Anda di halaman 1dari 72

KETENAGAKERJAAN DALAM KEPERAWATAN

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Keperawatan

Dosen Pengampu:

Ns. Nelly Febriani, S.Kep, M.Kep

Disusun oleh:

Anjani Dara Nurlita 1810711010

Ega Rakha Alvita D 1810711012

Lutfi Riskyta Istikomah 1810711014

Fatimah Az-Zahra 1810711016

Diana Agustina 1810711021

Faradilla Azzahra 1810711023

Siti Nur Khasanah 1810711047

Mahdina Maulani 1810711048

Devira Gite Pratiwi 1810711070

Mutiara Novella 1810711097

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

2021
1. PENGERTIAN KETENAGAAN ( STAFFING )

Hakekat ketenagaan pada intinya adalah pengaturan, mobilisasi potensi, prosesmotivasi,


dan pengembangan sumber daya manusia dalam memenuhi kepuasan melalui karyanya.
Hal ini berguna untuk tercapainya tujuan individu, organisasi, ataupun komunitas dimana
ia berkarya (Suarli dan Bahtiar, 2009).
Ketenagaan adalah aktivitas yang diambil untuk menarik, mempekerjakan dan menggaji
personil atau karyawan yang dapat memberikan dukungan efektif bagi penjualan dalam
organisasi. Dalam keperawatan ketenagaan adalah pemilihan, pelatihan, memotivasi dan
mempertahankan personil dalam organisasi. Staf perawat merupakan tantangan konstan
untuk fasilitas perawatan kesehatan. Sebelum pemilihan karyawan seseorang harus
membuat analisa pekerjaan tertentu, yang dibutuhkan dalam organisasi sehingga
kemudian dapat muncul pemilihan personil (Fadillah dkk, 2010).
Manajemen ketenagaan keperawatan memerlukan peran orang yang terlibat di dalamnya
untuk menyikapi posisi masing-masing sehingga diperlukan fungsi-fungsi yang jelas
mengenai manajemen (Suarli dan Bahtiar, 2009).
2. PERENCANAAN KETENAGAAN
a. Menurut Salimah (2009), Penerapan model 7P di rumah sakit meliputi :
1) Perencanaan
Perencanaan merupakan aktivitas proses penetapan apa yang ingin dicapai dan
pengorganisasian sumberdaya untuk mencapainya. Perencanaan sumber daya
manusia meliputi jenis tenaga yang dibutuhkan dan berapa jumlahnya yang
disesuaikan dengan lingkup pelayanan yang akan dilaksanakan. Lingkup
pelayanan ini biasanya ditentukan berdasarkan tipe rumah sakitnya. Lingkup
pelayanan rumah rumah sakit (tipe A/B/C/D) mempunyai standar minimal.
Misalnya untuk rumah sakit tipe C minimal pelayanan medisnya adalah 4 besar
spesialistik yaitu spesialis obsgyn, anak, bedah dan dalam. Dengan adanya
ketentuan tersebut maka tentu saja perencanaan SDM di rumah sakit tipe C akan
berbeda dengan tipe yang lain.
2) Penerimaan.
Penerimaan karyawan merupakan tahap yang sangat kritis dalam manajemen
SDM. Bukan saja karena biaya proses penerimaan karyawan sangat mahal tetapi
merekrut orang yang tidak tepat ibarat menanam benih yang buruk. Ia akan
menghasilkan buah yang dapat merusak tatanan sebuah organisasi secara
keseluruhan. Rumah sakit merupakan sebuah organisasi pelayanan jasa yang
sifat produknya intangible (tidak bisa dilihat) tetapi bisa dirasakan. Dan
pelayanan ini hampir mutlak langsung diberikan oleh karyawan (bukan oleh
mesin/atau alat). Sehingga sikap, perilaku dan karakter karyawan sangat
mempengaruhi kualitas jasa yang diberikan. Oleh karena itu, proses penerimaan
SDM rumah sakit harus memperhatikan sikap, perilaku dan karakter calon
karyawan.
3) Pengembangan.
Kompetensi SDM tidak terbentuk dengan otomatis. Kompetensi harus
dikembangkan secara terencana sesuai dengan pengembangan usaha agar
menjadi kekuatan untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi. Di rumah
sakit diperlukan karyawan yang selalu meningkat kompetensinya karena
tehnologi, ilmu pengetahuan tentang pelayanan kesehatan berkembang sangat
pesat dari waktu kewaktu. Adanya peralatan baru, metode perawatan yang
berubah merupakan contoh betapa perlunya pengembangan kompetensi.
Kegiatan pengembangan kompetensi ini antara lain pendidikan dan pelatihan,
pemagangan di rumah sakit lain, rotasi, mutasi.
4) Pembudayaan.
Budaya perusahaan merupakan pondasi bagi organisasi dan pijakan bagi pelaku
yang ada didalamnya. Budaya organisasi adalah norma-norma dan nilai-nilai
positif yang telah dipilih menjadi pedoman dan ukuran kepatutan perilaku para
anggota organisai. Anggota organisasi boleh pintar secara rasional, tetapi kalau
tidak diimbangi dengan kecerdasan emosional dan kebiasaan positif maka
intelektual semata akan dapat menimbulkan masalah bagi organisasi.
Pembentukan budaya organisasi merupakan salah satu lingkup dalam
manajemen SDM.
5) Pendayagunaan.
The right person in the right place merupakan salah satu prinsip pendayagunaan.
Bagaimana kita menempatkan SDM yang ada pada tempat atau tugas yang
sebaik-baiknya sehingga SDM tersebut bisa bekerja secara optimal. Ada SDM
yang mudah bergaul, luwes, sabar tetapi tidak telaten dalam hal
keadministrasian. Mungkin SDM ini cocok di bagian yang melayani publik
daripada bekerja di kantor sebagai administrator. Lingkup pendayagunaan ini
adalah mutasi, promosi, rotasi, perluasan tugas dan tanggung jawab.
6) Pemeliharaan.
SDM merupakan manusia yang memiliki hak asasi yang dilindungi dengan
hukum. Sehingga SDM tidak bisa diperlakukan semaunya oleh perusahaan
karena bisa mengancam organisasi bila tidak dikelola dengan baik. SDM perlu
dipelihara dengan cara misalnya pemberian gaji sesuai standar, jaminan
kesehatan, kepastian masa depan, membangun iklim kerja yang kondusif,
memberikan penghargaan atas prestasi dsb.
7)  Pensiun
Dengan berjalannya waktu SDM akan memasuki masa pensiun. Rumah sakit
harus menghindari kesan ” habis manis sepah dibuang”, dimana ketika
karyawannya sudah masa pensiun kemudian di keluarkan begitu saja. Karena itu
sepatutnya rumah sakit mempersiapkan karyawannya agar siap memasuki dunia
purna waktu dengan keyakinan. Ada banyak hal yang bisa disiapkan yaitu
pemberikan tunjangan hari tua yang akan diberikan pada saat karyawan pensiun,
pemberikan pelatihan-pelatihan khusus untuk membekali calon purnakarya.

PERENCANAAN SDM RUMAH SAKIT


Perencanaan tenaga kesehatan adalah proses memperkirakan jumlah tenaga dan jenis
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang dibutuhkan untuk mencapai target
pelayanan kesehatan yang telah ditentukan dan mencapai tujuan kesehatan.Perencanaan
ini mencakup persiapan: siapa yang berbuat apa, kapan, dimana, bagaimana, dengan
sumber daya apa dan untuk populasi mana. Perencanaan tenaga rumah sakit adalah
sebagai perencanaan tenaga kesehatan untuk mencapai target pelayanan rumah sakit
yang dibutuhkan yang akan membantu pencapaian target kesehatan. Langkah-langkah
perencanaan tenaga rumah sakit secara garis besar sama dengan langkah-langkah
perencanaan tenaga pada umumnya. Memang ada beberapa kekhususan-kekhususan
sesuai dengan fungsi rumah sakit ( Junaidi, 1988 ).
Menurut Ilyas (2004) dalam menentukan kebutuhan SDM rumah sakit harus
memperhatikan beberapa factor seperti ukuran dan tipe rumah sakit; fasilitas dan tipe
pelayanan yang ditawarkan; jenis dan jumlah peralatan dan frekuensi pemakaiannya;
kompleksitas penyakit; usia pasien dan lamanya waktu tinggal di rumah sakit; pemberian
cuti, seperti melahirkan, liburan, sakit, dan tugasa belajar; keterbatasan anggaran; turn
over ( mengundurkan diri ) personel dan tingkat ketidak hadiran; pelayanan dan
perawatan kesehatan 24 jam dan lain lain.
3. PRAKIRAAN KEBUTUHAN KETENAGAAN
Penetapan jumlah tenaga keperawatan harus disesuaikan dengan kategori yang akan
dibutuhkan untuk asuhan keperawatan klien di setiap unit. Beberapa pendekatan dapat
digunakan untuk memperkirakan jumlah staf yang dibutuhkan berdasarkan ketegori klien
yang dirawat, rasio perawat dan klien untuk memenuhi standart praktek keperawatan.
Kebutuhan tenaga dapat ditinjau berdasarkan waktu. Perawatan langsung, waktu
perawatan tidak langsung dan waktu pendidikan kesehatan. Perkiraan jumlah tenaga
dapat dihitung berdasarkan waktu perawatan langsung yang dihitung berdasarkan tingkat
ketergantungan klien.
Rata- rata waktu yang dibutuhkan untuk perawatan langsung (direct care adalah
berkisar 4-5 jam/klien/hari. Dalam Gillien 1994 waktu yang dibuthhkan untuk perawatan
langsung didasarkan pada kategori berikut:
1. Perawatan mandiri (self care) adalah ½ x 4 jam = 2 jam
2. Perawatan sebagian (partial care) adalah 3/4×4 jam = 3 jam
3. Perawatan total (total care) adalah 1- 1,5 x 4 jam = 4-6 jam
4. Perawatan intensif (intensive care) adalah 2 x 4 jam = 8 jam

Hal- hal yang perlu dipertimbnagkan dalam menentukan beban kerja perawat yaitu:
1. Jumlah klien yang dirawat setiap hari/ bulan/ tahun di unit tersebut
2. Kondisi atau tingkat ketergantungan
3. Rata- rata lama perawatan
4. Pengukuran keperawatan langsung, tidak langsung dan pendidikan kesehatan
5. Frekuensi tindakan keperawatan yang dibutuhkan klien
6. Rata- rata waktu perawatan langsung, tidak langsung dan pendidikan kesehatan

Disamping itu ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi beban kerja
perawat yaitu masalah komunitas, bencana alam, kemajuan IPTEk, pendidikan
konsumen, keadaan ekonomi, iklim/musim, politik dan hukum /perarturan.
Dengan mengelompokkan klien menurut jumlah dan kompleksitas pelayanan
keperawatan yang dibutuhkan untuk masing- masing unit. Metode penghitungan yang
digunakan yaitu metode rasio, metode Gilies, metode lokakarya keperawatan, metode
di Thailanda dan Filiphina dan metode penghitungan ISN (indicator staf need).
4. CARA MENGHITUNG TENAGA PERAWAT DI RUMAH SAKIT.
1) Cara rasio
Metoda ini menggunakan jumlah tempat tidur sebagai denominator personal yang
diperlukan.Metoda ini paling sering digunakan karena sederhana dan mudah.Metoda
ini hanya mengetahui jumlah personal secara total tetapi tidak bisa mengetahui
produktivitas SDM rumah sakit,da kapan personal tersebut dibutuhkan oleh setiap unit
atau bagian rumah sakit yang mebutuhkan.Bisa digunakan bila: kemampuan dan
sumber daya untuk prencanaan personal terbatas,jenis,tipe, dan volume pelayanan
kesehatan relatif stabil.Cara rasio yang umumnya digunakan adalah berdasarkan surat
keputusan menkes R.I. Nomor 262 tahun 1979 tentang ketenagaan rumah
sakit,dengan standar sebagai berikut :

Tipe RS TM/TT TPP/TT TPNP/TT TNM/TT


A&B 1/(4-7) (3-4)/2 1/3 1/1
C 1/9 1/1 1/5 3/4
D 1/15 ½ 1/6 2/3
Khusus Disesuiakan
Keterangan :
TM = Tenaga Medis
TT = Tempat Tidur
TPP = Tenaga Para Medis Perawatan
TPNP = tenaga para medis non perawatan
TNP = tenaga non medis

Cara perhitungan ini masih ada yang menggunakan, namun banyak rumah sakit yang
lambat laun meninggalkan cara ini karena adanya beberapa alternatif perhitungan
yang lain yang lebih sesuai dengan kondisi rumah sakit dan profesional.
2) PRINSIP PERHITUNGAN RUMUS GILLIES:
Dalam memberikan pelayanan keperawatan ada tiga jenis bentuk pelayanan, yaitu:
 Perawatan langsung, adalah perawatan yang diberikan oleh perawat yang ada
hubungan secara khusus dengan kebutuhan fisik, psikologis, dan spiritual.
Berdasarkan tingkat ketergantungan pasien padfa perawat maka dapat
diklasifikasikan dalam empat kelompok, yaitu: self care, partial care, total care
dan intensive care. Menurut Minetti Huchinson (1994) kebutuhan keperawatan
langsung setiap pasien adalah empat jam perhari sedangkan untuk:
* self care dibutuhkan ½ x 4 jam : 2 jam
* partial care dibutuhkan ¾ x 4 jam : 3 jam
* Total care dibutuhkan 1- 1½ x 4 jam : 4-6 jam
* Intensive care dibutuhkan 2 x 4 jam: 8 jam
 Perawatan tak langsung, meliputi kegiatan-kegiatan membuat rencana
perawatan, memasang/ menyiapkan alat, ,konsultasi dengan anggota tim,
menulis dan membaca catatan kesehatan, melaporkan kondisi pasien. Dari
hasil penelitian RS Graha Detroit (Gillies, 1989, h 245) = 38 menit/ klien/ hari,
sedangkan menurut Wolfe & Young (Gillies, 1989, h. 245) = 60 menit/ klien/
hari dan penelitian di Rumah Sakit John Hpokins dibutuhkan 60 menit/ pasien
(Gillies, 1994)
 Pendidikan kesehatan yang diberikan kepada klien meliputi: aktifitas,
pengobatan serta tindak lanjut pengobatan. Menurut Mayer dalam Gillies
(1994), waktu yang dibutuhkan untuk pendidikan kesehatan ialah 15 menit/
klien/ hari.
 Rata-rata klien per hari adalah jumlah klien yang dirawat di suatau unit
berdsasarkan rata-ratanya atau menurut “ Bed Occupancy Rate” (BOR) dengan
rumus:
Jumlah hari perawatan rumah sakit dalam waktu tertentu x 100%
Jumlah tempat tertentu x 365
Keterangan:
- Jumlah hari pertahun, yaitu 365 hari
- Hari libur masing-masing perawat pertahun, yaitu 128 hari, hari minggu=
52 hari dan hari sabtu = 52 hari. Untuk hari sabtu tergantung kebijakan RS
setempat, kalau ini merupakan hari libur maka harus diperhitungkan,
begitu juga sebaliknya, hari libur nasional = 12 hari dan cuti tahunan = 12
hari.
- Jumlah jam kerja tiap perawat adalah 40 jam per minggu (kalau hari kerja
efektif 5 hari maka 40/5 = 8 jam, kalu hari kerja efektif 6 hari per minggu
maka 40/6 jam = 6,6 jam perhari)
- Jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan di satu unit harus ditambah
20% (untuk antisiapasi kekurangan/ cadangan)
Contoh perhitungannya:
Dari hasil observasi dan sensus harian selama enam bulan di sebuah rumah sakit
A yang berkapasitas tempat tidur 20 tempat tidur, didapatkan jumlah rata-rata
klien yang dirawat (BOR) 15 orang perhari. Kriteria klien yang dirawat tersebut
adalah 5 orang dapat melakukan perawatan mandiri, 5 orang perlu diberikan
perawatan sebagian, dan 5 orang lainnya harus diberikan perawatan total. Tingkat
pendidikan perawat yaitu, SPK dan D III Keperawatan. Hari kerja efektif adalah 6
hari perminggu. Berdasarkan situasi tersebut maka dapat dihitung jumlah
kebutuhan tenaga perawat di ruang tersebut adalah sbb:
Menetukan terlebih dahulu jam keperawatan yang dibutuhkan klien perhari, yaitu:

 Keperawatan langsung
- keperawatan mandiri 5 orang klien : 5 x 2 jam = 10 jam
- keperawatan parsial 5 orang klien : 5 x 3 jam = 15 jam
- keperawatan total 5 orang klien : 5 x 6 jam = 30 jam
- keperawatan tidak langsung 15 orang klien : 15 x 1 jam = 15 jam
- penyuluhan kesehatan 15 orang klien : 15 x 0,25 jam = 3,75 jam
total jam keperawatan secara keseluruhan 73,75 jam
 Menetukan jumlah jam keperawatan per klien per hari = 73,75 jam / 15
klien = 4,9 jam
 Menetukan jumlah kebutuhan tenaga keperawatan pada ruangan tersebut
adalah klangsung dengan menggunakan rumus (Gillies, 1989) diatas,
sehingga didapatkan hasil sbb:
4,9 jam/klien/hari x 15 klien/hari x 365 hari = 16,17 orang (16 orang)

