PROPOSAL PENELITIAN
Oleh:
NUR IKHSAN MAULIDANI
26030116120026
Mengetahui,
jawab demi kepentingan pribadi. Jelas secara hukum bahwa formalin dilarang
mudah ditemukan dengan harga yang relatif murah, sehingga sering digunakan
oleh produsen dan pedagang tahu untuk mengawetkan produknya. Hal ini yang
pemerintah dan cara bagaimana mengurangi kandungan formalin yang ada pada
dengan rumus molekul HC₂O. Karena kecilnya, molekul ini akan mudah
menguap dan mudah diserap oleh jaringan sel poduk makanan maupun oleh sel
tubuh. Gugus aktif karbonil dari formalin dapat berikatan dengan gugus NH₂ dari
Menurut Ngginak et al. (2018), Udang merupakan salah satu hasil laut dan
cakalang, tongkol, dan kepiting. Selain itu pula nilai ekspor udang paling tinggi
menempati posisi pertama dari hasil laut lain seperti ikan. Pada udang terkandung
senyawa aktif yang bermanfaat bagi manusia. Senyawa aktif memiliki peran
Senyawa aktif seperti asam lemak (omega-3 dan omega-6) pada udang dan ikan
bermanfaat untuk perkembangan otak anak, untuk bayi, untuk ibu hamil.
Kemudian menurut Trung Si et al. (2012), dalam udang terkandung senyawa aktif
yang dapat ditemukan adalah kitosan, mineral, lipid, karotenoid protein memiliki
nilai ekonomis yang tinggi. Dalam kaitan dengan senyawa aktif Zhao et al.
air pada udang vaname yaitu sebesar 76,20% sedangkan kandungan protein pada
udang vaname sebesar 35,69%. Udang juga memiliki kandungan beberapa unsur
seperti tembaga, seng, mangan, besi dan kromium. Mengkonsumsi udang dapat
perkembangan fungsi otak (Gunalan et al, 2013). Daya simpan udang yang
kontaminasi mikroba dan enzim. Oleh sebab itu muncul upaya pengawetan untuk
al., 2015).
formalin pada ikan segar menggunakan air cuka 5% selama 15 menit mampu
asin berformalin dengan air dan air leri selama 60 menit dapat menurunkan kadar
air terhadap konsentrasi formaldehid dalam ikan asin sange belah. Ikan asin
tersebut direndam dalam air pada suhu 50 °C, kemudian ditambahkan larutan
aquades, larutan ikan asin direaksikan dengan pereaksi Nash. Warna kuning yang
terbentuk diukur pada λ 415 nm. Hasil menunjukkan bahwa terdapat penurunan
perendaman dengan air dan pencucian. Menurut Litha (2008) pengurangan kadar
formalin dengan metode perendaman dalam air, lemon cui dan asam asetat pada
ikan cakalang (Katsuwonus pelamis L). Ikan cakalang dicuci sampai bersih dan
direndam dengan larutan formalin 2 % dan formalin 4 % selama 1 jam, setelah itu
ikan dipotong melintang dan direndam dalam air, lemon cui, dan asam asetat 5 %
selama 30 menit, kemudian dianalisis kadar formalin pada ikan cakalang dengan
sesudah perendaman dengan air, lemon cui dan asam asetat 5 % yaitu ikan asin
dengan formalin 2 % kadar formalin yang keluar dari daging ikan dengan
menggunakan air yaitu 65,50 %, lemon cui 68,40 % dan dengan asam asetat 67,75
%.
vanameii) ?
