Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

KEPERAWATAN DASAR TRAUMA DAN JANTUNG


PENYAKIT TRAUMA THORAX

Disusun Oleh:
Noviyanti
NIM. 18213020

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH


PONTIANAK
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirannya Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kami sehingga kami dapat
menyusun makalah ini dengan tepat pada waktunya. Shalawat serta salam
tercurahkan kepada junjungan nabi kita Muhammad SAW beserta para
sahabatnya.
Makalah ini di buat untuk memenuhi tugas mata m makalah ini berisi
tentang Trauma Dada. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari pihak lain
maka penulis tidak akan dapat menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang tulus kepada semua
pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.

Pontianak, 18 Juni 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

PENDAHULUAN....................................................................................................1
A. Latar Belakang...............................................................................................1

B. Rumusan Masalah..........................................................................................1

C. Tujuan Penulisan............................................................................................1

D. Manfaat Penulisan..........................................................................................1

TINJAUAN TEORI.................................................................................................2

A.Pengertian Trauma Dada / Thorax..................................................................2


B.Etiologi.............................................................................................................2

C.Klasifikasi........................................................................................................3

D.Patofisiologi.....................................................................................................8

E.Manifestasi Klinis............................................................................................9

F.Pemeriksaan Diagnostik.................................................................................10

G.Penatalaksanaan.............................................................................................13

H.Pemeriksaan penunjang.................................................................................15

I.Komplikasi………………………………………………………………….16

ASUHAN KEPERAWATAN................................................................................17

A. Pengkajian...................................................................................................17

B. Diagnosa Keperawatan................................................................................20

PENUTUP..............................................................................................................21

A. Kesimpulan..................................................................................................21

DAFTAR  PUSTAKA...........................................................................................22
BAB I
PENDAHULUAN

A. LatarBelakang
Trauma thorax sering ditemukan sekitar 25% dari penderita multi-trauma
ada component trauma toraks.90% dari penderita dengan trauma thorax
inidapat diatasi dengan tindakan yang sederhana oleh dokter di Rumah Sakit
(atau paramedic di lapangan), sehingga hanya 10% yang memerlukan operasi.

B. RumusanMasalah
Beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam pembahasan makalah
ini adalah:
1. Apa definisi trauma thorax ?
2. Apa etiologi trauma thorax ?
3. Apa manifestasi trauma thorax ?
4. Apa patofisiologi trauma thorax ?
5. Bagaimana penatalaksanaan trauma thorax ?
C. Tujuan Penulisan
Diharapkan penulis atau pembaca dapat mengetahui serta dapat
mendemontrasikan penatalaksanaan penderita trauma thorax.

D. Manfaat Penulisan
1. Mengetahui definisi trauma thorax
2. Mengetahui etiologi trauma thorax
3. Mengetahuiklasifikasi trauma thorax
4. Mengetahui manifestasi trauma thorax
5. Mengetahui patofisiologi trauma thorax
6. Mengetahui cara penatalaksanaan trauma thorax

1
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Jurnal

No Judul Jurnal Nama Jurnal Peneliti Tujuan Metodologi Sampel Hasil


. Dan Tahun
Publikasi
1. Faktor-Faktor 2-TRIK: Suhadi Untuk Jenis sampel Hasil penelitian
yang Tunas-Tunas Prayitno, mengetahui penelitian ini adalah 90 menunjukkan bahwa
Mempengaruhi Riset 2019 fakor-faktor adalah orang fakor-faktor yang
Kejadian Kesehatan, yang penelitian berpengaruh
Penyakit Volume 9 berpengaruh survey terhadap kejadian
Jantung Nomor 4 terhadap analitik PJK pada
Koroner pada kejadian PJK dengan desain masyarakat yang
Masyarakat pada masyarakat penelitian berobat di
yang Berobat yang berobat di case control, Puskesmas
di Puskesmas Puskesmas Teknik Sukomoro meliputi
Sukomoro Sukomoro pengambilan faktor riwayat
Kabupaten sampel yang keluarga, jenis
Nganjuk digunakan kelamin, dan
adalah teknik hipertensi.
simple Sebaliknya faktor
random yang tidak
sampling, berpengaruh
Analisis yang meliputi faktor
digunakan umur, obesitas,
adalah merokok, dan
analisis aktivitas fisik.
deskriptif Variabel yang
berupa sangat besar
frekuensi dan pengaruhnya dengan
persentase kejadian PJK pada
karena data masyarakat yang
berjenis berobat di
kategorik(5), Puskesmas
dilanjutkan Sukomoro adalah
dengan faktor hipertensi,
analisis sedangkan faktor
bivariat yang resikonya
dengan uji paling kecil adalah
Chi square riwayat dari
dan analisis keluarga
multivariat
dengan uji
regresi
logistic.
2. Faktor Risiko Jurnal Sri Hartati Penelitian ini Penelitian ini Sampel Masyarakat
Penyakit Keperawatan Pratiwi, bertujuan untuk merupakan dalam Pangandaran
Jantung BSI, Vol. VI Eka mengidentifikasi penelitian penelitian memiliki faktor
Koroner Pada No. 2 Afrima faktor risiko deskriptif ini adalah risiko
Masyarakat Sari, PJK pada kuantitatif 87 orang PJKdiantaranya
Pangandaran Ristina masyarakat dengan overweight,

