Lapsus Cts
Lapsus Cts
Disusun Oleh
Husnaeni Blegur, S.Ked (1308011001)
Monika L. I. Abatan, S. Ked (1308011012)
Pembimbing :
dr. Yusni Sinatra, Sp. RM
dr. Dyah G. Rambu Kareri, Sp. KFR
1
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
Laporan kasus ini dengan judul Carpal Tunnel Syndrome. Atas nama Husnaeni Blegur
NIM 1308011001, dan Monika L. I. Abatan NIM 1308011012 pada program studi
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana Kupang telah
disajikan dalam kegiatan kepaniteraan klinik bidang Rehabilitasi Medik RSUD Prof. DR.
W. Z. Johannes Kupang pada hari, tanggal Agustus 2017.
Mengetahui
Pembimbing, Pembimbing,
dr. Yusni Sinatra, Sp. RM dr. Dyah G. Rambu Kareri, Sp. KFR
BAB I
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 Anamnesis
Keluhan utama: Kesemutan dan keram pada kedua telapak tangan
Keluhan tambahan : telapak tangan yang kanan lebih berat daripada yang kiri
4
Riwayat penyakit Sebelumnya: sudah pernah mengalami keluhan yang sama 3
Status Generalis
-Nadi : 72 x/menit
-Pernapasan : 24 x/menit
-Suhu : 36,70C
f. Leher : Pembesaran KGB (-), luka bekas operasi tiroidektomi (+)
5
g. Paru :
i. Abdomen :
-Inspeksi : Datar
-Palpasi : tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba
j. Ekstremitas : Tidak ditemukan kelainan, akral hangat, edema (-), sianosis (-)
Status Neurologis
kelopak mata
Pupil
Diameter : 3mm/3mm
Bentuk : Bulat
6
Isokor/anisokor : Isokor
Posisi :ditengah ,simetris
Refleks Cahaya langsung : +/+
Refleks Cahaya tidak langsung: +/+
N. Fascialis (N.VII)
Inspeksi wajah sewaktu
Diam : Simetris
Tertawa : Simetris
Meringis : Simetris
Bersiul : Simetris
Menutup mata : Simetris
Pasien disuruh untuk mengerutkan dahi: Simetris
Menutup mata kuat-kuat : Simetris
Mengembangkan pipi : Simetris
Sensorik
Pengecapan 2/3 lidah : Tidak dilakukan
7
Posisi Uvula : Ditengah
Palatum Mole : Simetris
Arcus Palatoglossus : Simetris
Arcus Pharyngeus : Simetris
Reflek batuk : Tidak ada
Reflek muntah : Tidak ada
Peristaltik usus : Ada
Bradikardi : Tidak ada
Takikardi : Tidak ada
Disfagi : Tidak ada
N. Accesorius (N.XI)
M. Sternocleidomastoideus : Normal
M. Trapezius : Normal
N. Hipoglossus (N.XII)
Atropi : Tidak ada
Fasikulasi : Tidak ada
Deviasi : Tidak ada
Disarti : Tidak ada
8
Klonus : Normal Normal
Atropi : Tidak ada Tidak Ada
Refleks Fisiologis Bisep +/+ Patella +/+
Triceps +/+ Achiles +/+
Tonus Normal Normal
Reflek Patologis
Hoffman Tromner : - / -
Babinsky : - / -
Chaddock : - / -
Oppeinheim : - / -
Schaefer : - / -
Gordon : - / -
Gonda : - / -
Sensibilitas
Eksteroseptif/ rasa permukaan superior / inferior:
Rasa nyeri : + / +
Rasa raba : + / +
Rasa suhu panas : tidak dilakukan
Rasa suhu dingin : tidak dilakukan
Koordinasi
Tes tunjuk hidung : baik
Tes pronasi supinasi : baik
9
Tes Tambahan
Test Tinnel : +/+
Test Phalen: +/+
Test Prayer: +/+
Test Fick’s sign: +/+
Tenar wasting : -/-
Luthy’s sign : +/+
Diagnosa Kerja
Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
Amitriptilin
Neurodex
Metilprednisolon
b. Non-Medikamentosa
10
Lebih sering beristirahat
Memperbaiki posisi tubuh dan memperhatikan posisi tangan
Menurunkan berat badan jika terdapat obesitas
Perbaiki cara memegang atau menggenggam alat benda. Gunakan
seluruh tangan dan jari-jari untuk menggenggam sebuah benda,
jangan hanya menggunakan ibu jari dan telunjuk.
