Latar Belakang
Frase dan klausa (jumlah) adalah satu kasetuan kalimat yang saling bergantungan satu sama yang
lainnya, jika mambuat satu kalimat yang sempurna maka dua unsur ini harus ada.
Frase adalah gabungan antara dua kata atau lebih namun tidak melampaui fungsi dari klausa.
Frase adalah satuan linguistik yang secara potensial merupakan gabungan dua kata atau lebih,
yang tidak mempunyai ciri-ciri klausa.
Klausa (jumlah) gabungan antara dua kata atau lebih dan memberi arti atau pamahaman yang
sempurna. Terdiri atas subjek dan predikat (S)-(P). Klausa adalah satuan sintaksis berupa
runtunan kata-kata berkonstruksi predikatif.
2. Rumusan Masalah
1. Pengertian Frase
Frase adalah sebagai satuan gramatikal yang terdiri dari dua kata atau lebih yang bersifat non-
predikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fingsi sintaksis di
dalam kalimat.[1]
S P O Ket
Semua fungsi klausa di atas diisi oleh sebuah frase: fungsi S diisi oleh frase Adik saya, fungsi P
diisi oleh frase suka makan, fungsi O diisi oleh frase kacang goreng, dan fungsi keterangan diisi
oleh frase di kamar.
1. M. Ramlan, frase adalah satuang gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih dan tidak
melebihi batas fungsi.[2]
2. H.G. Tarigan, frasa adalah satuan linguistik yang secara potensial merupakan gabungan dua
kata atau lebih, yang tidak mempunyai ciri-ciri klausa.
3. H. Kridalaksan, frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak predikatif.[3]
4. A.Sy. Lagousi Ibrahim, frase adalah satuan gramatik yang terdiri atas dua kata atau lebih
yang tidak melebihi batas fungsi klausa.
5. Hasanain S.S, frase atau tarkib adalah gabungan unsur yang saling terkait dan menempati
fungsi tertentu dalam kalimat, atau suatu bentuk yang secara sintaksis sama dengan kata tunggal,
dalam arti gabungan kata tersebut dapat diganti dengan satu kata saja.[4]
6. K.I. Badri, frase atau ibarah adalah konstruksi yang terdiri atas dua kata atau lebih,
hubungan antara kata dalam konstuksi itu tidak predikatif, dan dapat diganti dengan satu kata
saja.[5]
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara definisi
yang satu dengan yang lain, dimana setiap definisi menetapkan dua hal : pertama, frase
merupakan suatu gramatik yang terdiri atas dua kata atau lebih dan kedua, hubungan antara
unsur pembentuknya tidak melebihi batas fungsi unsur klausa. Dengan kata lain frase selalu
berada dalam satu fungsi unsur klausa, yaitu :
S, (subjek) mencakup mubtada’, musnad ilaihi, fa’il, naibul fa’il, ism kaana dan ism inna.
P, (predikat) mencakup khabar, musnad, khabar kaana atau khabar inna.
Dengan kaitannya dengan hal yang kedua, setiap definisi menggunakan redaksi yang berbeda.
Bahwa satuan gramatik itu tidak melebihi batas fingsi sebagaimana yang tertera dalam definisi
(1) diatas, tidak memiliki ciri-ciri klausa (2), tidak predikatif (3), tidak melebihi batas fungsi
klausa (4), ataupun secara sintaksis sama dengan satu kata, maksudnya unsur-unsur pembentuk
tersebut tidak berhubungan subyek-predikat. Contohnya :
Konstruksi contoh diatas merupakan kalimat yang terdiri dari dua konstruksi
yang lebih rendah tatarannya yang berhubungan secara predikatif yaitu :
Konstruksi (a) terbentuk dari dua kata yaitu (a1) قميص baju dan (a2) عل ّي Ali, sedangkan (b)
terbentuk dari tiga kata yaitu (b1) جديد baru, (b2) dan, و (b3) جميل bagus.
Berbeda dengan hubungan antara (a) dan (b), hubungan antara (a1) dan (a2) atau antara (b1),
(b2) dan (b3) bukanlah hubungan subjek dan predikat, sementara hubungan antara (a) dan (b)
adalah hubangan subjek dan predikat.