(365 hari – 128 hari) x 7 jam

 Menentukan jumlah kebutuhan tenaga keperawatan yang dibutuhkan


perhari, yaitu:

Rata-rata klien/hari x rata-rata jam perawatan/ hari = 15 org x 4,9 jam =

Jumlah jam kerja/ hari 7 jam

  Menentukan jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan per shift,


yaitu dengan ketentuan menurut Warstler ( dalam Swansburg, 1990, h.
71). Proporsi dinas pagi 47%, sore 36%, dan malam 17%. Maka pada
kondisi di atas jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan per shift
adalah:
- shift pagi: 5,17 orang (5 orang)
- shift sore: 3,96 orang (4 orang)
- shift malam: 1, 87 orang (2 orang)

3) METODA HASIL LOKAKARYA KEPERAWATAN


Menurut hasil lokakarya keperawatan (Depkes RI 1989), rumusan yang dapat
digunakan untuk perhitungan kebutuhan tenaga keperawatan adalah sebagai berikut

Jam perawatan 24 jam x 7 (tempat tidur x BOR) + 25%


Hari kerja efektif x 40 jam
4) YAN-MED DEPKES RI (2001)
Dengan memperhatikan unit kerja yang ada pada masing-masing rumah sakit. Model
pendekatan yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Rawat inap
berdasarkan klasifikasi pasien cara perhitungannya berdasarkan :
- tingkat ketergantungan pasien berdasarkan jenis kasus
- rata-rata pasien per hari
- jumlah perawatan yang diperlukan / hari / pasien
- jam perawatan yang diperlukan/ ruanagan / hari
- jam kerja efektif tiap perawat atau bidan 7 jam per hari

Contoh perhitungannya
No Jenis kategori Rata-rata Rata-rata jam Jumlah jam
pasien/ perawatan perawatan/
hari pasien / hari * hari (cx d)
A B c D e
1 Pasien P. dalam 10 3,5 35
2 Pasien bedah 8 4 32
3 Pasien gawat 1 10 10
4 Pasien anak 3 4,5 13,5
5 Pasien kebidanan 1 2,5 2,5
Jumlah 23 93,0
Keterangan :
* berdasarkan penelitian dari luar negeri

Jadi jumlah tenaga keperawatan yang diperlukan adalah:


Jumlah jam perawatan = 93 = 13 perawat
Jam kerja efektif per shift 7

Untuk penghitungan jumlah tenaga tersebut perlu ditambah (factor koreksi) dengan :
 Hari libur/ cuti/ hari besar (loss day)
Jumlah hari miggu dalam setahun + cuti + hari besar x Jumlah perawat tersedia
Jumlah hari kerja efektif

52 12 + 14 x 13 = 3,5
286
 Perawat atau bidan yang mengejakan tugas-tugas non-profesi (non-nursing jobs)
Seperti: membuat perincian pasien pulang, kebersihan ruangan, kebersihan alat-alat
makan pasien, dll. Diperkirakan 25% dari jam pelayanan keperawatan.

(Jumlah tenaga perawat + loss day) x 25% = (13 + 3,5) x 25% = 4,1
Jadi jumlah tenaga yang diperlukan= tenaga yang tersedia + factor koreksi
= 13 + 3,5 + 4,1 = 20,6 (dibulatkan menjadi 21 orang perawat/ bidan)

a) Jumlah tenaga untuk kamar operasi


 Dasar penghitungan tenaga di kamar operasi :
- jumlah dan jenis operasi
- jumlah kamar operasi
- Pemakain kamar operasi (diprediksi 6 jam perhari) pada hari kerja
- Tugas perawat di kamar operasi: instrumentator, perawat sirkulasi (2 orang/ tim)

 Tingkat ketergantungan pasien:


- Operasi besar: 5 jam/ operasi
- Operasi sedang: 2 jam/ operasi
- Operasi kecil: 1 jam / operasi

( Jml. Jam perawatan/ hari x jml. Operasi) x jml perawat dlm tim x 2
jam kerja efektif/ hari

Contoh kasus:
Dalam satu rumah sakit terdapat 30 operasi perhari, dengan perincian: operasi
besar: 6 orang; operasi sedang: 15 orang; operasi kecil: 9 orang

cara penghitungan:

{(6 x 5 jam) + (15 x 2) + (9 x 1)} x 2 = 19,71 + 1 (perawat cadangan inti)


7 jam

b) Jumlah tenaga di Instalasi Gawat Darurat


Dasar perhitungan di gawat darurat adalah:
 rata-rata jumlah pasien perhari
 Jumlah jam perawatan perhari
 Jam efektif perhari

Contoh kasus:
- rata-rata jumlah pasien perhari = 50
- jumlah jam perawatan perhari = 4 jam
- Jam efektif perhari = 7 jam
Jadi kebutuhan tenaga perawat di IGD:

50 x 4 = 28,6 = 29 orang + loss day ( 78 x 29) = 29 orang + 8 orang = 37 orang


7 286

c) Critical Care
- rata-rata jumlah pasien perhari = 10
- jumlah jam perawatan perhari = 12
Jadi jumlah kebutuhan tenaga perawat di Critical Care:

10 x 12 = 17,14 = 17 orang +loss day ( 78 x 17) = 17 + 5 orang = 22 orang

d) Rawat Jalan
Jumlah pasien perhari = 100
Jumlah jam perawatan perhari = 15
Jadi kebutuhan tenaga perawat di rawat jalan:

100 x 15 = 4 orang + koreksi 15% ( 4 x 15%) = 4 orang + 0,6 = 5 orang


7 x 60

e) Kamar Bersalin
- Waktu yang diperlukan untuk pertolongan persalinan mencakup kala I s.d. kala
- IV = 4 jam/ pasien
- Jam efektif kerja bidan 7 jam/ hari
- Rata-rata jumlah pasien setiap hari = 10 orang

Contoh: jumlah bidan yang diperlukan adalah :


10 x 4 jam = 40 = 5,7 = 6 orang + loss day ( 78 x 1,6 ) = 6 + 2 = 8 orang
7 jam/hr 7 286

Prinsip perhitungan rumus ini adalah sama dengan rumus dari Gillies (1989) diatas,
tetapi ada penambahan pada rumus ini yaitu 25% untuk penyesuaian ( sedangkan
angka 7 pada rumus tersebut adalah jumlah hari selama satu minggu).

5) METODE THAILAND DAN FILIPHINA


Didasarkan pada jumlah jam perawatan yang dibutuhkan per pasien, harm kerja
efektif perawat dalam 1 tahun. Jumlah jam perawatan per pasien terbagi dalam unit
rawat map selama 24 jam yang terdiri dari penyakit dalam (3,4 jam), bedah (3,5 jam),
campuran bedah dan penyakit dalam (3,4 jam). Post partum (3 jam), bayi neonatus
(2,5jam) dan anak (4jam) sehingga rata- rata jam perawatan yang dibutuhkan per
pasien selama 24 jam adalah 3 jam. Unit rawat jalan yang jam perawatan per
pasiennya 0,5 jam. Kamar operasi untuk rumah sakit kels A dan B (5- 8 jam/24 jam)
untuk RS tipe C dan D (3 jam) dan kamar bersalin 5-8 jam. Hari kerja efektif
perawatan dalam 1 tahun (365 hari), jumlah hari kerja non efektif dalam 1 tahun
(jumlahan minggu 52 hari, libur nasional 12 hari dan cuti bulanan 12 hari), jumlah
hari efektif dalam 1 tahun yaitu 365- 76 = 289 hari. Dan jumlah hari efektif
perminggu 289/7 = 41 minggu. Jumlah jam kerja efektif dalam 1 tahun yaitu jam kerja
dalam 1 tahun yaitu 41 minggu x 40 jam = 1640 jam/ tahun.

5. MENENTUKAN JENIS DAN TINGKAT KETENAGAAN


Jenis ketenagaan (metode asuhan keperawatan profesional/MAKP)
1. Fungsional (bukan model MAKP).
Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan
keperawatan
Kelebihan :
a. Manajemen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian tugas yang jelas
dan pengawasan yang baik
b. Sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga
c. Perawat senior menyibukkan diri dengan tugas manajerial, sedangkan
perawat pasien diserahkan kepada perawat junior dan/atau belum
berpengalaman.
Kelemahan:
a. Tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat

b. Pelayanan keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat menerapkan proses


keperawatan;

c. Persepsi perawat cenderung pada tindakan yang berkaitan dengan


keterampilan saja.

2. MAKP Tim.
Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda-beda dalam
memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan
dibagi menjadi 2–3 tim/grup yang terdiri atas tenaga profesional, teknikal, dan
pembantu dalam satu kelompok kecil yang saling membantu.
Kelebihannya :
a. memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh;
b. mendukung pelaksanaan proses keperawatan;

c. memungkinkan komunikasi antartim, sehingga konflik mudah di atasi dan


memberi kepuasan kepada anggota tim.

Kelemahan :

Komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi tim,
yang biasanya membutuhkan waktu, yang sulit untuk dilaksanakan pada waktu-
waktu sibuk.

3. MAKP Primer.
Metode penugasan di mana satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama
24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai
keluar rumah sakit
Kelebihan :
a. Bersifat kontinuitas dan komprehensif;

b. Perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil, dan


memungkinkan pengembangan diri;

c. Keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, dokter, dan rumah sakit

Kelemahan :

Hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki pengalaman dan


pengetahuan yang memadai dengan kriteria asertif, self direction, kemampuan
mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan klinis, penuh
pertimbangan, serta mampu berkolaborasi dengan berbagai disiplin ilmu.

4. MAKP Kasus.
Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat ia dinas.
Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift, dan tidak ada
jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya.
Kelebihan :
a. Perawat lebih memahami kasus per kasus;
b. Sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih mudah.

Kekurangan :
a. Belum dapat diidentifikasi perawat penanggung jawab;
b. Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar yang
sama

Tingkat ketenagaan (metode asuhan keperawatan profesional/MAKP)

6. PENINGKATAN DAN PENGEMBANGAN STAF


1. In service education
Pendekatan yang dilakukan adalah bagaimana staf akan terlibat dalam proses
pendidikan melalui berlangsungnya pelayanan kesehatan atau keperawatan yang
terus diberikan kepada klien. Hal demikian dapat dilakukan baik di dalam maupun
diluar rumah sakit.
2. Orientasi
Program ini diberikan kepada staf yang baru atau sebaliknya untuk mengenalkan
tugas- tugas yang harus dilakukannya atau mengetahui adanya perkembangan
teknologi di bidang kesehatan.
3. Job training
Dilakukan melalui program pelatihan bagi staf sesuai bidang penugasannya atau job
tertentu
4. Continuing nursing education
Program ini merupakan program berkelanjutan sesuai dengan sistem pendidikan
formal yang berlaku yaitu sistem pendidikan tinggi bagi perawat selaras dengan
statusnya sebagai insan profesi. Sesuai dengan kebutuhan pengembangan, seluruh
perawat layak untuk mengikuti program ini dengan pertimbangan harus disesuaikan
dengan situasi dan kondisi yang ada
5. Pelatihan kepemimpinan
Hakekatnya semua perawat adalah pemimpin. Oleh sebab itu ia perlu
mengembangkan kemampuan leadershipnya sebagai seorang professional

Pengembangan karier
Staf mempunyai hak atas pengembangan karirnya sesuai dengan sistem yang berlaku.
Pimpinan harus mampu merencanakan, melaksanakan dan menilai pengembangan
masing- masing stafnya serta melihat semua itu sebagai upaya memotivasi,
menstimulasi dan memberikan penghargaan untuk peningkatan prestasi kerja
1. Studi banding
Unit kerja satu dengan yang lain ternyata bersifat kompetitif. Oleh sebab itu bukan
tidak mungkin unit kerja lain mempunyai nilai lebih dibandingkan dengan unit
kerja sendiri. Rencana untuk tukar pengalaman dan institusi atau unit kerja lain
perlu diprogramkan dalam rangka membangun motivasi, pengembangan dan
peningkatan prestasi kerja. Bentuk lain yang sekarang sedang menjadi tren aalah
melalui kegiatan study branch marking
2. Penilaian kinerja
Seluruh staf diberikan penilaian atas kinerjanya melalui sistem penilaian yang
berlaku. Cakupannya antara lain tanggung jawab, loyalitas, kerajinan,
kedisiplinan, kepemimpinan dan kejujuran
3. Pendidikan dan pelatihan
Program ini dirancang untuk memberikan pendidikan dan pelatihan terhadap staf
melalui kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dengan target waktu tertentu
(waktu, materi, ketrampilan). Pelaksanaan dan program ini adalah melalui
kepanitiaan atau lembaga institusi tertentu yang berkompeten
4. Magang di rumah sakit yang lebih maju
Harus diakui bahwa rumah sakit lain yang memiliki nilai lebih harus menjadi
target untuk mencari serta menambah ilmu. Program ini dilaksanakan sesuai
dengan kebutuhan dan kesepakatan kedua belah pihak yang terlibat.
5. Kelompok kerja keperawatan
Program ini perlu dilaksanakan selaras dengan keperawatan sebagai profesi yang
telah, tengah dan terus dikembangkan. Produk kelompok kerja ini adalah hasil
diskusi pengembangan keperawatan, karya tulis dan prosedur tetap, materi buku
ajar, temu ilmiah, penelitian keperawatan, pengembangan sistem pendidikan
keperawatan dan masukan untuk organisasi profesi
6. Pengembangan kerja tim di ruangan
Konsep kerja tim ini masih banyak kendala dalam pelaksanaanya, namun semua
komponen dalam tim tersebut perlu mengidentifikasi semua masalah di lapangan
yang dilakukan oleh semua profesi kesehatan yang terlibat. Staf keperawatan
dengan otonomi dan kemandiriannya harus lebih proaktif dalam membangun
pelaksanaan kerja tim dalam memeberikan asuhan keperawatan secara paripurna.

7. PENDEKATAN SISTEM PENYUSUN KARYAWAN


Sistem penyusunan kepegawaian dapat digunakan system sama dan system
ruang lingkup. Sistem sama merupakan system yang menentukan jumlah dan kualitas
pegawai yang sama bagi semua satuan organisasi tanpa membedakan besar kecilnya
beban kerja. Sedangkan system ruang lingkup merupakan suatu system yang menetukan
jumlah dan kualitas pegawai berdasarkan jenis, sifat dan beban kerja yang dibebankan
kepada suatu organisasi.
Dalam menghitung penyusunan kepegawaian, banyak metode yang dapat
dipergunakan. Namun demikian, dalam pedoman ini disajikan metoda yang sederhana
yang memungkinkan dapat memberi kemudahan bagi instasi menggunakannya. Metode
yang dipilih adalah metoda beban kerja yang diidentifikasi dari :

1. Hasil kerja
2. Objek kerja
3. Peralatan kerja
4. Tugas per tugas jabatan

Dalam penyusunannya hendaknya diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Setiap jenjang jabatan jumlah pegawainya sesuai dengan beban kerjanya.


2. Setiap perpindahan dalam posisi jabatan yang baik karena adanya mutasi atau
promosi dapat dilakukan apabila tersedia posisi jabatan yang lowong.
3. Selain beban kerja organisasi tidak berubah komposisi jumlah pegawai juga tidak
berubah.

