Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Fistula adalah saluran abnormal antara lumen organ berongga dengan
organ berongga lainnya atau dengan kulit (Yamada, Alpers, Laine, Owyang,
& Powell, 2003). Fistula yang terdapat pada abdomen diklasifikasikan
berdasarkan lokasi, volume pengeluaran, dan penyebabnya[ CITATION
Dah07 \l 1033 ]

Adanya fistula mempengaruhi pasien secara fisik maupun psikis dan


merupakan keadaan yang menyulitkan baik bagi tim kesehatan maupun
pasien. Penatalaksanaan fistula gastrointestinal (GI) merupakan tindakan
yang sangat kompleks bagi perawat dan tim kesehatan lainnya. Gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama yang dapat
menyebabkan kematian pada pasien. . Schein & Decker melaporkan bahwa
37% kematian pada fistula GI disebabkan oleh gangguan cairan dan elektrolit,
malnutrisi, dan sepsis. Kompleksitas penatalaksanaan fistula GI tergantung
pada volume dan sifat cairan yang keluar. Volume fistula dikatakan sedikit
(low) jika mengeluarkan [ CITATION Dah15 \l 1057 ] .

Fistula dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah


penyakit. Biasanya, ketika fistula berada di perut, orang dapat dengan mudah
menyimpulkan bahwa hal itu disebabkan oleh penyakit radang di perut.
Penyakit Crohn, misalnya, dianggap sebagai penyebab utama berbagai jenis
fistula, termasuk fistula enteroenteral, anorektal, dan enterocutaneous.
Pembedahan juga dapat menyebabkan adanya fistula. Sebagai contoh, bedah
kandung empedu, bila dilakukan secara tidak benar atau sembarangan dapat
mengakibatkan fistula empedu. Dalam beberapa kasus, pasien yang menjalani
terapi radiasi juga dapat memiliki fistula vesikovaginal. Fistula juga dapat
sengaja dibuat sebagai bentuk perawatan. Sebagai contoh, pasien yang
menderita gagal ginjal tahap akhir mungkin akan dilakukan fistula cimino
atau sambungan buatan antara permukaan kulit lengan dan vena-dalam
rangka agar lebih mudah menarik darah untuk perawatan cuci darah
(hemodialisis). Pasien yang menderita darah tinggi (hipertensi) portal juga
dapat dilakukan fistula portacaval, hubungan antara vena cava inferior dan
pembuluh darah portal untuk pengobatan.
Trauma juga bisa menjadi penyebab fistula. Pada pasien yang menderita
trauma di kepala, fistula perilymph juga dapat muncul. Fistula Perilymph
umumnya ditemukan di telinga bagian dalam, yang bisa membocorkan
perilymph ke bagian tengah telinga (biasanya diisi dengan udara bukan
cairan). Fistula arteriovenosa juga dapat disebabkan oleh trauma ke berbagai
bagian tubuh. Wanita yang telah menjalani persalinan macet juga dapat
mengembangkan fistula rektovaginal dan vesiko-vaginal.Fistula obstetri juga
dapat hasil dari persalinan macet, ketika pasokan darah kandung kemih dan
jaringan vagina dipotong selama tindakan. Ketika jaringan kandung kemih
dan vagina mati, karena kurangnya pasokan darah, fistula akan terbentuk dan
dapat menjadi jalan yang tidak sengaja terbentuk untuk kotoran dan
urine.Berbagaimacam metode pengumpulan data telah dilakukan untuk
mengetahui prevalensi kejadian fistula. Data diperoleh dari kerjasama dengan
dokter bedah, laporan kasus oleh individu, penelitian di kelompok-kelompok
advokasi maupun dari rumah sakit[ CITATION Muk18 \l 1033 ]

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu luka Fistula?
2. Apa etiologi Luka Fistula?
3. Apa Jenis-Jenis Fistula?
4. Apa Pemeriksaan Penunjang pada luka fistula?
5. Bagaimana Penatalaksanaan pada luka fistula?
6. Bagaiman manajemen luka fistula?
7. Bagaimana penilaian pada luka fistula?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa itu luka fistula
2. Untuk mengetahui luka fistula
3. Untuk mengetahui jenis-jenis luka fistula
4. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada luka fistula
5. Untukmgetahui penatalaksanaan luka fistula
6. Untuk mengetahui manajemen luka fistula
7. Untuk mengetahui penilain pada luka fistula
BAB II

