Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

BRONCHOPNEMONIA

MAKALAH

oleh

KELOMPOK 1

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNVERSITAS JEMBER
2016
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
BRONCHOPNEMONIA

MAKALAH

diajukan sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Keperawatan Klinik Komprehensif I


dengan dosen: Ns. Baskoro Setyoputro, M. Kep.

oleh
KELOMPOK 1

Rize Kumala Putri (NIM 142310101043)


Nifta Rahmawardani (NIM 142310101055)
Zehrotul Aini (NIM 142310101063)
Iqbal Luthfi Nauri (NIM 142310101083)
Depi Lestari (NIM 142310101106)
Nita Ratna Dewi (NIM 142310101199)
Dewi Wulan Pratiwi (NIM 142310101138)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNVERSITAS JEMBER
2016

ii
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah


melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul“Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan
Bronchopnemonia”. Makalah ini disusun berdasarkan untuk memenuhi tugas
mata kuliah Keperawatan Klinik Komprehensif I Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Jember.
Penyusunan makalah ini tentunya tidak lepas dari kontribusi berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Ns. Baskhoro Setyoputro, M.Kep, selaku fasilitator matakuliah
Keperawatan Klinik Komprehensif IProgram Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Jember;
2. Ayah dan Ibu tercinta yang telah mencurahkan perhatian dan dukungannya
baik secara materil maupun non materil;
3. Rekan-rekan satu kelompok yang sudah bekerjasama dan berusaha
semaksimal mungkin sehingga makalah ini dapat terealisasi dengan baik;
4. Semua pihak yang secara tidak langsung membantu terciptanya makalah ini
yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.

Penulis

Jember, 1 Maret 2016

iii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii
PRAKATA ...................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 2
1.2 Tujuan ......................................................................................... 2
1.3 Manfaat ...................................................................................... 3
1.4 Implikasi Keperawatan ............................................................. 3
2.TINJAUAN TEORI .................................................................................... 4
2.1 Pengertian ................................................................................... 4
2.2 Epidemiologi ............................................................................... 4
2.3 Etiologi ....................................................................................... 5
2.4 Tanda dan Gejala ....................................................................... 6
2.5 Patofisiologi ................................................................................ 7
2.6 Komplikasi& Prognosis ............................................................. 7
2.7 Pengobatan ................................................................................. 9
2.8 Pencegahan ................................................................................. 10
BAB3. PATHWAYS ...................................................................................... 11
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN........................................................... 12
4.1 Pengkajian .................................................................................. 12
4.2 Diagnosa ...................................................................................... 14
4.3 Perencanaan ............................................................................... 14
4.4 Pelaksanaan............................................................................... 16
4.5 Evaluasi ....................................................................................... 16
BAB 5. PENUTUP.......................................................................................... 19
5.1 Kesimpulan ................................................................................. 19
5.2 Saran ........................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia bernapas memerlukan oksigen untuk dihirup dan dihembuskan
berupa karbondioksia. Sistem respirasi sebagai pusat pengaturan untuk
pertukaran gas oksigen dan karbondioksia diperlukan sebagai dasar kehidupan
manusia. Pusat pengatur pernapasan manusia melibatkan kerja paru-paru. Paru-
paru harus bersih, bebas dari benda asing agar pertukaran gas di alveoli tidak
buruk. Salah satu dari penyakit pada sistem respirasi yang menyerang paru-paru
baik secara lokal maupun seluruhnya yaitu bronchopneumonia.
Bronchopneumonia adalah peradangan pada paru yang disebabkan oleh
bakteri, virus dan benda asing. Bronchopneumonia merupakan salah satu jenis
pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau
lebih area terlokalisasi di dalam bronchi serta meluas ke parenkim paru yang
berdekatan disekitarnya. Biasanya, menyerang di bronkeoli terminal yang
tersumbat oleh eksudat mokopurulen yang membentuk bercak-bercak konsolidasi
di lobuli yang berdekatan. Penyakit ini sering bersifat sekunder yang menyertai
infeksi saluran pernafasan atas, demam infeksi spesifik, dan penyakit yang
melemahkan daya tahan tubuh.
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia pada tahun 2005 menyimpulkan
bahwa prevalensi ISPA tertinggi terjadi pada perempuan yaitu sekitar 24% dan
pada laki-laki sekitar 23%. Sedangkan menurut surkesnas (Survei Kesehatan
Nasional) tahun 2001 prevalensi ISPA di Indonesia masih sangat tinggi yaitu
38,7% pada umur di bawah 1 tahun dan 42,2% pada umur 1-4 tahun. Cause
Specific Death Rate (CSDR) menyebutkan bahwa pneumonia pada anak umur <1
tahun laki-laki terjadi sebanyak 940 kasus per 100.000 penduduk dan pada
perempuan 652 kasus per 100.000 penduduk. Sedangkan, pada anak umur 1-4
tahun laki-laki terjadi sebanyak 44 kasus per 100.000 penduduk dan pada
perempuan terjadi sebanyak 40 kasus per 100.000 penduduk.
Pada umunya, penyakit bronchopneumonia sering terjadi pada anak-anak,
sehingga apabila tidak ditangani dengan segera akan mengakibatkan komplikasi