8. PERKIRAAN BEBAN KERJA


Untuk tetap menjaga efektivitas dan efisiensi sebuah organisasi, maka dibutuhkan
perkiraan beban kerja yang dibebankan pada setiap unit atau satuan organisasi. Perkiraan
beban kerja tersebut lebih lanjut disebut sebagai analisis beban kerja atau workload
analysis. “Fakta menunjukkan bahwa studi yang sistematis dan terperinci mengenai hasil
dan beban kerja menimbulkan penghematan dalam pengisian lowongan kerja.”
(Moekijat, 1999: 28).
Menurut Komaruddin (1996: 235) analisis beban kerja adalah proses untuk
menetapkan jumlah jam kerja orang yang digunakan atau dibutuhkan untuk
merampungkan suatu pekerjaan dalam waktu tertentu, atau dengan kata lain analisis
beban kerja bertujuan untuk menentukan berapa jumlah personalia dan berapa jumlah
tanggung jawab atau beban kerja yang tepat dilimpahkan kepada seorang petugas.
Analisis beban kerja dimaksudkan untuk meneliti, mengevaluasi dan mengkaji
pelaksanaan kerja, proses kerja maupun hasil kerja serta menentukan kebutuhan pegawai
untuk suatu unit organisasi yang telah berjalan selama ini, dengan tujuan:
1. Mengidentifikasi sejauh mana efisiensi dan efektifitas keberadaan standar dan
parameter beban kerja, karena tolak ukur tersebut akan menggambarkan prinsip
rasional, efektif, efisien, realistik dan operasional secara nyata.
2. Memperoleh gambaran mengenai kondisi riil pegawai baik kuantitatif maupun
kualitatif dan kompetensinya pada suatu unit kerja sebagai bahan kajian
perumusan formasi dan rasio kebutuhan pegawai untuk keperluan para penataan
kelembagaan.
3. Memperjelas dan mempertegas penyusunan format kelembagaan yang akan
dibentuk secara lebih proporsional maupun tata hubungan sistem yang ingin
dibangun dan tercapai kesesuaian antara kewenangan dan tujuan organisasi
dengan besaran organisasinya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja

1. Uraian pekerjaan
Uraian pekerjaan dapat memberikan informasi tentang beban kerja setiap unit
kerja. Semakin banyak uraian pekerjaan seorang pegawai maka semakin banyak
tugas yang harus dikerjakan baik tugas pokok maupun tugas tambahan. Hasibuan
(2006: 33) mengemukakan uraian pekerjaan adalah informasi tertulis yang
menguraikan tugas dan tanggung jawab, kondisi pekerjaan, hubungan pekerjaan,
dan aspek-aspek pekerjaan pada suatu jabatan tertentu dalam organisasi.
Melalui uraian pekerjaan maka diharapkan dapat diketahui:

1) Jenis pekerjaan yang harus dilakukan,


2) Standar hasil pekerjaan,
3) Waktu untuk menyelesaikan pekerjaan,
4) Bahan yang dipakai dalam pekerjaan,
5) Alat yang digunakan,
6) Cara melaksanakan pekerjaan,
7) Syarat-syarat bagi pekerjaan,
8) Kondisi pekerjaan dan lingkungan kerja,
9) Hak-hak bagi pelaksana,
10) Keterangan lain yang perlu diketahui oleh pelaksana (pegawai).
2. Waktu kerja
Waktu kerja adalah waktu kerja yang secara efektif digunakan untuk bekerja oleh
satu orang pegawai. Waktu kerja efektif terdiri atas hari kerja efektif, menit kerja
efektif perhari, dan norma waktu efektif.
3. Jumlah tenaga kerja
Tenaga kerja dimaksudkan sebagai pelaksana sebuah pekerjaan untuk
merealisasikan sebuah tujuan organisasi. Di dalam Undang-Undang RI Nomor
13 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 ayat 2 Tentang Ketenagakerjaan, dijelaskan bahwa:
Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri
maupun untuk masyarakat.
Penentuan jumlah tenaga kerja pada setiap unit kerja sebuah organisasi haruslah
disesuaikan dengan beban kerja. “Jumlah tenaga kerja adalah banyaknya tenaga
kerja yang bekerja pada suatu unit kerja tertentu untuk menyelesaikan suatu
pekerjaan dalam jangka waktu tertentu”. (Nawawi, 2001: 145).
Penentuan jumlah tenaga kerja yang berdasar pada beban kerja dimaksudkan agar
penetapan jumlah tenaga kerja nantinya sesuai dengan kebutuhan organisasi.
Melalui teknik analisis beban kerja maka dapat diperoleh informasi berapa jumlah
tenaga kerja yang dibutuhkan.

9. TEKNIK PERHITUNGAN BEBAN KERJA


Analisis beban kerja dilakukan dengan membandingkan bobot/beban kerja dengan norma
waktu dan volume kerja. Target beban kerja ditentukan berdasarkan rencana kerja atau
sasaran yang harus dicapai oleh setiap jabatan, misalnya mingguan atau bulanan. Volume
kerja datanya terdapat pada setiap unit kerja, sedangkan norma waktu hingga kini belum
banyak diperoleh sehingga dapat dijadikan suatu faktor tetap yang sangat menentukan
dalam analisis beban kerja. Teknik perhitungan yang digunakan adalah teknik
perhitungan yang bersifat “praktis empiris”, yaitu perhitungan yang didasarkan pada
pengalaman-pengalaman basis pelaksanaan kerja masa lalu, sesuai judgement disana-sini
dalam pengukuran kerja dilakukan berdasarkan sifat beban kerja pada masing-masing
jabatan, mencakup :
1. Pengukuran kerja untuk beban kerja abstrak
Untuk mengukur beban kerja abstrak diperlukan beberapa informasi antara lain :
a) Rincian / uraian tugas jabatan.
b) Frekwensi setiap tugas dalam satuan tugas.
c) Jumlah waktu yang dibutuhkan setiap tugas.
d) Waktu Penyelesaian Tugas merupakan perkalian beban kerja dengan norma
waktu.
e) Waktu kerja efektif.
2. Pengukuran kerja untuk beban kerja konkret
Untuk mengukur beban kerja konkret diperlukan beberapa informasi antara lain :
a) Rincian / uraian tugas jabatan.
b) Satuan hasil kerja.
c) Jumlah waktu yang dibutuhkan setiap tugas.
d) Target waktu kerja dalam satuan waktu.
e) Volume kerja merupakan perkalian beban kerja dengan norma waktu.
f) Waktu kerja efektif.

10. FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BEBAN KERJA


MENURUT (Caplan & Sadock, 2006)
1. Berapa banyak pasien yang dimasukkan ke unit perhari, bulan atau tahun
2. Kondisi pasien di Rumah Sakit tersebut
3. Rata-rata pasien menginap
4. Tindakan perawatan langsung dan tidak langsung yang akan dibutuhkan oleh
masing-masing pasien
5. Frekuensi masing-masing tindakan keperawatan yang harus dilakukan
6. Rata-rata waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan masing-masing tindakan
perawatan langsung dan tak langsung.

11. SENSUS PASIEN


a. DEFINISI
Sensus harian adalah cara untuk mengetahui jumlah pasien yang masuk dirawat,
pasien keluar, lahir/meninggal dan perpindahan pasien antar ruangan, kapasitas TT
tersedia dan yang terisi di suatu RS. Sensus harian menjadi dasar dalam pelaksanaan
pembuatan laporan rumah sakit yang kegiatannya dihitung mulai jam 00.00 sampai
dengan 24.00 setiap harinya. 
b. TUJUAN
Tujuan sensus harian adalah untuk memperoleh informasi mengenai identitas pasien,
cara kunjungan, asal pasien, keadaan pasien, cara pembayaran dari setiap pasien
rawat jalan yang di layani di masing-masing unit pelayanan.
c. FUNGSI
Untuk mengetahui jumlah kunjungan pasien masuk dan keluar rumah sakit.

1. Untuk informasi mengenai diagnosa penyakit.


2. Untuk menghitung penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan.
3. Sebagai sumber data untuk melaksanakan sistem pelaporan rumah sakit.
4. Sebagai sarana untuk menentukan kebijaksanaan pemimpin.
5. Sebagai arsip rawat jalan atau poliklinik yang harus di simpan di setiap
poliklinik rawat jalan.
d. Komponen Data Rawat Inap

1. Pasien masuk rawat inap;


2. Pasien dipindahkan / pindahan;
3. Pasien keluar RS (hidup dan meninggal);
4. Rincian kelas, Jenis pembayaran dll.

e. Periode Pengambilan Sensus Harian Rawat Inap (SHRI)

1. Terhitung mulai jam 00.00 s/d 24.00.


2. SHRI dibuat oleh Perawat ruangan rawat inap, bukan     petugas Rekam
Medis.
3. SHRI dikirim ke Unit kerja Rekam medis atau diambil oleh Petugas Rekam
medis pada jam 00.00.
4. SHRI memuat informasi tentang jumlah pasien masuk, pasien pindahan,
pasien keluar hidup atau dirujuk, pasien dipindahkan, pasien meninggal dan
rekapitulasi.

f. Beberapa Ketentuannya

1. Pasien pindahan / dipindahkan adalah perpindahan   pasien antara ruang


perawatan dalam rumah sakit yang sama.
2. Selalu melakukan pengecekan terhadap jumlah pasien awal dan pasien akhir
disetiap ruang perawatan.
3. Jumlah pasien akhir yang ada pada setiap ruang perawatan, akan menjadi
jumlah pasien awal ruang perawatan tersebut pada tanggal berikutnya.
4. Perhatikan jumlah hari pada setiap bulannya.

g. Macam-Macam Sensus dan Bentuk Formulirnya


KLASIFIKASI PASIEN & KATEGORI PASIEN

a. PENGERTIAN
• Klasifikasi pasien adalah metode pengelompokkn pasien menurut jumlah dan
kompleksitas persyaratan perawatan mereka.

• Sistem klasifikasi pasien adalah pengelompokkan pasien berdasarkan


kebutuhan perawatan yang secara klinis dapat diobservasikan oleh perawat.

b. KLASIFIKASI PASIEN
1. KATEGORI KEPERAWATAN KLIEN
a) SELF CARE
Klien memerlukan bantuan minimal dalam melakukan tindak
keperawatan dan pengobatan. Klien melakukan aktivitas perawatan diri
sendiri secara mandiri. Biasanya dibutuhkan waktu 1-2 jam dg waktu
rata – rata efektif 1,5 jam / 24 jam.
b) MINIMAL CARE
Klien memerlukan bantuan sebagian dalam tindak keperawatan dan
pengobatan tertentu, misalnya : pemberian obat IV, mengatur posisi.
Biasanya diperlukan waktu 3-4 jam dengan waktu rata-rata efektif 3,5
jam / 24 jam.
c) INTERMEDIATE CARE
Klien biasanya membutuhkan waktu 5-6 jam dengan waktu rata-rata
efektif 5,5 jam / 24 jam.
d) MOTHFIED INTENSIVE CARE
Klien biasanya membutuhkan waktu 7-8 jam dengan rata – rata efektif
7,5 jam / 24 jam.
e) INTENSIVE CARE
klien biasanya membutuhkan 10-14 jam dengan waktu rata-rata efektif
12 jam/24 jam.

MENENTUKAN JENIS DAN TINGKAT KETENAGAAN

Jenis ketenagaan (metode asuhan keperawatan profesional/MAKP)

1. Fungsional (bukan model MAKP).

Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan keperawatan

Kelebihan:
a. manajemen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian tugas yang jelas dan
pengawasan yang baik;
b. sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga;
c. perawat senior menyibukkan diri dengan tugas manajerial, sedangkan perawat
pasien diserahkan kepada perawat junior dan/atau belum berpengalaman.
Kelemahan:

a. tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat


b. pelayanan keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat menerapkan proses
keperawatan;
c. persepsi perawat cenderung pada tindakan yang berkaitan dengan keterampilan
saja.
2. MAKP Tim.
Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda-beda dalam
memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan
dibagi menjadi 2–3 tim/grup yang terdiri atas tenaga profesional, teknikal, dan
pembantu dalam satu kelompok kecil yang saling membantu.
Kelebihannya:

a. memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh;


b. mendukung pelaksanaan proses keperawatan;
c. memungkinkan komunikasi antartim, sehingga konflik mudah di atasi dan
memberi kepuasan kepada anggota tim.
Kelemahan:

komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi tim, yang
biasanya membutuhkan waktu, yang sulit untuk dilaksanakan pada waktu-waktu
sibuk.

3. MAKP Primer.
Metode penugasan di mana satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama 24
jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai keluar
rumah sakit
Kelebihan:

a. bersifat kontinuitas dan komprehensif;


b. perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil, dan
memungkinkan pengembangan diri;

c. keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, dokter, dan rumah sakit

d. Kelemahannya:

e. hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki pengalaman dan


pengetahuan yang memadai dengan kriteria asertif, self direction, kemampuan
mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan klinis, penuh
pertimbangan, serta mampu berkolaborasi dengan berbagai disiplin ilmu.

4. MAKP Kasus.
Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat ia dinas.
Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift, dan tidak ada
jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya.
Kelebihannya:

a. perawat lebih memahami kasus per kasus;

b. sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih mudah.

Kekurangannya:

a. belum dapat diidentifikasi perawat penanggung jawab;

b. perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar yang sama.

Tingkat ketenagaan (metode asuhan keperawatan profesional/MAKP)


12. RECRUTMENT
A. DEFINISI
Rekrutmen merupakan proses mencari,  menemukan, dan menarik perawat
untuk dipekerjakan.  Rekrutmen bertujuaan untuk mendapat persediaan calon
perawat sehingga rumah sakit mempunyai kesempatan lebih besar untuk melakukan
pilihan terhadap calon perawat yang dianggap memenuhi standar kualifikasi.
Sebelum melakukan rekrutmen, perlu dilakukan system perencanaan sumber daya
manusia yang meliputi perkiraan, permintaan, dan suplay tenaga kerja.
Adapun proses rekrutmen dan seleksi di rumah sakit dimulai dari masuknyaa
lamaran kemudian dilakukan seleksi administrasi, yaitu dilihat kelengkapan berkas-
berkas dan dipilih sesuai kriteria yang ddiinginkan oleh pihak rumah sakit.
a) Setelah melewati seleksi administrasi dan memenuhi kredensial, maka
dilakukan pemanggilan terhadap pelamar yang lulus tahapan seleksi
administrasi tadi, pelamar dikelompokan sesuai tingkatan ijazah, kemudian
dilakukan wawancara yang terdiri uji tulisan dan uji praktek.
b) Uji tulis terdiri dari uji psikotes, dimana pada uji ini diberi soal tulisan yang
harus dijawab oleh pelamar yang akan menjawab mengenai kepribadian dan
karakter individu pelamar, dan uji profesi, dimana uji ini terdapat soal
mengenai pengetahuan umum dan akan menjawab tingkatan kemampuan
pelamar sesuai dengan profesi mereka masing-masing misalnya perawat atau
bidan.
c) Tahapan akhir adalah tahapan uji praktek dimana pelamar akan diuji
keterampilan dasar yang dihadapkaan langsung pada pasien yang akan diuji
pada profesi masing-masing.
d) Setelah semua tahapan uji tersebut dilalui maka pihak rumah sakit akan
mengumumkan siapa saja yang lulus, akan melakukan tes kesehatan. Yang
telah dipilih akan dipekerjakan dan akan melalui tahapan awal seperti
pembinaan yang memaparkan visi, misi, gambaran profil rumah sakit.
e) Setelah pembinaan awal, akan maasuk pada tahapan karyawan percobaan
selama tiga bulan, dan kemudian dilakukan pembinaan lanjutan sesuai
dengan profesi dan pengetahuan umum.

B. TUJUAN

1. Menyediakan sekumpulan calon tenaga kerja/karyawan yang memenuhi


syarat
2. Agar konsisten dengan strategi, wawasan dan nilai perusahaan
3. Untuk membantu mengurangi kemungkinan keluarnya karyawan yang belum
lama bekerja
4. Untuk mengkoordinasikan upaya perekrutan dengan program seleksi dan
pelatihan
5. Untuk memenuhi tanggungjawab perusahaan dalam upaya menciptakan
kesempatan kerja

c. Strategi Pengrekrutan
Strategi rekrutmen adalah yang tepat dibutuhkan dalam pengelolaan sumber daya
manusia dalam rangka untuk mendapatkan sumber daya manusia yang sesuai dan
berkualitas. Kekeliruan dalam penentuan strategi perekrutan menimbulkan
dampak negatif yang berimbas pada aktifitas fungsi sumber daya manusia.
Prinsip the right man on the right job menjadi basis dlm penempatan sumber daya
manusia. Rekrutmen bisa berasal dari dalam (internal) ataupun luar (eksternal)
organisasi/ perusahaan.
a) Rekrutmen Internal adalah rekrutmen yang ditujukan terbatas bagi karyawan
internal perusahaan.
1) Rekrutmen internal memiliki beberapa keunggulan diantaranya,
 karyawan yang akan direkrut telah familiar dengan keadaan
organisasi/ perusahaan
 Kegiatan perekrutan internal memerlukan biaya lebih rendah dr pada
eksternal
 Aktifitas rekrutmen dipercaya mampu meningkatkan semangat dan
motivasi karyawan
Kekurangan rekrutmen internal
 Berpotensi memunculkan konflik politik promosi atau posisi jabatan
tertentu
 Berpotensi meredam perkembangan organisasi karena personel yg
mengisi posisi yang baru merupakan orang yg lama
Metode dalam rekrutmen internal
 Penempatan pekerjaan
 Inventarisasi keahlian
 Penawaran pekerjaan
 Rekomendasi karyawan
b) Rekrutmen eksternal adalah metode rekrutmen dari eksternal perusahaan
seperti dari lembaga pendidikan, pemanfaatan iklan lowongan pekerjaan
ataupun biro pencari kerja.
1) Kelebihan Rekrutmen Eksternal
 Memunculkan potensi organisasi/ perusahaan memili lembaran baru
yanlebih baik dan memerhatikan spesifikasi pengalaman
 Meningkatkan potensi organisasi/ peusahaan akan memperoleh
gagasan dan pendekatan baru
 Berpeotensi meningkatkan pengetahuan dan keahlian yang tidak ada
atau belum tersedia sebelumnya
2) Kelemahan Rekrutmen Eksternal
 keterbatasan keteraturan antara karyawan dan perusahaan
 Berpotensi menuunkan motivasi atau komitmen karyawan yang
biasanya disebabkan karena adanya kecemburuan terhadap
masuknya karyawan baru
 Periode penyesuaian yang lama dari dilakukanya rekrutmen
eksternal
3) Media Rekrutmen Eksternal
 Institusi pendidikan
 Iklan
 Agen pemrintahan
 Agen swasta
 Perusahaan pencari tenaga kerja eksekutif .

d. Metode-metode Rekrutmen
Metode rekrutmen adalah suatu proses yang dilaksanakan oleh perusahaan
untuk menarik orang-orang pada waktu yang tepat, dalam jumlah yang cukup,
dan dengan persyaratan yang layak untuk melakukan proses perekrutan
pegawai serta mengisi lowongan kerja di organisasi atau perusahaan. Beberapa
organisasi juga biasa menyebutkan bahwa metode rekrutmen merupakan suatu
proses usaha untuk mencari dan mempengaruhi tenaga kerja agar mau melamar
untuk mengisi lowongan kerja yang ada dalam suatu perusahaan  atau organisasi.
Rekrutmen yang di laksanakan perusahaan memiiki beberapa perbedaan,
kadang perusahaan menggunakan Jasa rekrutmen tenaga kerja ataupun langsung
menggunakan sumberdaya yang ada di perusahaanya sendiri. rekrutmen harus
memiliki pedoman pada spesifikasi pekerjaan yang telah ditentukan untuk
mengisi jabatan tersebut, misalnya untuk lowongan admin keuangan kebun jeruk
10 maret 2017, marketing eksekutif, programer, IT, dan lain sebagainya.
Spesifikasi pekerjaan harus diuraikan dengan jelas dan gamblang sehingga
para pencari kerja dapat mengetahui kualifikasi apa saja yang dibutuhkan untuk
mengisi lowongan pekerjaan yang dibutuhkan, misalnya tingkat pendidikan,
pengalaman kerja, usia, jenis kelamin, dan kemampuan yang dimiliki.
Sedangkan untuk memudahkan anda mengetahui metode rekrutmen apa saja
yang ada, berikut adalah beberapa contohnya dalam sistem perekutan karyawan:
1. Metode Tertutup
Metode tertutup, adalah pelaksanaan rekrutmen dikalangan terbatas,
hanya untuk karyawan dan orang-orang tertentu saja, sehingga lamaran yang
masuk tidak terlalu banyak karena info lowongan kerja ini tidak dipublikasi
secara masal, seperti misalnya tercantum di website lowongan kerja.
Pertimbangan untuk melakukan metode tertutup ini biasanya dikarenakan
perusahaan tidak akan terlalu banyak menerima lamaran yang kurang sesuai
dan menganggap lamaran yang begitu banyak akan sulit memperoleh
karyawan yang baik.
2. Metode Terbuka
Metode terbuka, merupakan pelaksanaan rekrutmen dimana
perusahaan melakukan cara merekrut karyawan yang dilakukan melalui iklan
di media masa. Sebagai contoh adalah memberikan informasi lowongan kerja
di berbagai media koran, website, dan lain sebagainya. Hal ini dilakukan
untuk mendapatkan banyak lamaran, sehingga kesempatan memperoleh
karyawan yang baik dan sesuai dengan keinginan perusahaan menjadi
berpeluang lebih besar.

