuan dan eksploitasi prostitusi
perempuan dengan membuat peraturan-peraturan yang
tepat.
Pasal 7: Hak perempuan untuk berpartisipasi dalam ke-
hidupan politik dan publik
Hak-hak perempuan yang tercakup dalam pasal ini meli-
puti hak untuk memilih dan dipilih, hak berpartisipasi
dalam perumusan kebijakan pemerintah dan implemen-
tasinya, hak berpartisipasi dalam organisasi nonpemer-
intah atau asosiasi-asosiasi yang berkaitan dengan ke-
hidupan politik dan publik, serta hak untuk menduduki
jabatan publik.
Pasal 8: Hak perempuan untuk berpartisipasi di tingkat
internasional
Pasal ini memuat tentang hak perempuan dalam men-
dapatkan kesempatan yang sama untuk mewakili negara
pada tingkat internasional dan bekerja di organisasi-or-
42
ganisasi internasional.
Pasal 9: Hak perempuan dalam kewarganegaraan
Hak perempuan yang diatur dalam pasal ini meliputi hak
yang sama bagi perempuan untuk memperoleh, men-
gubah, atau mempertahankan kewarganegaraannya; hak
mendapatkan jaminan bahwa perkawinan dengan orang
asing tidak secara otomatis mengubah atau menghilang-
kan kewarganegaraan bagi perempuan; dan hak yang
sama bagi perempuan dalam menentukan kewargane-
gaan anak-anak mereka.
Pasal 10: Hak perempuan dalam bidang pendidikan
Hak perempuan dalam bidang pendidikan meliputi:
a. Mendapatkan kesempatan yang sama un-
tuk memperoleh pendidikan di semua tingkatan
sampai pada pendidikan keahlian teknik tinggi
dan segala macam jenis pelatihan kejuruan.
b. Mendapat kesempatan yang sama untuk ikut
serta dalam kurikulum, ujian, staf pengajar den-
gan standar kualifikasi yang sama, serta infras-
truktur pendidikan yang berkualitas sama.
c. Menghapus steriotip gender dalam pendidikan
di segala tingkatan dan bentuk pendidikan.
d. Kesempatan yang sama dalam memperoleh
43
beasiswa.
e. Kesempatan yang sama untuk ikut serta dalam
program pendidikan kelanjutan, pendidikan
orang dewasa, dan pemberantasan buta huruf.
f. Mengurangi angka putus sekolah anak perem-
puan dan penyelenggaraan program bagi anak
perempuan yang putus sekolah.
g. Berpartisipasi secara aktif dalam olahraga dan
pendidikan jasmani.
h. Memperoleh informasi terkait jaminan keseha-
tan, kesejahteraan keluarga, dan keluarga ber-
encana.
Pasal 11: Hak perempuan dalam bidang pekerjaan
Pasal ini mengatur tentang jaminan hak perempuan yang
meliputi:
a. Hak bekerja, kebebasan memilih profesi, dan
kesempatan kerja yang sama;
a. Hak untuk memperoleh upah, tunjangan, dan
perlakuan yang sama dalam penilaian kualitas
kerja;
b. Hak atas jaminan sosial, perlindungan keseha-
tan, keselamatan, dan kondisi kerja yang aman,
termasuk perlindungan fungsi reproduksi per-
empuan melalui hak atas cuti yang dibayar;
44
c. Hak atas perlindungan dari berbagai diskrimi-
nasi yang berkaitan dengan status perkawinan
dan kehamilan, termasuk memberikan peker-
jaan yang tidak berbahaya bagi kehamilan dan
layanan bagi ibu hamil di tempat kerja.
Pasal 12: Hak perempuan dalam bidang kesehatan
Pasal ini menekankan pada jaminan hak perempuan un-
tuk menikmati standar tertinggi atas kesehatan fisik dan
mental terutama hak dalam hal memperoleh layanan
dan pelayanan kesehatan bagi perempuan hamil seh-
ingga terbebas dari resiko kematian saat melahirkan, hak
tumbuh kembang anak, hak berada dalam lingkungan
yang sehat, serta hak atas pengobatan dari berbagai pen-
yakit menular termasuk yang berhubungan dengan kerja.
Pasal 13: Hak perempuan dalam bidang ekonomi dan
sosial
Pasal ini menekankan pada hak atas dasar persamaan
dalam hal mendapatkan tunjangan keluarga, kredit
keuangan, dan partisipasi dalam aktivitas olah raga, re-
kreasi, dan kebudayaan.
