Anda di halaman 1dari 21

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

PEMERIKSAAN FISIK KEPERAWATAN KELUARGA

Pengertian Pemeriksaan fisik merupakan peninjauan dari ujung kepala sampai


ujung kaki pada setiap sistem tubuh yang memberikan informasi
objektif tentang klien dan memungkinkan perawat untuk membuat
penilaian klinis.

Tujuan 1. mendapatkan data dasar tentang kesehatan klien


2. menambah, konfirmasi atau membuktikan data yang didapat
dalam riwayat keperawatan
3. konfirmasi dan mengidentifikasi dx. Keperawatan
4. membuat penilaian Minis terhadap perubahan status kesehatan
dan manajemen masalah klien
5. mengevaluasi hasil perawatan

Referensi

Alat dan Bahan 1. Persiapan alat – alat:


a. Stetoskop H. Garputala
b. Spignomanometer IArloji
c. Penlight J. Otoskop
d. Thermometer K. Optalmoskop
e. Toungspatel L. Snelen Cart
f. Penggaris / meteran
M. Speculum Hidung
g. Sarung tangan
N. Iluminator Hidung
O.Stetoskop
P.Bengkok
Q..Penggaris
R. Zat pengetes: kopi
, teh, gula, garam

Nama-nama Anggota Kelompok :


Nurul Aliyyah R 1810711003
Erika Deliana 1810711004
Dini Sholihatunnisa 1810711030
Nurul Septianti 1810711060
Sri Ayu Mustaqfiroh 1810711087
PENILAIAN
1
N 0 2
TIDAK
URAIAN TIDAK BAIK
O DIKERJ
SEMPURNA
DIKERJA
DIKERJAK
AKAN KAN
AN
A FASE PRE-ORIENTASI
2. Mengecek file (catatan medis atau keperawatan)

B FASE ORIENTASI
1. Memberikan salam dan memperkenalkan diri
2. Validasi pasien (Pasien Safety)
a. Ketetapan identifikasi pasien
b. Peningkatan komunikasi yang efektif
3. Sebutkan tujuan SOP
Untuk menentukan status kesehatan klien, mengidentifikasi
masalah klien dan mengambil data dasar untuk menentukan
tindakan rencana keperawatan.
C FASE KERJA
1. Mempersilahkan klien untuk berbaring terlentang
2. Menggunakan sarung tangan jika perlu (prinsip bersih)
3. Meminta klien untuk memberikan respon terhadap pemeriksaan
(rasa sakit, dll)
4. .Mulailah melakukan pemeriksaan fisik:
A. Kepala
1. Atur pasien dalam posisi duduk atau berdiri (tergantung
pada kondisi pasien dan jenis pengkajian yang akan
dilakukan).
2. Bila pasien memakai kacamata, anjurkan untuk
melepaskannya
3. Lakukan inspeksi yaitu dengan memperhatikan
kesimetrisan muka, tengkorak, warna dan distribusi
rambut serta kulit kepala. Muka normalnya simetris antara
kanan dan kiri. Ketidaksimetrisan muka dapat merupakan
suatu petunjuk adanya kelumpuhan/parese saraf ketujuh.
Bentuk tengkorak yang normal adalah simetris dengan
bagian frontl menghadap ke depan dan bagian parietal
menghadap ke belakang. Distribusi rambut sangat
bervariasi pada setiap orang dan kulit kepala normalnya
tidak mengalami peradangan, tumor maupun bekas
luka/sikatrik.
4. Pengkajian dengan palpasi untuk mengetahui keadaan
rambut, massa, pembengkakan, nyeri tekan, keadaan
tengkorak dan kulit kepala. Palpasi tulang tengkorak pada
bayi dilakukan juga dengan tujuan untuk mengetahui
ukuran fontanela.
B. Mata
Inspeksi
1. Amati bola mata terhadap adanya protrusis, gerakan mata,
medan penglihatan dan visus.
2. amati kelompak mata, perhatikan terhadap bentuk dan
setiap ada kelainan dengan cara sebagai berikut :
a. anjurkan pasien melihat ke depan
b. bandingkan mata kanan dan mata kiri
c. anjurkan pasien menutup kedua mata
d. amati bentuk dan keadaan kulit pada kelopak mata,
serta pada bagian pinggir kelompak mata, catat setiap
ada kelainan misalnya adanya kemerah-merahan
e. amati pertumbuhan rambut pada kelompak mata
terhadap ada/tidaknya bulu mata, dan posisi bulu mata
3. Amati konjungtiva dan sclera dengan cara sebagai
berikut :
a. Anjurkan pasien untuk melihat lurus ke depan
b. Amati konjungtiva, untuk mengetahui ada/tdaknya
kemerah-merahan, keadaan vaskularisasi serta
lokasinya
c. Tarik kelompak mata bagian bawah ke bawah dengan
menggunakan ibu jari.
d. Amati keadaan konjungtiva dan kantong konjungtiva
bagian bawah, catat bila didapatkan infeksi atau pus
atau bila warnanya tidak normal misalnya anemic
e. Bila diperlukan amati konjungtiva bagian atas yaitu
dengan cara membuka/membalik kelopak mata atas
dengan perawat berdiri di belakang pasien
f. Amati warna sclera waktu memeriksa konjungtiva yang
pada keadaan tertentu warnanya dapat menjadi ikterik.