2
3

Mirwanti, pangandaran pendekatan kelebihan lingkar


2018 cross perut, kurang
sectional beraktivitas, dan
study. hiperkolesterolemia.
Pengambilan Oleh karena itu,
sampel pada petugas kesehatan
penelitian ini diharapkan dapat
menggunakan memberikan
teknik pendidikan
insidental kesehatan mengenai
sampling, pencegahan PJK
terutama untuk
mengatasi
hiperkolesterolemia,
overweight dan
kelebihan lingkar
perut yaitu dengan
beraktivitas yang
cukup dan menjaga
pola diet.
3. Faktor Risiko AcTion Iskandar, Tujuan Metode Sampel Hasilnya subjek
Terjadinya Journal, Abdul penelitian untuk penelitian dalam yang mempunyai
Penyakit Volume 2, Hadi, mengetahui observasional penelitin IMT ≥25 m2
Jantung Nomor 1 Alfridsyah faktor yang analitik ini adalah mempunyai Risiko
Koroner Pada , 2017 berhubungan dengan 59 orang 2,7 kali lebih tinggi
Pasien Rumah dengan PJK rancangan terkena PJK (CI;
Sakit Umum cross 1,04-7,3). aktifitas
Meuraxa sectional, pasif fisik tidak
Banda Aceh Jumlah mempunyai
sampel berpengaruh
ditentukan terhadap PJK (P;
dengan 0,27). Merokok
menggunakan tidak mempunyai
rumus risiko secara
Lameshow, bermakna terhadap
Analisis data PJK 1,8 (CI; 0,84-
univariate, 3,7). Sedangkan
bivariate dan Mengkonsumsi
multivariate lemak tinggi ada
hubungan yang
bermakna dengan
PJK (p; 0,29> 0,05).
Faktor yang paling
berpengaruh
terhadap PJK adalah
kadar kolesterol dan
trigliserida dalam
darah. Kesimpulan
IMT dan profil lipid
darah mempunyai
pengaruh terhadap
PJK. Faktor yang
paling berpengaruh
adalah kolestetol
dan trigliserida
darah.
4
5

B. Pengertian Trauma Dada / Thorax


Trauma dada adalah trauma tajam atau tembus thoraks yang dapat
menyebabkan tamponade jantung, perdarahan, pneumothoraks,
hematothoraks, hematoma pneumothoraks [ CITATION Nug16 \l 1057 ].
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh
benturan pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-
paru, diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul
yang dapat menyebabkan gangguan sistem pernapasan (Suzanne & Smetzler,
2001).
Dari ketiga pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwaTrauma
Dada / Thorax adalah suatu kondisi dimana terjadinya benturan baik tumpul
maupun tajam pada dada atau dinding thorax, yang menyebabkan
abnormalitas (bentuk) pada rangka thorax. Perubahan bentuk pada thorax
akibat trauma dapat menyebabkan gangguan fungsi atau cedera pada organ
bagian dalam rongga thorax seperti jantung dan paru-paru, sehingga dapat
terjadi beberapa kondisi patologis traumatik seperti Haematothorax,
Pneumothorax,  Tamponade Jantung, dan sebagainya.

C. Etiologi

1. Tension pneumothorak-trauma dada pada selang dada

2. Penggunaan therapy ventilasi mekanik yang berlebihan

3. Penggunaan balutan tekan pada luka dada tanpa pelonggaran balutan.

4. Pneumothorak tertutup-tusukan pada paru oleh patahan tulang iga, ruptur


oleh vesikel flaksid yang seterjadi sebagai sequele dari PPOM.