4. الرجل الكبير الذى فى الصف = leleki besar yang ada di baris depan.
Konstruksi (2), (3) dan (4) tersebut meskipun berbeda jumlah kata yang membentuknya sama-
sama berbeda dalam tataran frase, artinya unsur-unsur yang membentuk setiap konstruksi diatas
tidak ada yang berhubungan secara predikatif.
Selain berbeda jumlah katanya, unsur pembentuk ketiga frase diataspun berbeda. Konstruksi (2)
merupakan frase yang terdiri dari dua unsur kata إله Tuhan dan الناس manusia. Konsteuksi (3)
frase yang terbentuk dari dua unsur kata مالك Raja dan frase يوم الدين hari pembalasan. Adapun
konstruksi (4) merupakan frase yang terbentuk dari dua unsur yang sama-sama berupa frase yaitu
frasa الرجل الكبير lelaki besar dan frase الذى فى الصف yang ada di baris depan. Jadi unsur pembentuk
frase dapat berupa kata atau frase. Atau untuk lebih mudahnya, unsur pembentuk frase berupa :
B. Jenis Frase
Frase endosentris adalah frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan salah satu atau
semua unsurnya. Tarigan mendefinisikannya sebagai frase yang yang mempunyai hulu, pusat
atau pokok. Artinya salah satu unsur frase tersebut merupakan pusat atau pokok dan sebagai
unsur pusat ia mempunyai persamaan distribusi dengan frase.
المثال:
Frase الطالب الماهر pada klausa الطالب الماهر ناجح mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya
yaitu الطالب dalam hal ini الطالب merupakan unsur pusat dan الماهر merupakan atribut.
Frase eksosentris adalah frase yang tidak mempunyai persamaan distribusi dengan salah satu
unsurnya.
المثال:
Frase أمام المدرسة pada konstruksi األوالد يلعبون أمام المدرسة tidak mempunyai distribusi yang sama
dengan unsur-unsurnya.
Para ahli bahasa mengelompokkan frase bahasa Indonesia berdasarkan persamaan distribusinya
dengan golongan atau kategiri kata manjadi 5 (lima) kelompok :
Klausa adalah suatu kalimat yang terdiri dari dua kata atau lebih dan memberi arti atau
pemahaman yang sempurna. Menurut Zakaria klausa (jumlah) yaitu susunan atau gabungan dari
beberapa kata yang mengandung arti sempurna, terdiri atas subjek (S) dan predikat (P).[7]
المثال:
Lafaz أكتب disebut satu jumlah (klausa) sekalipun terdiri dari satu kata karena mempunyai arti
“tulislah oleh kamu”. Sementara lafaz من المدرسة “dari sekolah” tidak bisa disebut jumlah (klausa)
karena pengertiannya belum lengkap atau tidak sempurna sekalipun terdiri dari dua kata.
Jumlah dalam bahasa Indonesia disebut klausa. Merupakan satuan gramatikal yang terdiri atas
subjek dan predikat, disertai objek, pelengkap, dan keterangan. Diringkas S-P (O)-(PEL)-(KET).
Adapun objek, pelengkap, dan keterangan tidak harus ada dalam klausa (jumlah) boleh ada boleh
tidak.[8]
1. Menurut Chaer klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata berkonstruksi
predikatif. Artinya dalam konstruksi itu ada komponen berupa kata atau frase, yang berfungsi
sebagai perdikat dan yang lain berfungsi sebagai subjek, objek dan sebagai keterangan. Selain
fungsi predikat yangharus ada dalam konstruksi klausa ini, fungsi subjek boleh dikatakan bersifat
wajib, sedangkan yang lainnya bersifat tidak wajib.[9]
2. Menurut Keraf klausa adalah satuan konstruksi yang di dalamnya terdapat beberapa kata
yang mengandung hubungan fungsional, yang dalam tata bahasa lama dikenal dengan pengertian
subjek, predikat, objek, dak keterangan.[10]
Berdasarkan pendapat diatas dapad disimpulkan bahwa klausa (jumlah) adalah setiap kalimat
yang terdiri dari dua kata atau lebih yang mengandung arti yang sempurna, terdiri atas subjek
dan predikat.