Rekrutmen sendiri sebenarnya memiliki dua sumber, berikut adalah penjelasan


sumber-sumber rekrutmen yang biasanya dilakukan oleh berbagai perusahaan
untuk mendapatkan karyawan yang ideal bisa mengisi posisi yang diinginkan
perusahaan. Sumber rekrutmen tersebut terdiri dari:
1. Sumber Internal
Sumber internal, yaitu tenaga kerja/karyawan yang akan mengisi suatu
lowongan kerja yang merupakan sumber daya manusia yang sudah ada dalam
organisasi atau perusahaan. Sumber intrenal ini biasanya melalui proses cara
perpindahan karyawan atau mutasi yang memenuhi spesifikasi dan
persyaratan untuk posisi tertentu.
2. Sumber Eksternal
Sumber eksternal, yaitu tenaga kerja/karyawan yang akan mengisi
suatu lowongan kerja yang merupakan sumber daya manusia yang akan
mengisi lowongan kerja yang berasal dari luar perusahaan atau organisasi.
Sumber eksternal ini biasanya diumumkan oleh perusahaan pada beberapa
platform baik media cetak maupun media elektronik seperti internet
untuk mencari lowongan kerja.

Penjelasan berikut adalah merupakan beberapa metode yang digunakan oleh beyak
perusahaan dalam melakukan proses penerimaaan karyawan di perusahaan, sebagian
besar perusahaan menggunakan metode tertutup untuk menyaring jumlah pelamar yang
memang kompeten di bidangnya untuk beberapa posisi yang mereka cari, akan tetapi
tidak sedikit perusahaan juga menggunakan metode terbuka untuk menjaring minat
para pencari kerja agar bisa bergabung dengan perusahaan. Semuanya tergantung
peraturan yang sudah ada di perusahaan.

13. Wawancara
A. Pengertian wawancara
Wawancara seleksi (selection interview) merupakan metode seleksi yang
paling sering digunakan di dalam proses seleksi. Metode ini paling luas digunakan
untuk memperoleh informasi karena para pewawancara (interviewer) berhadapan
secara langsung dengan pelamar (interviewer).
Wawancara merupakan proses dan evaluasi tentang kemampuan dari
seseorang kandidat dalam hal kemampuan spesifiknya. Mungkin beberapa keahlian
sudah terlihat dari data-data tertulis. Namun, wawancara adalah untuk melihat lebih
detail mengenai informasi-informasi spesifik dan karakter personal dan juga
pengalaman. Wawancara juga memfasilitasi interviewer untuk menilai seberapa jauh
individu ini cocok dengan organisasi atau tidak walaupun penilaian ini sering kali
subjektif, terjadi bias dan diskriminasi.
Wawancara seleksi bertujuan untuk memperoleh informasi secara langsung
mengenai pengetahan, keterampilan, dan kemampuan yang dimiliki para pelamar.
Seringkali wawancara menghasilkan subjektif dalam memperoleh informasi,
sehingga sering hasilnya tidak dapat dipercaya. Para pelamar sering menyampaikan
informasi tidak benar pada situasi-situasi tertentu.
B. Manfaat dan kekurangan wawancara
Manfaat dari wawancara dalam seleksi yaitu sebagai berikut:
1. Memfasilitasi interviewer untuk bertanya mengenai pengalaman-pengalaman
dari kandidat dan untuk mengeksplorasi sekiranya kandidat mana yang
kompeten, yang cocok untuk pekerjaan spesifik yang di tawarkan.
2. Memungkinkan interviewer untuk mendeskripsikan kenyataan dari pekerjaan
yang ada dan juga tentang organisasi dengan detail yang lebih dan juga
peraturan-peraturan tentang kontrak psikologis.
3. Memungkinkan komunikasi tatap muka sehingga interviewer dapat
mengakses  bagaimana kandidat bisa cocok dalam organisasi dan seperti apa
kandidat ingin bekerja.
4. Memberikan kandidat kesempatan yang sama untuk mengakses organisasi,
interviewer dan tenntang pekerjaanya.

Sedangkan Kekurangannya adalah sebagai berikut:


1. Bisa mengurangi validitas dan reliabilitas pada hal-hal tertentu (misalnya dalam
mengukur hal yang sama pada kandidat yang berbeda)
2. Bergantung kepada kemampuuan si interviewer (banyak individu merasa bisa
melakukan wawancara padahal tidak)
3. Tidak terlalu mengasses/menilai kompetensi kandidat dalam pemenuhan
pekerjaan tertentu 
4. Bisa menimbulkan bias dan subjektif.
C. Jenis-jenis wawancara
Secara umum, ada 3 jenis wawancara dalam seleksi antara lain:
1. Wawancara Terstuktur
Dalam wawancara terstruktur interviewer telah menyiapkan serangkaian
pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan pekerjaan. Wawancara terstruktur
biasanya terdiri dari 4 jenis pertanyaan:
 Pertanyaan-pertanyaan situasional adaah pertanyaan yang menanyakan situasi
kerja tertentu untuk mengetahui apa yang dikerjakan pelamar dalam situasi
yang sama.
 Pertanyaan-pertanyaan pengetahuan pekerjaan adalah pertanyaan yang
menggali pengetahuan pelamar yang terkait dengan pekerjaan.
 Pertanyaan-pertanyaan simulasi sampel pekerjaan melibatkan situasi dimana
seorang pelamar diminta menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan
pelaksanaan tugas.
 Pertanyaan-pertanyaan kewajiban karyawan adalah pertanyaan yang diajukan
untuk menggali kemauan pelamar untuk mematuhi kewajiban karyawan.
2. Wawancara Tidak Terstruktur
Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara dimana interviewer memberikan
pertanyaan-pertanyaan terbuka yang bersifat menggali dan sering dilakukan secara
spontan yang timbul dalam pikiran interviewer.
3. Wawancara Keperilakuan
Wawancara keperilakuan adalah wawancara terstruktur diminta mengaitkan
kejadian-kejadian nyata dari masa lalu mereka dengan pekerjaan yang diinginkan.
D. Metode Wawancara
1. Wawancara satu lawan satu
Pelamar bertemu satu lawan satu dengan pewawancara. Hal ini dilakukan karena
bisa lebih melegakan bagi pelamar serta menghindari gangguan-ganguan.
2. Wawancara kelompok
Wawancara dimana beberapa pelamar berinteraksi dan dihadiri oleh satu
perwakilan perusahaan atau lebih.
3. Wawancara dewan atau panel
Wawancara dimana perwakilan perusahaan mewawancarai pelamar pada saat yang
sama.
4. Wawancara banyak pihak
Wawancara dimana para rekan kerja, bawahan, dan atasan dalam suatu perusahaan
turut serta mewawancarai calon karyawan.
5. Wawancara stress
Bentuk wawancara dimana pewawancara sengaja menciptakan kegelisahan.
6. Tinjauan pekerjaan realistis
Metode untuk menyampaikan informasi pekerjaan positif maupun negatif kepaa
pelamar dalam cara yang tidak menyesatkan. 

E. Tahapan Wawancara
Sedikitnya ada empat tahap yang ada dalam melakukan wawancara kerja.
1. Tahap Persiapan
Sebelum wawancara dilakukan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain :
a. Sasaran wawancara
Dalam hal ini pewawancara perlu melakukan peninjauan atas informasi melalui
formulir atau CV dari pihak pelamar.
b. Menentukan Metode Wawancara
Untuk dapat mencapai sasaran wawancara maka perlu ditetntukan metode mana
yang akan digunakan, apakah akan menggunakan wawancara terstruktur atau
tidak terstruktur.
c. Informasi tentang pelamar
Sebelum memulai wawancara akan lebih baik ketika seorang pewawancara
mengenal  pelamar yang bisa diperoleh dari formulir dan CV pelamar.
2. Tahap Pelaksanaan
Tahap ini mencakup sebagian besar kegiatan wawancara, dimana informasi tentang
keadaan pelamar yang sebenarnya dapat diketahui pada tahap ini. Salah satu yang
harus diperhatikan pada tahap ini adalah menghargai pelamar, caranya adalah dengan
menghargai pelamar dengan memperlakukan manusia sebagai makhluk yang
terpenting. Serta hargailah pendapat para pelamar dalam memberikan keterangan
tentang dirinya.
3. Penutup
Setelah wawancara dilaksanakan, dilakukan penutupan denga memperhatikan
persyaratan sebagai berikut :
a. Pewawancara memeberi isyarat bahwa wawancara akan berakhir. Untuk
mengakhiri wawancara, pewawancara bisa memberikan isyarat, seperti
meletakkan alat tulisnya, merapikan mejanya atau melakukan kegiatan lain yang
menunjukan bahwa wawancara telah berakhir.
b. Berikan petunjuk atas tindakan selanjutnya setelah wawancara
berakhir.Setelah mengatakan bahwa wawancara telah berakhir maka
pewawancara bia memberitahu wawancara ini akan dinilai dan hasilnya akan di
disampaikan nanti.
4. Evaluasi
Setelah wawancara ditutup, pewawancara mengadakan penilaian dari hasil
wawancara. Pewawancara mengumpulkan nilai dari seluruh komponen penilaian
kemudian menjumlahkannya. Hasil wawancara dibandingkan dengan standar
penilaian (passing grade) yang telah ditetapkan perusahaan.

14. SELEKSI
A. Pengertian Seleksi
Seleksi adalah kegiatan dalam manajemen SDM yang dilakukan setelah proses
rekrutmen selesai dilaksanakan. Hal ini berarti telah terkumpul sejumlah pelamaryang
memenuhi syarat untuk kemudian dipilih mana yang dapat ditetapkan sebagai
karyawan dalam suatu perusahaan. Proses pemilihan ini yang dinamakan dengan
seleksi. Proses seleksi sebagai sarana yang digunakan dalam memutuskan pelamar
mana yang akan diterima. Prosesnya dimulai ketika pelamar melamar kerja dan
diakhiri dengan keputusan penerimaan.
B. Proses dan Tahapan Seleksi
Proses seleksi adalah langkah-langkah yang harus dilalui oleh para pelamar sampai
akhirnya memperoleh keputusan ia diterima atau ditolak sebagai Karyawan baru.
Proses ini berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Proses tersebut
pada umumnya meliputi evaluasi persyaratan, testing, Wawancara, ujian fisik. Dalam
proses seleksi itu dipakai berbagai macam jenis dalam rnengevaluasi persyaratan dan
terutama untuk testing. Ada dua konsep penting yang harus diperhatikan untuk
peralatan seleksi ini, yaitu reliabilitas dan validitas. Beberapa instrumen yang dapat
digunakan dalam seleksi. yaitu:
a. Surat-surat rekomendasi, Pada umumnya surat-surat rekomendasi tidak berkaitan
dengan kinerja pekerjaan karena semuanya mengandung pujian positif.
b. Format (borang) lamaran, Pada tahap ini perlu format baku formulir lamaran
untuk mempermudah penyeleksi mendapatkan informasi/data yang lengkap dari
calon karyawan.
c. Tes Kemampuan, Tes kemampuan adalah alat-alat yang menilai kesesuaian antara
para pelamar dengan syarat-syarat pekerjaan. Pada tahap ini dilakukan penilaian
terhadap para pelamar dengan syarat yang telah ditetapkan.

d. Tes Potensi Akademik (ability test), Beraneka macam tes mengukur sejauh mana
kemampuan pelamar mulai dari kemampuan verbal dan keterampilan kualitatif
sampai pada kecepatan persepsi.

e. Tes Kepribadian, Tes kepribadian (personality test) menaksir sifat-sifat (traits),


karakteristik pekerja yang cenderung konsisten dan bertahan lama.

f. Tes psikologi, Para pengusaha corporate, pengusaha retail, perdagangan eceran,


perbankan dan perusahaan jasa lainnya sejak lama menggunakan tes psikologi.
Tes ini dilakukan di atas kertas dan pensil untuk membuat para pelamar yang tak
berguna dan dianggap sering mencuri dalam pekerjaan. Namun pada saat ini
banyak tes psikologi yang dirancang untuk menganalisis apakah para pelamar
mempunyai etika kerja yang baik, dapat dimotivasi, atau sebaliknya dapat
dikalahkan oleh tantangan-tantangan pekerjaan.

g. Wawancara
Pengertian Wawancara, Wawancara sebagai suatu pertemuan dari individu yang
berhadap-hadapan satu dengan lainnya. Wawancara mempunyai tujuan yang
khusus dan diselenggarakan dengan kesadaran untuk itu. Berdasarkan pengertian
di atas maka suatu wawancara baru terjadi apabila memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut.

- Mengharuskan adanya pertemuan pribadi (harus bisa saling melihat, saling


mendengar suara masing-masing, saling memahami bahasa yang
dipergunakan)
- Mengandung suatu sifat formal (dengan pengertian bahwa pertemuan
tersebut diadakan dengan suatu tujuan tertentu).
- Persiapan Wawancara, Bentuk atau jenis wawancara apapun yang akan
digunakan, keharusan melakukan persiapan terlebih dahulu merupakan hal
mutlak. Langkah-langkah yang perlu dilakukan
 Penentuan tujuan wawancana diadakan. Setiap pewawancara
pertama-tama harus mempersiapkan dirinya sendiri terlebih dahulu
untuk dapat memenuhi kriteria sebagai pewawancara yang baik.

