Anda di halaman 1dari 11

TARI NUSANTARA IV (BALI)

MAKALAH TENTANG TARI PUSPANJALI

Dosen Pembimbing : Syefriani, S.Pd., M.Pd

SAVINA AYU PUTRI

156710099

5B

FAKULTAS KEGURUAN ILMU DAN PENDIDIKAN

SENDRATASIK

RIAU

2020/2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayahnya
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang Tari Puspanjali.

Sholawat beserta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada junjungan kita nabi
Muhammad SAW, beserta keluarganya dan para shahabatnya semoga kita mendapat
syafaatnya kelak di hari kiamat, amin.!

Selanjutnya kami ucapkan terimakasih kepada dosen pembina dan teman-teman yang
telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini dengan baik, dan kami sangat
menyadari bahwa pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami
membutuhkan kritik dan saran  yang bersifat membangun untuk kelancaran tugas-tugas
selanjutnya.

Demikian yang dapat kami sampaikan dan kami  berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kami dan bagi pembaca khususnya.

Pekanbaru, 24 September 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..................................................................................................

Daftar Isi ...........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................

A. Latar Belakang ......................................................................................


B. Rumusan Masalah .................................................................................
C. Tujuan Masalah ....................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................

1. Sejarah Tari Bali ....................................................................................


2. Fungsi Tari Puspanjali .............................................................................
3. Tata Rias dan Busana Tari Puspanjali ......................................................
4. Nilai yang Terkandung Tari Puspanjali .................................................

BAB III PENUTUP ..........................................................................................

A. Kesimpulan..............................................................................................
B. Saran ...........................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada zaman pra-hindu kehidupan orang-orang di Bali di pengaruhi oleh keadaan alam
sekitarnya. Ritme alam mempengaruhi ritme kehidupan mereka.tari-tarian mereka menirukan
gerak-gerak alam sekitarnya seperti alunan ombak, pohon di tiup angin, gerak-gerak binatang
dan lain sebagainya.Bentuk-bentuk gerak semacam ini sampai sekarang masih terpelihara
dalam Tari Bali. Dalam orang tidak saja bergantung pada alam, tetapi mereka juga
mengabdikan kehidupannya kepada kehidupan sepiritual. Kepercayaan kepada Animisme
dan Totemisme menyebabkan tari-tarian mereka bersifat penuh pengabdian, berunsurkan
Trance (kerawuhan), dalam penyajian dan berfungsi sebagai penolak bala. Salah satu dari
beberapa bentuk tari bali yang bersumber pada kebudayaan Pra-Hindu ialah sang hyang. Oleh
karena itu, penulis ingin menjelaskan bahwa Tari Bali akan selalu di kenang sepanjang masa
sehingga tarian bali tetap dilestarikan sebagai budaya dunia.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah  sejarah Tari Puspanjali ?
2. Apakah fungsi Tari Puspanjali ?
3. Apa saja Tata Rias dan Busana Tari Puspanjali ?
4. Apakah Nilai yang terkandung dari Tari Puspanjali?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah Tari Puspanjali.
2. Untuk mengetahui fungsi Tari Puspanjali.
3. Untuk mengetahui  tata rias dan busana Tari Puspanjali.
4. Untuk mengetahui nilai yang terkandung dari Tari Puspanjali.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Sejarah Tari Bali
Sejarah dimulai dari masyarakat feudal kemudian berlanjut ke masyarakat
modern hingga sekarang. Pada masyarakat feodal perkembangan Tari Bali ditandai
oleh elemen kebudayaan hindu. Pengaruh hindu dibali berjalan sangat pelan-pelan.
Dimulai pada abad VII yaitu pada pemerintahan raja ugra sena di Bali. Kebudayaan
bali yang berdasarkan atas penyembahan leluhur ( animisme dan totemisme)
bercampur dengan Hinduisme dan budhisme yang akhirnya menjadi kebudayaan
hindu seperti yang kita lihat sekarang catatan tertua yang menyebutkan tentang
berjenis-jenis seni tari ditemui di jawa tengah yaitu batu bertulis jaha yang berangka
tahun 840 Masehi. Pada zaman Feodal tari berkembang di istana, berkembang juga
dalam masyarakat.Hal ini disebabkan oleh kepentingan agama yang tidak pernah
absen dari tari dan musik.Di dalam masyarakat modern yang dimulai sejak
kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 1945, patromisasi dari kerajaan-kerajaan
di zaman Feodal mulai berkurang.Pada masa ini banyak diciptakan kreasi-kreasi baru,
walaupun kreasi baru itu masih berlandaskan kepada nilai tradisional; yaitu hanya
perubahan komposisi dan interpretasi lagu kedalam gerak.Tari puspanjali adalah
sebuah tari sambutan, yg melukiskan para wanita menyambut dengan rasa hormat
bagi para tamu yg datang, juga sebagai tari hiburan yg indah dengan estetika seni
tinggi Tarian ini menggambarkan beberapa wanita yg menyongsong beberapa tamu
dng penuh rasa hormat. Tari Puspanjali kerap ditampilkan pada acara-acara resmi utk
menyongsong tamu-tamu mutlak.Puspanjali di ambil dari kata "puspa" yg artinya
"bunga", serta 'Anjali' yg artinya'Menghormat'adalah sesuatu tarian penyambutan yg
ditarikan oleh sekelompok penari putri ( umumnya pada 5-7 orang).
Menampilkan gerak-gerak lembut lemah gemulai yg digabungkan dng gerak-
gerak ritmis yg dinamis, tarian ini banyak mengambil inspirasi dari tarian-tarian
upacara rejang, serta melukiskan sebanyak wanita yg dng penuh rasa hormat
menyambut kehadiran beberapa tamu yg datang ke pulau mereka.Salah satu
persembahan para seniman lokal yang berkreasi dengan berbagai imajinatifnya
menghasilkan sebuah tari tradisional yang memiliki citarasa seni tinggi dengan sebuah
persembahan dengan namaTari Puspanjali.Tarian yang biasanya ditarikan oleh anak
perempuan ini menampilkan seni gerak tubuh dan tangan yang dinamis dan lemah
gemulai.Innspirasi gerakan ini diambil dari gerakan tarian rejang yang biasanya
ditarikan pada saat upacara agama di pura.Tari puspajali ini ditarikan secara
berkelompok antara 5-7 orang.
Tari Puspanjali diciptakan  di tahun 1989 oleh N.L.N. Swasthi Wijaya
Bandem dan dengan penata tabuh I Nyoman Windha, gerakan yang lembut, ritmis
memang khas dan feminim sekali, gerakan-gerakan penari mudah dicerna, dan indah,
sehingga para penari sepertinya wajib untuk bisa menarikan tarian ini, tarian ini
merupakan sebuah tari sambutan, yang melukiskan para wanita menyambut dengan
rasa hormat bagi para tamu yang datang, pada perkembangannya, sering ditampilkan
pada acara-acara resmi menyambut tamu penting, dan sebagai tari hiburan yang indah
dengan estetika seni tinggi.

2. Fungsi Tari Puspanjali


Puspanjali (puspa= bunga, anjali= menghormat) merupakan sebuah tarian
penyambutan yang ditarikan oleh sekelompok penari putri (biasanya antara 5-7
orang). Menampilkan gerak-gerak lembut lemah gemulai yang dipadukan dengan
gerak-gerak ritmis yang dinamis, tarian ini banyak mengambil inspirasi dari tarian-
tarian upacara Rejang, dan menggambarkan sejumlah wanita yang dengan penuh rasa
hormat menyongsong kedatangan para tamu yang datang ke pulau mereka.

3. Tata Rias dan Busana Tari Puspanjali


 Tata Rias dan Tata Busana dua serangkai yang tidak dapat dipisahkan untuk
penyajian suatu garapan tari. Seorang penata tari perlu memikirkan dengan cermat
dan teliti tata rias dan tata busana yang tepat guna memperjelas dan sesuai dengan
tema yang disajikan dan akan dinikmati oleh penonton. Untuk itu memilih desain
pakaian dan warna membutuhkan pemikiran dan pertimbangan yang matang karena
kostum berfungsi untuk memperjelas pemeranan pada tema cerita. Dibawah ini  akan
dijelaskan pengertian dari Tata Rias :
A. Tata Rias
Tata rias merupakan cara atau usaha seseorang untuk mempercantik diri
khususnya pada bagian muka atau wajah, menghias diri dalam pergaulan.
Tata rias pada seni pertunjukan  diperlukan  untuk menggambarkan /
menentukan watak di atas pentas. Tata rias adalah seni menggunakan
bahan-bahan kosmetika untuk mewujudkan wajah peranan dengan
memberikan dandanan atau perubahan pada para pemain di atas
panggung/pentas dengan suasana yang sesuai dan wajar (Harymawan,
1993: 134). Sebagai penggambaran watak di atas pentas selain acting yang
dilakukan oleh pemain  diperlukan adanya tata rias sebagai usaha
menyusun  hiasan terhadap suatu objek yang akan dipertunjukan.
Tata rias merupakan aspek dekorasi, mempunyai berbagai macam
kekhususan yang masing-masing memiliki keistimewaan dan ciri
tersendiri. Dari fungsinya rias dibedakan menjadi delapan macam rias
yaitu:
1) Rias aksen, memberikan tekanan pada pemain yang sudah
mendekati peranan yang akan dimainkannya. Misalnya pemain
orang Jawa memerankan sebagai orang Jawa hanya dibutuhkan
aksen atau memperjelas garis-garis pada wajah.
2) Rias jenis, merupakan riasan yang diperlukan untuk memberikan
perubahan wajah pemain berjenis kelamin laki-laki memerankan
menjadi perempuan, demikian sebaliknya.
3) Rias bangsa, merupakan riasan yang diperlukan untuk memberikan
aksen dan riasan pada pemain yang memerankan bangsa lain.
Misalnya pemain bangsa Indonesia memerankan peran bangsa
Belanda.
4) Rias usia, merupakan riasan  yang mengubah seorang muda
(remaja/pemuda/pemudi) menjadi orang tua usia tujuh puluhan
(kakek/nenek).
5) Rias tokoh, diperlukan untuk memberikan penjelasan pada tokoh
yang diperankan. Misalnya memerankan tokoh Rama, Rahwana,
Shinta, Trijata, Srikandi, Sembadra, tokoh seorang anak sholeh,
tokoh anak nakal.
6) Rias watak, merupakan rias yang difungsikan sebagai penjelas
watak yang diperankan pemain. Misalnya memerankan watak putri
luruh (lembut), putri branyak (lincah), putra alus, putra gagah.
7) Rias temporal, riasan berdasarkan waktu ketika pemain melakukan
peranannya. Misalnya pemain sedang memainkan  waktu bangun
tidur, waktu dalam pesta, kedua contoh tersebut dibutuhkan riasan
yang berbeda.
8) Rias lokal, merupakan rias yang dibutuhkna untuk memperjelas
keberadaan tempat pemain. Misalnya rias seorang narapidana di
penjara akan berbeda dengan rias sesudah lepas dari penjara.
Untuk dapat menerapkan riasan yang sesuai dengan peranan,
diperlukan pengetahuan tentang berbagai sifat bangsa-bangsa, tipe
dan watak bangsa tersebut. Selain itu diperlukan pula pemahaman
tentang pengetahuan anatomi manusia dari berbagai usia, watak
dan karakter manusia, serta untuk seni pertunjukan tari dibutuhkan
pengetahuan tentang karakter dan tokoh pewayangan.
B. Tata Busana
Busana (pakaian) tari merupakan segala sandang dan perlengkapan
(accessories) yang dikenakan penari di atas panggung :
Tata pakaian terdiri dari beberapa bagian
1) Pakaian dasar, sebagai dasar sebelum mengenakan pakaian
pokoknya. Misalnya, setagen, korset, rok dalam, straples
2) Pakaian  kaki, pakaian yang dikenakan pada bagian kaki. Misalnya
binggel,gongseng, kaos kaki, sepatu.
3) Pakaian tubuh, pakaian pokok yang dikenakan pemain pada bagian
tubuh mulai dari dada sampai pinggul. Misalnya kain, rok, kemeja, 
mekak, rompi, kace, rapek, ampok-ampok, simbar dada, selendang,
dan seterusnya.
4) Pakaian kepala, pakaian yang dikenakan pada bagian kepala.
Misalnya berbagai macam jenis tata rambut (hairdo) dan riasan
bentuk rambut (gelung tekuk, gelung konde, gelung keong, gelung
bokor, dan sejenisnya). 
5) Perlengkapan/accessories, adalah perlengkapan yang melengkapi
ke empat pakaian tersebut di atas untuk memberikan efek dekoratif,
pada karakter yang dibawakan. Misalnya perhiasan gelang, kalung,
ikat pinggang, kamustimang/slepe ceplok, deker (gelang tangan),
kaos tangan, bara samir, dan sejenisnya.
Perlengkapan atau alat yang dimainkan pemeran di atas pentas disebut dengan istilah
property. Misalnya, selendang, kipas, tongkat, payung, kain, tombak, keris, dompet, topi, dan
semacamnya.
Tata rias dan busana ini berkaitan erat dengan warna, karena warna di alam seni
pertunjukan berkaitan dengan   karakter seorang tokoh yang dipersonifikasikan kedalam
warna busana yang dikenakan beserta riasan warna make up oleh tokoh bersangkutan oleh
karenanya warna dikatakan sebagai simbol. Dalam pembuatan busana penari, warna dapat
juga digunakan hanya untuk mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan keindahannya saja
dalam memadukan antara yang satu dengan lainnya. Dalam pembuatan kostum, warna
menjadi syarat utama karena begitu dilihat warnalah yang membawa kenikmatan utama. Di
dalam buku Dwimatra (2004: 28 – 29) warna dibedakan menjadi lima yaitu, warna primer,
sekunder, intermediet, tersier, dan kuarter.

a. Warna primer  yaitu disebut juga warna pokok/warna utama, yang terdiri dari warna
merah, kuning, dan biru.. Warna  merah adalah simbol keberanian, agresif/aktif. Pada
dramatari tradisional warna tersebut biasanya dipakai oleh raja yang sombong,
agresif/aktif. Misalnya: Duryanada, Rahwana, Srikandi. Warna biru mempunyai kesan
ketentraman dan memiliki arti simbolis kesetiaan. Pada drama tradisional warna tresebut
dipakai oleh seorang satria atau putri yang setia kepada Negara dan penuh pengabdian.
Misalnya; Dewi Sinta, Drupadi. Warna kuning mempunyai kesan kegembiraan.
b. Warna sekunder adalah warna campuran yaitu hijau, ungu, dan orange.
c. Warna intermediet adalah warna campuran antara warna primer dengan warna
dihadapannya. Misalnya warna merah dicampur dengan hijau, biru dengan orange,
kuning dengan violet.
d. Warna tersier adalah campuran antara warna primer dengan warna sekunder yaitu warna
merah dicampu orange, kuning dengan  orange, kuning dengan hijau, hijau dengan biru,
biru dengan violet, violet dengan merah.
e. Warna kuarter yaitu percampuran antara warna primer dengan warna tersier, dan warna
sekunder dengan tersier yang  melahirkan 12 warna campuran baru..
f. Warna netral yaitu hitam dan putih. Warna hitam memberikan kesan kematangan dan
kebijaksanaan. Pada drama tradisional biasa dipakai oleh satria, raja, dan putri yang yang
bijaksana. Misalnya Kresna, Puntadewa, Kunti. Sedangkan warna putih memberikan
kesan  muda, memiliki arti simbolis kesucian. Di dalam drama tradisional warna tersebut
dipakai oleh pendeta yang dianggap suci.
Warna-warna tersebut di atas dapat digolongkan menjadi dua bagian sesuai dengan
demensi, intensitas,  terutama bila dikaitkan dengan emosi seseorang yang disebut dengan
warna panas dan warna dingin.
Warna panas yaitu merah, kuning, dan orange.Warna dingin terdiri atas hijau, biru, ungu,
dan violet. Dalam pembuatan pakaian tari warna dan motif kain menjadi perhatian dan bahan
pertimbangan, karena berhubungan erat dengan peran, watak, dan karakter para tokohnya.
Warna sebagai lambang dan pengaruhnya terhadap karakter dari tokoh
(pemain).Penggunaan warna dalam sebuah garapan tari dihubungkan dengan fungsinya
sebagi simbol, di samping warna mempunyai efek emosional yang kuat terhadap setiap
orang.
Warna biru memberi kesan perasaan tak berdaya (tidak merangsang), terkesan dingin.
Warna hijau  memberi kesan dingin. Warna kuning dan orange memberi kesan perasaan
riang, menarik perhatian.Warna merah memberi kesan merangsang, memberi dorongan untuk
berpikir (dinamis).Warna merah Jambu mengandung kekkutan cinta.Warna Ungu memberi
kesan ketenangan.

4. Nilai Yang Terkandung Tari Puspanjali


Puspanjali berasal dari kata Puspa = bunga dan Anjali = menghormat ,
merupakan sebuah tarian penyambutan yang ditarikan oleh sekelompok penari putri
(biasanya antara 5 – 7 orang) menampilkan gerak-gerik lembut, lemah gemulai yang
dipadukan dengan gerak-gerak ritmis yang dinamis. Tarian ini banyak mengambil
inspirasi dari tarian-tarian upacara rejang, dan menggambarkan sejumlah wanita yang
dengan penuh rasa hormat menyongsong kedatangan para tamu yang dating ke pulau
mereka.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tari Bali khususnya tari Puspanjali merupakan budaya peninggalan agama
hindu yang tetap dilestarikan, kita sebagai generasi penerus harus menjaga tari-tari
yang ada di Bali agar tidak di klaim oleh Negara tetangga sehingga budaya yang kita
miliki tetap asri. Selain itu kita harus menjaga dan meningkatkan mutu tarian dengan
memperhatikan struktur dan guna tarian tersbut, sehingga tari Bali tetap lestari.

B. Saran-Saran
1. Dengan telah dibuatnya paper kesenian khususnya mengenai tari Bali yaitu tari
Puspanjali, semoga dapat bermanfaat bagi kami selaku penyusun dan para pembaca
umumnya.
2. Disamping itu dengan adanya paper ini semoga para pembaca dapat mengembangkan
sekaligus melestarikan kesenian tradisional dan tentunya dapat menyusun paper yang
lebih baik dari paper yang kami buat.
3. Kebudayaan berharga yang patut kita jaga dan kita lestarikan sebagai aset dan
kekayaan budaya bangsa Indonesia. Selain untuk menjaga identitas bangsa, jgn
sampai pula kebudayaan negara kita di klaim oleh negara tetangga maupun Negara-
negara lain. Oleh sebab itu, ada baiknya kita menghargai warisan budaya bangsa ini
sebaik-baiknya. Dan dapat menanamkan rasa cinta terhadap kesenian tradisional
Bangsa Indonesia, mempererat tali persatuan dan kesatuan.

Anda mungkin juga menyukai