terbaik dinilai berdasarkan seberapa banyak nya konsentrasi formalin yang dapat
direduksi oleh larutan cuka (asam asetat). Konsentrasi terbaik diambil berdasarkan
perbandingan antara kontrol dengan perlakuan 6%, 8% dan 10%. Pada penelitian
asetat) dan kontrol (tanpa perlakuan) pada udang vaname. Parameter pengujian
pada udang vaname dan mutu udang adalah uji Kandungan Formalin, Proksimat,
pH, dan organoleptik dengan lama perendaman selama 60 menit dalam larutan
formalin 2%
vanameii) dan ;
Kingdom : Animalia
Filum : Anthropoda
Kelas : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Famili : Penaidae
Genus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei
Tubuh udang vaname dibentuk oleh dua cabang (Biramous), yaitu exopodite
dan endopodite. Seluruh tubuhnya tertutup oleh eksoskeleton yang terbuat dari
bahan kitin. Tubuhnya beruas – ruas dan mempunya aktivitas berganti kulit
(moulting). Menurut Zakaria (2010) tubuh udang yang dilihat dari luar terdiri dari
tiga bagian, yaitu begian depan yang disebut cephalothorax, serta menyatunya
begian kepala dan serta bagian belakang (perut) yang disebut abdomen dan
Keterangan :
1. Kelopak Mata 7. Pleopod 13. Hepatic (Hati)
2. Antennulae 8. Rostrum 14. Cardia Cregion
3. Antenna 9. Antennal spine 15. Telson
4. Rahang Atas II 10. Supraorbital Spine 16. Uropod
5. Rahang Atas III 11. Orbital Spine
6. Periopod 12. Hepatic Spirse
karotenoid yang terdapat pada bagian kulit. Kadar pigmen ini akan semakin
berkurang seiring pertumbuhan udang, karena pada saat molting sebagian pigmen
yang terdapat pada kulit akan terbuang. Keberadaan pigmen ini memberikan
yang mudah mengalami kerusakan maka diperlukan penanganan yang baik sejak
udang diangkat saat panen. Kemunduran mutu udang dapat disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu proses pembusukan yang disebabkan oleh bakteri, aktivitas
enzim autolitik. Kandungan udang yang sebagian besar berupa protein, lemak dan
air membuat udang rentan mengalami kemunduran mutu. Kerusakan udang dapat
a. Kerusakan biologi
mikrobiologis kerusakan udang dipengaruhi oleh jumlah total mikroba dan bakteri
dapat dipengaruhi oleh suhu dan lama penyimpanan. Suhu dan lama penyimpanan
juga akan mempengaruhi kandungan protein yang ada pada udang. Bakteri yang
ada pada udang dapat merusak karapas dan menimbulkan amoniak, bau asam dan
b. Kerusakan kimia
Kerusakan mutu udang secara kimiawi dapat dilihat melalui nilai derajat
keasaman (pH), nilai total volatile base (TVB), kandungan indol (tingkat
kesegaran udang, dan terjadinya melanosis (blackspot). Jika tubuh udang sudah
kontraksi dan ketegangan. pH udang sekitar 6,6-6,7. Semakin busuk udang maka
semakin tinggi pula nilai derajat keasamannya (pH). Sedangkan indol merupakan
indikator untuk membedakan udang yang berkualitas baik dan tidak baik.
Pembentukan indol diakibatkan karena adanya aksi dari berbagai bakteri, seperti
Proteus dan E. coli sebagai hasil dari degradasi triptofan yang ada pada jaringan
udang
(Mursida, 2015).