 Apabila wawancara dilakukan dalam rangka seleksi, pengenalan


terhadap organisasi perusahaan secara umum, kondisi kerja dan
spesialisasi jabatan, harus sudah
dilakukan dalam rangka persiapan ini.
 Apabila langkah di atas telah dilaksanakan, pewawancara mulai
menentukan secara terinci tujuan yang ingin dicapai. Menentukan
waktu pelaksanaan wawancara. Sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai, waktu pelaksanaan wawancara bisa bervariasi.
- Menetapkan tempat pelaksanaan wawancara. Wawancara dapat
dilaksanakan secara efektif apabila ruangan yang digunakan terhindar dari
kemungkinan terganggu (ruangan yang bising), sebaiknya ruangan yang
nyaman.
- Pelaksanaan Wawancara Ada 3 hal yang perlu diperhatikan di dalam
rangka pelaksanaan wawancara, yaitu: (1) jenis pertanyaan yang diajukan;
(2) pendengar yang baik; dan (3) gerak gerik.
- Wawancara dengan Supervisor, Tanggung jawab terakhir untuk
keberhasilan pekerja yang baru diterima terletak pada supervisor yang
sering dapat mengevaluasi kemampuan-kemampuan teknis pelamar dan
dapat menjawab pertanyaanpenanyaan yang berkaitan dengan pekerjaan
khusus pelamar dengan tepat.
h. Evaluasi Medis/Kesehatan, Proses seleksi termasuk pula evaluasi medis pelamar
sebelum keputusan mempekerjakan karyawan dibuat. Normalnya, evaluasi
tersebut terdiri atas ceklis kesehatan yang meminta pelamar menunjukkan
informasi kesehatan dan kecelakaan. Angket kadang-kadang ditambah dengan
pemeriksaan fisik oleh perawat atau dokter perusahaan.
i. Peninjauan Pekerjaan yang Realistis, Peninjauan pekerjaan yang realistis
menambah wawancara pengawas/supervisor. Peninjauan pekerjaan yang realistis
artinya menunjukkan pekerjaan kepada para pegawai dan format pekerjaan
sebelum keputusan penerimaan dibuat. Hal ini menunjukkan kepada calon
karyawan, jenis pekerjaan, peralatan dan kondisi-kondisi kerja yang dilibatkan.
j. Assessment Center, Assessment center adalah cara penilaian para karyawan
dengan menggunakan tempat tertentu untuk menguji pelamar dalam suatu
simulasi atas tugas-tugas yang diminta. Para penyelia menilai kinerja pada
simulasi ini dan membuat kesimpulan menangani kemampuan dan keterampilan
masing-masing pelamar pada area tertentu, seperti pengorganisasian, perencanaan,
pembuatan
keputusan, dan kepemimpinan.
k. Drug test, Tes ini secara khusus meminta para pelamar untuk menjalani analisis
air seni sebagai pokok dari prosedur seleksi rutin. Pelamar yang mempunyai hasil
positif akan dihapus dari pertimbangan pemilihan selanjutnya. Maksud utama dari
tes ini adalah untuk menghindari pengangkatan karyawan yang mungkin membuat
masalah.
l. Keputusan Penerimaan, Terlepas dari apakah supervisor atau departemen SDM
membuat keputusan penerimaan, penerimaan (kerja) menandakan akhir
prosesseleksi dengan beranggapan bahwa kandidat menerima tawaran kerja Proses
penerimaan kerja menyangkut lebih dari sekedar menyampaikan tawaran. Untuk
memelihara hubungan-hubungan publik yang baik departemen SDM harus
memberi tahu pelamar yang tidak terpilih.
C. Sistem Seleksi yang efektif
Dalam hal ini perlu disadari bahwa proses seleksi karyawan baru merupakan kegiatan
penting bagi perusahaan maupun bagi calon karyawan itu sendiri. Mempertahankan
ataupun mengembangkan suatu sistem seleksi yang menghasilkan karyawan produktif
dan mencari peluang untuk meningkatkan cara kerjanya sangat penting untuk
keberhasilan perusahaan. Sistem seleksi yang efektif pada dasarnya memiliki tiga
sasaran, yaitu:
a) Keakuratan, artiny kemampuan dari proses seleksi untuk secara tepat dapat
memprediksi kinerja pelamar.
b) Keadilan, artinya memberikan jaminan bahwa setiap pelamar yang memenuhi
persyaratan diberikan kesempatan yang sama di dalam sistem seleksi
c) Keyakinan, artinya taraf orang-orang yang terlibat dalam proses seleksi yakin
akan manfaat yang diperoleh.

D. Jenis-jenis seleksi
Seleksi merupakan proses untuk mencocokkan orang-orang dengan kualifikasi yang
mereka miliki. Jenis-jenis seleksi:
a) Seleksi Administrasi Yaitu seleksi berupa surat-surat yang dimiliki pelamar untuk
menentukan apakah sudah sesuai dengan persyaratan yang diminta organisasi
perusahaan, antara lain:
a. Ijazah
b. Riwayat hidup
c. Domisili/keberadaan status yang bersangkutan
d. Surat Lamaran
e. Sertifikat keahlian misalnya: komputer
f. Pas foto
g. Copy Identitas (KTP. Pasport, SIM, dan lain-Iain)
h. Pengalaman kerja
i. Umur
j. Jenis kelamin
k. Status Perkawinan
l. Surat Keterangan kesehatan dari dokter
m. Akte Kelahiran

b) Seleksi secara tertulis, terdiri dari:


a. Tes kecerdasan (Intelegensi test)
b. Tes kepribadian (Personal test)
c. Tes bakat (Aptitude test)
d. Tes minat (Interest test)
e. Tes prestasi (Achievment test)

c) Seleksi tidak tertulis terdiri dari:


a. Wawancara
b. Praktek
c. Kesehatan/Medis

E. Peranan rekrutmen dan seleksi


Rekrutmen dan seleksi termasuk fungsi-fungsi MSDM yang mempunyai Peranan
strategis dalam mempersiapkan dan menyediakan sumber daya manusia yang sesuai
dengan kebutuhan pekerjaan sebagaimana ditetapkan dalam analisis pekerjaan khususnya
deskripsi dan spesifikasi. Kedua kegiatan tersebut didahului oleh kegiatan analisis
pekerjaan dan perencanaan sumber daya manusia. Hal ini berarti bahwa kegiatan
rekrutmen dan seleksi harus didasarkan pada suatu kebutuhan yang dialami organisasi,
baik dalam fisik maupun dari segi kemampuan dan keterampilan. Pelaksanaan kedua
kegiatan tersebut secara wajar dan dikerjakan sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen
yang baik, akan dapat mencegah suatu organisasi akan mengalami surplus pegawai,
kecuali karena adanya faktor-faktor eksternal yang tidak dapat dikendalikan oleh
organisasi itu sendiri.
Dewasa ini dapat disaksikan surplus karyawan yang demikian banyak pada pegawai
negeri sipil Republik Indonesia, yang sesungguhnya hanya membutuhkan karyawan
sekitar dua atau tiga juta orang saja. Namun, dalam kenyataannya jumlah karyawan telah
melampaui jumlah empat juta orang sehingga menimbulkan surplus lebih dari satu juta
orang yang berakibat tekanan yang sangat berat pada anggaran belanja negara. Meskipun
secara umum telah terjadi surplus karyawan, setiap tahun selalu saja terjadi rekrutmen
dan seleksi yang akibatnya semakin memberikan beban anggaran yang tinggi pada
negara dan mengurangi potensi pembangunan pada sektor yang lain. Tapi tidaklah berarti
bahwa dalam suasana surplus karyawan secara integral, tidak dirasakan kekurangan
pegawai negeri pada sektor-sektor tertentu, seperti tenaga penyuluhan, penelitian, guru-
guru, tenaga medis, kepolisian dan lain-lainnya. Oleh karena itu, sangat diperlukan
penataan rekrutmen dan seleksi di lingkungan pegawai negeri dengan lebih nasional,
integratif dan koordinatif.
Penataan seleksi dan rekrutmen yang lebih baik juga mempunyai dampak yang besar
terhadap pelaksanaan fungsi-fungsi SDM lainnya, seperti orientasi dan penempatan,
latihan dan pengembangan, perencanaan dan pengembangan karier, evaluasi kinerja,
kompensasi. Pelaksanaan fungsi rekrutmen dan seleksi sepenuhnya adalah tanggung
jawab dari departemen SDM dalam suatu perusahaan secara manajerial. Artinya tidaklah
semua kegiatan rekrutmen dan seleksi dilaksanakan oleh setiap karyawan baik secara
sendiri maupun yang tergabung dalam perusahaan seperti recruiter, pelaksanaan berbagai

tes yang belum tentu dimiliki oleh suatu perusahaan.


15. Penempatan
Para karyawan baru yang telah selesai menjalankan program orientasi harus segera
mendapatkan tempat pekerjaan yang sesuai dengan bakat dan keahlian yang dimilikinya.
Salah satu fungsi MSDM untuk mengurus hal ini adalah placement atau penempatan
karyawan. Penempatan karyawan berarti mengalokasikan para karyawan pada posisi
kerja tertentu, hal ini khusus terjadi pada karyawan baru. Kepada para karyawan lama
yang telah menduduki jabatan atau pekerjaan termasuk sasaran fungsi penemptan
karyawan dalam arti mempertahankan pada posisinya atau memindahkan pada posisi
yang lain.
Penempatan staffing terdiri dan dua cara: (I) karyawan baru dari luar perusahaan dan
(2) penugasan di tempat yang baru bagi karyawan lama yang disebut inplacement atau
penempatan internal. Sering terjadi penempatan inrernal tanpa ada orientasi, karena
karyawan lama dianggap telah mengetahui segalasesuatu tentang perusahaan. Namun,
sayangnya anggapan ini hanya setengah benar. Karyawan berpengalaman memang sudah
mengetahui perusahaan dengan baik, tetapi ia tidak mengetahui hal-hal yang berkaitan
dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya yang baru. Apakah mereka diterima? Apakah
mereka mampu?
Mendapatkan pekerjaan baru dalam satu departemen memerlukan sedikit orientasi.
Perpindahan antar departemen memerlukan orientasi yang lebih lengkap. Penempatan
internal hanya memerlukan orientasi tentang pekerjaan barunya, sedangkan orientasi
tingkat pertama dapat diabaikan.
Penempatan adalah penugasan atau penugasan kembali seorang karyawan kepada
pekerjaan barunya. Keputusan penempatan lebih banyak dibuat oleh manajer lini,
biasanya supervisor seorang karyawan dengan berkonsultasi menentukan penempatan
karyawan di masa datang. Peranan departemen SDM adalah memberi nasihat kepada
manajer lini tentang kebijakan perusahaan dan memberikan konseling kepada para
karyawan.
Dalam alur ini, terdapat tiga jenis penting dari penempatan, yaitu promosi, transfer,
dan demosi. Setiap keputusan harus diiringi dengan orientasi dan tindak lanjut, apa pun
penyebabnya seperti perampingan, merger, akuisisi atau perubahan internal lainnya.
Berikut ini dijelaskan tiga jenis penempatan dan separasi.
16. Perubahan

Perubahan adalah proses dinamis dimana yang terjadi pada tingkah laku dan fungsi
seseorang, keluarga, kelompok atau komunitas (Potter dan Perry, 2005). Perubahan yang
baik dapat dijalani manusia bertahap dan memerlukan waktu sesuai dengan kemampuan
manusia itu sendiri. Sehingga perubahan yang terjadi secara radikal biasanya akan
menemui banyak hambatan.
A. Macam-macam Proses Berubah
1. Perubahan ditinjau dari sifatnya, yaitu:
a. Perubahan spontan (Samson, 1971)
 Perubahan sebagai respon terhadap kejadian alamiah dan
terkontrol/alamiah.
 Perubahan yang terjadi tidak diramalkan atau diprediksi sebelumnya.
 Perubahan yang direncakan yaitu sebagai upaya yang bertujuan untuk
mencapai tingkat yang lebih baik.
2. Perubahan ditinjau dari keterlibatan:
a. Melalui penyedian informasi yang cukup.
b. Adanya sikap positif terhadap perubahn sesuatu atau inovasi.
c. Timbulnya komitmen diri untuk berubah.
3. Perubahan ditinjau dari sifat pengelolaan:

 Menurut Duncan (1978)

a. Perubahan berencana.
 Menyesuaikan kegiatan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
 Adanya titik mula yang jelas dan dipersiapkan sesuai dengan tujuan
yang akan dicapai.
 Adanya persiapan yang matang.
b. Perubahan acak/kacau.
 Tidak ada titik awal perubahan.
 Tidak ada upaya mempersiapkan kegiatan-kegiatan untuk tercapainya
tujuan

 HORSEY dan BLANCARD (1977)

a. Partisipatif Yaitu individu/klien diikutkan dalam proses perubahan tersebut.


Misalnya ketika bidan membangkitkan motivasi klien.
b. Paksaan Yaitu perubahan yang total menggunakan kekuatan misalnya
instruksi dari atasan.
B. Tipe Perubahan.
Apabila dipandang dari tipe perubahan, menurut bennis tahun 1995, perubahan itu
sendiri memilki tujuh tipe diantaranya :
1. Tipe indoktrinasi, suatu perubahan yang dilakukan oleh sekelompok atau
masyarakat yang menginginkan pencapaiaan tujuan yang diharapkan dengan
cara memberi doktrim atau menggunakan kekuatan sepihak untuk dapat
berubah.
2. Tipe paksaan atau kekerasan, merupakan tipe perubahan dengan melakukan
pemaksaan atau kekerasan pada anggota atau seseorang dengan harapan tujuan
yang dicapai dapat terlaksana.
3. Tipe teknokratik, merupakan tipe perubahan dengan melibatkan kekuatan lain
dalam mencapai tujuan yang diharapkan terdapat satu pihak merumuskan
tujuan dan pihak lain untuk membantu mencapai tujuannya.
4. Tipe interaksional, merupakan perubahan dengan menggunakan kekuatan
kelompok yang saling berinteraksi satu dengan yang lain dalm mencapai
tujuan yang diharapkan dari perubahan.
5. Tipe sosialisasi, merupakan suatu perubahan dalam mencapai tujuan dengan
menggunakan kerja sama dengan kelompok lain tetapi masih menggunakan
kekuatan untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai.
6. Tipe emultif, merupakan suatu perubahan dengan menggunakan kekuataan
unilateral dengan tidak merrumuskan tujuan terlebih dahulu secara sungguh
sungguh, perubahan ini dapat dilakukan pada sistem diorganisasi yang
bawahannya berusaha menyamai pimpinan atau atasannya.
7. Tipe alamiah, merupakan perubahan yang terjadi akibat sesuatu yang tidak
disengaja tetapi dalam merumuskan dilakukan secara tidak sungguh, seperti
kecelakaan, maka seseorang ingin mengadakan perubahan untuk lebih berhati-
hati dalam berkendaraan dan lain sebagainya.

C. Proses Terjadinya Perubahan.


Suasana pelayanan kesehatan pada tahun 1990an adalah suatu tantangan.
Tekanan dari pemerintah, perusahaan asuransi, serikat kerja, para pegawai, dan
konsumen mengenai pelayanan kesehatan, diarahkan kembali pada perawatan diri dan
pencegahan. Teknologi mengalami perubahan dan focus biaya perawatan perioperatif
bergeser kea rah yang lebih efektif pada situasi yang sama. Keperawatan mempunyai
kesempatan baru untuk menjadi bagian dari perubahan, selama seluruh system
mengalami pergeseran biaya saat kualitas perawatan klien meningkat. Kreatifitas dan
tinjauan tekanan kekuatan eksternal yang luas akan memungkinkan perawat
melakukan perubahan.
Perubahan dapat dijabarkan dengan beberapa cara, termasuk perubahan yang
direncanakan atau yang tidak direncanakan. Perubahan yang tidak direcanakan adalah
perubahan yang terjadi tanpa suatu persiapan, sebaliknya perubahan yang
direncanakan adalah peribahan yang direncanakan dan dipiikirkan sebelumnya,
terjadinya dalam waktu yang lama, dan termasuk adanya suatu tujuan yang jelas.
Perubahan terencana lebih mudah dikelola daripada perubahan yang terjadi pada
perkembangan manusia atau tanpa persiapan anat karena suatu ancaman. Untuk
alasan tersebut, perawat harus dapat mengelola perubahan.
Proses perencanaan terjadi karena adanya perubahan yang sangat kompleks
dan melibatkan interaksi banyak orang, faktor, dan tekanan. Secara umum, perubahan
terencana adalah suatu proses di mana ada pendapat baru yang dikembangkan dan
dikomunikasikan kepada semua orang, walaupun akhirnya akan diterima atau ditolak.
Perubahan perencanaan, sebagaimana proses keperawatan, memerlukan suatu
pemikiran yang matang tentang keterlibatan individu atau kelompok. Penyelesaian
masalah, pengambilan keputusan, pemikiran kritis, pengkajian, dan efektivitas
penggunaan keterampilan interpersonal, termasuk kemampuan komunikasi,
kolaborasi, negosiasi, dan persuasi, adalah kunci dalam perencanaan perubahan.
Orang yang mengelola perubahan harus mempunyai visi yang jelas di mana
proses akan dilaksanakan dengan arah yang terbaik untuk mencapai tujuan tersebut.
Proses perubahan memerlukan tahapan yang berurutan di mana orang akan terlibat
dalam sebuah proses perubahan dan arah perubahan yang akan dilaksanakan. Oleh
karena itu, koalisi perlu dan harus dibentuk untuk mendukung perubahan.
Dalam literature yang lain disebutkan bahwa proses terjadinya perubahan
terdiri dari beberapa tahap diantaranya :
 Mencairkan: melibatkan penghancuran cara normal orang yang melakukan sesuatu-
mmemutuskan pola,kebiasaan,dan rutinitas sehingga orang siap untuk menerima
alternatifbaru(hersey, Blanchard) atau mengurangi kekuatan untuk mengurangi status
quo, menciptakan kebutuhan akan perubahan, meminimalisasi tantangan terhadap
perubahan seperti memberikan masalah proaktif. Contoh
:Refresing,kegiatan_kegiatan baru.
 Memindahkan: mengembangkan perilaku, nilai dan sikap yang baru.
 Membekukan kembali:akan terjadi jika prilaku baru sudah menjadi bagian dari
kepribadian seseorang.dengan cara memperkuat, mengevaluasi, dan membuat
modifikasi konstruktif.