4. Amati warna iris serta ukuran dan bentuk pupil. Kemudian


lanjutkan dengan mengevaluasi reaksi pupil terhadap
cahaya. Normalnya bentuk pupil adalah sama besar
(isokor). Pupil yang mengecil disebut miosis, amat kecil
disebut pin point, sedangkan pupil yang melebar/dilatasi
disebut midriasis.
Inspeksi Gerakan Mata
a. Anjurkan pasien untuk melihat lurus ke depan
b. Amati apakah kedua mata tetap diam atau bergerak
secara spontan (nistagmus) yaitu gerakan ritmis bola
mata, mula-mula lambat bergerak ke satu arah,
kemudian dengan cepat kembali ke posisi semula
c. Bila ditemukan adanya nistagmus, maka amati bentuk,
frekuensi (cepat atau lambat), amplitude (luas/sempit)
dan durasinya (hari/minggu)
d. Amati apakah kedua mata memandang lurus ke depan
atau salah satu deviasi
e.
Luruskan jari telunjuk anda dan dekatkan dengan jarak
sekitar 15-30 cm
f. Beritahu pasien untuk mengikuti gerakan jari anda, dan
jaga posisi kepala pasien tetap. Gerakkan jari anda ke 8
arah, untuk mengetahui fungsi 6 otot mata

Inspeksi medan penglihatan


a. Berdirilah di depan pasien
b. Kaji kedua mata secara terpisah yaitu dengan cara
menutup mata yang tidak diperiksa
c. Beritahu pasien untuk melihat lurus ke depan dan
memfokuskan pada satu titik pandang, misalnya hidung
anda
d. Gerakkan jari anda pada suatu garis vertical/dari samping,
dekatkan ke mata pasien secara perlahan-lahan
e. Anjurkan pasien untuk memberitahu sewaktu mulai
melihat jari anda
f. Kaji mata sebelahnya
Pemeriksaan visus (ketajaman penglihatan)
1. Tempelkan kartu optotip snellen di dinding. Dudukan
penderita dalam jarak 6 meter dari optotip snellen.
2. Periksa mata kanan penderita, penderita menutup mata kiri
dengan telapak tangan (palmar) tanpa tekanan dilanjutkan
dengan mata kiri. Lakukan pemeriksaan dari baris atas
sampai baris akhir. Catat urutan baris akhir yang bisa di
baca penderita.
Jika huruf paling atas tidak bisa dibaca penderita maka
lakukan tes jari tangan (finger tes).

Palpasi
1. Beritahu pasien untuk duduk
2. Anjurkan pasien untuk memejamkan mata
3. Lakukan palpasi pada kedua mata. Bila tekanan bola
mata meninggi maka mata teraba keras.

Pemeriksaan Lapang Pandang

1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada klien


2. Anjurkan klien untuk berdiri, pemeriksa berdiri sekitar 2,5
meter didepan klien, usahakan tinggi mata sejajar antara klien
dan pemeriksa
3. Tutup mata yang tidak diperiksa
4. Anjurkan klien untuk melihat mata pemeriksa dengan
menggunakan mata yang akan diperiksa. Perawat juga
mefokuskan pandanganpada klien
5. Tempatkan jari pemeriksa pada bagian depan tepat diantara
klien dan perawat
6. Perlahan gerakan tangan kea rah lateral, kemudian ke
tengah kembali, lalu gerakkan kea rah medial, ke tengah
kembali, kearah superior dan inferior
7. Anjurkan klien untuk memberi isyarat dengan lisan apabila
ia tidak dapat melihat jari pemeriksa ketika digerakkan
8. Catat area yang tidak dapat diidentifikasi oleh klien
9. Lakukan pemeriksaan yang sama pada mata yang lain