المثال:
2. Klausa verbal (jumlah fi’liyyah). Disebut jumlah fi’liyyah karena diawali dengan fi’il (kata
kerja).
المثال:
تشم البنت وردة : Anak gadis itu sedang mencium bunga mawar.
“Pejabat itu pernah mengatakan bahwa Indonesia dapat berperan aktif dalam perdamaian dunia.”
Kalimat dan kata paling mudah dikenali. Contoh tersebut adalah satu kalimat yang relatif berdiri
sendiri dan memiliki intonasi final. Kalimat tersebut tersusun dari 12 kata yang dikenali sebagai
satuan yang dipisahkan oleh spasi.
Menguraikan frasa sedikit lebih sulit. Frase paling sedikit harus terdiri dari dua kata dan tidak
memiliki subjek-predikat. Kalimat tersebut memiliki 4 frase: (1) pejabat itu, (2) pernah
mengatakan, (3) dapat berperan aktif, (4)perdamaian dunia. Kata bahwa, Indonesia,
dan dalam tidak dimasukkan dalam frasa karena memiliki fungsi sendiri dalam bentuk tunggal.
PENUTUP
Dari paparan materi diatas dapat diambil beberapa kesimpulan, diantaranya :
1. Frase berbeda dengan klausa yang derdiri dari dua kata atau lebih yang bersifat tidak
predikatif atau tidak malampaui batas fungsi klausa.
a. Frase verbal
b. Frase nomonal
c. Frase keterangan
d. Frase bilangan
e. Frase depan
4. Klausa (jumlah) suatu kalimat yang terdiri dari subjek (S) dan predikat (P) yang dapat
memberikan arti atau pemahaman yang sempurna.
a. Klausa nomilal (jumlah ismiyyah) suatu kalimat yang dimulai dengan kata benda (isim).
b. Klausa verbal (jumlah fi’liyyah) kalimat yang dimulai dengan kata kerja (fi’il).
DAFTAR PUSTAKA
Zakaria A, Ilmu Nahwu Praktis Sistem Belajar 40 Jam, Garut : Ibn Azka Press. 2004.
Ramlan Muhammad, Sintaksis Ilmu Bahasa Indonesia, Yogyakarta : CV. Karsono. 1996.
.2.1 Frasa
Frasa dapat dihasilkan dari perluasan sebuah kata. Sebuah frasa dengan perluasannya tidak
menimbulkan jabatan atau fungsi lain sehingga tidak melebihi batas fungsi semula. Jika perluasan itu
ternyata menimbulkan jabatan fungsi baru atau membentuk pola subjek-predikat, perluasan itu sudah
menjadi klausa.
diperluas
karya sastra indah itu (frasa)
S P
a. Frasa Eksosentris
Frasa Eksosentris, adalah frasa yang tidak mempunyai persamaan distribusi dengan unsurnya. Atau
dapat diartikan frase yang komponen-komponennya tidak mempunyai prilaku sintaksis yang sama
dengan keseluruhan. Frasa ini tidak mempunyai unsur pusat. Jadi, frasa eksosentris adalah frasa yang
tidak mempunyai UP.
Contoh:
Menurut Imam (2008 :1), Frase Eksosentris dibagi menjadi dua, yakni:
Komponen pertamanya berupa preposisi, seperti “di, ke dan dari” dan komponen berupa
kata/kelompok kata yang biasanya berkategori nomina.
Contoh:
di rumah
demi kesejahteraan
Komponen pertamanya berupa artikulus, seperti “si” dan “sang” atau”yang”, “para” dan “kaum”,
sedangkan komponen keduanya berupa kata berkategori nomina, adjektiva atau verba.
Sedang melamun
Dapat berjalan
Amat lembut
Sangat merdu
Rumah besar
Sang pemimpin
Empat belas
b. Frasa Endosentris
Frasa endosentris adalah frasa yang unsur-unsur pembentuknya dapat menggantikan kedudukan frasa
itu secara keseluruhan.
