Anda di halaman 1dari 34

SMF Bagian Rehabilitasi Medik Laporan Kasus

RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang Agustus 2017


Fakultas Kedokteran
Universitas Nusa Cendana

CARPAL TUNNEL SYNDROME

Disusun Oleh
Husnaeni Blegur, S.Ked (1308011001)
Monika L. I. Abatan, S. Ked (1308011012)

Pembimbing :
dr. Yusni Sinatra, Sp. RM
dr. Dyah G. Rambu Kareri, Sp. KFR

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


SMF/BAGIAN REHABILITASI MEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES
KUPANG
2017

1
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

Laporan kasus ini dengan judul Carpal Tunnel Syndrome. Atas nama Husnaeni Blegur
NIM 1308011001, dan Monika L. I. Abatan NIM 1308011012 pada program studi
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana Kupang telah
disajikan dalam kegiatan kepaniteraan klinik bidang Rehabilitasi Medik RSUD Prof. DR.
W. Z. Johannes Kupang pada hari, tanggal Agustus 2017.

Kupang, Agustus 2017

Mengetahui
Pembimbing, Pembimbing,

dr. Yusni Sinatra, Sp. RM dr. Dyah G. Rambu Kareri, Sp. KFR

BAB I

2
BAB I
PENDAHULUAN

Carpal Tunnel Syndrome (CTS) merupakan sindrom yang timbul akibat N.


Medianus tertekan di dalam Carpal Tunnel (terowongan karpal) di pergelangan tangan,
sewaktu nervus melewati terowongan tersebut dari lengan bawah ke tangan. Di
pergelangan tangan nervus medianus berjalan melalui terowongan karpal (carpal tunnel)
dan menginnervasi kulit telapak tangan dan punggung tangan di daerah ibu jari, telunjuk,
jari tengah dan setengah sisi radial jari manis. Pada saat berjalan melalui terowongan
nervus medianus paling sering mengalami tekanan yang menyebabkan terjadinya
neuropati tekanan yang dikenal dengan istilah Sindroma Terowongan Karpal/STK
(Carpal Tunnel Syndrome/CTS).(1)
Beberapa faktor diketahui menjadi risiko terhadap terjadinya CTS pada pekerja,
seperti gerakan berulang dengan kekuatan, tekanan pada otot, getaran, dan lain-lain.
Angka kejadian Carpal Tunnel Syndrome di Amerika Serikat telah diperkirakan sekitar
1-3 kasus per 1.000 orang setiap tahunnya dengan revalensi sekitar 50 kasus dari 1.000
orang pada populasi umum. National Health Interview Study (NIHS) memperkirakan
bahwa prevalensi CTS yang dilaporkan sendiri diantara populasi dewasa adalah sebesar
1.55% (2,6 juta). CTS lebih sering mengenai wanita daripada pria dengan usia berkisar
25 - 64 tahun, prevalensi tertinggi pada wanita usia > 55 tahun, biasanya antara 40 – 60
tahun. Prevalensi CTS dalam populasi umum telah diperkirakan 5% untuk wanita dan
0,6% untuk laki-laki. CTS adalah jenis neuropati jebakan yang paling sering ditemui.
Sindroma tersebut unilateral pada 42% kasus ( 29% kanan,13% kiri ) dan 58% bilateral
(3,4)

3
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Kasus


Nama : Ny. Luisa Malada
Umur pasien : 63 tahun
Tempat/Tanggal lahir : Ruteng/ 31 Desember 1951
Jenis kelamin : Perempuan
Nomor registrasi : 47-12-13
Tanggal pemeriksaan : Senin, 14 Agustus 2017
Pekerjaan : pensiunan Guru
Alamat : Bakunase
Agama : Katolik

2.2 Anamnesis
Keluhan utama: Kesemutan dan keram pada kedua telapak tangan
Keluhan tambahan : telapak tangan yang kanan lebih berat daripada yang kiri

Riwayat penyakit sekarang: seorang wanita 63 tahun datang ke poliklinik


rehabilitasi medik dengan keluhan kedua telapak tangannya terasa kesemutan dan
keram sejak kurang lebih 3 tahun yang lalu. Kesemutan hilang timbul dan semakin
memberat. Kesemutan awalnya ditelapak tangan sebelah kanan, namun sekitar
bulan juni 2017 telapak tangan kiri pun mulai merasakan hal yang sama.
Kesemutan disertai nyeri dirasakan pasien muncul ketika pasien menyapu rumah,
menganyam, mencuci pakaian dan menyetrika baju. Keluhan dirasakan makin
memberat pada malam hari. Untuk kegiatan menganyam pasien melakukannya
sekitar kurang lebih 3-4 jam pada siang hari, dan kurang lebih 4 jam lebih pada
malam hari. Kegiatan menyuci pakaian secara manual 3x seminggu, dan
menyetrika baju 3x seminggu dihari yang berbeda.

4
Riwayat penyakit Sebelumnya: sudah pernah mengalami keluhan yang sama 3

tahun yang lalu. Kanker tiroid post op.

Riwayat penyakit Keluarga : kolesterol (+), Asam urat (+)

Riwayat Kebiasaan : pasien mempunyai hobi menganyam kurang lebih 9 jam

per hari dan menyelesaikan pekerjaan rumah tangga sendiri.

Riwayat Pengobatan : amitriptilin, neurodex dan metilprednisolon. Setiap 3 bulan

sekali kontrol di poli bedah pasca op. tiroidektomi.

