Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fistula Vesiko Vagina banyak ditemukan di negara sedang berkembang


sebagai akibat persalinan yang lama maupun penanganan yang kurang baik. Di
negara maju Fistula Vesiko Vagina terbanyak disebabkan oleh tindakan operasi
histerektomi baik secara abdominal maupun transvaginal. (Sarwono, 2010)

Fistula Vesiko Vagina merupakan kasus yang tidak seorangpun


membayangkan akan terjadi pada dirinya. Penderitaan pasien, bukan hanya pada
fisik saja berupa mudahnya mengalami ISK, namun memiliki dampak psikososial
yang dirasakan lebih menyakitkan. Penderita merasa terisolasi dari pergaulan,
keluarga dan lingkungan kerjanya oleh karena senantiasa mengeluarkan urine dan
bau yang tidak sedap setiap saat. Tidak jarang suami akan meninggalkannya
dengan alasan tidak terpenuhinya kebutuhan biologis dengan wajar. (Sarwono,
2010)

Pada kasus seperti ini apabila tidak mendapatkan pelayanan obstetri yang
memadai saat persalinan, penderita akan mengalami persalinan kasip.

Angka kejadian pasti di Indonesia sulit didapatkan oleh karena banyak


laporan hanya menggambarkan kejadian pada penderita yang datang ke Rumah
Sakit. WHO (1991) melaporkan angka kejadian di Afrika 55 – 80 per 100.000
kelahiran hidup. Di Ethiopia 90 % disebabkan oleh persalinan kasip.

1.2 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

Tujuan Umum:

1
a. Tujuan dari dibuatnya laporan ini supaya memenuhi tugas praktik
klinik keperaawatan dasar yang dilaksanakan di RSUD Arifin Achmad
di ruang teratai.

Tujuan Khusus

a. Agar pembaca umum, perawat atau pun mahasiswa keperawatan


mampu menerapkan setiap proses keperawatan meliputi pengkajian,
diagnose, intervensi, implementasi, dan evaluasi

1.3 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Agar pembaca baik umum, perawat, maupun mahasiswa keperawatan
mampu mempelajari dan mempraktikkan asuhan keperawatan pada
pasien dengan penyakit fistula vesiko vagina.
b. Menambah wawasan perawat maupun mahasiswa keperawatan dalam
teknik pembuatan asuhan keperawatan kepada pasien.

2
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Dasar Penyakit

2.1.1 Definisi

Fistula genitourinaria adalah terbentuknya hubungan antara traktus


genitalis dan traktus urinarius. Bentuk yang tersering adalah fistula vesikovaginal
dan fistula ureterovaginal.

Fistula vesikovaginal yaitu terbentuknya fistel atau lubang pada dinding


vagina yang menghubungkan kandung kemih dengan vagina, akibatnya urine
keluar melalui saluran vagina tanpa disadari. (Sarwono, 2010)

2.1.2 Etiologi

Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya Fistula Vesiko Vagina


antara lain:

1.    Komplikasi Obstetrik, yaitu terjadi karena persalinan.

a.    Karena robekan oleh forceps, alat-alat yang meleset atau karena


sectio sesare

b.    Karena nekrosis tekanan, dimana jaringan tertekan lama antara


kepala anak dan sympisis seperti pada persalinan dengan panggul
sempit, hydrocepalus atau kelainan letak. Kalau pembukaan belum
lengkap dapat terjadi fistula cervicalis atau fistel ureter, sedangkan
pada pembukaan lengkap biasanya terjadi fistula vesico vaginalis.
Pengawasan kehamilan yang baik disertai pimpinan dan penanganan
persalinan yang baik pula akan mengurangi jumlah fistel akibat
persalinan.Fistel karena perlukaan atau robekan terjadi segera setelah

3
partus, sedangkan fistel karena nekrosis (partus lama) terjadi 4-7 hari
post partum.

2.    Operasi Ginekologi, terjadi pada :

a.    Karsinoma, terutama karsinoma servisis uteri

b.    Karena penyinaran : baru timbul 2-5 tahun setelah penyinaran

c.    Karena operasi ginekologis : pada histerektomi abdominal dan


vaginal atau operasi untuk prolaps dapat terjadi perlukaan vesika
urinaria. Pada histerektomi totalis dapat terjadi lesi dari ureter
atau kandung kemih.

3.    Fistula Traumatik, terjadi pada:

a.   Pada abortus kriminalis

b. Perlukaan oleh benda-benda runcing, misalnya karena terjatuh


pada benda yang runcing.

c.   Karena alat-alat : kateter, sonde, kuret

4.    Penyebab lain yang jarang ditemukan seperti kondisi peradangan


saluran pencernaan, penyakit chronis, trauma yang berasal dari benda
asing dan kelainan kongenital

2.1.3 Manifestasi Klinis


Adapun tanda dan gejala dari penyakit fistula vesiko vagina ini adalah
sebagai berikut:
Secara klinis gejala Fistula Vesiko Vagina mengalami inkontinen urine
dan tidak ada rasa nyeri. Komplikasi yang sering terjadi yaitu adanya iritasi pada
daerah perineum dan paha atas, dermatitis kronis, infeksi saluran kemih serta
penumpukkan kristal (Calculi pada buli-buli), amenorrhoe sekunder sebagai
akibat sentral oleh karena depresi berat dan endometritis. Juga dapat terjadi
striktura / stenosis vagina yang merupakan gejala yang sering bersamaan dengan
fistula.

4
Fistula sebagai akibat trauma obstetrik dapat timbul segera setelah
persalinan atau beberapa lama setelah persalinan, sedangkan fistula akibat
tindakan operasi ginekologi 5 - 14 hari pasca bedah.

Pada fistula yang kecil urine dapat merembes sedikit. Gejala paling sering
dari Fistula Vesiko Vagina adalah inkontinensia total involunter yaitu adanya
iritasi daerah vulva dan seringnya terjadi ISK. Trias gejala yang timbul setelah
tindakan pembedahan : sekret air kencing, nyeri perut dan kenaikan suhu badan
dapat dipastikan adanya Fistula Vesiko Vagina.

2.1.3 Klasifikasi Fistula


Terdapat 2 jenis fistula vesikovaginalis, yaitu :
a. Simple vesicovaginal fistulae
- Ukuran fistula < 2-3 cm dan terletak supratrigonal.
- Tidak ada riwayat radiasi atau keganasan
- Panjang vagina normal
b. Complicated vesicovaginal fistulae
- Mempunyai riwayat radiasi sebelumnya
- Terdapat keganasan pelvis
- Vagina pendek.
- Ukuran fistula > 3 cm.
- Mengenai trigonum vesika urinaria
2.1.4 Patofisiologi
Secara normal pada proses partus atau persalinan, bagian kepala
bayi akan menekan secara langsung jaringan lunak pada jalan lahir dan
juga tulang pada dasar panggul, sehingga kandung kemih yang berada di
bawahnya juga akan ikut tertekan. Namun, apabila proses partus
bertambah panjang, maka akan terjadinya penekanan yang lama antara
kepala dan tulang panggul yang menyebabkan gangguan sirkulasi
(iskemia) sehingga bisa terjadi kematian jaringan lokal (nekrosis). Sebagai
respon penyembuhan terhadap nekrosis jaringan, tubuh akan membentuk
jaringan fibrosis/parut pada daerah tersebut berbentuk lubang. Lubang
inilah yang nantinya akan membentuk fistula.

5
2.1.5 Pathway

Partus yang lama Pasca operasi

Penekanan pada daerah jalan


lahir dan kandung kemih

Gangguan sirkulasi (iskemia)

Kematian jaringan (nekrosis)

Respon penyembuhan : Pembentukan


jaringan fibrosis

Pembentukan fistula
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang
1 Tes pewarnaan Urine (Test Metilen Biru)
Dilakukan jika dengan pemeriksaan Spekulum lokasi Fistel sukar
ditentukan. Beberapa kasa diletakkan dalam vagina, kemudian
kandung kemih diisi dengan metilen biru melalui kateter sebanyak 30-
50 cc. Setelah 3 – 5 menit kasa dalam vagina dikeluarkan satu per satu
dengan mudah dapat terlihat adanya cairan metilen biru dan sekaligus
dapat mengetahui lokasi Fistula Vesiko Vagina.
2 Cara lain yang hampir sama yaitu ( Test Tampon Moir )
Disini digunakan untuk membedakan antara Fistula Utero Vagina
yang kecil dan Fistula Vesiko Vagina.
Caranya : 150 – 200 cc larutan metilen biru dimasukkan dalam
kandung kemih, sebelumnya sudah dimasukkan 3 tampon dalam
vagina. Pasien kemudian disuruh jalan-jalan selama 10-15 menit,
kemudian tampon dikeluarkan. Jika tampon bagian bawah basah dan
berwarna biru maka kebocoran dari urethra. Jika bagian tengah basah
dan berwarna kebiruan berarti dari Fistula Vesiko Vagina. Jika bagian
atas yang basah tetapi tidak berwarna biru berarti dari ureter.
3 Endoskopi ( Cystoscopy )
Dapat membedakan lokasi dan ukuran Fistel serta derajat reaksi
radang sekitar Fistel. Banyak Fistel yang terjadi sesudah tindakan
histerektomi dan lokasi biasanya dibelakang cela intra uterin dan
berhubungan dengan dinding anterior vagina.
4 Pemeriksaan Radiologis
IVP dilakukan untuk membedakan Fistula Vesiko Vagina atau
Obstruksi Ureter dengan retrograde Pyelogram paling bermakna untuk
menentukan adanya Fistula Vesiko Vagina. Retrograde Pyelogram
dilakukan jika pada IVP ditemukan keadaan yang abnormal atau lokasi
Fistula sukar ditentukan.
7
2.1.7 Komplikasi
1 Infeksi
2 Gangguan fungsi reproduksi
3 Gangguan dalam berkemih
4 Gangguan dalam defekasi
5 Ruptur/ perforasi organ yang terkait
6 Adanya iritasi pada daerah perineum dan paha atas, dermatitis
kronis, infeksi saluran kemih serta penumpukkan kristal (Calculi
pada buli-buli), amenorrhoe sekunder sebagai akibat sentral oleh
karena depresi berat dan endometritis.
7 Juga dapat terjadi striktura / stenosis vagina yang merupakan gejala
yang sering bersamaan dengan fistula.
2.1.8 Penatalaksanaan
Fistula vesikovaginal yang disebabkan oleh trauma. Pada keadaan
ini segera setelah terjadi fistula, kelihatan air kencing menetes ke dalam
vagina. Jika hal ini ditemukan, harus segera dilakukan penjahitan luka
yang terjadi. Sebelum penjahitan, terlebih dahulu dipasang kateter tetap
dalam vesika urinaria, kemudian baru luka dijahit lapis demi lapis sesuai
dengan bentuk anatomi vesika urinaria; yaitu mula-mula dijahit selaput
lendir, kemudian otot-otot dinding vesika urinaria lalu dinding depan
vagina. Jahitan dapat dilakukan secara terputus-putus atau jahitan angka
delapan (figure of eight suture).
Kateter tetap dibiarkan di tempat selama beberapa waktu. Fistula
vesikovaginal yang disebabkan oleh karena lepasnya jaringan nekrosis.
Dalam hal ini gejala beser kencing tidak segera dapat dilihat. Gejala-gejala
baru kelihatan setelah 3-10 hari pasca persalinan.
Kadang-kadang pada fistula yang kecil, dengan menggunakan kateter tetap
(untuk drainase vesika urinaria) selama beberapa minggu, fistula yang
kecil tersebut dapat menutup sendiri. Pada fistula yang agak besar,
penutupan fistula baru dapat dilakukan setelah 3-6 bulan pasca persalinan.
8
Fistula rectovaginal Merupakan suatu fistula yang terjadi karena adanya
perforasi pada septum rectovaginal dapat terjadi karena proses persalinan.
Pembedahan selalu dianjurkan karena beberapa fistula sembuh
secara spontan. Fistulektomi (eksisi saluran fistula) adalah prosedur yang
dianjurkan. Usus bawah dievakuasi secara seksama dengan enema yang
diprogramkan. Selama pembedahan, saluran sinus diidentifikasi dengan
memasang alat ke dalamnya atau dengan menginjeksi saluran dengan
larutan biru metilen. Fistula didiseksi ke luar atau dibiarkan terbuka, dan
insisi lubang rektalnya mengarah keluar. Luka diberi tampon dengan kasa.
Tidak ada penanganan medikal yang dapat mengkoreksi fistula
vesikovaginal dan fistula ureterovaginal dengan memuaskan. Meskipun
estrogen conjugated (oral atau transvaginal) dapat memperbaiki jaringan
vagina menjadi lebih lunak dan lembut untuk persiapan reparasi fistula.
Hal ini penting untuk wanita postmenopause dan wanita dengan vaginitis
atropik. Dapat juga diberikan estrogen vaginal cream pada pasien
hipoestrogenik. Estrogen vaginal cream diberikan selama 4 – 6 minggu,
dosis 2 – 4 gr saat tidur sekali per minggu.
Untuk mengurangi risiko cystitis, produksi mukus yang banyak,
dan terbentuknya batu buli-buli, maka urine diasamkan dengan diberikan
Vitamin C oral 3 x 500 mg per hari. Untuk higiene pribadi dan perawatan
kulit, maka rendam duduk dengan kalium permanganat.

2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian

Didapatkah hasil pengkajian yaitu:

1. Klaudikasi nyeri
a. Gangguan mulai dengan nyeri pada bagian pasca operasi. Pasien dapat
melaporkan nyeri seperti tertusuk pada bagian vagina.
b. Nyeri terjadi secara tiba tiba.
2.2.2 Diagnosa

9
Dari data pengkajian, diagnosa yang akan muncul pada penyakit post
operasi fistula vesiko vagina antara lain:
1. Nyeri berhubungan dengan agen percedera fisik d.d mengeluh nyeri
2. Inkontinensia reflex b.d kerusakan jaringan d.d tidak mengalami sensasi
berkemih
3. Gangguan mobilitas fisik b.d program pembatan gerak d.d Gerakan
terbatas
4. Konstipasi b.d aktifitas fisik harian kurang dari yang dianjurkan d.d
pengeluaran feses lama dan sulit
2.2.3 Intervensi

Diagnosa 1 : Nyeri berhubungan dengan agen percedera fisik d.d


mengeluh nyeri

Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam terdapat penurunan nyeri dari ekstremitas.


Kriteria Hasil : secara subjektif klien mengatakan rasa nyeri berkurang, secara
objektif didapatkan TTV dalam batas normal dan wajah rileks.
Intervensi
Observasi
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
- Identifikasi respons nyeri non verbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (misalnya:
hipnosis, aromaterapi, kompres)
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (misalnya: suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjukan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
10
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu

Diagnosa 2 : Inkontinensia reflex b.d kerusakan jaringan d.d tidak


mengalami sensasi berkemih

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien akan bisa


melaporkan suatu pengurangan/penghilangan inkontinensia
Kriteria Hasil : klien dapat menjelaskan penyebab inkontinensia dan rasional
penatalaksanaan.
Intervensi
Observasi
- Identifikasi penyebab inkontenensia urine (mis. Gangguan fungsi kognitif,
cedera tulang belakang, obat obatan, usia,riwayat operasi
- Identifikasi perasaan dan persepsi terhadap inkontinensia urine
Terapeutik
- Sediakan pakaian dan lingkungan yang mendukung program inkontinensia
urine
- Ambil sampel urine untuk pemeriksaan urine lengkap atau fraktur
Edukasi
- Jelaskan definisi, jenis dan penyebab inkontinensia urine
- Diskusikan program inkontinensia urine (mis. Jadwal minum dan
berkemih, konsumsi obat diuretic, latihan penguatan otot otot perkemihan)
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan medis dan fisioterapis untuk mengatasi inkontinensia
urine, jika perlu

Diagnosa 3 : Gangguan mobilitas fisik b.d program pembatan gerak d.d


Gerakan terbatas

Tujuan : Mengajarkan perilaku untuk meningkatkan rentang gerak, kekuatan


otot dan kemampuan bergerak
Kriteria Hasil : Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak
hadirnya/pembatasan kontraktur
Intervensi
11
Observasi
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
- Identifikasi indikasi dan kontra indikasi mobilisasi
- Monitor kemajuan pasien/keluarga dalam melakukan mobilisasi
Terapeutik
- Persiapkan materi, media dan alat-alat seperti bantal, gait belt
- Jadwalkan waktu Pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan pasien dan
keluarga
- Beri kesempatan kepada pasien/keluarga untuk bertanya
Edukasi
- Jelaskan prosedur, tujuan, indikasi, dan kontraindikasi mobilisasi serta
dampak imobilisasi
- Ajarkan cara mengidentifikasi sarana dan prasarana yang mendukung
untuk mobilisasi dirumah
- Ajarkan cara mengidentifikasi kemampuan mengidentifikasi
- Demonstrasikan cara mobilisasi di tempat tidur
- Demonstrasikan cara melatih gerak
- Ajarkan pasien/keluarga mendemonstrasikan mobilisasi miring
kanan/miring kiri/latihan rentang gerak sesuai yang telah di
demonstrasikan

Diagnosa 4 Konstipasi b.d aktifitas fisik harian kurang dari yang


dianjurkan d.d pengeluaran feses lama dan sulit

Tujuan : menurunkan resiko terjadinya penurunan frekuensi normal defekasi


yang disertai kesulitan pengeluaran feses yang tidak lengkap
Kriteria Hasil : klien diharapkan mampu melakukan defekasi satu kali sehari
Intervensi
Observasi
- Identifikasi faktor resiko konstipasi
- Monitor tanda dan gejala konstipasi
- Identifikasi status kognitif untuk mengkomunikasikan kebutuhan
- Identifikasi penggunaan obat obatan yang menyebabkan konstipasi
Terapeutik
- Batasi minuman yang mengandung kafein dan alcohol
- Jadwalkan rutinitas BAB
- Lakukan masase abdomen
- Berikan terapi akupresur
Edukasi
12
- Jelaskan penyebab dan factor resiko konstipasi
- Anjurkan minum air putih sesuai dengan kebutuhan
- Anjurkan mengkonsumsi makanan berserat
- Anjurkan meningkatkan aktivitas fisik sesuai kebutuhan
- Anjurkan berjalan 15-20 menit 1-2 kali/hari
- Anjurkan berjongkok untuk memfasilitasi proses BAB
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi, jika perlu

BAB III

Asuhan Keperawatan pada Ny. E dengan

PO Fistula Vesiko Vaginalis

3.1 Pengkajian Keperawatan

A. DATA

Nama Pasien : Ny. E

Tanggal Lahir : 07/07/1993

Umur : 26 th

Jenis Kelamin : Perempuan

Suku Bangsa : Melayu

Tanggal Masuk RS : 15/10/2019

Dari/Rujukan : RSUD Bengkalis

Tanggal Pengkajian : 22/10/2019

No. MR : 00926414

13
Dx. Medis : Po Fistulu Vesiko Vagina

B. KELUHAN UTAMA
(Saat Masuk RS / Alasan Masuk RS)

Ny.E mengatakan dengan keluhan keluarnya cairan BAK dari jalan lahir,
pada 4 bulan yang lalu pasien operasi kista ovarium dan histerektomi,
kurang lebih dua bulan setelah itu pasien merasa keluar urin tanpa sadar
dari jalan lahir

(Saat Pengkajian)

Saat dikaji, Ny E tampak meringis kesakitan karena nyeri pasca operasi,


kateter masih terpasang karena tidak sadar nya urin merembes, dan
mengeluh sulit BAB. Hasil TTV (HR: 82x/m, RR: 22x/m, Temp: 36,7◦C,
TD: 110/80 mmHg).

C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Kronologis dari penyakit yang diderita saat ini mulai awal hingga di bawa
ke RS secara lengkap meliputi (PQRST) :

P = Provoking : nyeri disebabkan karena gejala yang timbul dari penyakit

Q = Quality : nyeri terasa seperti mendenyut-denyut

R = Regio : di vagina pasca operasi

S = Severity : skala nyeri 4 (nyeri sedang)

T = Time : nyeri terkadang

D. RIWAYAT KESEHATAN SEBELUMNYA


1. Penyakit yang pernah diderita:
Ny. E pernah memiliki riwayat penyakit kista ovarium dan hiterektomi

14
2. Pernah dirawat di rumah sakit : Ya/Tidak
3. Obat-obatan yang pernah digunakan:
Ny. E pernah mengkonsumsi obat-obat an paracetamol

4. Pernah dilakukan tindakan operasi : Ya/Tidak


5. Jika Ya, jenis operasi yang dilakukan:
Ny. E pernah melakukan operasi Kista ovarium dan hiterektomi

6. Alergi (makanan/obat-obatan/debu/cuaca)
Ny.E tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan, obat-obatan,
debu, atau cuaca.

7. Kecelakaan
Ny. E sebelumnya tidak pernah memiliki riwayat kecelakaan.

E. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA

: Laki laki

: Perempuan

:Meninggal

: Pasien

F. POLA PEMELIHARAAN KESEHATAN


a. Pola Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi
15
Pemenuhan
No Di Rumah Di Rumah Sakit
Makan/Minum
1 Jumlah / Waktu Pagi : sekali (08.00) Pagi : sekali (07.00)

Siang : sekali (12.00) Siang : sekali (12.00)

Malam : sekali (20.00) Malam : sekali (19.00)


2 Jenis Nasi : nasi putih Nasi : nasi putih lunak

Lauk : ikan, daging Lauk : ayam

Sayur : sayuran tumis Sayur : sayuran tumis

Minum : air putih Minum/ Infus : NaCl 500 cc


3 Pantangan - -
4 Kesulitan
- -
Makan / Minum
5 Usaha-usaha Jika tidak selera makan,
mengatasi diganti dengan cemilan
-
masalah kue, roti dan lain
sebagainya

b. Pola Eliminasi
Pemenuhan
No Di Rumah Di Rumah Sakit
Eliminasi BAB /BAK
1 Jumlah / Waktu BAB dalam sehari bisa Tidak ada BAB selama
satu atau dua kali di RS

BAK dalam sehari bisa BAK dalam sehari ± 600


mencapai ± 1500 ml. ml.
2 Warna BAB : kecoklatan BAB : jarang

BAK : kuning muda BAK : kuning pekat


3 Bau Normal Normal

16
4 Konsistensi Normal Normal
5 Masalah Eliminasi - -
6 Cara Mengatasi Meminum obat sirup
Masalah laxadine 3x1

Meminum obat Dulcolax


5 gr tablet pada malam
-
hari sebelum tidur setelah
perut kosong

Pemakaian obat microlax


1 tube pada anus

c. Pola Istirahat Tidur


Pemenuhan Istirahat
No Di Rumah Di Rumah Sakit
Tidur
1 Jumlah / Waktu Pagi : - Pagi : 2 jam

Siang : 2 jam Siang : 2jam

Malam : 7-8 jam Malam : 6 jam


2 Gangguan Tidur - -
3 Upaya Mengatasi
- -
Gangguan tidur
4 Hal Yang Memper-
Main hp, menonton Main hp, menonton
mudah Tidur
5 Hal Yang Memper-
- -
mudah bangun

d. Pola Kebersihan Diri / Personal Hygiene


No Pemenuhan Di Rumah Di Rumah Sakit
Personal

17
Hygiene
1 Frekuensi Mencuci
Setiap hari Jarang
Rambut
2 Frekuensi Mandi Dua kali sehari Jarang
3 Frekuensi Gosok
Dua kali sehari Jarang
Gigi
4 Keadaan Kuku Bersih Agak kotor

e. Aktivitas Lain
Aktivitas Yang
No Di Rumah Di Rumah Sakit
Dilakukan
Terhambat nya aktivitas
- - dikarenakan pasien
bedrest selama 10 hari

f. Riwayat Sosial Ekonomi

a. Latar belakang social, budaya dan spiritual klien


Kegiatan kemasyarakatan : berkumpul Bersama ibu ibu di lingkungan
rumah

Konflik social yang dialami klien : tidak ada

Ketaatan klien dalam menjalankan agamanya : baik

Teman dekat yang senantiasa siap membantu : ada

b. Ekonomi
Siapa yang membiayai perawatan klien selama dirawat : BPJS
Apakah ada masalah keuangan dan bagaimana mengatasinya : tidak

G. PEMERIKSAAN FISIK
18
Keadaan Umum : sedang

Status Kesadaran : composmentis

Tanda-tanda vital (TTV) TD : 110/80 mmHg

Temp : 36,8◦C

Nadi : 82x/m

RR : 22x/m

TB : 155 cm BB : 48 kg

INTEGUMENT

Inspeksi :

Adakah lesi ( + / - ), Jaringan parut ( + / - )

Warna Kulit : Kuning langsat

Bila ada luka bakar lokasi : .............,

dengan luas : ................ %

Palpasi : Tekstur ( halus / kasar ),

Turgor / Kelenturan ( baik / jelek ),

Struktur ( keriput / tegang ),

Lemak subcutan ( tebal / tipis )

Nyeri tekan ( + / - ) pada daerah pasca operasi,


bagian vagina

Identifikasi luka / lesi pada kulit

1. Tipe Primer : Makula (+/-)

Papula (+/-)

19
Nodule (+/-)

Vesikula (+/-)

2. Tipe Sekunder : Pustula (+/-)

Ulkus (+/-)

Crusta (+/-)

Exsoriasi (+/-)

Sear (+/-)

Lichenifikasi ( + / - )

Kelainan- kelainan pada kulit :

Naevus Pigmentosus (+/-)

Hiperpigmentasi (+/-)

Vitiligo/Hipopigmentasi (+/-)

Tatto (+/-)

Haemangioma (+/-)

Angioma/toh (+/-)

Spider Naevi (+/-)

Strie (+/-)

Masalah Integumen yang lain : -

Masalah Keperawatan : -

PEMERIKSAAN KEPALA

20
Inspeksi :

Bentuk : (dolicephalus/lonjong, brakhiocephalus/bulat)

Kesimetrisan (+/-)

Hidrochepalus (+/-)

Luka (+/-)

Darah (+/-)

Trepanasi (+/-)

Palpasi :

Nyeri tekan ( + / - ),

Fontanella pada bayi (cekung / tidak)

Rambut: Panjang/pendek/tanpa rambut/kotor/mudah rontok/gatal-gatal.

Lain –lain : .....................................................................................................

Masalah keperawatan : ..................................................................................

Mata: Ikterik/ midriasis/pakai kacamata/ contact lens/gangguan


penglihatan

Inspeksi : Kelengkapan dan kesimetrisan mata (+/-)

Ekssoftalmus ( + / - ), Endofthalmus (+/-)

Kelopak mata / palpebra : Oedem (+/-)

Ptosis ( + / - ), Peradangan ( + / - ), Luka


( + / - ), Benjolan ( + / - ), Bulu mata :
( rontok / tidak )

21
Konjunctiva dan sclera :

Perubahan warna : tidak Warna iris : hitam

Reaksi pupil terhadap cahaya ( miosis / midriasis )

Pupil isokor ( + / - ),

Kornea : warna hitam Nigtasmus ( + / - ), Strabismus ( + / - )

Pemeriksaan Visus

Dengan Snelen Card :

OD ............. OS ..................

Tanpa Snelen Card :

Ketajaman Penglihatan ( Baik / Kurang )

Pemeriksaan lapang pandang :

Normal / Haemi anoxia / Haemoxia

Pemeriksaan tekanan bola mata, Dengan tonometri …………,

Lain – lain ......................................................................................................


........................................................................................................................

Masalah keperawatan : ..................................................................................

Hidung: Perdarahan/sinusitis/gangguan penciuman/malformasi/ terpasang


NGT

Lain-lain : ......................................................................................................
22
Masalah keperawatan : ..................................................................................

Mulut: Kotor/ bau/terpasang ETT/Gudel/perdarahan/lidah kotor/gangguan


pengecapan

Lain-lain : ......................................................................................................

Masalah keperawatan : ..................................................................................

Gigi: Gigi palsu/kotor/kawat gigi/ karies/tidak ada gigi

Lain-lain : ......................................................................................................

Masalah keperawatan : ..................................................................................

Telinga: Perdarahan/terpasang alat bantu/ infeksi/gangguan pendengaran

Lain-lain : ......................................................................................................

Masalah keperawatan : ..................................................................................

Leher : Pembesaran KGB/ kaku kuduk/ terpasang trakeostomi

JPV: ...............................................................................................................

Lain-lain : ......................................................................................................

Masalah keperawatan : ..................................................................................

PEMERIKSAAN TORAK

PARU

a. Inspeksi :

23
Bentuk torak (Normal chest/Pigeon chest/Funnel chest/Barrel
chest), Susunan ruas tulang belakang (Kyposis/Scoliosis/Lordosis),

Bentuk dada ( simetris / asimetris ) Keadaan kulit ............,

Retraksi otot bantu pernafasan : Retraksi intercosta ( + / - ),


Retraksi suprasternal ( + / - ), Sternomastoid ( + / - ), Pernafasan
cuping hidung ( + / - ).

Pola nafas : (Eupnea/ Takipneu/ Bradipnea/ Apnea/


CheneStokes/ Biot’s/ Kusmaul)

Amati : Cianosis ( + / - ), Batuk ( produktif / kering / darah )

b. Palpasi : Pemeriksaan taktil / vocal fremitus : getaran antara kanan


dan kiri teraba (sama / tidak sama).
Lebih bergetar sisi ............................

c. Perkusi : Area paru : ( sonor / Hipersonor / dullnes )

d. Auskultasi
Suara nafas Area Vesikuler : ( bersih / halus / kasar )

Area Bronchial : ( bersih / halus / kasar )

Area Bronkovesikuler : ( bersih / halus / kasar )

1. Suara Ucapan: Terdengar :


Bronkophoni (+/-)

Egophoni (+/-)

Pectoriloqy (+/-)

2. Suara tambahan: Terdengar :


Rales (+/-)
24
Ronchi (+/-)

Wheezing (+/-)

Pleural fricion rub (+/-)

Keluhan lain terkait Px. Torak dan Paru : .........................................