D. Strategi Dalam Perubahan.


Dalam perubahan dibutuhkan cara yang tepat agar tujuan dalam perubahan dan
tercapai secara tepat, efektif dan efisien, untuk itu dibutuhkan strategi khusus
dalamperubahan diantaranya:

1. Strategi Rasional Empirik


Strategi ini didasarkan karena manusia sebagai komponen dalam perubahan
memiliki sifat rasional untuk kepentingan diri dalam berperilaku. Untuk
mengadakan suatu perubahan strategi rasional dan empirik yang didasarkan dari
hasil penemuan atau riset untuk diaplikasikan dalam perubahan manusia yang
memiliki sifat rasional akan menggunakan rasionalnya dalam menerima sebuah
perubahan. Langkah dalam perubahan atau kegiatan yang diinginkan dalam
strategi rasional empirik ini dapat melalui penelitian atau adanya desiminasi
melalui pendidikan secara umum sehingga melalui desiminasi akan diketahui
secara rasional bahwa perubahan yang akan dilakukan benar-benar sesuai dengan
rasional. Strategi ini juga dilakukan pada penempatan sasaran yang sesuai dengan
kemampuan dan keahlian yang dimiliki sehingga semua perubahan akan menjadi
efektif dan efisien, selain itu juga menggunakan sistem analisis dalam pemecahan
masalah yang ada.
2. Strategi Redukatif normative
Strategi ini dilaksanakan berdasarkan standar norma yang ada di masyarakat.
Perubahan yang akan dilaksanakan melihat nilai-nilai normatif yang ada di
masyarakat sehingga tidak akan menimbulkan permasalahan baru di masyarakat.
Standar norma yang ada di masyarakat ini di dukung dengan sikap dan sistem
nilai individu yang ada di masyarakat. Pendekatan ini dilaksanakan dengan
mengadakan intervensi secara langsung dalam penerapan teori-teori yang
ada.Strategi ini dilaksanakan dengan cara melibatkan individu, kelompok atau
masyarakat dan proses penyusunan rancangan untuk perubahan. Pelaku dalam
perubahan harus memiliki kemampuan dalam berkolaborasi dengan masyarakat.
Kemampuan ilmu perilaku harus dimiliki dalam pembaharu.

3. Strategi Paksaan- Kekuatan


Dikatakan strategi paksaan-kekuatan karena adanya penggunaan kekuatan atau
kekuasaan yang dilaksanakan secara paksa dengan menggunakan kekuatan moral
dan kekuatan politik.Strategi ini dapat dilaksanakan dalam perubahan sistem
kenegaraan, penerapan sistem pendidikan dan lain-lain.

E. Model Dalam Perubahan.


Model dalam perubahan terbagi menjadi 3 tahap :

1. Research And Development Model (Model Penelitian dan Pengembangan).


Model perubahan perubahan ini didasarkan atas penelitian dan perencanaan dalam
pengembangan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Dalam menggunakan model
ini dapat dilakukan dengan cara melakukan identifikasi atas perubahan yang akan
dilakukan dalam perubahan.
2. Social Interaction Model (Model Interaksi Sosial).
Model perubahan dengan interaksi sosial ini dilakukan berdasarkan atas saling
kerjasama dalam sistem dengan memfokuskan pada persepsi dan respons dar
perubahan Roger diantaranya, menyadari akan perubahan, adanya minat dalam
perubahan, melakukan evaluasi tentang hal-hal yang akan dilakukan perubahan,
melalui uji coba sesuatu hal yang akan dilakukan perubahan serta menerima
perubahan.

3. Problem Solving Model (Model Penyelesaian Masalah).


Model ini menekankan pada penyelesaian masalah dengan menggunakan langkah
mengidentifikasi kebutuhan yang menjadi masalah, mendiagnosis masalah,
menemukan cara penyelesaian masalah yag akan digunakan, melakukan uji coba dan
melakukan evaluasi dari hasil uji coba untuk digunkan dalam perubahan.

F. Hambatan Dalam Perubahan.


Perubahan tidak selalu mudah untuk dilaksanakan akan tetapi banyak hambatan yang
akan diterimanya baik hambatan dari luar maupun dari dalam diantaranya hal yang
menjadi hambatan dalam perubahan adalah sebagai berikut :
1. Ancaman Kepentingan Pribadi.
Ancaman kepentingan pribadi ini merupakan hambatan dalam perubahan karena
adanya kekhawatiran adanya perubahan segala kepentingan dan tujuan diri contohnya
dalam melaksanakan standarisasi perawat profesional dimana yang diakui sebagai
profesi perawat minimal D III Keperawatan, sehingga bagi lulusan SPK yang dahulu
dan tidak ingin melanjutkan pendidikan akan terancam bagi kepentingan dirinya
sehingga hal tersebut dapat menjadikan hambatan dalam perubahan.
2. Persepsi yang Kurang Tepat.
Persepi yang kurang tepat atau informasi yang belum jelas ini dapat menjadi kendala
proses perubahan. Berbagai informasi yang akan dilakukan dalam sistem perubahan
jika tidak dikomunikasikan dengan jelas atau informasinya kurang lengkap, maka
tempat yang akan dijadikan perubahan akan sulit menerimanya sehingga timbul
kekhawatiran dari perubahan tersebut.

3. Reaksi Psikologis.
Reaksi psikologis ini merupakan faktor yang menjadi hambatan dalam perubahan
karena setiap orang memiliki reaksi psikologis yang berbeda dalam merespons
perbedaan sistem adaptasi pada setiap orang juga dapat menimbulkan reaksi
psikologos yang berbeda sehingga bisa menjadi hambatan dalam perubahan,
contohnya bila akan dilakukan perubahan dalam sistem praktek keperawatan mandiri
bagi perawat. Jika perawat belum bisa menerima secara psikologis, akan timbul
kesulitan karena ada perasaan takut sebagai dampak dari perubahan.
4. Toleransi terhadap Perubahan.
Toleransi terhadap ini tergantung dari individu, kelompok atau masyarakat. Apabila
individu, kelompok atau masyarakat tersebut memiliki toleransi yang tinggi terhadap
perubahan, maka akan memudahkan proses perubahan tetapi apabila toleransi
seseorang terhadap perubahan sangat rendah, maka perubahan tersebut akan sulit
diaksanakan.
5. Kebiasaan.
Pada dasarnya seseorang akan lebih senang pada sesuatu yang sudah diketahui
sebelumnya atau bahkan dilaksanakan sebelumnya dibandingkan sesuatu yang baru
dikenalnya, karena keyakinan yang dilmiliki sangat kuat. Faktor kebiasaan ini yang
menjadikan hambatab dalam perubahan.
6. Ketergantungan.
Ketergantungan merupakan hambatan dalam proses perubahan karena ketergantungan
menyebabkan seseorang tidak dapat hidup secara mandiri dalam mencapai tujuan
tertentu. Suatu perubahan akan menjadi masalah bagi seseorang yang selalu
menggantungkan diri sehingga perubahan sulit dilakukan.
7. Perasaan tidak Aman.
Perasaan tidak aman juga merupakan faktor penghambat dalam perubahan karena
adanya ketakutan terhadap dampak dari perubahan yang juga akan menambah
ketidakamanan pada diri, kelompok atau masyarakat.
8. Norma.
Norma merupakan segala aturan yang didukung oleh anggota masyarakat dan tidak
mudah dirubah. Apabila akan mengadakan proses perubahan namun perubahan
perubahan tersebut akan menghadapi hambatan. Sebaliknya jika norma tersebut sesuai
dengan prinsip perubahan, maka akan sangat mudah dalam perubahan.

17. Induksi dan Orientasi


Setelah proses seleksi dan rekrutmen selesai dilakukan, kegiatan perencanaan Sumber
Daya Manusia tidak berhenti sampai dari situ. Proses selanjutnya yang harus dilakukan
perusahaan adalah memberikan program induksi dan orientasi kepada tenaga kerja baru
yang telah lolos pada tahap seleksi dan rekrutmen. Induksi dan orientasi merupakan
tahap pengenalan tenaga kerja pada perusahaan atau jabatan baru yang akan
ditempatinya.
1. Definisi Induksi Dan Orientasi
Induksi merupakan kegiatan untuk memperkenalkan tenaga kerja baru dengan
tugas dan pekerjaan, para penyedia, dan tenaga kerja yang sudah ada. Induksi
menunjukkan prosedur formal. Di dalamnya meliputi tenaga kerja baru dalam
mengisi formulir keterangan untuk daftar pembayaran gaji/upah/honorarium,
diberitahu dimana mereka harus bekerja, mempelajari ketentuan/peraturan
perusahaan, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dalam prosedur ini, pekerja
baru juga diperkenalkan dengan atasan, mandor, penyelianya dan anggota kelompok
kerja yang akan menjadi teman sekerjanya. Tingkat formalitas dalam proses induksi
tenaga kerja semakin meningkat sehubungan dengan makin meluasnya ekspansi
perusahaan. Setelah diadakan kegiatan induksi, selanjutnya diadakan kegiatan
orientasi.
Ada beberapa pengertian orientasi menurut para ahli, yakni sebagai berikut.
Orientasi didefinisikan:
a. Familiarization with and adaptation to a situation or an environment. (pengakraban
dan penyesuaian dengan situasi atau lingkungan). Cascio, 1995: 239

b. The activities involved introducing new employees to the organization and their work
units. (aktivitas yang melibatkan pengenalan karyawan baru kepada organisasi dan
unit kerja mereka) Descenzo & Robbins, 1994: 230-231

c. Familiarize employes with their role, their organization, it’s policies, and other
employees. (mengakrabkan karyawan dengan peran, organisasi, kebijakan organisasi,
dan karyawan lain) Wether & Davis, 19:251

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa orientasi adalah pengenalan


dan adaptasi terhadap suatu situasi atau lingkungan. Orientasi dilakukan untuk
mengembangkan hubungan tenaga kerja baru dengan tenaga kerja lain dan pekerjaan
di perusahaan. Bagi tenaga kerja baru yang telah memperoleh surat penempatan tugas,
orientasi merupakan proses untuk mengetahui dan mengenal tempat kerjanya dalam
totalitas hubungan pekerjaan. Dalam praktik, orientasi sering hanya berupa
indoktrinasi terhadap filosofi, kebijakan dan peraturan organisasi yang bersangkutan.
Induksi dan orientasi merupakan dua kegiatan yang dilaksanakan dengan maksud
yang sama, yaitu memperkenalkan tenaga kerja baru dengan tenaga kerja yang lain
atau manajemen seluruh hierarki perusahaan, serta tempat mereka dalam tim kerja.
Kegiatan ini dipandang penting oleh manajemen karena banyak nilai tambahnya. Oleh
karena itu, induksi dan orientasi terhadap tanaga kerja baru merupakan kegiatan
penting dan harus dilaksanakan. Sukses tidaknya tenaga kerja yang bersangkutan
melaksanakan tanggung jawab dalam bidang tugas dan pekerjaan yang diberikan
kepadanya dipengaruhi oleh induksi dan orientasi yang tepat.

2. Tujuan Induksi Dan Orientasi


Tujuan yang diharapkan bagi pelaksanaan program induksi dan orientasi
adalah tenaga kerja baru terus menerus dapat menyesuaikan diri sehingga hubungan
antar tenaga kerja yang berangkutan dengan perusahaan menjadi harmonis. Rincian
tujuan yang diharapkan dari pelaksanaan induksi dan orientasi tenaga kerja yang ingin
dicapai perusahaan antara lain sebagai berikut:

a. Memperkenalkan tenaga kerja dengan ruang lingkup perusahaan beserta


kegiatannya.

b. Memberi informasi yang dipandang penting tentang peraturan, kebijaksanaan, dan


ketentuan perusahaan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan ini tenaga
kerja yang berangkutan dapat menghindari rintangan atau tindakan hukum yang
mungkin terjadi akibat pelanggaran terhadap peraturan, kebijakan dan ketentuan
yang tidak mereka ketahui.

c. Menghindari kemungkinan timbulnya kekacauan yang dihdapi tenaga kerja baru


atas tugas dan pekerjaan baru yang diserahkan kepadanya.

d. Menghemat waktu dan tenaga bagi tenaga kerja baru dengan memberitahukan
kepada mereka kemana harus minta keterangan atau mendapat batuan dalam
menyelesaikan kesulitan yang mungkin mereka hadapi.

e. Memberi kesempatan kepada tenaga kerja baru menanyakan kesulitan tentang


tugas dan tanggung jawab mereka.

f. Memberi peringatan kepada tenaga kerja baru bahwa mereka adalah salah satu
unsur yang dipandang penting bagi perusahaan tempat mereka bekerja.

3. Prosedur Induksi Dan Orientasi


Pelaksanaan induksi dan orientasi menggunakan prosedur tertentu. Prosedur
tersebut merupakan urutan kegiatan yang harus dilalui dalam pelaksanaaninduksi dan
orientasi bagi tenaga kerja baru. Berikut adalah tahapan proses induksi dan orientasi:
a. Wawancara Penyuluhan Pendahuluan
Wawancara menghendaki komunikasi langsung antara tenaga penyedia
langsung (pihak yang diberi tanggung jawab dalam induksi dan orientasi tenaga
kerjayang bersangkutan).
Kegiatan wawancara penyuluhan pendahuluan yangdilakukan antara tenaga kerja baru
yang mengalami induksi dan orientasi dengan para penyelia (manajemen langsung
pada hierarki di atasnya) dilakukan sebaik mungkin, sehingga para tenaga kerja baru
merasa betah dan senang bekerja diperusahaan tersebut.
Lingkup kegiatannya meliputi:
 Pemberian keterangan kepada tenaga kerja yang besangkutan mengenai segala
sesuatu yang berhubungan dengan tugas dan pekerjaan yang akan diberikan
kepadanya

 Struktur ketenagakerjaan dalam perusahaan termasuk


pemberitahuan tentang atasan langsung yang menilai pekerjaan maupun yang
akan memberikan pembinaan kariernya pada masa yang akan datang.

 Kemungkinan pengembangan, mutasi, dan promosi, maupun kegiatan


ketenagakerjaan lainnya.

b. Penunjukan Tempat-Tempat Tertentu


Penunjukan tempat-tempat tertentu meliputi :
 Tempat kerja bagi tenaga kerja yang bersangkutan beserta segala saranadan
prasarana sebagai penunjang dalam penyelesaian tugas dan pekerjaan yang
diberikan kepadanya.
 Tempat-tempat kerja dan jumlah tenaga kerja yang menjadi partner nya
 Tempat-tempat lain yang ada hubungannya dengan tenaga kerja yang
bersangkutan untuk menyelesaikan tugas dan pekerjaan yang diberikan
kepadanya.
 Ruang pimpinan sebagai tempat konsultasi masalah pekerjaan dan tempat
melaporkan mengenai pelaksanaan dan hasil pelaksanaan tugas dan pekerjaan
yang diberikan kepadanya.
 Ruang istirahat dan tempat beribadah sesuai dengan agamanya masing-masing.

c. Pengadaan pertemuan kelas


Informasi yang harus disampaikan kepada peserta induksi dan orientasi dalam
pertemuan kelas, antara lain :
 Peraturan, kebijakan, dan ketentuan rumah sakit, baik yang tertulis maupun tidak
tertulis.
 Sejarah singkat mengenai rumah sakit berdiri sampai dengan tahapan ekspansi
yang pernah dilakukan.
 Struktur organisasi perusahaan dari tingkat paling atas sampai dengan tingkat
bawah.
 Informasi umum tentang segala hal yang berhubungan dengan ketenagakerjaan,
kode etik dalam bekerja, sanksi terhadap pelanggaran disiplin, dan lain sebagainya.
 Tanggung jawab tenaga kerja yang bersangkutan beserta batasannya.

18. Penjadwalan Dinas


 Pengertian
Penjadwalan perawat didefinisikan sebagai latihan bulanan dalam pengaturan
organisasi yang kompleks dengan obyektifitas ganda dan banyak tantangan yang
bertujuan meminimalkan biaya, memaksimalkan kepuasan perawat dan pemerataan
beban kerja (Legrain et al., 2015).
 Faktor-faktor yang mempengaruhi terlaksananya manajemen penjadwalan
perawat
 Faktor kebijakan atau regulasi,
 Faktor organisasi (kepemimpinan dan pekerjaan),
 Faktor individu perawat (faktor pribadi dan komitmen)
 Faktor pasien (perawatan dan harapan pasien) (Bae, Trinkoff, Jing, &
Brewer, 2013; Mutingi & Mbohwa, 2015; Mwiya, 2008; NHS, 2016).
 Hal yang perlu diperhatikan oleh seorang manajer
 Kompetensi,
 Jumlah tenaga,
 Fleksibel,
 Keadilan dan
 Skill mix.

1) Skill mix
Hal yang perlu diperhatikan oleh seorang manajer dalam melaksanakan
manajemen penjadwalan perawat meliputi kompetensi, jumlah tenaga, fleksibel,
keadilan dan skill mix. Pemerataan kompetensi merupakan bagian yang harus
diperhatikan oleh manajer dalam mengimplementasikan penjadwalan perawat.
2) Kompetensi
Adalah kemampuan untuk melakukan tugas dengan hasil yang diinginkan
melalui kemampuan yang dimiliki (Satu, Leena, Mikko, Riitta, & Helena, 2013).
Kompetensi perawat dinilai dari aspek pengetahuan, sikap, keterampilan dan
berpikir kritis (Chang, Chang, Kuo, Yang, & Chou, 2011; Numminen, Leino-Kilpi,
Isoaho, & Meretoja, 2015).
Hasil penelitian Nelson & Tarpey (2010) menyebutkan bahwa jadwal yang
fleksibel akan memberikan keseimbangan kehidupan bagi perawat salah satunya
memungkinkan perawat untuk mengambil istirahat untuk meningkatkan kualitas
pelayanan. Penjadwalan yang fleksibel akan mengurangi konflik kerja-keluarga pada
saat jadwal dinas yang kaku (Okonkwo, 2014).
Penjadwalan yang berkeadilan akan mendukung terlaksana penjadwalan yang
baik. Penelitian Diaz, Erkoc, Asfour, & Baker (2010) menyebutkan bahwa manajer
yang membuat jadwal yang adil dapat memberikan kepuasan kepada perawat dalam
bekerja. Nelson & Tarpey (2010) menyebutkan bahwa organisasi harus adil dalam
memberikan kesempatan para perawat untuk menyeimbangkan kehidupan pribadi
dengan pekerjaan (work life balance).
Skill mix penting untuk diterapkan dalam penjadwalan dinas perawat demi
mencapai mutu pelayanan keperawatan yang berkualitas. Manajer harus
memperhatikan skill perawat bertujuan agar keilmuan perawat bisa selalu
berkembang dengan adanya bantuan dari perawat yang lebih tinggi
kompetensinya.Penelitian Duffield, Roche, Diers, Catling-Paull, & Blay, (2010)
menyebutkan bahwa skill mix memberikan waktu untuk berlatih dengan perawat yang
lain. Selain itu, skill mix dan kompetensi dilakukan untuk memberikan pelayanan
yang berkualitas dengan berfokus kepada pasien sehingga pasien akan merasa aman.
Penelitian Hayes (2012) menyebutkan bahwa skill mix dan rasio sama-sama penting
tetapi manajer yang hanya peduli dengan rasio tidak memberikan perawatan yang
ideal dan pelayanan berkualitas.
 Peran Manajer Perawat
- Perawat manajer : alokasi melalui anggaran personil, mendistribusikannya
secara tepat, dan membuat jadwal induk untuk unit yang juga memenuhi
kebutuhan pribadi dan profesional masing-masing perawat.
- Membuat jadwal yang fleksibel dengan berbagai pilihan penjadwalan yang
mengarah untuk bekerja stabilitas jadwal untuk setiap karyawan salah satu
mekanisme kemungkinan untuk mempertahankan staf (Yoder-Wise, 2014).
 Tujuan dari penjadwalan perawat menurut Hibberd 1999 dalam Yuanita
(2003)
 Menemukan kebutuhan asuhan keperawatan pada pasien.
 Menyesuaikan parameter-parameter tujuan dan alokasi biaya.
 Mempertahankan fleksibilitas dan keadilan.
 Mempertimbangkan kebutuhan pribadi dari staf. Kebutuhan pribadi yang
dimaksud juga dipertegas oleh Nelson & Tarpey (2010) bahwa perawat
membutuhkan keseimbangan hidup yang lebih baik sehingga dengan
keseimbangan hidup bisa berdampak kepada kinerja perawat.
 Jenis Penjadwalan Dinas
Mekanisme pembuatan jadwal setiap organisasi berbeda-beda. Pada
prinsipnya, jadwal dinas perawat dilaksanakan selama 24 jam/ 7 hari dengan sistem
pembagian shift (Lieder et al., 2015). Pembuatan jadwal biasanya dibuat dalam kurun
waktu tertentu misalnya, mingguan, dua mingguan, atau bulanan. Organisasi telah
menulis kebijakan dan prosedur yang harus diikuti oleh para manajer perawat untuk
memastikan kepatuhan dengan hukum ketenagakerjaan dari terhadap penjadwalan
(Yoder-Wise, 2014). Kebijakan ini juga membantu manajer dalam membuat
keputusan penjadwalan yang akan dirasakan adil dan merata oleh semua karyawan.
Siklus penjadwalan perawat yang dibuat terdiri dari rotasi 2 shift yaitu 12 jam
di shift pagi dan 12 jam di shift malam dan rotasi 3 shift yaitu 8 jam shif pagi, 8 jam
shif sore dan 8 jam shif malam. Penjadwalan perawat juga memperhatikan hari
reguler libur untuk memungkinkan staf keperawatan beristirahat dan masing-masing
anggota staf berhak atas jumlah yang sama hari libur (off) (C. Lin et al., 2015).
 Penjadwalan Sentralisasi
Penjadwalan sentralisasi biasanya dilakukan oleh kepala bidang
keperawatan. Pada jenis ini, peran manajer terbatas pada melakukan
penyesuaian kecil dan memberikan masukan (Marquis & Huston, 2012).
Manajer dituntut untuk memegang tanggung jawab utama untuk melihat
ketersediaan tenaga yang memadai untuk memenuhi kekurangan tenaga.
Penjadwalan yang terpusat mendukung untuk akses pasien yang lebih baik,
komunikasi profesional, dukungan sosial dan meningkatkan kepuasan kerja
(Parker et al., 2012). Kelemahan untuk penjadwalan sentralisasi adalah
terbatasnya pengetahuan koordinator terhadap perubahan ketajaman
kebutuhan pasien atau kegiatan yang berhubungan dengan pasien lainnya pada
unit (Yoder-Wise, 2014), tidak dapat mempertimbangkan keinginan dan
kebutuhan khusus pegawai (Hariyati, 2014). Marquis menyebutkan bahwa
penjadwalan sentralisasi tidak memberikan banyak fleksibelitas untuk
pegawai.
 Penjadwalan Desentralisasi
Penjadwalan desentralisasi adalah proses manajemen penjadwalan
dinas yang dilakukan oleh manajer unit sebagai penanggung jawab utama.
Manajer unit bertanggung jawab untuk membuat semua penjadwalan, absensi,
mengurangi staf selama periode jumlah atau akuitas pasien menurun, jadwal
bulanan unit dan menyiapkan libur besar (Marquis & Huston, 2012).
Keuntungan desentralisasi adalah manajer unit memahami kebutuhan unit dan
staf secara cermat sehingga dapat mempercepat proses pengambilan keputusan
mengenai ketenagaan, akuntabilitas untuk mengirimkan jadwal sejalan dengan
dibuatnya rencana kepegawaian dan produktivitas unit sejalan dengan
anggaran personil sehingga insentif untuk mengelola jadwal lebih kuat
(Marquis & Huston, 2012; Yoder-Wise, 2014).
Penjadwalan desentralisasi memberikan kemudahan staf untuk mampu
mengendalikan lingkungan kerja, peningkatan otonomi perawat dalam
penjadwalan dan fleksibelitas (Marquis & Huston, 2012; Wright & Mahar,
2013). Aspek negatif dari penjadwalan desentralisasi ini berkaitan dengan
ketidakmampuan setiap individu perawat manajer untuk mengetahui gambaran
besar yang berhubungan dengan kepegawaian di seluruh unit perawatan
multiple pasien dan permintaan khusus yang lebih banyak seperti cuti.
Permasalahan
Pelaksanaan dinas perawat sering ditemukan perawat yang berdinas dua kali
shift pada hari sama. Perawat yang berdinas dua shift pada hari yang sama (pagi ke
sore atau sore ke malam) dinamakan longshift (Stimpfel et al., 2012). Perawat
terkadang melakukan shift dinas yang memanjang (longshift) untuk dapat libur
panjang. Kondisi tenaga yang kurang di ruangan terkadang membuat manajer
memutuskan untuk meminta perawat bekerja longshift. Dampak longshift terhadap
perawat adalah kelelahan, menurunnya daya tahan tubuh (fisik) dan error (Tiaki,
2015). Penelitian Witkoski & Dickson (2010) juga mempertegas bahwa lamanya
bekerja dapat menyebabkan eror dalam pelaksanaan asuhan keperawatan,
meningkatnya kejadian tertusuk jarum, kelalahan dan kesulitan tidur. Manajer
diharapkan tidak melakukan longshift pada penjadwalan dinas karena akan
berdampak kepada pelayanan.
a) Manfaat Penjadwalan Dinas
Penjadwalan perawat dibuat oleh kepala ruangan sebagai manajer bawah.
Kepala ruangan harus memahami pembuatan jadwal dinas yang baik sehingga akan
memberikan manfaat untuk organisasi. Penjadwalan perawat akan memberikan
manfaat untuk meningkatkan kepuasan kerja, mempertahankan retensi perawat,
menurunkan konflik dengan keluarga, memberikan ikatan sosial yang erat (Farasat &
Nikolaev, 2016; Koning, 2014; Leineweber et al., 2016; Okonkwo, 2014; Simunić &
Gregov, 2012). Pengaturan jadwal mampu memberikan kepuasan kepada perawat.
Hasil penelitian Diaz, Erkoc, Asfour, & Baker (2010) didapatkan bahwa kepuasan
perawat dapat didapatkan melalui pengaturan jadwal yang fleksibel. Penelitian Nelson
& Tarpey (2010) mempertegas bahwa keseimbangan kehidupan juga meningkat
dengan adanya jadwal yang fleksibel.
Selain itu, manajemen jadwal dinas dengan shif dan hari off yang tepat
memungkinkan perawat untuk mengambil istirahat untuk meningkatkan kualitas
pelayanan. Penjadwalan perawat akan berdampak kepada pasien baik secara langsung
maupun tidak langsung. Penelitian Trinkoff et al. (2011) didapatkan hasil bahwa
penjadwalan perawat memiliki efek independen terhadap mortalitas pasien.
Penjadwalan perawat juga mempengaruhi kualitas perawatan dan moral perawat
(Tsaia & Leeb, 2010). Pasien akan merasa puas jika perawat yang memberikan
pelayanan keperawatan memiliki kinerja yang tepat sesuai kompetensi.
b) Dampak Penjadwalan Dinas
Dampak penjadwalan dinas memberikan dampak positif dan dampak negatif
terhadap pelayanan keperawatan. Dampak positif dari penjadwalan dinas telah
dijelaskan dapat memberikan manfaat kepada perawat dan pasien. Sedangkan dampak
negatif dari penjadwalan dinas perawat dapat meningkatkan kelelahan terhadap
perawat (Trinkoff et al., 2011). Kelelahan yang berkepanjangan terhadap perawat
akan menyebabkan meningkatnya absensi perawat (Legrain et al., 2015) dan
gangguan tidur (Simunić & Gregov, 2012).
Selain itu, kinerja perawat juga akan menurun akibat dari manajemen
penjadwalan dinas perawat yang tidak sesuai dengan kondisi pekerjaan dan perawat
(Geiger-Brown & Trinkoff, 2010). Dampak negatif dari manajemen penjadwalan
dinas yang kurang tepat juga akan berpengaruh kepada pasien. Pengelolaan
penjadwalan yang tidak tepat akan menyebabkan meningkatnya pembiayaan (cost)
rumah sakit (Leineweber et al., 2016; Wright & Mahar, 2013). Selain itu, manajemen
yang tidak tepat akan juga berdampak kepada pasien seperti terjadinya kesalahan
perawatan pasien dan meningkatnya kematian pasien (Geiger-Brown & Trinkoff,
2010; Trinkoff et al., 2011).

Kasus

RS Lekas Sembuh adalah rumah sakit umum swasta kelas C dengan kapasitas 86 tempat tidur
yang sudah melayani pasien dengan BPJS sejak tahun 2014, Ruang Melati merupakan salah
satu ruang rawat inap yang merawat semua spesifikasi penyakit (Interna, Bedah, Obygin,
Neurologi, Urologi, Orthopedic, THT, Pediatrik, Kulit, dan Jiwa) dengan kapasitas 14 tempat
tidur. Jumlah perawat di ruang Melati yaitu 8 orang termasuk kepala ruangan dan semua
sudah berkualifikasi Ners. Komposisi tenaga non keperawatan di ruang Melati tidak ada staff
khusus, seperti admission, cleaning service, ahli gzi, namun strukturnya menjadi satu dengan
seluruh ruangan yang ada di RS Lekas Sembuh. Ruang Melati memiliki BOR 60%, rata-rata
kategori klien yang dirawat adalah 1 orang total care, 4 orang partial care dan orang self care,
& hari kerja efektif adalah 6 hari per minggu (40 jam/minggu). Ruang Melati menerapkan
metode penugasan Tim, timbang terima dilakukan sebanyak 3 kali setiap pergantian shift, dan
sudah dilakukan validiasi ke ruangan pasien setiap pelaksanaan timbang terima Ruang Melati
telah memiliki SOP yang cukup, namun SOP tersebut masih perlu ditambahkan dan beberapa
SOP masih dalam tahap revisi SAK yang ada diruangan juga belum mencangkup 8 besar
penyakit yang ada di ruangan, form-form dan media supervisi, penerimaan pasien baru, dan
discharge planning juga belum ada. Dokumentasi yang dilakukan perawat dilakukan secara
manual masih banyak yang tidak lengkap, penulisan askep juga banyak yang tidak tepat, dan
SBAR belum terlaksana. Selain itu, tingkat kepatuhan perawat dalam melakukan cuci tangan
masih sangat rendah dan tingkat kepuasan pasien masih rendah karena perilaku caring
perawat masih kurang. Sementara rumah sakit swasta di sekitar RS Lekas sembuh cukup
banyak dengan kualitas perawat yang sudah baik dan memiliki sarana dan prasarana yang
cukup lengkap.

Pertanyaan:
a. Buatlah pengkajian kebutuhan tenaga keperawatan

No. Jenis Kegiatan Dilaksanakan


1. Jumlah bed di Rumah Sakit RS Lekas Sembuh mempunyai 86 tempat
tidur yang sudah melayani pasien dengan
BPJS sejak tahun 2014
2. Jumlah Perawat Perawat padqa ruang melati berjumlah 8
orang termasuk kepala ruangan dan
semua sudah berkualifikasi Ners
3. Jenis kategori ketergantungan pasien di Pasien yang berada di ruang Melati
setiap ruangan (paritial care, minmal care, terdiri dari 1 orang total care, 4 orang
total care) partial care dan orang self care
4. Banyak perawat yang cuti/sakit Dalam kasus tidak ada perawat yang
sakit atau cuti
5. Pengembangan perawat (banyaknya  Beberapa SOP masih dalam tahap
perawat yang sekolah lagi serta renstra revisi SAK yang ada diruangan juga
menegah Rumah Sakit dalam masalah belum mencangkup 8 besar penyakit
SDM) yang ada di ruangan
 Form-form dan media supervisi,
penerimaan pasien baru, dan
discharge planning belum ada.
 Dokumentasi yang dilakukan
perawat dilakukan secara manual
masih banyak yang tidak lengkap
 Penulisan askep juga banyak yang
tidak tepat
 SBAR belum terlaksana
 Komposisi tenaga non keperawatan
di ruang Melati tidak ada staff
khusus, seperti admission, cleaning
service, ahli gizi, namun strukturnya
menjadi satu dengan seluruh
ruangan yang ada di RS Lekas
Sembuh.
6. Jenis fasilitas pelayanan RS (apakah ada RS Lekas Sembuh tidak memiliki ruang-
ruang- ruang khusus yang one day care ruang khusus
seperti HD, perawatan thalsameia,
kemotherapi, operasi)

