Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat rahmat dan karuniaNyalah, Makalah ini dapat terselesaikan dengan baik,
tepat pada waktunya. Dengan membuat tugas ini kami diharapkan mampu untuk
lebih mengenal tentang Paparan Sunda dan Paparan Sahul di Indonesia .
Kami sadar, sebagai seorang pelajar yang masih dalam proses
pembelajaran, penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena
itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna
penulisan karya ilmiah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Harapan kami, semoga makalah yang sederhana ini, dapat memberi
kesadaran tersendiri bagi generasi muda bahwa kita juga harus mengetahui Asal
Usul dan Perkembangan nenek moyang kita di Indonesia .

Jatibarang,

Oktober 2016

Penulis,

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.

Paparan Sunda (Sundaland).................................................................. 1


Garis-garis Pemisah Imajiner............................................................... 1
Sistem Sungai Purba............................................................................. 2
Lempeng Tektonik Sundaland.............................................................. 4
Istilah Sundaland.................................................................................. 5
Paparan Sahul....................................................................................... 7
Etimologi dan Sejarah........................................................................... 8
Sejarah Singkat Terjadinya Paparan Sunda Dan Paparan Sahul........... 9

BAB II LANDASAN TEORI


A. Asal - Usul Nenek Moyang Bangsa Indonesia..................................... 11
B. Pengantar Antropologi Menurut Prof. H.R. Fischer............................. 14
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 16

BAB I
PENDAHULUAN
A. Paparan Sunda (Sundaland)

Istilah Sundaland digunakan dalam studi Biogeografi untuk


menyebut sebuah wilayah daratan kontinental Asia yang kembali menyatu
selama zaman es terakhir 110.000 -12.000 Sebelum Masehi akibat
penurunan permukaan laut, dan kawasan luas yang kemudian disebut
Sundaland itu muncul di atas permukaan. Semenanjung Malaya, Sumatra,
Jawa, Kalimantan, dengan laut-laut dangkal di sekitarnya bergabung
membentuk daratan yang amat luas.
Dalam bidang Geologi, daratan kontinetal itu lebih dikenal sebagai
Paparan Sunda (Sunda Shelf) yang meliputi area dengan luas kurang lebih
mencapai 1.85 juta km2. Menurut Ilmu bumi itu, sejarah Sundaland adalah
rangkaian panjang dari pergerakan tektonik yang terjadi selama berjutajuta tahun yang lalu.
B. Garis-garis Pemisah Imajiner
Nusantara tidak sepenuhnya bersatu dalam daratan, tebing curam
di dasar laut sebelah timur membatasinya, batas yang kemudian dikenal
sebagaiGaris Wallace karena dicetuskan oleh seseorang yang bernama

Alfred Russel Wallace. Garis imajiner itu digunakan untuk menandai garis
pemisah zona ekologi Asialis dan Australasia.
Garis Wallace ini melalui kepulauan Nusantara, antara Borneo dan
Sulawesi, dan antara Bali (di barat) dan Lombok (di timur). Pada
perkembangannya, garis ini kemudian sedikit dikoreksi dan digeser ke
sebelah Timur daratan Pulau Sulawesi oleh Weber dengan tujuan yang
sama, yaitu memberi garis imajiner; batas penyebaran flora dan fauna
Asia. Garis pembatas ini lalu dikenal sebagai Garis Weber.
Biogeografi; studi tentang distribusi spesies dan ekosistem dalam
ruang geografis dan rentang waktu geologi. Phytogeography adalah
cabang Biogeografi yang mempelajari distribusi tanaman dan Zoogeografi
adalah cabang yang mempelajari distribusi hewan.Richard Lydekker
seorang geolog yang ahli dalam penelitian flora dan fauna kemudian ikut
juga memberi garis pemisah biogeografi antara Australialis di bagian barat
dan Asialis yang berada di bagian timur Indonesia. Tak lupa juga ia
menamai garis itu sesuai dengan namanya, Garis Lydekker. Bukti bahwa
Kepulauan Sunda Besar pernah tergabung dengan benua Asia bisa terlihat
dari kajian biogeografi berkenaan dengan sebaran jenis mamalia darat
seperti beberapa jenis harimau, gajah, kera, macan ada di Sumatra, Jawa,
dan Bali, serta orang utan ditemukan di Sumatra dan Kalimantan.
C. Sistem Sungai Purba