5. Tusukan paru dengan prosedur invasif.

6. Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau


tertimpa benda berat.
3

7. Pneumothorak terbuka akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak)

8. Pukulan daerah thorax dan Fraktur tulang iga

9. Tindakan medis (operasi)

D. Klasifikasi

Trauma dada diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu :

1. Trauma Tajam

a. Pneumothoraks terbuka
b. Hemothoraks
c. Trauma tracheobronkial
d. Contusio Paru
e. Ruptur diafragma
f. Trauma Mediastinal
2. Trauma Tumpul
a. Tension pneumothoraks
b. Trauma tracheobronkhial
c. Flail Chest
d. Ruptur diafragma
e. Trauma mediastinal
f. Fraktur kosta
1) Obstruksi jalan napas
Penanganan jalan napas masih merupakan tantangan dalam
perawatan pasien dengan multiple trauma. Dalam mengangani
jalan napas harus selalu beranggapan terdapat pula cedera tulang
belakang/servikal.
2) Open pneumo-thorax
Pneumotoraks adalah adanya udara pada cavum pleura.
Adanya udara pada cavum pleura menyebabkan tekanan negatif
pada intrapleura tidak terbentuk, sehingga akan mengganggu pada
proses respirasi. Keadaan ini sering disebabkan oleh luka penetrasi,
4

sebagai shucking chest wound. Dengan luka terbuka pada lubang


pleura, oksigen tidak bisa dikonstribusikan ke darah yang
selanjutnya akan berakibat hipoksia, dan ganguan ventilasi.
Seringkalihaliniterjadisebagailuka pada dinding dada yang
menghisap pada setiapinspirasi (suckingchestwound). Apabila
lubang/lukainilebih besar daripada 2/3 diametertrakhea, maka pada
inspirasiudaralebihmudahmelewatilubang pada dinding dada
dibandingkanmelewatimulut, sehinggaterjadisesak yang hebat.
Perlukaan dapat inkomplit (sebatas pleura parietalis) atau komplit
(pleura parietalis dan visceralis).
Bila terjadi open pneumotorak inkomplit pada saat inspirasi
udara luar akan masuk ke dalam cavum pleura. Akibatnya paru
tidak dapat mengembang karena tekanan intrapleura tidak negatif.
Efeknya akan terjadi hiperekspansi cavum pleura yang menekan
mediastinal ke sisi paru yang sehat. Saat ekspirasi mediastinal
bergeser ke mediastinal yang sehat sehingga terjadilah mediastinal
flutter. Dengan demikian maka yang harus dilakukan adalah
menutup dengan kasa 3 sisi, kasa ditutup dengan plester pada 2
sisinya,sedangkan pada sisi yang diatas dibiarkan terbuka (kasa
harus dilapisi zalf/sofratulle pada sisi dalamnya supaya kedap
udara). Apabila dilakukan cara ini maka harus sering dilakukan
evaluasi paru. Apabila ternyata timbul tanda tension
pneumothorax, maka kasa harus dibuka”. Pada luka yang sangat
berat maka dapat dipakai plastik infus yang digunting sesuai
ukuran.
Bila open pneumotorak komplit maka saat inspirasi dapat
terjadi hiperekspansi cavum pleura mendesak mediastinal ke sisi
paru yang sehat dan saat ekspirasi udara terjebak pada cavum
pleura dan paru karena luka yang bersifat katup tertutup.
Selanjutnya terjadilah penekanan vena cava, shunting udara ke
paru yang sehat, dan obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbul
5

gejala pre-shock atau shock oleh karena penekanan vena cava.


Kejadian ini dikenal dengan tension pneumotorak.
3) Tension pneumothorax
`Keadaan ini dapat terjadi bila pada trauma tajam maupun
tumpul, tercipta katup satu arah. Udara dapat masuk tetapi tidak
daapt keluar meninggalkan kavum pleura. Selanjutnya akan
berakibat kolapsnya paru, mediastinum akan terdorong ke sisi yang
berlawanan. Vena kava superior dan inferior akan tertekuk
sehingga venous return akan turun sampai hilang mengakibatkan
cardiac output menurun. Deviasi trakea dan mediastinum yang
berlawanan dari sisi tension pneumothoraks akan mengganggu
ventilasi paru lainnya meskipun hal ini merupakan fenomena
lanjut.
Apabila ada mekanisme ventil karena lubang pada paru,
maka udara akan semakin banyak pada satu sisi rongga pleura.
Akibatnya adalah :
a) Paru sebelahnya akan tertekan dengan akibat sesak yang berat.
b) Mediastinum akan terdorong dengan akibat timbul syok.
Apabila keadaan berat, maka paramedik harus mengambil tindakan
dengan melakukan tindakan ”needle thoracosyntesis” yakni
menusuk dengan jarum besar pada ruang interkostal 2 pada garis
mid klavikuler.
4) Hematothorax masif
Pada keadaan ini terjadi perdarahan hebat dalam rongga dada.
Hematothorax masif terjadi bila sekurang-kurangnya:
a) 1500 cc darah terkumpul di cavum pleura
b) Perdarahan 5 ml/kg barat badan
c) Perdarahan 100–200 ml perjam
d) Tendensi perdarahan meningkat dari waktu ke waktu.
Setiap rongga dada bisa menampung kurang lebih 3000 cc darah.
Massive hemathoraks lebih sering disebabkan terlukanya
pembuluh darah besar paru atau sistemik.
6

