Anda di halaman 1dari 4

Nama Kelompok 21:

1. Nur Anisa ( L1A017023 )


2. Siti Alifa Ramadhanti ( L1A017047 )
Prodi : Manajemen Sumberdaya Perairan
Review Jurnal :
Pemanfaatan Kapur Dolomit [CaMg(CO3)2] Untuk Meningkatkan pH Air Rawa
Lebak Pada Pemeliharaan Benih Ikan Patin Siam (Pangasius Hypophthalmus)
dengan Effect of Lime, Dolomite, and Gypsum On Phosphorous Reduction
Potential in Freshwater
Pada tugas terstruktur mata kuliah Manajemen Kualitas Air ini kami akan me-
review dua buah jurnal. Jurnal pertama berjudul Pemanfaatan Kapur Dolomit
[CaMg(CO3)2] Untuk Meningkatkan pH Air Rawa Lebak Pada Pemeliharaan Benih
Ikan Patin Siam (Pangasius Hypophthalmus). Jurnal ini ditulis oleh Kurniasih, Dade
Jubaedah, dan Mochamad Syaifudin yang diterbitkan pada tahun 2019 oleh Jurnal
Akuakultur Rawa Indonesia. Sementara jurnal kedua berjudul Effect of Lime, Dolomite,
and Gypsum On Phosphorous Reduction Potential in Freshwater ditulis oleh M.
Kavitha, S. Adhikari, K.K. Anikuttan, dan D.L. Prabu yang diterbitkan oleh
International Journal of Applied and Pure Science and Agriculture pada tahun 2016.
Pendahuluan yang ada pada kedua jurnal ini menjadi latar belakang dilakukan
penelitian mengenai sektor budidaya dengan mengelola kualitas airnya agar mencapai
kesesuaian bagi organisme yang hidup di perairan tersebut. Perairan yang dibahas pada
jurnal pertama yaitu perairan rawa yang umumnya memiliki kandungan pH berkisar 3-
4. Menurut BSNI (2000), nilai pH yang optimum pada pendederan ikan patin berkisar
6,5-8,5. Perairan yang mengandung nilai pH rendah tidak dapat menunjang
pertumbuhan serta kelangsungan hidup ikan. Perlu dilakukan upaya untuk
meningkatkan pH dengan cara pengapuran. Bahan yang akan digunakan untuk
pengapuran dalam penelitian ini adalah kapur dolomit [CaMg(CO3)2] yang merupakan
material kapur yang biasa digunakan dalam pertanian untuk mengurangi kemasaman
tanah serta menambahkan unsur kalsium sebagai unsur hara pada tanaman. Selain itu,
pada kapur dolomit terdapat unsur magnesium sebagai unsur utama yang diberikan pada
tanah yang miskin magnesium (Subandi, 2007).Sedangkan pada jurnal kedua membahas
tentang tambak air tawar. Tambak air tawar menerima air dari badan air alami seperti
danau, sungai dan waduk yang tanpa pandang bulu tercemar oleh pembuangan limbah
yang tidak diobati dari industri yang berbeda, kegiatan pertanian, pestisida dan limbah
rumah tangga.
Sumber air alami yang tercemar ini mengarah ke efek yang tidak diinginkan
pada kolam budidaya dengan meningkatkan fosfor, nitrogen, beban organik dan
membuka jalan bagi pertumbuhan berlebihan dari ganggang termasuk ganggang
beracun yang dikenal sebagai eutrofikasi. Ini dapat menghasilkan berbagai gangguan,
termasuk ancaman terhadap kehidupan akuatik dengan mengurangi tingkat oksigen
terlarut dalam air. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menentukan efek
bahan kimia akuakultur yang berbeda seperti kapur, dolomit dan gypsum pada tingkat
dosis yang berbeda pada reduksi fosfor dari air kaya fosfor (1 mg / L). Dari uraian
diatas, kedua jurnal memiliki persamaan dalam menangani kualitas air yaitu dengan
cara pengapuran. Namun terdapat juga perbedaan dalam parameter yang akan ditangani
yaitu pada jurnal pertama fokus pada peningkatan parameter pH. Namun pada jurnal
kedua, lebih fokus pada penurunan fosfor walaupun dalam penelitiannya juga dianalisis
kenaikan pH.
Penelitian pada jurnal pertama dilaksanakan di Laboratorium Kolam Percobaan,
Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya. Analisis
kualitas air dilakukan di Laboratorium Dasar Perikanan Program Studi Budidaya
Perairan dan Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit
Palembang, Sumatera Selatan, dengan waktu penelitian yaitu bulan September-
Nopember 2018. Sedangkan jurnal kedua, penelitian dilakukan untuk melakukan studi
banding tentang efek kapur, dolomit dan gipsum tentang pengurangan fosfor dalam air.
