PENDAHULUAN
Pada kasus seperti ini apabila tidak mendapatkan pelayanan obstetri yang
memadai saat persalinan, penderita akan mengalami persalinan kasip.
Tujuan Umum:
1
a. Tujuan dari dibuatnya laporan ini supaya memenuhi tugas praktik
klinik keperaawatan dasar yang dilaksanakan di RSUD Arifin Achmad
di ruang teratai.
Tujuan Khusus
2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1.1 Definisi
2.1.2 Etiologi
3
partus, sedangkan fistel karena nekrosis (partus lama) terjadi 4-7 hari
post partum.
4
Fistula sebagai akibat trauma obstetrik dapat timbul segera setelah
persalinan atau beberapa lama setelah persalinan, sedangkan fistula akibat
tindakan operasi ginekologi 5 - 14 hari pasca bedah.
Pada fistula yang kecil urine dapat merembes sedikit. Gejala paling sering
dari Fistula Vesiko Vagina adalah inkontinensia total involunter yaitu adanya
iritasi daerah vulva dan seringnya terjadi ISK. Trias gejala yang timbul setelah
tindakan pembedahan : sekret air kencing, nyeri perut dan kenaikan suhu badan
dapat dipastikan adanya Fistula Vesiko Vagina.
5
2.1.5 Pathway
Pembentukan fistula
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang
1 Tes pewarnaan Urine (Test Metilen Biru)
Dilakukan jika dengan pemeriksaan Spekulum lokasi Fistel sukar
ditentukan. Beberapa kasa diletakkan dalam vagina, kemudian
kandung kemih diisi dengan metilen biru melalui kateter sebanyak 30-
50 cc. Setelah 3 – 5 menit kasa dalam vagina dikeluarkan satu per satu
dengan mudah dapat terlihat adanya cairan metilen biru dan sekaligus
dapat mengetahui lokasi Fistula Vesiko Vagina.
2 Cara lain yang hampir sama yaitu ( Test Tampon Moir )
Disini digunakan untuk membedakan antara Fistula Utero Vagina
yang kecil dan Fistula Vesiko Vagina.
Caranya : 150 – 200 cc larutan metilen biru dimasukkan dalam
kandung kemih, sebelumnya sudah dimasukkan 3 tampon dalam
vagina. Pasien kemudian disuruh jalan-jalan selama 10-15 menit,
kemudian tampon dikeluarkan. Jika tampon bagian bawah basah dan
berwarna biru maka kebocoran dari urethra. Jika bagian tengah basah
dan berwarna kebiruan berarti dari Fistula Vesiko Vagina. Jika bagian
atas yang basah tetapi tidak berwarna biru berarti dari ureter.
3 Endoskopi ( Cystoscopy )
Dapat membedakan lokasi dan ukuran Fistel serta derajat reaksi
radang sekitar Fistel. Banyak Fistel yang terjadi sesudah tindakan
histerektomi dan lokasi biasanya dibelakang cela intra uterin dan
berhubungan dengan dinding anterior vagina.
4 Pemeriksaan Radiologis
IVP dilakukan untuk membedakan Fistula Vesiko Vagina atau
Obstruksi Ureter dengan retrograde Pyelogram paling bermakna untuk
menentukan adanya Fistula Vesiko Vagina. Retrograde Pyelogram
dilakukan jika pada IVP ditemukan keadaan yang abnormal atau lokasi
Fistula sukar ditentukan.
7
2.1.7 Komplikasi
1 Infeksi
2 Gangguan fungsi reproduksi
3 Gangguan dalam berkemih
4 Gangguan dalam defekasi
5 Ruptur/ perforasi organ yang terkait
6 Adanya iritasi pada daerah perineum dan paha atas, dermatitis
kronis, infeksi saluran kemih serta penumpukkan kristal (Calculi
pada buli-buli), amenorrhoe sekunder sebagai akibat sentral oleh
karena depresi berat dan endometritis.
7 Juga dapat terjadi striktura / stenosis vagina yang merupakan gejala
yang sering bersamaan dengan fistula.