Periode Pleistosen, diduga terdapat tiga sistem sungai yang sangat


luas mengaliri Sundalan pada puncak Akhir Zaman es, sekitar 20.000
tahun lalu. Sungai purba ini merupakan perpanjangan sungai yang
kemungkinan

mengikuti

topografi

dengan

arah

menurun.

Daerah resapan air di bagian barat Kalimantan dan sebagian besar sungai
di Sumatra menyambung dengan jaringan sungai besar yang disebut
Sungai Sunda Besar. Sungai tersebut diperkirakan mengalir antara
Belitung dan pesisir kalimantan Barat di sepanjang selat Karimata hingga
terus mengarah ke wilayah utara dan timur laut dengan bagian muaranya
terletak si sekitar kepulauan Natuna sekarang.
Kawasan resapan air hujan di utara Jawa dan Kalimantan bagian
selatan menyambung membentuk sungai besar di dasar laut Jawa. Arah
alirannya menuju ke wilayah timur dengan muara terletak di antara Jawa
Timur dan Kalimantan Selatan sekarang. Bukti dari pernah adanya sistem
sungai purba yang menyambung dari kepulauan Sunda Besar adalah
ditemukannya spesies ikan air tawar asia tenggara di berbagai pulau yang
saat ini terpisah oleh laut, misalnya ikan gabus, gurame, ikan mas, dan
lain-lain.
Sebuah pemahaman yang lebih baik tentang sejarah biogeografi
dan

penelitian-penelitian

lebih

lanjut

dari

Sundaland

ini

akan

banyak membantu menjelaskan pola arus keanekaragaman hayati dan


mendukung pengembangan strategi konservasi yang efektif.

D. Lempeng Tektonik Sundaland

Sejarah Tektonik Paparan Sunda. Gambar oleh Wacana Nusantara


Sundaland tidak hanya perkara distribusi mamalia dan tanaman,
Sundalan juga berbicara mengenai sejarah tektonik. Evolusi Tektonik yang
terjadi bukan dalam hitungan tahun atau ratus tahun, tapi puluhan juta
tahun. Sundalan dianggap sebagai bagian dari Lempeng Benua Eurasia.
Paparan wilayah yang hari ini menjadi separuh dari seluruh wilayah Asia
Tenggara, terbentuk akibat serangkaian aktivitas tektonik dan vulkanik
beribu-ribu tahun yang lalu, beserta erosi dan konsolidasi runtuhan batu
seiring naik dan turunnya permukaan laut.
Secara

geologis,

Paparan

Sunda

adalah

landas

kontinen

perpanjangan dari lempeng Eurasia di Asia Tenggara. Kedalaman laut


yang berada di Paparan Sunda jarang melebihi 50 meter, fenomena
ini mengakibatkan gelombang dan erosi dasar laut yang kuat. Tebingtebing curam di bawah laut kemudian memisahkan Paparan Sunda dengan
kepulauan Filipina, Pulau Sulawesi, dan Kepulauan Sunda Kecil.
Geologi: Ilmu yang mempelajari bumi, meliputi komposisi,
struktur, sifat fisik, dan proses pembentukannya. Geolog: mereka yang
mempelajari geologiBerdasarkan data Geologi evolusi tektonik Sundaland
merupakan gabungan dari sisa-sisa fragment dari benua Gondwana yang
bergabung dengan bagian dari lempeng benua Eurasia.

