Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN


SUMBER DAYA MANUSIA PELAYANAN KESEHATAN

Disusun sebagai Tugas Kelompok 2


Mata Kuliah “Manajemen Sumber Daya Manusia Pelayanan Kesehatan”

Oleh:
Sendy Dengah 18202111023
Jilly Tamowangkay 18202111027
Donny Ch. Bato 18202111011
James Komaling 18202111013

PASCASARJANA ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….. i
BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………………………………. 1
BAB II. ISI
A. Pengertian………………………………………………………………………..4
B. Tujuan dan Manfaat…………………………………………………………….. 5
C. Komponen Pelatihan dan Pengembangan………………………………………. 7
D. Teknik Pelatihan………………………………………………………………... 7
1. Tahap-tahap Pelatihan…………………………………………………… 7
2. Metode Pelatihan………………………………………………………... 8
E. Program Pengembangan SDM………………………………………………….. 10
F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelatihan dan Pengembangan ……………... 12
BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………………………... 14
B. Saran…………………………………………………………………………….. 15
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………... 16
BAB I
PENDAHULUAN

Pemerintah telah mencanangkan Visi Indonesia 2025 yaitu menjadi negara maju pada
tahun 2025. Sejalan dengan itu, arah pembangunan kesehatan di Indonesia bergerak kearah
promotif preventif sesuai kebutuhan. Namun pemerintah juga sepenuhnya menyadari bahwa
kualitas sumber daya manusia (SDM) masih menjadi suatu tantangan dalam mewujudkan visi
yang dimaksud. Para pakar di bidang SDM menyatakan bahwa kualitas SDM secara dominan
ditentukan oleh kemudahan akses pada pendidikan dan fasilitas kesehatan yang berkualitas.
Kita ketahui bersama bahwa sumber daya manusia (SDM) merupakan elemen
organisasi yang sangat penting. SDM merupakan pilar utama sekaligus penggerak roda
organisasi dalam upaya mewujudkan visi dan misinya. Oleh karena itu harus dipastikan sumber
daya ini dikelola sebaik mungkin agar mampu memberi kontribusi secara optimal. Maka
diperlukanlah sebuah pengelolaan secara sistematis dan terencana agar tujuan yang diinginkan
dimasa sekarang dan masa depan bisa tercapai, yang sering disebut sebagai manajemen sumber
daya manusia (MSDM). Tujuan MSDM adalah mengelola atau mengembangkan kompetensi
personil agar mampu merealisasikan misi organisasi dalam rangka mewujudkan visi.
Berbagai macam fasilitas kesehatan sangat diperlukan bagi masyarakat yang ingin
memperoleh pelayanan kesehatan baik untuk pengobatan maupun untuk pemulihan
kesehatannya. Umumnya fasilitas kesehatan dapat berupa Puskesmas dan jejaringnya, Klinik,
maupun Rumah Sakit. Setiap fasilitas kesehatan dituntut mampu memberikan pelayanan yang
komprehensif bagi setiap pasiennya. Pelayanan kesehatan yang komprehensif adalah berbagai
bentuk pelayanan yang diberikan kepada klien oleh suatu tim multidisiplin sesuai kebutuhan
pasien. SDM di fasilitas-fasilitas kesehatan menjadi hal penting yang mendukung
berkembangnya dan menjadi tolak ukur penting dalam penilaian pengembangan mutu
pelayanan di fasilitas-fasilitas kesehatan tersebut.
Secara khusus, rumah sakit merupakan organisasi pelayanan jasa yang mempunyai
kespesifikan dalam hal SDM, sarana prasarana dan peralatan yang dipakai. Sering rumah sakit
dikatakan sebagai organisasi yang padat modal, padat sumber daya manusia, padat teknologi
dan ilmu pengetahuan serta padat regulasi. Padat modal karena rumah sakit memerlukan
investasi yang tinggi untuk memenuhi persyaratan yang ada. Padat sumber daya manusia
karena didalam rumah sakit pasti terdapat berbagai profesi dan jumlah karyawan yang banyak.
Padat teknologi dan ilmu pengetahuan karena didalam rumah sakit terdapat peralatan-peralatan
canggih dan mahal serta kebutuhan berbagai disiplin ilmu yang berkembang dengan cepat.
Padat regulasi karena banyak regulasi / peraturan-peraturan yang mengikat berkenaan dengan