Riwayat Operasi : bulan februari 2017 operasi kelenjar tiroid (tiroidektomi)

Riwayat Sosial Ekonomi : tinggal dengan satu orang cucu

2.3 Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

a. Keadaan Umum: Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos Mentis

b.      Tanda-tanda Vital:

-Tekanan Darah : 100/70 mmHg

-Nadi : 72 x/menit

-Pernapasan : 24 x/menit

-Suhu : 36,70C

c.       Kepala : Normocephal

d.      Mata : Conjunctiva anemis -/-, sclera ikterik -/-

e.       THT : Otorea (-), rinorea (-), epistaksis (-)

f.       Leher : Pembesaran KGB (-), luka bekas operasi tiroidektomi (+)

5
g.      Paru :

-Inspeksi : Simetris kanan = kiri

-Palpasi : Krepitasi (-)

-Perkusi : Sonor +/+

-Auskultasi : Vesiculer +/+, Rh -/-, Wh -/-

h.      Jantung : BJ1, BJ2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)

i.        Abdomen :

-Inspeksi : Datar

-Auskultasi : Bising usus dalam batas normal

-Palpasi : tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba

-Perkusi :Timpani (+)

j.        Ekstremitas : Tidak ditemukan kelainan, akral hangat, edema (-), sianosis (-)

Status Neurologis

a. nervus occulomotorius, nervus troclearis, nervus trigeminus (N III, IV, VI)

kelopak mata

ptosis: tidak ada

endopthalmus: tidak ada

eksopthalmus: tidak ada

Pupil
Diameter : 3mm/3mm
Bentuk : Bulat

6
Isokor/anisokor : Isokor
Posisi :ditengah ,simetris
Refleks Cahaya langsung : +/+
Refleks Cahaya tidak langsung: +/+

Gerakan Bola Mata


Medial : +/+
Lateral : +/+
Superior : +/+
Inferior : +/+
Obliqus, superior : +/+
Obliqus, Inferior : +/+
Refleks pupil akomodasi : +/+
Reflex pupil konvergensi : +/+

N. Fascialis (N.VII)
Inspeksi wajah sewaktu
Diam : Simetris
Tertawa : Simetris
Meringis : Simetris
Bersiul : Simetris
Menutup mata : Simetris
Pasien disuruh untuk mengerutkan dahi: Simetris
Menutup mata kuat-kuat : Simetris
Mengembangkan pipi : Simetris

Sensorik
Pengecapan 2/3 lidah : Tidak dilakukan

N. Glossopharyngeus ( N.IX) dan N. Vagus (X)


Suara parau :Tidak ada

7
Posisi Uvula : Ditengah
Palatum Mole : Simetris
Arcus Palatoglossus : Simetris
Arcus Pharyngeus : Simetris
Reflek batuk : Tidak ada
Reflek muntah : Tidak ada
Peristaltik usus : Ada
Bradikardi : Tidak ada
Takikardi : Tidak ada
Disfagi : Tidak ada

N. Accesorius (N.XI)
M. Sternocleidomastoideus : Normal
M. Trapezius : Normal

N. Hipoglossus (N.XII)
Atropi : Tidak ada
Fasikulasi : Tidak ada
Deviasi : Tidak ada
Disarti : Tidak ada

Tanda Perangsangan Selaput Otak


Kaku Kuduk : Tidak ada
Kernig Test : Ada ka/ki
Lassegue Test : Ada ka/ki
Brudzinsky I : Tidak ada
Brudzinsky II : Tidak ada

Sistem Motorik Superior ka/ki Inferior ka/ki


Gerak : Simetris Simetris
Kekuatan Otot : 5/5 5/5

8
Klonus : Normal Normal
Atropi : Tidak ada Tidak Ada
Refleks Fisiologis Bisep +/+ Patella +/+
Triceps +/+ Achiles +/+
Tonus Normal Normal

Reflek Patologis
 Hoffman Tromner : - / -
 Babinsky : - / -
 Chaddock : - / -
 Oppeinheim : - / -
 Schaefer : - / -
 Gordon : - / -
 Gonda : - / -

Sensibilitas
Eksteroseptif/ rasa permukaan superior / inferior:
 Rasa nyeri : + / +
 Rasa raba : + / +
 Rasa suhu panas : tidak dilakukan
 Rasa suhu dingin : tidak dilakukan

Koordinasi
 Tes tunjuk hidung : baik
 Tes pronasi supinasi : baik

Susunan Saraf Otonom


 Miksi : baik dan lancar
 Defekasi : baik

9
Tes Tambahan
 Test Tinnel : +/+
 Test Phalen: +/+
 Test Prayer: +/+
 Test Fick’s sign: +/+
 Tenar wasting : -/-
 Luthy’s sign : +/+

Diagnosa Kerja

Diagnosis Carpal Tunnel Syndrome (CTS)

Penatalaksanaan

a. Medikamentosa

Amitriptilin

Neurodex

Metilprednisolon

b. Non-Medikamentosa

1. Edukasi pasien dan keluarganya tentang penyakit pasien


2. Sosiomedik: -
3. Ortesa-protesa: -
4. Fisioterapi
 Terapi modalitas : MWD dan TENS
5. Speech Terapi : -
6. Okupasi terapi: -
6. Psikologi : Memberi motivasi pada pasien agar konsisten melaksanakan
program terapi dan rehabilitasinya

Edukasi pencegahan CTS dapat dilakukan dengan :


 Relaksasi dan mengurangi kekuatan pegangan

10
 Lebih sering beristirahat
 Memperbaiki posisi tubuh dan memperhatikan posisi tangan
 Menurunkan berat badan jika terdapat obesitas
 Perbaiki cara memegang atau menggenggam alat benda. Gunakan
seluruh tangan dan jari-jari untuk menggenggam sebuah benda,
jangan hanya menggunakan ibu jari dan telunjuk.

