I. PENDAHULUAN
luas dibanding luas daratan. Dengan sumber daya perairan yang melimpah maka
udang paling tinggi dibandingkan kepiting, ikan tuna, cakalang dan tongkol.
Udang terdiri dari beberapa spesies yaitu udang galah, udang windu, udang rebon,
masalah lingkungan karena mudah busuk dan sangat berbau. Hal ini terutama
karena limbah udang vanname banyak mengandung senyawa organik dan udang
merupakan salah satu hasil laut terbesar di Indonesia yang memiliki nilai
bentuk beku (70%), bentuk olahan (27,9%) dan bentuk udang segar (1,5%).
Sepanjang Januari hingga Agustus 2016, ekspor udang Indonesia mencapai 136,3
2
ribu ton dengan nilai USD 1,13 miliyar. Secara volume ekspor udang naik 6,84%
dan secara nilai ekspor udang naik 3,75% (KKP, 2016). Salah satu jenis udang
tahun 2010 hingga 2014 udang vanname mengalami peningkatan nilai ekspor
mineral, lipid, dan kitosan. Senyawa aktif tertingginya untuk golongan asam
amino diantaranya senyawa aktif seperti omega-3, omega- 6 serta kitosan, pada
adalah astaxanthin, senyawa ini berikatan dengan protein karotenoid (Zhao et al.,
karakteristik warna merah muda pada spesies itu (Ciapara et al., 2006).
lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat
saat ini kondisi hidup manusia sangat mudah terpapar radikal bebas. Radikal
bebas merupakan salah satu bentuk senyawa reaktif, yang secara umum diketahui
terluarnya (Karnila, 2012). Adanya radikal bebas di dalam tubuh manusia dapat
ginjal, penuaan dini dan penyakit kronik lainnya (Prasad et al., 2009 dalam
antioksidan yang sangat dibutuhkan oleh manusia yang mampu melawan radikal
satunya dengan maserasi yaitu metode ekstraksi dengan cara merendam sampel
menggunakan pelarut organik. Pelarut organik yang digunakan adalah etanol yang
ditentukan oleh sifar pelarut, konsentrasi pelarut yang digunakan dan waktu
maserasi, karena sifat pelarut dan konsentrasi pelarut akan berpengaruh terhadap
al., 2015), menunjukan ekstraksi astaxanthin dari limbah kulit udang dengan
menggunakan pelarut organik salah satunya pelarut etanol. Hal ini menunjukkan
ekstraksi 48 jam belum diketahui maka dari itu penulis tertarik melakukan
berbeda.
4
Indonesia yang memiliki gizi tinggi terutama protein yaitu 18,1%. Produksi udang
vanname yang terus meningkat, menyebabkan limbah berupa kepala dan kulit
udang yang dihasilkan juga tinggi. Pemanfaatan limbah kulit udang dapat lebih
bernilai ekonomis tinggi karena pada limbah kulit udang mengandung komponen
bersifat polar yaitu etanol. Proses ekstraksi dipengaruhi oleh sifat pelarut dan
sehingga hal tersebut perlu dikaji dan informasi yang perlu dirumuskan adalah
yang dihasilkan yang berpotensi sebagai antioksidan dari limbah udang vanname.
Berdasarkan uraian diatas, tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk
vannamei)
terbaik
kepada peneliti dan pembaca bahwa limbah karapas udang vanname mengandung
astaxanthin yang bersifat sebagai antioksidan dan hasil penelitian ini diharapkan
1.5. Hipotesis
Bagian tubuh udang vanname terdiri dari kepala yang bergabung dengan
dada (chepalothorax) dan perut (abdomen). Kepala udang vanname terdiri dari
antenula, antena, mandibula dan sepasang maxillae. Kepala udang vanname juga
dilengkapi dengan 5 pasang kaki jalan (periopod) yang terdiri dari 2 pasang
maxillae dan 3 pasang maxiliped. Perut udang vanname terdiri dari 6 ruas dan
juga terdapat 5 pasang kaki renang (pleopod) serta sepasang uropod (mirip ekor)
Sifat udang vanname aktif pada kondisi gelap dan dapat hidup pada
kisaran salinitas lebar dan suka memangsa sesama jenis (kanibal), tipe pemakan
lambat tapi terus menerus (continous feeder) serta mencari makan lewat organ
sensor. Spesies ini memiliki 6 stadia naupli, 3 stadia protozoa, 3 stadia mysis dan
7
stadia pasca larva dalam siklus hidupnya. Stadia pasca larva berkembang menjadi
putihan yang kemudian berubah menjadi coklat keemasan atau hijau kecoklatan
pada saat pemijahan. Pada masa pemijahan, telur akan dibuahi oleh sperma.