syarat-syarat pelaksanaan pelayanan di rumah sakit.
Tidak berbeda dengan rumah sakit, fasilitas kesehatan lain yang lebih kecil seperti
puskesmas dan klinik pun memiliki kompleksitas yang sama meskipun dengan skala yang lebih
kecil. Di dalam fasilitas-fasilitas kesehatan ini terdapat berbagai profesi dan latar belakang
pendidikan yang bekerja untuk tujuan yang sama yaitu peningkatan derajat kesehatan
masyarakat.
Berbicara peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan SDM
tentu saja terkait dengan pengembangan kompetensi. Kompetensi pada umumnya dapat
dipahami sebagai kombinasi antara pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan
sikap/perilaku (attitude) seorang karyawan sehingga mampu melaksanakan pekerjaannya.
Beberapa ahli menyatakan bahwa pengetahuan dan keterampilan merupakan hard competency
sedangkan perilaku dan sikap sebagai soft competency. Pengembangan kompetensi SDM ini
tidak terbentuk dengan otomatis. Kompetensi harus dikembangkan secara terencana sesuai
dengan pengembangan usaha agar menjadi kekuatan untuk mendukung pencapaian tujuan
organisasi. Dalam pelayanan kesehatan diperlukan karyawan yang selalu meningkatkan
kompetensinya karena ilmu pengetahuan dan teknologi tentang pelayanan kesehatan
berkembang sangat pesat dari waktu ke waktu. Adanya peralatan baru, metode perawatan yang
berubah merupakan contoh betapa perlunya pengembangan kompetensi. Kegiatan
pengembangan kompetensi ini antara lain pendidikan dan pelatihan, pemagangan di rumah
sakit atau fasilitas kesehatan lain, rotasi, mutasi.
Pada pengetahuan dan keterampilan yang dikategorikan sebagai hard competency,
dimana pengetahuan merupakan output dari pendidikan formal yang diperoleh, dan
keterampilan adalah wujud dari perjalanan pengalaman seseorang dan seringnya melakukan
keterampilan tersebut. Untuk meningkatkan keterampilan dapat dilakukan dengan pelatihan.
Pelatihan merupakan usaha untuk memperbaiki performance pekerja pada suatu pekerjaan
tertentu yang sedang menjadi tanggung jawabnya, atau satu pekerjaan yang ada kaitan dengan
pekerjaannya. Hard competency, baik pengetahuan dan keterampilan biasanya lebih mudah
untuk dikembangkan dan tidak memerlukan biaya pelatihan yang besar untuk menguasainya
dan setiap fasilitas kesehatan manapun bisa melakukannya.
Untuk pengembangan soft competency, yang terdiri dari sikap/perilaku yang
merupakan refleksi dari konsep nilai yang diyakini, karakteristik pribadi dan motivasi
karyawan. Konsep nilai bahwa bekerja adalah ibadah, menolong orang lain adalah kewajiban,
bersikap baik dan tersenyum pada semua orang adalah sebuah keharusan akan menumbuhkan
kinerja yang baik pada karyawan. Motivasi untuk selalu semangat bekerja, belajar
meningkatkan kompetensi diri adalah sesuatu yang mahal dan tidak dipunyai oleh semua orang.
Soft competency ini bersifat tersembunyi dan butuh waktu panjang untuk mengembangkannya.
Apabila fasilitas pelayanan kesehatan dapat mengembangkan soft competency dengan
menumbuhkan sikap dan perilaku positif pada semua karyawannya, akan menciptakan
lingkungan kondusif dan memacu motivasi pada semua karyawannya untuk berkembang dan
maju, dan akan berdampak juga pada rasa puas dan nyaman yang dirasakan oleh pasien. Hal
ini merupakan suatu layanan unggulan bagi setiap fasilitas kesehatan yang bisa bersaing
dengan fasilitas kesehatan lain untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, serta
Visi Indonesia 2025 dapat terwujud.
Oleh karena itu, sangat penting bagi setiap fasilitas kesehatan untuk melakukan
pelatihan dan pengembangan bagi setiap sumber daya manusia yang bekerja dalam pelayanan
kesehatan. Tentunya perlu dilakukan dengan perencanaan yang tepat agar pelatihan dan
pengembangan yang dilaksanakan benar-benar sejalan dengan tujuan masing-masing
organisasi / fasilitas kesehatan.
BAB II
ISI