11
PEMBAHASAN

Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan kedua telapak tangannya terasa
kesemutan dan keram sejak kurang lebih 3 tahun yang lalu. Kesemutan hilang timbul dan
semakin memberat sejak bulan juni 2017 Kesemutan disertai nyeri dirasakan pasien
muncul ketika pasien menyapu rumah, menganyam, mencuci pakaian dan menyetrika
baju. Hal ini menunjukkan gejala klinis pada kasus carpal tunnel syndrom dimana gejala
awal biasanya berupa parestesia, kurang merasa (numbness) atau rasa seperti terkena
aliran listrik (tingling) pada jari 1-3 dan setengah sisi radial jari 4 sesuai dengan distribusi
sensorik nervus medianus walaupun kadang-kadang dirasakan mengenai seluruh jari-jari.
Rasa kesemutan dan keram bersifat hilang timbul, dan dirasakan terutama pada
malam hari, dan berkurang bila digerak-gerakkan. temuan klinis pada pasien ini
menunjukkan gejala khas pada carpal tunnel syndrom yaitu: nyeri di tangan yang juga
dirasakan lebih berat pada malam hari sehingga sering membangunkan penderita dari
tidurnya. Rasa ini umumnya agak berkurang bila penderita memijat atau menggerak-
gerakkan tangannya atau dengan meletakkan tangannya pada posisi yang lebih tinggi.
Nyeri juga akan berkurang bila penderita lebih banyak mengistirahatkan tangannya.
Awalnya keluhan hanya dirasakan pada jari tangan kanan saja. Pasien juga sering
mengeluh jarinya terasa kesetrum dan menjalar hingga ke lengan. Riwayat demam
sebelumnya disangkal, riwayat jatuh bertumpu pada tangan disangkal. riwayat tidur
bertumpu dengan tangan disangkal. Riwayat kelemahan anggota gerak lainnya juga
disangkal. Temuan klinis ini untuk menyingkirkan diagnosa banding dari carpal tunnel
syndrom.
Pada pasien ini terdapat beberapa faktor risiko carpal tunnel syndrom yaitu: jenis
kelamin perempuan lebih rentan terkena dan riwayat pekerjaan.

12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi

Secara anatomis, canalis carpi (carpal tunnel) berada di dalam dasar pergelangan
tangan. Sembilan ruas tendon fleksor dan N. Medianus berjalan di dalam canalis carpi
yang dikelilingi dan dibentuk oleh tiga sisi dari tulang – tulang carpal. Nervus dan tendon
memberikan fungsi, sensibilitas dan pergerakan pada jari – jari tangan. Jari tangan dan
otot – otot fleksor pada pergelangan tangan beserta tendon – tendonnya berorigo pada
epicondilus medial pada regio cubiti dan berinsersi pada tulang – tulang metaphalangeal,
interphalangeal proksimal dan interphalangeal distal yang membentuk jari tangan dan
jempol. Canalis carpi berukuran hampir sebesar ruas jari jempol dan terletak di bagian
distal lekukan dalam pergelangan tangan dan berlanjut ke bagian lengan bawah di regio
cubiti sekitar 3 cm.

Tertekannya N. Medianus dapat disebabkan oleh berkurangnya ukuran canalis


carpi, membesarnya ukuran alat yang masuk di dalamnya (pembengkakan jaringan
lubrikasi pada tendon – tendon fleksor) atau keduanya. Gerakan fleksi dengan sudut 90
derajat dapat mengecilkan ukuran canalis.

Penekanan terhadap N. Medianus yang menyebabkannya semakin masuk di


dalam ligamentum carpi transversum dapat menyebabkan atrofi eminensia thenar,
kelemahan pada otot fleksor pollicis brevis, otot opponens pollicis dan otot abductor
pollicis brevis yang diikuti dengan hilangnya kemampuan sensorik ligametum carpi
transversum yang dipersarafi oleh bagian distal N. Medianus.

Cabang sensorik superfisial dari N. Medianus yang mempercabangkan persarafan


proksimal ligamentum carpi transversum yang berlanjut mempersarafi bagian telapak
tangan dan ibu jari.

13
Carpal Tunnel dibentuk oleh :
 Atas : ligamentum carpi transversum (bagian dari. flexor retinaculum yang
membentang dari Os. Scapoideum dan trapezoideum ke arah medial menuju
Os. Piriformis & hamatum)
 Lateral (radial) : Os naviculare dan tuberculum os trapezium.
 Medial (ulnar) dibatasi oleh : Os. pisiformis dan os hamatum.
Carpal Tunnel berisi :
 4 Mm Fleksor Digitorum Superfisialis,
 4 Mm Fleksor Digitorum Profundus,
 1 M Fleksor Policis Longus,
 1 N Medianus.

14
Anatomi Nervus Medianus
Serabut - serabut saraf yg membentuk
N. medianus berasal dari saraf spinal
C5-C8 dan Th 1 dari pleksus
brakhialis, dibentuk oleh cabang
lateralis fasciculus medialis dan
cabang medial dari fasciculus lateralis
dimana kedua cabang tersebut bersatu
pada tepi bawah M. Pectoralis minor.

Serabut motorik N. medianus mempersyarafi otot lengan bawah:


 M. Pronator teres
 M. Palmaris longus

15
 M. Fleksor Carpi Radialis
 M. Fleksor digitorum superficialis
 M. Fleksor digitorum profundus
 M. Pronator kuadratus
 M. Fleksor Polisis longus
Serabut motorik N. Medianus yg mempersyarafi otot – otot tangan M. Fleksor polisis
brevis, M. Oponen polisis, M. abductor polisis brevis, Mm. Lumbricalis I dan II

Serabut sensorik N. Medianus:


 Bagian Palmar ibu jari, jari telunjuk, jari tengah, dan bagian radial jari manis,
serta ujung – ujung distal dari jari yang sama.
 Bagian dorsal tangan sampai dengan Phalang kedua jari telunjuk, jari tengah dan
setengah dari jari manis.
Di dalam CT tersebut N. Medianus terletak langsung di bawah ligamentum karpi
transversum dan sebelumnya terletak di belakang dari tenson palmaris longus.

3.2 Definisi
Sindroma Carpal Tunnel merupakan suatu kumpulan gejala yang disebabkan
karena tekanan pada nervus medianus di Carpal Tunnel. Adapun definisi lain yaitu
neuropati tekanan atau jeratan terhadap nervus medianus di dalam terowongan karpal
pada pergelangan tangan, tepatnya di bawah fleksor retinakulum. Dulu, sindroma ini juga
disebut dengan nama acroparesthesia, median thenar neuritis atau partial thenar atrophy(1).