Tidak banyak yang dapat dilakukan pra-RS pada keadaan ini. Satu-
satunya cara adalah membawa penderita secepat mungkin ke RS
dengan harapan masih dapat terselamatkan dengan tindakan cepat
di UGD.
Perbedaan tanda klinis tension pneumotoraks dan hematoraks
Tension
Jenis haematoraks
pneumothoraks
Gejala Sulit bernapas lalu shock Shock lalu sulit
bernapas
Vena leher Sering distensi Sering datar/kempis

Perkusi Hypersonor Menurun-hilang

Deviasi trachea Ada, sebagai fase lanjut Tidak ada

5) Flail chest
Hal ini terjadi jika Tulang iga patah pada 2 tempat, pada lebih
dari 2 iga yang berdekatan, sehingga ada satu segmen dinding
dada yang tidak ikut pada pernafasan. Palpasi dada akan
menimbulkan bunyi krepitai. Pada ekspirasi, segmen akan
menonjol keluar pada inspirasi justru akan masuk ke dalam. Ini
dikenal sebagai pernafasan paradoksal. Kelainan ini akan
mengganggu ventilasi namun yang lebih diwaspadai adalah adanya
kontusio paru yang terjadi. Sesak berat yang mungkin terjadi harus
dibantu dengan oksigenasi dan mungkin diperlukan ventilasi
tambahan. Di RS penderita akan dipasang pada respirator apabila
analisis gas darah menunjukkan pO2 yang rendah atau pCO2 yang
tinggi.
6) Tamponade jantung
Terjadi paling sering karena luka tajam jantung walaupun
trauma tumpul juga dapat menyebabkannya. Karena darah
terkumpul dalam rongga perikardium, makakontraksi jantung
terganggu sehingga timbul syok yang berat (syok kardiogenik ).
7

Triad klasik diagnosa temponade jantung, yaitu hipotensi, distensi


vena leher, suara jantung melemah (mufle). Suara jantung melemah
mungkin sulit dikenali di lapangan. Bila nadi penderita saat
inspirasi menghilang (pulsus paradoksus) mungkin penderita
mengalami temponade jantung pada penderita temponade jantung
penderita dalam keadaan shock dengan posisi trachea di tengah dan
bunyi suara napas paru di kiri dan kanan sama.
Pada infus guyur, tidak ada atau hanya sedikit respon.
Seharusnya pada penderita ini dilakukan perikardiosintesis
(penusukan rongga perikardium dengan jarum besar untuk
mengeluarkan darah tersebut).
7) Ruptur aorta traumatik
Merupakan penyebab kematian tersering dari kecelakaan
kendaraan bermotor atau jatuh dari ketinggian. Robekan aorta
torakalis biasanya akibat dari deselerasi dengan jantung dan aorta
yang tiba-tiba bergerak ke anterior di mana sebelumnya aorta ini
terikat ligamentum arteriosum.
Diagnosa ruptura aorta traumatik sulit ditegakkan di
lapanagn, di RS saja sering terlewatkan. Pada keadaan yang sangat
jarang, mungkin didapati hipertensi tungkai atas dan pada tungkai
bawah pulsasinya berkurang.
8) Cedera bronkus/trakea
Cedera ini diakibatkan oleh trauma tajam maupun tumpul.
Trauma tajam pada jalan napas bagian atas akan berakibat pada
pembuluh darah besar dan kerusakan jaringan yang luas. Trauma
tumpul mungki memberi gejala yang tersembunyi tetapi sering
menyebabkan robekan pada trakea atau cabang utama broncus
dekat carina. Gejala yang timbul biasa seperti subkutaneus
empisema pada wajah, leher, dada, pneumotoraks dan hemotoraks.
9) Kontusio jantung
Merupakan lesi yang potensial fatal dari trauma tumpul dada.
Energi akan disalurkan melalui sternum ke jantung yang terletak
8

