Anda di halaman 1dari 2

Pandemi yang tak lekas menemui ujungnya “semakin larut akan semakin khidmat,…”

benar- benar berdampak pada kondisi dan seloroh salah satu santriwati asal Lumajang.
kegiatan yang dilalui. Seperti halnya Gema
takbir malam ini, tidak ada istilah Apik-apik’an Mungkin tidak sesemarak tahun-tahun
khos dan kamar siapa yang paling bersih, paling sebelumnya. Namun dengan segala keterbatasan
rapi, dan paling bagus dekorasinya. Juga takbir yang ada dan kondisi yang belum stabil, Pondok
keliling yang selalu identik dengan akapela dan Pesantren Raudlatul Ulum 1 Putri tetap
obor, hanya personel hadlrah pesantren saja melaksanakan tradisi gema takbir dengan
yang memandu takbiran malam ini. Tidak ada semeriah mungkin. Keterbatsan fasilitas yang
tabuhan galon,ember,peralatan makan seperti ada tidak memengaruhi semangat para santriwati
piring, sendok dan garpu juga seribu benda- guna melantunkan takbir dihalaman. Dengan
benda yang berbunyi kempreng lainnya. beralaskan tikar yang dibawa dari masing-
Ditahun-tahun kemarin apapun yang dapat masing kamar dan kondisi lantai keramik yang
menghasilkan bunyi layaknya rebbana pasti akan masih baru membuat santriwati tidak kalah
menjadi sasaran empuk bagi para santriwati semangat dengan acara 17-an. Dengan diselingi
untuk memadu padankan irama dan melodi beberapa lantunan sholawat yang sekaligus
masing-masing menjadi satu kesatuan pengganti kegiatan Maulid Habsyi yang sudah
instrumen. Bukan main hasilnya, gema yang lama tidak dilaksanakan membuat takbir terasa
diciptakan terasa hidup dan menggetarkan semakin khidmat untuk digemakan. Semangat
relung-relung jiwa hingga membuat siapapun ber-sholawat yang membara membakar
yang mendengarnya pasti tidak akan semriwing angin malam yang mulai
melupakannya seumur hidup. Padu-padan suara bergelayutan. Malam bukan hambatan untuk
vokalis yang merdu ditambah dengan suara bersholawat “ semakin larut akan semakin
tabuhan yang seirama membuat atmosfer takbir khidmat, apalagi kalau sholawatannya bagus dan
yang menggaung semakin “ngeh dihati”. seru” seloroh salah satu santriwati asal
Lumajang. Terbukti dengan lantangnya suara
Malam takbiran kali ini terasa sederhana dan santriwati yang hampir serupa kerasnya dengan
asing, hanya ada siluet cahaya lilin, siluet lampu pengeras suara dihalaman Pesantren. Belum lagi
tumbler dan ramainya lampu blitz yang asyik jika salah satu sholawat yang sedang banyak
berputar sendiri. Sepinya suara akapela yang digandrungi dilantunkan, wah bukan main
biasanya sudah gaduh sejak pagi hari dan kalang asiknya. Beberapa mungkin ada yang jadzab
kabut santri didepan ndalem Agus Ghozali untuk atau saking senang dan khusyuknya bersholawat
mempersiapkan penampilan masing-masing ada beberapa santriwati yang mengayun-
perwakilan semakin menambah ketidakrasanan ngayunkan tangannya keatas seiring dengan
santri yang pernah merasakan sensasi malam tabuhan Rebbana yang ditabuh. Semakin
takbiran pada tahun-tahun sebelumnya . kencang Rebbana yang ditabuh maka semakin
Ditambah lagi dengan takbir yang hanya kencang juga gerakan tangan yang diayunkan.
dilantunkan beberapa kali saja, yang biasanya
sampai tidak bisa dihitung sudah berapa kali saja Tidak cukup sampai disitu saja semangat para
mengulang bacaan takbir malam ini hanya santriwati dalam menggemakan takbir rupanya
beberapa kali saja. Belum lagi malam takbiran berlangsung sampai selesainya tradisi salam-
kali ini bertepatan malam jumat. salaman ba’da Takbir. Sebagian dari mereka
memilih untuk tidak beranjak dari halaman dan
lebih memilih untuk takbiran semalam suntuk.
Menurut salah satu pengurus pondok
pesantren asal Malang:

“Dimasa seperti ini kami memang


kesulitan untuk melakukan acara-acara besar,
meskipun acaranya hanya sederhana, hanya
membaca sholawat dan duduk ditengah-tengah
taman dengan menggunakan alas tikar. Tapi
kami menyambutnya dengan sangat antusias,
karena dengan adanya acara tadi malam bisa
menjadikan ajang keslimur bagi santri yang
sudah sekian lama tidak berjumpa dengan
kedua orang tuanya”.

Terbukti dengan adanya acara tadi


Suasana menyambut Idhul Adha dimasa malam, tidak ada yang bisa menghapus tradisi-
Pandemi pondok pesantren Raudatul Ulum 1 tradisi pesantren yang sudah melekat sejak dulu,
PI. seolah mendarah daging dengan semangat
santriwati yang tumpah ruai ditengah pandemic
yang menyerang ibu pertiwi. Bagaimanapun
Masa pandemic tidak menjadi alasan keadaannya pesantren tetap keukuh dengan
untuk tidak menyambut malam Idhul Adha di pendiriannya, dengan segala ilmu yang tertuai
Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 PI didalamnya. Seperti halnya bait-bait nadhom
(30/07/20). yang dilantukan oleh santriwati tiap sorenya
menjadi ciri khas pesantren itu sendiri.
Dengan dihadiri beberapa Ning RU 1.
seperti Ning Habibah, Ning Muyati, Ning Hilya, Juga Gawagus dan nawaning yang sabar
Ning Dzirwah, Ning Humairoh dan pengurus mengajari santrinya agar paham dengan ajaran-
pondok pesantren. Yang dipimpin langung oleh ajaran kepesantrenan, dan guru-guru lain yang
bu Nyai Ruqoyyah Said, semua santri sangat ikut andil didalamnya tak kalah dengan
antusias menyambut malam idhul adha dimasa pahlawan tanpa tanda jahasa milenial diluaran
pandemic seperti ini. sana.

Acara gema takbir yang dilakukan santri


setiap tahunnya, berbeda dengan tahun sekarang.
Oleh: Laisah, Aliel
Acara tadi malam hanya dilakukan sesederhana
mungkin, karena keterbatasan waktu dan
fasilitas tidak menjadikan alasan bagi santri
Raudlatul Ulum 1 Putri untuk tidak mengadakan
gema takbir Idhul Adha tahun ini. Tidak ada
apik-apik an khos seperti tahun-tahun kemaren,
tidak ada perlombaan dengan menggunakan
cebok, galon, dan peralatan makan. Tetapi
semua santri tetap semangat menyambutnya
meskipun keadaan tidak memungkinkan.

Anda mungkin juga menyukai