PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan
1. Agar mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan pada ibu post
fistuloraphy atas indikasi fistula Genetalia
2. Melakukan diagnosis pada ibu post fistuloraphy atas indikasi fistula
Genetalia
3. Melakukan penatalaksanaan asuhan keperawatan pada ibu post
fistuloraphy atas indikasi fistula Genetalia
2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Pengertian
Fistula genetalia adalah terbentuknya hubungan antara traktus
genitalis dan traktus urinarius. Bentuk yang tersering adalah fistula
vesikovaginal dan fistula ureterovaginal.
Fistula Genetalia yaitu terbentuknya fistel atau lubang pada dinding
vagina yang menghubungkan kandung kemih dengan vagina, akibatnya
urine keluar melalui saluran vagina tanpa disadari. (Sarwono, 2010)
2.2 Klasifikasi
Terdapat beberapa jenis fistula Genetalia, yaitu :
1. Fistula vesikovaginal.
Disebut juga dengan fistula kandung kemih, pembukaan ini terjadi
antara kandung kemih dan vagina. Fistula vagina ini adalah yang paling
umum terjadi.
2. Fistula ureterovaginal.
Jenis fistula ini terjadi ketika pembukaan normal berkembang antara
vagina dan saluran yang membawa urin dari ginjal ke kandung kemih
(ureter).
3. Fistula urethrovaginal.
Fistula jenis ini, juga disebut fistula uretra, pembukaan terjadi antara
vagina dan tabung yang membawa urin keluar dari tubuh (ureter).
4. Fistula rektovaginal.
Fistula yang juga dikenal dengan fistula dubur ini terjadi ketika
pembukaan muncul di antara vagina dan bagian bawah usus besar
(rectum).
5. Fistula colovaginal.
Pada fistula colovaginal, pembukaan terjadi antara vagina dan colon.
3
6. Fistula enterovaginal, pembukaan terjadi antara usus halus dan vagina.
4
2.4 Manifestasi klinis Fistula Genetali
Secara klinis gejala Fistula Vesiko Vagina mengalami inkontinen urine
dan tidak ada rasa nyeri. Komplikasi yang sering terjadi yaitu adanya iritasi
pada daerah perineum dan paha atas, dermatitis kronis, infeksi saluran kemih
serta penumpukkan kristal (Calculi pada buli-buli), amenorrhoe sekunder
sebagai akibat sentral oleh karena depresi berat dan endometritis. Juga dapat
terjadi striktura / stenosis vagina yang merupakan gejala yang sering
bersamaan dengan fistula.
Fistula sebagai akibat trauma obstetrik dapat timbul segera setelah
persalinan atau beberapa lama setelah persalinan, sedangkan fistula akibat
tindakan operasi ginekologi 5 - 14 hari pasca bedah.
Pada fistula yang kecil urine dapat merembes sedikit. Gejala paling
sering dari Fistula Vesiko Vagina adalah inkontinensia total involunter yaitu
adanya iritasi daerah vulva dan seringnya terjadi ISK. Trias gejala yang
timbul setelah tindakan pembedahan : sekret air kencing, nyeri perut dan
kenaikan suhu badan dapat dipastikan adanya Fistula Vesiko Vagina.
5
berkurang sehingga cairan akan tertahan didalam usus halus dan usus besar
(yang bisa menyebabkan edema), jika tidak di tangani secara cepat maka
cairan akan merembes kedalam rongga peritoneum sehingga terjadinya
dehidrasi.
6
2.7 Pemeriksaan penunjang Fistula Genetalia
Terapi pada Fistula Rektovagina
Meskipun tatalaksana utama pada rektovagina adalah pembedahan, namun
ada beberapa pengecualian. Pasien dengan fistula kecil dan gejala minimal
dapat dilakukan bowel management, fistula kecil akan dapat menutup dengan
sendirinya. Terapi medis, imunomodulator, memiliki peranan penyembuhan
pada fistula rektovagina dengan penyakit Crohn.
1. Timing of Surgery
Waktu yang tepat untuk dilakukan tindakan pembedahan masih
kontroversial. Secara umum, pembedahan dapat dilakukan selama jaringan
sekitar dari fistula rektovagina tampak lembut. Beberapa kasus, fistula
akibat obstetri, dapat ditunggu hingga 3 bulan untuk memaksimalkan
kondisi dari jaringan sekitar fistula sampai kemungkinan terjadinya
penutupan spontan pada periode post partum. Dengan menunggu 3
sampain 6 bulan dapat memberikan keuntungan bagi pasien dan doker
bedah dari intervensi yang lebih jauh lagi.