1
seperti empiema, otitis media, atelektasis, emfisema dan meningitis. Selain itu,
juga dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak.
Dari uraian di atas, penulis menuliskan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Bronchopneumonia” dengan harapan dapat
memberikan informasi dan pemahaman terhadap tenaga kesehatan serta para
pembaca agar dapat waspada dan lebih mengenali sejak dini tentang penyakit
bronchopneumonia.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa pengertian penyakit bronchopneumonia?
1.2.2 Bagaimana etiologi dari penyakit bronchopneumonia?
1.2.3 Bagaimana patofisiologi dari penyakit bronchopneumonia?
1.2.4 Bagaimana manifestasi klinis dari penyakit bronchopneumonia?
1.2.5 Bagaimana komplikasi dan prognosis dari penyakit
bronchopneumonia?
1.2.6 Bagaimana penatalaksanaan, pengobatan dan pencegahan dari penyakit
bronchopneumonia?
1.2.7 Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien pasien
bronchopneumonia?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dari penyakit bronchopneumonia.
1.3.2 Untuk mengetahui etiologi penyakit bronchopneumonia.
1.3.3 Untuk mengetahui patofisiologi penyakit bronchopneumonia.
1.3.4 Untuk mengetahui manifestasi klinis dari penyakit bronchopneumonia.
1.3.5 Untuk mengetahui komplikasi serta prognosis dari penyakit
bronchopneumonia.
1.3.6 Untuk mengetahui penatalaksaan, pengobatan serta upaya pencegahan
dari penyakit bronchopneumonia.
1.3.7 Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang tepat diberikan pada
pasien dengan pasien penyakit bromchopneumonia.

2
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Bagi Pembaca
Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai penyakit
sistempernapasan yaitu bronchopnemonia.
1.4.2 Manfaat Bagi Mahasiswa
Menambah wawasan dan keterampilan mahasiswa calon perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien
bronchopnemonia.
1.4.3 Manfaat Bagi Perawat
Digunakan sebagai bahan observasi untuk meningkatkan pelayanan
kesehatan dan menambah keterampilan dalam melakukan asuhan
keperawatan terhadap pasien bronchopnemonia..
1.4.4 Manfaat Bagi Institusi
Dapat digunakan sebagai bahan referensi dan bahan bacaan dalam
perpustakaan.

1.5 Implikasi dalam Keperawatan


Bronkopneumonia merupakan salah satu gangguan pada sistem
pernapasan yang digambarkan dengan adanya bercak-bercak putih pada parenkim
paru. Bercak putih ini lama-kelamaan akan mengganggu gerakan dan difusi
oksigen-karbondioksida. Oleh karena itu perlu dilakukan fisioterapi dada oleh
perawat untuk mengeluarkan sekret berlebih akibat inflamasi. Selain itu, terapi
oksigen juga dapat diberikan pada pasien dengan gangguan pertukaran gas yang
tinggi sehingga mengalami hipoksemia berat. Sedangkan pada pasien yang
menalami peningkatan suhu badan akibat proses infeksi dan inflamasi perlu
diberikan kompres hangat untuk menyerap panas dalam tubuh, selain itu
pemberian antipiretik oleh perawat yang berkolaborasi dengan tenaga kesehatan
lain juga dianggap efektif dalam menangani pasien yang tidak menunjukkan
progres dengan penatalaksanaan melalui tindakan-tindakan keperawatan.

3
BAB 2 TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian
Bronkopneumonia (pneumonia lubularis) adalah peradangan pada
parenkim paru yang awalnya terjadi di bronkioli terminalis dan juga dapat
mengenai alveolus sekitarnya. Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan
eksudat mukopurulen membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang
bersebelahan. Penyebaran Bronkopneumonia yang terinfeksi dengan bercak
berdiametetr 3-4 sm mengelilingi bronkus. Bronkopneumonia dapata terjadi di
pada bronkus bagian kanan, kiri, bahkan pada kedua bronkus. Peradangan ini
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, atau benda asing lainnya. Bakteri yang
sering ditemukan atau sebagai penyebab bronkopneumonia antara lain
stafilokokus, pneumokokus, Haemophilus influenza, P seudomonas aeruginosa.
Bronkopneumonia merupakan proses inflamasi paru yang umumnya
disebabkan oleh agens infeksius, serta mengambarkan pneumonia yang
mempunyai pola penyenaran berbercak, dalam satu atau lebih area terlokalisasi
dalam bronkiolus dan meluas ke parenkim paru yang terdekat (Nursalam, 2005).
Berdasarkan letak anatomis dibagi menjadi 3 yaitu pneumonia lobaris, pneumonia
lobularis (bronchopneumonia) dan pneumonia interstitialis (bronkiolitis).Penyakit
bronkopneumonia ini seringkali bersifat sekunder, mengikuti infeksi dari saluran
nafas atas, demam pada infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan sistem
pertahanan tubuh. Faktor risiko menderita bronkopneumonia antara lain bayi (< 2
tahun), orang tua (> 65 tahun), pasien penyakit paru kronik, HIV/AIDS, diabetes,
penyakit jantung, penerima kemoterapi, merokok, peminum alkohol berat, serta
kurang gizi.