Pembentukan Sundalan melibatkan penjahitan progresif yang


dimulai selama Akhir Paleozoikum. Peristiwa tektonik yang besar terjadi
pada era mesozoikum, yakni pemisahan lempeng benua Afrika dan benua
India pada akhir periode Kretasius (zaman kapur) yang berlanjut dengan
tabrakan Lempeng India itu dengan Benua Eurasia 50 juta tahun yang lalu.
Usia Kejadian tersebut menyebabkan jahitan lempengan di Asia timur dan
Asia Tenggara menjadi lebih muda ke selatan dan tenggara.
Lempeng Sunda mencakup Laut Cina selatan, Laut Andaman,
Bagian Selatan dari Vietnam dan wilayah Thailand bersama-sama dengan
Malaysia dan Pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, serta Sulawesi di
Indonesia, dan juga kepulauan Filipina di bagian barat dan Palawan seta
Kepulauan Sulu.
Batas-batas di bagian timur, selatan dan juga barat Sundaland rumit
secara tektonik dan aktif secara seismik. Hanya batas bagian utara yang
relatif diam. Lempeng Sunda berbatasan di timur dengan Sabuk bergerak
Filipina, Zona tumbukan Laut Maluku, Lempeng Laut Banda dan
Lempeng Timor yang disebut juga sebagai Eastern Margins, di Selatan
dan barat berbatasan dengan lempeng Australian, dan di utara dengan
Lempeng Burma, Lempeng Eurasia dan Lempeng Yang-tze, disebut juga
sebagai Western Margins
E. Istilah Sundaland
Siapa yang pertama kali mencetuskan istilah Sundaland dalam
kajian ilmu bumi, untuk saat ini belum begitu jelas diketahui, tapi
kemungkinan istilah tersebut telah berkembang dan cukup dikenal pada
kajian-kajian ilmu alam abad ke-18 masehi.
Porf. Edi Ekadjati, menyatakan bahwa Sunda sebagai nama tempat,
pertama kali digunakan oleh seorang ahli bumi Yunani bernama
Ptolemaeus yang menggunakan istilah itu pada abad ke-2 Masehi untuk

menyebutkan tiga pulau yang terletak di sebelah timur India. Kemudian


van Bemmelen (1949) seorang geolog dari Belanda mengatakan hal
hampir sama, bahwa Sunda adalah istilah yang digunakan untuk menamai
daratan bagian barat laut India Timur, sedangkan bagian tenggaranya
dinamai Sahul. Dataran Sunda menurutnya, dikelilingi sistem Gunung
Sunda yang melingkar dengan panjangnya sekitar 7000 km.
Sunda merujuk kepada nama Gunung purba lebih lanjut
diungkapkan oleh Gona (1973) yang menyebut bahwa pada mulanya kata
Sunda merupakan nama sebuah gunung yang menjulang tinggi di bagian
barat Pulau Jawa. Gunung itu dari jauh tampak putih karena tertutup abu
asal gunung tersebut. Kemudian nama tersebut diterapkan pula pada
wilayah gunung itu berikut penduduknya. Beberapa pihak ada juga
menyebutkan bahwa Keberadaan Gunung Sunda Purba 100 juta tahun
yang lalu. Umumnya pendapat yang menyoal keberadaan gunung Sunda
ada pada periode Pleistosen (2,8 juta-12.000 tahun lalu).
Sunda menurut G.P Rouffaer (1950) Peneliti dari Belanda yang
gemar meneliti sejarah kerajaan-kerajaan di Nusantara menyebutkan
bahwa kata Sunda sebagai nama tempat merupakan pinjaman dari
kebudayaan Hindu seperti juga kata Sumatra, Madura, Bali, Sumbawa dll.
Mungkin kurang tepat jika disebut pinjaman, tapi kata itu memang ada
dalam kosa-kata bahasa sanskerta yang artinya secara sederhana putih,
bersih, dana tau suci. Kebetulan saat itu, Sanskerta berkembang sejalan
dengan Hindu dan Buddha kemudian.
Jauh sebelum itu, kata Sunda memang sudah cukup dikenal
dalam sejarah masyarakat di Indonesia, Sunda di abad ke-8 hingga abad 16
misalnya, merujuk kepada nama kerajaan yang berada di wilayah jawa
bagian barat. Kekinian, di Indonesia, Sunda lebih dikenal sebagai nama
suku, bahasa, agama dan cakupan geografis dari penutur bahasa Sunda
yang umumnya mendiami wilayah Jawa Barat.