Telur-telur yang telah dibuahi akan terdapat pada bagian dasar atau melayang-
layang di air. Telur jenis udang ini tergantung dari ukuran individu, udang dengan
butir. Telur yang memiliki diameter 0,22 mm, proses claeveage pada tingkat
nauplius terjadi kira-kira 14 jam setelah proses bertelur (Dinas Kelautan dan
menjaga organ-organ yang ada di dalam tubuhnya dari serangan hewan pemangsa
udang laut yang habitat aslinya di daerah dasar dengan kedalaman 72 meter.
Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Udang vanname memiliki nama umum
Pasifik white shrimp, camaron blanco dan longostino. Udang vanname dapat
tumbuh sampai 230 mm, menyukai dasar yang berpasir dengan kedalaman sekitar
29%, daging sebesar 58%, dan pada kulit sebesar 13%. Ukuran rata-rata tiap
sebesar 10,67 g, tanpa kepala dan kulit sebesar 8,67 g, bobot kepala sebesar 4,33 g
dan bobot rata-rata kulit sebesar 2 g. Komposisi kimia pada udang vanname
(Litopenaeus vannamei) dapat dilihat pada Tabel 1. dan komposisi kimia kulit dan
II.3. Astaxanthin
seluruh dunia, mulai dari danau tropis sampai padang salju Antartika atau pada
hewan laut seperti salmon segar, udang dan lobster. Astaxanthin memberikan
mampu berperan sebagai antioksidan serta memiliki sifat dapat dipisahkan dalam
pelarut non-polar (Copin et al., 2007 dalam James dkk, 2013). Astaxanthin
9
merupakan jenis karotenoid yang kuat dan aman tanpa sifat pro-oksidan seperti β -
karoten, likopen, zeaxanthin dan lutein. Astaxanthin memiliki 550 kali kuat dari
vitamin E dan 40 kali dari β - karoten sebagai pemadam oksigen singlet, dan 1000
kali kuat dari pada vitamin E terhadap peroksidasi lipid. Senyawa ini memiliki
posisi unggul dalam membran sel dan menunjukkan 3 efek penting yaitu :
Menurut Yang et al., (2011) dalam James dkk (2013) astaxanthin adalah
pigmen karotenoid dengan rantai molekul (3,3- dihidroksi -b, b-karoten -4, 4-
dion) yang ditemukan di seluruh hewan, terutama di spesies laut seperti di lobster,
efek antiinflamasi dengan menghambat sitokin dan chemokin. Dari sisi kesehatan
penyakit seperti hipertensi, diabetes, sindrom metabolik atau infeksi lambung oleh
daya tahan otot dan untuk kesehatan kulit, astaxanthin dapat mencegah kerutan
crustacea (lobster, kepiting dan udang). Gugus hidroksil dan keton pada cincin
tinggi. Gugus hidroksi dapat bereaksi dengan satu atau dua asam lemak
astaxanthin bersifat hidrofobik (tidak larut dalam air), diester bersifat lebih
bebas bersifat tidak stabil dan mudah teroksidasi. Astaxanthin stabil dalam bentuk
terkonjugasi dengan protein atau membentuk ester dengan asam lemak seperti
di kedua ujung molekul dan zona nonpolar di tengah (Gambar 2). Struktur kutub
dengan cincin ion memiliki kapasitas kuat sebagai pendinginan radikal bebas,
kesehatan, astaxanthin juga memiliki kelemahan yaitu struktur rantai yang sangat
tidak jenuh dari astaxanthin menjadikan senyawa ini sangat sensitif terhadap
panas, cahaya dan kondisi oksidatif (Roopyai et al., 2012 dalam James dkk,
2013). Seiring dengan itu Anarjan et al., (2013) dalam James dkk (2013)
astaxanthin. Dengan α-tokoferol dan asam askorbat, kedua senyawa ini efisien
antioksidan yang terdapat dalam bahan pangan atau contoh ekstrak bahan alam
(Setyaningsih, 2003).