2.2 Epidemiologi
Bronkopneumonia lebih banyak menyerang anak-anak sehingga resiko
kematian pada anak-anak usia 1-5 tahun sangat tinggi. Di negara-negara
berkembang hampir dari 30 % penyakit ini berisiko pada kematian. Data
SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia merupakan penyebab
kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3
4
di Singapura, nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO 1999
menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia
adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza.
Menurut Riskesdas tahun 2007, penyakit bronkopneumonia merupakan
penyakit penyebab kematian nomor dua setelah diare pada anak-anak. Di
Indonesia sendiri, anak usia 1-4 tahun yang terserang menunjukkan angka 15,5%.
Di Amerika penyakit ini menunjukkan 13% dari seluruh penyakit infeksi lainnya
yang menyerang anak usia dibawah 2 tahun. Bronkopneumonia juga sering
dikaitkan dengan kematian orang dewasa. Orang dewasa yang memiliki risiko
kematian tinggi akibat bronkopneumonia pada usia diatas 65 tahun. Penyakit ini
lebih sering muncul pada perokok dan pria dibanding wanita.

2.3 Etiologi
Secara garis besar individu yang terserang bronchopneumonia diakibatkan
oleh adanya penurunan daya tahan tubuh terhadap virulensi organisme pathogen.
Individu yang normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh
terhadap organ pernafasan yang terdiri atas: reflek glottis dan batuk, adanya
lapisan mucus, gerakan silia yang menggerakkan kuman keluar dari organ, dan
sekresi humoral setempat.
Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri, jamur,
protozoa, mikrobakteri, mikoplasma, dan riketsia.
1. Bakteri penyebab bronkopneumonia meliputi:
a. Bakteri gram positif
b. Streptococus pneumonia (jika orang dewasa maupun anak-anak terserang
oleh bakteri jenis ini biasanya disertai influenza dan meningkat pada pasien
PPOM dan pengguna alkohol)
c. Staphylococcus ( bakteri ini masuk melewati darah dan sering menyebabkan
infeksi nosokomial)
d. Bakteri gram negatif
e. Haemaphilius influenza (dapat menjadi penyebab pada anak-anak dan dapat
menyebabkan gangguan saluran nafas kronis)
f. Pseudomonas aerogmosa (berasal dari infeksi luka, luka bakar, trakeostomi,
dan juga infeksi saluran kemih)
5
g. Bakteri atipikal
h. Bakteri anaerob
2. Virus : Legionella pneumonia
3. Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans
4. Aspirasi makanan, sekresi orofariengal atau isi lambung kedalam paru
5. Terjadi karena kongesti paru yang lama

2.4 Tanda dan Gejala


Bronchopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratoris
bagian atas. Traktus Respirasi tersebut antara lain hidung, tenggorokan, faring dan
laring. Individu yang terserang dapat menimbulkan gejala, selama beberapa hari
suhu tubuh naik sangat mendadak sampai 39-40 derajat celcius dan kadang
disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnea
pernapasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung serta sianosis
sekitar hidung dan mulut, kadang juga disertai muntah dan diare. Batuk biasanya
tidak ditemukan pada permulaan penyakit tapi setelah beberapa hari mula-mula
kering kemudian menjadi produktif.
Pada stadium permulaan sangat sulit dibuat diagnosis dengan pemeriksaan
fisik tetapi dengan adanya nafas dangkal dan cepat, pernafasan cuping hidung dan
sianosis sekitar hidung dan mulut dapat diduga adanya pneumonia. Pneumonia
bronkopneumonia, ditandai bercak-bercak infeksi pada berbagai tempat di paru,
bercak-bercak tersebut bisa terdapat di paru bagian kanan maupun kiri yang
disebabkan oleh virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang tua.
Adapun secara khusus biasaya pasien mengalami, sebagai berikut.
a. Menggigil mendadak, demam yang tinggi dengan cepat dan berkeringat banyak
b. Nyeri dada seperti ditusuk yang diperburuk dengan pernafasan dan batuk
c. Sakit parah dengan takipnea jelas (25-45/menit) dan dispnea
d. Nadi cepat dan bersambung
e. Bradikardia relatif ketika demam menunjukan infeksi virus, infeksi
mycoplasma atau spesies legionella.
f. Sputum purulen, kemerahan, bersemu darah, kental atau hijau relatif terhadap
preparat etiologis.
g. Tanda-tanda lain: demam, krakles, dan tanda-tanda konsolidasi lebar
6
2.5 Patofisiologi
Proses terjadinya bronchopneumonia adalah dengan masuknya kuman
yang terdiri dari bakteri, virus, jamur dan benda asing ke dalam saluran
pernafasan atas lalu menuju ke bronkeolus dan alveolus. Di dalam alveolus terjadi
penyerangan untuk mempertahankan kondisi tubuh terhadap kuman yaitu dengan
melakukan fagositosis antara nekrofil dan makrofag. Penyerangan ini
menyebabkan peradangan pada alveolus serta menghasilkan eksudat. Hal ini
merupakan awal terjadinya infeksi setelah bakteri masuk dalam saluran
pernafasan dengan rentan waktu 2-10 hari. Antibodi yang dapat melawan kuman
maka tubuh akan terbebas dari infeksi dan kuman tidak akan dapat berkembang
biak. Sebaliknya, jika antibodi tidak dapat melawan kuman menyebabkan kuman
dapat berkembang biak dengan baik dan tubuh akan terinfeksi. Eksudat hasil dari
peperangan akan semakin menumpuk sehingga menjadi purulen (nanah). Purulen
ini akan menghambat terjadinya pertukaran gas sehingga pada tahap ini orang
yang terinfeksi akan kesulitan untuk bernafas.