c. Kerusakan fisik
Kerusakan fisik pada udang dapat dilihat salah satunya adalah perubahan
tekstur dan kenampakan pada udang. Udang yang tidak segar akan mulai lunak
tubuhnya. Serta adanya perubahan warna pada udang yang menyebabkan kualitas
udang menurun dan secara organoleptik tidak diterima oleh konsumen. Perubahan
warna pada udang diakibatkan karena terputusnya rantai dingin (suhu) sehingga
protein terdenaturasi dan pigmen astaxanthin pada udang terlepas. Blackspot pada
udang juga termasuk kedalam kerusakan fisik karena adanya kerusakan enzim
yang ada pada udang akan menimbulkan munculnya noda hitam pada udang
terutama biasanya muncul pada bagian karapas dan kepala (Goncalves dan Junior,
2009). Kerusakan fisik juga dapat diakibatkan karena proses penanganan udang
dari panen sampai ke produsen kurang tepat (tergencet, karapas terlepas, bagian
Mutu pangan (food quality) adalah hal-hal yang membuat suatu produk
pangan menjadi lebih baik dan lebih enak dimakan dalam kaitannya dengan
citarasa, warna, tekstur dan kriteria mutu lainnya, seperti pilihan, ukuran, sifat
fungsional, nilai gizi dan sebagainya. Keamanan pangan (food safety) adalah hal-
hal yang membuat produk pangan aman untuk dimakan dan bebas dari faktor-
produk pangan, mutu pangan tidak dapat dibahas. Namun, ada beberapa aspek
yang sangat penting yang tidak dapat ditinggalkan antara lain adalah bahwa
makanan tidak akan laku dijual jika penampilan, rasa dan aroma tidak sesuai
seperti ini hanya dapat kita temui dan diatur dalam Sistem Manajemen Mutu. Itu
berarti bahwa selain menghasilkan produk pangan yang aman dikonsumsi yang
tidak kalah pentingnya adalah produk bermutu dan mempunyai nilai jual karena
mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat
Penggunaan pengawet dalam bahan pangan harus tepat, baik jenis dan dosisnya.
Apabila pemakaian bahan pangan dan dosisnya tidak diatur dan diawasi,
2.5. Formalin
glycol. Di pasaran, formalin bisa ditemukan dalam bentuk yang sudah diencerkan.
(Yuliarti, 2007). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 033 Tahun 2012,
bakteri, virus dan cendawan serta berguna untuk mengawetkan spesimen biologi
dan mayat dan dibidang industri digunakan pada tekstil, pupuk dan bahan kimia.
Senyawa ini termasuk golongan aldehid yang paling sederhana karena hanya
pH : 2,8 - 4,0
Rumus struktur :
Gambar 2. Struktur Kimia Formaldehida
Formaldehid gas pada suhu ambient mudah terbakar dan meledak jika dicampur
dengan udara pada konsentrasi 7-73% (reaktif pada suhu ambient), dapat
berpolimerisasi pada suhu di bawah 800C. Ambang bau formaldehid adalah 0,1-1
ppm. Suhu tinggi mempercepat volatilisasi atau penguapan formaldehid dan juga
sangat menyengat, dan mudah larut dalam air maupun alkohol. Konsentrasi
formalin di udara melebihi 1 ppm bisa menyebabkan iritasi ringan pada mata,
lapisan
gelatin dan kertas. Formalin juga sering digunakan sebagai bahan pembuatan
pupuk
kuku
dan bahan untuk insulasi busa. Formalin sudah sangat umum digunakan dalam
kehidupan sehari-hari. Apabila digunakan secara benar, formalin akan banyak kita
berbagai jenis keperluan industri, yakni pembersih lantai, kapal, gudang, pakaian,
resin yang keras. Resin ini dipakai untuk lem permanen, misalnya yang dipakai
untuk kayu lapis/tripleks atau karpet. Lebih dari 50% produksi formaldehida
Penggunaan formalin yang salah adalah hal yang sangat disesalkan, melalui
yang salah seperti ini sering dilakukan oleh produsen atau pengelola pangan yang
tua (bukan merah segar), awet sampai beberapa hari dan tidak mudah busuk.
2. Ikan Asin : Ikan yang keringnya merata, awet sampai beberapa minggu atau
3. Ayam potong : Ayam yang sudah dipotong berwarna putih bersih, awet dan
4. Mie basah : Mie basah yang awet sampai beberapa hari dan tidak mudah basi
keracunan pada tubuh manusia. Gejala yang biasa timbul antara lain sukar
menelan, timbulnya depresi susunan saraf, atau gangguan pada peredaran darah.