2. Tehnik Transperineal
Tehnik transperineal adalah tehnik yang umum dikerjakan. Penderita
dalam posisi litotomi, dilakukan sayatan didaerah perineum pada septum,
prinsipnya memisahkan rectum dengan vagina, tentunya dapat mengenai
sphingternya. Tehnik ini popular dipakai pada fistula mid dan distal.
Setelah dipisahkan lapis perlapis, tepi-tepi defek dieksisi sampai jaringan
sehat dan dijahit interrupted , baik disisi rectum ataupun disisi vagina.
Tehnik transperineal
7
3. Tehnik Sliding Flap Repair
Tehnik ini diperkenalkan pertama kali pada tahun 1902, terdiri dari
splitting sekat rektovagina, diseksi bagian ujung bawah rektum dari vagina
dan menarik dinding anterior kebawah dan kebagian luar anus. Prosedur
ini bagus digunakan pada fistula letak rendah yang sederhana, yang belum
memiliki riwayat pembedahan sebelumnya, fistula akibat trauma obstetri
(tanpa ada kelainan dari sfingter) dan pasien dengan Crohn rektovaginal
tanpa prositis. Prosedur tindakan :
a. Pasien dipersiapkan persiapan usus (mechanical bowel preparation)
dan antibiotik sehari sebelum tindakan.
b. Ditempatkan dalam prone jackknife position, dengan pantat
disesuaikan agar saluran anal dan fistula terpajan dengan baik. Lalu
dipasang kateter
c. Flap trapezoid yang terdiri dari mukosa, submukosa dan bagian dari
sfingter interna diangkat. Bagian dasar dari flap miminal dua kali lipat
dari lebar apeks dan dapat diperluas minimal 4 cm.
d. Sebelum flap dimajukan dan ditutup, lakukan disesksi kearah lateral
untuk mendapatkan tension-free saat flap ditutup, kemudian sfingter
interna digerakan, diplikasi dan diaproksimasi diatas fistula.
e. Selanjutnya flap digerakan turun ke saluran anal dan ditanamkan
dengan jahitan absorbable
f. Pasien kemudian harus diobservasi terlebih dahulu dalam semalam
setelah dilakukan tindakan.
8
Pada tehnik ini, apabila ditemukan adanya kelainan atau kerusakan
pada sfingter anal maka harus dilakukan juga sfingteroplasti. Lamanya
perawatan di rumah sakit apabila diikuti dengan tindakan sfingteroplasti,
dan pasien harus menghindari hubungan seksual selama 6 hingga 8
minggu.
Keuntungan dari tehnik sliding flap repair adalah tidak ada luka di
perineum, nyeri minimal, tidak ada sfingter interna yang dipotong, tidak
perlu dilakukannya diversi stoma dan deformitas pasca operasi seperti
keyhole fenomena pada pasca tindakan fistulotomi tidak terjadi. Angka
keberhasilan pada tehnik ini 29% hingga 100%. Penyebab kegagalan yang
sering terjadi adanya iskemik pada flap, hematome dan infeksi pada flap.
Namun outcome tehnik ini memiliki keberhasilan yang lebih baik pada
fistula rektovagina akibat trauma obstetri daripada diakibatkan oleh
inflammatory bowel disease.
9
d. Jika ada peradangan pada vagina dan proses inkrustasi pada pinggiran
fistula diperlukan perawatan khusus dengan pembilasan vagina
dengan mengunakan larutan asam laktat satu sendok dilarutkan dalam
satu liter air hangat 1 -2 kali sehari. Sedangkan pembilasan buli-buli
dengan boorwater.
e. Diberikan injeksi IM 1 mg estradiolbenzoat setiap hari selama 1-2
minggu dilanjutkan 2 minggu pasca bedah.
f. Iritasi kulit genitalia eksterna dan sekitarnya yang mengalami
dermatitis diberikan salep antibiotika dan setelah peradangan sembuh
diberikan perlindungan salep zinc
2. Penatalaksanaan operasi
A. Operasi transvaginal
Reparasi transvaginal memberikan keuntungan, perdarahan
minimal, morbiditas dan mortalitas rendah, waktu operasi lebih
pendek, dan waktu pemulihan post operasi lebih pendek. Pendekatan
pervaginal mengurangi manipulasi saluran pencernaan, mengurangi
morbiditas khususnya pada pasien dengan fistula karena radiasi.
Sebelum memulai operasi transvaginal harus terlebih dulu
dilakukan seleksi terhadap jenis fistula urogenital yang akan
dioperasi .