2.6 Komplikasi dan Prognosis


2.6.1 Kompikasi Bronchopneumonia menurut Wong (2000):
1. Otitis Media Akut
Terjadi otitis media akut karena saat dilakukan pengobatan tidak tepat
sehingga menyebabkan sputum yang berlebihan dan masuk ke dalam tuba
estuci mengakibatkan udara tidak dapat masuk kedalam telinga.
2. Atelektasis
Eksudat yang mengumpul di dalam alveolus dalam jangka waktu yang
lama akan menjadi purulen dan menghambat saluran dari alveolus
tersebut. Hal ini menyebabkan alveolus tidak dapat mengganti udara Co2
dengan O2 (proses difusi terganggu) sehingga paru-paru tidak dapat
berkembang secara maksimal. Paru-paru yang tidak dapat mengembang
secara maksimal dapat dikatakan dengan sebutan atelektasis.
3. Empisema
4. Meningitis

7
Menurut Mansjoer (2000) kompilkasinya adalah
1. Abses kulit
2. Abses pada jaringan lunak
3. Sinusitis
4. perikarditis
Selain itu komplikasi yang dapat terjadi adalah (Ngastiyah 2005)
1. Efusi Pleura
Kuman yang masuk di alveolus menyebabkan peradangan dan hasil dari
peradangan tersebut adalah eksudat atau cairan protein dan apabila tidak
diobati dengan baik maka eksudat akan semakin menumpuk dan menjadi
purulen (nanah). Sesuai dengan gaya gravitasi cairan akan turun dan
masuk ke lapisan pleura dan menyebabkan efusi pleura.
2. Abses paru
3. Pneumothorax
4. Gagal nafas
Komplikasi ini terjadi diakibatkan karena hemoglobin dengan CO2 tidak
dapat di disfusikan di dalam alveolus karena terdapat purulen. Hal ini
menyebabkan darah banyak mengandung CO2 dan tubuh tidak
mendapatkan O2 sesuai kebutuhan.
5. Sepsis
2.6.2 Prognosis
Prognosis dari penyakit bronkopneumonia yaitu dapat sembuh total,
mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada anak-
anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk
pengobatan.Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama
diketahui. Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan
dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi
ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi.
Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan
infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan
dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.

8
2.7 Pengobatan
Pengobatan dan perawatan bronkopneumonia yang umum dan dapat
dilaksanakan adalah :
1. terapi oksigen. Pemberian oksigen pada umumnya tidak diperlukan,
namun pada kasus yang berat pasien bronkopneumonia harus diberikan
oksigen.
2. hidrasi cairan. Bila penyakit ringan dilakukan hidrasi oral, tetapi jika berat
hidrasi dilakukan dengan cara parenteral (menggunakan infus).
3. simptomatik terhadap batuk.
4. bila terdapat obstruksi jalan napas, lendir serta terdapat adanya febris,
sebaiknya diberikan bronkodilator.
5. kemoterapi. Pemberian harus berdasarkan penyebab infeksi. Bila
penyakitnya ringan, dapat diberikan antibiotik secara oral, sedangkan bila
penyakitnya berat diberikan secara parenteral. Apabila penyakit berat
pasien dapat dirawat inap, maka perlu pemilihan antibiotik berdasarkan
usia, keadaan umum, dan kemungkinan penyebab, seperti pemberian
penisilin prokain dan kloramfenikol atau kombinasi ampisilin dan
kloksasilin, kloramfenikol atau sejenisnya. Apabila terdapat penurunan
fungsi ginjal akibat proses penuaan, maka harus diingat kemungkinan
penggunaan antibiotik tertentu perlu penyesuaian dosis (Harasawa, 1989).
Pengobatan untuk penyakit bronkopnemonia adalah dengan memberikan
antibiotik yang sesuai dengan standar terapi. Ketidaksesuaian pemberian
antibiotik, dosis yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan penyalahgunaan
antibiotik dapat menimbulkan resistensi (Wattimena, 1991).
Antibiotik yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:
1. Penisilin
Merupakan salah satu antibiotik yang dapat menghambat pembentukan
mukopeptida untuk mensintesis dinding sel mikroba (Istiantoro dan Gan,
2012). Contoh Penisilin adalah Ampisilin, Ampisilin-Sulbaktan,
Amoksilin dan Penisilin G (Lacy dkk, 2009).