A. PENGERTIAN
Pelatihan (training) menurut Mathis (2002) adalah suatu proses dimana orang-orang
mencapai kemampuan tertentu untuk membantu mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu,
proses ini terikat dengan berbagai tujuan organisasi, pelatihan dapat dipandang secara sempit
maupun luas. Secara terbatas, pelatihan menyediakan para pegawai dengan pengetahuan yang
spesifik dan dapat diketahui serta keterampilan yang digunakan dalam pekerjaan mereka saat
ini.
Payaman Simanjuntak (2005) mendefinisikan pelatihan merupakan bagian dari
investasi SDM (human investment) untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja,
dan dengan demikian meningkatkan kinerja pegawai. Pelatihan biasanya dilakukan dengan
kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan jabatan, diberikan dalam waktu yang relatif
pendek, untuk membekali seseorang dengan keterampilan kerja. Pengembangan lebih
difokuskan pada peningkatan kemampuan dalam pengambilan keputusan dan memperluas
hubungan manusia (human relation) bagi manajemen tingkat atas dan menengah sedangkan
pelatihan dimaksudkan untuk pegawai tingkat bawah (pelaksana).
Menurut Andrew E. Sikula pelatihan (training) adalah suatu proses pendidikan jangka
pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir dimana pegawai
nonmanagerial mempelajari pengetahuan dan ketrampilan teknis dalam tujuan terbatas.
Pengembangan merupakan suatu proses pendidikan jangka panjang yang mempergunakan
prosedur sistematis terorganisir dimana pegawai managerial mempelajari pengetahuan
konseptual dan teoritis guna mencapai tujuan yang umum. Dengan demikian, istilah pelatihan
ditujukan kepada pegawai pelaksana dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan teknis, sedangkan pengembangkan diperuntukkan bagi pegawai tingkat
manajerial dalam rangka meningkatkan kemampuan konseptual, kemampuan dalam
pengambilan keputusan dan memperluas human relation.
Menurut Ambar T. Sulistiyani dan Rosidah, pelatihan adalah proses sistematik
pengubahan perilaku para pegawai dalam suatu arah guna meningkatkan tujuan-tujuan
organisasional. Sedangkan pengembangan adalah suatu usaha untuk memelihara,
meningkatkan kemampuan, kapasitas, maupun profesionalisme pegawai. Pelatihan dan
pengembangan penting karena keduanya merupakan cara yang digunakan oleh organisasi
untuk mempertahankan, menjaga, memelihara pegawai publik dalam organisasi dan sekaligus
meningkatkan keahlian para pegawai untuk kemudian dapat meningkatkan produktivitasnya.
Perbedaan pelatihan dengan pengembangan, Henry Simamora menjelaskan bahwa
pelatihan (training) diarahkan untuk membantu karyawan menunaikan kepegawaian mereka
saat ini secara lebih baik; sedangkan pengembangan (development) adalah mewakili suatu
investasi yang berorientasi ke masa depan dalam diri pegawai. Pelatihan mempunyai fokus
yang agak sempit dan harus memberikan keahlian-keahlian yang bakal memberikan manfaat
bagi organisasi secara cepat. Pengembangan didasarkan pada kenyataan bahwa seorang
pegawai akan membutuhkan serangkaian pengetahuan, keahlian dan kemampuan yang
berkembang supaya bekerja dengan baik dan suksesi posisi yang ditemui selama karirnya.