dalam jumlah yang sedikit dengan waktu yang singkat (Hanani, 2005).
dalam metanol yang semula berwarna violet pekat menjadi kuning pucat
DPPH dengan absorban sampel yang diukur dengan mikroplate reader. Besarnya
12
aktivitas antioksidan ditandai dengan nilai IC50 (Inhibitor Concentration 50), yaitu
bebas DPPH. Semakin besar aktivitas antioksidan maka nilai IC 50 akan semakin
kecil. Molyneux (2004) dalam Eka (2009) menyatakan bahwa suatu senyawa
cukup kuat. Senyawa tersebut adalah golongan fenol, flavonoid, tanin, senyawa
yang memiliki banyak gugus sulfide dan alkaloid. Donasi proton menyebabkan
dihitung dari peluruhan radikal DPPH. Kadar radikal DPPH tersisa diukur secara
II.5. Antioksidan
dan nitrogen reaktif (Kuncahyo & Sunardi, 2007). Antioksidan mempunyai peran
penyakit diabetes mellitus yang sangat berperan untuk terjadinya penyakit jantung
koroner (Musthafa et al., 2000 dalam Azwin, 2011). Rohman dan Riyanto (2005)
reaksi radikal bebas dalam tubuh yang dapat menyebabkan penyakit karsinogenis,
Antioksidan adalah zat yang dapat melawan pengaruh bahaya dari radikal
bebas atau Reactive Oxygen Species (ROS) yang terbentuk sebagai hasil dari
metabolisme oksidatif yaitu hasil dari reaksi-reaksi kimia dan proses metabolik
reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu menginteraksi
dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif. Akibatnya,
alami dan antioksidan buatan (sintetik). Antioksidan yang sering digunakan pada
bahan pangan umumnya berasal dari alam (natural antioxidant), misalnya asam
sitrat, askorbat, tartarat, karoten, lesitin, dan asam maleat. Pemakaian antioksidan
buatan dalam bahan pangan harus lebih hati-hati karena banyak diantaranya yang
diijinkan untuk makanan adalah Butil Hidroksi Anisol (BHA), Butil Hidroksi
Toluen (BHT), propil galat, Tert-Butil Hidroksi Quinon (TBHQ) dan tokoferol.
makanan serta mencegah hilangnya kualitas sensori dan nutrisi (Kuncahyo &
Sunardi, 2007). Antioksidan juga dapat menetralkan radikal bebas, seperti enzim
dan berkaroten serta senyawa fenolik (Andayani et al., 2008). Musthafa et al.,
akhirnya berfungsi untuk menetralisir atau meredam dampak negatif dari radikal
bebas.
yang tidak berpasangan pada orbit luarnya. Energi yang dihasilkan oleh
konfigurasi yang tidak stabil dan sangat reaktif tersebut dilepaskan melalui reaksi
donor ke molekul radikal untuk menjadikan radikal tersebut stabil. Radikal bebas
radikal bebas dengan sendirinya berubah menjadi radikal bebas untuk menambah
15
rantai kerusakan. Radikal bebas sangat berbahaya bagi makhluk hidup karena
apabila reaksi ini terjadi di dalam tubuh, maka akan menimbulkan berbagai
dari luar tubuh (eksogen) atau terbentuk di dalam tubuh (endogen) dari hasil
metabolisme zat gizi secara normal (Muchtadi, 2000). Secara eksogen, senyawa
radikal antara lain berasal dari polutan, makanan atau minuman, radiasi, ozon dan
alilik, benzilik atau tersier yang rentan terhadap oksidasi oleh udara. Oksidasi
radikal bebas, berasal dari luar sistem tubuh, diantaranya sinar UV. Sinar UV B
hanya membuat kulit lebih gelap, melainkan juga berbintik hitam. Pemaparan
berlebihan dari sinar ultra violet ini bahkan dapat menyebabkan kulit terbakar
sampai kanker kulit. Sinar UVA dapat merusak kulit dengan menembus lapisan
Forums, 2008).
lebih dikenal dengan penyakit jantung koroner. Penurunan suplai darah atau
radikal bebas. Senyawa radikal juga memicu terjadinya penuaan dini akibat
Lipid yang seharusnya menjaga kulit agar tetap segar berubah menjadi lipid
(Muchtadi, 2000).