Terowongan karpal terdapat di bagian sentral dari pergelangan tangan di mana


tulang dan ligamentum membentuk suatu terowongan sempit yang dilalui oleh beberapa
tendon dan nervus medianus. Tulang-tulang karpalia membentuk dasar dan sisi-sisi
terowongan yang keras dan kaku sedangkan atapnya dibentuk oleh fleksor retinakulum
(transverse carpal ligament dan palmar carpal ligament) yang kuat dan melengkung di
atas tulang-tulang karpalia tersebut. Setiap perubahan yang mempersempit terowongan
ini akan menyebabkan tekanan pada struktur yang paling rentan di dalamnya yaitu nervus
medianus(1,2).

16
3.3 Epidemiologi
Menurut penelitian CTS lebih sering terjadi pada wanita. CTS adalah entrapment
neuropathy yang paling sering dijumpai. Nervus medianus mengalami tekanan pada saat
berjalan melalui terowongan karpal di pergelangan tangan menuju ke tangan. Penyakit ini
biasanya timbul pada usia pertengahan. Umumnya pada keadaan awal bersifat unila~ral
tetapi kemudian bisa juga bilateral. Biasanya lebih berat pada tangan yang dominan. Pada
beberapa keadaan tertentu, misalnya pada kehamilan, prevalensinya sedikit bertambah(3).

Prevalensi CTS bervariasi. Di Mayo Clinic, pada tahun 1976-1980 insidensnya


173 per 100.000 pasien wanita/tahun dan 68 per 100.000 pasien pria/tahun. Di
Maastricht, Belanda, 16% wanita dan 8 % pria dilaporkan terbangun dari tidurnya akibat
parestesi jari-jari. 45% wanita dan 8% pria yang mengalami gejala ini terbukti menderita
CTS setelah dikonfirmasi dengan pemeriksaan elektrodiagnostik 1°. Pada populasi
Rochester, Minnesota, ditemukan rata-rata 99 kasus per 100.000 penduduk per tahun.
Sedangkan Hudson dkk menemukan bahwa 62% entrapment neuropathy adalah CTS(3).

3.4 Etiologi
Sebagian besar kasus CTS (>50%) bersifat idiopatik, tetapi berbagai kondisi dapat
berkontribusi sebagai penyebab, yaitu(4,5) :

a. Kondisi kesehatan lain seperti artritis reumatoid, kelainan hormonal tertentu


seperti diabetes, kelainan tiroid, menopause, retensi cairan pada kehamilan.

b. Karakteristik fisik. Carpal tunnel seseorang dapat lebih sempit daripada populasi
umum

c. Proses penuaan normal dengan peningkatan massa di tenosinovium

d. Tekanan langsung atau lesi desak ruang di dalam carpal tunnel dapat
meningkatkan tekanan pada nervus medianus dan menyebabkan CTS

e. Tenosinovitis,yaitu peradangan membran musin tipis yang menyelimuti tendon

f. Sindrom double crush, kompresi atau iritasi nervus medianus di atas pergelangan
tangan
17
g. Aktifitas yang membutuhkan penggunaan tangan dengan kombinasi gerakan
berulang pergelangan tangan atau jari, dan pekerjaan yang menggunakan alat
yang menimbulkan getaran

h. Faktor keturunan

3.5 Patofisiologi

Adanya disproporsi antara


volume CT dengan isinya, yaitu
bertambahnya volume dari isi carpal
Tunnel atau berkurangnya volume dari
CT tersebut. Dengan adanya
Disproporsi akan terjadi penekanan pd
vasa vasorum dari N. Medianus serta
ischemic sehingga akan menekan
syaraf. Pada pembedahan akan tampak
syaraf yang pipih seperti pita(3).

Bertambahnya volume CT, karena:


 Penebalan / fibrosis dari
Fleksor sinovialis merupakan penyebab tersering. Hasil biopsi: RA, inflamasi non
spesific kronis, Penyakit degeneratif
 Udema di dlm CT , sehingga memberi tekanan dan kompresi pada syaraf, karena
faktor(3,4):
a. Hormonal adanya retensi cairan pd jaringan yang ada di CT.
misalnya: Menstruasi, kehamilan, menopouse, diabetes mellitus, dsn
miksudema pd hipotiroidisme.
b. Proses radang, misal: RA, osteoarhtritis.
c. Tumor dan keadaan lain yang menambah isi dari CT, misalnya:
Ganglion, neuroma, lipoma, kista sinovitis, hematoma, deposit Calsium,
amiloidosis, Chondrocalsinosis.

18
d. Penyakit Ocupasi adalah penyakit yang disebabkan karena
penggunaan tangan secara berlebihan pada keadaan Hiperekstensi pada
pergelangan tangan, sehingga tekanan CT meningkat dari pada tangan dengan
posisi netral.
e. Trauma akan merubah ”countour” normal CT atau pembentukan
tulang baru yang berlebihan pada Colles fracture
Terjadinya Neurophaty saat injuri disebabkan karena fragmen tulang patah
atau ujung ligamentum menekan n. medianus.
f. Infeksi pada tenosinovitis kronis dan tuberkulosa.
g. Kongenital, apabila ada anomali didaerah CT, misal perpanjangan
“Muscle Belly” dari M. Fleksor digitorum sublimis, atau pembesaran
pembuluh darah sehingga terjadi penekanan terhadap nervus medianus.
h. Vascular “Shunt” pada renal dialisis yang berulang, pembuatan shunt
didaerah tangan, tetapi hal ini masih dalam perdebatan.