C. Telinga
Inspeksi dan palpasi
1. Bantu pasien dalam posisi duduk. Pasien yang masih
anak-anak dapat diatur duduk di pangkuan orang lain.
2. Atur posisi anda duduk menghadap pada sisi telinga
pasien yang akan dikaji
3. Untuk pencahayaan, gunakan auroskop, lampau kepala
atau sumber cahaya yang lain sehingga tangan anda akan
bebas bekerja
4. Mulailah mengamati telinga luar, periksa keadaan pinna
terhadap ukuran, bentuk, warna, lesi dan adanya massa.
5. Lanjutkan pengkajian palpasi dengan cara memegang
telinga dengan jempol dan jari penunjuk
6. Palpasi kartilago telinga luar secara sistematis yaitu dari
jaringan luna, kemudian jaringan keras dan catat bila ada
nyeri
7. Tekan bagian tragus ke dalam dan tekan pula tulang
telinga di bawah daun telinga. Bila ada peradangan amka
pasien akan merasa nyeri
8. Bandingkan telinga kiri dan telinga kanan
9. Bila diperlukan, lanjutkan pengkajian telinga bagian dlam
10. Pegang bagian pinggir daun telinga/heliks dan secara
perlahan-lahan tarik daun telinga ke atas dan kebelakang
sehingga lubang telinga menjadi lurus dan mudah diamati.
Pada anak-anak daun telinga ditarik ke bawah.
11. Amati pintu masuk lubang telinga dan perhatikan terhadap
ada atau tidaknya peradangan, perdarahan atau kotoran
12. Dengan hati-hati masukkan otoskop yang menyala ke
dalam lubang telinga
13. Bila letak otoskop sudah tepat, letakkan mata diatas
eye-piece
13. Amati dinding lubang telinga terhadap kotoran, serumen,
peradangan atau adanya benda asing
14. Amati membrane timpani mengenai bentuk, warna,
transparansi, kilau, perforasi atau terhadap adanya
darah/cairan.
Pemeriksaan Pendengaran
1. Atur posisi pasien berdiri membelakangi anda pada jarak
sekitar 4,5 sampai dengan 6 meter
2. Anjurkan pasien untuk menutup salah satu telinga yang
tidak dipemeriksaan
3. Bisikkan suatu bilangan (misalnya tujuh enam).
4. Beritahu pasien untuk mengulangi bilangan yang di
dengar
5. Pemeriksaan telinga yang satunya dengan cara yang sama
6. Bandingkan kemampuan mendengar telinga kanan dan
kiri pasien
Pemeriksaan Pendengaran dengan Arloji
1. Pegang sebuah arloji di samping telinga pasien
2. Suruh pasien menyatakan apakah mendengar detak arloji
3. Pindah posisi arloji perlahan-lahan menjauhi telinga dan
suruh pasien menyatakan bila tak dapat mendengar lagi.
Normalnya detak arloji masih dapat di dengar sampai
jarak sekitar 30 cm
4. Bandingkan telinga kanan dan kiri.
Pemeriksaan Pendengaran dengan Garputala
1. Pemeriksaan pertama (Rinne)
a. Vibrasikan garputala
b. Letakkan garputala pada mastoid kiri pasien
c. Anjurkan pasien untuk memberitahu sewaktu tidak
merasakan getaran lagi
d. Angkat garputala dan pegang di depan telinga kiri pasien
dengan posisi garputala parallel terhadap lubang telinga
luar pasien.
e. Anjurkan pasien untuk memberitahu apakah masih
mendengar suara getaran atau tidak. Normalnya suara
getaran masih dapat di dengarkan karena konduksi udara
lebih baik daripada konduksi tulang
f. Jadi garputala yang tadi diletakkan di tulang telinga
belakang telinga tidak terdengar lagi, ketika dipegang di
dekat liang telinga akan terdengar lagi, disebut uji rinne
positif
2. Pemeriksaan kedua (Weber)
a. Fibrasikan garputala
Letakkan garputala di tengah-tengah dahi pasien
b. Tanya pasien mengenai sebelah mana telinga mendengar
suara getaran lebih keras. Normalnya kedua telinga dapat
mendengar secara seimbang, sehingga getaran dirasakan
di tengah-tengah kepala
c. Catat hasil pemeriksaan pendengaran.