B. TUJUAN dan MANFAAT


Tujuan umum program pelatihan dan pengembangan suatu organisasi adalah menutup
‘gap’ antara kemampuan atau kecakapan karyawan dengan permintaan jabatan dan
meningkatkan efisiensi dan aktivitas kerja karyawan dalam mencapai sasaran kerja yang
ditetapkan. Tujuan pelatihan dan pengembangan perlu dirumuskan dengan jelas. Dengan
rumusan tujuan ini, maka output pelatihan dapat direncanakan dengan tepat.
Menurut Michael R. Carrel et al. (1995), tujuan program pelatihan dan pengembangan yaitu :
1. Memperbaiki kinerja
2. Meningkatkan keterampilan karyawan, menghindari keusangan manajerial
3. Memecahkan permasalahan
4. Orientasi karyawan baru
5. Persiapan promosi
6. Keberhasilan manajerial
7. Memberi kepuasan untuk kebutuhan pengembangan personal
Menurut Henry Simamora, tujuan pelatihan dan pengembangan meliputi :
1. Memperbaiki kinerja
2. Mengurangi waktu belajar bagi karyawan baru supaya menjadi kompeten dalam
pegawai
3. Membantu memecahkan persoalan operasional
4. Mempersiapkan karyawan untuk promosi
5. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan pertumbuhan pribadi
Pelatihan jangan hanya merupakan upaya formal untuk meningkatkan kualitas pegawai, namun
sebaliknya menjawab kebutuhan strategis atas kemampuan yang benar-benar dibutuhkan oleh
organisasi publik terutama di bidang pelayanan kesehatan. Secara khusus, tujuan pelatihan dan
pengembangan bila ditinjau dari sisi organisasi dan karyawan adalah :
1. Peningkatan produktivitas kerja organisasi
2. Terwujudnya hubungan yang serasi antar atasan denga bawahan
3. Terjadinya pengambilan keputusan yang lebih cepat dan tepat
4. Meningkatkan semangat kerja seluruh tenaga kerja dalam organisasi
5. Mendorong sikap keterbukaan manajemen melalui penerapan gaya manajerial
partisipatif
Masih ada tujuan yang cukup esensial dalam penyelenggaraan pelatihan dan pengembangan
pegawai selain yang telah disebutkan diatas, yaitu mempunyai andil yang besar dalam
menetukan efektivitas dan efisiensi organisasi.
Berbagai manfaat dari pelatihan dan pengembangan dapat dirasakan, antara lain:
meningkatkan kualitas dan produktivitas, menciptakan sikap, loyalitas, dan kerjasama yang
lebih menguntungkan, memenuhi kebutuhan perencanaan SDM, dan lain-lain. Program-
program pelatihan tidak menyembuhkan semua permasalahan dalam organisasi, meskipun
mempunyai potensi memperbaiki beberapa situasi jika program tersebut dilaksanakan secara
benar.
Beberapa manfaat nyata dari program pelatihan menurut Simamora (2004) adalah :
1. Meningkatkan kuantitas dan kualitas produktivitas ;
2. Mengurangi waktu pembelajaran yang diperlukan karyawan untuk mencapai standar
kerja yang dapat diterima. ;
3. Membentuk sikap, loyalitas, dan kerja sama yang lebih menguntungkan ;
4. Memenuhi kebutuhan perencanaan sumber daya manusia ;
5. Mengurangi frekuensi dan biaya kecelakaan kerja ;
6. Membantu karyawan dalam peningkatan dan pengembangan pribadi.
Saat ini, pelatihan juga berperan penting dalam proses manajemen kinerja. Pelatihan adalah
proses terintegrasi yang digunakan oleh pengusaha untuk memastikan agar karyawan bekerja
untuk mencapai tujuan organisasi. Ini berarti melakukan pendekatan terintegrasi dan
berorientasi pada tujuan untuk menugaskan, melatih, menilai, dan memberikan penghargaan
pada kinerja karyawan. Melakukan pendekatan manajemen kinerja berarti bahwa upaya-upaya
pelatihan yang dilakukan harus sesuai dengan apa yang diinginkan untuk diberikan oleh setiap
karyawan agar tujuan organisasi bisa tercapai. Pelatihan memiliki catatan positif yang menarik
dalam hal mempengaruhi efektivitas organisasi, memberikan nilai yang lebih tinggi daripada
penilaian dan umpan balik, dan hanya sedikit di bawah penetapan tujuan dalam hal
pengaruhnya pada produktivitas.