Pasal 14: Hak perempuan pedesaan
Pasal ini mengatur terkait dengan hak-hak khusus untuk
perempuan pedesaan yang meliputi hak untuk berpar-
45
tisipasi dalam aktivitas kemasyarakatan, dalam peren-
canaan dan implementasi program pembangunan seh-
ingga kebutuhan perempuan terintegrasi dalam semua
aspek pembangunan, serta hak atas akses pada fasilitas
kesehatan, pendidikan, pelatihan, kondisi hidup yang lay-
ak, kesempatan ekonomi, termasuk dukungan bagi bisnis
pertanian dan jaminan sosial.
Pasal 15: Hak perempuan untuk mendapatkan persa-
maan di hadapan hukum
Pasal ini menyatakan perlunya persamaan di hadapan
hukum dalam urusan sipil, prosedur, maupun pembua-
tan kontrak, dan melarang dibatasinya kecakapan hukum
perempuan dan akses pada hukum.
Pasal 16: Hak perempuan dalam perkawinan dan kehidu-
pan keluarga
Pasal ini menyatakan hak-hak perempuan dalam ranah
perkawinan dan keluarga mulai dari hak-hak sebelum
memasuki jenjang perkawinan, sampai hak-hak selama
perkawinan dan bila terjadi perceraian. Termasuk di
dalamnya yaitu hak reproduksi terkait penentuan jumlah
anak, jarak kelahiran, serta pengasuhan anak, juga hak
kebebasan pribadi dalam memilih nama keluarga, pro-
fesi, pekerjaan, dan memiliki atau menjual hak milik.
46
8. Bagaimana agar CEDAW bisa diinternalisasikan
dalam kebijakan desa?
Pemerintah telah meratifikasi CEDAW menjadi hukum
nasional sejak 1984, itu berarti pemerintah berkewajiban
untuk melaksanakan segala komitmennya secara kom-
prehensif dari tingkat pusat sampai daerah, termasuk
sampai tingkat desa. Dengan demikian pemerintah dae-
rah juga memiliki tanggung jawab untuk mengintegrasi-
kan CEDAW dalam setiap penyusunan program maupun
kebijakan di tingkat desa.
Hak-hak perempuan dalam CEDAW yang dikategorikan
berdasarkan bidang-bidang sesungguhnya memudah-
kan dan membantu pemerintah daerah untuk membuat
kerangka kerja pelaksanaannya sehingga dapat cepat di-
integrasikan dalam rencana kerja jangka pendek maupun
jangka panjang. Jika CEDAW terintegrasi dalam setiap ke-
bijakan daerah maka akan menghasilkan produk kebija-
kan yang berpihak pada perempuan dan mengakomodir
kebutuhan perempuan, sehingga tidak ada lagi perda-
perda diskriminatif terhadap perempuan.
47
48
Buku 3
Memahami
Undang-Undang Desa dan
Peran Perempuan
Dalam Pembangunan Desa
49
Pengantar
Penjelasan Buku
50
UNDANG-UNDANG DESA
1. Mengapa ada Undang-Undang Desa ?
Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat se-
tempat dan berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan
berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik In-
donesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). Kemudian dalam
perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, desa tel-
ah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu
dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju,
mandiri, dan demokratis.
Membangun desa adalah mandat konstitusional Pasal 18
dan 18B ayat (2) UUD NKRI 1945, mengacu pada dua pasal
yaitu; UU Desa telah memberi ruang pengakuan pada
dua konsep penyelenggaraan pemerintahan desa yang
selama ini berkembang dalam diskursus desentralisasi.
Pertama, katanya, praktik desa sebagai organisasi komu-
nitas lokal yang mempunyai pemerintahan sendiri.
51
gurus/mengatur diri sendiri untuk mencapai kesejahter-
aan masyarakat Desa. Berdasarkan visi ini, maka Undang-
Undang Desa dibuat dengan tujuan sebagai berikut;
Memberikan pengakuan dan penghormatan atas desa
yang sudah ada dengan keberagamaan (keanekaraga-
man) sebelum dan sesudah terbentuknya Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas
desa dalam sistem ketatanegaraan NKRI demi mewu-
judkan keadilan bagi masyarakat Indonesia
Melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya
masyarakat desa.
Mendorong prakarsa gerakan dan partisipasi
masyarakat desa untuk pengembangan potensi dan dan
aset desa guna kesejahteraan bersama.
Membentuk pemerintahan desa yang profesional,
efisien dan efektif, terbuka serta bertangungjawab
meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat
desa guna mempercepat kesejahteraan umum.