9
2. Kloramfenikol
Merupakan antibiotik yang bersifat bakteriostatik dan bakteriosid yang
menghambat sintesis protein pada bakteri, virus maupun jamur.
3. Sefalosporin
Antibiotik ini memiliki kesamaan fungsi dengan penisilin. Contoh dari
antibiotic ini adalah Cefadroxil, Sefotaksin, Sefiksim, Seftriakson,
Seftazidium dan Cefuroxime(Lacy, 2009).
4. Aminoglikosida
Antibiotik ini untuk menghambat sintesis protein (Istiantoro dan Gan,
2012). Contoh dari obat ini adalah Gentamisin dan Amikasin (Lacy dkk,
2009).
5. Makrolida
Antibiotic ini memiliki peran aktif untuk beberapa kuman gram negative.
Contoh dari antibiotic ini adalah Azitromisin (Lacy dkk, 2009).

2.8 Pencegahan
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan cara:
1. mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan
terjadinya bronkopneumonia
2. menghindari kontak dengan pasien penyakit bronkopneumonia
3. meningkatkan sistem imun terhadap berbagai penyakit saluran nafas
seperti:
a. pola hidup sehat dengan cara makan makanan yang bergizi dan
teratur,menjaga kebersihan, istirahat yang cukup, serta rajin berolahraga
b. melakukan vaksinasi seperti: Vaksinasi Pneumokokus, Vaksinasi H.
Influenza, Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak utamanya
anak dengan daya tahan tubuh yang rendah, vaksin influenza yang
diberikan pada anak sebelum anak sakit.

10
BAB 3 PATHWAYS

Bakteri stafilokokus aureus,


Haemofilus influezae

Saluran pernapasan atas

Kuman berlebih di bronkus Kuman terbawa di saluran Infeksi saluran pernapasan


pencernaan bawah

Proses inflamasi bronkus


Infeksi saluran pencernaan
Dilatasi Edema paru
Inflamasi Akumulasi sekret di bronkus vaskuler
diare
parenkim paru Suplai O2 menurun
dekat pleura
Ketidakefektifan bersihan Eksudat plasma
jalan napas Gangguan keseimbangan masuk alveoli
cairan dan elektrolit hiperventilasi hipoksia
Gesekan antara
pleura viseralis
Gangguan difusi dispnea Peningkatan
dan parietal
Peningkatan mukus di bronkus pada plasma metabolisme
anaerob
Retraksi
Impuls dibawa ke korteks Gangguan
anoreksia dada
cerebri pertukaran gas Akumulasi asam laktat
11
Intake kurang Keseimbangan nutri Gangguan
Nyeri akut pola napas
kurang dari fatigue
kebutuhan tubuh
Intoleransi aktivitas
BAB 4 ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 Pengkajian
a. Pengkajian khusus
- Demografi
Meliputi nama, umur, jenis kelamin dan pekerjaan.
- Keluhan Utama
Pada pasien bronchopneumonia saat dikaji biasanya mengeluh sushu
tubuh naik dan demam. Pasien akan mengeluh sesak nafas disertai
batuk muntah dan diare.
- Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien menggunakan otot bantu pernafasan, dada terlihat hiperinflasi
dimana mengalami peninggian diameter AP, bunyi nafas crekels,
warna kulit pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku. Suhu tubuh
naik 39 derajat Celsius. Pasien mengalami kejang karena demam yang
tinggi.
- Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengalami ISPA
- Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien sering terpapar asap rokok dari salah satu anggota keluarga.
Salah satu anggota keluarga tersebut terkena pneumonia.
- Pola Pengkajian :
1. Pernapasan
- Pasien menggunakan otot bantu pernafasan dengan
meninggikan bahu, retraksi supra klatikula dan melebarkan
hidung.
- tampak hiperinflasi dengan peninggian dimeter AP (bentuk
barel), gerakan diafragma minimal pada dada pasien.
- bunyi nafas pasien crekels lembab dan kasar.
- Pasien tampak pucat dengan sianosis bibir dasar kuku berwarna
abu-abu keseluruhan.
2. Aktivitas / tidur

12
- Pasien tampak lemah, lelah dan terdapat kantung mata yang
menebal .
- Pasien mengatakan susah tidur karena sesak nafas.
3. Sirkulasi
- Pasien tampak sesak nafas
- Pasien tampak sianosis
4. Integritas ego
- Pasien tampak stress dan cemas
5. Makanan dan cairan
- Pasien mengatakan jika tidak nafsu makan dan sering mual dan
muntah
- Pasien mengalami bising usus
- Pasien tampak lemah, letih dan lesu
- Tampak turgor kulit kering dan bibir pecah-pecah
6. Nuerosensori
- Pasien mengatakan nyeri bagian dada.
7. Nyeri/keamanan
- Pasien mengatakan sering nyeri bagian dada.
- Tampak pasien memegangi bagian yang nyeri.
8. Hygiene
- Pasien tampak kotor dan bau.
b. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan darah.
2. Pemeriksaan sputum.
Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis, kultur serta tes
sensitifitas guna mendeteksi agen infeksius.
3. Analisa gas darah.
Untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa.
4. Kultur darah untuk mendeteksi bakterimia.
5. Sampel darah, sputum dan urine sebagai tes imunologi untuk
medeteksi antigen mikroba.