II.7. Ekstraksi
distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak
adalah lama ekstraksi, suhu dan jenis pelarut yang digunakan. Dalam pemilihan
jenis pelarut yang digunakan harus memperhatikan daya larut, titik didih, sifat
toksik, mudah tidaknya terbakar dan sifat korosif terhadap peralatan ekstraksi
(Khopkar, 2003).
Prinsip ekstraksi adalah zat yang akan diekstrak hanya dapat larut dalam
pelarut yang digunakan, sedangkan zat lainnya tidak akan larut. Proses
perpindahan komponen bioakif dari dalam bahan ke pelarut terjadi secara difusi.
Proses difusi merupakan perubahan secara spontan dari fase yang memiliki
cara yaitu aqueous phase dan organic phase. Cara aqueous phase dilakukan
17
dengan menggunakan air, sedangkan cara organic phase dilakukan dengan pelarut
organik. Prinsip ekstraksi menggunakan pelarut organik adalah bahan yang akan
diekstrak kontak langsung dengan pelarut pada waktu tertentu, kemudian diikuti
1. Pelarut polar akan melarutkan senyawa polar dan pelarut non polar akan
3. Air cenderung melarutkan senyawa organik dan garam dari asam maupun basa
organik.
4. Asam-asam organik yang larut dalam pelarut organik dapat diekstraksi dengan
terdiri atas:
1. Maserasi, yaitu metode ekstraksi dengan cara merendam sampel dalam pelarut
kuartener, komponen fenolik, karotenoid, tanin, gula, asam amino dan glikosida
(Harborne, 1987). Metanol, sebagai senyawa polar dapat disebut sebagai pelarut
universal karena selain mampu mengekstrak komponen polar dan dapat juga
mengekstrak komponen nonpolar seperti lilin dan lemak (Houghton dan Raman,
dihasilkan. Bahan yang telah ditimbang kemudian direndam dalam pelarut yang
adalah tahap pemisahan yang terdiri dari penyaringan dan evaporasi. Penyaringan
dilakukan untuk memisahkan residu bahan dan pelarut yang telah mengandung
dilakukan evaporasi sehingga pelarut akan menguap dan diperoleh senyawa hasil
ekstraksi. Hasil ekstrak yang diperoleh akan tergantung pada beberapa faktor
antara lain kondisi alamiah senyawa tersebut, metode ekstraksi yang digunakan,
19
ukuran partikel sample, kondisi dan waktu penyimpanan, lama waktu ekstraksi
dan perbandingan jumlah pelarut terhadap jumlah sampel (Darusman et al., 1995).
Etanol Etil alkohol adalah salah satu turunan dari senyawa hidroksil atau
gugus OH, dengan rumus kimia C2H5OH. Istilah umum yang sering dipakai
untuk senyawa tersebut adalah alkohol. Etanol mempunyai sifat tidak berwarna,
mudah menguap, mudah larut dalam air, berat molekul 46,1, titik didihnya
78,3°C, membeku pada suhu –117,3 °C, kerapatannya 0,789 pada suhu 20 °C,
nilai kalor 7077 kal/gram, panas laten penguapan 204 kal/gram dan angka oktan
beku, bahan bakar, bahan depressant dan kemampuan khususnya sebagai bahan
kimia intermediet untuk menghasilkan bahan kimia lain (Gaur, 2006). Etanol yang
jagung, ubi kayu, dan kentang, bahan mengandung gula antara lain molase,
b. Secara sintetis menggunakan bahan baku antara lain minyak mentah dan gas.