Jenis fistula urogenital :
a. fistula urethrovaginal
b. fistula vesikovaginal
c. fistula vesikoservikal
d. fistula ureterovaginal
Penanganan dengan pendekatan transvaginal hanya dikerjakan
pada jenis fistula urethrovaginal , fistula vesikovaginal , fistula
vesikoservikal dan tidak dilakukan pada fistula ureterovaginal yang
biasanya terjadi sebagai komplikasi histerektomi.
10
B. Operasi transabdominal ( suprapubik )
Pendekatan yang biasa dipakai oleh ahli ginekologi adalah
melalui vagina. Terdapat beberapa fistula yang tidak bisa melalui
perbaikan vagina. Jika pasien dirujuk ke ahli urologi, pendekatan
abdominal menjadi pilihan utama kecuali fistula terletak di bagian yang
sangat rendah dari vagina. Ada beberapa situasi yang oleh seorang ahli
ginekologi disarankan untuk dilakukan pendekatan abdominal :
1. Kegagalan perbaikan berulang kali.
2. Diameter fistula lebih dari 4 cm
3. Daerah operasi sangat sempit, ada scar vagina.
4. Jika lubang fistula berdekatan dengan muara ureter, diperlukan
pemasangan ureter katheter, mobilisasi buli-buli.
5. Lubang ureter menutup puncak fistula.
6. Jika memerlukan ureteroneocystostomy
7. Pasien menginginkan untuk perabdominal
8. Kontraktur vesika sehingga diperlukan operasi tambahan membesar
kapasitas vesika dengan penambahan dari sigmoid, colon, atau
ileum
Prinsip pendekatan abdominal untuk penutupan fistula sama
seperti pada pendekatan vagina. Dinding buli-buli harus dapat bergerak
bebas, dan jahitan penutup harus dua lapis dengan jahitan jelujur 3-0
poliglikolik atau kromik. Bila lubang ureter menutup puncak fistula,
dipasang stent ureter untuk mencegah perlukaan pada ureter. Pada
keadaan dimana ureter tepat di atas fistula, dilakukan pemotongan dan
pemasangan kembali jauh dari daerah penutupan. Pada kasus dengan
peradangan hebat atau minimalnya vaskularisasi perlu dilakukan
pembersihan sebelumnya, omental flap atau paravesical peritoneal flap
dapat membantu proses penyembuhan.
11
3. Penatalaksanaan pasca operasi
a. Luka operasi penutupan fistula pada dinding vagina dilindungi dengan
sofratule selama 24 jam pasca bedah untuk mencegah infeksi
b. Dipasang dauer katheter selama 2 minggu agar buli-buli tetap kering
sehingga buli-buli tidak teregang.
c. Buli-buli setiap hari dibilas dua kali dengan 50 ml larutan boorwater
3% dan instilasi antibiotika (uronebacetin) 10 ml selama 30 menit,
selama ini dauer katheter diklem untuk sementara. Kantong
penampung urin setiap 24 jam diganti yang baru .
d. Selama 7 hari post operasi bedrest total, kemudian mobilisasi ditempat
tidur miring kiri dan ke kanan dan setelah 12-14 hari boleh jalan
e. Pada hari ke-10 pasca bedah katheter diklem setiap 20 menit dan
berikutnya diklem lebih lama dan maksimal setiap 2 jam sekali, pada
hari ke-14 katheter dilepas. Jika penderita dapat kencing, maka
penderita disuruh mengosongkan buli-buli setiap 1 jam, kemudian
bertahap setiap 2-3 jam.
f. Proses penyembuhan luka operasi dipercepat dengan injeksi IM 5 mg
folikelhormon seminggu sekali
g. Jika selama 2-3 hari setelah katheter dilepas, kencing tidak bocor lagi
maka penderita dipulangkan dan kontrol 6 minggu kemudian
h. Disarankan tidak melakukan coitus selama 10-12 minggu setelah
pulang dari rumah sakit.
4. Komplikasi pasca operasi :
a. Ureter obstruksi, dapat berupa obstruksi karena terjahit atau terlipat
akibat jahitan di sekitar ureter. Dapat diketahui dengan evaluasi
cystoskopi.
b. Perdarahan vesika, dapat terjadi akibat perlukaan mukosa vesika.
Bekuan dapat menyumbat katheter sehingga distensi vesika yang
berlebihan mengakibatkan jaringan yang baru dijahit terbuka. Bekuan
ini dapat dibersihkan dengan penghisap melalui uretra.