11
PEMBAHASAN
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan kedua telapak tangannya terasa
kesemutan dan keram sejak kurang lebih 3 tahun yang lalu. Kesemutan hilang timbul dan
semakin memberat sejak bulan juni 2017 Kesemutan disertai nyeri dirasakan pasien
muncul ketika pasien menyapu rumah, menganyam, mencuci pakaian dan menyetrika
baju. Hal ini menunjukkan gejala klinis pada kasus carpal tunnel syndrom dimana gejala
awal biasanya berupa parestesia, kurang merasa (numbness) atau rasa seperti terkena
aliran listrik (tingling) pada jari 1-3 dan setengah sisi radial jari 4 sesuai dengan distribusi
sensorik nervus medianus walaupun kadang-kadang dirasakan mengenai seluruh jari-jari.
Rasa kesemutan dan keram bersifat hilang timbul, dan dirasakan terutama pada
malam hari, dan berkurang bila digerak-gerakkan. temuan klinis pada pasien ini
menunjukkan gejala khas pada carpal tunnel syndrom yaitu: nyeri di tangan yang juga
dirasakan lebih berat pada malam hari sehingga sering membangunkan penderita dari
tidurnya. Rasa ini umumnya agak berkurang bila penderita memijat atau menggerak-
gerakkan tangannya atau dengan meletakkan tangannya pada posisi yang lebih tinggi.
Nyeri juga akan berkurang bila penderita lebih banyak mengistirahatkan tangannya.
Awalnya keluhan hanya dirasakan pada jari tangan kanan saja. Pasien juga sering
mengeluh jarinya terasa kesetrum dan menjalar hingga ke lengan. Riwayat demam
sebelumnya disangkal, riwayat jatuh bertumpu pada tangan disangkal. riwayat tidur
bertumpu dengan tangan disangkal. Riwayat kelemahan anggota gerak lainnya juga
disangkal. Temuan klinis ini untuk menyingkirkan diagnosa banding dari carpal tunnel
syndrom.
Pada pasien ini terdapat beberapa faktor risiko carpal tunnel syndrom yaitu: jenis
kelamin perempuan lebih rentan terkena dan riwayat pekerjaan.
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi
Secara anatomis, canalis carpi (carpal tunnel) berada di dalam dasar pergelangan
tangan. Sembilan ruas tendon fleksor dan N. Medianus berjalan di dalam canalis carpi
yang dikelilingi dan dibentuk oleh tiga sisi dari tulang – tulang carpal. Nervus dan tendon
memberikan fungsi, sensibilitas dan pergerakan pada jari – jari tangan. Jari tangan dan
otot – otot fleksor pada pergelangan tangan beserta tendon – tendonnya berorigo pada
epicondilus medial pada regio cubiti dan berinsersi pada tulang – tulang metaphalangeal,
interphalangeal proksimal dan interphalangeal distal yang membentuk jari tangan dan
jempol. Canalis carpi berukuran hampir sebesar ruas jari jempol dan terletak di bagian
distal lekukan dalam pergelangan tangan dan berlanjut ke bagian lengan bawah di regio
cubiti sekitar 3 cm.
13
Carpal Tunnel dibentuk oleh :
Atas : ligamentum carpi transversum (bagian dari. flexor retinaculum yang
membentang dari Os. Scapoideum dan trapezoideum ke arah medial menuju
Os. Piriformis & hamatum)
Lateral (radial) : Os naviculare dan tuberculum os trapezium.
Medial (ulnar) dibatasi oleh : Os. pisiformis dan os hamatum.
Carpal Tunnel berisi :
4 Mm Fleksor Digitorum Superfisialis,
4 Mm Fleksor Digitorum Profundus,
1 M Fleksor Policis Longus,
1 N Medianus.
14
Anatomi Nervus Medianus
Serabut - serabut saraf yg membentuk
N. medianus berasal dari saraf spinal
C5-C8 dan Th 1 dari pleksus
brakhialis, dibentuk oleh cabang
lateralis fasciculus medialis dan
cabang medial dari fasciculus lateralis
dimana kedua cabang tersebut bersatu
pada tepi bawah M. Pectoralis minor.