Efek pada kesehatan manusia terlihat setelah terkena dalam jangka waktu yang
lama dan berulang dan efek sampingnya terlihat setelah jangka panjang karena
terjadi akumulasi formalin dalam tubuh. Jika kandungannya dalam tubuh tinggi,
akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat didalam sel sehingga
menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel dan keracunan pada tubuh.
Selain itu, kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh juga menyebabkan iritasi
Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam
industri, dan laboratorium dan dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma
atau
CH3CO2H. Bentuk murni dari asam asetat ialah asam asetat glacial. Asam asetat
glasial mempunyai ciri-ciri tidak berwarna, mudah terbakar (titik beku 17°C dan
titik didih 118°C) dengan bau menyengat, dapat bercampur dengan air dan banyak
pelarut organik. Dalam bentuk cair atau uap, asam asetat glacial sangat korosi
terhadap kulit dan jaringan lain suatu molekul asam asetat mengandung gugus –
OH dan dengan sendirinya dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air. Karena
adanya ikatan hidrogen ini, maka asam asetat yang mengandung atom karbon satu
Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri yang
dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil
asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Asam asetat digunakan sebagai
pengatur keasaman dalam industri makanan. Asam asetat encer juga sering
digunakan sebagai pelunak air di rumah tangga. Penggunaan asam asetat lainnya,
berwarna, berbau menyengat, memiliki rasa asam yang tajam dan larut di dalam
air, alkohol, gliserol, dan eter. Pada tekanan asmosferik, titik didihnya 118,1°C.
Asam asetat mempunyai aplikasi yang sangat luas di bidang industri dan pangan.
Industri asam asetat merupakan salah satu industri kimia yang berprospek di
Indonesia. Kebutuhan asam asetat di dalam negeri terus meningkat seiring dengan
asam asetat ini belum dapat dipenuhi seluruhnya oleh satu-satunya produsen
Formalin merupakan bahan kimia yang bersifat basa. Apabila udang dalam
kondisi segar direndam dalam larutan formalin maka akan terjadi reaksi antara
formalin masuk ke dalam sel-sel ikan dan mengikat protein. Formaldehid mampu
memodifikasi atau mendenaturasi protein dan asam nukleat melalui proses alkilasi
antara gugus –NH2 dan –OH dari protein dan asam nukleat dengan gugus
hidroksimetil dari formaldehid. Hal ini menyebabkan daging ikan menjadi kaku.
Proses penurunan kadar formalin atau deformalinisasi yang terjadi pada udang
segar ini disebabkan karena adanya perbedaan tekanan osmosa antara daging ikan
dengan larutan perendam (asam asetat), sehingga terjadi perpindahan molekul air
dari daging ikan ke larutan perendam. Melalui proses perendaman molekul inilah
maka formalin yang larut dalam darah dan cairan tubuh ikan ikut keluar dan larut
bahwa perendaman udang selama 1 jam dalam formalin telah mampu membuat
formalin berikatan dengan protein pada udang. Perendaman dalam larutan asam
Diponegoro.
3.2.1. Alat
.
1. Spektrofotometer - Untuk mengukur Absorbansi
2. Petri Disc besar - Tempat Perendaman
3. Wadah - Tempat bahan baku
4. Cool Box / Refrigerator - Tempat penyimpanan Udang
5. Timbangan Digital 0.0001 gr Alat penimbangan
6. pH Meter - Alat pengukur pH
3.2.2. Bahan
keterangan tabel 2.