TINJAUAN TEORITIS
A. Defenisi Fistula
Celah tulang alveolar (gnatoschisis) merupakan salah satu malformasi
kongenital tersering pada struktur orofasial. Celah ini bila dibiarkan dan tidak
dilakukan perawatan maka akan menimbulkan banyak masalah. Masalah-
masalah tersebut berupa ketidakstabilan struktur dari tulang maksila,
dukungan skletal yang tidak baik pada dasar hidung, oronasal fistula yang
residual, dukungan periodontal yang tidak baik menyebabkan retensi
makanan, terdapatnya jarak antar gigi pada regio celah atau pada gigi
insisivus yang tidak tumbuh. Fistula oronasal merupakan saluran yang
terbentuk antara rongga mulut dan hidung yang kemudian berepitelisasi
membentuk jaringan parut. Fistula tersebut dapat terjadi pada vestibulum,
lelangit keras dan lelangit lunak [ CITATION Pas18 \l 1033 ]
Fistula merupakan saluran abnormal antara lumen organ berongga
dengan organ berongga lainnya atau dengan kulit[ CITATION Dah07 \l
1033 ]
Fistula atau fistel merupakan bahasa latin yang artinya pipa. Fistel
merupakan hubungan atau jalur antara dua epitel organ atau jaringan yang
normalnya tidak berhubungan.
B. Etiologi
Fistel dapat terjadi disebabkan oleh beberapa kondisi dari penyakit
ataupun akibat tindakan saat dilakukan operasi terhadap suatu penyakit.
Beberapa kondisi yang dapat menimbulkan fistula antara lain:
- Penyakit pada usus yang disebut Chron Disease yang dapat menyebabkan
timbulnya fistel antara usus (entero-enteral fistula) ataupun antara kulit
perut dengan usus (enterocutaneous fistula) dan anorektal fistula.
- Pasien yang telah menjalani operasi pada gallbladder dapat menyebabkan
timbulnya fistel antara traktus biliaris dengan usus atau hepar.
- Pasien yang menjalani radioterapi pada daerah genitalia, dapat
menyebabkan timbulnya fistel antara vagina dan vesica urinarie
(vesicovaginalis fistula). Komplikasi dari persalinan juga dapat
menimbulkan fistel vesicovaginalis atau rectovaginalis.
- Trauma capitis juga dapat myebabkan timbulnya fistula perilimfe atau
fistula antara telinga tengah dan telinga dalam yang menimbulkan
gangguan. Trauma juga dapat menyebabkan timbulnya fistula antara
arteri dan vena (arteriovenous fistula)

C. Jenis-Jenis Fistula
Ada beberapa tipe fistula yang umum ditemukan, yaitu:
1. Blind fistula, merupakan fistel berbentuk tabung yang terbuka pada salah
satu sisi dan sisi yang lainnya tertutup. Jika tidak diobati akan berubah
menjadi komplit fistula.
2. Fistula inkomplit, merupakan fistel yang hanya terbuka di eksternal.
3. Fistula komplit, merupakan fistula yang memiliki bukaan lengkap yaitu
internal dan eksternal.
4. Fistula tapal kuda, merupakan fistel yang berbentuk U, memiliki dua
bukaan eksternal dan internal. Biasanya ditemukan pada fistel ani.
Beberapa jenis fistula yang sering ditemukan, yaitu:
1. Fistula entero-enteral dan Fistula enterocutaneous
Fistula entero-enteral dan enterocutaneous adalah hubungan
abnormal yang menyebabkan kebocoran usus ke organ lain, biasanya
bagian dari usus (enetero-enteral) atau kulit (enterocutaneous).
Fistula enterocutaneous dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria
anatomi, fisiologi, dan etiologi.
- Secra anatomi, fistula eneterocutaneous dibagi menjadi dua yaitu:
fistula internal dan eksternal. Fistula internal yaitu fistula yang
menghubungkan dua visera sedangkan fistula eksterna yaitu fistula
yang menghubungkan antara visera dan kulit.
- Berdasarkan kriteria fisiologi, fistula dibagi menjadi tiga yaitu: high
output, moderate output, low aoutput.
Fistula enterocutaneous menyebabkan pengeluaran cairan intestinal ke
dunia luar, dimana cairan tersebut mengandung elektrolit, mineral dan
protein sehingga dapat menyebabkan komplikasi fisiologis yaitu
ketidak-seimbangan elektrolit dan malnutrisi. Fistula dengan high
output dengan pengeluaran cairan >500 ml/hari, moderate output
antara 200-500 ml/hari dan low output <200 ml/hari.
- Berdasarkan etiologinya, fistula ada yang terjadi secara spontan dan
ada yang terjadi akibat komplikasi dari tindakan operasi pada daerah
perut.
Fistel enterocutaneous yang terjadi secara spontan sekitar 15%-25%
yang disebabkan oleh beberapa penyakit antara lain: Chron disease,
diverkulitis, malignansi, dan appendisitis.