2.1.8 Penatalaksanaan
Fistula vesikovaginal yang disebabkan oleh trauma. Pada keadaan
ini segera setelah terjadi fistula, kelihatan air kencing menetes ke dalam
vagina. Jika hal ini ditemukan, harus segera dilakukan penjahitan luka
yang terjadi. Sebelum penjahitan, terlebih dahulu dipasang kateter tetap
dalam vesika urinaria, kemudian baru luka dijahit lapis demi lapis sesuai
dengan bentuk anatomi vesika urinaria; yaitu mula-mula dijahit selaput
lendir, kemudian otot-otot dinding vesika urinaria lalu dinding depan
vagina. Jahitan dapat dilakukan secara terputus-putus atau jahitan angka
delapan (figure of eight suture).
Kateter tetap dibiarkan di tempat selama beberapa waktu. Fistula
vesikovaginal yang disebabkan oleh karena lepasnya jaringan nekrosis.
Dalam hal ini gejala beser kencing tidak segera dapat dilihat. Gejala-gejala
baru kelihatan setelah 3-10 hari pasca persalinan.
Kadang-kadang pada fistula yang kecil, dengan menggunakan kateter tetap
(untuk drainase vesika urinaria) selama beberapa minggu, fistula yang
kecil tersebut dapat menutup sendiri. Pada fistula yang agak besar,
penutupan fistula baru dapat dilakukan setelah 3-6 bulan pasca persalinan.
8
Fistula rectovaginal Merupakan suatu fistula yang terjadi karena adanya
perforasi pada septum rectovaginal dapat terjadi karena proses persalinan.
Pembedahan selalu dianjurkan karena beberapa fistula sembuh
secara spontan. Fistulektomi (eksisi saluran fistula) adalah prosedur yang
dianjurkan. Usus bawah dievakuasi secara seksama dengan enema yang
diprogramkan. Selama pembedahan, saluran sinus diidentifikasi dengan
memasang alat ke dalamnya atau dengan menginjeksi saluran dengan
larutan biru metilen. Fistula didiseksi ke luar atau dibiarkan terbuka, dan
insisi lubang rektalnya mengarah keluar. Luka diberi tampon dengan kasa.
Tidak ada penanganan medikal yang dapat mengkoreksi fistula
vesikovaginal dan fistula ureterovaginal dengan memuaskan. Meskipun
estrogen conjugated (oral atau transvaginal) dapat memperbaiki jaringan
vagina menjadi lebih lunak dan lembut untuk persiapan reparasi fistula.
Hal ini penting untuk wanita postmenopause dan wanita dengan vaginitis
atropik. Dapat juga diberikan estrogen vaginal cream pada pasien
hipoestrogenik. Estrogen vaginal cream diberikan selama 4 – 6 minggu,
dosis 2 – 4 gr saat tidur sekali per minggu.
Untuk mengurangi risiko cystitis, produksi mukus yang banyak,
dan terbentuknya batu buli-buli, maka urine diasamkan dengan diberikan
Vitamin C oral 3 x 500 mg per hari. Untuk higiene pribadi dan perawatan
kulit, maka rendam duduk dengan kalium permanganat.
2.2.1 Pengkajian
1. Klaudikasi nyeri
a. Gangguan mulai dengan nyeri pada bagian pasca operasi. Pasien dapat
melaporkan nyeri seperti tertusuk pada bagian vagina.
b. Nyeri terjadi secara tiba tiba.
2.2.2 Diagnosa
9
Dari data pengkajian, diagnosa yang akan muncul pada penyakit post
operasi fistula vesiko vagina antara lain:
1. Nyeri berhubungan dengan agen percedera fisik d.d mengeluh nyeri
2. Inkontinensia reflex b.d kerusakan jaringan d.d tidak mengalami sensasi
berkemih
3. Gangguan mobilitas fisik b.d program pembatan gerak d.d Gerakan
terbatas
4. Konstipasi b.d aktifitas fisik harian kurang dari yang dianjurkan d.d
pengeluaran feses lama dan sulit
2.2.3 Intervensi
BAB III
A. DATA
Umur : 26 th
No. MR : 00926414
13
Dx. Medis : Po Fistulu Vesiko Vagina
B. KELUHAN UTAMA
(Saat Masuk RS / Alasan Masuk RS)
Ny.E mengatakan dengan keluhan keluarnya cairan BAK dari jalan lahir,
pada 4 bulan yang lalu pasien operasi kista ovarium dan histerektomi,
kurang lebih dua bulan setelah itu pasien merasa keluar urin tanpa sadar
dari jalan lahir
(Saat Pengkajian)
14
2. Pernah dirawat di rumah sakit : Ya/Tidak
3. Obat-obatan yang pernah digunakan:
Ny. E pernah mengkonsumsi obat-obat an paracetamol
6. Alergi (makanan/obat-obatan/debu/cuaca)
Ny.E tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan, obat-obatan,
debu, atau cuaca.
7. Kecelakaan
Ny. E sebelumnya tidak pernah memiliki riwayat kecelakaan.
: Laki laki
: Perempuan
:Meninggal
: Pasien
b. Pola Eliminasi
Pemenuhan
No Di Rumah Di Rumah Sakit
Eliminasi BAB /BAK
1 Jumlah / Waktu BAB dalam sehari bisa Tidak ada BAB selama
satu atau dua kali di RS
16
4 Konsistensi Normal Normal
5 Masalah Eliminasi - -
6 Cara Mengatasi Meminum obat sirup
Masalah laxadine 3x1
17
Hygiene
1 Frekuensi Mencuci
Setiap hari Jarang
Rambut
2 Frekuensi Mandi Dua kali sehari Jarang
3 Frekuensi Gosok
Dua kali sehari Jarang
Gigi
4 Keadaan Kuku Bersih Agak kotor
e. Aktivitas Lain
Aktivitas Yang
No Di Rumah Di Rumah Sakit
Dilakukan
Terhambat nya aktivitas
- - dikarenakan pasien
bedrest selama 10 hari
b. Ekonomi
Siapa yang membiayai perawatan klien selama dirawat : BPJS
Apakah ada masalah keuangan dan bagaimana mengatasinya : tidak
G. PEMERIKSAAN FISIK
18
Keadaan Umum : sedang
Temp : 36,8◦C
Nadi : 82x/m
RR : 22x/m
TB : 155 cm BB : 48 kg
INTEGUMENT
Inspeksi :
Papula (+/-)
19
Nodule (+/-)
Vesikula (+/-)
Ulkus (+/-)
Crusta (+/-)
Exsoriasi (+/-)
Sear (+/-)
Lichenifikasi ( + / - )
Hiperpigmentasi (+/-)
Vitiligo/Hipopigmentasi (+/-)
Tatto (+/-)
Haemangioma (+/-)
Angioma/toh (+/-)
Strie (+/-)
Masalah Keperawatan : -
PEMERIKSAAN KEPALA
20
Inspeksi :
Kesimetrisan (+/-)
Hidrochepalus (+/-)
Luka (+/-)
Darah (+/-)
Trepanasi (+/-)
Palpasi :
Nyeri tekan ( + / - ),
21
Konjunctiva dan sclera :
Pupil isokor ( + / - ),
Pemeriksaan Visus
OD ............. OS ..................
Lain-lain : ......................................................................................................
22
Masalah keperawatan : ..................................................................................
Lain-lain : ......................................................................................................
Lain-lain : ......................................................................................................
Lain-lain : ......................................................................................................
JPV: ...............................................................................................................
Lain-lain : ......................................................................................................
PEMERIKSAAN TORAK
PARU
a. Inspeksi :
23
Bentuk torak (Normal chest/Pigeon chest/Funnel chest/Barrel
chest), Susunan ruas tulang belakang (Kyposis/Scoliosis/Lordosis),
d. Auskultasi
Suara nafas Area Vesikuler : ( bersih / halus / kasar )
Egophoni (+/-)
Pectoriloqy (+/-)
Wheezing (+/-)
JANTUNG
d. Auskultasi
BJ I terdengar ( tunggal / ganda ), ( keras / lemah ), ( reguler /
irreguler )
25
PEMERIKSAAN ABDOMEN
Massa/Benjolan ( + / - ),
Kesimetrisan ( + / - ),
( N = 5 – 35 x/menit),
Borborygmi ( + / - )
Palpasi
Palpasi Lien :
Palpasi Appendik :
26
Nyeri tekan ( + / - ), nyeri lepas ( + / - ), nyeri menjalar
kontralateral ( + / - ).
Palpasi Ginjal :
PEMERIKSAAN GENITALIA:
Perdarahan/terpasang kateter/trauma/malforasi/menstruasi/infeksi
Lain-lain : ...................................................................................................
PEMERIKSAAN MUSKULOSKELETAL
Lain-lain : ...................................................................................................
Lain-lain : ...................................................................................................
Kimia darah :
IV Ceftriaxone 2 x 1 amp
IV Dexametaxone 2 amp
Paracetamol 3 x 500 g
Nicrolac 1 tube
MASALAH KEPERAWATAN
ANALISA DATA
28
No
Data Klien Etiologi Problem
.
1. DS: Nyeri
Tidak merasakan
sensasi berkemih
29
↓
Inkontinensia reflex
Pergerakan anggota
tubuh terbatas
Gangguan mobilitas
fisik
30
DO: ↓
Konstipasi
31
\
32
33
3.2 Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan langkah keempat dalam tahap proses
keperawatan. Implementasi merupakan realisasi tindakan dari rencana tindakan
yang sudah dibuat. Dalam pelaksanaan rencana tindakan, terdapat dua jenis
tindakan, yaitu tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi (Hidayat, 2011).
Diagnosa 1 : Nyeri b.d penurunan suplai darah karena adanya oklusi
pembuluh darah perifer d.d pasien tampak meringis kesakitan, peningkatan
tekanan darah.
Observasi
- Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
- Mengidentifikasi respons nyeri non verbal
34
- Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Mengidentifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Mengidentifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
- Memonitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
- Memonitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
Observasi
35
- Menyediakan pakaian dan lingkungan yang mendukung program inkontinensia
urine
- Mengambil sampel urine untuk pemeriksaan urine lengkap atau fraktur
Edukasi
Observasi
- Mengidentifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
- Mengidentifikasi indikasi dan kontra indikasi mobilisasi
- Memonitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
Terapeutik
36
Diagnosa 4 Konstipasi b.d aktifitas fisik harian kurang dari yang dianjurkan d.d
pengeluaran feses lama dan sulit
Observasi:
37
38
39
40
41
42
BAB IV
PEMBAHASAN
1.1 Pengkajian
43
Pengkajian merupakan suatu tahap awal dalam proses keperawatan.
Pengkajian ini dilakukan dengan menggunakan pengkajian pola fungsional
Gordon, pemeriksaan fisik dengan metode head to toe, pengumpulan informasi
atau data-data yang diperoleh dari wawancara dengan pasien dan keluarga pasien,
melakukan observasi, melihat catatan keperawatan, dan dari hasil laboratorium.
Pada kasus yang ditemui, penulis menemui pasien fistula vesiko vagina
disebabkan karena tindakan operasi histerektomi. Tetapi penulis tidak menemui .
Penderita merasa terisolasi dari pergaulan, keluarga dan lingkungan kerjanya oleh
karena enantiasa mengeluarkan urine dan bau yang tidak sedap setiap saat. Tidak
jarang suami meninggalkan nya dengan alasan karena tidak terpenuhinya
kebutuhan biologis dengan wajarnya, yang penulis temui adalah keluarga dan
suami pasien tetap mendukung segala yang terjadi pada pasien.
Diagnosa
44
dikarenakan harus adanya data objektif dan data subjektif yang memungkinkan
masalah tersebut untuk bisa diangkat sehingga menjadi diagnosa keperawatan.
Berdasarkan hal tersebut, maka dalam kasus asuhan keperawatan pada
pasien dengan penyakit fistula vesiko vagina, penulis menegakkan empat
diagnosa yang muncul dan satu diagnose yang tidak muncul
1. Diagnosa yang muncul
Berdasarkan data pengkajian yang didapat, penulis menegakkan diagnosa yang
pertama yaitu Nyeri berhubungan dengan agen percedera fisik d.d mengeluh
nyeri. Menurut SDKI (2017), nyeri merupakan pengalaman sensorik atau
emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional,
dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan. Karena dilaksanakan nya operasi, menyebabkan
terputusnya kontinuitas. Karena terputusnya kontinuitas, dan timbullah rasa nyeri.
Penulis menegakkan diagnosa ini karena didapatkan data-data yang mendukung
diagnosa ini ditegakkan yaitu pasien tampak meringis kesakitan, adanya nyeri
pada daerah vagina karena pasca operasi.
Diagnosa ketiga yang muncul pada pasien yaitu Gangguan mobilitas fisik
b.d program pembatan gerak d.d Gerakan terbatas. Gangguan mobilitas fisik
adalah keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara
mandiri (SDKI, 2017). Alasan penulis menegakkan diagnosa ini karena penulis
mendapatkan data bahwa setelah melakukan operasi pasien dianjurkan untuk
mengurangi gerak, dan harus bedrest selama 10 hari di tempat tidur, hanya boleh
miring kanan dan miring kiri, pasien terhambat untuk melakukan aktivitas.
Dan diagnose yang ke empat adalah Konstipasi b.d aktifitas fisik harian kurang
dari yang dianjurkan d.d pengeluaran feses lama dan sulit. Pasien mengeluh tidak
45
bisa membuang air besar sejak pasca operasi, perut terasa sudah penuh karena
tidak mengeluarkan feses.
1.2 Intervensi
Menurut UU Keperawatan No. 38 tahun 2014, perencanaan merupakan
semua rencana tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan
yang diberikan kepada pasien.
46
intervensi yang diskusikan program inkontinensia urine (mis. Jadwal minum dan
berkemih, konsumsi obat diuretic, latihan penguatan otot otot perkemihan).
Berdasarkan intervensi tersebut, penulis melakukan intervensi yang tidak jauh
berbeda dengan tinjauan teori tersebut.
Intervensi terakhir konstipasi b.d aktifitas fisik harian kurang dari yang
dianjurkan d.d pengeluaran feses lama dan sulit, anjurkan berjongkok untuk
memfasilitasi proses BAB, anjurkan meningkatkan aktivitas fisik sesuai
kebutuhan, anjurkan berjongkok untuk memfasilitasi proses BAB. Sedangkan
pada kasus ini, pasien mengalami istirahat total dan tidak bisa melakukan
aktivitas fisik sesuai intervensi yang dicantumkan, dan tambahan intervensi
dengan pemberian obat dulcolax, laxadine dan nicrolax
Implementasi
1.3 Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan
yang mana tujuannya untuk mengetahui apakah masalah keperawatan yang
muncul pada kasus asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit arteri perifer
teratasi atau tidak. Berdasarkan hal tersebut, penulis melakukan evaluasi
keperawatan pada kasus ini antara lain:
1. Nyeri b.d agen percedera fisik d.d mengeluh nyeri. Pada diagnosa ini
penulis sudah melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan tinjauan
teori dan dimodifikasi agar tujuan masalah nyeri dapat teratasi. Evaluasi
keperawatan yang diperoleh dari implementasi asuhan keperawatan yang
dilakukan selama 3 x 24 jam yaitu masalah nyeri teratasi sebagian karena
pasien mengatakan nyerinya sudah berkurang menjadi skala 2. Untuk
mengatasi masalah nyeri, penulis harus melanjutkan intervensi
keperawatan antara lain melakukan pengkajian nyeri, mengajarkan
relaksasi nafas dalam, dan pemberian terapi analgetik. Dalam hal ini,
asuhan keperawatan yang dilakukan oleh penulis belum sesuai dengan
kriteria hasil yang diharapkan.