C. KOMPONEN PELATIHAN dan PENGEMBANGAN


Anwar Prabu Mangkunegara (2007) mengemukakan bahwa komponen-komponen dan
pelatihan dan pengembangan terdiri dari :
1. Tujuan dan sasaran pelatihan dan pengembangan harus jelas dan dapat diukur
2. Para pelatih (trainer) harus memiliki kualifikasi yang memadai
3. Materi latihan dan pengembangan harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak
dicapai.
4. Metode pelatihan dan pengembangan harus sesuai dengan tingkat kemampuan pegawai
yang menjadi peserta.
5. Peserta pelatihan dan pengembangan (trainee) harus memenuhi persyaratan yang
ditentukan.

D. TEKNIK PELATIHAN
1. Tahap-tahap Pelatihan
Program pelatihan mempunyai tiga tahap aktivitas menurut Barnardin dan Russel (dalam
Sulistiyani dan Rosidah, 2007), yaitu :
a. Analisis Kebutuhan Pelatihan (need assessment / need analysis)
Tujuan analisis kebutuhan pelatihan adalah mengumpulkan informasi untuk
menentukan dibutuhkan atau tidaknya program pelatihan. Analisis kebutuhan
merupakan proses penetuan kebutuhan pelatihan yang dilakukan secara
sistematis dan objektif dengan melakukan tiga tipe analisis, yaitu :
1) Analisis organisasional, yaitu mencoba menjawab pemasalahan mengenai
penekanan pelatihan yang seharusnya dilakukan dan faktor-faktor yang
mempengaruhi.
2) Analisis kekaryawanan, yaitu mencoba memecahkan permasalahan
mengenai apa yang seharusnya dipelajari dalam pelatihan sehingga para
peserta pelatihan dapat menjalankan tugasnya dengan memuaskan.
3) Analisis individu, yaitu berusaha menjawab permasalahan mengenai
siapa yang membutuhkan pelatihan dalam organisasi dan tipe-tipe khusus
pelatihan yang dibutuhkan.
b. Pengembangan Program Pelatihan (development)
Tujuannya adalah untuk merancang lingkungan pelatihan dan metode-metode
pelatihan yang dibutuhkan guna mencapai tujuan pelatihan.
c. Evaluasi Program Pelatihan (evaluation)
Tujuannya adalah untuk menguji dan menilai apakah program-program pelatihan
yang telah dijalani, secara efektif mampu mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Efektivitas pelatihan dapat dievaluasi dengan menggunakan indikator-indikator
sebagai berikut :
1) Reaksi peserta terhadap isi dan proses pelatihan
2) Proses pembelajaran
3) Perubahan perilaku pegawai
4) Peningkatan produktivitas kerja
5) Efektivitas biaya
2. Metode Pelatihan
Menurut Arif Yusuf Hamali (2018), metode pelatihan diklasifikasikan menjadi dua
kategori, yaitu:
a. Informational methods, yaitu metode yang menggunakan pendekatan satu arah,
dimana informasi disampaikan kepada peserta pelatihan oleh para pelatih.
Metode ini cocok untuk mengajarkan materi faktual, keterampilan, dan sikap.
b. Experimental methods, yaitu metode yang mengutamakan komunikasi yang
luwes, fleksibel, lebih dinamis baik dengan instruktur maupun sesama peserta dan
langsung menggunakan alat yang tersedia. Metode ini digunakan untuk
mengajarkan kemampuan kognitif dan fisikal serta kecakapan.
Berdasarkan sumbernya, metode pelatihan dibagi menjadi dua kategori, yaitu :
a. In-house atau on-site training, berupa pelatihan di tempat kerja (on the job
training), seminar atau lokakarya, instruksi lewat media dan instruksi berbasis
komputer.
b. External atau outside training, terdiri dari kursus, seminar dan lokakarya yang
diselenggarakan oleh asosiasi professional dan lembaga pendidikan.
Menurut Jucius (1970), metode pelatihan meliputi :
a. On-the-job training (latihan di tempat kerja)
b. Vestibule training
c. Apprenticeship training (magang)
d. Internship training
e. Learner training
f. Outside course
g. Retraining and upgrading
Menurut Byars dan Rue (2000) metode pelatihan dibagi menjadi :
a. On-the-job training, yaitu dilakukan pada waktu jam kerja berlangsung, baik
secara formal maupun informal. Meliputi understudy assignment, coaching,
experience, job rotation, special project and committee.
b. Off-the-job training, yaitu pelatihan dan pengembangan yang dilakukan secara
khusus di luar pekerjaan. Meliputi classroom training, lecturer, case study, role
playing, university and professional association seminars.
Fleksibilitas penyelenggaraan pelatihan perlu diperhitungkan dengan kemampuan
setiap organisasi / fasilitas pelayanan kesehatan. Salah satu hal yang perlu dilakukan
dalam pelatihan adalah menentukan pendekatan yang sesuai. Baik organisasi / fasilitas
kesehatan milik pemerintah maupun swasta dapat memilih pendekatan yang sejalan
dengan berbagai pertimbangan teknis, operasional, biaya, dan kebutuhan kedalaman
pengembangan.
On the job training merupakan sebuah metode yang relatif dapat dipraktikkan dalam
organisasi publik termasuk organisasi pelayanan kesehatan. Metode ini dapat secara
fleksibel dilakukan dengan memfungsikan pegawai yang memiliki kemampuan diatas
rata-rata untuk memberikan pelatihan kepada lingkungannya. Atau kepala-kepala
ruangan atau instalasi yang lebih berpengalaman memberikan pelatihan kepada pegawai
baru di ruangan atau instalasinya.
Sistem magang juga sangat rasional untuk diterapkan dalam organisasi pelayanan
kesehatan, khususnya di bidang-bidang pekerjaan yang memerlukan keahlian,
keterampilan yang tinggi. Cara ini lebih efisien dan efektif karena pegawai baru bisa
dicangkokkan kepada seorang pegawai yang benar-benar ahli dibidangnya sehingga
proses transformasi tidak terbatas pada ilmu, keterampilan, dan keahlian, melainkan juga
pengalaman pada kasus-kasus yang lebih actual. Disamping itu dengan metode ini
pegawai baru dihadapkan pada pekerjaan yang nyata sehingga pelatihan yang dilakukan
sekaligus juga merupakan penyelesaian pekerjaan.
Metode-metode lainnya sebenarnya juga dapat diterapkan di dalam organisasi
pelayanan kesehatan akan tetapi untuk memberikan latihan kepada pegawai baru secara
terpisah dan berlangsung diluar lingkungan pekerjaan tentu saja memerlukan biaya yang
relatif tinggi dan pengorbanan waktu yang lebih banyak. Oleh karena itu perlu ada
dukungan dana untuk memberikan pelatihan. Jika terdapat keterbatasan anggaran, saran
dan prasaran untuk berlangsungnya pelatihan, maka perlu langkah bijak untuk memilih
metode dan pendekatan pelatihan yang paling memungkinkan.