Gambar 1. Fistel enterocutaneus


Gejala awal dari fistula enterocutaneus adalah demam, luekositosis,
prolonged ileus, rasa tidak nyaman pada abdomen dan infeksi pada luka.
Jika yang terjadi fistula enterocutaneous akan tampak drainase cairan
intestinal pada luka di abdomen.
Pemeriksaan penunjang untuk membuktikan adanya Fistula yaitu
sebagai berikut:
1. Tes dengan Methylen Blue
Tes ini digunakan untuk mengkonfirmasi keberadaan fistula
enterocutaneous dan kebocoran usus.
2. USG
USG dapat digunakan untuk mengetah
ui ada tidaknya abses dan penimbunan cairan pada saluran fistula.
3. Fistulogram
Teknik ini menggunakan water soluble kontras. Kontras disuntikkan
melalui pembukaan eksternal dan dilakukan foto x-ray. Dari
pemeriksaan ini dapat diketahui, sumber fistula, jalur fistula, ada
tidaknya kontinuitas usus, ada tidaknya obstruksi dibagian distal,
keadaan usus di sekitar fistula, ada tidaknya abses disekitar fistula.
4. Barium Enema
Pemeriksaan ini menggunakan kontras untuk mengevaluasi lambung,
usus halus dan kolon
5. CT-Scan
Penanganan untuk fistula enterocutaneous meliputi:
1. Non-operatif
a. Bebrapa fistel dapat menutup secara spontan, khususnya low
output
b. Pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi
c. Pemberian nutrisi
d. Perwatan stoma untuk mencegah iritasi kulit
e. Jika lebih >6 minggu dipikirkan untuk tindakan bedah
2. Tindakan Operatif:
pada pasien dengan fistel yang tidak dapat menutup secara spontan
dilakukan tindakan defenitif yaitu operasi laparatomi.
Komplikasi :
1. Sepsis
2. Gangguan cairan dan elektrolit
3. Nekrosis pada kulit
4. Maln utrisi
Dressing
Dressing sudah tersedia dan mudah diimplementasikan untuk pasien yang
tepat. Mereka menyediakan metode biaya-efektif perawatan luka untuk
ECFS sederhana dan / atau stulas lowoutput fi, kurang dari 200 ml / d.
Atasnya dressing kasa dalam kombinasi dengan hambatan kulit dapat
digunakan untuk secara efektif mengandung dan mengelola ECF ef fasih
berbahasa. Namun, jika keluaran fistula dianggap sedang atau tinggi atau
dressing sedang diubah lebih sering daripada setiap 4 jam, sistem pouching
harus dilaksanakan. Dalam hal ini, perubahan rias sering menjadi tidak
praktis dan tidak menawarkan kemampuan untuk secara akurat rekor
produksi fistula. Selain itu, sering rekaman perubahan terkait dengan
dressing juga dapat membahayakan integritas kulit terutama dalam
pengaturan kulit sudah dikompromikan karena ef fasih berbahasa diinduksi
iritasi[ CITATION Hoe10 \l 1033 ]
Kantong
Seperti disebutkan sebelumnya, salah satu tujuan utama manajemen fistula
kontrol drainase dan penahanan. kontrol drainase sangat penting sebagai
kontak terus ef fasih berbahasa dengan permukaan kulit dapat
menyebabkan maserasi dan meningkatkan kemungkinan kerusakan dan
peri fi infeksi kulit stular, yaitu jamur. Tergantung pada volume drainase,
ini bisa menjadi dicapai dalam berbagai tata krama. Sejak munculnya (ET)
keperawatan terapi enterostomal di Klinik Cleveland pada 1950-an,
banyak pengeringan luka dan stulas fi telah dikelola dengan kantong
ostomy. Efektif pouching dari fistula dapat mencapai semua tujuan dari
manajemen fistula dan berbagai kantong ostomy yang tersedia saat ini.
Pilihan sistem kantong yang akan digunakan tergantung pada karakteristik
dari fistula yang dikelola. Umumnya, tinggi-output fi stulas dengan sangat
tipis cairan ef fasih berbahasa sebaiknya dikelola dengan kantong yang
memiliki sistem saluran kemih atau keran untuk memungkinkan drainase
mudah dan mengosongkan. drainase terus menerus dapat dicapai dengan
kantong stopkontak kemih dengan melampirkan tabung drainase ke keran
kemih. Hal ini dapat meningkatkan ef keperawatan fi siensi dengan
meminimalkan kebutuhan untuk kantong mengosongkan dan mencegah
pouch lebih isian dalam situasi di mana output fistula sangat tinggi.
kantong outlet alternatif meliputi outlet tinja dengan klip drainable yang
sesuai untuk stulas fi dengan 24 jam output kurang dari 1000 mL dan lebar
outlet tubular atau manajer luka (Gambar. 2)
3. Fistula vesicovaginalis dan fistel rectovaginalis
Fistula vesicovagina merupakan hubungan abnormal antara
vagina dan vesica urinaria. Sedangkan fistel rectovaginalis merupakan
hubungan abnormal antara rectum dan vagina.
Fistula urogenital didefinisikan sebagai hubungan abnormal
antara saluran reproduksi wanita dan saluran kemih yang dapat
mengakibatkan kebocoran urin. Fistula urogenital merupakan
komplikasi yang buruk dan ditakuti wanita karena memberikan dampak
mendalam, baik secara fisik maupun psikososial [ CITATION Muk18 \l
1033 ] Di negara maju, fistula urogenital merupakan hal yang jarang
terjadi dan lebih sering disebabkan oleh operasi ginekologi dan terapi
radiasi. Jarang disebakan oleh tindakan obstetri. Sementara di negara
berkembang, fistula urogenital merupakan komplikasi yang umumnya
terjadi akibat persalinan macet.
Kedua kondisi diatas dapat timbul sebagai komplikasi dari
persalinan maupun penyakit pada daerah tersebut.
Berdasarkan etiologinya, dapat dibagi menjadi:
1. Fistel obstetri, fistel yang timbul akibat : Partus lama atau partus
dengan tindakan, seperti pada tindakan SC, kranioklasi, dekapitasi,
ekstraksidengan cunam,seksio-histerektomia
2. Fistel gynekologi, fistel yang timbul akibat tindakan operasi pada
pasien dengan carcinoma, terutama carcinoma cervix. Pasien dengan
operasi histerektomi.
3. Fistel traumatik, fistel yang timbul akibat komplikasi pemasangan
kateter, kecelakaan dan pasien dengan abortus kriminalis.
Gejala fistel vesicovaginalis,yaitu:
1. Inkontinensia urin
2. Keluarnya urin pervaginam
3. Dapat menimbulkan vaginitis dan eksema pada daerah vulva
Gejala fistel rectovaginalis,antara lain:
1. Inkontinensia alvi
2. Keluarnya feses melalui vagina
3. Flatus keluar melalui vagina
4. Dapat menimbulkan infeksi jalan lahir
Penanganan