tepat di posteriornya. Kerusakan pada jantung visa meliputi ruptur


katub, temponade jantung, bahkan ruptur jantung tetapi yang
paling sering adalah memar jantung. Gejala yang timbul akibat
memar jantung hampir menyerupai infark miokard akut dan juga
sulit dibedakan temponade jantung.
10) Robekan Diafragma
Dapat timbul dari hentakan keras pada abdomen. Peninggian
tekanan intra abdominal yang tiba-tiba seperti pada tendanagn
perut, cedera sabuk pengaman, akan merobek diafragma dan organ
abdomen akan berniasasi ke rongga dada. Kejadian ini lebih sering
sisi kiri daripada kanan karena perlindungan liver pada sisi kanan
diafragma. Trauma tajam juga akan membuat defek pada diafragma
tetapi cenderung lebih kecil.
11) Cedera esofagus
Cedera ini biasanya oleh trauma penetrasi. Penanganan
cedera lain seperti cedera jalan napas atau vaskuler lebih mendapat
penekakan daripada cedera esofagus, tetapi ingat jika esofagus ini
tidak terdiagnosa akan berakibat fatal. Masuknya kandungan
gastrointestinal ke mediastinum bisa berbahaya, bila luka baru < 6-
12 jam perbaiki dengan operasi, bila lama drainage agresif (pasang
NGT, puasa, diet parentral) antibiotik luas, pelu pemeriksaan
esofagosgram/esofagoskopi, efusi pleura perlu metilen biru
memastikan apakah disebabkan karena ruptur esofagus.
12) Kontusio paru
Pemadatan paru karena trauma, timbulnya agak lambat,
sehingga pada fase pra RS tidak menimbulkan masalah. Sering
terjadi akibat trauma tumpul. Memar paru ini bisa mengakibatkan
hipoksemia berat.

E. Patofisiologi
Trauma benda tumpul pada bagian dada/ thorax baik dalam bentuk
kompresi maupun ruda-paksa (deselerasi/ akselerasi), biasanya menyebabkan
9

memar/ jejas trauma pada bagian yang terkena. Jika mengenai sternum,
trauma tumpul dapat menyebabkan kontusio miocard jantung atau kontusio
paru. Keadaan ini biasanya ditandai dengan perubahan tamponade pada
jantung, atau tampak kesukaran bernapas jika kontusio terjadi pada paru-paru.
Trauma benda tumpul yang mengenai bagian dada atau dinding thorax
juga seringkali menyebabkan fraktur baik yang berbentuk tertutup maupun
terbuka. Kondisi fraktur tulang iga juga dapat menyebabkan Flail Chest, yaitu
suatu kondisi dimana segmen dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan
keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga multipel
pada dua atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis fraktur. Adanya
semen fail chest (segmen mengambang) menyebabkan gangguan pada
pergerakan dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru di bawahnya terjadi
sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan menyebabakan hipoksia yang
serius.
Sedangkan trauma dada/ thorax dengan benda tajam seringkali berdampak
lenih buruk daripada yang diakibatkan oleh trauma benda tumpul. Benda
tajam dapat langsung menusuk dan menembus dinding dada dengan merobek
pembuluh darah intercosta, dan menembus organ yang berada pada posisi
tusukannya. Kondisi ini menyebabkan perdaharan pada rongga dada
(Hemothorax), dan jika berlangsung lama akan menyebabkan peningkatan
tekanan didalam rongga baik rongga thorax maupun rongga pleura jika
tertembus. Kemudian dampak negatif akan terus meningkat secara progresif
dalam waktu yang relatif singkat seperti Pneumothorax,penurunan ekspansi
paru, gangguan difusi, kolaps alveoli, hingga gagal nafas dan jantung. Adapun
gambaran proses perjalanan patofisiologi lebih lanjut dapat dilihat pada
skema.

F. Manifestasi Klinis
1. Nyeri pada tempat trauma, bertambah pada saat inspirasi.
2. Pembengkakan lokal dan krepitasi yang sangat palpasi.
3. Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek.
4. Dyspnea, takipnea
10

5. Takikardi
6. Tekanan darah menurun.
7. Gelisah dan agitasi
8. Kemungkinan cyanosis.
9. Batuk mengeluarkan sputum bercak darah.
10. Hypertympani pada perkusi di atas daerah yang sakit.
11. Ada jejas pada thorak
12. Peningkatan tekanan vena sentral yang ditunjukkan oleh distensi vena
leher
13. Bunyi muffle pada jantung
14. Perfusi jaringan tidak adekuat
15. Pulsus paradoksus ( tekanan darah sistolik turun dan berfluktuasi dengan
pernapasan ) dapat terjadi dini pada tamponade jantung.

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik

Anamnesa yang terpenting adalah mengetahui mekanisme dan pola


dari trauma, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kerusakan
dari kendaraan yang ditumpangi, kerusakan stir mobil /air bag dan lain
lain.