Atau bisa dikatakan umumnya CTS terjadi secara kronis di mana terjadi
penebalan fleksor retinakulum yang menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus.
Tekanan yang berulang-ulang dan lama akan mengakibatkan peninggian tekanan
intrafasikuler. Akibatnya aliran darah vena intrafasikuler melambat. Kongesti yang
terjadi ini akan mengganggu nutrisi intrafasikuler lalu diikuti oleh anoksia yang akan
merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga
terjadi edema epineural. Hipotesa ini menerangkan bagaimana keluhan nyeri dan sembab
yang timbul terutama pada malam/pagi hari akan berkurang setelah tangan yang terlibat
digerak-gerakkan atau diurut (mungkin akibat terjadinya perbaikan sementara pada aliran
darah). Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis epineural yang merusak
serabut saraf. Lama-kelamaan safar menjadi atrofi dan digantikan oleh jaringan ikat yang
mengakibatkan fungsi nervus medianus terganggu secara menyeluruh(5,6).
Pada CTS akut biasanya terjadi penekanan yang melebihi tekanan perfusi kapiler
sehingga terjadi gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik saraf. Keadaan iskemik ini
diperberat lagi oleh peninggian tekanan intrafasikuler yang menyebabkan berlanjutnya

19
gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi vasodilatasi yang menyebabkan edema
sehingga sawar darah-saraf terganggu. Akibatnya terjadi kerusakan pada saraf tersebut
Tekanan langsung pada safar perifer dapat pula menimbulkan invaginasi Nodus
Ranvier dan demielinisasi lokal sehingga konduksi saraf terganggu.
Akhirnya setelah adanya disproporsi dan kompresi terhadap nervus medianus
akan menimbulkan suatu gejala / simptom. Yaitu nyeri, rasa terbakar dan rasa seperti di
tusuk – tusuk pada daerah carpal

Stadium pada kelainan syaraf(6):


 Stadium I:
Timbulnya distensi kapiler intrafasikuler yang menyebabkan meningkatkan
tekanan intrafasikuler. Sehingga keadaan tersebut dapat menimbulkan konstriksi
pembuluh darah kapiler. Keadaan ini yang menyebabkan timbulnya gangguan
nutrisi serta akan terjadi hipereksitabilitas serabut saraf.
 Stadium II
Adanya kompresi pada pembuluh kapiler akan menyebabkan anoksia dan
kerusakan endotelium kapiler. Masuknya protein ke dalam jaringan akan
menyebabkan edema. Protein tidak dapat keluar melalui perineurium oleh karena
akumulasi dalam endoneurium yang mana telah menyatu dengan metabolisme
serta nutrisi aksonal.
Pada keadaan tersebbut juga diiikuti adanya proliferasi dari fibroblast serta
iskemik pada jaringan ikat yang mengalami konstriksi. Pada tahap akhir dari
kompresi saraf, akan terjadi defek pada motorik maupun sensorik.

Dasar patofisiologi dari penekanan dari saraf ini di awali dengan berkurang nya
aliran darah yang timbul dengan tekanan 20 – 30 mmHg. Pada penderita CTS tekanan
pada terowongan sedikitnya mencapai 33 mmHg dan bahkan sering mencapai 110
mmHG saat pergelangan tangan pada dalam posisi ekstensi posisi dorsofleksi ini
nampaknya merupakan posisi yang meningkatkan tekanan intra karpal yang paling tinggi.
Tekanan sebesar 50 mmHG selama 2jam akan menyebabkan oedema epineurium bila
tekanan tersebut berlangsung selama 8 jam maka akan mengakibatkan tekanan cairan

20
endoneurium meningkat sebesar 4 kali dan menghambat transport aksonal jika trauma ini
terus terjadi pada endotel kapiler maka akan semakin banyak protein yang bocor masuk
kedalam jaringan sehingga oedema makin menghebat dengan demikian lingkaran akan
terjadi.
Dampak yang terjadi lebih nyata pada endoneurium, karena lebih banyak eksudat
dan oedema yang menumpuk disana akibat tidak dapat menembus perineurium.
Perineurium lebih tahan terhadap perubahan tekanan karena kelenturan.

3.6 Gejala Klinis


Carpal tunnel syndrom menimbulkan beragam gejala khas dari gejala sakit
sedang hingga gejala sakit yang berat. Gejala – gejala ini akan semakin bertambah berat
dan penderita yang telah didiagnosis dengan carpal tunnel syndrome akan mengeluhkan
sensasi mati rasa (numbness), kesemutan, dan sensasi terbakar pada jari jempol, jari
telunjuk dan jari tengah dimana ketiga jari tersebut diinervasi oleh N. Medianus. Pada
beberapa penderita juga sering mengeluhkan rasa sakit pada tangan atau pergelangan
tangan dan hilangnya kekuatan menggenggam. Rasa nyeri juga timbul pada lengan dan
pundak serta benjolan pada tangan; rasa nyeri ini akan terasa teramat sakit terutama di
malam hari saat tidur(3).

Mati rasa (numbness) dan kesemutan (paresthesia) pada area yang dipersarafi
oleh N. Medianus merupakan gejala neuropathy akibat sindrom jebakan canalis carpi
(carpal tunnel entrapment). Kelemahan dan atrofi otot – otot thenar akan timbul
selanjutnya jika kondisi ini semakin tak terobati(6).

3.7 Penegakan Diagnosis

Diagnosa CTS ditegakkan selain berdasarkan gejala-klinis seperti di atas dan perkuat
dengan pemeriksaan yaitu :
 Anamnesis
Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja. Gangguan motorik
hanya terjadi pada keadaan yang berat. Gejala awal  biasanya berupa parestesia, kurang
merasa (numbness) atau rasa seperti terkena aliran listrik (tingling) pada jari 1-3 dan

21
setengah sisi radial jari 4 sesuai dengan distribusi sensorik nervus medianus walaupun
kadang-kadang dirasakan mengenai seluruh jari-jari.
Komar dan Ford membahas dua bentuk CTS yaitu akut dan kronis. Bentuk akut
mempunyai gejala dengan nyeri parah, bengkak pergelangan tangan atau tangan, tangan
dingin, atau gerak jari menurun. Kehilangan gerak jari disebabkan oleh kombinasi dari
rasa sakit dan paresis. Bentuk kronis mempunyai gejala baik disfungsi sensorik yang
mendominasi atau kehilangan motorik dengan perubahan trofik. Keluhan parestesia
biasanya lebih menonjol di malam hari. Gejala lainnya adalah nyeri di tangan yang juga
dirasakan lebih berat pada malam hari sehingga sering membangunkan penderita dari
tidurnya. Rasa nyeri ini umumnya agak berkurang bila penderita memijat atau
menggerak-gerakkan tangannya atau dengan meletakkan tangannya pada posisi yang
lebih tinggi. Nyeri juga akan berkurang bila penderita lebih  banyak mengistirahatkan
tangannya.
Apabila tidak segera ditangani dengan baik maka jari-jari menjadi kurang terampil
misalnya saat memungut benda-benda kecil. Kelemahan  pada tangan juga sering
dinyatakan dengan keluhan adanya kesulitan yang penderita sewaktu menggenggam.
Pada tahap lanjut dapat dijumpai atrofi otot-otot thenar (oppones pollicis dan abductor
pollicis brevis) dan otot-otot lainya yang diinervasi oleh nervus medianus.