1. Pada fistula yang kecil kemungkinan dapat sembuh sendiri dengan


pemberian antoboitik, peningkatan gizi, kebersihan diri dan pasang
DC minimal 7 hari.
2. Pada fistula yang ditemukan segera setelah persalinan/pasca tindakan
dengan cunam, secsio caesaria, histerektomi maka fistula segera
ditutup dan segera dipasang kateter untuk mengistirahatkan vesika.
3. Sedang fistula yang ditemukan beberapa hari setelah persalinan atau
pasca pembedahan maka dikerjakan operasi setelah 3 bulan, bila
penutupan fistel gagal dilakukan reoperasi 3 bulan kemudian
4. Fistulal anorektal
Fistula anorektal yang sering pula disebut fistel ani atau fistel
perianal/paraanal.fistula anorektal adalah komunikasi abnormal antara
anus dan kulit perianal. Kelenjar pada kanalis analis terletak pada linea
dentate, menyediakan jalur organismeyang menginfeksi untuk sampai pada
daerah intramuscular.
Etiologi
Fistuladapat muncul secara spontan atau sekunder karena abses
perianal (atauperirektal). Faktanya, setelah drainase dari abses periani,
hampir 50 % terdapat kemungkinan untuk berkembang menjadi fistula
yang kronik. Fistula lainnya dapat terjadi sekunder karena trauma,
penyakit Crohn. fisura ani, karsinoma, terapi radiasi, aktinomikosis,
tuberculosis, dan infeksi klamidia.