D. Hidung dan Sinus-sinus


Inspeksi dan palpasi hidung bagian luar
dan palpasi sinus-sinus
1. Duduklah menghadap pada pasien
2. Atur penerangan dan amati hidung bagian luar dari sisi depan
samping dan sisi atas. Perhatikan bentuk atau tulang hidung
dan ketiga sisi ini
3. Amati keadaan kulit hidung terhadap warna dan
pembengkakan
4. Amati kesimetrisan lubang hidung
5. Lanjutkan dengan melakukan palpasi hidung luar dan catat
bila ditemukan ketidaknormalan kulit atau tulang hidung
6. Kaji mobilitas septum hidung
7. Palpasi sinus maksilaris, frontalis dan etmoidalis, perhatikan
terhadap adanya nyeri tekan.
Inspeksi hidung bagian dalam
a. Duduk menghadap kearah pasien
b. Pasang lampu kepala
c. Atur lampu sehingga sesuai untuk menerangi lubang
hidung
d. Elevasikan ujung hidung pasien dnegan cara menekan
hidung secara ringan dengan ibu jari anda, kemudian
amati bagian enterior lubang hidung
e. Amati posisi septum hidung dan kemungkinan adanya
perfusi
f. Amati bagian turbin inferior
g. Pasang ujung speculum hidung pada lubang hidung
sehingga rongga hidung dapat diamati
h. Untuk memudahkan pengamatan pada dasar hidung maka
atur posisi kepala sedikit menengadah
i. Dorong kepala menengadah sehingga bagian atas rongga
hidung mudah diamati
j. Amati bentuk dan posisi septum, kartilago dan dinding-
dinding rongga hidung serta selaput lender pada
ronggahidung (warna, sekresi, bengkak).
k. Bila sudah selesai, lepas speculum secara perlahan-lahan
Pengkajian patensi hidung
1. Duduklah dihadapan pasien
2. Gunakan satu tangan untuk menutup satu lubang
hidung pasien, suruh pasien menghembuskan udara dari
lubang hidung yang tidak ditutup dan rasakan hembusan
udara tersebut. Normalnya udara dapat dihembuskan
dengan jelas.
3. Kaji lubang hidung satunya.
E.Mulut & Faring
Inspeksi
1. Bantu pasien duduk berhadap dengan anda, dengan tinggi
yang sejajar
2. Amati bibir untuk mengetahui adanya kelainan kengenital,
bibir sumbing, warna bibir, ulkus, lesi dan massa
3. Lanjutkan pengamatan pada gigi dengan pasien dianjurkan
membuka mulut
4. Atur pencahayaan yang memadai dan bila
diperlukangunakan penekan lidah untuk menekan lidah
sehingga gigi akan tampak lebih jelas.
5. Amati keadaan setiap gigi mengenai posisi, jarak,
gigirahang atas dan bawah, ukuran, warna, esi atau adanya
tumor. Amati juga secara khusus pada akar-akar gigi dan
gusi
6. Pemeriksaan setiap gigi dengan cara mengetuk
secarasistematis, bandingkan gigi bagian kiri, kanan atas
dan bawah dan anjurkan pasien untuk memberitahu bila
merasa nyeri sewaktu diketuk
7. Perhatikan pula cirri-ciri umum sewaktu melakukan
pengkajian antara lain kebersihan mulut dan bau mulut
8. Lanjutkan pengamatan pada lidah dan perhatikan
kesimetrisannya. Suruh psien menjulurkan lidah dan amati
mengenai kelurusan, warna, ulkus maupun setiap ada
kelainan
9. Amati selaput lender mulut secara sistematis pada semua
bagian mulut mengenai warna, adanya pembengkakan,
tumor, sekresi, peradangan, ulkus dan perdarahan.
10. Beri kesempatan pasien untuk istirahat dengan menutup
mulut sejenak bila capai, lalu lanjutkan dengan inspeksi
paring dnegan cara pasien dianjurkan membuka mulut,
tekan lidah ke bawah pasien sewaktu pasien berkata "ah".
Amati paring terhadap kesimetrisan ovula.

Palpasi
1. Atur posisi pasien duduk menghadap anda
2. Anjurkan pasien membuka mulut
3. Pegang pipi diantara ibu jari dan jari telunjuk (jari
telunjuk berada di dalam) Palpasi pipi secara sistematis
dan perhatikan terhadap adanya tumor atau
pembengkakan. Bila pembengkakan determinasikan
menurut ukuran, konsistensi, hubungan dengan daerah
sekitar dan adanya nyeri.
4. Lanjutkan dengan palpasi pada palatum dengan jari
telunjuk, rasakan terhadap adanya pembengkakan dan
fisura.
5. Palpasi dasar mulut dneganc ara pasien disuruh
mengatakan "el" kemudian palpasi dilakukan pada dasar
mulut secara sistematis dengan jari penunjuk tangan
kanan. Bila diperlukan beri sedikit penekanan dengan ibu
jari dari bawah dagu untuk mempermudah palpasi. Catat
bila di dapatkan pembengkakan.
6. Palpasi lidah dengan cara pasien disuruh menjulurkan
lidah, pegang lidah dengan kassa steril menggunakan
tangan kiri. Dengan jari penunjuk tangan kanan lakukan
palpasi lidah terutama bagian belakang dan batas-batas
lidah.
F. Leher
Inspeksi
1. Anjurkan pasien untuk melepas baju
2. Atur pencahayaan yang baik
3. Lakukan inspeksi leher mengenai bentuk leher, warna
kulit, adanya pembengkakan, jaringan parut dan adanya
massa. Inspeksi dilakukan secra sistematis mulai dari garis
tengah sisi depan leher, dari samping dan dari belakang.
(bentuk leher yang panjang dan ramping umumnya
ditemukan pada orang berbentuk ektomorf, orang dengan
gizi jelek atau orang dengan TBC paru, leher pendek dan
gemuk di dapatkan pada orang berbentuk endomorph atau
obesitas). Warna kulit leher normalnya sama dengan kulit
sekitarnya. Dapat menjadi kuning pada semua jenis
ikterus, dan merah, bengkak, panas dan nyeri tekan bila
mengelami peradangan.
4. Inspeksi tiroid dengan cara pasien disuruh menelan dan
amati gerakan kelenjar tiroid pada takik suprasternal.
Normalnya gerakan kelenjar tiroid tidak dapat dilihat
kecuali pada orang yang sangat kurus.
Palpasi
Kelenjar Limfe
1. Duduklah di hadapan pasien
2. Anjurkan pasien untuk menengadah ke samping menjauhi
perawat pemeriksa sehingga jaringan lunak dan otot-otot
akan relaks
3. lakukan palpasi secara sistematis dan determinasikan
menurut lokasi, batas-batas ukuran, bentuk dan nyeri
tekan pada setiap kelompok kelenjar limfe.
Kelenjar Tiroid
1. Letakkan tangan anda pada leher pasien
2. Palpasi pada fossa suprasternal dengan jari penunjuk dan
jari tengah
3. Suruh pasien menelan atau minum untuk memudahkan
palpasi
4. Palpasi dapat pula dilakukan dengan perawat berdiri di
belakang pasien, tangan diletakkan mengelilingi leher dan
palpasi dilakukan dengan jari kedua dan ketiga
5. Bila teraba kelenjar tiroid maka determinasikan menurut
bentuk, ukuran, konsistensi dan permukaannya.
Trakea
Lakukan palpasi trakea dengan cara berdiri di samping
kanan pasien. Letakkan jari tengah pada bagian bawah
trakea dan raba trakea ke atas, ke bawah dan kesamping
sehingga kedudukan trakea dapat diketahui.