Selain Sundaland, atau paparan Sunda, kata Sunda dalam ruang


lingkup geologi juga dipakai dalam istilah Kepulauan Sunda Besar
(Sumatra, Jawa, Bali, Kalimantan) dan Kepulauan Sunda Kecil (Lombok,
Nusa Tenggara, dan pulau lain di sekitarnya). Mereka yang mengenyam
pendidikan sebelum akhir abad ke-20 di Indonesia, pasti cukup familiar
dengan peristilahan tersebut.
Pertanyaan selanjutnya yang tak kalah penting, justru bukan siapa
yang pertama kali menggunakan atau mencetuskan nama Sunda untuk
menyebut daratan purba itu. Tapi kenapa? Kenapa Sunda? Mungkin anda
punya jawabannya. Tapi sebelum menjawab, apa kabar Rhinoceros
sondaicus yang justru dikenal dengan Badak Jawa.
F. PAPARAN SAHUL

Paparan Sahul adalah bagian dari lempeng landas kontinen benua


Sahul (benua Australia Papua) yang terletak di lepas pantai utara
Australia dan lautan selatan pulau Papua. Paparan Sahul membentang dari
Australia utara, meliputi Laut Timor menyambung ke Timur di laut
Arafura yang menyambung dengan Pulau Papua. Kepulauan Aru menonjol
di atas paparan Sahul. Paparan Sahul juga mencakup Paparan Rowley

yang terletak di sisi Samudra Hindia di Barat Laut Australia membentang


hingga tanjung di barat laut Australia.
Ketika permukan air laut turun pada zaman es Pleistosen, termasuk
zaman es maksimum terakhir, sekitar 18.000 tahun yang lalu, Paparan
Sahul adalah dataran terbuka di atas permukaan laut. Bukti tepi pantai
pada masa ini ditandai dengan lokasi yang kini terletak pada kedalaman
antara 100 sampai 140 meter di bawah permukaan laut. [1] Paparan Sahul
juga disebut Paparan Arafura, membentuk jembatan daratan antara
Australia dengan pulau Papua, serta Kepulauan Aru. Kawasan ini
merupakan habitat penyebaran marsupial (hewan mamalia berkantung),
burung darat yang tak dapat terbang seperti emu dan kasuari, serta ikan air
tawar yang sama jenisnya. Garis Lydekker adalah garis biogeografi yang
ditarik di tepi perbatasan Paparan Sahul dimana dasar laut turun curam di
kawasan biogeografi Wallacea. Wallacea terletak antara celah yang
terbentuk antara Paparan Sahul dengan Paparan Sunda, bagian dari
paparan benua Asia Tenggara.[2]
G. Etimologi dan Sejarah
Nama "Sahull" atau "Sahoel" muncul pertama kali pada peta yang
dibuat orang Belanda pada abad ke-17 yang menandai timbunan pasir
dangkal bawah laut antara Australia dan pulau Timor. Pada peta tahun
1803, Matthew Flinders mencatat "Laut Dangkal Sahul Besar" tempat di
mana orang Makassar menangkap teripang (timun laut).[3]
Keberadaan Paparan Sahul yang lebih besar diajukan pada 1845
oleh G.W. Earl yang menyebutnya "Tepian Australia Besar" dan mencatat
Macropodidae ("kanguru") selain ditemukan di Australia, juga ditemukan
di Pulau Papua dan Kepulauan Aru. Earl juga menyadari keberadaan
Paparan Sunda yang disebutnya "Tepian Asia Besar".[4] Nama Paparan
Sahul dan Paparan Sunda diberikan oleh G.A.F. Molengraaff dan Max
Wilhelm Carl Weber pada 1919.