13
- Pemeriksaan radiologi
1. Rontgenogram thoraks
Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada
infeksi pneumokokal atau klebsiella.Infilrate multiple seringkali
dijumpai pada infeksi stafilokokus dan haemofilus.
2. Laringoskopi/bronkoskopi
Untuk menentukan sumbatan jalan nafas karena benda padat.

4.2 Diagnosa
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret
di bronkus ditandai dengan DO dan DS
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan difusi di plasma
ditandai dengan DO dan DS
3. Gangguan pola napas berhubungan dengan hiperventiasi ditandai dengan DO
dan DS
4. Gangguan keseimbangan cairan dan eletrolit berhubungan dengan infeksi
saluran pencernaan, diare ditandai dengan DO dan DS
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan mukus di bronkus, intake kurang ditandai dengan DO dan DS
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatigue ditandai dengan DO dan DS
7. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada bronkus ditandai dengan
DO dan DS

4.3 Perencanaan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Keperawatan Hasil

1 Ketidakefektifan Tujuan: 1. Kaji frekuensi, kedalaman, dan


bersihan jalan Setelah perawatan rasio inspirasi-ekspirasi
nafas dilakukan 3x 24 jam 2. Auskultasi bunyi nafas, catat
b.dakumulasi gangguan bersihan jalan adanya bunyi nafas. Misalnya :
sekret di nafas dapat teratasi mengi, krekels, dan ronki.
bronkus Kriteria Hasil : 3. Posisikan bagian bantal pasien
a. Menyatakan/menunjuk lebih tinggi (semi fowler)
kan hilangnya dispnea 4. Berikan minuman hangat sedikit-
b. Mempertahankan jalan sedikit tapi sering
nafas paten dengan 5. Lakukan fisioterapi dada bila
bunyi nafas diperlukan
bersih/tidak ada ronchi 6. Ajarkan pasien batuk efektif
14
c. Mengeluarkan sekret 7. Kolaborasikan dengan tim
tanpa kesulitan kesehatan lain untuk pemberian
bronchodilator dan mukolitik
untuk mencairkan dahak sehingga
mudah dikeluarkan
2 Gangguan Tujuan : 1. Kaji rata-rata,kedalaman, irama,
pertukaran gas Setelah dilakukan dan usaha pernafasan
b.dgangguan perawatan 3x 24 jam 2. Kaji secara rutin warna kulit,
difusi di plasma gangguan pertukaran gas membran mukosa dan kuku
dapat teratasi 3. Pantau status pernapasan tiap 4
Kriteria Hasil : jam, hasil GDA, intake, dan
a. Menunjukkan output
perbaikan ventilasi dan 4. Posisikan pasien dengan kepala
oksigenasi adekuat tempat tidur lebih tinggi (semi
dengan GDA dalam fowler)
rentang normal dan 5. Kolaborasi dengan tenaga
bebas gejala distres kesehatan lain pemberian oksigen
pernafasan dengan benar sesuai dengan
b. Pasien tidak dampak indikasi
sianosis 6. Kolaborasikan dengan tenaga
kesehatan lain untuk pemberian
bronkodilator
3. Gangguan pola Tujuan: 1. Buka jalan napas, gunakan teknik
napas bd Setelah perawatan yang chin lift atau jaw thrust
hiperventiasi dilakukan 3x sehari pola 2. Posisikan semi fowler
napas menjadi efektif. 3. Ajar teknik batuk efektif
Kriteria Hasil: 4. Berikan mayo bila perlu
a. Jalan napas paten 5. Monitor ttv
b. Mendemostrasikan 6. Monitor aliran oksigen
batuk efektif 7. Monitor pola pernapasn
c. Ttv normal abnormal

4. Gangguan Tujuan: 1. Anjurkanpasienbanyak minum


keseimbangan Setelah perawatan yang 2. Kolaborasikan dengan ahli gizi
cairan dan dilakukan 3x 24 jam mengenai makanan tingkat kalori
eletrolit bd gangguan keseimbangan tinggi protein rendah serat.
infeksi saluran cairan dapat teratasi. 3. Kaji output dan input pasien
pencernaan, Kriteria Hasil:
diare 1. pasien tidak pucat
2. turgor kulit dapat
kembali cepat
3. bibir tampak tidak
kering
4. suhu 37c
5. Ketidakseimban Tujuan: 1. Kaji adanya alergi makanan
. gan nutrisi Setelah perawatan yang 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
kurang dari dilakukan 3x 24 jam menentukan jumlah kalori dan
kebutuhan tubuh gangguan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
b.d peningkatan ketidakseimbangan nutrisi 3. Monitor jumlah nutrisi dan
mukus di dapat teratasi kandungan kalori
bronkus, intake Kriteria Hasil : 4. Berikan informasi tentang
kurang a. Adanya peningkatan kebutuhan nutrisi
berat badan sesuai 5. Kaji kemampuan pasien untuk
dengan tujuan mendapatkan nutrisi yang
b. Berat badan ideal sesuai dibutuhkan
dengan tinggi badan 6. Monitor adanya penurunan berat
c. Mampu badan
mengidentifikasi 7. Monitor mual dan muntah
15
kebutuhan nutrisi 8. Monitor kalori dan intake nuntrisi
d. Tidak ada tanda tanda
malnutrisi