E. PROGRAM PENGEMBANGAN SDM


Untuk melakukan pengembangan sumber daya manusia perlu dilakukan perencanaan
yang baik dan matang karena pengembangan merupakan usaha untuk kepentingan jangka
panjang. Langkah-langkah membuat program pengembangan SDM dengan perencanaan yang
baik dan matang adalah:
1. Menentukan dan Mengembangkan Sasaran, Tujuan, dan Prioritas SDM yang
Diperlukan
2. Merancang Kebijakan yang Dapat Mendukung Terlaksananya Program
3. Melakukan Proyeksi Terhadap Ketersediaan SDM
Proyeksi Ketersediaan SDM merupakan perkiraan jumlah karyawan yang dibutuhkan
dan mempertimbangkan kebutuhan tenaga kerja di masa yang akan datang.
4. Mengadakan Pelatihan Keterampilan
Pelatihan ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi keterampilan yang dimiliki oleh
tenaga kerja atau SDM. Hal tersebut dapat membantu untuk mengetahui karier yang
sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang dimiliki oleh mereka.
5. Melakukan Evaluasi Program.
Apabila langkah-langkah pembuatan program pengembangan SDM di atas sudah
dilaksanakan, maka perlu dilakukannya evaluasi terlebih dahulu. Tahapan evaluasi ini
merujuk kepada tahapan-tahapan yang telah dibuat sebelumnya. Tahapan ini untuk
berfungsi untuk memperkirakan apakah program yang telah direncanakan akan berhasil
atau masih memerlukan revisi atau perbaikan. menyempurnakan program-program
pengembangan SDM berikutnya.
Program pengembangan SDM dapat dilakukan dengan beberapa metode, diantaranya :
1. Metode pelatihan
Beberapa metode pelatihan dapat digunakan untuk metode pengembangan. Hal ini
karena beberapa pegawai adalah manajer, dan semua manajer adalah pegawai. Metode
pelatihan yang sering digunakan dalam pengajaran pengembangan antara lain simulasi,
metode konferensi, studi kasus, dan bermain peran.
2. Understudies
Adalah mempersiapkan peserta untuk melaksanakan pekerjaan atau mengisi suatu
posisi jabatan tertentu. Peserta pengembangan tersebut pada masa yang akan datang
akan menerima tugas dan bertanggung jawab pada posisi jabatannya. Konsep
understudies merupakan suatu teknik perencanaan pegawai yang berkualifikasi untuk
mengisi jabatan manajer. Teknik pengembangan understudies serupa dengan on the job
training.
Pembangungan kesehatan nasional diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan periode Tahun 2015-2019
adalah Program Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status
gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung
dengan perlindungan finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan. Program Indonesia Sehat
dilaksanakan dengan 3 pilar utama yaitu paradigma sehat, penguatan pelayanan kesehatan dan
jaminan kesehatan nasional.
Salah satu unsur yang berperan dalam percepatan pembangunan kesehatan dan masuk
pada sasaran pokok pembangunan kesehatan pada RPJMN 2015-2019 adalah terpenuhinya
tenaga kesehatan yang bertugas di sarana pelayanan kesehatan di masyarakat. Jumlah tenaga
kesehatan di fasilitas kesehatan yang peran utamanya adalah promotif-preventif, ternyata jenis
dan proporsi tenaganya masih didominasi oleh kuratif rehabilitatif, karena yang betul-betul
petugas kesehatan masyarakat hanya 12,38%.
Mencermati kondisi umum dan permasalahan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa
program Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan ke depan akan menghadapi
tantangan sebagai berikut:
a. Pemenuhan tenaga kesehatan masyarakat khususnya untuk Puskesmas dan jenjang
institusi di atasnya.
b. Peningkatan sosialisasi dan advokasi dari Kementerian Kesehatan ke Pemerintah Daerah
untuk menambah formasi dan rekrutmen tenaga kesehatan, khususnya tenaga-tenaga
kesehatan masyarakat, sanitarian, analis kesehatan dan tenaga gizi.
c. Penerapan sistem insentif finansial dan non-finansial yang memadai untuk menarik dan
mempertahankan tenaga-tenaga kesehatan bekerja di daerah, khususnya di bagian timur
Indonesia, di perdesaan, dan di DTPK.
d. Pelaksanaan sistem subsidi, beasiswa dan ikatan dinas bagi pendidikan tenaga kesehatan
masyarakat, sanitarian, dan tenaga gizi.
e. Penerapan standarisasi mutu tenaga kesehatan melalui akreditasi institusi pendidikan dan
uji kompetensi yang efektif.
f. Penguatan regulasi untuk menjamin pengadaan tenaga kesehatan, mutu tenaga kesehatan,
dan pemerataan persebarannya.
g. Peningkatan pembinaan dan pengawasan mutu tenaga kesehatan dalam penyelenggaraan
pelayanan kesehatan
Oleh karena itu dibutuhkan strategi pengembangan agar kedepannya kebutuhan tenaga
kesehatan di sarana pelayanan kesehatan masyarakat terpenuhi. Strategi pengembangan SDM
kesehatan dapat dilakukan dengan :
 Penguatan regulasi
 Peningkatan perencanaan tenaga kesehatan
 Peningkatan pendidikan tenaga kesehatan
 Peningkatan pendayagunaan tenaga kesehatan
 Pembinaan dan pengawasan mutu tenaga kesehatan
 Penguatan sumber daya
Semua strategi diatas bertujuan agar seluruh penduduk memperoleh akses terhadap tenaga
kesehatan yang berkualitas.

F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi PELATIHAN dan PENGEMBANGAN


Besar kecilnya kebutuhan terhadap pelatihan dan pengembangan bagi organisasi, maupun
karyawan secara pribadi, dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :
1. Faktor internal
Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam, baik dari suatu organisasi
maupun dari dalam diri pribadi. Namun dalam hal ini faktor internal lebih ditekankan
pada suatu organisasi. Meliputi :
a. Misi dan tujuan organisasi
b. Strategi pencapaian tujuan
c. Dukungan manajemen puncak
d. Komitmen para manajer spesialis dan generalis
e. Sifat dan jenis kegiatan
f. Persiapan teknis yang digunakan
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar suatu organisasi, yang meliputi :
a. Kebijakan pemerintah
b. Sosio-budaya masyarakat
c. Perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi
Dalam pelaksanaannya, ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses pelatihan
dan pengembangan, menurut Werther dan Davis (1996) yaitu :
1. Participation atau partisipasi merupakan keterlibatan seorang peserta dalam kegiatan
secara aktif dan secara langsung.
2. Repetition adalah melakukan atau mengatakan secara berulangulang dalam usaha
menanamkan ide dalam ingatan seseorang.
3. Relevance, pelatihan mempunyai arti atau manfaat yang sangat penting pada seseorang.
4. Transference artinya adanya kesesuaian antara pelatihan dengan pekerjaan yang
dilakukan sehari-hari oleh pegawai.
5. Feedback merupakan pemberian informasi atas perkembangan kemajuan yang telah
dicapai oleh peserta pelatihan, mana yang perlu diperbaiki atau dipertahankan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam rangka mencapai tujuan organisasi, peningkatan sumber daya manusia menjadi
hal yang sangat penting. Terutama bagi organisasi pelayanan kesehatan yang didalamnya
sumber daya manusia kesehatan yang dimiliki terdiri dari berbagai latar belakang profesi yang
bekerja dengan tujuan yang sama yaitu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Keterampilan, pengetahuan, serta sikap dan perilaku harus berkembang seiring dengan
perkembangan sosial budaya masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk itu
diperlukan pelatihan dan pengembangan bagi setiap karyawan sesuai jabatan dan tanggung
jawabnya.
Pelatihan dan pengembangan penting karena keduanya merupakan cara yang
digunakan oleh organisasi untuk mempertahankan, menjaga, memelihara pegawai publik
dalam organisasi dan sekaligus meningkatkan keahlian para pegawai untuk kemudian dapat
meningkatkan produktivitasnya. Pelatihan berorientasi jangka pendek sedangkan
pengembangan berorientasi jangka panjang.
Tujuan umum program pelatihan dan pengembangan suatu organisasi adalah menutup
‘gap’ antara kemampuan atau kecakapan karyawan dengan permintaan jabatan dan
meningkatkan efisiensi dan aktivitas kerja karyawan dalam mencapai sasaran kerja yang
ditetapkan. Berbagai manfaat dari pelatihan dan pengembangan dapat dirasakan, antara lain:
meningkatkan kualitas dan produktivitas, menciptakan sikap, loyalitas, dan kerjasama yang
lebih menguntungkan, memenuhi kebutuhan perencanaan SDM, dan lain-lain.
Program pelatihan mempunyai tiga tahap aktivitas menurut Barnardin dan Russel, yaitu
Analisis Kebutuhan Pelatihan (need assessment / need analysis), Pengembangan Program
Pelatihan (development), dan Evaluasi Program Pelatihan (evaluation).
Metode-metode pelatihan dapat berupa On-the-job training (latihan di tempat kerja),
Vestibule training, Apprenticeship training (magang), Internship training, Learner training,
Outside course, Retraining and upgrading. Salah satu hal yang perlu dilakukan dalam pelatihan
adalah menentukan pendekatan yang sesuai. Baik organisasi / fasilitas kesehatan milik
pemerintah maupun swasta dapat memilih pendekatan yang sejalan dengan berbagai
pertimbangan teknis, operasional, biaya, dan kebutuhan kedalaman pengembangan.
Untuk melakukan pengembangan sumber daya manusia perlu dilakukan perencanaan
yang baik dan matang karena pengembangan merupakan usaha untuk kepentingan jangka
panjang. Program pengembangan SDM dapat dilakukan dengan beberapa metode, diantaranya
Metode pelatihan dan Understudies.
Program Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan ke depan memiliki
banyak potensi dan tantangan. Salah satu unsur yang berperan dalam percepatan pembangunan
kesehatan dan masuk pada sasaran pokok pembangunan kesehatan pada RPJMN 2015-2019
adalah terpenuhinya tenaga kesehatan yang bertugas di sarana pelayanan kesehatan di
masyarakat. Oleh karena itu dibutuhkan strategi pengembangan agar kedepannya kebutuhan
tenaga kesehatan di sarana pelayanan kesehatan masyarakat terpenuhi. Semua strategi
pengembangan yang dibuat bertujuan agar seluruh penduduk memperoleh akses terhadap
tenaga kesehatan yang berkualitas.