 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan
perhatian khusus pada fungsi, motorik, sensorik dan otonom tangan. Beberapa
pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu menegakkan diagnosa CTS
adalah (17) :

a) Phalen's test : Penderita diminta melakukan fleksi tangan secara maksimal.


Bila dalam waktu 60 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong
diagnosa. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk
menegakkan diagnosa CTS.

22
Gambar 3.1 Phalen’s Test

b) Torniquet test : Pada pemeriksaan ini dilakukan pemasangan tomiquet dengan


menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan
sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti CTS, tes ini mendukung
diagnosa.
c) Tinel's sign : Tes ini mendukung diagnosa bila timbul parestesia atau nyeri
pada daerah distribusi nervus medianus jika dilakukan perkusi pada
terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.

Gambar 3.2 Tinel’s Test

23
d) Flick's sign : Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-
gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan
mendukung diagnosa CTS.
e) Thenar wasting : Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-
otot thenar.
f) Wrist extension test : Penderita diminta melakukan ekstensi tangan secara
maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga dapat
dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti CTS, maka tes
ini mendukung diagnosa CTS.
g) Pressure test : Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan
menggunakan ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul gejala
seperti CTS, tes ini mendukung diagnosa.
h) Luthy's sign (bottle's sign) : Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari
telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita idak dapat
menyentuh dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif dan mendukung
diagnose
i) Pemeriksaan sensibilitas : Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik
(two-point discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus
medianus, tes dianggap positif dan mendukung diagnose
j) Pemeriksaan fungsi otonom : Pada penderita diperhatikan apakah ada
perbedaan keringat, kulit yang kering atau licin yang terbatas pada daerah
innervasi nervus medianus. Bila ada akan mendukung diagnose CTS.
k) Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual maupun
dengan alat dynamometer
Dari pemeriksaan provokasi diatas Phalen test dan Tinel test adalah test yang
patognomonis untuk CTS.

 Pemeriksaan Penunjang:

1. Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik)


Pemeriksaan Elektromiografi (EMG) dapat menunjukkan adanya fibrilasi,
polifasik, gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot

24
thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-otot lumbrikal. EMG
bisa normal pada 31% kasus CTS. Pada 15-25% kasus, Kecepatan Hantar Saraf
(KHS) bisa normal. Pada beberapa kasus yang lainnya KHS akan menurun dan
masa laten distal (distal latency) memanjang, menunjukkan adanya gangguan pada
konduksi saraf di pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa
laten motorik (12).

2. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan sinar-X terhadap pergelangan tangan dapat membantu melihat


apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis. Foto polos leher berguna
untuk menyingkirkan adanya penyakit lain pada vertebra. USG, CT-scan dan MRI
dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang akan dioperasi. USG dilakukan
untuk mengukur luas penampang dari saraf median di carpal tunnel proksimal yang
sensitif dan spesifik untuk carpal tunnel syndrome (15, 18, 19).

3. Pemeriksaan Laboratorium

Bila etiologi CTS belum jelas, misalnya pada penderita usia muda tanpa
adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan seperti
kadar gula darah , kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap (15).

3.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan CTS tergantung pada etiologi, durasi gejala, dan intensitas
kompresi saraf. Jika sindrom adalah suatu penyakit sekunder untuk penyakit endokrin,
hematologi, atau penyakit sistemik lain, penyakit  primer harus diobati.

1. Medikamentosa
Terdapat beberapa terapi terhadap carpal tunnel syndrome yang masih
dipergunakan hingga saat ini, antara lain:
A. Injeksi Kortikosteroid Lokal.
Injeksi kortikosteroid cukup efektif sebagai penghilang gejala CTS secara
temporer dalam waktu yang singkat. Metilprednisolon atau hidrokortison bisa
disuntikkan langsung ke carpal tunnel untuk menghilangkan nyeri. Injeksi
kortikosteroid dapat mengurangi  peradangan, sehingga mengurangi tekanan

25
pada nervus medianus. Pengobatan ini tidak bersifat untuk dilakukan dalam
jangka waktu yang panjang. Deksametason 1-4 mg atau hidrokortison 10-25
mg atau metilprednisolon 20 mg atau 40 mg diinjeksikan ke dalam
terowongan karpal dengan menggunakan jarum no.23 atau 25  pada lokasi 1
cm ke arah proksimal lipat pergelangan tangan di sebelah medial tendon
musculus palmaris longus. Sementara suntikan dapat diulang dalam 7 sampai
10 hari untuk total tiga atau empat suntikan. Tindakan operasi dapat
dipertimbangkan bila hasil terapi belum memuaskan setelah diberi 3 kali
suntikan.
B. Vitamin B6 (Piridoksin).
Beberapa penulis berpendapat bahwa salah satu penyebab CTS adalah
defisiensi piridoksin sehingga mereka menganjurkan  pemberian piridoksin
100-300 mg/hari selama 3 bulan. Tetapi  beberapa penulis lainnya
berpendapat bahwa pemberian piridoksin tidak bermanfaat bahkan dapat
menimbulkan neuropati bila diberikan dalam dosis besar. Namun pemberian
dapat berfungsi untuk mengurangi rasa nyeri.
C. Obat Antiinflamasi Non-Steroid (NSAID) Obat-obatan jenis NSAID dapat
mengurangi inflamasi dan membantu menghilangkan nyeri. Pada umumnya
digunakan untuk menghilangkan nyeri ringan sampai sedang. Obat pilihan
untuk terapi awal biasanya adalah ibuprofen. Pilihan lainnya yaitu ketoprofen
dan naproxen (George, 2009).
2. Non-Medikamentosa
Kasus ringan selain bisa diobati dengan obat anti inflamasi non-steroid (OAINS)
juga bisa menggunakan penjepit pergelangan tangan yang mempertahankan tangan dalam
posisi netral selama minimal 2  bulan, terutama pada malam hari atau selama ada gerak
berulang. Jika tidak efektif, dan gejala yang cukup mengganggu, operasi sering
dianjurkan untuk meringankan kompresi. Oleh karena itu sebaiknya terapi CTS dibagi
atas 2 kelompok, yaitu:
a)Terapi langsung terhadap CTS
1) Terapi konservatif
i.Istirahatkan pergelangan tangan.