15
M. Fleksor Carpi Radialis
M. Fleksor digitorum superficialis
M. Fleksor digitorum profundus
M. Pronator kuadratus
M. Fleksor Polisis longus
Serabut motorik N. Medianus yg mempersyarafi otot – otot tangan M. Fleksor polisis
brevis, M. Oponen polisis, M. abductor polisis brevis, Mm. Lumbricalis I dan II
3.2 Definisi
Sindroma Carpal Tunnel merupakan suatu kumpulan gejala yang disebabkan
karena tekanan pada nervus medianus di Carpal Tunnel. Adapun definisi lain yaitu
neuropati tekanan atau jeratan terhadap nervus medianus di dalam terowongan karpal
pada pergelangan tangan, tepatnya di bawah fleksor retinakulum. Dulu, sindroma ini juga
disebut dengan nama acroparesthesia, median thenar neuritis atau partial thenar atrophy(1).
16
3.3 Epidemiologi
Menurut penelitian CTS lebih sering terjadi pada wanita. CTS adalah entrapment
neuropathy yang paling sering dijumpai. Nervus medianus mengalami tekanan pada saat
berjalan melalui terowongan karpal di pergelangan tangan menuju ke tangan. Penyakit ini
biasanya timbul pada usia pertengahan. Umumnya pada keadaan awal bersifat unila~ral
tetapi kemudian bisa juga bilateral. Biasanya lebih berat pada tangan yang dominan. Pada
beberapa keadaan tertentu, misalnya pada kehamilan, prevalensinya sedikit bertambah(3).
3.4 Etiologi
Sebagian besar kasus CTS (>50%) bersifat idiopatik, tetapi berbagai kondisi dapat
berkontribusi sebagai penyebab, yaitu(4,5) :
b. Karakteristik fisik. Carpal tunnel seseorang dapat lebih sempit daripada populasi
umum
d. Tekanan langsung atau lesi desak ruang di dalam carpal tunnel dapat
meningkatkan tekanan pada nervus medianus dan menyebabkan CTS
f. Sindrom double crush, kompresi atau iritasi nervus medianus di atas pergelangan
tangan
17
g. Aktifitas yang membutuhkan penggunaan tangan dengan kombinasi gerakan
berulang pergelangan tangan atau jari, dan pekerjaan yang menggunakan alat
yang menimbulkan getaran
h. Faktor keturunan
3.5 Patofisiologi
18
d. Penyakit Ocupasi adalah penyakit yang disebabkan karena
penggunaan tangan secara berlebihan pada keadaan Hiperekstensi pada
pergelangan tangan, sehingga tekanan CT meningkat dari pada tangan dengan
posisi netral.
e. Trauma akan merubah ”countour” normal CT atau pembentukan
tulang baru yang berlebihan pada Colles fracture
Terjadinya Neurophaty saat injuri disebabkan karena fragmen tulang patah
atau ujung ligamentum menekan n. medianus.
f. Infeksi pada tenosinovitis kronis dan tuberkulosa.
g. Kongenital, apabila ada anomali didaerah CT, misal perpanjangan
“Muscle Belly” dari M. Fleksor digitorum sublimis, atau pembesaran
pembuluh darah sehingga terjadi penekanan terhadap nervus medianus.
h. Vascular “Shunt” pada renal dialisis yang berulang, pembuatan shunt
didaerah tangan, tetapi hal ini masih dalam perdebatan.
Atau bisa dikatakan umumnya CTS terjadi secara kronis di mana terjadi
penebalan fleksor retinakulum yang menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus.
Tekanan yang berulang-ulang dan lama akan mengakibatkan peninggian tekanan
intrafasikuler. Akibatnya aliran darah vena intrafasikuler melambat. Kongesti yang
terjadi ini akan mengganggu nutrisi intrafasikuler lalu diikuti oleh anoksia yang akan
merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga
terjadi edema epineural. Hipotesa ini menerangkan bagaimana keluhan nyeri dan sembab
yang timbul terutama pada malam/pagi hari akan berkurang setelah tangan yang terlibat
digerak-gerakkan atau diurut (mungkin akibat terjadinya perbaikan sementara pada aliran
darah). Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis epineural yang merusak
serabut saraf. Lama-kelamaan safar menjadi atrofi dan digantikan oleh jaringan ikat yang
mengakibatkan fungsi nervus medianus terganggu secara menyeluruh(5,6).