2. Radiologi : Foto Thorax (AP)

Pemeriksaan ini masih tetap mempunyai nilai diagnostik pada pasien


dengan trauma toraks. Pemeriksaan klinis harus selalu dihubungkan
dengan hasil pemeriksaan foto toraks. Lebih dari 90% kelainan serius
trauma toraks dapat terdeteksi hanya dari pemeriksaan foto toraks.

3. Gas Darah Arteri (GDA) dan Ph


Gas darah dan pH digunakan sebagai pegangan dalam penanganan
pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas
darah dipakai untuk menilai keseimbangan asam basa dalam tubuh, kadar
oksigen dalam darah, serta kadar karbondioksida dalam darah.
11

Pemeriksaan analisa gas darah dikenal juga dengan nama


pemeriksaan ASTRUP, yaitu suatu pemeriksaan gas darah yang dilakukan
melalui darah arteri. Lokasi pengambilan darah yaitu: Arteri radialis, A.
brachialis, A. Femoralis.
Didalam tabel berikut ini dapat dilihat nilai normal dari GDA dan
pH,serta kemungkinan diagnosis terhadap perubahan nilai dari hasil
pemeriksaannya:

Nilai Normal Asidosis Alkaliosis

pH ( 7,35 s/d 7,45 ) Turun Naik

HCO3 (22 s/d 26) Turun Naik

PaCO2 (35 s/d 45) Naik Turun

BE (–2 s/d +2) Turun Naik

PaO2 ( 80 s/d 100 ) Turun Naik


Tabel 1.1 : Nilai Normal dan Kesimpulan Perubahan Hasil AGD dan pH (Hanif, 2007)

Pemeriksaan AGD dan pH tidak hanya dilakukan untuk penegakan


diagnosis penyakit tertentu, namun pemeriksaan ini juga dapat dilakukan
dalam rangka pemantauan hasil / respon terhadap pemberian terapi /
intervensi tertentu kepada klien dengan keadaan nilai AGD dan pH yang
tidak normal baik Asidosis maupun Alkaliosis, baik Respiratori maupun
Metabolik. Dari pemantauan yang dilakukan dengan pemeriksaan AGD
dan pH, dapat diketahui ketidakseimbangan sudah terkompensasi atau
belum / tidak terkompensasi.

Pada tabel berikut ini dapat dilihat acuan perubahan nilai yang
menunjukkan kondisi sudah / tidak terkompensasi.

Jenis Gangguan Asam Basa PH Total CO2 PCO2


12

Asidosis respiratorik tidak terkonpensasi Rendah Tinggi Tinggi

Alkalosis respiratorik tidak terkonfensasi Tinggi Rendah Rendah

Asidosis metabolic tidak terkonfensasi Rendah Rendah Normal

Alkalosis metabolic tidak terkonfensasi Tinggi Tinggi Rendah

Asidosis respiratorik kompensasi alkalosis Normal Tinggi Normal


metabolic
Alkalosis respiratorik kompensasi asidosis Normal Rendah Normal
metabolic
Asidosis metabolic kompensasi alkalosis Normal Rendah Rendah
respiratorik
Alkalosis metabolic kompensasi asidosis Normal Tinggi Tinggi
respiratorik
Tabel 2.2 : Acuan Nilai Hasil Pemantauan AGD dan pH ( FKUI, 2008)

4. CT-Scan
Sangat membantu dalam membuat diagnosa pada trauma tumpul
toraks, seperti fraktur kosta, sternum dan sterno clavikular dislokasi.
Adanya retro sternal hematoma serta cedera pada vertebra torakalis dapat
diketahui dari pemeriksaan ini. Adanya pelebaran mediastinum pada
pemeriksaan toraks foto dapat dipertegas dengan pemeriksaan ini sebelum
dilakukan Aortografi.
5. Ekokardiografi
Transtorasik dan transesofagus sangat membantu dalam
menegakkan diagnosa adanya kelainan pada jantung dan esophagus.
Hemoperikardium, cedera pada esophagus dan aspirasi, adanya cedera
pada dinding jantung ataupun sekat serta katub jantung dapat diketahui
segera. Pemeriksaan ini bila dilakukan oleh seseorang yang ahli,
kepekaannya meliputi 90% dan spesifitasnya hampir 96%.
6. EKG (Elektrokardiografi)
13

Sangat membantu dalam menentukan adanya komplikasi yang


terjadi akibat trauma tumpul toraks, seperti kontusio jantung pada trauma.
Adanya abnormalitas gelombang EKG yang persisten, gangguan
konduksi, tachiaritmia semuanya dapat menunjukkan kemungkinan
adanya kontusi jantung. Hati hati, keadaan tertentu seperti hipoksia,
gangguan elektrolit, hipotensi gangguan EKG menyerupai keadaan seperti
kontusi jantung.