Saat ini produksi etanol sintetis kurang dari 5% dari total produksi 52.
sehingga perlu dilakukan distilasi agar kemurniannya menjadi lebih dari 95% dan
dapat digunakan sebagai bahan bakar (Nurdyastuti, 2005). Pemurnian lebih lanjut
dengan azeotropic distilasi harus dilakukan untuk menghasilkan fuel grade ethanol
dengan kemurnian lebih dari 99,5% karena destilasi biasa tidak mampu
3.2.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah kulit udang
vanname (Litopenaeus vannamei) berupa kulit dan kepala yang diperoleh dari
astaxanthin antara lain: Etanol (C2H5OH), Petroleum eter 12,5 ml, NaCl 9,4 ml .
Bahan kimia untuk identifikasi astaxanthin antara lain: asthin force (astaxanthin
200 mg) dan methanol air. Bahan kimia untuk pengujian aktivitas antioksidan
metanol p.a. Bahan-bahan kimia untuk analisis proksimat antara lain: H 2SO4, Cu
3.2.2. Alat
22
digunakan untuk analisis proksimat antara lain: oven, desikator, tanur pengabuan,
buret, timbangan digital, pipet tetes, labu kjedahl, labu lemak, tabung reaksi, gelas
vial, gelas piala, beker gelas, gelas ukur, labu Erlenmeyer, corong gelas, cawan
porselin, spatula, penjepit, hot plate, kertas label, kapas, sarung tangan dan
masker mulut.
dan aktivitas antioksidan yang berasal dari limbah udang vanname. Perlakuan
yang digunakan adalah etanol konsentrasi berbeda, yang terdiri dari 3 konsentrasi
70%, 80% dan 96% di ekstraksi selama 48 jam dengan 3 kali ulangan. Sehingga
dengan model :
Yij = μ + αi + εij
Keterangan :
Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu: tahap pertama preparasi
Pengecilan ukuran
(diblender)
Analisis Proksimat:
Tepung limbah udang Kadar Air (AOAC)
vanname Kadar Abu (AOAC)
Tahap 1 Kadar Lemak (Soxhlet)
(Litopenaeus
vannamei) Kadar Protein (Kjedhal)
Pengadukan
Metode maserasi (setiap 6 jam)
Etanol
48 jam
Disaring dengan
dengan kertas
saring (halus)
Identifikasiastaxanthin
Ekstrak astaxanthin dengan HPLC
Uji antioksidan dengan
metode DPPH
Tahap 2 Rendemen
a. Bahan utama yaitu limbah udang vanname diperoleh dari pasar yang
pelarut etanol dengan perbandingan sampel : pelarut 1:2 (b/v), lalu diberi
perlakuan perbedaan konsentrasi pelarut etanol yaitu 70%, 80% dan 96%
astaxanthin terbaik.
26
3.6. Pengamatan
gram) dan keringkan dalam oven dengan suhu 102-105 selama 5-6 jam.
% kadar air =
Keterangan :
pengabuan sempurna.
menit dan suhu tanuh diturunkan sampai 200°C. lalu sampel dipanaskan
lagi dalam oven dengan suhu 105°C selama 1 jam. Dinginkan sampel dan
% kadar Abu =
Keterangan :
b. Campuran ini di dekstruksi dalam lemari asam sampai berwarna hijau atau
Tambahkan 5-7 tetes indikator pp dan NaOH 50% sampai alkalis sehingga
menit.
e. Hasil destilasi dititrasi dengan larutan asam standar (HCl 0,1 N) yang telah
% Protein =
Keterangan:
W = Bobot Sampel
N = Normalitas HCl
soxhlet.
d. Labu lemak dikeringkan dalam oven dengan suhu 105°C, setelah itu labu
% Lemak =
Keterangan :
metanol).
471 dan 479 nm. Hasil didapat dengan bentuk dua kromatogram.
3.6.3. Rendemen
Rendemen = x 100%
dan disajikan ke dalam bentuk tabel dan grafik, selanjutnya dibahas secara
deskriptif. Jika Fhitung > Ftabel pada tingkat kepercayaan 95% berarti hipotesis
ditolak, kemudian dilakukan dengan uji lanjut. Apabila Fhitung < Ftabel maka
hipotesis diterima.
3.8. Asumsi