Penelitian ini dilakukan selama 15 hari di bagian kimia air tanah di Central Institute of
Freshwater Aquaculture, Bhubaneshwar, India.
Metode yang digunakan pada jurnal pertama maupun kedua yaitu Rancangan
Acak Lengkap (RAL) yang dilakukan dengan tiga kali pengulangan. Pada jurnal
pertama, dilakukan sebanyak empat perlakuan dengan tiga kali ulangan selama 30 hari
pemeliharaan dengan penggunaan kapur dolomit meliputi P1 (dosis 0,6 kg.m- 2 setara
CaCO3), P2 (dosis 0,9 kg.m-2 setara CaCO3), P3 (dosis 1,2 kg.m-2 setara CaCO3), dan P4
(dosis 1,5 kg.m-2 setara CaCO3). Pada jurnal kedua ada sedikit perbedaan, yaitu
dilakukan sebanyak enam perlakuan dengan tiga kali pengulangan selama 15 hari dan
dengan penggunaan kapur, gypsum, dan dolomit meliputi C (kontrol), L20 (kapur 20
mg / L), L40 (kapur 40 mg / L),D20 (dolomit 20 mg / L), D40 (dolomit 40 mg / L), G20
(gipsum 20 mg / L) dan G40 (gipsum 40mg / L). Alat yang digunakan untuk mengukur
pH di kedua jurnal menggunakan pH meter dengan metode yang sama. Persamaan lain
pada kedua jurnal ini, yaitu keduanya menggunakan dolomit untuk meningkatkan pH
air. Pada jurnal pertama dolomit diuji untuk meningkatkan pH, sedangkan pada jurnal
kedua dolomit diuji untuk meningkatkan pH dan menurunkan fosfor.
Agar dapat dibandingkan antara kedua jurnal, parameter yang akan dibahas yaitu
parameter kimia pH. Hasil dari penelitian pada jurnal pertama menunjukan adanya
pengaruh penggunaan kapur dolomit terhadap peningkatan pH air. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa data kualitas air terbaik pada pemberian kapur dolomit dengan
dosis 0,9 kg/m2 setara dengan CaCO3 (P2) sudah dapat meningkatkan pH air maksimal
7,7 hingga hari ke-25 walaupun terdapat penurunan pH setelah hari ke- 25 tersebut. Hal
itu dikarenakan pada dosis perlakuan tertentu memiliki nilai pH maksimal yang
berbeda-beda sehingga apabila telah mencapai nilai maksimal, kemungkinan pH air
akan menurun. Peningkatan pH ini dapat mendukung kelangsungan hidup dan
pertumbuhan benih ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus).
Hasil penelitian jurnal kedua, nilai pH meningkat sebanding dengan dosis kapur
yang juga meningkat, meskipun secara bertahap menurun seiring berjalannya waktu.
Pengapuran dengan penambahan dolomit diterapkan untuk menunjukkan peningkatan
pH yang lebih tinggi dari pengapuran dengan penambahan gypsum. Penambahan
dolomit awalnya meningkatkan nilai pH dan nilai menurun pada 5 hari setelah
penambahan. Nilai pH yang diperoleh pada hari pertama yaitu 7,40 dan naik menjadi
7,70. Menurut Mandal dan Boyd (1980) penambahan dolomit di kolam akan
menetralkan keasaman dan meningkatkan pH. Uraian diatas menunjukkan adanya
persamaan hasil pH optimal antara kedua jurnal. Perbedaannya pada jurnal pertama
peningkatan pH kolam air rawa dimaksudkan untuk meningkatkan pertumbuhan ikan
patin siam (Pangasius hypophthalmus). Sedangkan pada jurnal kedua peningkatan pH
dilakukan untuk memperbaiki kualitas tambak air tawar tanpa menyinggung organisme
yang ada walaupun perubahan kualitas air tersebut akan sangat berpengaruh terhadap
organisme disana.
Dari pembahasan diatas, dapat diketahui bahwa manajemen kualitas air kolam
budidaya dapat dilakukan dengan cara pengapuran. Pemberian kapur dolomit
memberikan pengaruh terhadap kualitas tanah, air dan pada pemeliharaan ikan patin
siam (Pangasius hypophthalmus). Di kedua jurnal, diperoleh pH optimum sebesar 7,70.
Nilai pH tersebut masuk dalam kriteria dapat menunjang kehidupan organisme perairan.
Ikan patin juga akan tumbuh optimal dengan sesuainya pH air kolam sehingga dapat
meningkatkan produksi ikan tersebut. Meskipun pada kedua jurnal tersebut memiliki
perbedaan yang sangat mencolok di dalam tujuan pelaksanaan penelitian, namun hasil
akhir dalam menaikkan pH menunjukkan pentingnya pengapuran dalam menjaga
kualitas air kolam. Salah satunya dengan penambahan dolomit.

Anda mungkin juga menyukai