7. Angiografi

Gold Standard’ untuk pemeriksaan aorta torakalis dengan dugaan


adanya cedera aorta pada trauma tumpul toraks.

8. Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.


9. Hb (Hemoglobin) : Mengukur status dan resiko pemenuhan kebutuhan
oksigen jaringan tubuh.
 
H. Penatalaksanaan
1. Bullow  Drainage / WSD
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
a. Diagnostik :Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau
kecil, sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak,
sebelum penderita jatuh dalam shock.
b. Terapi :
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura.
Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of
breathing" dapat kembali seperti yang seharusnya.
c. Preventive :
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura
sehingga "mechanis of breathing" tetap baik.
2. Perawatan WSD dan pedoman latihanya :
a. Mencegah infeksi di bagian masuknya slang.
Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti verband
2 hari sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa yang menutup
14

bagian masuknya slang dan tube tidak boleh dikotori waktu menyeka
tubuh pasien.
b. Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang
hebat akan diberi analgetik oleh dokter.
c. Dalam perawatan yang harus diperhatikan :
1) Penetapan slang.
Slang diatur senyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan
tidak terganggu dengan bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di
bagian masuknya slang dapat dikurangi.
2) Pergantian posisi badan.
Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal
kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang, melakukan
pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan,
atau menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera.
d. Mendorong berkembangnya paru-paru.
1) Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.
2) Latihan napas dalam.
3) Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan
batuk waktu slang diklem.
4) Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.
e. Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.
Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc.
Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan
torakotomi. Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan
juga secara bersamaan keadaan pernapasan.
f. Suction harus berjalan efektif :
Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi
dan setiap 1 - 2 jam selama 24 jam setelah operasi.
g. Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.
1) Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan
yang keluar kalau ada dicatat.
15

2) Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan


adanya gelembung udara yang keluar dari bullow drainage.
3) Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuk
yaitu mengklem slang pada dua tempat dengan kocher.
4) Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas
botol dan slang harus tetap steril.
5) Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-
sendiri, dengan memakai sarung tangan.
6) Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga
dada, misal : slang terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll.
3. Dinyatakan berhasil, bila :
a. Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan
radiologi.
b. Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
c.  Tidak ada pus dari selang WSD.
I. Pemeriksaan penunjang
a.  X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
b. Diagnosis fisik :
1) Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap
simtomatik, observasi.
2) Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase
cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase
dengan continues suction unit.
3) Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus
dipertimbangkan thorakotomi.
4) Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain
lebih dari 800 cc segera thorakotomi.
c. Terapi :
1) Antibiotika
2) Analgetika
3) Expectorant.
16

I. Komplikasi
a. tension penumototrax
b. penumotoraks bilateral
c. emfiema
3
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
a) Data Subjektif
1) Riwayat Penyakit Pasien
- Pasien mengeluh sesak
- Pasien mengeluh nyeri pada dada (biasanya pada pasien fraktur
rusuk dan sternum)
- Pasien mengeluh batuk berdarah, berdahak
- Pasien mengeluh lemas, lemah
- Pasien mengatakan mengalami kecelakaan dan terbentur dan
tertusuk di bagian dada
2) Riwayat Kesehatan Pasien
- Riwayat penyakit sebelumnya
- Riwayat pengobatan sebelumnya
- Adanya alergi
b) Data Objektif
1) Airway (A)
Batuk dengan sputum kental atau darah, terkadang disertai dengan
muntah darah, krekels (+), jalan nafas tidak paten.
2) Breathing (B)
Adanya napas spontan, dengan gerakan dada asimetris (pada pasien
tension pneumotoraks), napas cepat, dipsnea, takipnea, suara napas
kusmaul, napas pendek, napas dangkal.
3) Circulation (C)
Terjadi hipotensi, nadi lemah, pucat, terjadi perdarahan, sianosis,
takikardi
4) Disability (D)
Penurunan kesadaran (apabila terjadi penanganan yang terlambat)

17
18

2. PengkajianSekunder
a) Eksposure (E)
Adanya kontusio atau jejas pada bagian dada. Adanya penetrasi
penyebab trauma pada dinding dada
1) Five Intervention / Full set of vital sign (F)
a) Tanda–tanda vital : RR meningkat, HR meningkat, terjadi
hipotensi
b) Pulse oksimetri : mungkin terjadi hipoksemia
c) Aritmia jantung
d) Pemeriksaan Lab :
1) Gambaran pada hasil X ray yang biasa dijumpai :
a) Kontusio paru : bintik-bintik infiltrate
b) Pneumotoraks :batas pleura yang radio lusen dan tipis,
hilangnya batas paru (sulit mendiagnosa pada foto
dengan posisi supinasi).
c) Injury trakeobronkial :penumomediastinum, udara di
servikal.
d) Rupture diafragma :herniasi organ abdomen ke dada,
kenaikanhemidiafragma.
e) Terdapatfrakturtulangrusuk, sternum, klavikula, scapula
dan dislokasi sternoklavikular.
2) CT scan dapat ditemukan gambaran hemotoraks,
pneumotoraks, kontusi paru ataulaserasi,
pneumomediastinum, dan injuri diafragma.
3) Esofagogram dan atau esofagografi dilakukan jika dicurigai
injury esophagus.
4) Broncoskopy untuk terjadi trakeobronkial injury.
5) Echokardiogram akan memperlihatkan gambaran tamponade
jantung (pada umumnya echokariogram digunakan utuk
melihat cedera pada katup jantung)
19

6) EKG akan memperlihatkan adanya iskemik, aritmia


berhubungan dengan miokardia kontusion atau iskemia yang
berhubungan dengan cedera pada arteri koronaria.
7) Pemeriksaan cardiac enzyme kemungkinan meningkat
berhubungan dengan adanya iskemik atau infak yang
disebabkan dari hipotensi miokardiakontusion.
8) Give comfort / Kenyamanan (G) : pain assessment (PQRST)
Adanya nyeri pada dada yang hebat, seperti tertusuk atau
tertekan, terjadi pada saat bernapas, nyeri menyebar hingga
abdomen
9) Head to toe (H)
Lakukan pemeriksaan fisik terfokus pada :
a) Daerah kepala dan leher : mukosa pucat, konjungtiva
pucat, DVJ (Distensi Vena Jugularis)
b) Daerah dada :
Inspeksi : penggunaan otot bantu napas, pernapasan
Kussmaul, terdapat jejas, kontusio, penetrasi penyebab
trauma pada daerah dada.
Palpasi : adanya ketidak seimbangan traktil fremitus,
adanya nyeri tekan
Perkusi : adanya hipersonor
Auskultasi : suara napas krekels, suara jantung abnormal.
Terkadang terjadi penurunan bising napas.
c) Daerah abdomen : herniasi organ abdomen
d) Daerah ekstrimitas : pada palpasi ditemukan penurunan
nadi femoralis
10) Inspect the posterior surface (I)
Adanya jejas pada daerah dada
20

B. Diagnosa
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas
akibat sekret darah
2. PolaNafastidakefektifberhubungandenganpenurunanekspansiparu
3. KerusakanPertukaran Gas berhubungandengangangguan pertukaran O2 dan
CO2
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
bahwa Trauma Dada / Thorax adalah suatu kondisi dimana terjadinya
benturan baik tumpul maupun tajam pada dada atau dinding thorax, yang
menyebabkan abnormalitas (bentuk) pada rangka thorax. Perubahan
bentuk pada thorax akibat trauma dapat menyebabkan gangguan fungsi
atau cedera pada organ bagian dalam rongga thorax seperti jantung dan
paru-paru, sehingga dapat terjadi beberapa kondisi patologis traumatik
seperti Haematothorax, Pneumothorax,  Tamponade Jantung, dan
sebagainya.

1. Trauma dada diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu :

a. Trauma Tajam

1) Pneumothoraks terbuka
2) Hemothoraks
3) Trauma tracheobronkial
4) Contusio Paru
5) Ruptur diafragma
6) Trauma Mediastinal
b. Trauma Tumpul
1) Tension pneumothoraks
2) Trauma tracheobronkhial
3) Flail Chest
4) Ruptur diafragma
5) Trauma mediastinal
6) Fraktur kosta

21
DAFTAR  PUSTAKA

Nugroho, T., Putri, B. T., & Putri, D. K. (2016). Teori Asuhan Keperawatan
Gawat Darurat. Yogyakarta: Nuha Medika.

Depkes. RI. (1989). Perawatan Pasien Yang Merupakan Kasus-Kasus


Bedah.Jakarta : Pusdiknakes.
Gallo, and Huddack. KeperawatanKritisPendekatanHolistikVolume II .Jakarta :
EGC.

Price A. Sylvia & Wilson M. Lorraine .2003. PatofisiologiKonsepKlinis Proses


PenyakitEdisi 4 Buku II. Jakarta : EGC.

Satyanegara; Editor, L. DjokoLestiono.IlmuBedahSyarafEdisi III. Jakarta


:GaramediaPustakaUtama.

Doegoes, L.M. (1999). Perencanaan Keperawatan dan Dokumentasian


keperawatan. Jakarta : EGC.
Hudak, C.M. (1999) Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.
Pusponegoro, A.D.(1995). Ilmu Bedah. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai