Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN

Disusun dalam Rangka Memenuhi Tugas


Mata Kuliah : Geografi Kesejarahan
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Susanto Zuhdi, M.Hum

Oleh :
1. Muhammad Arif (2006471321)
2. Novia Puspitasari Putri (2006471366)
3. Dewina Ramadhana (2006471403)
4. Ratuzahra Vania Sajida (2006471441)

KELOMPOK 1
UNIVERSITAS INDONESIA
Jika kita melihat globe atau peta dunia khususnya belahan bumi bagian timur, di
antara Asia dan Australia kita akan melihat sejumlah pulau yang sangat bervariasi, ada yang
besar dan ada yang kecil. Kepulauan ini terletak di Khatulistiwa dan membelah Samudera
Hindia dari Samudera Pasifik. Wilayah ini mendapat iklim yang lebih panas dan lembab
daripada hampir semua bagian dunia lainnya. Kepulauan ini menghasilkan pula produk
alamnya yang tidak dapat kita temukan di tempat lain. Buah-buahan dan rempah yang paling
berharga dihasilkan di kepulauan ini. Kepualauan Nusantara juga memiliki berbagai spesies
flora dan fauna yang amat beragam, seperti Rafflesia, the Great Green Winged Ornithoptera,
Orang Utan, dan tentunya Burung Cendrawasih yang elok. Wilayah kepulauan ini dihuni oleh
orang melayu, maka dari itu banyak orang menamakannya sebagai Kepulauan Melayu.
Meskipun kita bisa melihat bagaimana keragaman Kepulauan Nusantara, tetapi dalam banyak
koleksi peta seringkali peta wilayah ini terabaikan.
Menelaah kondisi geologi Kepulauan Nusantara adalah hal yang menarik. Salah
satu sabuk vulkanik utama dunia melewati kepualuan yang kaya ini. Wilayah-wilayah
yang ditempati oleh gunung berapi mendapat gempa bumi yang memungkinkan terjadi
secara berulang. Berbicara mengenai sejarah letusan gunung berapi di Nusantara, maka
kita bisa mengkaji berbagai letusan yang terjadi. Seperti halnya letusan Gunung
Papandayan di Jawa Barat pada 1772 yang menghancurkan empat puluh desa dan
menewaskan ribuan orang. Letusan lain yang tidak kalah hebat adalah letusan Tambora
tahun 1815. Abu vulkanik hasil letusannya mencapai Batavia bahkan Sulawesi Selatan.
Wilayah Nusantara yang dikelilingi lautan luas membuat berbagai pulau di
Nusantara ditutupi oleh vegetasi hutan dari tepi laut sampai pegunungan tertinggi. Dalam
pamflet the Physica Geography of South Eastern Asia and Australia karya George
Windsor Earl menuliskan bahwa lautan dangkal yang menghubungkan pulau-pulau besar
seperti Jawa, Sumatera, Borneo, dan Benua Asia memiliki kecenderungan yang sama
terkait dengan produk alamnya. Sedangkan laut dangkal yang menghubungkan Papua
Nugini dan beberapa pulau lainnya yang dekat dengan wilayah Australia memiliki
karakteristik yang sama dengan memiliki hewan berkantung. Wallace mengklasifikasikan
wilayah ini sebagai Indo-Malaya dan Austro-Malaya.
Menurut Wallace semua bentangan laut yang memisahkan pulau-pulau di
Kepulauan Nusantara begitu dangkal, hal ini dibuktikan dengan kedalaman laut di wilayah
ini jarang yang melebihi empat puluh depa. Maka dari itu Wallace sampai pada
kesimpulan bahwa terpisahnya pulau-pulau ini disebabkan oleh penurunan bidang tanah
yang belum lama terjadi. Penurunan bidang tanah ini agaknya dipengaruhi oleh aktivitas

1
vulkanis gunung berapi yang melontarkan massa energi yang begitu besar. Penurunan
tanah ini pada masanya akan membentuk laut di sekelilinngnya.
Melakukan kajian zoologis atas wilayah ini membuat kita menemukan suatu bukti
baru bahwa wilayah ini pernah menyatu menjadi bagian benua dan terpisah pada jangka
waktu yang belum lama. Dengan penelitian komprehensif, maka kita dapat mengetahui
bahwa Jawa memiliki lebih banyak burung dan serangga ketimbang Borneo dan Sumatera,
hal ini menampakkan bahwa Jawa adalah pulau yang pertama kali terpisah. Selanjutnya
Borneo yang memiliki burung dan serangga yang lebih banyak ketimbang Sumatera,
dengan begitu kita dapat menyimpulkan bahwa Sumatera adalah pulau terakhir yang
terpisah dari Benua Asia. Fauna yang terdapat di tiga pulau besar ini juga dapat kita
temukan di wilayah Asia Selatan. Apabila kita beralih ke bagian timur dari kepulauan ini,
maka kita akan melihat adanya kesamaan produksi alam antara Australia dan Nugini
dengan wilayah ini.
Menurut catatan Wallace, Borneo menyerupai Nugini tidak hanya karena terbebas
dari aktivitas vulkanik, tetapi juga memiliki kesamaan struktur geologis. Maluku dianggap
mirip dengan Filipina dalam struktur vulkanik dan kesuburannya yang luar biasa.
Wilayah-wilayah ini memiliki iklim yang serupa dan dikelilingi oleh samudera yang sama.
Barulah kita dapat melihat perbedaan yang mencolok apabila kita melihat perbedaan
produksi alam dari wilayah ini. Dari penjabaran ini, maka kita dapat melihat bahwa
natural history sangatlah penting bagi geologi terutama dalam melihat perubahan-
perubahan alam pada masa lampau.
Wallace juga mengelompokkan penduduk pribumi Kepulauan Nusantara sebagai
dua ras yang berbeda. Bagi Wallace orang Papua dan Melayu atau Malaya memiliki
perbedaan fisik yang kentara begitu pula dengan mental dan karakter. Ada alasan yang
cukup mendasari atas pertanyaan mengapa garis tidak membatasi pula ras. Seperti
dijelaskan Wallace, manusia memiliki kemampuan cara melintasi lautan yang tidak
dimiliki hewan, dan ras yang superior memiliki kekuatan untuk mengasimilasi ras yang
inferior. Keberanian mengarungi lautan ini membuat ras Malaya mampu mendatangi
wilayah perbatasan dan terus menyebar. Sehingga kita sampai pada kesimpulan bahwa ras
Malaya adalah ras yang memiliki asal-usul dari Asia Daratan.
Wallace tiba di Makassar setelah 3 hari menempuh perjalanan dari Lombok. Pantai
bagian Celebes ini rendah dan rata, di sepanjang pantai memanjang pepohonan dan
pedesaan, kecuali di suatu ruang terbuka yang menunjukkan bentangan tanah gundul dan
persawahan. Bukit – bukit yang tidak terlalu tinggi terlihat di latar belakangnya. Wallace

2
bertemu dengan seorang gentleman Belanda, Mr. Mesmen yang berjanji membantunya
mencari tempat tinggal, yang cocok untuk perburuan selama ia di Makassar. Makassar
merupakan kota Belanda pertama yang ia kunjungi dan menurut Wallace kota ini lebih
cantik dan lebih bersih dari kota di Timur. Pada musim kemarau ini persawahan kering
dan gersang.
Di akhir pekan, Wallace berpindah ke kota yang lebih kecil. Rumah bambu yang
terletak di sebuah perkebunan kopi dan dekat dengan rumah pedesaan milik Mr. Mesman
—rumah Wallace selanjutnya disebut Mamajam— Di daerah itu Wallace tidak
menemukan jenis burung yang bisa ia koleksi, ia harus pergi lebih jauh ke pedalaman, dan
harus memperoleh izin dari Raja Goa. Wallace memiliki 3 orang pembantu untuk
membantunya dalam perburuan, Ali, Badrun, dan Baso. Mereka banyak melakukan
penjelajahan untuk mengumpulkan koleksi burung dan serangga.
Hutan di sana ditanami pohon buah – buahan khususnya pohon palem besar, Arenga
Saccharifera, yang bisa dimanfaatkan untuk membuat tuak dan gula. Seratnya diambil untuk
bahan tali-temali. Ia menemukan banyak spesies burung, diantara merpati berwarna krem,
Carpophaga Luctusa, dan roller berkepala-biru¸Coracias Temmincki. . Ribuan burung gagak
yang lebih kecil dari gagak temuan Wallace sebelumnya juga burung lyre-tailed drongo-
shrike juga ia temukan di hutan ini. Di beberapa tempat yang lebih teduh, ditemukan spesies
kupu – kupu Euplaea dan Danais. Jenis kupu – kupu Tritae dan Ithonae yang dianggap hal
baru bagi para naturalis Eropa merupakan jenis yang mencolok dari segi penampilannya. Ia
menemukan beberapa kumbang penggerek bercorak hijau dan emas dan memiliki hubungan
dekat dengan genus Pachyrhynchus. Pembantu Wallace juga menembak 2 burung kakatua,
Phoenicorphaus Callirhynchus. Paruhnya yang besar, yang berwarna kuning, merah, dan
hitam dalam proporsi yang hamper sama, ekornya cukup Panjang berwarna ungu metalik,
bulu badannya berwarna cokelat kopi yang cerah. Ini adalah salah satu burung karakteristik
Pulau Celebes.
Wallace lalu pergi bersama Mr. Mesman kembali menghadap Raja Goa dan meminta
agar dibangunkan rumah dekat hutan. Setelah pindah, Wallace memutuskan utnuk
mengundang pemilik rumah dan semua kenalannya untuk berbincang dan berteman.
Pekerjaan dan cara hidup penduduk desa di sini sedikit berbeda dari cara hidup ras Malaya
lainnya.
Sekitar pertengahan November, Wallace memutuskan kembali ke Mamajam
dikarenakan kondisi kesehatannya yang tidak membaik juga serangga, burung, dan
cangkang kerang sangat jarang ditemukan. Angin mulai berhembus dari barat

3
menandakan bahwa musim hujan datang lebih awal. Ladang tergenang air, tanaman-
tanaman jagung yang baru bertunas menjadi kuning dan mati. Tanah kering di sekeliling
rumah mereka telah menjadi rawa-rawa yang dihuni katak. Di Malaka dan Borneo,
Wallace belum pernah mendengar suara katak semacam ini, yang menunjukkan bahwa
katak, seperti sebagian besar binatang Celebes, adalah spesies khas Celebes. Dan tanggal
13 Desember Wallace berlayar dengan tujuan Kepulauan Aru. Setelah tujuh bulan absen,
ia kembali mengunjungi distrik lain di Utara Makassar.
Pada tanggal 11 Juli Wallace  kembali lagi ke Makassar tepatnya di Kepulauan
Aru. Lalu bertekad mengunjungi kabupaten Maros 30 mil dari Utara Makassar. Wallace
Pergi bersama pada malam hari dan saat fajar sampai di sungai Maros dan pukul 3 sore
tiba di desa. pada pukul 18 dan teman lainnya mengunjungi ladang pertanian. 
Di desa tersebut terdapat hamparan bukit-bukit yang menyembul, dilatarbelakangi
oleh jajaran tinggi Semenanjung. Jarak 6 sampai 8 mil terdapat tanah yang di tindih
dengan balok dan pilar batu kapur juga terdapat bukit bukit berbentuk kerucut dan Puncak
yang menyembul. Dan  di desa tersebut juga terdapat lembah kecil, gunung, dan tebing
besar yang sangat bervariasi serta fantastis. 
Di sana Wallace tinggal bersama teman-temannya di rumah mandor dan selang
beberapa hari pindah karena Wallace  sakit. Ia pindah di sekitar kaki bukit yang tertutup
hutan dan disitu Wallace membangun rumah kecil. 
Hutan tersebut dikelilingi pohon-pohon, seperti pohon palem (Arenga
Saccharifera) Untuk membuat gula dan tuak, Pohon buah (Artocarpus) yang berfungsi
sebagai sayuran. Di sekitar 50 meter dari rumah yang dibangun terdapat aliran air yang
dapat digunakan Wallace untuk mandi. Wallace  juga banyak menemukan babi hutan,
rusa, burung enggang, merpati dan buah-buahan di sekitar rumah yang iya bangun. Mr.
Mesman Juga mengolah mentega, menanam padi dan kopi, memiliki telur bebek dan
burung, pohon kelapa yang menghasilkan “sangueir” sebagai pengganti bir dan Mr.
Mesmen biasa mengolahnya sendiri. 
Serangga juga lumayan banyak, diantara serangga yang lain Wallace tertarik
tertarik pada kupu-kupu Sulawesi sebagai objek pencariannya. Kupu-kupu tersebut antara
lain  3 spesies Ornithoptera dengan kumpulan berwarna kuning, Papios hijau emas lebat,
Milerus dan Tefus, P. macedon hijau emas lebat, Papilio mesus dengan ekor menyerupai
burung, Cnopithecus nigrescens, kerumunan kupu-kupu langka (Tachyiris Zarinda) yang
memiliki sayap berwarna oren dan merah. Di belukar padat Wallace juga menangkap
kupu-kupu logam biru kecil (Amblypodia) yang sedang bertengger di daun, Serta beberapa

4
kumbang daun Yang langka dan indah (Hispidae & Chrysomelidae). 
Hutan tersebut juga banyak menghasilkan jenis buah yang memiliki spesies
Staphylinidae, Nitidulidae, Onthophagi, dan Carabidae. Wallace juga menemukan burung
murai darat yang tampan (Pitta celebensis), merpati cantik (Ptilonopus celebensis). Disana
juga terdapat jurang sempit yang menghasilkan serangga dan burung Phlaegenas
tristigmata yang aneh, merpati besar dengan dada kuning dan leher ungu. Dan Ketika
matahari bersinar terlihat kelompok kupu-kupu gay-oranye, kuning, putih, biru dan hijau
yang sangat indah. 
Disana juga terdapat jurang dan tebing yang berlimpah,  dengan permukaan yang
besar dan kasar. Banyaknya bunga brilian berwarna merah cantik, emas dan biru yang
menghiasi tepian sungai kecil di gunung. Disana juga Wallace mendapatkan beberapa
burung baru, yang di antaranya 2 atau 3 jenis elang kecil, Paroquet, Trichoglossus
ornatus, gagak hitam dan putih, Corvus advena.
Pejalanan Wallace di Makasar pun berhenti di bulan November, lalu ia berangkat
menggunakan kapal Belanda menuju Ambon dan Ternate untuk melanjutkan
pencariannya. 
Wallace sampai di Manado pada 10 Juni 1859. Manado, salah satu kota terindah di
Timur. Sebelah barat dan selatannya dihiasi gugusan gunung berapi yang menciptakan
lanskap besar nan indah. Penduduk Minahasa (demikian bagian dari Sulawei ini disebut)
memiliki kulit cokelat muda atau kuning; perawakan yang agak pendek, gagah dan
tampan, dengan wajah yang ramah dan menyenangkan, rambut panjang, lurus, dan hitam
legam khas ras Melayu. Memiliki sifat yang sangat pendiam dan lembut, tunduk pada
orang yang berkuasa, dan mudah diajak belajar.
Penduduk di beberapa desa berasal dari berbagai suku, dengan bahasa yang tidak
dimengerti satu sama lain, dan hampir selalu berperang. Mereka berpakaikan kulit kayu,
pemburu kepala seperti suku Dayak Kalimantan dengan rumah yang ditinggikan untuk
mempertahankan diri. Agama mereka lahir secara alami dalam pikiran yang berkembang
melalui alam dan kelebatan alam tropis. Merekalah gambaran kehidupan manusia liar yang
sebenarnya. Begitulah kondisi mereka hingga tahun 1822, ketika tanaman kopi pertama kali
diperkenalkan, dan eksperimen dibuat untuk budidaya kopi tersebut. Negeri inipun dipegang
oleh Kontrolir.

Wallace berangkat pada 22 Juni menuju Desa Lotta bersama Mr. Neys dan Kontrolir
distrik Tondano sebagai pemandu. Sekitar pukul 01.00 mereka tiba di Tomohon, tempat

5
kepala distrik, untuk makan malam. Keesokan paginya, mereka pergi menuju desa Rurukan.
Wallace menemukan beberapa spesies serangga, seperti; kumbang dari famili Cleridae dan
kupu-kupu Papilio Blumei. Pohon-pohon lebih banyak ditutupi lumut. Hutannya dihiasi
Orchideae, Bromeliace, Araceae, Lycopodiums, dan lumut. Di lereng perbukitan, padi
dibudidayakan. Gunungnya ditanami sayuran.

Pada malam 29 Juni, gempa terjadi dengan interval pendek. Kemudian, beberapa hari
setelah gempa, Wallace berangkat menuju Tondano ditemani Kontrolir, Mr.Bensneider.
Perjalanan dilanjutkan menuju Panghu, di sini serangga tidak berlimpah, namun Wallace
dibawakan beberapa dari pohon Sagueir, seperti; Cetonia, kumbang rusa, burung cotok dari
spesies baru (Prionochilus aureolimbatus), dan burung penghisap madu. Ada pula merpati
buah langka khas Sulawesi Utara (Carpophaga forsteni) dan harimau kumbang. Di hutan,
Wallace menemukan beberapa spesies Cicindela, salah satunya adalah Gloriosa Cicindela.

Setelah kembali dari Panghu, Wallace melanjutkan perjalanan menuju timur, ke


sebuah desa bernama Lempias. Tempat ini dihuni babirusa dan Wallace juga memperoleh
tengkorak “Sapi-utan” (Anoa depressicornis). Selain itu, Wallace juga mendapatkan Pekakak
Hutan (Cittura cyanotis) dan sebuah spesimen dari Maleo besar (Megacephalon rubripes).
Kemudian, Wallace pergi ke Licoupang. Di sini, ia memperoleh sebuah spesimen merpati
darat yang langka (Phlegaenas tristigmata).

Wallace ditemani Mr. Goldmann, Major, dan selusin orang pribumi pergi ke sebuah
pantai terpencil yang terletak di teluk besar antara pulau Limbe dan Banca. Tampaknya,
tanah disini merupakan lava zaman kuno dari gunung berapi Klabat, yang mengalir ke
lembah dan laut, dan terjadi dekomposisi sehingga membentuk pasir hitam. Di pasir hitam
inilah burung “Maleo” menyimpan telurnya. Kemudian, setelah beberapa hari di sana,
Wallace bersama seorang pemandu jalan dan dua orang lainnya memutuskan untuk pulang ke
pondok kecil orang Licoupang melalui hutan. Hutan ini bercirikan utama pohon rotan. Tak
ketinggalan, juga terdapat Livistona rotundifolia, pohon palem yang indah. Beberapa hari
kemudian, Wallace pun bertolak kembali ke Manado.
Posisi Sulawesi sangat penting dan strategis di Nusantara. Di utara adalah Filipina; di
sebelah barat adalah Kalimantan; di sebelah timur adalah Maluku; dan di sebelah selatan
adalah Timor. Meskipun begitu, Sulawesi merupakan pulau yang termiskin dalam jumlah
spesies. Sebetulnya areal daratan Sulawesi hampir dua kali lipat dibanding dengan Jawa,
namun jumlah mamalia dan burung di pulau ini hanya separuh dari spesies yang ada di Jawa.

6
Di Sulawesi jumlah burung adalah yang terbesar dibandingkan dengan spesies lain. Sekitar
191 spesies burung ditemukan di pulau ini, dan masih ada 144 spesies burung darat. Tiga
pulau di Sula juga secara zoologis menjadi milik Sulawesi meskipun posisi pulau tersebut
lebih dekat dengan Maluku.

Dari penelitian yang dilakukan para naturalis, kita dapat menemukan bahwa banyak
spesies burung di Sulawesi yang tidak memiliki ikatan dengan pulau-pulau lain yang
mengelilingi Sulawesi. Tetapi hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang
jauh dengan New Guinea, Australia, India, bahkan Afrika. Roller Sulawesi (Coracias
temmincki) adalah salah satu contoh yang membuktikan kaitannya dengan spesies yang ada
di Afrika. Memang, spesies Coracias ini tersebar di Eropa, Asia, dan Afrika, tetapi tidak ada
di Jazirah Melayu. Begitu pula dengan burung enggang Sulawesi yang tidak memiliki kerabat
dekat dengan pulau lain di sekitar Sulawesi. Maleo yang memiliki bulu kepala juga
membuktikan memiliki hubungan kerabat terdekat dengan Australia dan New Guinea.

Mamalia di Sulawesi sangat sedikit jumlahnya, dimana terdiri dari empat belas
spesies darat dan tujuh kelelawar. Babi tampaknya menjadi spesies khas pulau ini, ada jenis
hewan dari keluarga ini yang unik yakni babirusa. Disini kita dapat melihat kembali
bagaimana hubungan hewan ini dengan babi Afrika, yang taring atasnya tumbuh keluar dan
bengkok. Mamalia lainnya yang tidak kalah menarik adalah tupai, mereka berbeda dengan
yang ada di jawa dan Kalimantan. Dengan demikian kita dapat melihat bahwa mamalia
Sulawesi juga memiliki kekerabatan dengan hewan yang ada di Benua Afrika.

Serangga di Sulawesi memiliki keunikan tersendiri, kelompok serangga ini


tampaknya sangat tunduk pada pengaruh lokal. Tetapi yang perlu diperhatikan adalah
kenyataan bahwa persebaran serangga lebih mudah ketimbang mamalia dan burung. Hal ini
dikarenakan serangga lebih mungkin untuk terbawa angin kencang. Dari hasil penelitian yang
dilakukan Wallace kita dapat melihat bahwa 18 dari 24 spesies Papilionidae tidak ditemukan
di pulau lain. Oleh karena itu, Sulawesi menyajikan kepada kita contoh yang paling menarik
dalam studi persebaran geografis hewan-hewannya.

Anda mungkin juga menyukai