Pada CTS akut biasanya terjadi penekanan yang melebihi tekanan perfusi kapiler
sehingga terjadi gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik saraf. Keadaan iskemik ini
diperberat lagi oleh peninggian tekanan intrafasikuler yang menyebabkan berlanjutnya
19
gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi vasodilatasi yang menyebabkan edema
sehingga sawar darah-saraf terganggu. Akibatnya terjadi kerusakan pada saraf tersebut
Tekanan langsung pada safar perifer dapat pula menimbulkan invaginasi Nodus
Ranvier dan demielinisasi lokal sehingga konduksi saraf terganggu.
Akhirnya setelah adanya disproporsi dan kompresi terhadap nervus medianus
akan menimbulkan suatu gejala / simptom. Yaitu nyeri, rasa terbakar dan rasa seperti di
tusuk – tusuk pada daerah carpal
Dasar patofisiologi dari penekanan dari saraf ini di awali dengan berkurang nya
aliran darah yang timbul dengan tekanan 20 – 30 mmHg. Pada penderita CTS tekanan
pada terowongan sedikitnya mencapai 33 mmHg dan bahkan sering mencapai 110
mmHG saat pergelangan tangan pada dalam posisi ekstensi posisi dorsofleksi ini
nampaknya merupakan posisi yang meningkatkan tekanan intra karpal yang paling tinggi.
Tekanan sebesar 50 mmHG selama 2jam akan menyebabkan oedema epineurium bila
tekanan tersebut berlangsung selama 8 jam maka akan mengakibatkan tekanan cairan
20
endoneurium meningkat sebesar 4 kali dan menghambat transport aksonal jika trauma ini
terus terjadi pada endotel kapiler maka akan semakin banyak protein yang bocor masuk
kedalam jaringan sehingga oedema makin menghebat dengan demikian lingkaran akan
terjadi.
Dampak yang terjadi lebih nyata pada endoneurium, karena lebih banyak eksudat
dan oedema yang menumpuk disana akibat tidak dapat menembus perineurium.
Perineurium lebih tahan terhadap perubahan tekanan karena kelenturan.
Mati rasa (numbness) dan kesemutan (paresthesia) pada area yang dipersarafi
oleh N. Medianus merupakan gejala neuropathy akibat sindrom jebakan canalis carpi
(carpal tunnel entrapment). Kelemahan dan atrofi otot – otot thenar akan timbul
selanjutnya jika kondisi ini semakin tak terobati(6).
Diagnosa CTS ditegakkan selain berdasarkan gejala-klinis seperti di atas dan perkuat
dengan pemeriksaan yaitu :
Anamnesis
Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja. Gangguan motorik
hanya terjadi pada keadaan yang berat. Gejala awal biasanya berupa parestesia, kurang
merasa (numbness) atau rasa seperti terkena aliran listrik (tingling) pada jari 1-3 dan
21
setengah sisi radial jari 4 sesuai dengan distribusi sensorik nervus medianus walaupun
kadang-kadang dirasakan mengenai seluruh jari-jari.
Komar dan Ford membahas dua bentuk CTS yaitu akut dan kronis. Bentuk akut
mempunyai gejala dengan nyeri parah, bengkak pergelangan tangan atau tangan, tangan
dingin, atau gerak jari menurun. Kehilangan gerak jari disebabkan oleh kombinasi dari
rasa sakit dan paresis. Bentuk kronis mempunyai gejala baik disfungsi sensorik yang
mendominasi atau kehilangan motorik dengan perubahan trofik. Keluhan parestesia
biasanya lebih menonjol di malam hari. Gejala lainnya adalah nyeri di tangan yang juga
dirasakan lebih berat pada malam hari sehingga sering membangunkan penderita dari
tidurnya. Rasa nyeri ini umumnya agak berkurang bila penderita memijat atau
menggerak-gerakkan tangannya atau dengan meletakkan tangannya pada posisi yang
lebih tinggi. Nyeri juga akan berkurang bila penderita lebih banyak mengistirahatkan
tangannya.