B. Saran
Berdasarkan uraian dalam makalah ini, program pelatihan dan pengembangan menjadi
hal yang esensial bagi organisasi untuk mencapai tujuannya tetapi juga bagi karyawan bekrja
secara profesional dibidangnya. Oleh karena itu disarankan :
 Setiap organisasi terutama yang bergerak dalam pelayanan kesehatan menetapkan
dengan jelas program pelatihan dan pengembangan bagi setiap karyawan sejak mereka
masuk bekerja dalam organisasi tersebut.
 Sebaiknya setiap profesi dalam pelayanan kesehatan menetapkan standar pelatihan
yang harus diikuti oleh profesi-profesi tertentu agar tidak terjadi kesenjangan antara
fasilitas kesehatan karena semua sumber daya yang bekerja dalam pelayanan kesehatan
memiliki tujuan yang sama yaitu peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
 Pelatihan dan pengembangan SDM kesehatan Indonesia juga harus mempertimbangkan
situasi dan kondisi dimana tenaga kesehatan tersebut bekerja agar program pelatihan
dan pengembangan tersebut tepat sasaran.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengembangan Dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan KEMENKES RI.
2015. Rencana Aksi Program Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya
Manusia Kesehatan Tahun 2015-2019. Kemenkes RI. Jakarta.

Basri, H. H., H. A. Rusdiana. 2015. Manajemen Pendidikan dan Pelatihan. CV. Pustaka Setia.
Bandung.

Dessler, G. 2003. Human Resource Management, Tenth Edition. Prentice Hall. New Jersey.

Hamali, A. Y. 2018. Pemahaman Manajemen Sumber Daya Manusia. CAPS (Center for
Academic Publishing Service). Yogyakarta.

Mangkunegara, A. P. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. PT. Remaja


Rosdakarya. Bandung.

Pelatihan dan Pengembangan SDM Kesehatan. Manajemen SDM Pelayanan Kesehatan.


https://slideplayer.info/slide/13232579/. 29 Maret 2019 (19.30 WITA).

Pelatihan SDM-net. 2014. Pentingnya Pelatihan dan Pengembangan Kompetensi SDM di


Rumah Sakit. https://www.pelatihan-sdm.net/pentingnya-pelatihan-pengembangan-
kompetensi-sdm-di-rumah-sakit/. 29 Maret 2019 (19.30 WITA).

Sulistiyani A. T, Rosidah. 2018. Manajemen Sumber Daya Manusia – Pendekatan Teoritik dan
Praktik untuk Organisasi Publik. Gava Media. Yogyakarta.
DISKUSI KELOMPOK

Pertanyaan :
1. Jelaskan tentang metode pelatihan ‘vestibule training’ ! (Kelompok 4)
2. Apa kelebihan dan kekurangan dari in-house / onsite training dan outsite training ?
(Kelompok 3)

Jawab :
1. Metode vestibule training adalah metode pelatihan yang berupa kursus singkat yang
direkayasa sehingga kondisi dan fasilitas kursus mendekati situasi kerja yang sebenarnya.
Kursus dilakukan secara terpisah dengan tempat kerja dan memerlukan instruktur kursus.
Kelebihan metode ini adalah bahwa kursus dapat diikuti oleh peserta yang relatif banyak
disesuaikan dengan kemampuan dan fasilitas yang tersedia.
2. - In-house / onsite training
Kelebihannya adalah hemat biaya, sasaran tenaga kerja yang dapat mengikuti pelatihan
lebih banyak, waktu dapat disesuaikan, dan pelatihan yang dilaksanakan lebih sesuai
dengan kebutuhan organisasi. Kekurangannya adalah beban pelaksanaan pelatihan
menjadi tanggungan perusahaan karena memerlukan panitia atau tim pelaksana yang
harus mempersiapkan kerangka acuan kegiatan, alat dan bahan untuk pelatihan, serta
sarana dan prasarana yang mendukung. Tentunya tenaga yang ditunjuk menjadi panitia
atau tim pelaksana tidak dapat melakukan pekerjaannya rutinnya selama pelatihan
tersebut berlangsung sehingga mengganggu aktivitas organisasi.
- Outsite training
Kelebihannya adalah organisasi hanya mengirimkan / mengutus tenaga yang perlu untuk
dilakukan pelatihan tanpa perlu sibuk mempersiapkan jalannya proses pelatihan.
Kelebihan lainnya, ada pelatihan-pelatihan tertentu menyangkut keahlian dan
keterampilan hanya dapat dilakukan oleh instansi atau lembaga tertentu sehingga tidak
memungkinkan dilakukan didalam organisasi / perusahaan. Kekurangannya adalah biaya
yang dikeluarkan relatif lebih besar daripada onsite training sehingga mempengaruhi
juga jumlah tenaga yang diutus untuk pelatihan tidak banyak. Kekurangan lainnya adalah
sebagian besar pelatihan yang dlakukan diluar organisasi tidak selalu relevan dengan
kebutuhan dalam organisasi.

Anda mungkin juga menyukai