H. Sejarah Singkat Terjadinya Paparan Sunda Dan Paparan Sahul


Wilayah utama daratan Nusantara terbentuk dari dua ujung
Superbenua Pangaea di Era Mesozoikum (250 juta tahun yang lalu),
namun bagian dari lempeng benua yang berbeda. Dua bagian ini bergerak
mendekat akibat pergerakan lempengnya, sehingga di saat Zaman Es
terakhir telah terbentuk selat besar di antara Paparan Sunda di barat dan
Paparan Sahul di timur. Pulau Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya
mengisi ruang di antara dua bagian benua yang berseberangan. Kepulauan
antara ini oleh para ahli biologi sekarang disebut sebagai Wallacea, suatu
kawasan yang memiliki distribusi fauna yang unik. Situasi geologi dan
geografi ini berimplikasi pada aspek topografi, iklim, kesuburan tanah,
sebaran makhluk hidup (khususnya tumbuhan dan hewan), serta migrasi
manusia di wilayah ini.
Bagian pertemuan Lempeng Eurasia di barat, Lempeng IndoAustralia di selatan, dan Lempeng Pasifik di timur laut menjadi daerah
vulkanik aktif yang memberi kekayaan mineral bagi tanah di sekitarnya
sehingga sangat baik bagi pertanian, namun juga rawan gempa bumi.
Pertemuan lempeng benua ini juga mengangkat sebagian dasar laut ke atas
mengakibatkan adanya formasi perbukitan karst yang kaya gua di
sejumlah tempat. Fosil-fosil hewan laut ditemukan di kawasan ini.
Nusantara terletak di daerah tropika, yang berarti memiliki laut hangat dan
mendapat penyinaran cahaya matahari terus-menerus sepanjang tahun
dengan intensitas tinggi. Situasi ini mendorong terbentuknya ekosistem
yang kaya keanekaragaman makhluk hidup, baik tumbuhan maupun
hewan. Lautnya hangat dan menjadi titik pertemuan dua samudera besar.
Selat di antara dua bagian benua (Wallacea) merupakan bagian dari arus
laut dari Samudera Hindia ke Samudera Pasifik yang kaya sumberdaya
laut. Terumbu karang di wilayah ini merupakan tempat dengan

keanekaragaman hayati sangat tinggi. Kekayaan alam di darat dan laut


mewarnai kultur awal masyarakat penghuninya. Banyak di antara
penduduk asli yang hidup mengandalkan pada kekayaan laut dan membuat
mereka memahami navigasi pelayaran dasar, dan kelak membantu dalam
penghunian wilayah Pasifik (Oseania).
Benua Australia dan perairan Samudera Hindia dan Pasifik di sisi
lain memberikan faktor variasi iklim tahunan yang penting. Nusantara
dipengaruhi oleh sistem muson dengan akibat banyak tempat yang
mengalami perbedaan ketersediaan air dalam setahun. Sebagian besar
wilayah mengenal musim kemarau dan musim penghujan. Bagi pelaut
dikenal angin barat (terjadi pada musim penghujan) dan angin timur. Pada
era perdagangan antarpulau yang mengandalkan kapal berlayar, pola angin
ini sangat penting dalam penjadwalan perdagangan.
Dari sudut persebaran makhluk hidup, wilayah ini merupakan titik
pertemuan dua provinsi flora dan tipe fauna yang berbeda, sebagai akibat
proses evolusi yang berjalan terpisah, namun kemudian bertemu. Wilayah
bagian Paparan Sunda, yang selalu tidak jauh dari ekuator, memiliki fauna
tipe Eurasia, sedangkan wilayah bagian Paparan Sahul di timur memiliki
fauna tipe Australia. Kawasan Wallacea membentuk "jembatan" bagi
percampuran dua tipe ini, namun karena agak terisolasi ia memiliki tipe
yang khas. Hal ini disadari oleh sejumlah sarjana dari abad ke-19, seperti
Alfred Wallace, Max Carl Wilhelm Weber, dan Richard Lydecker. Berbeda
dengan fauna, sebaran flora (tumbuhan) di wilayah ini lebih tercampur,
bahkan membentuk suatu provinsi flora yang khas, berbeda dari tipe di
India dan Asia Timur ini lebih jauh dan juga masuknya tumbuhan dan
hewan asing dari daratan Eurasia, Amerika, dan Afrika pada masa sejarah.

10

BAB II
LANDASAN TEORI
A. Asal - Usul Nenek Moyang Bangsa Indonesia

Banyak ahli - ahli yang menyampaikan pendapatnya tentang


Asal - Usul Bangsa Indonesia. Ada pendapat yang diterima
dan ada juga yang tidak, dan pendapat yang diterima itulah
yang disebut sebuah teori. Berikut adalah 15 Nama Ahli
beserta pendapatnya tentang Asal - Usul Nenek Moyang
Bangsa Indonesia :
1. Drs. Moh. Ali
Ali menyatakan bahwa bangsa Indonesia berasal dari
daerah Yunan, Cina. Pendapat ini dipengaruhi oleh
pendapat Mens yang berpendapat bahwa bangsa Indonesia
berasal dari daerah Mongol yang terdesak oleh bangsabangsa lebih kuat sehingga mereka pindah ke selatan,
termasuk ke Indonesia. Ali mengemukakan bahwa leluhur
orang Indonesia berasal dari hulu-hulu sungai besar yang
terletak di daratan Asia dan mereka berdatangan secara
bergelombang. Gelombang pertama berlangsung dari
3.000 hingga 1.500 SM (Proto Melayu) dan gelombang
kedua terjadi pada 1.500 hingga 500 SM (Deutro Melayu).
Ciri-ciri gelombang pertama adalah kebudayaan Neolitikum
dengan jenis perahu bercadik-satu, sedangkan gelombang
kedua menggunakan perahu bercadik-dua.
2. Prof. Dr. H. Kern
Ilmuwan asal Belanda ini menyatakan bahwa bangsa
Indonesia berasal dari Asia. Kern berpendapat bahwa
bahasa - bahasa yang digunakan di kepulauan Indonesia,

11

Polinesia, Melanesia, Mikronesia memiliki akar bahasa yang


sama, yakni bahasa Austronesia. Kern menyimpulkan
bahwa bangsa Indonesia berawal dari satu daerah dan
menggunakan bahasa Campa. Menurutnya, nenek-moyang
bangsa Indonesia menggunakan perahu-perahu bercadik
menuju kepulauan Indonesia. Pendapat Kern ini didukung
oleh adanya persamaan nama dan bahasa yang
dipergunakan di daerah Campa dengan di Indonesia,
misalnya kata kampong yang banyak digunakan sebagai
kata tempat di Kamboja. Selain nama geografis, istilahistilah binatang dan alat perang pun banyak kesamaannya.
Tetapi pendapat ini disangkal oleh K. Himly dan P.W.
Schmidt berdasarkan perbendaharaan bahasa Campa.
3. Willem Smith
Melihat
asal-usul
bangsa
Indonesia
melalui
penggunaan bahasa oleh orang-orang Indonesia. Willem
Smith membagi bangsa-bangsa di Asia atas dasar bahasa
yang dipakai, yakni bangsa yang berbahasa Togon, bangsa
yang berbahasa Jerman, dan bangsa yang berbahasa
Austria. Lalu bahasa Austria dibagi dua, yaitu bangsa yang
berbahasa Austro Asia dan bangsa yang berbahasa
Austronesia. Bangsa-bangsa yang berbahasa Austronesia
ini mendiami wilayah Indonesia, Melanesia, dan Polinesia
4. Prof. Dr. Sangkot Marzuki
Menyatakan bahwa nenk moyang bangsa Indonesia
berasal dari Austronesia dataran Sunda. Hal ini didasarkan
hasil penelusuran DNA fosil. Ia menyanggah bahwa nenek
moyang bangsa Indonesia berasal dari Yunan, karena
Homo Erectus atau Phitecantropus Erectus ini tidak ada
kelanjutannya pada manusia saat ini. Mereka punah dan
digantikan oleh manusia dengan species baru, yang
sementara ini diyakini sebagai nenek moyang manusia
yang ditemukan di Afrika.
5. Van Heine Geldern
Pendapatnya tak jauh berbeda dengan Kern bahwa
bahasa Indonesia berasal dari Asia Tengah. Teori Geldern
ini didukung oleh penemuan-penemuan sejumlah artefak,
sebagai perwujudan budaya, yang ditemukan di Indonesia
mempunyai banyak kesamaan dengan yang ditemukan di
daratan Asia.
6. Prof. Mohammad Yamin