Meningkatkan pelayanan publik bagi bagi warga
masyarakat desa guna mempercepat perwujudan kes-
ejahteraan umum.
Meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat
52
desa yang mampu memelihara kesatuan budaya sosial
sebagai bagian dari ketahanan nasional.
Memajukan perekonomian warga masyarakat desa ser-
ta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional.
Memperkuat masyarakat desa sebagai subjek pemban-
gunan nasional.
53
Azas Inklusi Sosial
Tatanan masyarakat yang terbuka, ramah, meniada-
kan hambatan dan menyenangkan karena setiap warga
masyarakat tanpa terkecuali saling menghargai dan
merangkul setiap perbedaan. (UU Desa Bab I pasal 3).
Membangun dengan sistem keterbukaan; seluruh unsur
masyarakat dengan berbagai perbedaan latar belakang,
karakteristik, kemampuan, status, kondisi, etnik, budaya
dan lainnya terlibat aktif dalam pelaksanaan pembangu-
nan di Desa termasuk menikmati hasil-hasil pembangu-
nan di Desa.
Azas Partisipatif
Bahwa di dalam penyelenggaraan pemerintahan desa
harus mengikutsertakan segenap unsur masyarakat.
Desa termasuk kelembagaan-kelembagaan Desa seperti
misalnya LPMD, Karang Taruna, PKK, Posyandu, dan lain-
lain sesuai kebutuhan.
58
masukan.
60
MUSYAWARAH DESA
1. Apakah yang disebut Musyawarah Desa?
Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain
adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan
Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang dis-
elenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk
menyepakati hal yang bersifat strategis.
61
4. Apa sajakah hak masyarakat dalam Musyawarah
Desa ?
Hak masyarakat dalam penyelenggaraan Musyawarah
Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
D
DMendapatkan informasi secara lengkap dan benar peri-
hal hal-hal bersifat strategis yang akan dibahas dalam
Musyawarah Desa;
D
DMengawasi kegiatan penyelenggaraan Musyawarah
Desa maupun tindaklanjut hasil keputusan Musyawarah
Desa;
D
DMendapatkan perlakuan sama dan adil bagi unsur
masyarakat yang hadir sebagai peserta Musyawarah
Desa;
D
DMendapatkan kesempatan secara sama dan adil dalam
menyampaikan aspirasi, saran, dan pendapat lisan atau
tertulis secara bertanggung jawab perihal hal-hal yang
bersifat strategis selama berlangsungnya Musyawarah
Desa.
D
DMenerima pengayoman dan perlindungan dari gang-
guan, ancaman dan tekanan selama berlangsungnya
Musyawarah Desa.
62
5. Hal Strategis apa sajakah yang dipuruskan dalam
Musyawarah Desa ?
Hal yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam
kaitannya dengan Musyawarah Desa meliputi :
D
DPenataan Desa;
D
DPerencanaan Desa;
D
DKerja sama Desa;
D
DRencana investasi yang masuk ke Desa;
D
DPembentukan BUM Desa;
D
DPenambahan dan pelepasan Aset Desa;
D
DPejadian luar biasa.
65
11. Apakah yang dimaksud dengan Pembangunan
Desa ?
Pembangunan Desa adalah suatu tujuan yang diu-
payakan melalui sistem pembangunan yang dilaksana-
kan oleh pemerintah desa dengan melibatkan seluruh
masyarakat desa dengan semangat gotong royong mulai
dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pen-
gawasan.
67
Dokumen RKP Desa.
Terdapat 3 tahapan perencanaan pembangunan Desa:
a. Musyawarah Desa yang dilaksanakan paling
lambat bulan Juni tahun berjalan;
b. RKP Desa disusun oleh Pemerintah Desa pada
bulan Juli tahun berjalan dan ditetapkan paling
lambat akhir bulan September tahun berjalan.
c. Rancangan Peraturan APBDesa paling lambat
ditetapkan pada bulan Oktober tahun berjalan
68
17. Bagaimana RPJMDes disusun ?
Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Desa dilaksanakan oleh Kepala Desa dengan mengikut
sertakan Unsur pemerintah Desa (Sekdes), LPM, Kader
Desa dan unsur masyarakat.
Kegiatan Penyusunan RPJM Desa meliputi:
a. Pembentukan tim penyusun RPJM Desa
b. Penyelarasan arah kebijakan perencanaan
pembangunan kabupaten/kota
c. Pengkajian keadaan Desa
d. Penyusunan rencana pembangunan Desa mel-
alui musyawarah Desa
e. Penyusunan rancangan RPJM Desa
f. Penyusunan rencana pembangunan Desa mel-
alui musyawarah perencanaan pembangunan
Desa
g. Penetapan RPJM Desa.