Apabila tidak segera ditangani dengan baik maka jari-jari menjadi kurang terampil
misalnya saat memungut benda-benda kecil. Kelemahan pada tangan juga sering
dinyatakan dengan keluhan adanya kesulitan yang penderita sewaktu menggenggam.
Pada tahap lanjut dapat dijumpai atrofi otot-otot thenar (oppones pollicis dan abductor
pollicis brevis) dan otot-otot lainya yang diinervasi oleh nervus medianus.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan
perhatian khusus pada fungsi, motorik, sensorik dan otonom tangan. Beberapa
pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu menegakkan diagnosa CTS
adalah (17) :
22
Gambar 3.1 Phalen’s Test
23
d) Flick's sign : Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-
gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan
mendukung diagnosa CTS.
e) Thenar wasting : Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-
otot thenar.
f) Wrist extension test : Penderita diminta melakukan ekstensi tangan secara
maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga dapat
dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti CTS, maka tes
ini mendukung diagnosa CTS.
g) Pressure test : Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan
menggunakan ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul gejala
seperti CTS, tes ini mendukung diagnosa.
h) Luthy's sign (bottle's sign) : Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari
telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita idak dapat
menyentuh dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif dan mendukung
diagnose
i) Pemeriksaan sensibilitas : Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik
(two-point discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus
medianus, tes dianggap positif dan mendukung diagnose
j) Pemeriksaan fungsi otonom : Pada penderita diperhatikan apakah ada
perbedaan keringat, kulit yang kering atau licin yang terbatas pada daerah
innervasi nervus medianus. Bila ada akan mendukung diagnose CTS.
k) Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual maupun
dengan alat dynamometer
Dari pemeriksaan provokasi diatas Phalen test dan Tinel test adalah test yang
patognomonis untuk CTS.
Pemeriksaan Penunjang:
24
thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-otot lumbrikal. EMG
bisa normal pada 31% kasus CTS. Pada 15-25% kasus, Kecepatan Hantar Saraf
(KHS) bisa normal. Pada beberapa kasus yang lainnya KHS akan menurun dan
masa laten distal (distal latency) memanjang, menunjukkan adanya gangguan pada
konduksi saraf di pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa
laten motorik (12).
2. Pemeriksaan Radiologi
3. Pemeriksaan Laboratorium
Bila etiologi CTS belum jelas, misalnya pada penderita usia muda tanpa
adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan seperti
kadar gula darah , kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap (15).
3.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan CTS tergantung pada etiologi, durasi gejala, dan intensitas
kompresi saraf. Jika sindrom adalah suatu penyakit sekunder untuk penyakit endokrin,
hematologi, atau penyakit sistemik lain, penyakit primer harus diobati.
1. Medikamentosa
Terdapat beberapa terapi terhadap carpal tunnel syndrome yang masih
dipergunakan hingga saat ini, antara lain:
A. Injeksi Kortikosteroid Lokal.
Injeksi kortikosteroid cukup efektif sebagai penghilang gejala CTS secara
temporer dalam waktu yang singkat. Metilprednisolon atau hidrokortison bisa
disuntikkan langsung ke carpal tunnel untuk menghilangkan nyeri. Injeksi
kortikosteroid dapat mengurangi peradangan, sehingga mengurangi tekanan
25
pada nervus medianus. Pengobatan ini tidak bersifat untuk dilakukan dalam
jangka waktu yang panjang. Deksametason 1-4 mg atau hidrokortison 10-25
mg atau metilprednisolon 20 mg atau 40 mg diinjeksikan ke dalam
terowongan karpal dengan menggunakan jarum no.23 atau 25 pada lokasi 1
cm ke arah proksimal lipat pergelangan tangan di sebelah medial tendon
musculus palmaris longus. Sementara suntikan dapat diulang dalam 7 sampai
10 hari untuk total tiga atau empat suntikan. Tindakan operasi dapat
dipertimbangkan bila hasil terapi belum memuaskan setelah diberi 3 kali
suntikan.