Gambar 2. Fistula ani


Klasifikasi Fistula Ani
Fistula perianal diberi nama berdasarkan klasifikasi [ CITATION Per \l
1057 ]
, yaitu:
1. Fistula transsphingter
Fistula transsphingter disebabkan oleh abses ischiorektal, dengan
perluasan jalur melalui sphingter eksterna. Terjadi sekitar 25 % dari
semua fistula. Jalurutama menyebrang sphincter externus yang terdapat
pada tingkat manapun dibawah puborectalis sampai serat terendah dari
sphincter externus.
2. Fistula intersphingter
Terbatas pada ruang intersphingter dan sphingter interna. Disebabkan
oleh abses perianal. Terjadi sekitar 70 % dari semua fistula
3. Fistula suprasphingter
Disebabkan oleh abses supralevator. Melewati otot levator ani, diatas
puncak otot puborektal dan masuk ke dalam ruang intersphingter.
Terjadi sekitar 5 % dari semua fistula.  Sangat jarang, dan jalur
utamanya menyebrang melewati levator ani.
4. Fistula ekstrasphingter
Tidak melewati kanalis ani dan mekanisme sphingter, melewati fossa
ischiorektal dan otot levator ani, dan bermuara tinggi di rektum.Terjadi
sekitar 1 % dari semua fistula.  biasanya akibat sepsis intrapelvis atau
operasi bedah yang tidak tepat dari fistula yang lain, dan jalurnya diluar
semua kompleks sphincter.
Gambar 3. Klasifikasi fistula ani
Fistula dicurigai apabila :
1. Dischargepersisten pada tempat drainase abses
2. Ditemukanorganisme usus dari hasil kultur
3. Abses terjadi rekuren
4. Terdeteksi adanya indurasi baik secara klinis atau dalam anestesi
Adanya riwayat abses ani yang berulang dengan drainase merupakan suatu
petunjuk bahwa seseorang mungkin mempunyai fistula. Biasanya gejala
terbatas pada pembengkakan intermiten, drainase, pruritus dan
ketidaknyamanan yang bervariasi. Riwayat abses bermanfaat dalam
diagnosis.
Adanya riwayat kambuhan abses perianal dengan selang waktu
diantaranya, disertai pengeluaran nanah sedikit-sedikit.
Muara eksterna biasanya terlihat sebagai titik berwarna merah, mengalami
inflamasi, mengeluarkan nanah yang bercampur darah, tinja. Muara kulit
secara khas agak meninggi, papila abu-abu merah muda dari jaringan
granulasi. Pada waktunya, pembentukan parut sepanjang saluran ini
menjadi dapat dipalpasi. Sonde kadang-kadang dapat dimasukkan melalui
fistula ke dalam linea pektineus. Biasanya tidak nyeri.
Pada colok dubur umumnya fistel dapat diraba antara telunjuk di anus
(bukan di rectum) dan ibu jari di kulit perineum sebagai tali setebal kira-
kira 3 mm (colok dubur bidigital). Jika fistel agak lurus dapat disonde
sampai sonde keluar di kripta asalnya.
Fistel perineum jarang menyebabkan gangguan sistemik. Fistel kronik
yang lama sekali dapat mengalami degenerasi maligna menjadi karsinoma
planoseluler kulit.
           
D. Pemeriksaan Penunjang
Lokasi muara eksterna memberikan petunjuk bagi kemungkinan jalur
fistula dan terkadang fistula dapat dirasakan sebagai jalur yang menebal. Pada
banyak kasus, untuk melihat jalurnya membutuhkan banyak alat, dan
terkadang jalurnya tidak jelas sampai dilakukan pembedahan. 
Peralatan yang dapat digunakan oleh dokter :
1. Fistula probe. Alat yang secara khusus dibuat untuk dimasukkan ke dalam
fistula 
2. Anoscope. Instrumen kecil untuk melihat kanalis ani.
Jika fistula rumit atau terletak pada tempat yang tidak lazim, dapat
digunakan :
1. Diluted methylene blue dye. Disuntikkan ke dalam fistula.
2. Fistulography.Memasukkan cairan kontras, kemudian memfotonya. 
3. Magnetic resonance imaging

Untuk menyingkirkan kelainan lainnya seperti colitis ulseratif atau penyakit


Crohn, dapat digunakan :
1. Flexible sigmoidoscopy.
Tabung yang ramping dan fleksibel dengan kamera di dalam ujungnya,
dapat untuk melihat rectum dan kolon sigmoid sebagai gambar
yangdiperbesar pada layer televisi.
2. Colonoscopy. Mirip sigmoidoskopi, tetapi dengan kemampuan untuk
memeriksa seluruh kolon dan usus halus.
E. Penatalaksanaan
Tujuandaripenatalaksanaannyaadalahuntukmenyembuhkan fistula
dengansesedikitmungkinpengaruh pada ototsfingter.
Perencanaanakanbergantung pada lokasi fistula dan kerumitannya,
sertakekuatanototsfingterpasien. Pengelolaanberdasar pada eradikasi
sepsisdenganseoptimummungkinmenjagafungsi anal. Jalur fistula harus
dibuka dan diizinkan untuk sembuh dari dasarnya. Mayoritas fistula
superfisial dan intersphincter (85%) langsung dapat diatasi.
Sisanya (transphincteric dan suprasphincteric) jauh labih sulit dan
membutuhkan perawatan spesialis. Biasanya perawatannya lebih lama;
dilakukan secara bertahap untuk mencegah kerusakan sphincter.
Operasibertujuanmenginsisi di atas saluran fistula,
meninggalkaninsisitesebutterbukauntukbergranulasinantinya.
Biasanyadicapaidenganmenempatkansondemelaluikeduamuara fistula dan
memotong di atas sonde. Jika fistula mengikutiperjalanan yang
mengharuskanpemotongansfingter,
makainsisiharusmemotongserabutotottegaklurus dan hanya pada satutingkat.
Bila timbul inkontinensia, jika otot terpotong lebih dari satu tempat.
Benang yang halus monofilamen (seton) sering ditaruh melalai jalur
primer  di sekitar sphincter externa sebagai drain sementara luka lebar di
sebelah exterior striated muscle dari sphincter externus mengalami
penyembuhan. 