Mobilisasi Leher
1. Lakukan pengkajian mobilitas leher secara aktif. Suruh
pasien menggerakkan leher dengan urut-urutan sebagai
berikut:
a. Antefleksi, normalnya 45◦
b. Dorsifleksi, normalnya 60◦
c. Rotasi ke kanan, normalnya 7 0◦
d. Rotasi ke kiri, normalnya 70◦
e. Lateral fleksi ke kiri, normalnya 40◦
f. Lateral fleksi ke kanan, normalnya 40◦
2. Determinasikan sejauh mana pasien mampu
menggerakkan lehernya. Normalnya gerakan dapat
dilakukan secara terkoordinasi, tanpa gangguan
3. Bila diperlukan lakukan pengkajian mobilitas secara pasif
dengan cara kepala pasien dipegang dengan dua tangan
kemudian digerakkan dengan urut-urutan yang sama
seperti pada pengkajian mobilitas leher secara aktif.
PROSEDUR PEMERIKSAAN FISIK THORAK
Tabel 2. Suara perkusi paru-paru

Persiapan perawat :
1. Memperkenalkan diri
2. Menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan
3. Memberikan posisi yang nyaman pada pasien
Persiapan lingkungan :
1. Ciptakan lingkungan yang nyaman
2. Gunakan sketsel saat melakukan prosedur, jaga privasi klien
Cuci tangan
MENGKAJI THORAK
Inspeksi bentuk dan kesimetrisan dada dari sudut pandang posterior dan lateral,
bandingkan diameter anteroposterior dengan diameter transversum/lateral.

(gbr bentuk dada normal) (gbr dada barrel chest/pada penyakit paru
obstruktif kronik, terjadi peningkatan diameter
anteroposterior)

(gbr bentuk dada funnel chest) (gbr bentuk dada pigeon chest/terjadi pada
kifoskoliosis)
Inspeksi kesejajaran spina. Minta klien berdiri, dari posisi lateral dan belakang
(ketika inspeksi dari belakang, minta klien membungkuk) amati 3 lengkung normal :
servikal, thorakal, lumbal.
Posisikan pasien supine Amati pola pernafasan (frekuensi dan irama pernafasan,
kedalaman, upaya bernafas, retraksi supraklavikula), ictus cordis
Pemeriksaan thorak anterior (posisi pasien tidur terlentang)
Palpasi thorak anterior : kaji temperatur dan integritas seluruh kulit dada (jika tidak
ada keluhan pernafasan). Palpasi semua area dada untuk mengetahui adanya massa
atau pergerakan abnormal, hindari palpasi yang dalam jika ada keluhan nyeri (jika
ada keluhan pernafasan)
Palpasi dada untuk mengetahui adanya ekskursi pernafasan :
• Letakkan kedua telapak tangan pada thorak bawah klien, jari-jari disepanjang sisi
lateral selubung iga (rib cage) dan ibu jari disepanjang costa
• Minta klien mengambil nafas dalam, amati pergerakan kedua tangan