b. Langkah Pokok Perencanaan Tenaga Kerja dalam Kasus

1. Menentukan masalah, tugas, tujuan dan kebutuhan secara jelas


Masalah :
 Ruang melati telah memiliki SOP yang cukup, namun SOP tersebut masih perlu
ditambahkan dan beberapa SOP masih dalam tahap revisi
 SAK yang ada diruamgan juga belum mencakup 8 besar penyakit yang ada di
ruangan, form-form dan media supervise, penerimaan pasien baru, dan discharge
planning juga belum ada
 Dokumentasi yang dilakukan perawat dilakukan secara manual, masih banyak
yang tidak lengkap, penulisan askep juga banyak yang tidak tepat, dan SBAR
belum terlaksana
 Komposisi tenaga non keperawatan di ruang melati tidak ada staff khusus, seperti
admission, cleaning service, ahli gizi, namun strukturnya menjadi satu dengan
seluruh ruangan yang ada di Rs Lekas Sembuh
 Tingkat kepatuhan perawat dalam melakukan cuci tangan masih sangat rendah
dan tingkat kepuasan pasien masih rendah karena perilaku caring perawat masih
kurang
Tugas :
 Hari kerja efektif adalah 6 hari per minggu (40 jam/minggu).
 Ruang Melati menerapkan metode penugasan Tim, timbang terima dilakukan
sebanyak 3 kali setiap pergantian shift, dan sudah dilakukan validiasi ke ruangan
pasien setiap pelaksanaan timbang terima.
Tujuan : Tidak dijelaskan didalam kasus
Kebutuhan :
a) Menambahkan SOP dan melakukan revisi terhadap SOP yang sudah ada
b) Dokumentasi yang dilakukan perawat secara tidak secara manual, melengkapi
dokumentasi, dan terlaksananya SBAR di ruang melati
c) Melengkapi SAK yang belum ada di ruangan, form-form dan media supervise,
penerimaan pasien baru, dan discharge planning harus ada di ruang melati
d) Ada staff khusus di ruang melati seperti admission, cleaning service, ahli gizi
e) Tersedianya poster 6 langkah mencuci tangan, maupun hand sanitizer sebelum
masuk ke ruang rawat inap pasien. Tingkat kepatuhan perawat untuk mencuci
tanggan harus ditingkatkan demi keselamatan pasien dan perawat juga. Selain
perawat pasien maupun keluarga pasien harus juga mematuhi cuci tanggan baik
itu menggunakan sabun dengan air mengalir maupun menggunakan hand sanitizer
2. Mencari informasi secara lengkap yang berhubungan dengan berbagai kegiatan
Di dalam kasus tersebut tingkat kepuasaan pasien masih sangat rendah karena
perilaku caring perawat masih kurang. Sehingga untuk meningkatkan kepuasaan
pasien terhadap asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat maka perawat dapat
membina hubungan saling percaya dengan pasien, menanyakan keluhan yang
dirasakan oleh pasien, membuat kegiatan yang pasien senangi dengan keluarga seperti
bermain puzzle, bermain tebak-tebakan, dan sebagainya.
3. Mengorbservasi, meneliti, menganalisis dan mengklasifikasi informasi yang sudah
terkumpul
Di dalam kasus tersebut sudah melakukan observasi maupun meneliti dengan
mengamati lingkungan yang di ruang melati. Di dalam kasus tersebut sudah
mendapatkan analisis permasalahan yang ada di ruang melati baik itu dari tenaga
kesehatan, pengorganisasian, dokumentasi, sop, dan lain-lain. Sehingga dalam kasus
tersebut sangat dibutuhkan klarifikasi informasi yang sudah terkumpul baik itu dari
Kepala Ruangan, Kepala Tim, dan Perawat Pelaksana agar permasalahan yang terjadi
di ruang melati dapat diselesaikan secara bersama-sama.
4. Melaksanakan metode perencanaan yang telah dibuat dengan menetapkan
pelaksanaan rencana (memilih rencana yang diajukan / memantapkan perencanaan
dan mempertimbangkan hambatan-hambatan dengan berbagai kegiatan
Ruang Melati menerapkan metode penugasan tim, timbang terima dilakukan sebanyak
3 kali setiap pergantian shift, dan sudah dilakukan validiasi ke ruangan pasien setiap
pelaksanaan timbang terima. Dengan dilakukannya timbang terima, diharapkan
informasi mengenai pasien tiap shiftnya tersampaikan secara benar dan akurat.
Sehingga informasi mengenai rencana perawatan pasien, tindakan keperawatan yang
telah dilakukan, terapi yang telah diberikan kepada pasien, kondisi terbaru, perubahan
yang akan terjadi dan antisipasinya serta tindak lanjut rencana keperawatan yang akan
dilaksanakan dapat diketahui oleh perawat shift jaga selanjutnya. Dan hal tersebut
diharapkan mengurangi hambatan-hambatan yang telah dipertimbangkan.
5. Menetapkan planning alternative
Pada kasus dinyatakan ruang Melati telah memiliki SOP yang cukup, namun SOP
tersebut masih perlu ditambahkan dan beberapa SOP masih dalam tahap revisi. Dan
masih banyak form-form yang belum tersedia. Dokumentasi juga masih banyak yang
tidak lengkap, penulisan askep juga banyak yang tidak tepat, dan SBAR belum
terlaksana. Dan sayangnya pada kasus tidak ditemukan planning alternative lain yang
dibuat oleh rumah sakit.
6. Memilih dan memeriksa rencana yang diajukan
Pada kasus, ruang Melati telah memiliki SOP yang cukup, namun SOP tersebut masih
perlu ditambahkan dan di revisi. Dan juga form-form yang banyak belum tersedia,
sehingga dari situ rencana yang dipilih paling awal adalah mengenai penambahan dan
penetapan SOP yang sudah baik dan benar. Lalu disebutkan juga dokumentasi yang
dilakukan perawat masih banyak yang tidak lengkap karena dilakukan secara manual
sehingga membuat penulisan askep banyak yang tidak tepat. Oleh sebab itu rencana
yang bisa lakukan yaitu sediakan sarana dan prasarana untuk melengkapi dokumentasi
perawat. Dan juga ditemukan tingkat kepatuhan perawat dalam melakukan cuci
tangan masih sangat rendah dan perilaku caring perawat masih kurang, sehingga hal
tersebut perlu dipertimbangkan.
7. Membuat sintesis (metode/alternatif penyelesaian)

mempergunakan teknik-teknik ilmiah (scientific techniques of problem solving),


melalui langkah:

1) Mengetahui sifat hakikat masalah yang dihadapi (know the nature of the
problem).
Pada kasus, kualitas perawat RS Lekas sembuh masih sedikit belum baik dan
sempurna dan memiliki sarana dan prasarana yang belum lengkap, hal ini
dibuktikan dengan salah satu ruangan di RS tersebut yaitu, Ruang Melati telah
memiliki SOP yang cukup, namun SOP tersebut masih perlu ditambahkan dan
beberapa SOP masih dalam tahap revisi. SAK yang ada diruangan juga belum
mencangkup 8 besar penyakit yang ada di ruangan, form-form dan media
supervisi, penerimaan pasien baru, dan discharge planning juga belum ada.
Dokumentasi yang dilakukan perawat dilakukan secara manual, masih banyak
yang tidak lengkap, penulisan askep juga banyak yang tidak tepat, dan SBAR
belum terlaksana. Selain itu, tingkat kepatuhan perawat dalam melakukan cuci
tangan masih sangat rendah dan tingkat kepuasan pasien masih rendah karena
perilaku caring perawat masih kurang
2) Mengumpulkan data (collect data), data yang terkumpul seperti Jumlah perawat
di ruang Melati yaitu 8 orang termasuk kepala ruangan dan semua sudah
berkualifikasi Ners. Komposisi tenaga non keperawatan di ruang Melati tidak ada
staff khusus, seperti admission, cleaning service, ahli gzi, namun strukturnya
menjadi satu dengan seluruh ruangan yang ada di RS Lekas Sembuh. Ruang
Melati memiliki BOR 60%, rata-rata kategori klien yang dirawat adalah 1 orang
total care, 4 orang partial care dan 3 orang self care, & hari kerja efektif adalah 6
hari per minggu (40 jam/minggu).
3) Menganalisa data-data (analisis of the data),
4) Menentukan beberapa alternatif (determination of several alternatives),
berdasarkan kasus di rs lekas sembuh tepatnya di ruangan melati dengan data
diatas bisa ditingkatkan kembali mengenai kualitas perawat dalam melakukan
asuhan keperawatan dan juga sarana dan prasarana yang ada di RS Lekas Sembuh
5) Memilih cara yang terbaik (selection of the seeminingly best way from among
alternatives), didalam kasus tidak dipaparkan mengenai jumlah Tenaga Perawat
di Rumah Sakit yang sesuai dengan jumlah kapasitas 86 tempat tidur yang ada
6) Pelaksanaan (execution), pada pelaksanannya menurut kasus yang ada tingkat
kepatuhan perawat dalam melakukan cuci tangan masih sangat rendah dan tingkat
kepuasan pasien masih rendah karena perilaku caring perawat masih kurang,
dengan Jumlah perawat di ruang Melati yaitu 8 orang.
7) Penilaian hasil (evaluation of results), dalam kasus mengenai Dokumentasi yang
dilakukan perawat masih dilakukan secara manual, masih banyak yang tidak
lengkap, penulisan askep juga banyak yang tidak tepat, dan SBAR belum
terlaksana, hal ini perlu diperhatikan kembali mengenai pendokumentasian yang
dilakukan perawat. Selain itu perilaku caring perawat juga perlu ditingkatkan .

8. Mengatur urutan dan waktu rencana secara terperinci


Dalam kasus perlu diperhatikan mengenai proses perencanaan sebagai suatu
rangkaian pertanyaan yang harus dijawab, sebagai berikut :
1) What (apa) = tujuan (tindakan apa yang perlu dilakukan) pada pasien yang ada di
RS Lekas Sembuh tepatnya Ruang Melati yang merupakan salah satu ruang rawat
inap yang merawat semua spesifikasi penyakit (Interna, Bedah, Obygin,
Neurologi, Urologi, Orthopedic, THT, Pediatrik, Kulit, dan Jiwa) dengan
kapasitas 14 tempat tidur
2) When (kapan) = waktu (kapan hal tersebut perlu dilakukan) pada pasien yang ada
di RS Lekas Sembuh
3) How (bagaimana) = cara mengerjakannya (bagaimana cara melakukan pekerjaan
tersebut) pada pasien yang ada di RS Lekas Sembuh
4) Who (siapa) = tenaga kerja (siapa yang melakukan pekerjaan tersebut) pada
pasien yang ada di RS Lekas Sembuh
5) Where (dimana) = tempat (dimana pekerjaan itu harus dilakukan) pada pasien
yang ada di RS Lekas Sembuh
6) Why (mengapa) = keperluannya (mengapa pekerjaan itu harus dilakukan). pada
pasien yang ada di RS Lekas Sembuh

9. Mengadakan evaluasi (penilaian).

Perlu diperhatikan mengenai evaluasi yang ada di RS Lekas Sembuh seperti :

a) Faktor klien, meliputi : tingkat kompleksitas perawat, kondisi pasien sesuai


dengan
jenis penyakit dan usianya, jumlah pasien dan fluktuasinya, keadaan sosial
ekonomi dan harapan pasien dan keluarga di RS Lekas Sembuh dengan kapasitas
86 tempat tidur
b) Faktor tenaga, meliputi : jumlah dan komposisi tenaga keperawatan,
kebijakan
pengaturan dinas, uraian tugas perawat, kebijakan personalia, tingkat pendidikan
dan pengalaman kerja, tenaga perawat spesialis dan sikap ethis professional di RS
Lekas Sembuh
c) Faktor lingkungan, meliputi : tipe dan lokasi rumah sakit, layout keperawatan,
fasilitas dan jenis pelayanan yang diberikan, kelengkapan peralatan medik atau
diagnostik, pelayanan penunjang dari instalasi lain dan macam kegiatan yang
dilaksanakan di RS Lekas Sembuh
d) Faktor organisasi, meliputi : mutu pelayanan yang ditetapkan dan kebijakan
pembinaan dan pengembangan di RS Lekas Sembuh

c. Hitung Jumlah Kebutuhan Tenaga

1. CARA RASIO
Tipe RS TM/TT TPP/TT TPNP/TT TNM/TT
A&B 1/(4-7) (3-4)/2 1/3 1/1
C 1/9 1/1 x 86 = 86 1/5 3/4
D 1/15 ½ 1/6 2/3
Khusus Disesuiakan
Keterangan :
TM = Tenaga Medis
TT = Tempat Tidur
TPP = Tenaga Para Medis Perawatan
TPNP = tenaga para medis non perawatan
TNP = tenaga non medis
 RS lekas sembuh tipe C dengan jumlah tempat tidur 86 buah, maka jumlah tenaga
perawat yang dibutuhkan adalah:
1/1 X 86 = 86, maka jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan adalah 86 orang

Cara perhitungan ini masih ada yang menggunakan, namun banyak rumah sakit yang lambat
laun meninggalkan cara ini karena adanya beberapa alternatif perhitungan yang lain yang
lebih sesuai dengan kondisi rumah sakit dan profesional.

2. PRINSIP PERHITUNGAN RUMUS GILLIES:


Dalam memberikan pelayanan keperawatan ada tiga jenis bentuk pelayanan, yaitu:
a. Perawatan langsung, adalah perawatan yang diberikan oleh perawat yang ada hubungan
secara khusus dengan kebutuhan fisik, psikologis, dan spiritual. Berdasarkan tingkat
ketergantungan pasien padfa perawat maka dapat diklasifikasikan dalam empat kelompok,
yaitu: self care, partial care, total care dan intensive care. Menurut Minetti Huchinson
(1994) kebutuhan keperawatan langsung setiap pasien adalah empat jam perhari
sedangkan untuk:
* self care dibutuhkan ½ x 4 jam : 2 jam
* partial care dibutuhkan ¾ x 4 jam : 3 jam
* Total care dibutuhkan 1- 1½ x 4 jam : 4-6 jam
* Intensive care dibutuhkan 2 x 4 jam : 8 jam
b. Perawatan tak langsung, meliputi kegiatan-kegiatan membuat rencana perawatan,
memasang/ menyiapkan alat, ,konsultasi dengan anggota tim, menulis dan membaca
catatan kesehatan, melaporkan kondisi pasien. Dari hasil penelitian RS Graha Detroit
(Gillies, 1989, h 245) = 38 menit/ klien/ hari, sedangkan menurut Wolfe & Young (Gillies,
1989, h. 245) = 60 menit/ klien/ hari dan penelitian di Rumah Sakit John Hpokins
dibutuhkan 60 menit/ pasien (Gillies, 1994)
c. Pendidikan kesehatan yang diberikan kepada klien meliputi: aktifitas, pengobatan serta
tindak lanjut pengobatan. Menurut Mayer dalam Gillies (1994), waktu yang dibutuhkan
untuk pendidikan kesehatan ialah 15 menit/ klien/ hari.
- Rata-rata klien per hari adalah jumlah klien yang dirawat di suatau unit berdsasarkan
rata-ratanya atau menurut “ Bed Occupancy Rate” (BOR) dengan rumus:

Jumlah hari perawatan rumah sakit dalam waktu tertentu x 100%


Jumlah tempat tertentu x 365

- Jumlah hari pertahun, yaitu 365 hari


- Hari libur masing-masing perawat pertahun, yaitu 128 hari, hari minggu= 52 hari dan
hari sabtu = 52 hari. Untuk hari sabtu tergantung kebijakan RS setempat, kalau ini
merupakan hari libur maka harus diperhitungkan, begitu juga sebaliknya, hari libur
nasional = 12 hari dan cuti tahunan = 12 hari.
- Jumlah jam kerja tiap perawat adalah 40 jam per minggu (kalau hari kerja efektif 5
hari maka 40/5 = 8 jam, kalu hari kerja efektif 6 hari per minggu maka 40/6 jam = 6,6
jam perhari)
- Jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan di satu unit harus ditambah 20% (untuk
antisiapasi kekurangan/ cadangan)

Perhitungannya:
Dari hasil observasi dan sensus harian selama enam bulan di sebuah rumah sakit Lekas
Sembuh Tipe C yang berkapasitas tempat tidur 86 tempat tidur, didapatkan jumlah rata-rata
klien yang dirawat (BOR) 8 orang perhari. Kriteria klien yang dirawat tersebut adalah 3
orang dapat melakukan perawatan mandiri, 4 orang perlu diberikan perawatan sebagian, dan
1 orang lainnya harus diberikan perawatan total. Tingkat pendidikan perawat yaitu Nurse.
Hari kerja efektif adalah 6 hari perminggu. Berdasarkan situasi tersebut maka dapat dihitung
jumlah kebutuhan tenaga perawat di ruang tersebut adalah sbb:
a. Menetukan terlebih dahulu jam keperawatan yang dibutuhkan klien perhari,
yaitu:
- keperawatan langsung
- keperawatan mandiri 3 orang klien : 3 x 2 jam = 6 jam
- keperawatan parsial 4 orang klien : 4 x 3 jam = 12 jam
- keperawatan total 1 orang klien : 1 x 6 jam = 6 jam
- keperawatan tidak langsung 8 orang klien : 8 x 1 jam = 8 jam
- penyuluhan kesehatan 8 orang klien : 8 x 0,25 jam = 2 jam
total jam keperawatan secara keseluruhan 34 jam
b. Menetukan jumlah jam keperawatan per klien per hari = 34 / 8 klien = 4,25 jam
c. Menetukan jumlah kebutuhan tenaga keperawatan pada ruangan tersebut adalah
klangsung dengan menggunakan rumus (Gillies, 1989) diatas, sehingga didapatkan hasil
sbb:
76 dari gabungan hari minggu di 52 hari ditambah cuti luburan dan cuti tahunan 12+12

4,25 jam/klien/hari x 8 klien/hari x 365 hari = 6,13 orang (6 orang)

(365 hari – 76 hari) x 7 jam

d. Menentukan jumlah kebutuhan tenaga keperawatan yang dibutuhkan perhari, yaitu

Rata-rata klien/hari x rata-rata jam perawatan/ hari = 8 org x 4,2 jam = 4,8

Jumlah jam kerja/ hari 7 jam

Menentukan jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan per shift, yaitu dengan ketentuan
menurut Warstler ( dalam Swansburg, 1990, h. 71). Proporsi dinas pagi 47%, sore 36%, dan
malam 17%. Maka pada kondisi di atas jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan per shift
adalah:
- shift pagi: 5,17 orang (5 orang)
- shift sore: 3,96 orang (4 orang)
- shift malam: 1, 87 orang (2 orang)

DAFTAR PUSTAKA
Armstrong-Stassen, M., Freeman, M., Cameron, S., & Rajacich, D. (2015). Nurse managers’
role in older nurses’ intention to stay. Journal of Health Organization and Management,
29(1), 55–74. http://doi.org/10.1108/JHOM-02-2013-0028

Hariyati, R. T. S., Sutoto, & Irawaty, D. (2016). Kredensial dan Rekredensial Keperawatan.
Jakarta: Rajawali Pers.

Koning, C. (2014). Does self-scheduling increase nurses’ job satisfaction? An integrative


literature review. Nursing Management, 21(6), 24–28.
http://doi.org/10.7748/nm.21.6.24.e1230

Sumber : sedarmayati. 2010. Manajemen sumber daya manusia. Bandung : refika aditama.

Anda mungkin juga menyukai