1. Fistulotomy
Ahlibedahpertama-tamamelakukanpelacakanuntukmencarimuara
interna fistula. Lalu, ahlibedahmemotong dan
membiarkanjalurnyadalamkeadaanterbuka, mungkuretnya
(mengeluarkanisinya), lalumenempelkansisinya ke sisi yang
diinsisisehingga fistula dibiarkanterbuka (diratakan) flattendout.
Untukmemperbaiki fistula yang lebihrumit, sepertihorshoe fistula
(dimana jalurnyamelewatisekitarduasisitubuh dan
mempunyaimuaraeksternal pada keduasisidarianus),
dokterbedahdapatmembiarkanterbukahanya pada segmen dimana
jalurnyabersatu dan mengeluarkanjalursisanya. 
Jikasejumlahbanyakototsfingter yang harusdigunting,
pembedahandapatdilakukandalamlebihdarisatutahap dan
harusdiulangjikaseluruhsaluranbelumdapatditemukan.
Teknik dibiarkan terbuka (Fistulotomi) berguna pada mayoritas
perbaikan fistula. Pada prosedur ini, dimasukkan probe melalui fistula
(melalui kedua muara), dan kulit yang menutupinya, jaringan subkutis,
dan otot sfingter dipisahkan, oleh sebab itu membuka salurannya.
Kuretasi dilakukan untuk memindahkan jaringan granulasi pada dasar
saluran. Teknik ini dilakukan secara hati-hati untuk menghindari terlalu
banyak menggunting sfingter (yang dapat menyebabkan inkontinensia).
Fistulotomi dibiarkan menutup secara sekunder.
Pada fistel dapat dilakukan fistulotomi atau fistulektomi.
Dianjurkan sedapat mungkin di lakukan fistulotomi, artinya fistel
dibuka dari lubang asalnya sampai ke lubang kulit. Luka dibiarkan
terbuka sehingga menyembuh mulai dari dasar per sekundam
intentionem. Lukanya biasanya akan sembuh dalam waktu agak singkat.
Kadang dibutuhkan operasi dua tahap untuk menghindari terpotongnya
sfingter anus.
2. Flap Rektal
Terkadang, untukmengurangijumlahototsfingter yang digunting,
dokterbedahdapatmengeluarkanjalurnya dan membuat flap
kedalamdinding abdomen untukmencapai dan mengeluarkanmuara
fistula interna. Flap nyakemudianditempelkankebelakang.  
3. Penempatan Seton  
 Dokterbedahmenggunakan seton untuk:
a. menciptakanjaringan parut di sekitarotot sphincter
sebelummemotongnya 
b. denganpisau
c. mengizinkan seton untuk secara lambat memotong seluruh jalur
melalui otot   
d. selama beberapa minggu.
e. Seton juga dapat membantu drainase fistula