JANTUNG

a. Inspeksi : Ictus cordis ( + / - ), pelebaran ........cm


b. Palpasi : Pulsasi dinding torak teraba : (Lemah/Kuat/Tak teraba )
c. Perkusi : Batas-batas jantung normal adalah :
Batas atas : (N = ICS II)

Batas bawah : (N = ICS V)

Batas kiri : (N = ICS V Mid Clavikula Sinistra)

Batas kanan : (N = ICS IV Mid Sternalis Dextra)

d. Auskultasi
BJ I terdengar ( tunggal / ganda ), ( keras / lemah ), ( reguler /
irreguler )

BJ II terdengar ( tunggal / ganda ), ( keras / lemah ), ( regular /


irreguler )

Bunyi jantung tambahan : BJ III ( + / - ), Gallop Rhythm ( + / - ),


Murmur ( + / - )

Keluhan lain terkait dengan jantung : .........................................................

Masalah keperawatan : ................................................................................

25
PEMERIKSAAN ABDOMEN

Inspeksi : Bentuk abdomen : ( cembung / cekung / datar )

Massa/Benjolan ( + / - ),

Kesimetrisan ( + / - ),

Bayangan pembuluh darah vena (+ /-)

Auskultasi Frekuensi peristaltic usus 31 x/menit

( N = 5 – 35 x/menit),

Borborygmi ( + / - )

Palpasi

Palpasi Hepar : Dideskripsikan :

Nyeri tekan ( + / - ), pembesaran ( + / - ), perabaan (keras / lunak),


permukaan (halus / berbenjol-benjol), tepi hepar (tumpul / tajam) .
( N = hepar tidak teraba).

Palpasi Lien :

Gambarkan garis bayangan Schuffner dan pembesarannya.......

Dengan Bimanual lakukan palpasi dan diskrisikan nyeri tekan


terletak pada garisScuffner ke berapa ? .............( menunjukan
pembesaran lien)

Palpasi Appendik :

Buatlah garis bayangan untuk menentukan titik Mc. Burney.

26
Nyeri tekan ( + / - ), nyeri lepas ( + / - ), nyeri menjalar
kontralateral ( + / - ).

Palpasi dan Perkusi Untuk Mengetahui ada Acites atau tidak :

Shiffing Dullnes ( + / - ) Undulasi ( + / - )

Normalnya hasil perkusi pada abdomen adalah tympani.

Palpasi Ginjal :

Bimanual diskripsikan : nyeri tekan ( + / - ), pembesaran ( + / - )

(N = ginjal tidak teraba).

Keluhan lain terkait dengan Px. Abdomen : .................................................

Masalah keperawatan : ..................................................................................

PEMERIKSAAN GENITALIA:

Perdarahan/terpasang kateter/trauma/malforasi/menstruasi/infeksi

Lain-lain : ...................................................................................................

Masalah keperawatan : inkontinensia reflex bd kerusakan jaringan dd


tidak mengalami sensasi berkemih

PEMERIKSAAN MUSKULOSKELETAL

Kaki: Fraktur/ edema/ malforasi/ luka/infeksi/keganasan/sianosis/dingin

Lain-lain : ...................................................................................................

Masalah keperawatan : ...............................................................................


27
Punggung: Lordosis/kiposis/skoliosis/luka/dekubitus/infeksi

Lain-lain : ...................................................................................................

Masalah keperawatan : ...............................................................................

HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN DIAGNOSTIK

Kimia darah :

Hb Leukosit Eritrosit Trombosit Hematokrit

12,4g/dl 9.09/mm3 4.69 jt/mm3 164.000/mm3 38.3%

TERAPI MEDIKASI / OBAT-OBATAN YANG DIBERIKAN SAAT INI

IV Ceftriaxone 2 x 1 amp

IV Dexametaxone 2 amp

Paracetamol 3 x 500 g

Laxadine 3x1 hari ( 60 ml )

Nicrolac 1 tube

MASALAH KEPERAWATAN

1. Nyeri berhubungan dengan agen percedera fisik d.d mengeluh nyeri


2. Inkontinensia reflex b.d kerusakan jaringan d.d tidak mengalami sensasi
berkemih
3. Gangguan mobilitas fisik b.d program pembatan gerak d.d Gerakan
terbatas
4. Konstipasi b.d aktivitas fisik harian kurang dari yang dianjurkan d.d
pengeluaran feses lama dan sulit

ANALISA DATA

28
No
Data Klien Etiologi Problem
.
1. DS: Nyeri

P: nyeri akibat gejala penyakit


saat ini.
Luka insisi bedah
Q: nyeri terasa seperti tertusuk- akibat post operasi
tusuk. ↓

R: di pasca operasi, vagina Terputusnya


inkontinuitas jaringan
S: skala nyeri 4

T: nyeri terkadang
Terganggunya resptor
DO:
nyeri
Pasien tampak meringis

kesakitan, adanya nyeri pada
bagian vagina. Hasil TTV (HR: Nyeri
82x/m, RR: 22x/m, Temp:
36,7◦C, TD: 110/80 mmHg).
2. DS:Pasien mengatakan tidak ada Luka insisi bedah
nya senasi berkemih, urin terus akibat post operasi
Inkontinensia
mengalir seperti mengompol ↓
reflex
Terputusnya
inkontinuitas jaringan
DO:

Pasien terpasang kateter untuk
mencegah urin merembes Kerusakan jaringan

Tidak merasakan
sensasi berkemih

29

Inkontinensia reflex

3. DS: Luka insisi bedah Gangguan


akibat post operasi mobilitas fisik
Pasien mengeluh sulit

beraktivitas, tidak bisa bergerak
Terputusnya
inkontinuitas jaringan
DO:

Pasien tampak mengalami
Terganggunya resptor
kelemahan, gerakan pasien
nyeri
terbatas dan kekuatan otot
lemah, serta aktivitas pasien ↓
harus dibantu.
Nyeri

Pergerakan anggota
tubuh terbatas

Gangguan mobilitas
fisik

4 DS: Luka insisi bedah Konstipasi


akibat post operasi
Pasien mengeluh sulit BAB,

pasien mengatakan perut
kembung karena belum Intake nutria kurang
mengeluarkan feses sejak operasi dikarenakan lemah
pasca operasi

30
DO: ↓

Pasien tampak mengalami Nutrisi berkurang


kelemahan, gerakan pasien

terbatas dan kekuatan otot
lemah, serta aktivitas pasien Pengeluaran eliminasi

harus dibantu. menurun

Konstipasi

3.2 Diagnosa Keperawatan


Dari hasil pengkajian yang telah didapat, muncul berbagai masalah
keperawatan, yaitu:

1. Nyeri b.d agen percedera fisik d.d mengeluh nyeri


2. Inkontinensia reflex b.d kerusakan jaringan d.d tidak mengalami sensasi
berkemih
3. Gangguan mobilitas fisik b.d program pembatan gerak d.d Gerakan
terbatas
4. Konstipasi b.d aktivitas fisik harian kurang dari yang dianjurkan d.d
pengeluaran feses lama dan sulit

31
\

32
33
3.2 Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan langkah keempat dalam tahap proses
keperawatan. Implementasi merupakan realisasi tindakan dari rencana tindakan
yang sudah dibuat. Dalam pelaksanaan rencana tindakan, terdapat dua jenis
tindakan, yaitu tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi (Hidayat, 2011).
Diagnosa 1 : Nyeri b.d penurunan suplai darah karena adanya oklusi
pembuluh darah perifer d.d pasien tampak meringis kesakitan, peningkatan
tekanan darah.
Observasi
- Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
- Mengidentifikasi respons nyeri non verbal
34
- Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Mengidentifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Mengidentifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
- Memonitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
- Memonitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik

- Memberikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (misalnya:


hipnosis, aromaterapi, kompres)
- Mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (misalnya: suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
- Memfasilitasi istirahat dan tidur
- Mempertimbangkan jenis dan sumber dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi

- Menjelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri


- Menjelaskan bagaimana strategi meredakan nyeri
- Menganjukan untuk memonitor nyeri secara mandiri
- Menganjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi

- Berkolaborasi dengan dokter terkait pemberian analgetik jika perlu

Diagnosa 2 Inkontinensia reflex b.d kerusakan jaringan d.d tidak mengalami


sensasi berkemih

Observasi

- Mengidentifikasi penyebab inkontenensia urine (mis. Gangguan fungsi


kognitif, cedera tulang belakang, obat obatan, usia,riwayat operasi
- Mengidentifikasi perasaan dan persepsi terhadap inkontinensia urine
Terapeutik

35
- Menyediakan pakaian dan lingkungan yang mendukung program inkontinensia
urine
- Mengambil sampel urine untuk pemeriksaan urine lengkap atau fraktur
Edukasi

- Menjelaskan definisi, jenis dan penyebab inkontinensia urine


- Mendiskusikan program inkontinensia urine (mis. Jadwal minum dan
berkemih, konsumsi obat diuretic, latihan penguatan otot otot perkemihan)
Diagnosa 3 : Gangguan mobilitas fisik b.d program pembatan gerak d.d Gerakan
terbatas

Observasi
- Mengidentifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
- Mengidentifikasi indikasi dan kontra indikasi mobilisasi
- Memonitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
Terapeutik

- Mempersiapkan materi, media dan alat-alat seperti bantal, gait belt


- Menjadwalkan waktu Pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan pasien dan
keluarga
- Memberi kesempatan kepada pasien/keluarga untuk bertanya
Edukasi

- Menjelaskan prosedur, tujuan, indikasi, dan kontraindikasi mobilisasi serta


dampak imobilisasi
- Mengajarkan cara mengidentifikasi sarana dan prasarana yang mendukung
untuk mobilisasi dirumah
- Mengajarkan cara mengidentifikasi kemampuan mengidentifikasi
- Mendemonstrasikan cara mobilisasi di tempat tidur
- Mendemonstrasikan cara melatih gerak
- Mengajarkan pasien/keluarga mendemonstrasikan mobilisasi miring
kanan/miring kiri/latihan rentang gerak sesuai yang telah di demonstrasikan

36
Diagnosa 4 Konstipasi b.d aktifitas fisik harian kurang dari yang dianjurkan d.d
pengeluaran feses lama dan sulit

Observasi:

- Mengidentifikasi faktor resiko konstipasi


- Memonitor tanda dan gejala konstipasi
- Mengidentifikasi status kognitif untuk mengkomunikasikan kebutuhan
- Mengidentifikasi penggunaan obat obatan yang menyebabkan konstipasi
Terapeutik

- Membatasi minuman yang mengandung kafein dan alcohol


- Menjadwalkan rutinitas BAB
- Melakukan masase abdomen
Edukasi

- Menjelaskan penyebab dan factor resiko konstipasi


- Menganjurkan minum air putih sesuai dengan kebutuhan
- Menganjurkan mengkonsumsi makanan berserat
- Menganjurkan meningkatkan aktivitas fisik sesuai kebutuhan
- Menganjurkan berjalan 15-20 menit 1-2 kali/hari
- Menganjurkan berjongkok untuk memfasilitasi proses BAB

3.3 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi adalah tahap terakhir dalam proses keperawatan. Evaluasi akan
berhasil apabila tindakan implementasi yang dilakukan membawa tujuan yang
diharapkan. Namun, apabila tindakan implementasi yang dilakukan gagal, maka
akan dilakukan pengkajian ulang kenapa masalah tersebut belum teratasi. Evaluasi
banyak macamnya, namun evaluasi yang sering digunakan yaitu SOAP yang
terdiri atas: S : Subjective, O : Objective, A : Assesment, dan P : Plan.

37
38
39
40
41
42
BAB IV

PEMBAHASAN

Dalam bab ini, penulis akan membahas permasalahan bagaimana asuhan


keperawatan pada pasien dengan penyakit po fistula vesiko vagina di RSUD
Arifin Achmad yang meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan
evaluasi keperawatan mengenai kasus yang penulis angkat.

1.1 Pengkajian

43
Pengkajian merupakan suatu tahap awal dalam proses keperawatan.
Pengkajian ini dilakukan dengan menggunakan pengkajian pola fungsional
Gordon, pemeriksaan fisik dengan metode head to toe, pengumpulan informasi
atau data-data yang diperoleh dari wawancara dengan pasien dan keluarga pasien,
melakukan observasi, melihat catatan keperawatan, dan dari hasil laboratorium.

Fistula genitalia banyak ditemukan di negara berkembang sebagai akibat


persalinan yang lama maupun penanganan yang kurang baik. Dinegara maju kasus
ini terbanyak disebabkan oleh tindakan operasi histerektomi maupun secara
abdominal (Sarwono, 2009).

Fistula genitalia ini merupakan kasus yang tidak seorangpun


membayangkan akan terjadi pada penderitanya. Penderitaan pasien, bukan hanya
difisik saja tetapi berupa mudah mengalami ISK, namun memiliki dampak
psikososial yang dirasakan lebih menyakitkan. Penderita merasa terisolasi dari
pergaulan, keluarga dan lingkungan kerjanya oleh karena enantiasa mengeluarkan
urine dan bau yang tidak sedap setiap saat. Tidak jarang suami meninggalkan nya
dengan alasan karena tidak terpenuhinya kebutuhan biologis dengan wajarnya
(Sarwono, 2009)

Pada kasus yang ditemui, penulis menemui pasien fistula vesiko vagina
disebabkan karena tindakan operasi histerektomi. Tetapi penulis tidak menemui .
Penderita merasa terisolasi dari pergaulan, keluarga dan lingkungan kerjanya oleh
karena enantiasa mengeluarkan urine dan bau yang tidak sedap setiap saat. Tidak
jarang suami meninggalkan nya dengan alasan karena tidak terpenuhinya
kebutuhan biologis dengan wajarnya, yang penulis temui adalah keluarga dan
suami pasien tetap mendukung segala yang terjadi pada pasien.

Diagnosa

Diagnosa keperawatan adalah langkah kedua setelah melakukan tahap


pengkajian. Menegakkan suatu diagnosa tidaklah hal yang mudah, hal itu

44
dikarenakan harus adanya data objektif dan data subjektif yang memungkinkan
masalah tersebut untuk bisa diangkat sehingga menjadi diagnosa keperawatan.
Berdasarkan hal tersebut, maka dalam kasus asuhan keperawatan pada
pasien dengan penyakit fistula vesiko vagina, penulis menegakkan empat
diagnosa yang muncul dan satu diagnose yang tidak muncul
1. Diagnosa yang muncul
Berdasarkan data pengkajian yang didapat, penulis menegakkan diagnosa yang
pertama yaitu Nyeri berhubungan dengan agen percedera fisik d.d mengeluh
nyeri. Menurut SDKI (2017), nyeri merupakan pengalaman sensorik atau
emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional,
dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan. Karena dilaksanakan nya operasi, menyebabkan
terputusnya kontinuitas. Karena terputusnya kontinuitas, dan timbullah rasa nyeri.
Penulis menegakkan diagnosa ini karena didapatkan data-data yang mendukung
diagnosa ini ditegakkan yaitu pasien tampak meringis kesakitan, adanya nyeri
pada daerah vagina karena pasca operasi.