12

Yamin menentang teori-teori di atas. Ia menyangkal


bahwa orang Indonesia berasal dari luar kepulauan
Indonesia. Menurut pandangannya, orang Indonesia adalah
asli berasal dari wilayah Indonesia sendiri. Ia bahkan
meyakini bahwa ada sebagian bangsa atau suku di luar
negeri yang berasal dari Indonesia. Yamin menyatakan
bahwa temuan fosil dan artefak lebih banyak dan lengkap
di Indonesia daripada daerah lainnya di Asia, misalnya,
temuan fosil Homo atau Pithecanthropus soloensis dan
wajakensis yang tak ditemukan di daerah Asia lain
termasuk Indocina (Asia Tenggara).

7. Prof. Dr. Krom


Menguraikan bahwa masyarakat awal Indonesia
berasal dari Cina Tengah karena di daerah Cina Tengah
banyak terdapat sumber sungai besar. Mereka menyebar
ke kawasan Indonesia sekitar 2.000 SM sampai 1.500 SM.
8. Dr. Brandes
Berpendapat bahwa suku-suku yang bermukim di
kepulauan Indonesia memiliki persamaan dengan bangsabangsa
yang
bermukim
di
daerah-daerah
yang
membentang dari sebelah utara Pulau Formosa di Taiwan,
sebelah barat Pulau Madagaskar; sebelah selatan yaitu
Jawa, Bali; sebelah timur hingga ke tepi pantai bata
Amerika. Brandes melakukan penelitian ini berdasarkan
perbandingan bahasa.
9. Hogen
Menyatakan bahwa bangsa yang mendiami daerah
pesisir Melayu berasal dari Sumatera. Bangsa Melayu ini
kemudian bercampur dengan bangsa Mongol yang disebut
bangsa Proto Melayu (Melayu Tua) dan Deutro Melayu
(Melayu Muda). Bangsa Proto Melayu kemudian menyebar
di sekitar wilayah Indonesia pada tahun 3.000 hingga
1.500 SM, sedangkan bangsa Deutro Melayu datang ke
Indonesia sekitar tahun 1.500 hingga 500 SM.
10. Max Muller
Berpendapat lebih spesifik, yaitu bahwa bangsa
Indonesia berasal dari daerah Asia Tenggara. Namun,
alasan Muller tak didukung oleh alasan yang jelas.

13

11. Mayundar
Berpendapat bahwa bangsa-bangsa yang berbahasa
Austronesia berasal dari India, lalu menyebar ke wilayah
Indocina terus ke daerah Indonesia dan Pasifik. Teori
Mayundar ini didukung oleh penelitiannya bahwa bahasa
Austria merupakan bahasa Muda di India bagian timur.
12. Mens
Berpendapat bahwa bangsa Indonesia berasal dari bangsa
Mongol yang terdesak oleh bangsa - bangsa yang lebih
kuat, sehingga mereka terdesak ke selatan termasuk
kawasan Indonesia.
13. Sultan Takdir Alisyahbana
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang berasal
dari melayu karena berdasarkan rumpun bahasa yang
memiliki kesamaan.