F. Manajemen Fistula
Ketika menjawab item yang terkait dengan manajemen fistula , harus
memiliki pemahaman dasar tentang manajemen keseluruhan dari pasien
dengan fistula. Bidang utama ,meliputi[ CITATION Bot17 \l 1033 ]
1. pengelolaan hidrasi dan kehilangancairan
2. pengurangan out putataukeluaran
3. pengelolaan infeksi dan / atau sepsis
4. pendefinisian anatomy saluran fistula
5. menangani kebutuhan gizi
6. mengukur/mengendalikan keluaran sekaligus melindungi kulit, dan
7. Memberikan perawatan dengan menggunakan pendekatan interdisipliner.
Tujuan rencana manajemen perawatan luka ECF yang efektif harus
mencapai tujuan sebagai berikut. 5 Idealnya, tujuan dapat dicapai secara
bersamaan, tetapi prioritas mungkin diperlukan berdasarkan pasien individu
dengan ECF yang:
1. Perlindungan kulit
perlindungan kulit dan pencegahan kerusakan kulit lebih lanjut
sekitarnya ECF adalah komponen kunci dalam perawatan luka. Ada
beberapa penyebab integritas kulit gangguan di lokasi ECF tersebut.
Empat yang paling penyebab umum adalah trauma mekanik, respon
alergi, infeksi, dan iritasi kimia. 6 Sering berpakaian perubahan karena
perekat dan metode pouching dapat berkontribusi pada pemecahan kulit
di sekitarnya menyebabkan trauma mekanik berulang dan mencegah
penyembuhan yang tepat. Reaksi alergi terhadap bahan berpakaian atau
kantong dapat menyebabkan eritema, edema, atau kulit menangis, yang
dapat menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Infeksi sekunder untuk
jebakan eksudat terhadap kulit, yaitu jamur, dapat menyebabkan infeksi
kulit kronis dengan eritema, papula dan pembentukan
vesikel[ CITATION Hoe10 \l 1033 ]
Iritasi kimia yang paling umum adalah usus isinya. Isi enzimatik dari ef
fasih berbahasa banyak kali lebih merugikan integritas kulit dari
volume sebenarnya dari ef fasih berbahasa. ECFS lebih proksimal
mengandung enzim pencernaan proteolitik, yang selanjutnya kerusakan
kulit di sekitarnya oleh jebakan, bocor dan kelembaban terus-menerus,
yang pada gilirannya membahayakan integritas kulit dan penyembuhan.
Ini sekresi pencernaan menunjukkan efek toksik pada. Penyembuhan
kulit di sekitarnya, mencegah kerusakan kulit lebih lanjut, dan
meminimalkan kontaminasi merupakan komponen kunci dalam
manajemen luka pasien ini.
2. Pasien kenyamanan dan mobilitas
iritasi kulit dan ketidaknyamanan serius dapat mempengaruhi pasien
jika teknik manajemen yang salah digunakan. kantong tertentu dan /
atau peralatan dengan penggunaan sabuk dapat membantu
meminimalkan dan mencegah ketidaknyamanan pasien yang tidak
perlu, yang merupakan komponen psikososial kunci dari manajemen
luka pada pasien ini. pasien rawat jalan tidak boleh dibatasi dalam
pemulihan mereka dan mobilitas tidak boleh dikompromikan oleh
sistem manajemen luka. Oleh karena itu, individualisasi adalah bagian
penting dalam merancang perawatan yang terbaik untuk pasien dengan
ECF[ CITATION Hoe10 \l 1033 ].
3. kendali drainase dan bau
drainase adalah kunci untuk meningkatkan integritas kulit di sekitarnya.
Isi enterik dapat tumpah ke kulit di sekitarnya yang mengarah ke
jaringan menyebabkan Peradangan dan infeksi, yang jika tidak diobati,
dapat berkembang menjadi sepsis. Penaganandapatdilakukan dengan
perangkat pouching, perangkat hisap, dressing atau kombinasi dari
teknik manajemen ini. Dressing bahan yang menyerap dan
mempertahankan sekresi kaustik diduga menjadi kontributor utama
dalam keterlambatan penyembuhan ECFS. Oleh karena itu, perangkat
hisap terus menerus atau aplikasi stoma telah dianjurkan sebagai
tambahan untuk perawatan luka dan pelestarian kulit. Namun, status
klinis pasien secara keseluruhan mungkin memainkan peran dalam
merancang solusi terbaik untuk itu individu pasien.
Bau dikontrol dengan penggunaan kantong. Kebanyakan kantong
memiliki anti baudan kedua deodoran internal dan eksternal yang
tersedia dan dapat membantu dengan penghapusan bau. Anti
bautersedia dalam bentuk tablet, cair, atau bubuk. Ada obat tertentu
yang dapat diambil yang dapat membantu dengan kontrol bau termasuk
tablet klorofil, subgallate bismuth, dan subcarbonate bismuth. Selain
itu, pengharum khusus dapat ditempatkan dalam kantong untuk
membantu dengan kontrol bau seperti 3% hidrogen peroksida dan
Hollister M9 bau-menghilangkan tetes[ CITATION Hoe10 \l 1033 ].
4. Keluarancairan
Pengukuran cairan dan elektrolit pada pasien ini adalah tujuan penting
dalam perawatan luka pasien ECF. Kebocoran di sekitar kateter dapat
memberikan pembacaan yang tidak akurat dari yang sebenarnya.
Dressing juga dapat memberikan pembacaan yang akurat . Faktor-
faktor ini harus diperhitungkan selama manajemen luka pasien ECF.
Apalagi dengan singkat usus dan proksimal ECFS,
pengeluarancairanbisa sampai beberapa liter sehari-hari. kelainan
elektrolit bersamaan dapat menyebabkan efek sekunder mulai dari
aritmia jantung gagal ginjal. pengukuran akurat sangat penting untuk
membantu panduan cairan dan nutrisi kebutuhan pada pasien sering
sakit[ CITATION Hoe10 \l 1033 ]
5. penahanan Biaya
Hemat biaya perawatan medis juga merupakan komponen utama dalam
perawatan luka pasien dengan ECFS. Perhatian harus diterapkan tidak
hanya untuk produk dan bahan yang digunakan untuk perawatan luka,
namun tenaga dan waktu juga harus diperhatikan. biaya rumah sakit
untuk ECFS cukup besar dan rata-rata lama menginap bervariasi. Pada
pasien sakit kritis dengan ECF, biaya dapat rata-rata sekitar $ 10.000
per hari. 5 ritual perawatan kulit yang mengkonsumsi waktu dan biaya
yang berlebihan tanpa mengakibatkan hasil pasien optimal harus
dihilangkan. Oleh karena itu, biaya penahahanan adalah tujuan penting
lain dalam pengobatan pasien ECF[ CITATION Hoe10 \l 1033 ].
G. Penilaian
Langkah awal setelah identifikasi dari ECF terdiri dari penilaian secara
keseluruhan pasien, sifat dari fistula, dan kondisi luka terkait. Evaluasi untuk
infeksi dan / atau sepsis, ketidakseimbangan elektrolit dan kebutuhan gizi
juga penting. Penilaian ini mencakup empat faktor yang harus individual
untuk setiap pasien ECF[ CITATION Hoe10 \l 1033 ]:
1. Asal saluran fistula
Pertama, identifikasi dari mana fistula berkomunikasi dengan bantuan usus
dalam pengelolaan luka. Lokasi asal fistula sangat penting untuk
memberikan perawatan luka yang baik dan penyembuhan dari kulit di
sekitarnya. Telah diidentifikasi bahwa usus kecil adalah situs yang paling
umum dari asal ECFS.