Diagnosa kedua yang muncul yaitu Inkontinensia reflex b.d kerusakan


jaringan d.d tidak mengalami sensasi berkemih . Menurut SDKI (2017),
inkontinensia reflex adalah pengeluaran urin tidak terkendali pada saat volume
kandung kemih tertentu tercapai. Penulis mengangkat diagnosa ini karena pasien
masih mengeluh urine keluar dengan sendiri nya seperti mengompol.

Diagnosa ketiga yang muncul pada pasien yaitu Gangguan mobilitas fisik
b.d program pembatan gerak d.d Gerakan terbatas. Gangguan mobilitas fisik
adalah keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara
mandiri (SDKI, 2017). Alasan penulis menegakkan diagnosa ini karena penulis
mendapatkan data bahwa setelah melakukan operasi pasien dianjurkan untuk
mengurangi gerak, dan harus bedrest selama 10 hari di tempat tidur, hanya boleh
miring kanan dan miring kiri, pasien terhambat untuk melakukan aktivitas.

Dan diagnose yang ke empat adalah Konstipasi b.d aktifitas fisik harian kurang
dari yang dianjurkan d.d pengeluaran feses lama dan sulit. Pasien mengeluh tidak

45
bisa membuang air besar sejak pasca operasi, perut terasa sudah penuh karena
tidak mengeluarkan feses.

2. Diagnosa yang tidak muncul


Pada kasus pasien dengan po fistula vesiko vagina, penulis tidak
menegakkan diagnosa sesuai dengan tinjauan teori dikarenakan data yang
diperoleh tidak ataupun kurang menunjukkan adanya tanda-tanda yang
mendukung untuk diagnosa ini ditegakkan. Diagnosa yang tidak muncul pada
kasus ini yaitu:
a. Berduka b.d kehilangan fungsi tubuh d.d merasa tidak bergunaBerduka
merupakan respon psikososial yang ditunjukan oleh akibat kehilangan
( orang, objek, fungsi, status, bagian tubuh atau hubungan ) (SDKI, 2017).
Diagnosa ini tidak penulis tegakkan karena pasien selalu diberi dukungan
dan semangat oleh keluarga, teman dekat dan suami. Dan tidak adanya
tanda tanda pasien mengalami berduka seperti Marah, tidak mampu
berkonsentrasi, maupun mimpi buruk.

1.2 Intervensi
Menurut UU Keperawatan No. 38 tahun 2014, perencanaan merupakan
semua rencana tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan
yang diberikan kepada pasien.

Menurut SDKI (2017), intervensi keperawatan pada nyeri berhubungan


dengan agen percedera fisik d.d mengeluh nyeri yaitu mengkaji nyeri dengan
PQRST, melakukan teknik nonfarmakologis untuk mengatasi nyeri, kontrol
lingkungan, melakukan kolaborasi pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri.
Berdasarkan intervensi tersebut, penulis melakukan intervensi yang tidak jauh
berbeda dengan tinjauan teori tersebut.

Intervensi menurut teori dengan intervensi yang dilakukan pada diagnosa


kedua yaitu dengan inkontinensia reflex b.d kerusakan jaringan d.d tidak
mengalami sensasi berkemih itu berbeda. Hal ini dikarenakan pada tinjauan teori,

46
intervensi yang diskusikan program inkontinensia urine (mis. Jadwal minum dan
berkemih, konsumsi obat diuretic, latihan penguatan otot otot perkemihan).
Berdasarkan intervensi tersebut, penulis melakukan intervensi yang tidak jauh
berbeda dengan tinjauan teori tersebut.

Intervensi untuk diagnosa ke tiga yaitu gangguan gangguan mobilitas fisik


b.d program pembatasan gerak d.d gerakan terbatas yaitu memonitor kondisi
umum dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi.

Intervensi terakhir konstipasi b.d aktifitas fisik harian kurang dari yang
dianjurkan d.d pengeluaran feses lama dan sulit, anjurkan berjongkok untuk
memfasilitasi proses BAB, anjurkan meningkatkan aktivitas fisik sesuai
kebutuhan, anjurkan berjongkok untuk memfasilitasi proses BAB. Sedangkan
pada kasus ini, pasien mengalami istirahat total dan tidak bisa melakukan
aktivitas fisik sesuai intervensi yang dicantumkan, dan tambahan intervensi
dengan pemberian obat dulcolax, laxadine dan nicrolax

Implementasi

Implementasi merupakan suatu perwujudan perencanaan yang sudah


disusun pada tahap perencanaan sebelumnya. Implementasi keperawatan yang
dilakukan sesuai diagnosa meliputi:
1. Nyeri b.d agen percedera fisik d.d mengeluh nyeri. Pada diagnosa ini,
penulis melakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam yaitu
dengan melakukan pengkajian nyeri menggunakan metode PQRST, secara
subjektif pasien mengatakan: P: nyeri akibat gejala penyakit saat ini, Q:
nyeri terasa seperti tertusuk-tusuk, R: di vagina bekas pasca operasi, S:
skala nyeri 4, T: nyeri terkadang dan secara tiba tiba, sedangkan respon
objektifnya yaitu pasien tampak lemah, meringis kesakitan. Tujuan
dilakukannya pengkajian nyeri yaitu untuk mengetahui tindakan
keperawatan selanjutnya untuk pasien. Penulis juga mengajarkan kepada
pasien untuk melakukan relaksasi nafas dalam bertujuan untuk
merelakskan pasien dalam kondisi yang lebih nyaman dan mengalihkan
47
pikiran pasien terhadap rasa nyeri dalam yang mana respon subjektifnya
yaitu pasien mengatakan lebih nyaman, dan respon objektifnya pasien
tampak lebih rileks. Untuk mengurangi rasa nyeri, penulis memberikan
obat analgetik Ketoralac 30 mg/1 ml yang berfungsi untuk mengurangi
rasa nyeri yang diberikan secara intravena. Monitoring TTV pada diagnosa
nyeri, didapatkan data-data TTV yaitu HR: 82x/m, RR: 22x/m, Temp:
36,7◦C, TD: 110/80 mmHg yang mana bertujuan untuk mengetahui tingkat
kesehatan dan perkembangan kesehatan pasien.
2. Inkontinensia reflex b.d kerusakan jaringan d.d tidak mengalami sensasi
berkemih. Penulis melakukan implementasi selama 3 x 24 jam untuk
mengatasi masalah inkomtinensia reflex, tindakan yang dilakukan antara
lain Mengkaji kebiasaan berkemih, memberikan edukasi kepada pasien
cara melatih otot kandung kemih, secara nyaman tanpa adanya kebocoran,
memberitahu pasien minum yang banyak sekitar 30 menit sebelum waktu
berkemih, menginstruksikan pasien untuk mengencangkan otot otot
disekitar anus, minta klien mengencangkan otot bagian posterior dan
kemudian kontraksikan otot anterior secara perlahan sampai hitungan ke
empat, dan meminta pasien untuk mengulagi latihan setiap 4 jam sekali,
saat bangun tidur selama 3 bulan
3. Gangguan mobilitas fisik b.d program pembatan gerak d.d Gerakan
terbatas
Pada diagnosa ini, penulis melakukan implementasi asuhan keperawatan
kepada pasien selama 3 x 24 jam untuk mengatasi masalah hambatan
mobilisasi. Hal yang diimplementasikan penulis adalah mengidentifikasi
adanya nyeri yang mana bertujuan agar memudahkan penulis dalam
melakukan implementasi tindakan mobilisasi kepada pasien pada daerah
yang terasa nyeri. Selanjutnya memonitor tekanan darah dan kondisi
umum pasien selama tindakan mobilisasi, ini bertujuan untuk mengetahui
status kesehatan dan kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas
mobilisasi.
4. Konstipasi b.d aktifitas fisik harian kurang dari yang dianjurkan d.d
pengeluaran feses lama dan sulit Pada diagnosa ini, penulis melakukan
48
implementasi asuhan keperawatan kepada pasien selama 3 x 24 jam untuk
mengatasi masalah konstipasi dengan memberikan obat seperti Dulcolax,
laxadine dan nicrolax, dan menganjur kepada pasien untuk memakan
makanan yang berserat.