12
c. Infeksi , terjadi karena invasi kuman daerah genital, umumnya gram
negatip. Antibiotika profilaksis diberikan sebelum operasi.
d. Fistula terbuka, kegagalan penutupan fistula biasanya diketahui hari 7
– 10, penderita mengeluh ngompol kembali. Ganti katheter dengan
ukuran lebih besar memastikan urine dapat keluar dengan lancar,
penutupan spontan diharapkan dapat terjadi. Jika tetap bocor,
dilakukan operasi ulang setelah 3 bulan.
e. Inkontinensia , pada vesika yang kontraktur terjadi gangguan pada
sfingter, meskipun fistula sudah tertutup baik, penderita tidak dapat
menahan kencing, urine keluar spontan.
13
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas
Meliputi : Nama, jenis kelamin, alamat, penanggung jawab, No. medical
second, agama, alamat, tanggal masuk
2. Tanda – Tanda Vital
Tekanan darah : Normal
Suhu : Normal
Nadi : Normal
Pernafasan : Normal
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
Terjadi partus lama, partus dengan tindakan SC, karsinoma, radiasi,
trauma operasi atau kelainan congenital, aborsi, pelecehan seksual atau
pemekorsaan.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Terjadi kelumpuhan, Inkontinensia Urine, haid klien biasanya
terganggu, kulit sekitar anus tebal, infeksi pada jalan lahir, menonjol
keluar, dan keluar cairan dari rectum.
c. Riwayat kesehatan keluarga
-
d. Riwayat menstruasi
Haid klien terganggu dengan terjadi amnorrhoe sekunder.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Rambut
Rambut klien bersih, tidak ada ketombe.
b. Mata
Simertsi kiri dan kanan, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
dan pupil isokor.
14
c. Hidung
Tidak terdapat oedema, tidak ada lesi dan simetris kiri dan kanan.
d. Telinga
Simetris Kiri dan kanan, fungsi pendengaran baik.
e. Mulut
MUkosa bibir lembab.
f. Leher
Tidak ada pembesaran dan pembengkakan kelenjar getah bening.
g. Payudara
Simetris kiri dan kanan, tidak ada pembengkakan, papilla mamae
keluar dan tidak terdapat nyeri saat menyusui.
h. Jantung
a. Inspeksi : Ictus Cordic tidak terlihat
b. Palpasi : Ictus Cordic teraba
c. Perkusi : Pekak
d. Auskultasi : Bunyi Jantung I dan Bunyi Jantung II teratur
i. Abdomen
a. Inspeksi : Tidak asetis
b. Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan dan nyeri lepas
c. Perkusi : Tympani
d. Auskultasi : Bising Usus normal
j. Genitalia
Keluar cairan dari rectum dan vagina, kulit sekitar anus tebal, infeksi
pada jalan lahir, dan dinding vesika menonjol keluar
k. Ekstremitas
Terjadi kelumpuhan pada ekstremitas bawah akibat trauma operasi.
15
No Diagnosa NOC NIC
1 Nyeri b/d Iritasi a. Pain level 1. Lakukan
. mukosa, proses b. Pain Control pengkajian nyeri
inflamasi c. Comfort level 2. Observasi reaksi
Kriteria Hasil : komunikasi
1. Mampu terapeutik untuk
mengontrol nyeri mengetahui
2. Melaporkan bahwa pengalaman nyeri
nyeri berkurang pasien.
dengan 3. Kaji kultur nyeri
menggunakan pasien
manajemen nyeri 4. Evaluasi
3. Mampu mengenali pengalaman nyeri
nyeri 5. Evaluasi bersama
4. Menyatukan rasa pasien dan im
nyaman setelah kesehatan lain
nyeri berkurang 6. Bantu pasien dan
keluarga untuk
mencari
dukungan
7. Kurangi factor
presipitasi nyeri
8. Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi
9. Berikan analgetik
untuk
mengurangi nyeri
10. Evaluasi
keefektifan
control nyeri.
BAB IV
16
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pelayanan asuhan keperawatan pada ibu post fistuloraphy atas indikasi
fistula vesiko vaginalis harus sesuai dengan instruksi dokter. Asuhan yang
diberikan kepada ibutersebut, seperti mengontrol keadaan umum ibu dan
tanda-tanda vital, menganjurkan ibu untuk bed rest total dan banyak minum
air putih sesuai yang diinstruksikan dokter,menganjurkan ibu untuk makan
yang cukup dan mengingatkan ibu untuk rutin minumobat yang diresepkan
dokter.
4.2 Saran
Semoga dalam pembuatan makalah ini berguna bagi pembaca pada
umumnya dan khusunya berguna bagi penulis dalam memberikan asuhan
keperawatan pada ibu post fistuloraphy atas indikasi fistula vesiko vaginalis.
Dalam pembuatan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini jauh
dari kesempurnaan untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun, agar pembuatan makalah selanjutnya bisa lebih baik
lagi.
17