2. Lokasi pembukaan fistula di tingkat kulit


Lokasi fi pembukaan stulous pada kulit memainkan peran yang signifikan
dalam manajemen luka, pemilihan produk, dan perawatan kulit.
Identifikasi dari aperture dalam kaitannya dengan lipatan kulit, struktur
tulang (yaitu, batas kosta, anterior superior iliac spine), dan luka terbuka
memainkan peran kunci dalam merancang sistem yang terbaik untuk setiap
pasien. permukaan kulit yang tidak teratur dan cacat mungkin perlu
diperbaiki dengan hambatan kulit (dibahas di bawah). Selain itu,
konveksitas dari luka dalam kaitannya dengan kebutuhan permukaan kulit
yang akan diperhitungkan untuk perawatan luka, pemilihan kantong, dan
merancang sistem manajemen yang tepat. Tunggal dibandingkan beberapa
bukaan juga dapat memainkan faktor dalam memilih rute terbaik untuk
perawatan luka dan manajemen. Beberapa stulas fi di dekat dapat diatasi
dengan teknik manajemen tunggal. Luas stulas fi menyebar, di sisi lain,
mungkin perlu ditangani secara terpisah dan bersaku atau berpakaian
secara terpisah. Selain itu, jembatan kulit normal harus selalu dievaluasi
untuk menentukan ukuran, kondisi dan metode penanganan. Pertimbangan
dalam jembatan kecil harus diberikan baik untuk perlindungan yang tepat
terhadap pembukaan untuk menyatukan beberapa bukaan yang berdekatan
dalam satu area.
3. Jenis (yaitu, enzim dan elektrolit konstitusi)
fistula didefinisikan ketika output lebih besar dari 500 mL / d, sedang
ketika volume 200 ml untuk 500 mL / d, dan rendah ketika output kurang
dari 200 ml / d. 12 Jika fistula dianggap sebagai tinggi-output fistula, maka
sistem pouching mungkin lebih tepat bagi pasien itu. Jika output rendah,
maka penghalang kulit sederhana dan / atau berpakaian mungkin lebih
tepat. Sebagai bukti ini, pasien dengan lama kolostomi end teknis memiliki
ECF itu, melalui rejimen usus terlatih dengan baik, sering dapat hanya
menutupi stoma dengan perban di antara buang air besar.

4. Integritas kulit.
Penilaian integritas kulit di sekitar fistula juga penting. Kondisi awal dari
kulit di sekitarnya sangat penting dalam menentukan jenis bahan kulit
yang akan digunakan dalam pengelolaan luka pasien. Jika kulit relatif
sehat, hambatan kulit dan cara lain untuk mencegah kerusakan setiap
sangat penting. Dalam kebanyakan kasus, kulit sekitar fistula yang gundul,
baik dari sifat ef fasih berbahasa atau kehadiran konstan kelembaban, dan
karena itu teknik manajemen untuk menyembuhkan dan mencegah
kerusakan lebih lanjut sangat penting untuk proses penyembuhan. Jika
kulit memiliki baik eritema atau kulit kerugian akibat trauma berulang
pada luka, perawatan kulit maka lebih agresif diperlukan. Kulit yang
ulserasi atau terinfeksi dapat menjadi yang paling sulit luka mengobati
pada pasien ECF.
Bibliography
Botham , P. (2017). Fistula Management . J Wound Ostomy Continence Nurs .

Dahlia, D. (2007). Balutan Parcel Alternatif Penatalaksanaan Fistula


Gastrointestinal Pada Luka Dehiscence: Studi Kasus. Jurnal Keperawatan
Indonesia .

Hoedema, R. E., & Suryadevara, S. (2010). Enterostomal Therapy and Wound


Care of the. CLINICS IN COLON AND RECTAL SURGERY/VOLUME 23,
NUMBER 3 .

Mukti, N. A., Mochtar, A. A., & Wiyati, P. S. (2018). KEJADIAN FISTULA


UROGENITAL PADA PEREMPUAN DI RSUP. JURNAL KEDOKTERAN
DIPONEGORO .

Pascawinata, A., & Rahmat, M. (2018). Penatalaksanaan Fistula Oronasal


Menggunakan Teknik Pedicle Rotational Flap Dan Autograft Dari Simphisis
Mandibula. Jurnal B-Dent, Vol 5, No.2 .

Anda mungkin juga menyukai