26
ii.Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai dapat
dipasang terus-menerus atau hanya pada malam hari selama 2-3
minggu.
iii. Nerve Gliding, yaitu latihan terdiri dari berbagai gerakan (ROM)
latihan dari ekstremitas atas dan leher yang menghasilkan ketegangan
dan gerakan membujur sepanjang saraf median dan lain dari ekstremitas
atas. Latihan-latihan ini didasarkan pada prinsip bahwa jaringan dari
sistem saraf  perifer dirancang untuk gerakan, dan bahwa ketegangan
dan meluncur saraf mungkin memiliki efek pada neurofisiologi melalui
perubahan dalam aliran pembuluh darah dan axoplasmic. Latihan
dilakukan sederhana dan dapat dilakukan oleh pasien setelah instruksi
singkat.

Gambar 3.3 Nerve Gliding

iv. Fisioterapi yang ditujukan pada perbaikan vaskularisasi  pergelangan


tangan.

2) Terapi operatif

Operasi hanya dilakukan pada kasus yang tidak mengalami  perbaikan dengan
terapi konservatif atau bila terjadi gangguan sensorik yang berat atau adanya atrofi otot-

27
otot thenar. Pada CTS bilateral biasanya operasi pertama dilakukan  pada tangan yang
paling nyeri walaupun dapat sekaligus dilakukan operasi bilateral. Penulis lain
menyatakan bahwa tindakan operasi mutlak dilakukan bila terapi konservatif gagal atau
bila ada atrofi otot-otot thenar, sedangkan indikasi relatif tindakan operasi adalah
hilangnya sensibilitas yang persisten. Biasanya tindakan operasi CTS dilakukan secara
terbuka dengan anestesi lokal, tetapi sekarang telah dikembangkan teknik operasi secara
endoskopik. Operasi endoskopik memungkinkan mobilisasi penderita secara dini dengan
jaringan parut yang minimal, tetapi karena terbatasnya lapangan operasi tindakan ini
lebih sering menimbulkan komplikasi operasi seperti cedera pada saraf. Beberapa
penyebab CTS seperti adanya massa atau anomali maupun tenosinovitis pada terowongan
karpal lebih baik dioperasi secara terbuka.  

b)Terapi terhadap keadaan atau penyakit yang mendasari CTS

Keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya CTS harus ditanggulangi, sebab
bila tidak dapat menimbulkan kekambuhan CTS kembali. Pada keadaan di mana CTS
terjadi akibat gerakan tangan yang repetitif harus dilakukan penyesuaian ataupun
pencegahan. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya CTS atau
mencegah kekambuhannya antara lain:

- Mengurangi posisi kaku pada pergelangan tangan, gerakan repetitif, getaran


peralatan tangan pada saat bekerja.

- Desain peralatan kerja supaya tangan dalam posisi natural saat kerja.

- Modifikasi tata ruang kerja untuk memudahkan variasi gerakan.

- Mengubah metode kerja untuk sesekali istirahat pendek serta mengupayakan


rotasi kerja.

- Meningkatkan pengetahuan pekerja tentang gejala-gejala dini CTS sehingga


pekerja dapat mengenali gejala-gejala CTS lebih dini.

Di samping itu perlu pula diperhatikan beberapa penyakit yang sering mendasari
terjadinya CTS seperti: trauma akut maupun kronik pada pergelangan tangan dan daerah
sekitarnya, gagal ginjal,  penderita yang sering dihemodialisa, myxedema akibat

28
hipotiroidi, akromegali akibat tumor hipofisis, kehamilan atau penggunaan pil
kontrasepsi, penyakit kolagen vaskular, artritis, tenosinovitis, infeksi  pergelangan
tangan, obesitas dan penyakit lain yang dapat menyebabkan retensi cairan atau
menyebabkan bertambahnya isi terowongan karpal.

3.9 Prognosis

Pada kasus CTS ringan, dengan terapi konservatif umumnya prognosa baik. Bila
keadaan tidak membaik dengan terapi konservatif maka tindakan operasi harus
dilakukan. Secara umum prognosa operasi juga baik, tetapi karena operasi hanya
dilakukan pada penderita yang sudah lama menderita CTS penyembuhan post operatifnya
bertahap (13).
Bila setelah dilakukan tindakan operasi, tidak juga diperoleh perbaikan maka
dipertimbangkan kembali kemungkinan berikut ini (13):
1. Kesalahan menegakkan diagnosa, mungkin jebakan/tekanan terhadap nervus medianus
terletak di tempat yang lebih proksimal.

2. Telah terjadi kerusakan total pada nervus medianus.

3. Terjadi CTS yang baru sebagai akibat komplikasi operasi seperti akibat edema,
perlengketan, infeksi, hematoma atau jaringan parut hipertrofik. Sekalipun prognosa CTS
dengan terapi konservatif maupun operatif cukup baik, tetapi resiko untuk kambuh
kembali masih tetap ada. Bila terjadi kekambuhan, prosedur terapi baik konservatif atau
operatif dapat diulangi kembali.