6. Intoleransi Tujuan: a. Bantu klien untuk mengidentifikasi


aktivitas Setelah dilakukan aktivitas yang mampu dilakukan
berhubungan perawatan 3x 24 jam b. Bantu untuk memilih aktivitas
dengan fatigue gangguan yang disebabkan konsisten yang sesuai dengan
oleh intolerasi aktivitas kemampuan fisik, psikologi dan sosial
dapat teratasi c. Bantu untuk mengidentifikasi dan
Kriteri Hasil: mendapatkan sumber yang diperlukan
a. Mampu melakukan untuk aktivitas yang diinginkan
aktivitas sehari-hari d. Bantu untuk mengembangkan
secara normal motivasi dan penguatan diri
b. TTV normal
c. Mampu berpindah
tanpa bantuan alat
7. Nyeri akut b.d Tujuan: a. Monitor perubahan skala nyeri yang
peradangan Setelah dilakukan ditunjukkan oleh pasien
pada bronkus perawatan 3x 24 jam nyeri b. Ajarkan pasien teknik manajemen
dada dapat teratasi nyeri (nonfarmakologi)
Kriteria Hasil: c. Kolaborasi pemberian obat analgesik
a. Mampumengontrol dengan dokter
nyeri d. Observasi reaksi nonverbal dari
b. Tidak sering ketidaknyamanan
memegangi dadanya
c. Melaporkan bahwa
nyeri berkurang dengan
manajemen nyeri
d. Tidak mengalami
gangguan tidur

4.4 Pelaksanaan dan Evaluasi


NO Diagnosa Implementasi Evaluasi
1. Ketidakefektifan 1. Mengkaji frekuensi, S: Px mengatakan dapat
bersihan jalan nafas kedalaman, dan rasio bernafas dengan lega dan
b.d akumulasi sekret inspirasi-ekspirasi tidak ada sputum lagi yang
di bronkus 2. Mengauskultasi bunyi menghambat jalan nafasnya
nafas, catat adanya bunyi O: Px tanpa riang dan tidak
nafas. Misalnya : mengi, lemas, akan tetapi apabila
krekels, dan ronki. sputum mulai keluar pasien
3. Memposisikan bagian mulai merengek
bantal pasien lebih tinggi A: Gangguan ketidakefektifan
(semi fowler) jalan nafas dapat teratasi
4. Memberikan minuman sebagian
hangat sedikit-sedikit P: terminasi
tapi sering
5. Melakukan fisioterapi
dada bila diperlukan
6. Mengajarkan pasien
batuk efektif
7. Mengkolaborasikan
dengan tim kesehatan
lain untuk pemberian
bronchodilator dan
mukolitik untuk
mencairkan dahak

16
sehingga mudah
dikeluarkan
2. Gangguan 1. Mengkaji rata- S: Pasien mengatakan tidak
pertukaran gas b.d rata,kedalaman, irama, sesak lagi saat bernafas dan
gangguan difusi di dan usaha pernafasan keluarga pasien mengatakan
plasma 2. Mengkaji secara rutin bahwa pasien tidak berat lagi
warna kulit, membran saat mengambil nafas
mukosa dan kuku O: Pasien merasa senang dan
3. Memantau status dapat bernafas secara optimal,
pernapasan tiap 4 jam, pasien tidak mengeluh lagi
hasil GDA, intake, dan karena sesak nafas
output A: Gangguan pertukaran gas
4. Memposisikan pasien teratasi
dengan kepala tempat P: terminasi
tidur lebih tinggi (semi
fowler)
5. Mengkolaborasi dengan
tenaga kesehatan lain
pemberian oksigen
dengan benar sesuai
dengan indikasi
6. Mengkolaborasikan
dengan tenaga kesehatan
lain untuk pemberian
bronkodilator
3. Gangguan pola 1. Membuka jalan napas, S: Pasien mengatakan tidak
napas bd gunakan teknik chin lift sesak lagi saat bernafas dan
hiperventiasi atau jaw thrust keluarga pasien mengatakan
2. Memposisikan semi bahwa pasien tidak berat lagi
fowler saat mengambil nafas
3. Mengajarkan teknik O: Pasien merasa senang dan
batuk efektif dapat bernafas secara optimal,
4. Memberikan mayo bila pasien tidak mengeluh lagi
perlu karena sesak nafas
5. Memonitor ttv A: Gangguan pertukaran gas
6. Memonitor aliran teratasi
oksigen P: terminasi
7. Memonitor pola
pernapasn abnormal