Frasa rumah baru mempunyai inti. Mencari inti frasa dapat diuji dengan membuat kalimat berterima
dan tidak berterima:
Kalimat a mempunyai makna, berarti rumah menjadi inti frasa. Kalimat b tidak berterima dan tidak
mempunyai makna, berarti baru bukanlah inti frasa.
Masing-masing unsur memiliki kedudukan sederajat yang tidak saling menerangkan unsur yang lain.
Sifat kesetaraan itu dapat dibuktikan oleh kemungkinan menyisipkan kata penghubung dan atau.
Contoh : Anak itu sudah tidak mempunyai ibu bapak. (ibu dan bapak)
Frasa yang salah satu unsurnya dapat menggantikan frasa itu secara keseluruhan. Frasa ini memiliki
unsur pusat dan unsur atribut. Inti frasa ditandai dengan D (diterangkan) dan unsur atribut ditandai
dengan M (menerangkan)
Contoh: Rumahnya sangat besar
M D
Contoh : Anak nakal sangat marah
M D M D
c. Frasa Ambigu
Frasa ambigu adalah frasa yang menimbulkan makna ganda atau tidak jelas.
d. Frasa Idiomatik
Frasa idiomatic adalah frasa yang mempunyai makna sampingan atau bukan makna sebenarnya.
3.2.2 Klausa
Klausa merupakan bagian dari kalimat. Klausa memiliki unsur subjek dan predikat, tetapi tidak
mengandung intonasi, jeda, tempo, dan nada.
(a) Klasifikasi Klausa
Ada lima dasar yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan klausa. Ketiga dasar itu adalah:
Klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya mengacu pada hadir tidaknya unsur inti klausa, yaitu S
dan P. Dengan demikian, unsur ini klausa yang bisa tidak hadir adalah S, sedangkan P sebagai unsur inti
klausa selalu hadir.
Atas dasar itu, maka hasil klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya, berikut klasifikasinya:
a) Klausa Lengkap
Klausa lengkap ialah klausa yang semua unsur intinya hadir. Klausa ini diklasifikasikan lagi berdasarkan
urutan S dan P menjadi :
Contoh :
Contoh :
Klausa tidak lengkap yaitu klausa yang tidak semua unsur intinya hadir. Biasanya dalam klausa ini yang
hadir hanya S saja atau P saja. Sedangkan unsur inti yang lain dihilangkan.
2. Klasifikasi klausa berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang secara gramatik menegatifkan P.
a. Klausa Positif
Klausa poisitif ialah klausa yang ditandai tidak adanya unsur negasi yang menegatifkan P.
Contoh :
b. Klausa Negatif
Klausa negatif ialah klausa yang ditandai adanya unsur negasi yang menegaskan P.
Contoh :
Bambang bukan seorang pesepak bola tersohor.
Mereka tidak pergi ke toko.
Kata negasi yang terletak di depan P secara gramatik menegatifkan P, tetapi secara sematik belum tentu
menegatifkan P. Dalam klausa Dia tidak tidur, misalnya, memang secara gramatik dan secara semantik
menegatifkan P. Tetapi, dalam klausa Dia tidak mengambil pisau, kata negasi itu secara semantik bisa
menegatifkan P dan bisa menegatifkan O. Kalau yang dimaksudkan ‘Dia tidak mengambil sesuatu
apapun’, maka kata negasi itu menegatifkan O. Misalnya dalam klausa Dia tidak mengambil pisau,
melainkan sendok.
Berdasarkan kategori frasa yang menduduki fungsi P, klausa dapat diklasifikasikan menjadi :
a) Klausa Nomina
Klausa nomina ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa nomina.
Contoh:
b) Klausa Verba
Klausa verba ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa verba.
Contoh :
b. Klausa Intrasitif
c. Klausa Refleksif
d. Klausa Resiprokal
Klausa adjektiva ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa adjektiva.
Contoh :
Klausa numeralia ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori numeralia.
Contoh :
e) Klausa Preposisiona
Klausa preposisiona ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa
preposisiona.
Contoh :
Klausa pronomial ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategoi ponomial.