2. Inkontinensia reflex b.d kerusakan jaringan d.d tidak mengalami sensasi
berkemih. Evaluasi keperawatan yang diperoleh dari implementasi asuhan
keperawatan yang dilakukan selama 3 x 24 jam yaitu masalah kerusakan
inkontinensia reflek teratasi karena pasien berhasil merangsang otot otot
kandung kemih, dan pasien mengerti cara dan kapan saja harus melakukan
pengendalian kandung kemih.
3. Gangguan gangguan mobilitas fisik b.d program pembatasan gerak d.d
gerakan terbatas Evaluasi keperawatan yang diperoleh dari implementasi
asuhan keperawatan yang dilakukan selama 3 x 24 jam yaitu masalah
49
gangguan mobilitas fisik teratasi sebagian karena pasien mampu
melakukan aktivitas mobilisasi secara bertahap seperti duduk, dan miring
kiri dan miring kanan. Untuk mengatasi masalah gangguan mobilitas fisik,
maka penulis harus tetap melanjutkan intervensi mengajarkan mobilisasi
sederhana kepada pasien.
4. Konstipasi b.d aktifitas fisik harian kurang dari yang dianjurkan d.d
pengeluaran feses lama dan sulit belum teratasi karena kurang nya aktifitas
fisik dan pasien mengalami hambatan mobilisasi yang menyebabkan
pasien konstipasi. Untuk mengatasi masalah gangguan mobilitas fisik,
maka penulis harus tetap melanjutkan intervensi dengan menganjurkan
pasien banyak meminum air putih dan makan makanan yang berserat.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan data laporan kasus yang penulis buat, maka penulis
menyimpulkan beberapa hal, antara lain:
1. Pelayanan asuhan keperawatan pada ibu atas indikasi fistula vesiko
vaginalis harus sesuai dengan instruksi dokter. Asuhan yang diberikan
kepada ibu tersebut, seperti mengontrol keadaan umum ibu dan tanda-
tanda vital, menganjurkan ibu untuk bed rest total dan banyak minum air
putih sesuai yang diinstruksikan dokter, menganjurkan ibu untuk makan
50
yang cukup dan mengingatkan ibu untuk rutin minum obat yang
diresepkan dokter.
2. Diagnosa keperawatan yang muncul pada penyakit arteri perifer ini ada
empat, yaitu: Nyeri b.d agen percedera fisik d.d mengeluh nyeri ,
Inkontinensia reflex b.d kerusakan jaringan d.d tidak mengalami sensasi
berkemih, Gangguan gangguan mobilitas fisik b.d program pembatasan
gerak d.d gerakan terbatas, Konstipasi b.d aktifitas fisik harian kurang dari
yang dianjurkan d.d pengeluaran feses lama dan sulit. Dalam intervensi
keperawatan penyakit fistula vesiko vaginalis adalah membantu
menurunkan kualitas nyeri pasien, membantu pasien melatih kandung
kemih dan mengembalikan pola normal perkemihan, membantu mobilisasi
pasien agar tidak terjadi kekakuan dalam melakukan aktivitas serta
membantu pasien dalam melancarkan proses eliminasi
3. Implementasi keperawatan yang dilakukan dalam mengatasi masalah-
masalah keperawatan yang muncul pada kasus ini tidak jauh berbeda
dengan tinjauan teori. Hanya saja masalah keperawatan yang tidak bisa
teratasi harus dilakukan upaya-upaya untuk mencapai kesembuhan pasien
sesuai dengan arahan medis.
4. Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses keperawatan
yang mana ada dua jenis evaluasi yaitu evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif. Pada kasus ini penulis menggunakan evaluasi sumatif dimana
apabila permasalahan yang muncul belum teratasi secara penuh, maka
harus dilanjutkan intervensi untuk masing-masing permasalahan.
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
53