4. Gangguan 1. Menganjurkanpasien S: pasien mengatakan


keseimbangan cairan banyak minum perutnya tidak sakit lagi.
dan eletrolit bd 2. Mengkolaborasikan Pasien mengatakan tidak diare
infeksi saluran dengan ahli gizi lagi
pencernaan, diare mengenai makanan O: Pasien tampak tidak pucat
tingkat kalori tinggi dan bibir tidak kering maupun
protein rendah serat. pecah-pecah
3. Mengkaji output dan A: Gangguan keseimbangan
input pasien cairan dan elektrolit dapat
teratasi
P: terminasi
5. Ketidakseimbangan 1. Kaji adanya alergi S: keluarga pasien sudah enak
nutrisi kurang dari makanan makan tidak mual ataupun
kebutuhan tubuh b.d 2. Kolaborasi dengan ahli muntah.
peningkatan mukus gizi untuk menentukan O: Pasien tampah ceria dan
di bronkus, intake jumlah kalori dan nutrisi tidak lemas. Turgor kulit
kurang yang dibutuhkan pasien. pasien tampak tidak kering
3. Monitor jumlah nutrisi A: ketidakseimbangan nutrisi
17
dan kandungan kalori dapat teratasi
4. Berikan informasi P: terminasi
tentang kebutuhan nutrisi
5. Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan
nutrisi yang dibutuhkan
6. Monitor adanya
penurunan berat badan
7. Monitor mual dan
muntah
8. Monitor kalori dan
intake nuntrisi

6. Intoleransi aktivitas 1. Membantu klien untuk S: keluarga pasien


berhubungan dengan mengidentifikasi mengatakan pasien sudah bisa
fatigue aktivitas yang mampu beranjak dari tempat tidur dan
dilakukan berjalan mengelilingi kamar
2. Membantu untuk O: Pasien tampak riang dan
memilih aktivitas mampu beraktivitas yang
konsisten yang sesuai masih ringan-ringan seperti
dengan kemampuan berjalan
fisik, psikologi dan A: intoleransi aktivitas dapat
sosial teratasi
3. Membantu untuk P: terminasi
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk
aktivitas yang diinginkan
4. Membantu untuk
mengembangkan
motivasi dan penguatan
diri
7. Nyeri akut b.d 1. Memonitor perubahan S: Pasien mengatakan sudah
peradangan pada skala nyeri yang tidak nyeri dada lagi dan
bronkus ditunjukkan oleh pasien sudah lancar nafasnya.
2. Mengajarkan pasien O: Pasien tampak ceria dan
teknik manajemen nyeri tidak lemah
(nonfarmakologi) A: Nyeri dada teratasi
3. Mengkolaborasi P: terminasi
pemberian obat
analgesik dengan dokter
4. Mengobservasi reaksi
nonverbal dari
ketidaknyamanan

18
BAB 5 PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Bronchopneumonia adalah peradangan pada paru yang disebabkan oleh
bakteri, virus dan benda asing. Bronchopneumonia merupakan salah satu jenis
pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau
lebih area terlokalisasi di dalam bronchi serta meluas ke parenkim paru yang
berdekatan disekitarnya. Biasanya, menyerang di bronkeoli terminal yang
tersumbat oleh eksudat mokopurulen yang membentuk bercak-bercak konsolidasi
di lobuli yang berdekatan. Penyakit ini sering bersifat sekunder yang menyertai
infeksi saluran pernafasan atas, demam infeksi spesifik, dan penyakit yang
melemahkan daya tahan tubuh. Untuk penatalaksanaan bronchopnempnia dalam
asuhan keperawatan bisa mengajarkan pasien untuk batuk efektif dengan posisi
semi fowler, jika penyakit ini sudah parah maka dapat dilakukan suctioning.

5.2 Saran
Seharusnya memahami konsep dasar, etiologi, tanda gejala dan
penatalaksanaan bronkopneumonia sehingga dapat melakukan tindakan yang tepat
pada pasien yang mengalami penyakit tersebut. Selain itu juga perlu dipahami
mengenai ciri khas msing-masing gangguan sistem pernapasan sehingga dapat
menemukan diagnosa penyakit dengan cepat dan tepat. Sedangkan bagi
masyarakat hendaknya diberikan edukasi mengenai penyakit bronkopneumonia
dalam rangka menurunkan prevalensi kejadian penyakit tersebut dan
meningkatkan status kesehatan masyarakat.

19
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk


Pendidikan Kebinanan. Jakarta; Salemba Medika
Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Pneumonia pada Anak, Orang Dewasa, Usia
Lanjut, Pneumonia Atipik & Pneumonia Atypik Micobacterium. Jakarta:
Pustaka Obor Populer
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta:
MediAction
Price, Slyvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit vol 2. Jakarta: EGC
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC
https://books.google.co.id/books?id=mmxAfqKkaNQC&pg=PA111&dq=bronkop
neumonia&hl=id&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=bronkopneumonia
&f=false diakses pada tanggal 26 Februari pukul 20.00
http://eprints.ums.ac.id/16761/2/BAB_I.pdf diakses pada tanggal 27 Februari
pukul 17.00
http://eprints.uns.ac.id/22832/3/Bab_2.pdf diakses pada tangal 27 Februari pukul
17.35
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/124/jtptunimus-gdl-muhammadfa-6185-2-
babii.pdf diakses pada tanggal 26 Februari pukul 18.09
http://library.upnvj.ac.id/pdf/2d3keperawatan/207301001/bab2.pdf diakses pada
tanggal 25 Februari pukul 19.08
http://library.upnvj.ac.id/pdf/2d3keperawatan/207301001/bab2.pdf diakses pada
tanggal 27 februari pukul 19.22

Anda mungkin juga menyukai