(Notoatmodjo, 2010).
semu dengan bentuk Nonequivalent Control Group Design pada desain ini
terdapat dua kelompok yang diberi perlakuan (X) dan kelompok yang tidak diberi
perlakuan disebut kelompok kontrol (K). Penentuan sampel pada kedua kelompok
ini berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan dan tidak dipilih secara
Pada penelitian ini, terdapat empat kelompok perlakuan (X) ditambah satu
kemudian dilakukan perendaman lagi dalam larutan cuka (asam asetat) dengan
kemudian dilakukan perendaman lagi dalam larutan cuka (asam asetat) dengan
kemudian dilakukan perendaman lagi dalam larutan cuka (asam asetat) dengan
kemudian dilakukan perendaman lagi dalam larutan cuka (asam asetat) dengan
dengan perendaman dalam larutan cuka (asam asetat). Sampel direndam dalam
cuka (asam asetat) dengan durasi waktu 30 menit. Setelah dilakukan perendaman
dalam larutan cuka (asam asetat), kemudian dilakukan pemeriksaan fisik pada
sampel meliputi kenampakan udang vaname serta perubahan fisik yang terjadi
Uji organoleptik merupakan salah satu uji yang dilakukan untuk menilai
suatu bahan atau produk dengan hasil akhir sampel tersebut masih layak
dikonsumsi atau tidak berdasarkan hasil perhitungan dari selang kepercayaan yang
diperoleh dari data panelis. Menurut Wahyuningtyas (2010), uji organoleptik atau
biasa disebut uji indera atau uji sensori merupakan cara pengujian dengan
3.3.2. Uji pH
(Widjanarko, 2015)
sensitivitas dan selektivitas yang sangat baik. Namun metode kromatografi gas
dan
kromatografi cair kinerja tinggi memerlukan instrumentasi yang relatif mahal dan
rumit selain itu dibutuhkan proses derivatisasi menggunakan zat penderivat yang
fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang
dapat diperoleh dengan bantuan alat penguraian cahaya seperti prisma. Suatu
monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel dan blangko dan suatu alat
DAFTAR PUSTAKA
Karnila, R., Suparmi, dan M. Romaida. 2006. Kajian Sifat Mutu Udang Galah
(Macrobrachium Rosenbergii) Segar pada Penyimpanan Suhu Kamar.
Jurnal Berkala Perikanan Terubuk, 33(2) : 121-125.
Mursida. 2015. Analisa Mutu Chitosan dari Limbah Kulit Udang Windu (Penaus
monodon) sebagai Bahan Pengawet. Jurnal Galung Tropika, 4(1) : 7-18.
Ngginak J., Semangun, Mangimbulude, dan Rondonuwu. 2009. Komponen
Senyawa Aktif pada Udang dan Aplikasinya. Jurnal sains Medika,
5(2) :128-145
Puspasari, G. dan Hadijanto. 2014. Uji kualitatif formalin pada tahu kuning di
pasar Kota Bandung. Jurnal Kedokteran, 2(3): 1-7
Setiawan, L. dan Irvani, A. 2007. Pembuatan Asam Asetat dengan Cara Murni.
Jakarta.
Trung. Si T., Thai. P., Phuong. 2012. Bioactive Compounds from By-Products of
Shrimp Processing Industry in Vietnam. Faculty of Food Technology,
Nha Trang University, Nha Trang. Vietnam. (194-196)
Wahyuni, D.T dan Widjanarko, S.B. 2015. Pengaruh Jenis Pelarut dan Lama
Ekstraksi Terhadap Ekstrak Karotenoid Labu Kuning dengan Metode
Gelombang Ultrasonik. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. FTP
Universitas
Brawijaya. Malang. Jurnal Pangan dan Agroindustri, 4(1): 390-401.
Wiwiek K., Levita, Musfiroh, dan Mustafrichi. 2009. The effect of soaking,
washing and frying in on the concentration of formaldehyde in sange
belah salty fish. Jurnal of pharmacy, 1(5): 12-24
Zhao. J., Huang. R. G., Zhang. N. M., Chen. W. W., Jiang. X. J. 2011. Amino
Acid Composition, Molecular Weight Distribution and Antioxidant
Stability of Shrimp Processing . American Journal of Food Technology.
(643-645)