18. Apa saja pokok-pokok isi RPJM desa ?
Pokok-Pokok isi rancangan RPJM Desa memuat visi dan
misi kepala Desa;
D
DArah kebijakan pembangunan Desa
D
DRencana kegiatan yang meliputi bidang penyelengga-
raan Pemerintahan Desa
D
DPelaksanaan pembangunan Desa
69
D
DPembinaan kemasyarakatan Desa
D
DPemberdayaan masyarakat Desa.
71
72
Buku 4
Perempuan Mewujudkan
Capaian Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan
(SDG’s)
73
Pengantar
74
Penjelasan Buku
75
1. Apakah yang dinamakan Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan ?
Sidang umum Perserikatan Bangsa–Bangsa (PBB) pada
25 September 2015 lalu di New York, Amerika Serikat,
secara resmi telah mengesahkan Agenda Pembangunan
Berkelanjutan atau SDGs sebagai kesepakatan pemban-
gunan global. Sekurangnya 193 kepala negara hadir, ter-
masuk Wakil Presiden Jusuf Kalla, turut mengesahkan
Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 untuk
Indonesia.
Mulai tahun 2016, Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
(SDGs) 2015–2030 secara resmi menggantikan Tujuan
Pembangunan Millennium (MDGs) 2000–2015. SDGs ber-
isi seperangkat tujuan transformatif yang disepakati dan
berlaku bagi seluruh bangsa tanpa terkecuali.
SDGs berisi 17 Tujuan. Salah satu Tujuan adalah Tujuan
yang mengatur tata cara dan prosedur yaitu masyarakat
yang damai tanpa kekerasan, nondiskriminasi, partisi-
pasi, tata pemerintahan yang terbuka serta kerja sama
kemitraan multi–pihak.
76
2. Apa Perbedaan SDGs dan MDGs ?
MDGs yang dirumuskan oleh negara-negara Organisation
for Economic Co-operation and Development (OECD) dan
para pakar beberapa lembaga internasional berbeda den-
gan SDGs yang melibatkan pemangku kepentingan yang
lebih luas. Sejak awal, SDGs dibuat melalui proses partisi-
patoris sangat inklusif dengan cara konsultasi langsung
dengansemua kalangan (pemerintah, masyarakat sipil,
akademisi, pihak swasta, dam masyarakat filantropi)
Hal tersebut berkontribusi pada adanya beberapa per-
bedaan penting antara MDGs dan SDGs. Pertama, SDGs
dirumuskan berdasarkan prinsip-prinsip HAM, inklu-
sivitas, dan antidiskriminasi. Kedua, dalam hal agenda,
SDGs tidak hanya berfokus pada upaya pemenuhan
kebutuhan masa sekarang, tetapi juga memerhatikan
kebutuhan masa yang akan datang atau berkelanjutan.
Ketiga, SDGs ditujukan untuk memastikan bahwa semua
manusia dapat menikmati kehidupan yang sejahtera dan
bahwa kemajuan ekonomi,sosial, dan teknologi terjadi
selaras dengan alam/lingkungan. Keempat, SDGs juga
dirancang untuk mendorong perdamaian agar terwujud
masyarakat adil dan inklusif yang bebas dari rasa takut
dan kekerasan. Kelima, SDGs mengutamakan kerja sama
77
seluruh pemangku kepentingan.
MDGs dan SDGs juga berbeda dalam hal jumlah tujuan
dan indikator. Sebelumnya, pada MDGs ada 8 tujuan dan
60 indikator. Pada SDGs, jumlah tersebut bertransfor-
masi menjadi 17 tujuan dan 232 indikator (revisi terakhir
dariUNStats pada Maret 2017). Di antara 17 tujuan pada
SDGs, ada 4 yang benar-benar tidak ada pada MDGs, yaitu
tujuan 9 (industri, inovasi, dan infrastruktur), tujuan 10
(mengurangi ketimpangan), tujuan 11 (masyarakat dan
kota yang berkelanjutan), dan tujuan 16 (perdamaian,
keadilan, dan institusi yang kuat).
Jadi, pelaksanaan MDGs yang berakhir pada 2015
lalu memberikan banyak pengalaman dalam
perencanaan,penganggaran, dan koordinasi pelaksanaan
agenda pembangunan global, khususnya bagi pemer-
intah (baik pusat maupun daerah). Banyak target dan
indikator MDGs yang berhasil dicapai dengan baik oleh
Indonesia, walaupun masih banyak juga pekerjaan rumah
terkait MDGs.
Dengan tujuan dan target yang lebih banyak, tentu tan-
tangan yang akan dihadapi dalam pencapaian SDGs lebih
berat. Berita baiknya adalah bahwa Indonesia memiliki
waktu persiapan yang lebih panjang dan strategi persia-
78
pan yang lebih baik untuk SDGs. Secara umum, seluruh
tujuan pembangunan global sudah memiliki pijakan kebi-
jakan dalam dokumen RPJMN 2015–2019
79
4. Apakah saja tujuan-tujuan dalam SDGs
Ada 17 tujuan global yang ditargetkan tercapai di tahun
2030, yaitu:
80
Tujuan 1: Menghapus Kemiskinan
Mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk di mana
pun.
Tujuan 2: Mengakhiri Kelaparan
Mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan
dan nutrisi yang lebih baik dan mendukung pertanian
berkelanjutan.
Tujuan 3: Kesehatan yang Baik dan Kesejahteraan
Memastikan kehidupan yang sehat dan mendukung
kesejahteraan bagi semua untuk semua usia.
Tujuan 4: Pendidikan Bermutu
Memastikan pendidikan yang inklusif dan berkualitas
setara, juga mendukung kesempatan belajar seumur
hidup bagi semua.
Tujuan 5: Kesetaraan Gender
Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan se-
mua perempuan dan anak perempuan.
Tujuan 6: Akses Air Bersih dan Sanitasi
Memastikan ketersediaan dan manajemen air bersih
yang berkelanjutan dan sanitasi bagi semua.
81
Tujuan 7: Energi Bersih dan Terjangkau
Memastikan akses terhadap energi yang terjangkau,
dapat diandalkan, berkelanjutan dan modern bagi se-
mua.
Tujuan 8: Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi
Mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan
berkelanjutan, tenaga kerja penuh dan produktif dan
pekerjaan yang layak bagi semua.
Tujuan 9: Infrastruktur, Industri, dan Inovasi
Membangun infrastruktur yang tangguh, mendukung
industrialisasi yang inklusif dan berkelanjutan dan
membantu perkembangan inovasi.
Tujuan 10: Mengurangi Ketimpangan
Mengurangi ketimpangan didalam dan antar negara.
Tujuan 11: Kota dan Komunitas yang Berkelanjutan
Membangun kota dan pemukiman yang inklusif, aman,
tangguh dan berkelanjutan.
Tujuan 12: Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung
Jawab
Memastikan pola konsumsi dan produksi yang
berkelanjutan.
82
Tujuan 13: Penanganan Perubahan Iklim
Mengambil aksi segera untuk memerangi perubahan
iklim dan dampaknya.
Tujuan 14: Menjaga Ekosistem Laut
Mengkonservasi dan memanfaatkan secara berkelan-
jutan sumber daya laut, samudra dan maritim untuk
pembangunan yang berkelanjutan.
Tujuan 15: Menjaga Ekosistem Darat
Melindungi, memulihkan dan mendukung penggunaan
yang berkelanjutan terhadap ekosistem daratan, men-
gelola hutan secara berkelanjutan, memerangi deser-
tifikasi (penggurunan), dan menghambat dan mem-
balikkan degradasi tanah dan menghambat hilangnya
keanekaragaman hayati.
Tujuan 16: Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan
yang Kuat
Mendukung masyarakat yang damai dan inklusif untuk
pembangunan berkelanjutan, menyediakan akses ter-
hadap keadilan bagi semua dan membangun institusi-
institusi yang efektif, akuntabel dan inklusif di semua
level.
83
Tujuan 17: Kemitraan untuk Mencapai Tujuan
Menguatkan ukuran implementasi dan merevitalisasi
kemitraan global untuk pembangunan yang berkelan-
jutan.
85
D
DKeadilan substantif yaitu sejauh mana kebijakan, priori-
tas, dan program pembangunan mampu mampu men-
jawab kebutuhan warga terutama kelompok tertinggal
(perempuan, kelompok minoritas, kelompok marjinal).
D
DKeadilan Prosedural yaitu sejauh mana seluruh pihak
dalam hal ini warga dan para pemangku kepentingan
dapat terlibat aktif dalam keseluruhan proses penyu-
sunan hingga pelaksanaan pembangunan. Sehingga
dalam prosesnya diperlukan keterbukaan, partisipatif,
serta konsultatif dengan melibatkan berbagai pihak
terutama kelompok tertinggal.
86
87