(normalnya gerakan simetris kanan kiri)


Palpasi dada untuk mengetahui fremitus vocal/taktil (getaran halus yang dirasakan
pada dinding dada klien saat klien berbicara)
• Letakkan permukaan ujung jari/bagian ulnar tangan pada dada posterior klien,
dimulai didekat apex paru
• Minta klien mengulangi beberapa kata, missal : “ tujuh puluh tujuh “
• Ulangi 2 langkah diatas, geser kedua tangan berurutan sampai bagian dasar paru
(sesuai gambar)
• Bandingkan fremitus pada kedua paru dan fremitus antara area apex dan basis paru
(normalnya sama antara kanan dan kiri)
Lakukan perkusi secara sistematis dimulai dari atas klavikula pada ruang
supraklavikular dilanjutkan kebawah hingga mencapai diafragma (sesuai gambar
diatas).
Posisi tangan saat perkusi :
Letakkan tangan non dominan di atas permukaan tubuh yang akan dilakukan perkusi.
ujung jari tengah dari tangan dominan (pleksor) memukul dasar persendian
pleksimeter (tangan non dominan)
Auskultasi dada, lakukan urutan seperti langkah yang digunakan dalam perkusi yang
dimulai dari bronki diantara sternum dan klavikula
Pemeriksaan thorak posterior (posisi pasien duduk)

Palpasi thorak posterior (ekspansi thorak): letakkan kedua telapak tangan diatas
thorak bagian bawah, kedua ibu jari didekatkan diatas spina dan jari-jari diregangkan
kearah lateral. Minta klien menarik nafas dalam, amati pergerakan kedua tangan.

(normalnya gerakan simetris kanan kiri)


Lakukan palpasi fremitus taktil (seperti langkah 12) untuk bagian posterior (sesuai
gambar)
Lakukan perkusi secara sistematis pd area yang digambarkan di atas
Auskultasi dada, lakukan urutan langkah pada area yang digambarkan di atas,
bandingkan antara sisi kanan dan kiri
Identifikasi impuls apical dgn cara memiringkan pasien ke kiri. Catat : letak impuls,
diameter, amplitudo (normalnya biasanya spt ketukan)
Catatan : pada hipertrofi ventrikel kiri amplitudo terus menerus, pada gagal jantung
kongestif menyebar

Palpasi impuls ventrikel kanan pada parasternum kiri dan area epigastrik (kuatnya
impuls diduga pembesaran ventrikel kanan)
Perkusi jantung
• Batas kiri jantung : lakukan perkusi dari arah lateral ke medial. Perubahan antara
bunyi sonor dari paru-paru ke redup relatif kita tetapkan sebagai batas jantung kiri.
Normalnya : Atas : ICS II kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang jantung)

Bawah: ICS V kiri agak ke medial linea midklavikularis kiri ( tempat iktus)

• Batas kanan jantung : dilakukan dari arah lateral ke medial. agak sulit menentukan
batas jantung kanan karena letaknya agak jauh dari dinding depan thorak.
Normalnya :

– Atas : ICS II kanan linea parasternalis kanan

– Bawah : ICS III-IV kanan,di linea parasternalis kanan.

Auskultasi jantung dengan menggunakan stetoskop pada area yang ditunjukkan pada
gambar. Gunakan diafragma stetoskop untuk bunyi nada tinggi (mis : bunyi S1 &
S2), sedangkan bel stetoskop untuk bunyi nada rendah pada batas sternum kiri bawah
dan apeks.
Normalnya pada auskultasi jantung terdengar bunyi
S1 & S2. Bunyi abnormal adalah S3 dan S4.
S1 terjadi karena penutupan katup mitral &
trikuspidalis. Sedangkan S2 terjaadi karena
penutupan katup semilunar aorta dan arteri pulmonal.

Dokumentasikan hasil pemeriksaan

PROSEDUR PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN


No NILAI
TINDAKAN
. 0 1 2
INSPEKSI
Posisikan pasien supine (telentang)
Buka baju pasien, turunkan celana hingga simfisis
Tutup dada dan daerah simfisis pasien dengan selimut
Amati permukaan abdomen (rata, abdominal frog, scapoid/cekung)
kesimetrisan abdomen, kulit (warna, lesi, penyebaran pembuluh darah vena),
gerakan dinding abdomen (gelombang peristaltik, pulsasi), umbilikus,
pembesaran organ, massa
Dokumentasikan hasil pemeriksaan
AUS KULTASI
MENDENGARKAN PERISTALTIK USUS
Letakkan diafragma stetoskop pada kuadran kiri bawah dinding abdomen
(sesuaikan dengan gambar)
Dengarkan suara peristaltik usus, hitung selama 1 menit
• Normal dewasa : 5 – 35x/menit
• Normal anak : 5 – 15 x/menit
MENDENGARKAN SUARA PEMBULUH DARAH
Letakkan diafragma stetoskop, dengarkan bising yang muncul
 Misalnya “bruit” hepatik terdengar pada karsinoma hepar
Dokumentasikan hasil pemeriksaan
PALPASI
Lakukan palpasi dimulai dari daerah superficial, lalu ke dalam (jika pasien
mengeluhkan nyeri, sebaiknya diperiksa paling akhir)
Jika dinding abdomen tegang, minta pasien untuk menekuk lutut. Tekan
daerah muskulus rectus abdominalis, minta pasien nafas dalam (muskulus
rectus relaksasi maka ada spasme volunter, jika kontraksi/kaku maka itu
spasme sejati)
PALPASI BIMANUAL (dilakukan dgn 2 tangan, untuk memeriksa organ
dalam)
Letakkan tangan kiri di pinggang kanan atau kiri pasien, dan tangan kanan
pada bagian depan dinding abdomen

PEMERIKSAAN BALLOTTEMENT
Berikan tekanan yang mendadak pada dinding abdomen dan dengan cepat
tangan ditarik kembali
Amati gerakan/pantulan abdomen (cairan asites akan berpindah untuk
sementara sehingga massa yang membesar dalam rongga abdomen dapat
terasa saat memantul)
Dokumentasikan hasil pemeriksaaan
PEMERIKSAAN GELOMBANG CAIRAN (UNDULATING FLUID
WAVE)
Letakkan satu tangan pada satu sisi perut pasien
Tangan yang lain mendorong/menekan sisi perut yang berlawanan
Rasakan adanya tekanan gelombang cairan pada tangan pertama
PERKUSI

Tentukan bagian abdomen yang akan dilakukan perkusi


Tempatkan telapak tangan kiri pada bagian yang akan di perkusi. Lakukan
perkusi sesuai urutan gambar di bawah ini.

Ketuk punggung jari telunjuk/tengah tangan kiri dengan jari telunjuk/tengah


tangan kanan
Dengarkan suara yang ditimbulkan (perkusi abdomen normal adalah timpani,
hati berbunyi redup/dullness)
PEMERIKSAAN SHIFTING DULLNESS
Miringkan pasien ke kanan
Perkusi abdomen bagian atas dan bawah (atas terdengan timpani, bawah
redup)
Miringkan pasien pada sisi yang berlawanan (yang semula redup akan
berubah menjadi timpani)
PEMERIKSAAN HEPATOMEGALI DAN SPLENOMEGALI

Persiapan lingkungan :
1. Ciptakan lingkungan yang nyaman
2. Gunakan sketsel saat melakukan prosedur
Cuci tangan
HEPATOMEGALI
Posisikan pasien supine (telentang)
Buka baju pasien, turunkan celana hingga simfisis
Tutup dada dan daerah simfisi pasien dengan selimut
• Buat garis imajiner dari midclavikula ke arcus costa kemudian hubungkan
umbilicus, bagi menjadi 3 bagian
• Buat garis imajiner pada processus xypoideus menuju umbilicus, bagi
menjadi 3 bagian pada anak dan 2 bagian pada anak > 5 tahun dan dewasa
Lakukan palpasi pada tepi hepar sambil memotivasi pasien untuk inspirasi
(tepi yang keras menunjukkan sirosis). Perhatikan adanya nyeri tekan dan
massa.
Ukur jaraknya dari margin kosta pada garis mid klavikula
Dokumentasikan hasil pemeriksaan
SPLENOMEGALI
Lakukan perabaan pada limpa (limpa normalnya tidak teraba) dengan
posisi pasien : a. Supine dengan kedua kaki fleksi

b. Posisi pasien berbaring miring ke kanan dengan posisi kedua tungkai fleksi
pada pinggang dan lutut

Lakukan perabaan pada limpa (limpa normalnya tidak teraba)


Prosedur pemeriksaan musculoskeletal
skala Ciri-ciri

0 Paralisi total
1 Tidak ada gerakan, teraba/ terlihat adanya kontraksi otot.
2 Ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi ( hanya gerakan)
3 Bila melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan/ melawan tahanan pemeriksaan.
4 Bisa bergerak melawan tahanan pemeriksaan tetapi kekuatannya berkurang.
5 Dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan kekuatan maksimal.