3.10 Komplikasi

Komplikasi yang dapat dijumpai adalah kelemahan dan hilangnya sensibilitas yang
persisten di daerah distribusi nervus medianus. Komplikasi yang paling berat adalah
reflek sympathetic dystrophy yang ditandai dengan nyeri hebat, hiperalgesia, disestesia,
dan gangguan trofik. Sekalipun prognosa carpal tunnel syndromedengan terapi
konservatif

29
KESIMPULAN

Carpal Tunnel Syndrome adalah gejala neuropati kompresi dari N. medianus di


tingkat pergelangan tangan, ditandai dengan bukti peningkatan tekanan dalam
terowongan karpal dan penurunan fungsi saraf di tingkat itu. Carpal Tunnel Syndrome
dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, kondisi dan peristiwa. Hal ini ditandai dengan
keluhan mati rasa, kesemutan, nyeri tangan dan lengan dan disfungsi otot. Kelainan ini
tidak dibatasi oleh usia, jenis kelamin, etnis, atau pekerjaan dan disebabkan karena
penyakit sistemik, faktor mekanis dan penyakit lokal(8).
Diagnosa CTS ditegakkan selain berdasarkan gejala-klinis dan pemeriksaan baik
fisik maupun penunjang. Pemeriksaan fisik yang patognomonis yaitu Phalen test dan
Tinnel test. Sedangkan pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu dengan
Pemeriksaan elektrodiagnostik, radiologi dan laboratorium (5).

Penatalaksanaan carpal tunnel syndrome tergantung pada etiologi, durasi gejala,


dan intensitas kompresi saraf. Jika sindrom adalah suatu penyakit sekunder untuk
penyakit endokrin, hematologi, atau penyakit sistemik lain, penyakit primer harus diobati.
Kasus ringan bisa diobati dengan obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dan
menggunakan penjepit pergelangan tangan yang mempertahankan tangan dalam posisi
netral selama minimal 2 bulan, terutama pada malam hari atau selama gerakan berulang.
Kasus lebih lanjut dapat diterapi dengan injeksi steroid lokal yang mengurangi
peradangan. Jika tidak efektif, dan gejala yang cukup mengganggu, operasi sering
dianjurkan untuk meringankan kompresi (6,12).

30
BAB IV
PENUTUP

Telah dilaporkan suatu laporan kasus tentang Carpal Tunnel Syndrome.


Berdasarkan tinjauan tersebut telah dibahas mengenai Carpal Tunnel Syndrome meliputi:
definisi, epidemiologi, paofisiologi, gejala klinis, penegakan diagnosis, penatalaksanaan,
komlikasi, dan prognosis
Diharapkan laporan kasus ini dapat dijadikan suatu pedoman dalam mengenal dan
mendiagmosis pasien dengan penyakit tersebut dan memberikan tatalaksananya.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Jagga, V. Lehri, A et al. Occupation and its association with Carpal Tunnel
syndrome-A Review. Journal of Exercise Science and Physiotherapy. 2011. Vol.
7, No. 2: 68-78.

2. Kurniawan, Bina. et al. Faktor Risiko Kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS)
pada Wanita Pemetik Melati di Desa Karangcengis, Purbalingga. Jurnal Promosi
Kesehatan Indonesia. 2008. Vol. 3, No. 1.

3. American Academy of Orthopaedic Surgeons. Clinical Practice Guideline on the


Treatment of Carpal Tunnel Syndrome. 2008.

4. Gorsché, R. Carpal Tunnel Syndrome, The Canadian Journal of CME. 2001,101-


117.

5. Tana, Lusianawaty et al. Carpal tunnel syndrome Pada Pekerja Garmen di Jakarta.
Buletin Peneliti Kesehatan. 2004. vol. 32, no. 2: 73-82.

6. Pecina, Marko M. Markiewitz, Andrew D. Tunnel Syndromes: Peripheral Nerve


Compression Syndromes Third Edition. New York: CRC PRESS. 2001.

7. Campbell, William W. DeJong's The Neurologic Examination, 6th Edition.


Philadelpia: Lippincott Williams & Wilkins. 2005.

8. American Academy of Orthopaedic Surgeons. Clinical Practice Guideline On The


Diagnosis of Carpal Tunnel Syndrome. 2007.

9. Joseph J. Biundo, and Perry J. Rush. Carpal Tunnel Syndrome. American College
of Rheumatology. 2012.
32
10. Mc Cabe, Steven J. et al. Epidemiologic Associations of Carpal Tunnel Syndrome
and Sleep Position: Is There a Case for Causation?. American Association for
Hand Surgery. 2007. No.2 :127–134

11. Mardjono M dan Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: PT Dian Rakyat.
2009.

12. Latov, Norman. Peripheral Neuropathy. New York: Demos Medical Publishing.
2007.

13. Bachrodin, Moch. Carpal Tunnel Syndrome. Malang: FK UMM. 2011. Vol.7 No.
14.

14. Salter RB. 1993. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal
System. 2nd ed. Baltimore: Williams&Wilkins Co;.p.274-275.

15. Rambe, Aldi S. Sindroma Terowongan Karpal. Bagian Neurologi FK USU. 2004.

16. Mumenthaler, Mark. Et al. Fundamentals of Neurologic Disease. Stuttgard:


Thieme.2006.

17. Jeffrey n. Katz, et al. Carpal Tunnel Syndrome. N Engl J Med, 2002. Vol. 346,
No. 23.

18. Wilkinson, Maureen. Ultrasound of the Carpal Tunnel and Median Nerve: A
Reproducibility Study. Journal of Diagnostic Medical Sonography. 2001 Vol. 17,
No. 6.

33
19. Cartwright, michael s. Et al. Evidence-based Guideline: Neuromuscular
Ultrasound for The Diagnosis of Carpal Tunnel Syndrome. American Association
of Neuromuscular and Electrodiagnostic Medicine. 2012.

34

Anda mungkin juga menyukai