B. Vitamin B6 (Piridoksin).
Beberapa penulis berpendapat bahwa salah satu penyebab CTS adalah
defisiensi piridoksin sehingga mereka menganjurkan pemberian piridoksin
100-300 mg/hari selama 3 bulan. Tetapi beberapa penulis lainnya
berpendapat bahwa pemberian piridoksin tidak bermanfaat bahkan dapat
menimbulkan neuropati bila diberikan dalam dosis besar. Namun pemberian
dapat berfungsi untuk mengurangi rasa nyeri.
C. Obat Antiinflamasi Non-Steroid (NSAID) Obat-obatan jenis NSAID dapat
mengurangi inflamasi dan membantu menghilangkan nyeri. Pada umumnya
digunakan untuk menghilangkan nyeri ringan sampai sedang. Obat pilihan
untuk terapi awal biasanya adalah ibuprofen. Pilihan lainnya yaitu ketoprofen
dan naproxen (George, 2009).
2. Non-Medikamentosa
Kasus ringan selain bisa diobati dengan obat anti inflamasi non-steroid (OAINS)
juga bisa menggunakan penjepit pergelangan tangan yang mempertahankan tangan dalam
posisi netral selama minimal 2 bulan, terutama pada malam hari atau selama ada gerak
berulang. Jika tidak efektif, dan gejala yang cukup mengganggu, operasi sering
dianjurkan untuk meringankan kompresi. Oleh karena itu sebaiknya terapi CTS dibagi
atas 2 kelompok, yaitu:
a)Terapi langsung terhadap CTS
1) Terapi konservatif
i.Istirahatkan pergelangan tangan.
26
ii.Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai dapat
dipasang terus-menerus atau hanya pada malam hari selama 2-3
minggu.
iii. Nerve Gliding, yaitu latihan terdiri dari berbagai gerakan (ROM)
latihan dari ekstremitas atas dan leher yang menghasilkan ketegangan
dan gerakan membujur sepanjang saraf median dan lain dari ekstremitas
atas. Latihan-latihan ini didasarkan pada prinsip bahwa jaringan dari
sistem saraf perifer dirancang untuk gerakan, dan bahwa ketegangan
dan meluncur saraf mungkin memiliki efek pada neurofisiologi melalui
perubahan dalam aliran pembuluh darah dan axoplasmic. Latihan
dilakukan sederhana dan dapat dilakukan oleh pasien setelah instruksi
singkat.
2) Terapi operatif
Operasi hanya dilakukan pada kasus yang tidak mengalami perbaikan dengan
terapi konservatif atau bila terjadi gangguan sensorik yang berat atau adanya atrofi otot-
27
otot thenar. Pada CTS bilateral biasanya operasi pertama dilakukan pada tangan yang
paling nyeri walaupun dapat sekaligus dilakukan operasi bilateral. Penulis lain
menyatakan bahwa tindakan operasi mutlak dilakukan bila terapi konservatif gagal atau
bila ada atrofi otot-otot thenar, sedangkan indikasi relatif tindakan operasi adalah
hilangnya sensibilitas yang persisten. Biasanya tindakan operasi CTS dilakukan secara
terbuka dengan anestesi lokal, tetapi sekarang telah dikembangkan teknik operasi secara
endoskopik. Operasi endoskopik memungkinkan mobilisasi penderita secara dini dengan
jaringan parut yang minimal, tetapi karena terbatasnya lapangan operasi tindakan ini
lebih sering menimbulkan komplikasi operasi seperti cedera pada saraf. Beberapa
penyebab CTS seperti adanya massa atau anomali maupun tenosinovitis pada terowongan
karpal lebih baik dioperasi secara terbuka.
Keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya CTS harus ditanggulangi, sebab
bila tidak dapat menimbulkan kekambuhan CTS kembali. Pada keadaan di mana CTS
terjadi akibat gerakan tangan yang repetitif harus dilakukan penyesuaian ataupun
pencegahan. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya CTS atau
mencegah kekambuhannya antara lain:
- Desain peralatan kerja supaya tangan dalam posisi natural saat kerja.