Persiapan lingkungan
1. Ciptakan lingkungan yang nyaman
2. Gunakan sketsel saat melakukan tindakan

Minta klien berdiri, amati struktur rangka dan perhatikan adanya kelainan
dan deformitas

Amati adanya kontraktur dengan meminta klien untuk menggerakkan


persendian ekstremitas
Palpasi otot untuk memeriksa apakah dia kelainan otot
Sternokleidomastodeus: minta klien menengok ke salah satu sisi dengan
melawan tahanan tangan pemeriksa

Trapezius: minta lentakkan kedua tangan pada bahu klien, minta klien
menaikkan bahu melawan tahanan tangan pemeriksa

Deltodideus: minta klien mengangkat kedua tangan dan melawan dorongan


tanpa pemeriksa kearah bawah

Otot panggul : posisi klien terlentang dengan kedua tangan tungkai ekstensi,
minta klien mengangkat salah satu tungkai

Abduksi panggul : posisikan klien telentang dengan kedua tungkai ekstensi,


letakkan kedua tangan pada permukaan lateral masing-masing lutut klien.
Meregangkan kedua tungkai melawan tahanan pemeriksa

Aduksi panggul: posisikan klien telentang dengan tungkai ekstensi, letakkan


kedua tangan diantara kedua lutut klien, minta klien dengan menerapkan
kedua tungkai melawan tahanan pemeriksa

Biset: minta klien merentangkan kedua lengan dan mencoba menekuknya,


pemeriksaan menahan lengan agar tetap ekstensi

Triset: minta klien menekuk kedua lengan dan mencoba merentangkannya


melawan usaha pemeriksa untuk membuat lengan klien tetap fleksi

Otot pergelangan tangan dan jari-jari: minta klien meregangkan kelima jari
dan melawan usaha pemeriksa untuk mengumpulkan ke lima jari

Kekuatan genggaman: minta klien menggegamkan jari telunjuk dan jari


tengah pemeriksa, tarik kedua jari dari genggaman klien

Hamstring : posisikan klien telentang, kedua lutut ditekuk, minta klien


meluruskan tungkai melawan tahanan pemeriksa
Kuadrisep : posisikan telentang, lutut setengah ekstensi, klien menahan
usaha pemeriksa untuk memfleksikan lutut

Otot mata kaki dan kaki: minta klien melawan usaha pemeriksa untuk
mendorsofleksikan kakinya dan kembali melawan usaha pemeriksa untuk
memfleksikan kakinya

Palpasi tulang ekstremitas dan setiap persendian untuk menemukan area


yang mengalami edema atau nyeri tekan, bengkak, grevitasi, dan nodul

Pemeriksaan fisik syaraf


Membuka Mata
1. Tidak ada reaksi
2.Dengan rangsang nyeri
3. Terhadap bicara
4.Spontan
Respon Verbal
1.Tidak ada jawaban
2.Mengerang
3.Tidak tepat (mengucapkan kata tapi bukan kalimat dan tidak tepat)
4. Kacau (bicara dlm kalimat tapi disorientasi waktu dan tempat)
5. Baik tidak ada disorientasi
Respon Motorik (M)
1. Tidak ada reaksi
2. Reaksi ekstensi
3.Reaksi fleksi
4..Reaksi menghindar
5.Mengetahui lokasi nyeri
6. Menurutperintah
. Jumlahkan GCS-nya
Pemeriksaan Kekuatan Otot
- Paralisis total (0)
- Tidak ada gerakan, teraba/terlihat adanya kontraksi otot sedikit (1)
- Gerakan otot penuh menentang gravitasi dengan sokongan (2)
- ROM lengkap/normal menentang gravitasi (3)
- Gerakan normal penuh, menentang gravitasi dengan sedikit tahanan (4)
- Gerakan normal penuh menentang gravitasi dengan tahanan penuh (5)
Pemeriksaan Refleks fisiologis
- Refleks Biseps : Ketukan hamer diatas biseps, Normal bila fleksi siku dan
kontraksi otot biseps
- Refleks Triseps : Ketukan hamer pada triseps, Normal bila ekstensi siku dan
kontraksi otot triseps
- Refleks Patela : Klien duduk, kaki rileks dan ketukan hamer pada
m.kuadriseps femoris, Normal bila ekstensi tungkai dan kontraksi otot
kuadriseps femoris
- Refleks Achiles : ketukan hamer diatas tenson achiles, Normal terjadi gerak
plantar fleksi pada kaki dan kontraksi otot.
Pemeriksaan Refleks patologi
- Babinski (goresan pada telapak kaki, positif bila dorsoflkesi ibu jari dan
pemekaran jari2 lain)
- Chaddock (goresan lateral maleolus, babinski positif)
- Gordon (cubit/tekan otot betis, babinski timbul)
- Oppenheim (urut kuat tibia dan otot tibialis anterior dgn arah kebawah,
babinski akan timbul)
-Gonda (tekan satu jari kaki dan lepaskan sekonyong-konyong, babinski akan
timbul)
-Schaefer (tekan/cubit tendon achiles,akan timbul babinski)
Mencuci tangan
C. TAHAP TERMINASI
Evaluasi hasil yang dicapai dan jelaskan temuannya
Beri reinforcement pada pasien dan keluarga
Kontrak pertemuan berikut
Mengakhiri pertemuan dengan baik (salam dan terima kasih)
Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai