Anda di halaman 1dari 31

ARTIKEL KEISLAMAN

1. KEISTIMEWAAN DAN KEBENARAN KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM


2. SAINS DAN TEKNOLOGI DALAM AL-QUR’AN DAN AL HADITS
3. 3 GENERASI TERBAIK MENURUT AL-HADIST
4. PENGERTIAN DAN JEJAK SALAFUSSOLEH (REFERENSI AL-HADIST)
5. AJARAN DAN TUNTUTAN TENTANG BERBAGI, KEADILAN SERTA
PENEGAKAN HUKUM DALAM ISLAM

Disusun Sebagai Tugas Terstruktur Mata Kuliah: pendidikan Agama Islam


Dosen Pengampuh:
Dr. Taufik Ramdani, S. Th.I.,M.Sos

Disusun Oleh:

Nama :Baiq Yulia Lasmi puspita


Nim :E1S020016
Fakultas & Prodi :FKIP/Pendidikan Sosiologi
Smester :1

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
T.A. 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas selesainya
tugas ini tepat pada waktunya

Sholawat dan Salam semoga ALLAH limpahkan kepada Rasulullah Muhammad


SAW atas ramhamat dan karunianya yang telah membawa kita dari alam yang gelap
gulita menuju alam yang terang benderang

Terima kasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr Taufik Ramdhani


S.Th.I.,M.sos sebagai dosen pengampuh mata Kuliah Pendidkan Agama Islam yang
sudah memberi bimbingan dan arahan dengan penuh kesabaran dan keteladanan
yang patut dicontoh.

Besar harapan saya tugas ini akan memberi manfaat bagi pembaca dan pendengar
dan semoga kita bisa memahami apa yang disampaikan dan dapat menerapkannya,
sekiranya hanya ini yang ingin saya sampaikan.

Penyusun, Mataram 18 oktober 2020

Nama Baiq Yulia Lasmi Pusita


NIM E1S020016

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................................. ii
I. Keistimewaan dan Kebenaran konsep Ketuhanan dalam Islam............................. 1
II. Sains dan Teknologi dan Al-Quran dan Hadit .......................................................... 11
A. Sains dan Teknologi ..................................................................................................... 11
B. Ilmu Pengetahuan dalam Al-Quran ............................................................................. 13
C. Ilmu Al-Quran dalam Hadist ........................................................................................ 14
III. 3 Generasi Terbaik Menurut Al- Hadist ................................................................. 15
A. Para sahabat ................................................................................................................ 15
B. Tabi’in .......................................................................................................................... 15
C. Tabi’ut Tabi’in .............................................................................................................. 16
IV. Pengertian dan jejak Salafussoleh menurut Al-Hadist ..................................... 16
A. Pengertian salafussoleh .............................................................................................. 16
B. Pentingnya ahlak di sisi para salaf ............................................................................... 20
V. Ajaran dan Tuntutan Tentang Berbagi, Keadilan serta Penegakan Hukum ....... 24
A. Ajaran tentang berbagi ............................................................................................... 24
B. Keadilan menurut islam .............................................................................................. 26
C. Penegakan Hukum ...................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 28

iii
I. Keistimewaan dan Kebenaran konsep Ketuhanan dalam Islam

Dikutip dari artikel yang ditulis (Dr. M saifudin Hakim,M.Sc., Ph.D 9 januari 2019)

1. Pertama, tauhid adalah tujuan penciptaan manusia. Artinya, Allah Ta’ala


menciptakan manusia untuk mewujudkan dan merealisasikan tauhid.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
ِ ‫س إِ ﱠﻻ ِﻟﯾَ ْﻌﺑُد‬
‫ُون‬ ِ ْ ‫َو َﻣﺎ ﺧَ ﻠَ ْﻘتُ ا ْﻟ ِﺟنﱠ َو‬
َ ‫اﻹ ْﻧ‬
“Aku tidaklah menciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku.”
(QS. Adz-Dzariyaat [51]: 56)
Dalam ayat di atas, makna dari:
‫ُون‬
ِ ‫ِﻟ َﯾ ْﻌﺑُد‬
“beribadah kepada-Ku” adalah:
‫ِ◌ ِﻟﯾ َُو َﺣد ُْون‬
“mentauhidkan Aku.”
Berdasarkan ayat ini, tauhid adalah tujuan penciptaan kita di kehidupan ini. Allah
Ta’ala tidaklah menciptakan kita sekedar main-main saja atau sia-sia, tidak ada tujuan,
atau tidak ada perintah dan larangan. Akan tetapi, Allah Ta’ala menciptakan kita untuk
satu tujuan yang mulia, yaitu untuk beribadah dengan mentauhidkan Allah Ta’ala.

2. Kedua, sesungguhnya tauhid adalah poros atau pokok dakwah seluruh Nabi
dan Rasul. Artinya, materi pokok dan inti dakwah para Nabi dan Rasul seluruhnya
adalah tauhid.

Dalil tentang masalah ini sangat banyak sekali, diantaranya adalah firman Allah Ta’ala,

ً ‫ﻏوتَ َوﻟَﻘَ ْد ﺑَﻌَﺛْﻧَﺎ ﻓِﻲ ُﻛ ِّل أ ُ ﱠﻣ ٍﺔ َرﺳ‬


‫ُوﻻ أَ ِن ا ْﻋ‬ ‫ﺑُدُوا ا ﱠ َ َواﺟْ ﺗَﻧِﺑُوا ﱠ‬
ُ ‫اﻟطﺎ‬

“Dan sungguhnya kami Telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan), “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu.” (QS. An-Nahl [16]:
36)

ُ ‫ُون َو َﻣﺎ أَ ْر َﺳ ْﻠﻧَﺎ ﻣِ ْن ﻗَ ْﺑﻠِكَ ﻣِ ْن َر‬


ِ‫ﺳو ٍل إِ ﱠﻻ ﻧُوﺣ‬ ِ ‫ﻲ ِإﻟَ ْﯾ ِﮫ أَﻧﱠﮫُ َﻻ ِإﻟَﮫَ ِإ ﱠﻻ أَﻧَﺎ ﻓَﺎ ْﻋﺑُد‬

1
“Dan kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan kami
wahyukan kepadanya, “Bahwasanya tidak ada sesembahan (yang berhak disembah)
melainkan Aku, maka sembahlah Aku”.” (QS. Al-Anbiya’ [21]: 25)

َ‫اﻟرﺣْ َﻣ ِن آ ِﻟ َﮭﺔً ﯾُ ْﻌﺑَدُون‬ ِ ‫ﺳ ِﻠﻧَﺎ أَ َﺟﻌَ ْﻠﻧَﺎ ﻣِ ْن د‬


‫ُون ﱠ‬ ُ ‫َوا ْﺳﺄ َ ْل َﻣ ْن أ َ ْر َﺳ ْﻠﻧَﺎ ﻣِ ْن ﻗَ ْﺑﻠِكَ ﻣِ ْن ُر‬

“Dan tanyakanlah kepada rasul-rasul kami yang telah kami utus sebelum kamu,
“Adakah kami menjadikan tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah yang Maha
Pemurah?”.” (QS. Az-Zukhruf [43]: 45)

‫ت اﻟﻧﱡذُ ُر ﻣِ ْن ﺑَﯾ ِْن ﯾَدَ ْﯾ ِﮫ َوﻣِ ْن ﺧ َْﻠ ِﻔ ِﮫ أَ ﱠﻻ‬


ِ َ‫ﺎف َﻋﻠَ ْﯾ ُﻛ ْم َوا ْذ ُﻛ ْر أَﺧَﺎ َﻋﺎ ٍد إِ ْذ أَ ْﻧذَ َر ﻗَ ْو َﻣﮫُ ﺑِ ْﺎﻷَﺣْ ﻘَﺎفِ َوﻗَ ْد َﺧﻠ‬
ُ َ‫اب ﯾَ ْو ٍم ﺗَ ْﻌﺑُدُوا إِ ﱠﻻ ا ﱠ َ إِﻧِّﻲ أَﺧ‬
َ َ‫َﻋذ‬
‫َﻋظِ ٍﯾم‬

“Dan ingatlah (Hud) saudara kaum ‘Aad yaitu ketika dia memberi peringatan kepada
kaumnya di Al-Ahqaaf dan sesungguhnya telah terdahulu beberapa orang pemberi
peringatan sebelumnya dan sesudahnya (dengan mengatakan), “Janganlah kamu
menyembah selain Allah, sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab hari
yang besar“.” (QS. Al-Ahqaaf [46]: 21)

Dalam ayat di atas, Allah Ta’ala menegaskan bahwa Rasul sebelum dan sesudah Nabi
Hud ‘alaihis salaam semuanya sama dan bersepakat dalam materi dakwah, yaitu:

‫ﺗَ ْﻌﺑُدُوا إِ ﱠﻻ ا ﱠ َأَ ﱠﻻ‬

“Janganlah kamu menyembah selain Allah.”

Oleh karena itu, kalimat pertama kali yang didengar oleh kaum (masyarakat) yang
didakwahi oleh para Nabi dan Rasul adalah kalimat ajakan untuk mentauhidkan Allah
Ta’ala. Karena tauhid adalah asas (pokok) bangunan agama. Permisalan agama ini
adalah sebagaimana sebuah pohon. Kita ketahui bahwa pohon memiliki akar, batang
dan cabang (ranting). Pohon itu tidaklah berdiri tegak kecuali dengan disokong oleh
akar yang kokoh. Sama halnya dengan pohon, agama ini tidaklah berdiri tegak kecuali
dengan ditopang dan disokong oleh asasnya, yaitu tauhid.

Allah Ta’ala berfirman,

ِ‫ﺳ َﻣﺎء‬ ْ َ‫ط ِﯾّﺑَ ٍﺔ أ‬


ُ ‫ﺻﻠُ َﮭﺎ ﺛَﺎﺑِتٌ َوﻓَ ْر‬
‫ﻋ َﮭﺎ ﻓِﻲ اﻟ ﱠ‬ َ ً‫ب ا ﱠ ُ َﻣﺛَ ًﻼ َﻛ ِﻠ َﻣﺔ‬
َ ٍ‫طﯾِّﺑَﺔً َﻛﺷ ََﺟ َرة‬ َ ‫ﺿ َر‬ َ ‫أَﻟَ ْم ﺗ ََر َﻛﯾ‬
َ ‫ْف‬

2
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat
yang baik (yaitu kalimat tauhid, pent.) seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan
cabangnya (menjulang) ke langit.” (QS. Ibrahim [14]: 24)

Sebagaimana pohon akan mati jika akarnya dicabut, maka demikianlah agama ini. Jika
tauhid itu telah hilang, maka tidak ada manfaat dari amal kebaikan yang kita lakukan.
Oleh karena itu, kedudukan tauhid dalam agama ini sebagaimana fungsi akar dalam
menopang kehidupan sebuah pohon.

Di antara dalil dari hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan bahwa
tauhid merupakan inti dakwah mereka adalah,

ٌ‫ َودِﯾﻧُ ُﮭ ْم َواﺣِ د‬،‫ َوأُ ﱠﻣ َﮭﺎﺗ ُ ُﮭ ْم َﺷﺗﱠﻰ‬،ٍ‫ْاﻷ َ ْﻧﺑِﯾَﺎ ُء إِ ْﺧ َوةٌ ﻣِ ْن َﻋ ﱠﻼت‬

“Para Nabi berasal dari satu ayah (Adam), ibu mereka berbeda-beda, namun agama
mereka satu.“ (HR. Muslim no. 2365)

Maksud dari “agama mereka satu” adalah semua mereka mendakwahkan tauhid.
Sedangkan yang dimaksud:

‫َوأُ ﱠﻣ َﮭﺎﺗُ ُﮭ ْم َﺷﺗﱠﻰ‬

“Ibu mereka berbeda-beda” adalah syariat setiap Rasul itu berbeda-beda,


sebagaimana firman Allah Ta’ala,

‫ِﻟ ُﻛ ٍّل َﺟﻌَ ْﻠﻧَﺎ ﻣِ ْﻧ ُﻛ ْم ﺷ ِْر َﻋﺔً َوﻣِ ْﻧ َﮭﺎ ًﺟﺎ‬

“Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang.” (QS.
Al-Maidah [5]: 48)

3. Ketiga, tauhid adalah kewajiban pertama kali bagi seorang mukallaf (yang telah
terkena kewajiban syariat). Jadi, kewajiban pertama kali bagi manusia yang masuk
Islam adalah tauhid. Demikian juga, materi pertama kali yang harus disampaikan ketika
berdakwah adalah tauhid.

Dalil-dalil tentang kedudukan tauhid yang satu ini sangatlah banyak, di antaranya hadis
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

3
َ ‫أُﻣِ ْرتُ أَ ْن أُﻗَﺎﺗِ َل اﻟﻧﱠ‬: ‫ ﻓَ َﻣ ْن ﻗَﺎ َل‬،ُ ‫ﻻَ إِﻟَﮫَ ِإ ﱠﻻ ا ﱠ‬: ‫ﺻ َم‬
‫ﺎس َﺣﺗﱠﻰ ﯾَﻘُوﻟُوا‬ َ ‫ ﻓَﻘَ ْد‬،ُ ‫ ِإ ﱠﻻ ﺑِ َﺣ ِﻘّ ِﮫ َوﺣِ َﺳﺎﺑُﮫُ َﻋﻠَﻰ ﻻَ إِﻟَﮫَ ِإ ﱠﻻ ا ﱠ‬،ُ‫ﺳﮫُ َو َﻣﺎ َﻟﮫ‬
َ ‫ﻋ‬ َ ‫ﻣِ ﻧِّﻲ ﻧَ ْﻔ‬
ِ‫ا ﱠ‬

“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mengatakan ‘laa ilaaha
illallah’ (tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah). Siapa saja
yang telah mengucapkan laa ilaaha illallah, sungguh terjagalah nyawa dan harta
mereka, kecuali karena hak (Islam). Sedangkan perhitungannya ada di sisi Allah
Ta’ala.” (HR. Bukhari no. 2946 dan Muslim no. 21)

Demikian juga wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Mu’adz bin Jabal
radhiyallahu ‘anhu ketika beliau mengutusnya untuk berdakwah ke negeri Yaman,

‫ب ﻓَ ْﻠﯾَ ُﻛ ْن أَ ﱠو َل َﻣﺎ ﺗَ ْدﻋُو ُھ ْم إِﻟَ ْﯾ ِﮫ ِﻋﺑَﺎدَة ُ ا ﱠ ِ َﻋ ﱠز َو َﺟ ﱠل‬


ٍ ‫ﻋﻠَﻰ ﻗَ ْو ٍم أَ ْھ ِل ِﻛﺗَﺎ‬
َ ‫إِﻧﱠكَ ﺗَ ْﻘدَ ُم‬

“Sesungguhnya engkau akan mendatangi kaum Ahli Kitab, maka hendaklah yang
pertama kali engkau serukan kepada mereka adalah agar mereka beribadah kepada
Allah.” (HR. Bukhari no. 1458 dan Muslim no. 19)

Dalam riwayat yang lain berbunyi,

َ‫ﻌَﺎﻟَﻰﻓَ ْﻠﯾَ ُﻛ ْن أَ ﱠولَ َﻣﺎ ﺗَ ْدﻋُو ُھ ْم إِﻟَﻰ أَ ْن ﯾ َُو ِ ّﺣدُوا ا ﱠ َ ﺗ‬

“Maka hendaklah yang pertama kali engkau serukan kepada mereka adalah agar
mereka mentauhidkan Allah.” (HR. Bukhari no. 7372)

Dalam riwayat lain dengan redaksi berbeda,

ُ ‫ ﻓَﺎ ْد‬،‫ ﻓَﺈِذَا ِﺟﺋْﺗَ ُﮭ ْم‬،ٍ‫ َوأَ ﱠن ُﻣ َﺣ ﱠﻣدًا َرﺳُو ُل ا ﱠ ِ إِﻧﱠكَ َﺳﺗَﺄْﺗِﻲ ﻗَ ْو ًﻣﺎ أَ ْھلَ ِﻛﺗَﺎب‬،ُ ‫أَ ْن ﯾَ ْﺷ َﮭدُوا أَ ْن ﻻَ إِﻟَﮫَ إِ ﱠﻻ ا ﱠ‬
‫ﻋ ُﮭ ْم إِﻟَﻰ‬

“Sesungguhnya engkau akan mendatangi kaum Ahli Kitab. Jika engkau mendatangi
mereka, dakwahkanlah kepada mereka untuk bersaksi bahwa tidak ada sesembahan
yang berhak disembah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah.” (HR.
Bukhari no. 1496)

4. Keempat, tauhid adalah sebab mendapatkan keamanan dan hidayah.


Tauhid adalah sebab mendapatkan keamanan dan mendapatkan hidayah di dunia dan
di akhirat. Allah Ta’ala berfirman,

4
َ‫ظ ْﻠ ٍم أُوﻟَﺋِكَ ﻟَ ُﮭ ُم ْاﻷ َ ْﻣنُ َو ُھ ْم ُﻣ ْﮭﺗَدُون‬
ُ ِ‫اﻟﱠذِﯾنَ آ َﻣﻧُوا َوﻟَ ْم ﯾَ ْﻠﺑِ ُﺳوا إِﯾ َﻣﺎﻧَ ُﮭ ْم ﺑ‬

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan


kezaliman, mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-
orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-An’am [6]: 82)

Keamanan itu berada di tangan Allah Ta’ala dan tidak akan Allah Ta’ala berikan
kecuali kepada orang-orang yang bertauhid (muwahhid) yang mengikhlaskan ibadah
mereka kepada Allah Ta’ala.

Ketika ayat ini turun, para sahabat merasa berat sehingga mereka pun mendatangi
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka pun bertanya,

ْ َ‫أَﯾﱡﻧَﺎ ﻟَ ْم ﯾ‬
‫ظ ِﻠ ْم ﻧَ ْﻔ َﺳﮫُ؟‬

“Wahai Rasulullah, siapakah di antara kita yang tidak menzalimi dirinya sendiri?”

Maksudnya, semua orang pasti menzalimi dirinya sendiri. Sedangkan dalam ayat di
atas, keamanan dan hidayah itu hanya Allah Ta’ala berikan kepada orang-orang yang
tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman. Sehingga mereka merasa
berat karena menyangka bahwa mereka tidak akan mendapatkan keamanan dan
hidayah sama sekali.

Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

‫ إِﻧﱠ َﻣﺎ ھ َُو َﻛ َﻣﺎ ﻗَﺎ َل ﻟُ ْﻘ َﻣﺎنُ ِﻻ ْﺑﻧِ ِﮫ‬، َ‫ظﻧﱡون‬ َ ‫ﻟَﯾ‬: ‫ظ ْﻠ ٌم‬
ُ َ‫ْس َﻛ َﻣﺎ ﺗ‬ ُ َ‫ﺷ ِْركَ ﻟ‬
ّ ‫ﻲ ﻻَ ﺗ ُ ْﺷ ِركْ ﺑِﺎ ﱠ ِ إِنﱠ اﻟ‬
‫َﻋظِ ﯾ ٌم ﯾَﺎ ﺑُﻧَ ﱠ‬

“Maksud ayat itu tidak seperti yang kalian sangka. Hanyalah yang dimaksud ayat itu
adalah sebagaimana perkataan Luqman kepada anaknya (yang artinya), “Wahai
anakku, janganlah berbuat syirik kepada Allah. Sesungguhnya syirik adalah
kedzaliman yang besar.” (QS. Luqman [31]: 13)”.” (HR. Bukhari no. 6937)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mentafsirkan “zalim” dalam ayat di atas dengan
“syirik”. Artinya, siapa saja yang beriman kepada Allah Ta’ala dan tidak berbuat syirik,
maka dia mendapatkan keamanan dan petunjuk di dunia dan di akhirat. Inilah di antara
keutamaan tauhid, yaitu barangsiapa yang merealisasikan tauhid (muwahhid), maka
Allah Ta’ala anugerahkan keamanan dan hidayah di dunia dan di akhirat.

5
5. Kelima, akidah tauhid itu selamat dari pertentangan. Inilah di antara
keistimewaan akidah tauhid, berbeda dengan akidah-akidah batil lainnya yang tidak
selamat dari kegoncangan dan pertentangan (tidak konsisten). Allah Ta’ala berfirman,

َ‫ِﯾراأَﻓَ َﻼ ﯾَﺗ‬ ْ ‫دَﺑ ُﱠرونَ ْاﻟﻘُ ْرآنَ َوﻟَ ْو َﻛﺎنَ ﻣِ ْن ِﻋ ْﻧ ِد َﻏﯾ ِْر ا ﱠ ِ ﻟَ َو َﺟدُوا ﻓِﯾ ِﮫ‬
ً ‫اﺧﺗ َِﻼﻓًﺎ َﻛﺛ‬

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Alquran? Kalau kiranya Alquran itu bukan
dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.”
(QS. An-Nisa’ [4]: 82)

Akidah yang berasal dari manusia dan dibuat-buat oleh manusia, pasti mengandung
banyak pertentangan di dalamnya. Adapun iman yang sahih, akidah yang selamat, dan
tauhid yang kokoh yang bersumber dari kitabullah dan sunnah Nabi-Nya shallallahu
‘alaihi wa sallam pasti terselamatkan dari itu semua.

Inilah di antara keistimewaam tauhid yang lainnya. Bahwa akidah tauhid dibangun di
atas dua sumber keselamatan, yaitu Alquran dan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah berbicara karena menuruti
hawa nafsunya. Apa yang beliau sabdakan dan ajarkan, hanyalah bersumber dari
wahyu yang diwahyukan kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

6. Keenam, tauhid itu sesuai dengan fitrah yang selamat dan akal sehat. Tauhid
adalah agama yang sesuai dengan fitrah. Seandainya manusia dibiarkan sesuai
dengan fitrahnya, mereka tidak akan berpaling kepada selain tauhid. Hal ini karena
tauhid itu sesuai dengan fitrah, bahkan fitrah itu sendiri.

Allah Ta’ala berfirman,

ِ ‫ﺎس َﻋﻠَ ْﯾ َﮭﺎ َﻻ ﺗَ ْﺑدِﯾ َل ﻟِﺧَ ْﻠ‬


َ‫ﻖ ا ﱠ ِ ذَﻟِك‬ ْ ‫ِﯾن َﺣﻧِﯾﻔًﺎ ﻓ‬
َ َ‫ِط َرتَ ا ﱠ ِ اﻟﱠﺗِﻲ ﻓ‬
َ ‫ط َر اﻟﻧﱠ‬ ِ ‫َﻻ ﯾَ ْﻌﻠَ ُﻣونَ اﻟ ِّدﯾنُ ْاﻟﻘَ ِﯾّ ُم َوﻟَﻛِ نﱠ أَ ْﻛﺛَ َر اﻟﻧﱠ‬
ِ ّ‫ﺎس ﻓَﺄَﻗِ ْم َوﺟْ َﮭكَ ﻟِﻠد‬

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah. (Tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada
fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus. Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
(QS. Ar-Ruum [30]: 30)

Adapun syirik adalah perkara yang mengeluarkan manusia dari fitrah dan
menyimpangkan manusia dari fitrahnya. Hal ini sebagaimana terdapat dalam hadis
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

6
‫ﺎل‬ٍ ‫ﻋ ِﻠّ َﻣ ُﻛ ْم َﻣﺎ َﺟ ِﮭ ْﻠﺗ ُ ْم ﻣِ ﱠﻣﺎ َﻋﻠﱠ َﻣﻧِﻰ ﯾَ ْوﻣِ ﻰ َھذَا ُﻛ ﱡل َﻣ‬ َ ُ ‫ﻧَ َﺣ ْﻠﺗُﮫُ َﻋ ْﺑدًا َﺣﻼَ ٌل َوإِﻧِّﻰ ﺧَ ﻠَ ْﻘتُ ِﻋﺑَﺎدِى ُﺣﻧَﻔَﺎ َء ُﻛﻠﱠ ُﮭ ْم َوإِﻧﱠ ُﮭ ْم أَﻻَ إِنﱠ َر ِﺑّﻰ أَ َﻣ َرﻧِﻰ أَ ْن أ‬
‫ت َﻋﻠَ ْﯾ ِﮭ ْم َﻣﺎ أَﺣْ ﻠَ ْﻠتُ ﻟَ ُﮭ ْم َوأَ َﻣ َرﺗْ ُﮭ ْم أَ ْن ﯾُ ْﺷ‬ ُ ‫ِار ُﻛوا ِﺑﻰ َﻣﺎ ﻟَ ْم أ ُ ْﻧ ِز ْل ِﺑ ِﮫ‬
َ ‫ﺳ ْﻠ‬
‫طﺎنً أَﺗَﺗْ ُﮭ ُم اﻟ ﱠ‬
ْ ‫ﺷﯾَﺎطِ ﯾنُ ﻓَﺎﺟْ ﺗَﺎ َﻟﺗْ ُﮭ ْم َﻋ ْن دِﯾﻧِ ِﮭ ْم َو َﺣ ﱠر َﻣ‬

“Sesungguhnya Tuhanku memerintahkanku untuk mengajari kalian apa-apa yang


belum kalian ketahui. Di antara hal-hal yang diajarkan kepadaku hari ini adalah, “setiap
harta yang Aku berikan kepada hamba-Ku, maka (menjadi) halal baginya.
Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-Ku seluruhnya dalam keadaan hanif (menjadi
seorang muslim, pent.). Kemudian datanglah setan kepadanya yang menjadikan
mereka keluar dari agama mereka. Serta mengharamkan hal-hal yang Aku halalkan
untuk mereka. Dan juga menyuruh mereka untuk menyekutukan Aku dengan sesuatu
yang tidak Aku turunkan keterangan tentang itu … “.” (HR. Muslim no. 2865)

Yang dimaksud dengan, “Aku menciptakan hamba-Ku seluruhnya dalam keadaan


hanif” adalah di atas fitrah, yaitu di atas tauhid. Lalu datanglah setan yang
menyimpangkan dan mengeluarkan mereka dari tauhid tersebut.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa


sallam bersabda,

ِ‫ﺻ َراﻧ‬ ْ ‫ﺗُﺣِ ﺳﱡونَ ﻓِﯾ َﮭﺎ ﻣِ ْن ِﮫ َوﯾُ َﻣ ِ ّﺟ َﺳﺎﻧِ ِﮫ َﻛ َﻣﺎ ﺗ ُ ْﻧﺗَ ُﺞ ْاﻟﺑَ ِﮭﯾ َﻣﺔُ ﺑَ ِﮭﯾ َﻣﺔً َﺟ ْﻣﻌَﺎ َء ھ َْل َﻣﺎ ﻣِ ْن َﻣ ْوﻟُو ٍد إِﻻﱠ ﯾُوﻟَدُ َﻋﻠَﻰ ْاﻟﻔ‬
ّ ِ َ‫ِط َر ِة ﻓَﺄَﺑَ َواهُ ﯾُ َﮭ ّ ِودَاﻧِ ِﮫ َوﯾُﻧ‬
‫َﺟ ْد َﻋﺎ َء‬

“Tidak ada satu pun anak yang dilahirkan kecuali dilahirkan di atas fitrah. Orangtuanya-
lah yang menjadikannya sebagai orang Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Seperti seekor
hewan yang dilahirkan dalam keadaan selamat (sama persis dengan induknya),
apakah engkau merasakan adanya cacat padanya?“ (HR. Bukhari no. 1358 dan
Muslim no. 2658)

Seekor hewan dilahirkan dari perut induknya dalam kondisi selamat, sama persis
dengan induknya, sempurna bagian-bagian tubuhnya. Jika seseorang memotong kaki,
tangan, atau telinga dan selainnya, maka hewan itu tidak lagi dalam kondisi asli
sebagaimana yang Allah Ta’ala ciptakan. Hal ini hanyalah terjadi karena ulah tangan
manusia.

Hal ini dijelaskan dalam riwayat yang lain,

7
‫ َﻛ َﻣﺎ ﺗ ُ ْﻧﺗِﺟُونَ اﻟﺑَ ِﮭﯾ َﻣ‬،ِ‫ﺻ َراﻧِﮫ‬ ْ ‫ﻋﻠَﻰ اﻟﻔ‬
ّ ِ َ‫ َوﯾُﻧ‬،ِ‫ ﻓَﺄ َ َﺑ َواهُ ﯾُ َﮭ ّ ِودَا ِﻧﮫ‬،ِ‫ِط َرة‬ َ ُ‫ َﺣﺗﱠﻰ ﺗَ ُﻛوﻧُوا َﻣﺎ ﻣِ ْن َﻣ ْوﻟُو ٍد إِ ﱠﻻ ﯾُوﻟَد‬،‫ﻣِن َﺟدْ َﻋﺎ َء‬
ْ ‫ َھلْ ﺗ َِﺟدُونَ ﻓِﯾ َﮭﺎ‬،َ‫ﺔ‬
‫ﺗَﺟْ دَﻋُوﻧَ َﮭﺎ؟ أَ ْﻧﺗ ُ ْم‬

“Tidak ada satu pun anak yang dilahirkan kecuali dilahirkan di atas fitrah. Orangtuanya-
lah yang menjadikannya sebagai orang Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Seperti seekor
hewan yang dilahirkan, apakah Engkau merasakan adanya cacat padanya? Sampai
kalianlah yang membuat mereka cacat.“ (HR. Bukhari no. 6599)

Demikian pula seorang anak dilahirkan di atas fitrah tauhid. Jika anak tersebut
kemudian menjadi beragama Nasrani, Yahudi, Majusi, atau terjadi sesuatu pada anak
tersebut sehingga dia menyimpang, terjerumus dalam ketergelinciran, kesesatan,
kebatilan dan penyimpangan, maka hal ini karena pengaruh pengasuhan orang tuanya
atau faktor luar lainnya yang mempengaruhi pertumbuhan anak tersebut.

Oleh karena itu, dalam hadis di atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,

ّ ِ َ‫ﻓَﺄ َ َﺑ َواهُ ﯾُ َﮭ ّ ِودَا ِﻧ ِﮫ َوﯾُﻧ‬


‫ﺻ َراﻧِ ِﮫ َوﯾُ َﻣ ِ ّﺟ َﺳﺎﻧِ ِﮫ‬

“Orangtuanya-lah yang menjadikannya sebagai orang Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengatakan, “yang menjadikannya sebagai


Muslim”; karena dia pada asalnya dilahirkan dan tumbuh di atas fitrah tauhid.

Sehingga tauhid adalah agama fitrah. Adapun syirik dan penyimpangan lainnya berupa
kesesatan, semua itu bertentangan dengan fitrah tauhid.

Adapun kesesuaian antara tauhid dengan akal sehat sangatlah jelas. Akal yang masih
sehat, tidak sesat dan tidak menyimpang, pasti tidak akan rida dengan selain tauhid.
Siapakah orang yang masih sehat akalnya, lalu dia menerima dan rida dengan
berbilangnya sesembahan di muka bumi ini?

Allah Ta’ala berfirman menceritakan kisah Nabi Yusuf ‘alaihis salaam,

ُ ‫ﺳِﺟْ ِن أَأَ ْر َﺑﺎبٌ ُﻣﺗَﻔ ِ َّرﻗُونَ َﺧﯾ ٌْر أَ ِم ا ﱠ ُ ْاﻟ َواﺣِ دُ ْاﻟﻘَ ﱠﮭ‬
‫ﺎر ؛ َﻣﺎ ﺗَ ْﻌﺑُدُونَ ﻣِ ْن دُوﻧِ ِﮫ‬ َ ‫ﺳ ﱠﻣ ْﯾﺗُ ُﻣوھَﺎ أَ ْﻧﺗ ُ ْم َوآ َﺑﺎؤُ ُﻛ ْم َﻣﺎ أَ ْﻧزَ َل َﯾﺎ‬
ّ ‫ﺻﺎﺣِ َﺑﻲ ِ اﻟ‬ َ ‫ِإ ﱠﻻ أ َ ْﺳ َﻣﺎ ًء‬
ُ ‫ﺎنا ﱠ‬ ٍ ‫ط‬َ ‫ﺑِ َﮭﺎ ﻣِ ْن ﺳ ُْﻠ‬

“Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-
macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa? Kamu tidak menyembah

8
yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek
moyangmu membuat-buatnya.” (QS. Yusuf [12]: 39-40)

Zaid bin ‘Amr bin Nufail berkata ketika memisahkan diri dari agama kaumnya dan
masuk Islam,

“Apakah satu Tuhan yang saya sembah atau seribu Tuhan, jika urusan telah terbagi

Saya meninggalkan Latta dan ‘Uzza semuanya, karena begitulah yang dilakukan oleh
orang kuat dan sabar

Saya bukanlah penyembah ‘Uzza dan tidak pula kedua anak perempuannya, dan saya
tidak juga mengunjungi dua patung Bani ‘Amar” (As-Siirah 2: 96, karya Ibnu Ishaq)

Dan ketika Zaid bin ‘Amr mencela sembelihan orang-orang musyrik, beliau berkata,

ِ ْ‫ َوأَ ْﻧﺑَتَ ﻟَ َﮭﺎ ﻣِ نَ اﻷَر‬،‫ﺳ َﻣﺎءِ اﻟ َﻣﺎ َء‬


‫ ﺛ ُ ﱠم ﺗَ ْذﺑَ ُﺣوﻧَ َﮭﺎ َﻋ‬،‫ض‬ ‫ َوأَ ْﻧزَ لَ ﻟَ َﮭﺎ ﻣِ نَ اﻟ ﱠ‬،ُ ‫ﺷﺎةُ َﺧﻠَﻘَ َﮭﺎ ا ﱠ‬ َ ‫َﺎرا ِﻟذَﻟِكَ َو ِإ ْﻋ‬
‫ظﺎ ًﻣﺎ ﻟَﮫُاﻟ ﱠ‬ ً ‫ ِإ ْﻧﻛ‬،ِ ‫ﻠَﻰ َﻏﯾ ِْر اﺳ ِْم ا ﱠ‬

“Kambing yang Allah Ta’ala ciptakan, Allah Ta’ala turunkan air untuknya dari langit,
Allah Ta’ala tumbuhkan untuknya dari bumi, kemudian Engkau menyembelihnya
dengan menyebut nama selain Allah? Ini sebagai bentuk pengingkaran atas
sembelihan mereka dan sebagai bentuk pengagungan atas sembelihan kaum
muslimin.” (HR. Bukhari no. 3826)

Maka, kemuliaan tauhid dan tercelanya syirik itu telah terpatri dalam akal dan fitrah
manusia, telah diketahui dan diyakini bagi mereka yang memiliki hati yang hidup, akal
yang selamat dan fitrah yang bersih.

7. Ketujuh, tauhid adalah pengikat yang hakiki dan abadi di dunia dan di akhirat.
Kita tidak menjumpai adanya tali pengikat di antara manusia secara mutlak selain tali
tauhid. Karena tali pengikat ini, yang mengikat antara ahli tauhid dan orang beriman,
adalah tali pengikat yang akan tetap abadi dan tidak akan lepas di dunia dan di akhirat.

Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

َ‫ﻋد ﱞُو ِإ ﱠﻻ ْاﻟ ُﻣﺗﱠﻘِﯾن‬


َ ‫ض‬ ُ ‫ْاﻷَﺧِ ﱠﻼ ُء ﯾَ ْو َﻣﺋِ ٍذ ﺑَ ْﻌ‬
ٍ ‫ﺿ ُﮭ ْم ِﻟﺑَ ْﻌ‬

9
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang
lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az-Zukhruf [43]: 67)

Allah Ta’ala juga berfirman di ayat lainnya,

‫ت ﺑِ ِﮭ ُم ْاﻷ َ ْﺳ‬ ‫اب َوﺗَﻘَ ﱠ‬


ْ َ‫طﻌ‬ َ َ‫ﺎبإِ ْذ ﺗَﺑَ ﱠرأَ اﻟﱠذِﯾنَ اﺗﱡﺑِﻌُوا ﻣِ نَ اﻟﱠذِﯾنَ اﺗﱠﺑَﻌُوا َو َرأَ ُوا ْاﻟﻌَذ‬
ُ َ‫ﺑ‬

“(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang
mengikutinya, dan mereka melihat siksa. Dan (ketika) segala hubungan antara mereka
terputus sama sekali.” (QS. Al-Baqarah [2]: 166)

Maka semua pengikat dan penghubung akan terputus pada hari itu. Semua rasa cinta
akan pudar, semua penghubung antara manusia akan sirna, kecuali kecintaan dan
hubungan karena tauhid dan iman kepada Allah Ta’ala.

Semua penghubung dan pengikat karena Allah Ta’ala, maka akan abadi dan terus-
menerus ada baik ketika di dunia dan di akhirat. Sedangkan semua penghubung dan
pengikat karena selain Allah Ta’ala, dia akan terputus dan terpisah. Sekuat apapun
hubungan itu, jika bukan karena Allah Ta’ala, dia akan terputus, baik di dunia atau pun
nanti di akhirat.

8. Kedelapan, tauhid akan senantiasa dijaga oleh Allah Ta’ala. Keistimewaan


tauhid lainnya adalah bahwa Allah Ta’ala menjamin terjaganya tauhid dan agama ini,
sebagaimana firman Allah Ta’ala,

‫ِﯾن ُﻛ ِﻠّ ِﮫ َوﻟَ ْو ﻛ َِر َه ْاﻟ ُﻣ ْﺷ ِر ُﻛونَ ھ َُو ا‬ ْ ‫ﻖ ِﻟﯾ‬


ِ ّ‫ُظ ِﮭ َرهُ َﻋﻠَﻰ اﻟد‬ ِ ّ ‫ِﯾن ْاﻟ َﺣ‬
ِ ‫ﺳ َل َرﺳُوﻟَﮫُ ﺑِ ْﺎﻟ ُﮭدَى َود‬
َ ْ‫ﻟﱠذِي أَر‬

“Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al-Qur’an) dan
agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-
orang musyrikin tidak menyukai.” (QS. At-Taubah [9]: 33)

‫ِإ ﱠن ا ﱠ َ ﯾُدَاﻓِ ُﻊ َﻋ ِن اﻟﱠذِﯾنَ آ َﻣﻧُوا‬

“Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang telah beriman.” (QS. Al-Hajj [22]: 38)

ِ ‫ْوﻣِ ِﮭ ْم ﻓَ َﺟﺎ ُءوھُ ْم ﺑِ ْﺎﻟﺑَ ِﯾّﻧَﺎ‬


َ‫ت ﻓَﺎ ْﻧﺗَﻘَ ْﻣﻧَﺎ ﻣِ نَ اﻟﱠذِﯾنَ أَﺟْ َر ُﻣوا َو َﻛﺎنَ َﺣﻘﺎ َﻋﻠَ ْﯾﻧَﺎ ﻧَﺻ ُْر ْاﻟ ُﻣؤْ ﻣِ ﻧِﯾنَ َو َﻟﻘَ ْد أَرْ َﺳ ْﻠﻧَﺎ ﻣِ ْن ﻗَ ْﺑﻠِكَ ُرﺳ ًُﻼ ِإﻟَﻰ ﻗ‬

10
“Dan sesungguhnya kami telah mengutus sebelum kamu beberapa orang Rasul
kepada kaumnya, mereka datang kepadanya dengan membawa keterangan-
keterangan (yang cukup), lalu kami melakukan pembalasan terhadap orang-orang
yang berdosa. Dan kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman.”
(QS. Ar-Ruum [30]: 47)

‫ﺎ ِة اﻟدﱡ ْﻧ َﯾﺎ َوﻓِﻲ ْاﻵﺧِ َر ِةﯾُﺛَ ِﺑّتُ ا ﱠ ُ اﻟﱠذِﯾنَ آ َﻣﻧُوا ِﺑ ْﺎﻟ َﻘ ْو ِل اﻟﺛﱠﺎ ِﺑتِ ﻓِﻲ ْاﻟ َﺣ َﯾ‬

“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu
dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.” (QS. Ibrahim [14]: 27)

9. Kesembilan, tauhid memiliki buah, keutamaan dan faedah yang sangat banyak.
Termasuk di antara keistimewaan tauhid adalah bahwa tauhid mengandung banyak
buah dan faedah, serta keutamaan yang bisa dipetik baik ketika masih di dunia
maupun kelak ketika di akhirat. Buah serta faedah-faedah tauhid akan kami bahas
secara khusus di seri selanjutnya.
Tauhid memiliki buah dan faedah yang sangat banyak dan tidak bisa dihitung
jumlahnya. Hal ini telah diisyaratkan oleh Allah Ta’ala dalam firmannya,
ْ َ‫ط ِﯾّﺑَ ٍﺔ أ‬
ٌ‫ﺻﻠُ َﮭﺎ ﺛَﺎﺑِت‬ َ ٍ‫ط ِﯾّﺑَﺔً َﻛﺷ ََﺟ َرة‬ َ ً‫ب ا ﱠ ُ َﻣﺛَ ًﻼ َﻛ ِﻠ َﻣﺔ‬
َ ‫ﺿ َر‬
َ ‫ْف‬ ٍ ِ‫ﺳ َﻣﺎءِ ؛ ﺗُؤْ ﺗِﻲ أ ُ ُﻛﻠَ َﮭﺎ ُﻛ ﱠل ﺣ‬
َ ‫ﯾن ﺑِﺈِ ْذ ِن َر ِﺑّ َﮭﺎ أَﻟَ ْم ﺗ ََر َﻛﯾ‬ ‫َوﻓَ ْر ُﻋ َﮭﺎ ﻓِﻲ اﻟ ﱠ‬
َ‫ﺎس ﻟَ َﻌﻠﱠ ُﮭ ْم ﯾَﺗَذَ ﱠﻛ ُرون‬
ِ ‫َوﯾَﺿ ِْربُ ا ﱠ ُ ْاﻷ َ ْﻣﺛَﺎلَ ﻟِﻠﻧﱠ‬
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat
yang baik (yaitu kalimat tauhid, pent.) seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan
cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim
dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk
manusia supaya mereka selalu ingat.” (QS. Ibrahim [14]: 24-25)

II. Sains dan Teknologi dan Al-Quran dan Hadit

A. Sains dan Teknologi


Kata sains dan teknologi ibarat dua sisi mata uang yang sulit dipisahkan satu
sama lain. Sains, menurut Baiquni, adalah himpunan pengetahuan manusia tentang
alam yang diperoleh sebagai konsensus para pakar, melalui penyimpulan secara
rasional mengenai hasil-hasil analisis yang kritis terhadap data pengukuran yang
diperoleh dari observasi pada gejala-gejala alam. Sedangkan teknologi adalah
himpunan pengetahuan manusia tentang proses-proses pemanfaatan alam yang

11
diperoleh dari penerapan sains, dalam kerangka kegiatan yang produktif
ekonomis(Baiquni, 1995: 58-60).
 Sain dalam Al-Quran
a. Kejadian Manusia
Perhatikan Q.S.Muk’minun ayat 12-14

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati


(berasal) dari tanah.
Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh
(rahim).

Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami
jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu
tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk
yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. — Quran
Surat Al-Mu’minun Ayat 14
b. Garis peredaran matahari dan bulan
Perhatikan Q.S.YASIN ayat 38

‫س‬
ُ ‫ﺷ ْﻣ‬ ْ ‫ْاﻟﻌَ ِﻠﯾ ِْۗم ْاﻟﻌَ ِزﯾ ِْز ﺗَ ْﻘ ِدﯾ ُْر ۗ◌ ٰذﻟِكَ ﻟﱠ َﮭﺎ ِﻟ ُﻣ ْﺳﺗَﻘَ ٍ ّر ﺗَﺟْ ِر‬
‫ي َواﻟ ﱠ‬
matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan (Allah) Yang
Mahaperkasa, Maha Mengetahui
c. Rahasia Besi
Perhatikan Q.S.AL-Hadidi ayat 25

ِ‫ﺎس ﺑِﺎ ْﻟ ِﻘﺳْط‬ُ ‫وم اﻟﻧﱠ‬ َ ُ‫َﺎب َوا ْﻟﻣِ ﯾزَ انَ ِﻟﯾَﻘ‬
َ ‫ت َوأَ ْﻧزَ ْﻟﻧَﺎ َﻣﻌَ ُﮭ ُم ا ْﻟ ِﻛﺗ‬ِ ‫ﺳﻠَﻧَﺎ ﺑِﺎ ْﻟﺑَ ِﯾّﻧَﺎ‬ ٌ ْ‫َوأَ ْﻧزَ ْﻟﻧَﺎ ا ْﻟ َﺣدِﯾدَ ﻓِﯾ ِﮫ ﺑَﺄ‬
ُ ‫س َﺷدِﯾدٌ ۖ◌ ﻟَﻘَ ْد أَ ْر َﺳ ْﻠﻧَﺎ ُر‬
ٌ ‫ي َﻋ ِز‬
‫ﯾز‬ ‫ب ۚ إِ ﱠن ا ﱠ َ ﻗَ ِو ﱞ‬ِ ‫ﺳﻠَﮫُ ﺑِ ْﺎﻟﻐَ ْﯾ‬ ُ ‫ﺎس َو ِﻟﯾَ ْﻌﻠَ َم ا ﱠ ُ َﻣ ْن ﯾَ ْﻧ‬
ُ ‫ﺻ ُرهُ َو ُر‬ ِ ‫َو َﻣﻧَﺎﻓِ ُﻊ ﻟِﻠﻧﱠ‬

Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa


bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca

12
(keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi
yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia,
(supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang
menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya.
Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa
 Teknologi dalam Al-Quran
a. Informatika dalam Al-quran
Perhatikan firman Allah dalam QS 55:33.

Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru
langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan
kekuatan.
b. Teknologi Transportasi

Perhatikan Q.S.AN- NAHL ayat 8

َ ِ‫َو ْاﻟ َﺧ ْﯾ َل َو ْاﻟﺑِﻐَﺎ َل َو ْاﻟ َﺣﻣ‬


َ‫ﯾر ِﻟﺗ َْر َﻛﺑُوھَﺎ َو ِزﯾﻧَﺔً ۚ َوﯾَ ْﺧﻠُﻖُ َﻣﺎ َﻻ ﺗَ ْﻌﻠَ ُﻣون‬

Al-Qur’an menyebutkan kendaraan-kendaraan yang dihasilkan oleh kemajuan


teknologi modern:Dan (Dia telah menciptakan) kuda, bagal, dan keledai, agar kamu
menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. Dan Allah menciptakan apa yang
kamu tidak mengetahuinya. (Q.s. an-Nahl: 8).

B. Ilmu Pengetahuan dalam Al-Quran

Ilmu pengetahuan adalah merupakan salah satu isi pokok kandungan kitab suci
Alquran. Bahkan kata ‘ilm itu sendiri disebut dalam Alquran sebanyak 105 kali, tetapi
dengan kata jadiannya ia disebut lebih dari 744 kali (Rahardjo, 2002). yang memang
merupakan salah satu kebutuhan agama Islam, betapa tidak setiap kali umat Islam
ingin melaksanakan ibadah selalu memerlukan penentuan waktu dan tempat yang
tepat, umpamanya melaksanakan shalat, menentukan awal bulan Ramadhan,
pelaksanaan haji, semuanya punya waktu-waktu tertentu. Dalam menentukan waktu
yang tepat diperlukan ilmu astronomi. Maka dalam Islam pada abad pertengahan

13
dikenal istilah sains mengenai waktu-waktu tertentu (Turner, 2004). Banyak lagi ajaran
agama yang pelaksanaannya sangat terkait erat dengan sains dan teknologi, seperti
menunaikan ibadah haji, berdakwah, semua itu membutuhkan kendaraan sebagai alat
transportasi. Allah telah meletakkan garis-garis besar sains dan ilmu pengetahuan
dalam Alquran, manusia hanya tinggal menggali, mengembangkan konsep dan teori
yang sudah ada, antara lain sebagaimana terdapat dalam QS. Ar-Rahman ayat 33 di
bawah ini.

Artinya: “Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi)
penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali
dengan kekuatan.” Ayat di atas pada masa empat belas abad yang silam telah
memberikan isyarat secara ilmiyah kepada bangsa Jin dan Manusia, bahwasanya
mereka telah dipersilakan oleh Allah untuk mejelajah di angkasa luar asalkan saja
mereka punya kemampuan dan kekuatan (sulthan).
Surat Al-Alaq (Iqra’) termasuk ayat Al Qur’an pertama yang diturunkan, termasuk ayat
makiyyah, terdiri dari 19 ayat, 93 kalimat dan 280 huruf. Dalam Surat Al Alaq dapatlah
di lihat suatu gambaran yang hidup mengenai suatu peristiwa terbesar yang pernah
terjadi pada sejarah manusia, yaitu pertemuan Nabi Muhammad SAW dengan Malaikat
Jibril untuk pertama kali di Gua Hiro’ dan penerimaan wahyu yang pertama setelah
Nabi berusia 40 tahun.

C. Ilmu Al-Quran dalam Hadist


Hadits-hadits Nabi juga sangat banyak yang mendorong dan menekankan, bahkan
mewajibkan kepada umatnya untuk menuntut ilmu (Alavi, 2003).
Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW:
‫ﺔاﻟﻌﻠﻣطﻠب‬ ‫ﻣﺳﻠﻣﺂﻟﻌﻠﯨﻔرﯾﺿ‬
Artinya:“Menuntut ilmu itu suatu kewajiban kepada setiap muslim.”(HR. Ibnu Majah)
Hadits di atas memberikan dorongan yang sangat kuat bagi kaum muslimin untuk
belajar mencari ilmu sebanyak-banyaknya, baik ilmu-ilmu agama maupun ilmu-ilmu
umum, karena suatu perintah kewajiban tentunya harus dilaksanakan, dan berdosa
hukumnya jika tidak dikerjakan.

14
III. 3 Generasi Terbaik Menurut Al- Hadist

A. Para sahabat

Dalil Ijma’ tentang keutamaan para Sahabat

1. Imam Ibnush Shalah rahimahullah berkata di dalam kitab Mukaddimah-nya,


“Sesungguhnya umat ini telah sepakat untuk menilai adil (terpercaya dan taat)
kepada seluruh para sahabat, begitu pula terhadap orang-orang yang terlibat
dalam fitnah yang ada di antara mereka. hal ini sudah ditetapkan berdasarkan
konsensus/kesepakatan para ulama yang pendapat-pendapat mereka diakui
dalam hal ijma’.”
2. Imam Nawawi rahimahullah berkata di dalam kitab Taqribnya, “Semua sahabat
adalah orang yang adil, baik yang terlibat dalam fitnah maupun tidak, ini
berdasarkan kesepakatan para ulama yang layak untuk diperhitungkan
pendapatnya.”
3. Al Hafizh Ibnu Hajar berkata di dalam kitab Al Ishabah, “Ahlus Sunnah sudah
sepakat untuk menyatakan bahwa semua sahabat adalah adil. Tidak ada orang
yang menyelisihi dalam hal itu melainkan orang-orang yang menyimpang dari
kalangan ahli bid’ah.”
4. Imam Al Qurthubi mengatakan di dalam kitab Tafsirnya, “Semua sahabat
adalah adil, mereka adalah para wali Allah ta’ala serta orang-orang suci pilihan-
Nya, orang terbaik yang diistimewakan oleh-Nya di antara seluruh manusia
ciptaan-Nya sesudah tingkatan para Nabi dan Rasul-Nya. Inilah madzhab Ahlus
Sunnah dan dipegang teguh oleh Al Jama’ah dari kalangan para imam
pemimpin umat ini. Memang ada segolongan kecil orang yang tidak layak untuk
diperhatikan yang menganggap bahwa posisi para sahabat sama saja dengan
posisi orang-orang selain mereka.” (lihat Al Is’aad, hal. 78)

1. Abu Bakar,
2. Umar,
3. Utsman dan
4. Ali bin abi thalib
5. Abu ‘Ubaidah ‘Aamir bin Al Jarrah,
6. Sa’ad bin Abi Waqqash,
7. Sa’id bin Zaid,
8. Zubeir bin Al Awwaam,
9. Thalhah bin Ubaidillah
10. Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu’anhum
Sumber: https://muslim.or.id/2406-inilah-generasi-terbaik-dalam-
sejarah.html

B. Tabi’in
Tabi’in adalah orang-orang beriman yang hidup pada masa Rasulullah atau setelah
beliau wafat tetapi tidak bertemu dengan Rasulullah dan bertemu serta melihat para
sahabat. Tabi’in merupakan orang-orang yang belajar dan mewariskan ilmu dari para
sahabat Rasulullah.
1. Umar bin Abdul Aziz,
2. Urwah bin Zubair,
3. Ali Zainal Abidin bin Al Husein,
4. Muhammad bin Al Hanafiyah,

15
5. Hasan Al Bashri
6. Uais al-qarni
Sumber: https://umma.id/article/share/id/1002/272772

C. Tabi’ut Tabi’in
Tabi’ut tabi’in adalah orang beriman yang hidup pada masa sahabat atau setelah
mereka wafat tetapi tidak bertemu dengan sahabat dan bertemu dengan generasi
tabi’in. tabi’ut tabi’in merupakan orang-orang yang belajar dan mewariskan ilmu dari
para tabi’in.
Tabi’ut tabi’in atau Atbaut Tabi’in artinya pengikut Tabi’in, adalah orang Islam teman
sepergaulan dengan para Tabi’in dan tidak mengalami masa hidup Sahabat Nabi.
Tabi’ut tabi’in disebut juga murid Tabi’in. Menurut banyak literatur Hadis : Tab’ut Tabi’in
adalah orang Islam dewasa yang pernah bertemu atau berguru pada Tabi’in dan
sampai wafatnya beragama Islam. Dan ada juga yang menulis bahwa Tabi’in yang
ditemui harus masih dalam keadaan sehat ingatannya. Karena Tabi’in yang terahir
wafat sekitar 110-120 Hijriah. Dalam kalangan 4 imam mazhab ahli sunnah waljamaah
imam Hanafi tidak termasuk dalam tabi’ tabiin karena beliau pernah berguru dengan
sahabat Nabi. Manakala baik 3 imam yaitu imam Malik dan imam Syafi’i adalah tabi’
tabiin karena mereka berguru dengan tabiin. Tabi’in seperti definisi di atas tapi bertemu
dengan Sahabat. Sahabat yang terahir wafat sekitar 80-90 Hijriah.
1. Imam Malik bin Anas,
2. Sufyan bin Uyainah,
3. Sufyan Ats-Tsauri,
4. Al Auza’i,
5. Al Laits bin Saad

6. Muhammad bin Sirin


7. Abu Hanifah Umar bin Abdul Aziz
8. Muhammad bin Syihab Az-Zuhriy.
9. Al-Qaasim bin Muhammad bin Abi Bakar Ash-Shiddiq

IV. Pengertian dan jejak Salafussoleh menurut Al-Hadist

A. Pengertian salafussoleh
Menurut ust.Suhuf Subhan, M.Pd. I yang ditulis oleh Lilik Ibadurohman
(Artikel muslim Or.id) yang dimaksud dengan salafuh salih adalah:

a. Etimologi (secara bahasa):

Ibnul Faris berkata, “Huruf sin, lam, dan fa’ adalah pokok yang menunjukkan ‘makna
terdahulu’. Termasuk salaf dalam hal ini adalah ‘orang-orang yang telah lampau’, dan
arti dari ‘al-qoumu as-salaafu’ artinya mereka yang telah terdahulu.” (Mu’jam Maqayisil
Lughah: 3/95)

16
b. Terminologi (secara istilah)

Ada beberapa pendapat dari para ulama dalam mengartikan istilah “Salaf” dan
terhadap siapa kata itu sesuai untuk diberikan. Pendapat tersebut terbagi menjadi 4
perkataan :

1. Di antara para ulama ada yang membatasi makna Salaf yaitu hanya para
Sahabat Nabi saja.
2. Di antara mereka ada juga yang berpendapat bahwa Salaf adalah para
Sahabat Nabi dan Tabi’in (orang yang berguru kepada Sahabat).
3. Dan di antara mereka ada juga yang berkata bahwa Salaf adalah mereka
adalah para Sahabat Nabi, Tabi’in, dan Tabi’ut Tabi’in. (Luzumul Jama’ah (hal:
276-277)). Dan pendapat yang benar dan masyhur, yang mana sebagian besar
ulama ahlussunnah berpendapat adalah pendapat ketiga ini.
4. Yang dimaksud Salaf dari sisi waktu adalah masa utama selama tiga kurun
waktu/periode yang telah diberi persaksian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam dalam hadits beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka itulah yang
berada di tiga kurun/periode, yaitu para sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

«‫ ﺛ ُ ﱠم اﻟﱠذِﯾنَ ﯾَﻠُوﻧَ ُﮭ ْم‬،‫ ﺛ ُ ﱠم اﻟﱠذِﯾنَ ﯾَﻠُوﻧَ ُﮭ ْم‬،‫ﺎس ﻗَ ْرﻧِﻲ‬


ِ ‫» َﺧﯾ ُْر اﻟﻧﱠ‬

Artinya,“Sebaik-baik manusia adalah yang hidup pada masaku, kemudian manusia


yang hidup pada masa berikutnya, kemudian manusia yang hidup pada masa
berikutnya.” (HR. Bukhari (2652), Muslim (2533))

Maka dari itu, setiap orang yang mengikuti jalan mereka, dan menempuh sesuai
manhaj/metode mereka, maka dia termasuk salafi, karena
menisbahkan/menyandarkan kepada mereka.

Dalil-dalil Yang Menunjukkan Wajibnya Mengikuti Salafush Shalih

a. Dalil Dari Al Qur’anul Karim

َ‫ﯾل ْاﻟ ُﻣؤْ ﻣِ ﻧِﯾنَ ﻧُ َو ِﻟّ ِﮫ َﻣﺎ ﺗ‬ َ ‫اﻟرﺳُولَ ﻣِ ْن ﺑَ ْﻌ ِد َﻣﺎ ﺗَﺑَﯾﱠنَ ﻟَﮫُ ْاﻟ ُﮭدَى َوﯾَﺗﱠﺑِ ْﻊ َﻏﯾ َْر‬
ِ ِ‫ﺳﺑ‬ ‫ﻖ ﱠ‬ ِ ِ‫ﯾر َاوﻟﱠﻰ َوﻧُ َو َﻣ ْن ﯾُﺷَﺎﻗ‬
ً ‫ﺻ‬ ْ ‫ﺻ ِﻠ ِﮫ َﺟ َﮭﻧﱠ َم َو َﺳﺎ َء‬
ِ ‫ت َﻣ‬ ْ

Artinya, “Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran bainya
dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin. Kami biarkan ia leluasa
terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam
Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” [An-Nisa : 115]

Dalam ayat yang lain, Allah Ta’ala berfirman,

‫ﻲ ا ﱠ ُ َﻋ ْﻧ ُﮭ‬ َ ‫ﺿ‬ ِ ‫ﺎن َر‬ٍ ‫ﺎر َواﻟﱠذِﯾنَ اﺗ ﱠ َﺑ ُﻌو ُھ ْم ِﺑﺈِﺣْ َﺳ‬ِ ‫ﺻ‬ ِ ‫اﻷوﻟُونَ ﻣِ نَ ْاﻟ ُﻣ َﮭ‬
َ ‫ﺎﺟ ِرﯾنَ َواﻷ ْﻧ‬ ‫ْم َو َرﺿُوا َﻋ ْﻧﮫُ َوأَ َﻋدﱠ ﻟَ ُﮭ ْم َﺟﻧﱠﺎتٍ ﺗَﺟْ ِري َواﻟﺳﱠﺎ ِﺑﻘُونَ ﱠ‬
‫ﺎر ﺧَﺎ ِﻟدِﯾنَ ﻓِﯾ َﮭﺎ أَ َﺑدًا ذَﻟِكَ ْاﻟﻔ َْو ُز ْاﻟ َﻌظِ ﯾ ُم‬ُ َ‫ﮭ‬ ‫ﻧ‬ْ ‫اﻷ‬ ‫ﺎ‬‫ﮭ‬َ َ ‫ﺗ‬ ْ‫َﺣ‬ ‫ﺗ‬

Artinya, “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara
orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan
baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah

17
menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya;
mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” [QS. At-
Taubah : 100]

Allah mengancam dengan siksaaan neraka jahannam bagi siapa yang mengikuti jalan
selain jalan Salafush Shalih, dan Allah berjanji dengan surga dan keridhaan-Nya bagi
siapa yang mengikuti jalan mereka.

b. Dalil Dari As-Sunnah

1. Hadits Dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam
telah bersabda,

َ‫ ﺛ ُ ﱠم ِإ ﱠن ﺑَ ْﻌدَ ُﻛ ْم ﻗَ ْو ًﻣﺎ ﯾَ ْﺷ َﮭدُون‬،‫ ﺛ ُ ﱠم اﻟﱠذِﯾنَ ﯾَﻠُوﻧَ ُﮭ ْم‬،‫ ﺛ ُ ﱠم اﻟﱠذِﯾنَ ﯾَﻠُوﻧَ ُﮭ ْم‬،‫ َوﯾَ ُﺧوﻧُ ﺧَ ﯾ ُْر أ ُ ﱠﻣﺗِﻲ ﻗَرْ ﻧِﻲ‬، َ‫ﻻ ﯾُ ْﺳﺗَ ْﺷ َﮭدُون‬
َ ‫ َو‬، َ‫ﻻ ﯾُؤْ ﺗَ َﻣﻧُون‬
َ ‫ونَ َو‬
ُ‫ﺳ َﻣن‬ ْ ‫ َو َﯾ‬، َ‫َوﯾَ ْﻧذُ ُرونَ َوﻻَ ﯾَﻔُون‬
ّ ِ ‫ظ َﮭ ُر ﻓِﯾ ِﮭ ُم اﻟ‬

“Sebaik-baik manusia adalah yang hidup pada masaku, kemudian manusia yang hidup
pada masa berikutnya, kemudian manusia yang hidup pada masa berikutnya,
kemudian akan datang suatu kaum persaksian salah seorang dari mereka mendahului
sumpahnya, dan sumpahnya mendahului persaksiannya.” (HR Bukhari (3650), Muslim
(2533))

2. Kemudian dalam hadits yang lain, ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
menyebutkan tentang hadits iftiraq (akan terpecahnya umat ini menjadi 73 golongan),
beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

‫ وإن ھ ذه اﻟﻣﻠ ﺔ ﺳ ﺗﻔﺗرق ﻋﻠ ﻰ‬،‫أﻻ إن ﻣ ن ﻗﺑﻠﻛ م ﻣ ن أھ ل اﻟﻛﺗ ﺎب اﻓ ﺗرﻗوا ﻋﻠ ﻰ ﺛﻧﺗﯾ ن وﺳ ﺑﻌﯾن ﻣﻠ ﺔ‬


‫ وواح‬،‫ ﺛﻧﺗ ﺎن وﺳ ﺑﻌون ﻓ ﻲ اﻟﻧ ﺎر‬،‫ وھ ﻲ اﻟﺟﻣﺎﻋ ﺔﺛ ﻼث وﺳ ﺑﻌﯾن‬،‫دة ﻓ ﻲ اﻟﺟﻧ ﺔ‬

Artinya, “Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari Ahlul Kitab telah
berpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan. Sesungguhnya (ummat) agama ini
(Islam) akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, tujuh puluh dua
golongan tempatnya di dalam Neraka dan hanya satu golongan di dalam Surga, yaitu
al-Jama’ah.”

[Shahih, HR. Abu Dawud (no. 4597), Ahmad (IV/102), al-Hakim (I/128), ad-Darimi
(II/241), al-Ajurri dalam asy-Syarii’ah, al-Lalikai dalam as-Sunnah (I/113 no. 150).
Dishahihkan oleh al-Hakim dan disepakati oleh Imam adz-Dzahabi dari Mu’a-wiyah bin
Abi Sufyan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan hadits ini shahih masyhur.
Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani. Lihat Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 203-
204)]

Dalam riwayat lain disebutkan:

‫ﻣ ﺎ أﻧ ﺎ ﻋﻠﯾ ﮫ وأﺻ ﺣﺎﺑﻲ‬

Artinya, “Semua golongan tersebut tempatnya di Neraka, kecuali satu (yaitu) yang aku
dan para Sahabatku berjalan di atasnya.” [Hasan, HR. At-Tirmidzi (no. 2641) dan al-

18
Hakim (I/129) dari Sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr, dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani
dalam Shahiihul Jaami’ (no. 5343)]

Hadits iftiraq tersebut juga menunjukkan bahwa umat Islam akan terpecah menjadi 73
golongan, semua binasa kecuali satu golongan, yaitu yang mengikuti apa yang telah
dilaksanakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya
Radhiyallahu anhum. Jadi, jalan selamat itu hanya satu, yaitu mengikuti Al-Qur-an dan
As-Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih (para Sahabat).

3. Hadits panjang dari Irbad bin Sariyah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wasallam bersabda,

‫ﺳﻧﱠ ِﺔ ْاﻟ ُﺧﻠَﻔَﺎءِ ﱠ‬


‫اﻟرا ِﺷدِﯾنَ ا‬ ُ ِ‫ ﻓَﻌَﻠَ ْﯾ ُﻛ ْم ﺑ‬،‫ِﯾرا‬
ُ ‫ﺳﻧﱠﺗِﻲ َو‬ ً ‫اﺧﺗ َِﻼﻓًﺎ َﻛﺛ‬ ُ َ‫ َوإِﯾﱠﺎ ُﻛ ْم ْﻟ َﻣ ْﮭ ِدﯾِّﯾن‬،ِ‫ِﺟذ‬
ْ ‫ﻋﺿﱡوا َﻋﻠَ ْﯾ َﮭﺎ ﺑِﺎﻟﻧﱠ َواﻓَﺈِﻧﱠﮫُ َﻣ ْن ﯾَﻌ‬
ْ ‫ِش ﻣِ ْﻧ ُﻛ ْم ﻓَ َﺳﯾَ َرى‬
ٌ‫ﺿ َﻼﻟَﺔ‬ ‫ﺔ‬ ‫ﻋ‬
َ ٍَ ِ‫د‬ْ ‫ﺑ‬ ‫ﱠ‬
‫ل‬ ُ
‫ﻛ‬ ‫ﱠ‬
‫ن‬ ‫ﺈ‬َ ‫ﻓ‬ ‫ور‬ ‫ﻣ‬ ُ ْ
‫اﻷ‬
ِ ِ ُ ِ َ ْ‫َ ُ ﺣ‬‫ت‬ ‫ﺎ‬َ ‫ﺛ‬‫د‬ ‫ﻣ‬ ‫»و‬

Artinya:

“Barang siapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku maka ia akan melihat
perselisihan yang banyak, oleh sebab itu wajib bagi kalian berpegang dengan
sunnahku dan Sunnah Khulafaaur Rasyidin (para khalifah) yang mendapat petunjuk
sepeninggalku, pegang teguh Sunnah itu, dan gigitlah dia dengan geraham-geraham,
dan hendaklah kalian hati-hati dari perkara-perkara baru (dalam agama) karena
sesungguhnya setiap perkara baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat”
[Shahih, HR. Abu Daud (4607), Tirmidzi (2676), dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani
dalam Shahihul Jami’ (1184, 2549)]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan kepada ummat agar mengikuti sunnah
beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam dan sunnah para Khualafaur Rasyidin yang hidup
sepeninggal beliau disaat terjadi perpecahan dan perselisihan.

c. Dari perkataan Salafush Shalih

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, ia berkata,

“َ‫”ﻘَ ْد ُﻛﻔِﯾﺗ ُ ْماِﺗ ﱠ ِﺑ ُﻌوا َو َﻻ ﺗَ ْﺑﺗَ ِدﻋُوا ﻓ‬

Artinya, “Ikutilah dan janganlah berbuat bid’ah, sungguh kalian telah dicukupi.” (Al-
Bida’ Wan Nahyu Anha (hal. 13))

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, juga pernah berkata,

َ‫ َﻣ ْن َﻛﺎنَ ﻣِ ْﻧ ُﻛ ْم ُﻣ ْﺳﺗَﻧﺎ ﻓَ ْﻠﯾَ ْﺳﺗ ﱠَن ﺑِ َﻣ ْن ﻗَ ْد َﻣﺎت‬، ‫نﺈَﻓ‬ ُ ‫ﺻأ َكِ َﺋ‬
ِ ‫ﺔَﻧْﺗ ِﻔْﻟا ِﮫْ َﯾﻠَﻋ ُنَﻣ ْ ُؤﺗ َﻻ ﱠﻲَﺣْﻟا ﱠ‬،ُ ‫ﻟوأ‬ َ ْ ‫ﻰﻠَﺻ ٍدﱠﻣَﺣُﻣ ُبﺎَﺣ‬ ‫ َ ﱠمﻠَﺳَو ِﮫْﯾَﻠَﻋ ُ ﱠ ا ﱠ‬، ‫ا ُوﻧﺎ َﻛ‬
‫َﺎر ُھ ُم ا ﱠ ُ ِﻟ‬
َ ‫اﺧﺗ‬ ‫ﱡ‬ ‫ﱠ‬ َ ْ َ َ ُ
ْ ‫ ﻗَ ْو ٌم‬،‫ َوأ ْﻋ َﻣﻘَ َﮭﺎ ﻋِ ﻠ ًﻣﺎ َوأﻗَﻠ َﮭﺎ ﺗَ َﻛﻠﻔًﺎ‬،‫ أﺑَ ﱠرھَﺎ ﻗُﻠُوﺑًﺎ‬،ِ‫ﺿلَ َھ ِذ ِه ْاﻷ ﱠﻣﺔ‬ َ
َ ‫ﺻﺣْ أ ْﻓ‬ُ ،‫ﺿﻠَ ُﮭ ْم‬ ْ َ‫ ﻓَﺎﻋ َْرﻓُوا ﻟَ ُﮭ ْم ﻓ‬،ِ‫ﺑَ ِﺔ ﻧَﺑِ ِﯾّ ِﮫ َوإِﻗَﺎ َﻣ ِﺔ دِﯾ ِﻧﮫ‬
‫ ﻓَﺈِﻧﱠ ُﮭ ْم ﻛَﺎﻧُوا َﻋﻠَﻰ ا‬،‫ط ْﻌﺗُ ْم ﻣِ ْن أَ ْﺧ َﻼﻗِ ِﮭ ْم َودِﯾ ِﻧ ِﮭ ْم‬
َ َ‫ﺳ ُﻛوا ﺑِ َﻣﺎ ا ْﺳﺗ‬ ِ َ‫ ْﻟ َﮭ ْدي ِ ا ْﻟ ُﻣ ْﺳﺗَﻘ ِِﯾم َواﺗﱠﺑِﻌُو ُھ ْم ﻓِﻲ آﺛ‬.
‫ َوﺗَ َﻣ ﱠ‬،‫ﺎر ِھ ْم‬

Artinya, “Barang siapa di antara kalian ingin mncontoh, maka hendaklah mencontoh
orang yang telah wafat, yaitu para Shahabat Rasulullah, karena orang yang masih
hidup tidak akan aman dari fitnah, Adapun mereka yang telah wafat, merekalah para
Sahabat Rasulullah, mereka adalah ummat yang terbaik saat itu, mereka paling baik
hatinya, paling dalam ilmunya, paling baik keadaannya. Mereka adalah kaum yang
dipilih Allah untuk menemani NabiNya, dan menegakkan agamaNya, maka kenalilah

19
keutamaan mereka, dan ikutilah jejak mereka, karena sesungguhnya mereka berada di
atas jalan yang lurus.” (Jami’ul Bayan Al-ilmi Wa Fadhlihi (2/97))

Imam Al Auza’i rahimahullah berkata,

“‫ ﻓﻣ ﺎ ﻛ ﺎن ﻏ ﯾر ذﻟ ك ﻓﻠﯾ س ﺑﻌﻠ م‬،‫”اﻟﻌﻠ م ﻣ ﺎ ﺟ ﺎء ﻋ ن أﺻ ﺣﺎب ﻣﺣﻣ د ﺻ ﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯾ ﮫ وﺳ ﻠم‬

Artinya, “Sebarkan dirimu di atas sunnah, dan berhentilah engkau dimana kaum itu
berhenti (yaitu para Shahabat Nabi), dan katakanlah dengan apa yang dikatakan
mereka, dan tahanlah (dirimu) dari apa yang mereka menahan diri darinya, dan
tempuhlah jalan Salafush Shalihmu (para pendahulumu yang shalih), karena
sesungguhnya apa yang engkau leluasa (melakukannya) leluasa pula bagi mereka.”
(Jami’ul Bayan Al-ilmi Wa Fadhlihi (2/29))

Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa membimbing kita untuk mengikuti


manhaj salaf di dalam memahami dienul Islam ini, mengamalkannya dan berteguh diri
di atasnya, sehingga bertemu dengan-Nya dalam keadaan husnul khatimah. Amin yaa
Rabbal ‘Alamin.

B. Pentingnya ahlak di sisi para salaf

Di antara bukti pentingnya akhlaq di sisi para salaf –Ahlus Sunnah wal Jama’ah-,
mereka menjadikan masalah akhlaq sebagaiushul (pokok) aqidah dan mereka
memasukkannya dalam permasalahan aqidah. Di antara ajaran akhlaq tersebut
adalah:

Pertama: Selalu mengajak pada yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar

Ahlus Sunnah mengajak pada yang ma’ruf (kebaikan) dan melarang dari
kemungkaran. Mereka meyakini bahwa baiknya umat Islam adalah dengan tetap
adanya ajaran amar ma’ruf yang barokah ini. Perlu diketahui bahwa amar ma’ruf
merupakan bagian dari syariat Islam yang paling mulia. Amar ma’ruf inilah yang
merupakan sebab terjaganya jama’ah kaum muslimin. Amar ma’ruf adalah suatu yang
wajib sesuai kemampuan dan dilihat dari maslahat dalam beramar ma’ruf. Mengenai
keutamaan amar ma’ruf nahi mungkar, Allah Ta’ala berfirman,

َ َ‫ﺎس ﺗَﺄ ْ ُﻣ ُرونَ ﺑِ ْﺎﻟ َﻣ ْﻌ ُروفِ َوﺗَ ْﻧ َﮭ ْون‬


ِ ‫ﻋ ِن ْاﻟ ُﻣ ْﻧﻛ َِر َوﺗُؤْ ﻣِ ﻧُونَ ﺑِﺎ ﱠ‬ ْ ‫ُﻛ ْﻧﺗ ُ ْم َﺧﯾ َْر أ ُ ﱠﻣ ٍﺔ أ ُ ْﺧ ِر َﺟ‬
ِ ‫ت ﻟِﻠﻧﱠ‬

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali
Imron: 110)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

‫ﺎن َﻣ ْن َرأَى ﻣِ ْﻧ ُﻛ ْم ُﻣ ْﻧﻛ ًَرا ﻓَ ْﻠﯾُﻐَ ِﯾ ّْرهُ ِﺑ َﯾ ِد ِه ﻓَﺈِ ْن ﻟَ ْم َﯾ ْﺳﺗَطِ ْﻊ ﻓَ ِﺑ ِﻠ َﺳﺎ ِﻧ ِﮫ ﻓَﺈِ ْن ﻟَ ْم َﯾ ْﺳﺗَطِ ْﻊ َﻓ ِﺑﻘَ ْﻠ ِﺑ‬
ِ ‫اﻹﯾ َﻣ‬
ِ ‫ف‬ ْ َ‫ِﮫ َوذَﻟِكَ أ‬
ُ ‫ﺿ َﻌ‬

“Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran hendaklah ia mencegah


kemungkaran itu dengan tangannya. Jika tidak mampu, hendaklah mencegahnya
dengan lisan. Jika tidak mampu juga, hendaklah ia mencegahnya dengan hatinya.
Itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim no. 49)

20
Kedua: Mendahulukan sikap lemah lembut dalam berdakwah dan amar ma’ruf nahi
mungkar

Ahlus Sunnah wal Jama’ah berprinsip bahwa hendaknya lebih mendahulukan sikap
lemah lembut ketika amar ma’ruf nahi mungkar, hendaklah pula berdakwah dengan
sikap hikmah dan memberi nasehat dengan cara yang baik. Allah Ta’ala berfirman,

َ ‫ﺳﻧَ ِﺔ َو َﺟﺎد ِْﻟ ُﮭ ْم ِﺑﺎﻟﱠﺗِﻲ ھ‬


َ ْ‫ِﻲ أَﺣ‬
ُ‫ﺳن‬ َ ‫ظ ِﺔ ْاﻟ َﺣ‬
َ ِ‫ع ِإﻟَﻰ َﺳ ِﺑﯾ ِل َر ِﺑّكَ ِﺑ ْﺎﻟﺣِ ْﻛ َﻣ ِﺔ َو ْاﻟ َﻣ ْوﻋ‬
ُ ‫ا ْد‬

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. An Nahl: 125)

Ketiga: Sabar ketika berdakwah

Ahlus Sunnah meyakini wajibnya bersabar dari kelakukan jahat manusia ketika
beramar ma’ruf nahi mungkar. Hal ini karena mengamalkan firman Allah Ta’ala,

ِ ‫ﻋ ْز ِم ْاﻷ ُ ُﻣ‬
‫ور‬ ْ ‫َوأْ ُﻣ ْر ﺑِ ْﺎﻟ َﻣ ْﻌ ُروفِ َوا ْﻧﮫَ َﻋ ِن ْاﻟ ُﻣ ْﻧﻛ َِر َوا‬
َ َ‫ﺻﺑِ ْر َﻋﻠَﻰ َﻣﺎ أ‬
َ ‫ﺻﺎﺑَكَ إِ ﱠن ذَﻟِكَ ﻣِ ْن‬

“Dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari
perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.
Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (QS.
Luqman: 17)

Keempat: Tidak ingin kaum muslimin berselisih

Ahlus Sunnah ketika menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar, mereka punya satu
prinsip yang selalu dipegang yaitu menjaga keutuhan jama’ah kaum muslimin, menarik
hati setiap orang, menyatukan kalimat (di atas kebenaran), juga menghilangkan
perpecahan dan perselisihan.

Kelima: Memberi nasehat kepada setiap muslim karena agama adalah nasehat

Ahlus Sunnah wal Jama’ah pun punya prinsip untuk memberi nasehat kepada setiap
muslim serta saling tolong menolong terhadap sesama dalam kebaikan dan takwa. Hal
ini karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

َ ‫ﺻﯾ َﺣﺔُ « ﻗُ ْﻠﻧَﺎ ِﻟ َﻣ ْن ﻗَﺎ َل » ِ ﱠ ِ َو ِﻟ ِﻛﺗَﺎﺑِ ِﮫ َوﻟ َِرﺳُو ِﻟ ِﮫ َوﻷَﺋِ ﱠﻣ ِﺔ ْاﻟ ُﻣ ْﺳﻠِﻣِ ﯾنَ َو‬
.« ‫ﻋﺎ ﱠﻣﺗِ ِﮭ ْم‬ ِ ‫» اﻟ ِدّﯾنُ اﻟﻧﱠ‬

“Agama adalah nasehat. Kami berkata, “Kepada siapa?” Beliau menjawab, “Kepada
Allah, kepada kitab-Nya, kepada Rasul-Nya dan kepada pemimpin kaum muslimin
serta kaum muslimin secara umum.” (HR. Muslim no. 55)

Keenam: Bersama pemerintah kaum muslimin dalam beragama

Ahlus Sunnah wal Jama’ah juga menjaga tegaknya syari’at Islam dengan menegakkan
shalat Jum’at, shalat Jama’ah, menunaikan haji, berjihad dan berhari raya bersama
pemimpin kaum muslimin baik yang taat pada Allah dan yang fasik. Prinsip ini jauh
berbeda dengan prinsip ahlu bid’ah.

21
Ketujuh: Bersegera melaksanakan shalat wajib dan khusyu di dalamnya

Ahlus Sunnah punya prinsip untuk bersegera menunaikan shalat wajib, mereka
semangat menegakkan shalat wajib tersebut di awal waktu bersama jama’ah. Shalat di
awal waktu itu lebih utama daripada shalat di akhir waktu kecuali untuk shalat Isya.
Ahlus Sunnah pun memerintahkan untuk khusyu’ dan thuma’ninah (bersikap tenang)
dalam shalat. Mereka mengamalkan firman Allah Ta’ala,

َ ‫( اﻟﱠذِﯾنَ ُھ ْم ﻓِﻲ‬1) َ‫ﻗَ ْد أَ ْﻓﻠَ َﺢ ْاﻟ ُﻣؤْ ﻣِ ﻧُون‬


(2) َ‫ﺻ َﻼﺗِ ِﮭ ْم ﺧَﺎﺷِ ﻌُون‬

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang


khusyu’ dalam shalatnya.” (QS. Al Mu’minun: 1-2)

Kedelepan: Semangat melaksanakan qiyamul lail

Ahlus Sunnah wal Jama’ah saling menyemangati (menasehati) untuk menegakkan


qiyamul lail (shalat malam) karena amalan ini adalah di antara petunjuk
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Shalat ini pun yang diperintahkan oleh Allah kepada
Nabinyashallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau pun bersemangat untuk taat kepada
Allah Ta’ala. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia menceritakan bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam biasa menunaikan shalat malam. Sampai kakinya pun terlihat
memerah (pecah-pecah). ‘Aisyah mengatakan, “Kenapa engkau melakukan seperti ini
wahai Rasulullah, padahal Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang lalu dan akan
datang?”. Beliau lantas mengatakan,

ً ‫أَﻓَﻼَ أَ ُﻛونُ َﻋ ْﺑدًا َﺷ ُﻛ‬


‫ورا‬

“(Pantaskah aku meninggalkan tahajjudku?) Jika aku meninggalkannya, maka aku


bukanlah hamba yang bersyukur.” (HR. Bukhari no. 4837)

Kesembilan: Tegar menghadapi ujian

Ahlus Sunnah wal Jama’ah tetap teguh ketika mereka mendapatkan ujian, yaitu
bersabar dalam menghadapi musibah. Mereka pun bersyukur ketika mendapatkan
kelapangan. Mereka ridho dengan takdir yang terasa pahit. Mereka senantiasa
mengingat firman Allah Ta’ala,

ٍ ‫ﺻﺎ ِﺑ ُرونَ أَﺟْ َر ُھ ْم ِﺑﻐَﯾ ِْر ﺣِ َﺳﺎ‬


‫ب‬ ‫ِإﻧﱠ َﻣﺎ ﯾ َُوﻓﱠﻰ اﻟ ﱠ‬

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka


tanpa batas.” (QS. Az Zumar: 10).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ﺿ‬ ّ ِ ُ‫ﻰ ﻓَﻠَﮫ‬


َ ‫اﻟر‬ ِ ‫ظ ِم ْاﻟﺑَﻼَءِ َو ِإ ﱠن ا ﱠ َ ِإذَا أَ َﺣبﱠ ﻗَ ْو ًﻣﺎ ا ْﺑﺗَﻼَ ُھ ْم ﻓَ َﻣ ْن َر‬
َ ‫ﺿ‬ َ ِ‫ظ َم ْاﻟ َﺟزَ اءِ َﻣ َﻊ ﻋ‬ ُ َ‫ط ﻓَﻠَﮫُ اﻟﺳﱠﺧ‬
َ ‫ط ِإ ﱠن ِﻋ‬ َ ِ‫ﺎ َو َﻣ ْن َﺳﺧ‬

“Sesungguhnya ujian yang berat akan mendapatkan pahala (balasan) yang besar pula.
Sesungguhnya Allah jika ia mencintai suatu kaum, pasti Allah akan menguji mereka.
Barangsiapa yang ridho, maka Allah pun ridho padanya. Barangsiapa yang murka,
maka Allah pun murka padanya.” (HR. Tirmidzi no. 2396, hasan shahih)

22
Kesepuluh: Tidak mengharap-harap datangnya musibah

Ahlus Sunnah tidaklah mengharap-harap datangnya musibah. Mereka pun tidak


meminta pada Allah agar didatangkan musibah. Karena mereka tidak tahu, apakah
nantinya mereka termasuk orang-orang yang bersabar ataukah tidak. Akan tetapi, jika
musibah tersebut datang, mereka akan bersabar. Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,

ْ ‫ ﻓَﺈِذَا ﻟَﻘِﯾﺗ ُ ُﻣو ُھ ْم ﻓَﺎ‬، َ‫ َو َﺳﻠُوا ا ﱠ َ ْاﻟﻌَﺎﻓِﯾَﺔ‬، ‫ﻻَ ﺗَﺗَ َﻣﻧﱠ ْوا ِﻟﻘَﺎ َء ْاﻟﻌَدُ ّ ِو‬
‫ﺻﺑِ ُروا‬

“Janganlah kalianmengharapkan bertemu dengan musuh tapi mintalah kepada Allah


keselamatan. Dan bila kalian telah berjumpa dengan musuh bersabarlah.” (HR.
Bukhari no. 2966 dan Muslim no. 1742)

Kesebelas: Tidak berputus asa dari pertolongan Allah ketika menghadapi cobaan

Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak berputus asa dari rahmat Allah ketika mereka
mendapati cobaan. Karena Allah Ta’alamelarang seseorang untuk berputus asa. Akan
tetapi pada saat tertimpa musibah, mereka terus berusaha untuk mencari jalan keluar
dan pertolongan Allah yang pasti datang. Mereka tahu bahwa di balik kesulitan ada
kemudahan yang begitu dekat. Mereka pun senantiasa introspeksi diri, merenungkan
mengapa musibah tersebut bisa terjadi. Mereka senantiasa yakin bahwa berbagai
musibah itu datang hanyalah karena sebab kelakuan jelek dari tangan-tangan
mereka (yaitu karena maksiat yang mereka perbuat). Mereka tahu bahwa pertolongan
bisa jadi tertunda (diakhirkan) karena sebab maksiat yang dilakukan atau mungkin
karena ada kekurangan dalam mengikuti petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Karena Allah Ta’ala berfirman,

‫ﺻﯾﺑَ ٍﺔ ﻓَﺑِ َﻣﺎ َﻛ َﺳﺑَتْ أَ ْﯾدِﯾ ُﻛ ْم‬ َ َ‫َو َﻣﺎ أ‬


ِ ‫ﺻﺎﺑَ ُﻛ ْم ﻣِ ْن ُﻣ‬

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan
tanganmu sendiri.” (QS. Asy Syura: 30).

Ahlus Sunnah tidak bersandar pada sebab-sebab yang baru muncul, kejadian duniawi
atau bersandar pada peristiwa-peristiwa alam ketika mendapat ujian dan menanti
datangnya pertolongan. Mereka tidak begitu tersibukkan dengan memikirkan sebab-
sebab tadi. Mereka sudah memandang sebelumnya bahwa takwa kepada Allah Ta’ala,
memohon ampun (istighfar) dari segala macam dosa dan bersandar pada Allah serta
bersyukur ketika lapang adalah sebab terpenting untuk keluar segera mendapatkan
kelapangan dari kesempitan yang ada.

Keduabelas: Tidak kufur nikmat

Ahlus Sunnah wal Jama’ah begitu khawatir dengan akibat dari kufur dan pengingkaran
terhadap nikmat. Oleh karena itu, Ahlus Sunnah adalah orang yang begitu semangat
untuk bersyukur pada Allah. Mereka senatiasa bersyukur atas segala nikmat, yang
kecil atau pun yang besar. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ِ ‫ظ ُروا ِإﻟَﻰ َﻣ ْن ھ َُو ﻓَ ْوﻗَ ُﻛ ْم ﻓَ ُﮭ َو أَﺟْ د َُر أَ ْن ﻻَ ﺗ َْزد َُروا ِﻧ ْﻌ َﻣﺔَ ا ﱠ‬


ُ ‫ظ ُروا ِإﻟَﻰ َﻣ ْن أَ ْﺳﻔَ َل ﻣِ ْﻧ ُﻛ ْم َوﻻَ ﺗَ ْﻧ‬
ُ ‫ا ْﻧ‬

23
“Pandanglah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah harta dan dunia) dan
janganlah engkau pandang orang yang berada di atasmu. Dengan demikian, hal itu
akan membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah padamu.” (HR. Muslim no. 2963)

Ketigabelas: Selalu menghiasi diri dengan akhlaq yang mulia

Ahlus Sunnah selalu menghiasi diri dengan akhlaq yang mulia dan baik.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫أَ ْﻛ َﻣ ُل ْاﻟ ُﻣؤْ ﻣِ ﻧِﯾنَ إِﯾ َﻣﺎﻧًﺎ أَﺣْ َﺳﻧُ ُﮭ ْم ُﺧﻠُﻘًﺎ‬

“Orang mukmin yang sempurna imannya adalah yang baik akhlaqnya.” (HR. Tirmidzi
no. 1162, Abu Daud no. 4682 dan Ad Darimi no. 2792, hasan shahih)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

‫ﺳﺎ ﯾَ ْو َم ْاﻟ ِﻘﯾَﺎ َﻣ ِﺔ أَ َﺣﺎ ِﺳﻧَ ُﻛ ْم أَ ْﺧﻼَﻗًﺎ‬


ً ‫ﻰ َوأَ ْﻗ َرﺑِ ُﻛ ْم ﻣِ ﻧِّﻰ َﻣﺟْ ِﻠ‬
‫إِنﱠ ﻣِ ْن أَ َﺣﺑِّ ُﻛ ْم إِﻟَ ﱠ‬

“Sesungguhnya di antara orang yang paling aku cintai dan yang tempat duduknya lebih
dekat kepadaku pada hari kiamat ialah orang yang bagus akhlaqnya.” (HR. Tirmidzi no.
2018, shahih)

‫ﺻﺎﺋ ِِم ْاﻟﻘَﺎﺋ ِِم‬


‫ِإ ﱠن ْاﻟ ُﻣؤْ ﻣِ نَ ﻟَﯾُد ِْركُ ِﺑ ُﺣﺳ ِْن ُﺧﻠُ ِﻘ ِﮫ دَ َر َﺟﺔَ اﻟ ﱠ‬

“Sesungguhnya seorang mukmin akan mendapatkan kedudukan ahli puasa dan shalat
dengan ahlak baiknya.” (HR. Abu Daud no. 4798, shahih)

ِ ُ‫ب ُﺣﺳ ِْن ْاﻟ ُﺧﻠ‬


‫ﻖ ﻟَﯾَ ْﺑﻠُ ُﻎ ﺑِ ِﮫ دَ َر َﺟ‬ ِ ُ‫ان أَﺛْﻘَ ُل ﻣِ ْن ُﺣﺳ ِْن ْاﻟ ُﺧﻠ‬
َ ‫ﻖ َوإِ ﱠن‬
َ ِ‫ﺻﺎﺣ‬ ِ َ‫ﺿ ُﻊ ﻓِﻰ ْاﻟﻣِ ﯾز‬ ْ ‫ﺻﻼَةِ َﻣﺎ ﻣِ ْن ﺷ‬
َ ‫َﻰءٍ ﯾُو‬ ‫ﺻ ْو ِم َواﻟ ﱠ‬
‫ب اﻟ ﱠ‬ َ َ‫ﺔ‬
ِ ِ‫ﺻﺎﺣ‬

“Tidak ada yang lebih berat dalam timbangan daripada akhlak yang baik, dan
sesungguhnya orang yang berakhlak baik akan mencapai derajat orang yang berpuasa
dan shalat.” (HR. Tirmidzi no. 2003, shahih)

V. Ajaran dan Tuntutan Tentang Berbagi, Keadilan serta Penegakan Hukum

A. Ajaran tentang berbagi

Al-Baqarah (2) : 3. "Adapun orang-orang yang beriman dengan yang ghaib dan
mendirikan sembahyang dan menginfakkan sebahagian dari rezeki yang Kami
anugerahkan kepada mereka".

al-Baqarah (2) : 195. "Dan berinfaklah kamu (bersedekah atau nafakah) di jalan
Allah dan janganlah kamu mencampakkan diri kamu ke dalam kebinasaan, dan
berbuat baiklah kerana sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik".

al-Baqarah (2) : 215. "Mereka bertanya kepada engkau tentang apa yang
mereka infakkan, Jawablah! Apa sahaja harta yang kamu infakkan hendaklah diberikan
kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-
orang yang sedang dalam perjalanan. Dan apa sahaja kebajikan yang kamu buat,
maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui".

24
al-Baqarah (2) : 245. Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah,
pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat
gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah
menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.

al-Baqarah (2) : 254. Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan
Allah) sebagian dari rezki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari
yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa'at[160]. Dan orang-
orang kafir itulah orang-orang yang zalim.

al-Baqarah (2) : 261. Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-


orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih
yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan
(ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi
Maha Mengetahui.

al-Baqarah (2) : 262. Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah,


kemudian mereka tidak mengiringi apa yangdinafkahkannya itu dengan menyebut-
nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka
memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka
dan tidak (pula) mereka bersedih hati.

al-Baqarah (2) : 263. Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari
sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah
Maha Kaya lagi Maha Penyantun.

al-Baqarah (2) : 264. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu


menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti
(perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada
manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan
orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan
lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun
dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-
orang yang kafir

al-Baqarah (2) : 265. Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan


hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti
sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka
kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya,
maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.

al-Baqarah (2) : 267. Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan
allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami
keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu
kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya
melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah
Maha Kaya lagi Maha Terpuji.

25
B. Keadilan menurut islam

Dalam buku Konsep Keadilan dalam Al-Qur’an - Perspektif Quraish Shihab dan Sayyid
Qutub, dikatakan bahwa konsep keadilan itu adalah: (1) adil dalam arti sama; (2) adil di
dalam arti seimbang; (3) adil di dalam arti perhatian terhadap hak-hak individu dan
memberikan hak-hak itu kepada setiap pemiliknya; dan (4) adil di dalam arti ‘yang
dinisbahkan kepada Allah’.

Adil, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti tidak berat sebelah, tidak
memihak, berpihak kepada yang benar, berpegang kepada kebenaran, sepatutnya,
dan tidak sewenang-wenang (Depdikbud, 1990 : 6-7).
Keadilan berarti kesamaan, berasal dari kata kerja (fi’il) ‘adala dan mashdarnya
adalah al-‘adl dan al-idl. As-‘adl untuk menunjukkan sesuatu yang hanya ditangkap
oleh bashirah (akal fikiran), dan al-‘idl untuk menunjukkan keadilan yang bisa
ditangkap oleh panca indera. Contoh yang pertama adalah keadilan di bidang hukum,
dan contoh yang kedua antara lain : keadilan dalam timbangan, ukuran, dan hitungan
(al-Asfahani, 1972 : 336).

Keadilan merupakan salah satu esensi dari ajaran Islam. Ada lebih dari 53 kata adil
atau mengandung kata adil dalam Alquran. Sebagian ahli fikih memaknai keadilan,
yaitu 'menempatkan sesuatu pada tempatnya' yang artinya memberikan orang sesuai
dengan porsi dan bagiannya yang sebenarnya. Dalam banyak ayat, Alquran
menerangkan bahwa salah satu bentuk keadilan ialah keadilan terhadap Tuhan
sebagai pencipta, yaitu dengan mengikuti jalan kebenaran dari Allah SWT melalui
wahyu-Nya yang diturunkan kepada para nabi dan rasul-Nya. Allah SWT mengutus
para nabi dan rasul dengan membawa bukti-bukti yang nyata. Bersama mereka
diturunkan kitab dan neraca (mizan) supaya manusia dapat menegakkan keadilan (QS
57:25). Allah-lah yang menurunkan Alquran dengan membawa kebenaran dan
menurunkan keadilan (QS 42:17). Bagi manusia, Alquran merupakan petunjuk dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang hak dan yang
batil (QS 2:185). Jalan kebenaran dalam Alquran itu sama dengan jalan keadilan, yaitu
adil terhadap Tuhan Pencipta yang menciptakan manusia dengan sempurna (QS
7:29). Menegakkan keadilan dalam hubungan antara sesama manusia harus dilakukan
dengan hati yang bening dan bersih. Janganlah karena kebencian atau ketidaksukaan
terhadap suatu kaum atau kelompok, kita berlaku tidak adil. Allah mengingatkan dalam
Alquran; 'Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil (qist). Dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu untuk
berlaku tidak adil (adl). Berlaku adillah karena adil (adl) itu lebih dekat kepada takwa.
Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan' (QS Al Maidah:8).

C. Penegakan Hukum
Terdapat beberapa faktor yang dapat mendukung tegaknya hukum di suatu
Negara antara lain: Kaidah hukum, Penegak hukum, Fasilitas dan Kesadaran hukum
warga Negara. Dalam pelaksanaannya masih tergantung pada sistem politik Negara
yang bersangkutan. Jika sistem politik Negara itu otoriter maka sangat tergantung
penguasa bagaimana kaidah hukum, penegak hukum dan fasilitas yang ada. Adapun
warga Negara ikut saja kehendak penguasa (lihat synopsis).Pada sistem politik
demokratis juga tidak semulus yang kita bayangkan. Meski warga Negara berdaulat,
jika sistem pemerintahannya masih berat pada eksekutif (Executive heavy) dan
birokrasi pemerintahan belum direformasi, birokratnya masih “kegemukan” dan

26
bermental mumpung,maka penegakanhukum masih mengalami kepincangan dan
kelambanan (kasus “hotel bintang” di Lapas)
Menurut M. Natsir (demokrasi dibawah hukum cet.III, 2002) adalah suatu
penegasan, ada undang-undang yang disebut Sunnatullah yang nyata-nyata berlaku
dalam kehidupan manusia pada umumnya. Perikehidupan manusia hanya dapat
berkembang maju dalam berjama’ah (Society).Man is born as a social being. Hidup
perorangan dan hidup bermasyarakat berjalin, yang satu bergantung pada yang lain.
Kita mahluk sosial harusberhadapan dengan berbagai macam persoalan hidup, dari
persoalan rumah tangga, hidup bermasyarakat, berbangsa, bernegara, berantara
negara, berantar agama dan sebagainya, semuanya problematika hidup duniawi yang
bidangnya amat luas. Maka risalah Muhammad Saw, meletakkan beberapa kaidah
yang memberi ketentuan-ketentuan pokok guna memecahkan persoalan-
persoalan.Kestabilan Hidup bermasyarakat memerlukan tegaknya keadilan lanjut M.
Natsir. Tiap-tiap sesuatu yang melukai rasa keadilan terhadap sebagian
masyarakat,maka bisa merusak kestabilan secara keseluruhan. Menegakkan keadilan
di tengah-tengah masyarakat dan bangsa diawali dengan kedaulatan hukum yang
ditegakkan. Semua anggota masyarakat berkedudukan sama dihadapan hukum. Jadi
dihadapan hukum semuanya sama, mulai dari masyarakat yang paling lemah sampai
pimpinan tertinggi dalam Negara.

27
DAFTAR PUSTAKA

https://muslim.or.id/44481-keistimewaan-dan-keutamaan-tauhid-bag-1.html
https://muslim.or.id/44490-keistimewaan-dan-keutamaan-tauhid-bag-2.html

https://muslim.or.id/44495-keistimewaan-dan-keutamaan-tauhid-bag-3.html

https://kalam.sindonews.com/read/31183/69/generasi-terbaik-adalah-masa-nabi-
bagaimana-dengan-masa-kini-1589555128

https://rumaysho.com/3105-mengenal-salaf-dan-salafi.html

https://muslimah.or.id/1894-lebih-dekat-dengan-salaf.html

https://media.neliti.com/media/publications/258941-alternatif-penegakan-hukum-dalam-
perspek-98c549bd.pdf

:https://kumparan.com/hijab-lifestyle/mengenal-tabiin-dan-tabiut-tabiin-
1540298896607695377/full

https://muslim.or.id/18935-siapakah-salafus-shalih.html

https://muslim.or.id/9793-13-akhlak-utama-salafus-shalih.html

https://www.kompasiana.com/umaryadi/5ac45194dd0fa81458206393/39-ayat-yang-
menjelaskan-tentang-berbagi-bersedekah

https://nasional.okezone.com/read/2018/10/24/337/1968200/konsep-keadilan-menurut-
perspektif-islam

https://mediaindonesia.com/read/detail/166818-kembali-ke-fitrah-keadilan-dalam-
perspektif-islam-dan-kebangsaan

https://www.google.com/search?client=firefox-b-
d&q=penegakan+hukum+menurut+islam

LAMPIRAN 31 Halaman

28

Anda mungkin juga menyukai