Anda di halaman 1dari 2

Ada istilah yang datang dari Barat sana. Bunyinya, “Live while we’re young!

” atau
dapat diartikan “nikmatilah hidup selagi kamu muda!” dalam Bahasa Indonesia. Merujuk
pada istilah itu, berarti anak-anak muda diasumsikan sebagai kelompok manusia yang bisa
banyak bersantai dan bersenang-senang  ketimbang para orang dewasa. Mungkin, bisa juga
berangkat dari stigma kalau semakin tua, masalah manusia semakin banyak. Maka itu, ketika
masih muda, atau dengan kata lain ketika masalah hidup masih sedikit, hidup harus dinikmati
sebanyak-banyaknya.

Entah istilah itu yang salah atau zaman sudah berubah, rupanya kondisi psikologis
dan kesehatan mental anak-anak muda tidak sebaik anggapan banyak orang.  Menurut
penelitian American Psychological Association (APA) tahun 2018 berjudul “Stress in
America: Generation Z”, anak muda usia 15 sampai 21 tahun adalah kelompok manusia
dengan kondisi kesehatan mental terburuk dibandingkan dengan generasi-generasi lainnya.

Mereka adalah generasi Z, atau yang diartikan Taylor & Keeter (2010) sebagai orang-
orang yang lahir pada tahun 1993 sampai tahun 2005. Adapun dari lima kelompok generasi
lainnya yaitu silent generation, baby boomers, generation X, dan millennials, generasi Z
merupakan golongan termuda.

Penelitian yang dilakukan APA tersebut melibatkan wawancara dengan 3500


terwawancara berumur 18 tahun ke atas, dan 300 wawancara dengan terwawancara usia 15
sampai 17 tahun. Menurut penelitian APA tersebut, diperoleh hasil bahwa sebanyak 91
persen generasi Z mempunyai gejala-gejala emosional maupun fisik yang berkaitan dengan
stres, seperti depresi dan gangguan kecemasan. Stres adalah faktor terbesar penyebab
buruknya kesehatan mental generasi Z.

Berdasarkan riset kesehatan dasar yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, angka prevalensi gangguan jiwa di Indonesia, meningkat secara signifikan dari
1,7% di 2013 menjadi 7% di 2018. Berbagai faktor bisa jadi pemicu meningkatnya masalah
mental seperti pekerjaan, hubungan dengan keluarga atau pasangan, serta ujian hidup yang
semakin besar.

  Setiap orang bisa terkena masalah mental karena peristiwa yang terjadi dalam hidup
terutama yang dapat memberikan luka batin berpotensi memicu gangguan dalam kesehatan
mental jika tidak dapat menanganinya dengan baik. Jika ada masalah, berikan batasan waktu
bagi kamu untuk tidak memikirkan masalah tersebut seperti selama satu hingga dua jam atau
satu hari. Setelah lewat dari situ kamu bisa kembali ke masalah tersebut untuk menemukan
solusi yang tepat. Manusia harus bisa hidup bersama emosinya karena merasakan suatu emosi
merupakan hal yang manusiawi. “Hidup harus bersama emosi tapi jangan berlebihan”, Jadi
harus bisa memaknai dan merespon emosi, karena emosi adalah aliran energi yang ada di
dalam tubuh manusia

Melihat dari fenomena sosial di zaman sekarang terutama dunia yang berubah dengan
cepat dan saling terhuhung melalui internet, potensi generasi muda untuk mengalami masalah
mental cukup besar. Berdasarkan pengamatan saya dari berinteraksi, mendengar, dan
membaca curhatan – curhatan teman – teman millennial maupun generasi z, pemuda
sekarang semakin rapuh dan baperan jika ada suatu masalah atau menghadapi kerasnya
hidup.

Jika tidak sadar akan pentingnya kesehatan mental, masa depan pemuda akan
terancam karena bisa jadi dengan segala potensi yang dimiliki serta mimpi yang mereka
punya, bisa menjadi penghambat jika ada masalah mental yang tidak terselesaikan serta
berlarut dalam waktu yang lama. Kalau sudah begini, Indonesia secara pembangunan negara
pun akan ikut terhambat karena pemuda adalah generasi penerus bangsa.

Maka dari itu, jika sudah menunjukan gejala terganggunya kesehatan mental kamu langsung
cari bantuan. Bisa mencari psikolog lewat aplikasi penyedia platform untuk para dokter
di smartphone atau bisa ke komunitas yang bergerak di bidang kesehatan mental, atau
minimal berbagi cerita dengan orang yang benar – benar kamu percayai.

Anda mungkin juga menyukai