1.3 Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan
yang mana tujuannya untuk mengetahui apakah masalah keperawatan yang
muncul pada kasus asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit arteri perifer
teratasi atau tidak. Berdasarkan hal tersebut, penulis melakukan evaluasi
keperawatan pada kasus ini antara lain:

1. Nyeri b.d agen percedera fisik d.d mengeluh nyeri. Pada diagnosa ini
penulis sudah melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan tinjauan
teori dan dimodifikasi agar tujuan masalah nyeri dapat teratasi. Evaluasi
keperawatan yang diperoleh dari implementasi asuhan keperawatan yang
dilakukan selama 3 x 24 jam yaitu masalah nyeri teratasi sebagian karena
pasien mengatakan nyerinya sudah berkurang menjadi skala 2. Untuk
mengatasi masalah nyeri, penulis harus melanjutkan intervensi
keperawatan antara lain melakukan pengkajian nyeri, mengajarkan
relaksasi nafas dalam, dan pemberian terapi analgetik. Dalam hal ini,
asuhan keperawatan yang dilakukan oleh penulis belum sesuai dengan
kriteria hasil yang diharapkan.
2. Inkontinensia reflex b.d kerusakan jaringan d.d tidak mengalami sensasi
berkemih. Evaluasi keperawatan yang diperoleh dari implementasi asuhan
keperawatan yang dilakukan selama 3 x 24 jam yaitu masalah kerusakan
inkontinensia reflek teratasi karena pasien berhasil merangsang otot otot
kandung kemih, dan pasien mengerti cara dan kapan saja harus melakukan
pengendalian kandung kemih.
3. Gangguan gangguan mobilitas fisik b.d program pembatasan gerak d.d
gerakan terbatas Evaluasi keperawatan yang diperoleh dari implementasi
asuhan keperawatan yang dilakukan selama 3 x 24 jam yaitu masalah
49
gangguan mobilitas fisik teratasi sebagian karena pasien mampu
melakukan aktivitas mobilisasi secara bertahap seperti duduk, dan miring
kiri dan miring kanan. Untuk mengatasi masalah gangguan mobilitas fisik,
maka penulis harus tetap melanjutkan intervensi mengajarkan mobilisasi
sederhana kepada pasien.
4. Konstipasi b.d aktifitas fisik harian kurang dari yang dianjurkan d.d
pengeluaran feses lama dan sulit belum teratasi karena kurang nya aktifitas
fisik dan pasien mengalami hambatan mobilisasi yang menyebabkan
pasien konstipasi. Untuk mengatasi masalah gangguan mobilitas fisik,
maka penulis harus tetap melanjutkan intervensi dengan menganjurkan
pasien banyak meminum air putih dan makan makanan yang berserat.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan data laporan kasus yang penulis buat, maka penulis
menyimpulkan beberapa hal, antara lain:
1. Pelayanan asuhan keperawatan pada ibu atas indikasi fistula vesiko
vaginalis harus sesuai dengan instruksi dokter. Asuhan yang diberikan
kepada ibu tersebut, seperti mengontrol keadaan umum ibu dan tanda-
tanda vital, menganjurkan ibu untuk bed rest total dan banyak minum air
putih sesuai yang diinstruksikan dokter, menganjurkan ibu untuk makan

50
yang cukup dan mengingatkan ibu untuk rutin minum obat yang
diresepkan dokter.
2. Diagnosa keperawatan yang muncul pada penyakit arteri perifer ini ada
empat, yaitu: Nyeri b.d agen percedera fisik d.d mengeluh nyeri ,
Inkontinensia reflex b.d kerusakan jaringan d.d tidak mengalami sensasi
berkemih, Gangguan gangguan mobilitas fisik b.d program pembatasan
gerak d.d gerakan terbatas, Konstipasi b.d aktifitas fisik harian kurang dari
yang dianjurkan d.d pengeluaran feses lama dan sulit. Dalam intervensi
keperawatan penyakit fistula vesiko vaginalis adalah membantu
menurunkan kualitas nyeri pasien, membantu pasien melatih kandung
kemih dan mengembalikan pola normal perkemihan, membantu mobilisasi
pasien agar tidak terjadi kekakuan dalam melakukan aktivitas serta
membantu pasien dalam melancarkan proses eliminasi
3. Implementasi keperawatan yang dilakukan dalam mengatasi masalah-
masalah keperawatan yang muncul pada kasus ini tidak jauh berbeda
dengan tinjauan teori. Hanya saja masalah keperawatan yang tidak bisa
teratasi harus dilakukan upaya-upaya untuk mencapai kesembuhan pasien
sesuai dengan arahan medis.
4. Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses keperawatan
yang mana ada dua jenis evaluasi yaitu evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif. Pada kasus ini penulis menggunakan evaluasi sumatif dimana
apabila permasalahan yang muncul belum teratasi secara penuh, maka
harus dilanjutkan intervensi untuk masing-masing permasalahan.

5.2 Saran

Berdasarkan kasus yang diambil oleh penulis dengan judul “Asuhan


Keperawatan pada Pasien dengan Post Operasi Fistula Vesiko Vagina” dan demi
kebaikan selanjutnya maka penulis menyarankan kepada:
1. Instalasi pelayanan kesehatan diharapkan dapat meningkatkan kinerja
perawat dan tenaga medis dalam melayani pasien agar pemberian asuhan
keperawatan kepada pasien tercapai maksimal.
51
2. Pasien dan keluarga pasien diharapkan mengenali atau mengetahui
bagaimana tanda-tanda gejala penyakit fistula vesiko vagina ini sehingga
mampu menerapkan pola hidup sehat dan mencegah agar tidak terkena
fistula vesiko vagina tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes Marilynn E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed.3. Jakarta:
EGC.
Ester, Monika dkk. 2018. NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2018-2020. Jakarta: EGC

Tim Pokja SDKI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta:


Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP PPNI).

Tim Pokja SIKI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta:


Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP PPNI).

Smeltzer Suzanne. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Ed 8. Jakarta: EGC.


52
Supriadi Medicallisty 2013. “Patofisiologi Fistula Vesikovaginal”. Diakses dari
http://id.scribd.com/doc/138913718/Patofisiologi-Fistula-Vesikovaginal/
pada tanggal 20 November 2019.

Dwi-Desrosiers 2013 “ Fistula Vesiko Vagina “


https://www.scribd.com/doc/173835740/Fistula-Vesiko-Vagina diakses pada
tanggal 20 November 2019

Asty Adlicious “ BAB I AYU”


https://www.academia.edu/10778720/BAB_I_ayu diakses pada tanggal 22
November 2019

Lupiqueen “ Fistula Vesiko Vagina “


https://lupiqueen.blogspot.com/2018/07/fistula-vesiko-vagina.html diakses pada
tanggal 23 November 2019

Nindyayessica 2010, “ Fistula 1” http://id.scribd.com/doc/27215767/Fistula-1


Diakses pada tanggal 23 November 2019.

53

Anda mungkin juga menyukai