Abstrak
Persentuhan Sunda dengan al-Qur’an ketika
terjadi proses Islamisasi, dalam artian
konversi, di Tatar Sunda sekitar abad ke-13,
sebuah masa ketika politik Islam di Baghdad
mengalami kehancuran. Ketika bahasa Arab
al-Qur’an dihadapkan kepada bahasa Sunda
(sepertihalnya dengan bahasa Jawa dan
Madura), bahasa Arab telah diperkuat oleh
ideologi ‘diglosia’. Ideologi ini telah
menempatkan bahasa Arab al-Qur’an
sebagai bahasa sakral yang tidak dapat
“tersentuh” atau “terpahamkan” oleh siapa
pun. Oleh karena itu, untuk jangka waktu
tertentu, Sunda-Muslim meyakini bahwa
memahami al-Qur’an tidak dapat dilakukan
secara langsung, tetapi harus bermediasikan
bahasa lain. Dalam kanyataannya, mereka
kemudian menggunakan bahasa Jawa atau
kemudian tafsir-tafsir berbahasa Arab dalam
memahami al-Qur’an. Barulah pada awal
abad ke-20, Haji Hasan Mustapa memelopori
untuk menerjemahkan dan menafsirkan al-
Qur’an menggunakan bahasa Sunda. Sejak
itu, bermucullanlah beberapa karya dalam
bidang serupa yang menunjukkan “gelait”
orang sunda-muslim untuk memahami ajaran
Islam dari sumber utamanya, yaitu al-Qur’an.
Apa yang dilakukan oleh Hasan Mustapa dan
lainnya juga pada dasarnya ditujukan untuk
“mendobrak” kebiasaan sunda Muslim yang
membaca al-Qur’an tanpa diikuti oleh
pemaknaan, seperti terlihat pada tradisi
pembacaan al-Qur’an dalam ritus-ritus yang
menyebar di kalangan Muslim.
Keywords:
Islam, al-Qur’an, Islamized-Sunda, Sundanized-
Islam, Sundanese-Moslems,
and Sundanize al-Qur’an
Cultural
Realm
Al-Qur’an Sunda Sundanese
cultures
Intellectual influenced by
Realm
Qur’anic values
Changes of
time and
space
Sunda al-Qur’an Locality of
Comprehending
and
Functioning al-Qur’an
Arabic Sanskrit
Javanese
Sundanese
Qur’anic
interpretation books
written in Arabic
Books concerning
explanations of
Qur’anic
interpretation written
in Arabic
Translating the
explanations of
interpretations in Javanese
Translating the
expanations of
interpretations in
BIBLIOGRAPHY