Contoh :
Klasifikasi klausa berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat dapat dibedakan atas :
a. Klausa Bebas
Klausa bebas ialah klausa yang memiliki subjek dan predikat, sehingga berpotensi untuk menjadi kalimat
mayor. Jadi, klausa bebas memiliki unsur yang berfungsi sebagai subyek dan yang berfungsi sebagai
predikat dalam klausa tersebut. Klausa bebas adalah sebuah kalimat yang merupakan bagian dari
kalimat yang lebih besar. Dengan perkataan lain, klausa bebas dapat dilepaskan dari rangkaian yang
lebih besar itu, sehingga kembali kepada wujudnya semula, yaitu kalimat.
Contoh :
b. Klausa terikat
Klausa terikat ialah klausa yang tidak memiliki potensi untuk menjadi kalimat mayor, hanya
berpotensi untuk menjadi kalimat minor karena strukturnya tidak lengkap. Kalimat minor adalah konsep
yang merangkum: pangilan, salam, judul, motto, pepatah, dan kalimat telegram.
Contoh :
Ariel tidak menerima nasihat dari siapa pun selain dari orang tuanya.
a. Klausa Atasan
Klausa atasan adalah klausa yang dapat berdiri sendiri sebagai kalimat.
Klausa Atasan
b. Klausa Bawahan
Klausa bawahan ialah klausa yang belum lengkap isinya. Klausa ini tidak dapat berdiri sendiri.
Klausa Bawahan
(b) Analisis Klausa
Klasifikasi klausa dapat dianalisis berdasarkan tiga dasar, yaitu berdasarkan fungsi unsur-usurnya,
berdasarkan kategori kata atau frase yang menjadi unsurnya, dan berdasarkan makna unsur-unsurnya.
Klausa terdiri dari unsur-unsur fungsional yang di sini disebut S, P, O, pel, dan ket. Kelima unsur itu tidak
selalu bersama-sama ada dalam satu klausa. Kadang-kadang satu klausa hanya terdiri dari S dan P
kadang terdiri dari S, P dan O, kadang-kadang terdii dari S, P, pel dan ket. Kadang-kadang terdiri dari P
saja. Unsur fungsional yang cenderung selalu ada dalam klausa ialah P.
a. S dan P
S P P S
S P P S
P mungkin terdiri dari golongan kata verbal transitif, mungkin terdiri dai golongan kata verbal intransitif,
dan mungkin pula terdirri ari golongan-golongan lain. Apabila terdiri dari golongan kata verbal transitif,
diperlukan adanya O yang mengikuti P itu.
Contoh :
S P O
S P O
c. Keterangan
Unsur klausa yang tidak menduduki fungsi S, P, O dan Pel dapat diperkirakan menduduki fungsi Ket.
Berbeda dengan O dan Pel yang selalu terletak di belakang dapat, dalam suatu klausa Ket pada
umumnya letak yang bebas, artinya dapat terletak di depan S, P dapat terletak diantara S dan P, dan
dapat terletak di belakang sekali. Hanya sudah tentu tidak mungkin terletak di antara P dan O, P dan Pel,
karena O dan Pel boleh dikatakan selalu menduduki tempat langsung dibelakang P.
Contoh :
Ket S P
S P O
2. Analisis Klausa Berdasarkan Kategori Kata atau Frase yang menjadi Unsurnya.
Analisis kalusa berdasarkan kategori kata atau frase yang menjadi unsur-unsur klausa ini itu disebut
analisis kategorional. Analisis ini tidak terlepas dari analisis fungsional, bahkan merupakan lanjutan dari
analisis fungsional.
Dalam analisis fungsional klausa dianalisis berdasarkan fungsi unsur-unsurnya menjadi S, P, O, Pel dan
Ket dalam analisis kategorial telah dijelaskan bahwa fungsi S terdiri dari N, fungsi P terdiri dari N, V, Bil,
FD, fungsi O terdiri dari N, fungsi Pel terdiri dari N, V, Bil dan fungsi ket terdiri dari Ket, FD, N.
Kailani Hasan. 1983. Morfologi dan Sintaksis Bahasa Melayu Riau. Jakarta: Pusat
Nur Khairinnisa. 2011. Konsep dan Jenis-Jenis Frasa. Diunduh 15 September 2012 dari http://www.
Blogger.com.