14. Gorys Kraf


Indonesia kebudayaannya lebih tinggi dari
kebudayaan wilayah sekitarnya, yang berarti induknya
berasal dari Indonesia.
15. Harry Truman Simandjutak
Bahwa bahasa yang banyak digunakan di Indonesia
berasal dari Bahasa Austronesia yang induknya ada di
Pulau Formosa, Taiwan.
B. Pengantar Antropologi Menurut Prof. H.R. Fischer
kebudayaan Indonesia bangsa indonesia terbagi menjadi 3 bangsa :
Negroid (orang Tapiro Irian/Papua).
Ciri-ciri : kulit hitam, rambut keriting, bertubuh kecil.
Weddoid (orang Senoi di Malaya, Sakai di Siak, Kubu di Palembang).
Ciri-ciri : rambut berombak tegang, lengkung alis menonjol ke depan, kulit
agak coklat.
Melayu (Suku jawa).
Ciri-ciri : tubuh tinggi & ramping, wajah bulat, hidung pesek, rambut hitam,
kulit sawo matang.

14

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Nenek moyang bangsa Indonesia datang ke nusnatara melalui dua
jalur yakni jalur barat dan timur.Migrasi jalur barat di lakukan dari yunan
ke semenanjung Malaysia, Kalimantan, menuju Jawa dan Nusa
Tenggara. Penyebaran jalur timur di mulai dari Teluk Tonkin menyusuru
pantai asia timur menuju Taiwan , Filipina, Sulawesi, Maluku, papua,
sampai australia . Mereka datang secara bergelombang, gelombang
pertama adalah bangsa prota melayu yang datang membawa kebudayaan
kapak persegi dan kapal bercadik satu. Gelombang kedua adalah bangsa
deutro melayu yang datang membawa kebudayaan kapak lonjong dan
kapal bercadik dua.

15

Sebelum kedua bangsa melayu tersebut datang ke nusantara da


beberapa suku primitive yang sudah terlebih dahulu menetap di nusantara.
Oleh karna itu saat bengsa melayu datang ke nusantara meraka
melakukan proses kawin mengawin dangan suku asli yang sudah
mendiami nusantara terlebih dahulu. Karna itu bangsa Indonesia sekarang
adalah turunan dari bangsa deutro melayu, prota melau, bangsa Melanesia
dan bangsa primitive yang dulu mendiami nusantara.
Dan padasaat itu keadaan geografis Indonesia yang luas memaksa
mereka untuk tinggal terpencar di seluruh wilayah nusantara yang sangat
luas. Sehingga mereka hidup sacara terisolasi dari suku bangsa yang lain

DAFTAR PUSTAKA
Makalah Ilmiah:
Hall, R., Clements, B., Smyth, H. R. Sundaland: Basement Character,
Structure and Plate Tectonic Development. Proceedings, Indonesian
Petroleum Association, Thirty-Third Annual Convention & Exhibition,
May 2009.
Hamilton, W. Tectonics of Indonesian Region. Proceedings, Regional
Conference

of

The

Geology

of

Southeast

Asia,

July

1973.

Hutchison, C. S. Tectonic Evolution of Sundaland: A Phanerozoic Syntesis.


Proceedings, Regional Conference of The Geology of Southeast Asia, July
1973.
Perangkat Lunak:
Microsoft Student with Encarta Premium 2009.

16

http://fitrinuraenialhafidza.wordpress.com/2013/02/19/makalah-asal-usulpenyebaran-dan-pengaruh-nenek-moyang-bangsa-indonesia/
http://www.artikelsiana.com/2014/09/persebaran-nenek-moyang-bangsaIndonesia.html#_
Mustafa Shodiq . 2006. Wawasan Sejarah 1 Indonesia dan Dunia. Solo :
Tiga Serangkai
Mustopo Habib. 2007. Sejarah 1. Jakarta : Yudhistira

17

MAKALAH
PAPARAN SUNDA DAN PAPARAN SAHUL DAN BIOGRAFI

Disusun Oleh :
Nama Anggota Kelompok
1. Abdul Khidir
2. Moh. Miftakhudin
3. Hendri Hidayatullah

MA. ASY-SYAFIIYYAH JATIBARANG BREBES

TAHUN AJARAN 2016/2017

Anda mungkin juga menyukai