Di samping itu perlu pula diperhatikan beberapa penyakit yang sering mendasari
terjadinya CTS seperti: trauma akut maupun kronik pada pergelangan tangan dan daerah
sekitarnya, gagal ginjal, penderita yang sering dihemodialisa, myxedema akibat
28
hipotiroidi, akromegali akibat tumor hipofisis, kehamilan atau penggunaan pil
kontrasepsi, penyakit kolagen vaskular, artritis, tenosinovitis, infeksi pergelangan
tangan, obesitas dan penyakit lain yang dapat menyebabkan retensi cairan atau
menyebabkan bertambahnya isi terowongan karpal.
3.9 Prognosis
Pada kasus CTS ringan, dengan terapi konservatif umumnya prognosa baik. Bila
keadaan tidak membaik dengan terapi konservatif maka tindakan operasi harus
dilakukan. Secara umum prognosa operasi juga baik, tetapi karena operasi hanya
dilakukan pada penderita yang sudah lama menderita CTS penyembuhan post operatifnya
bertahap (13).
Bila setelah dilakukan tindakan operasi, tidak juga diperoleh perbaikan maka
dipertimbangkan kembali kemungkinan berikut ini (13):
1. Kesalahan menegakkan diagnosa, mungkin jebakan/tekanan terhadap nervus medianus
terletak di tempat yang lebih proksimal.
3. Terjadi CTS yang baru sebagai akibat komplikasi operasi seperti akibat edema,
perlengketan, infeksi, hematoma atau jaringan parut hipertrofik. Sekalipun prognosa CTS
dengan terapi konservatif maupun operatif cukup baik, tetapi resiko untuk kambuh
kembali masih tetap ada. Bila terjadi kekambuhan, prosedur terapi baik konservatif atau
operatif dapat diulangi kembali.
3.10 Komplikasi
Komplikasi yang dapat dijumpai adalah kelemahan dan hilangnya sensibilitas yang
persisten di daerah distribusi nervus medianus. Komplikasi yang paling berat adalah
reflek sympathetic dystrophy yang ditandai dengan nyeri hebat, hiperalgesia, disestesia,
dan gangguan trofik. Sekalipun prognosa carpal tunnel syndromedengan terapi
konservatif
29
KESIMPULAN
30
BAB IV
PENUTUP
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Jagga, V. Lehri, A et al. Occupation and its association with Carpal Tunnel
syndrome-A Review. Journal of Exercise Science and Physiotherapy. 2011. Vol.
7, No. 2: 68-78.
2. Kurniawan, Bina. et al. Faktor Risiko Kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS)
pada Wanita Pemetik Melati di Desa Karangcengis, Purbalingga. Jurnal Promosi
Kesehatan Indonesia. 2008. Vol. 3, No. 1.
5. Tana, Lusianawaty et al. Carpal tunnel syndrome Pada Pekerja Garmen di Jakarta.
Buletin Peneliti Kesehatan. 2004. vol. 32, no. 2: 73-82.
9. Joseph J. Biundo, and Perry J. Rush. Carpal Tunnel Syndrome. American College
of Rheumatology. 2012.
32
10. Mc Cabe, Steven J. et al. Epidemiologic Associations of Carpal Tunnel Syndrome
and Sleep Position: Is There a Case for Causation?. American Association for
Hand Surgery. 2007. No.2 :127–134
11. Mardjono M dan Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: PT Dian Rakyat.
2009.
12. Latov, Norman. Peripheral Neuropathy. New York: Demos Medical Publishing.
2007.
13. Bachrodin, Moch. Carpal Tunnel Syndrome. Malang: FK UMM. 2011. Vol.7 No.
14.
14. Salter RB. 1993. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal
System. 2nd ed. Baltimore: Williams&Wilkins Co;.p.274-275.
15. Rambe, Aldi S. Sindroma Terowongan Karpal. Bagian Neurologi FK USU. 2004.
17. Jeffrey n. Katz, et al. Carpal Tunnel Syndrome. N Engl J Med, 2002. Vol. 346,
No. 23.
18. Wilkinson, Maureen. Ultrasound of the Carpal Tunnel and Median Nerve: A
Reproducibility Study. Journal of Diagnostic Medical Sonography. 2001 Vol. 17,
No. 6.
33
19. Cartwright, michael s. Et al. Evidence-based Guideline: Neuromuscular
Ultrasound for The Diagnosis of Carpal Tunnel Syndrome. American Association
of Neuromuscular and Electrodiagnostic Medicine. 2012.
34