Tilawah artinya bacaan atau membaca. Jadi, sujud tilawah adalah sujud yang dilakukan
karena membaca atau dibacakan ayat sajdah.[1] Sujud tilawah ini hukumnya sunah, tetapi
menurut ulama Hanafi hukumnya wajib. Maka -menurut pendapat pertama- sujud tilawah sunnah
dikerjakan oleh yang membaca atau mendengar ayat sajdah jika syarat-syarat yang diperlukan
telah terpenuhi. Adapun dalil tentang disyariatkannya sujud tilawah adalah berikut.[2]
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ُ َ ُ ُ َ ْ َ ُ َ ْ َّ َ َ َ َ ْ ُ َ َ َّ ْ َ َ َ َ َ َ ْ َ َ اَل
َ –ول َي َاو ْي َل ُه
–ىر َو َاي ِةأ ِبىك َر ْي ٍب َي َاو ْي ِلى
ِ ف
ِ و ِإذاقرأابنآدمالسجدةفسجداعتز لشيطانيب ِكىيق
َّ َ ُ َ َ ُّ الس ُجود َف َس َج َد َف َل ُه ْال َج َّن ُة َو ُأم ْر ُتب
ُّ ُأم َر ْاب ُن َآد َمب
ودفأ َب ْيتف ِل َىالن ُار ِ
ُ الس
ج ِ ِ ِ ِ ِ
“Jika anak Adam membaca ayat sajadah, lalu dia sujud, maka setan akan menjauhinya
sambil menangis. Setan pun akan berkata-kata: “Celaka aku. Anak Adam disuruh sujud,
dia pun bersujud, maka baginya surga. Sedangkan aku sendiri diperintahkan untuk sujud,
namun aku enggan, sehingga aku pantas mendapatkan neraka.” (HR. Muslim no. 81)
B. SUJUD SYUKUR
Syukur artinya berterima kasih. Jadi, sujud syukur adalah sujud di luar sholat yang
dilakukan karena ungkapan rasa syukur atau terima kasih kepada Allah SWT. Sebab-sebab sujud
syukur antara lain adalah sebagai berikut:
Ø Kedatangan nikmat.
Ø Kemenangan atas musuh.
Ø Kedatangan seorang yang diharapkan
Ø Terhindar dari musibah dan bahaya.
Ø Melihat orang yang diuji dengan musuh dunia (seperti melihat orang yang buta, pincang, gila).
Ø Melihat orang yang diuji dengan musibah akhirat seperti melihat orang-orang kafir yang durhaka).
[8]
Sujud syukur ini disunnahkan, sebagaimana yang pernah dicontohkan Rasulullah. Dari Abu
Bakar RA, “Bahwa Nabi SAW apabila datang kepadanya sesuatu yang menggembirakan, beliau
tersungkur sujud dan bersyukur kepada Allah SWT.” (HR. Ashabus Sunan kecuali An-Nasa’i)
[9]
Dari Abdurrahman bin Auf RA: Bahwa Rasulullah SAW sujud syukur kepada Allah, ketika
Jibril memberinya kabar gembira: ‘Bahwa barangsiapa yang bersholawat kepada Nabi, maka
Allah bersholawat kepadanya dan barangsiapa yang mendoakan keselamatan bagi Nabi, maka
Allah akan menyelamatkan dia.” (HR. Ahmad, Hakim, dan ia berkata shahih atas syarat dari
Asy-Syaikhani)[10]
Sementara itu, ulama berbeda pendapat tentang sujud syukur ini. Ulama Hanafiyah
mengatakan bahwa sujud syukur bisa diniatkan bergabung dengan sujud atau ruku’. Sementara
ulama Malikiyah mengatakan bahwa sujud syukur adalah makruh. Menurut mereka yang
disunnahkan ketika mendapatkan kenikmatan atau berhasil menolak keburukan adalah
mengerjakan sholat dua raka’at.[11]
1. Syarat-syarat Sujud Syukur
Sujud syukur dapat dilakukan dengan syarat-syarat sebagai berikut:
a. Islam
b. Berakal
c. Suci dari hadats
d. Menutup aurat
e. Menghadap kiblat[12]
2. Rukun Sujud Syukur
Adapun rukun sujud syukur adalah sebagai berikut:
a. Niat
b. Takbiratul ihram
c. Sujud satu kali sebagaimana sujudnya sholat
d. Duduk setelah sujud
e. Salam yang pertama[13]
C. PUASA
1. Pengertian Puasa
Pengertian puasa pada segi bahasa adalah menahan (imsak) dan mencegah (kaff) dari
sesuatu. Sedangkan menurut syara’, puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang
membatalkan puasa mulai dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari. Dalam pengertian
lain, puasa adalah menahan diri dari segala perbuatan yang merujuk pada dua syahwat yaitu
syahwat perut dan syahwat kemaluan, dan menahan diri untuk tidak memasukkan sesuatu ke
dalam perut, sesuai pada waktunya yaitu mulai terbit nya fajar shodik sampai terbenamnya
matahari.[14]
Sedangkan kebaikan dan kesempurnaan dalam puasa adalah: meninggalkan perkataan
maupun perbuatan tercela dengan cara menahan diri dari nafsu dan menahan diri dari
kebiasaannya dengan sabar, dan selalu bertakwa kepada Allah, dan selalu mengingat Allah dan
percaya bahwa Allah selalu mengetahui segala apa yang kita perbuat.[15]
2. Macam-macam Puasa
Ada beberapa macam puasa, di antaranya adalah: puasa wajib, puasa Sunnah, puasa yang
diharamkan, dan puasa yang dimakruhkan.
a. Puasa wajib
Puasa wajib sendiri dibedakan menjadi beberapa puasa: (1) puasa yang wajib dilaksanakan pada
waktu-waktu tertentu seperti puasa Ramadhan, (2) puasa yang wajib dilaksanakan karena suatu
sebab seperti puasa kafarat, dan (3) puasa yang wajib dilaksanakan seseorang telah berjanji untuk
berpuasa seperti puasa nazar.[16]
· Puasa Ramadhan: puasa wajib yang dilakukan pada bulan Ramadhan.
Perintah manusia untuk berpuasa telah ada pada firman Allah:
َ ِين ِمنْ َق ْبلِ ُك ْم َل َعلَّ ُك ْم َت َّت ُق
ون َ ِب َع َلى الَّذ
َ ص َيا ُم َك َما ُكت
ِّ ِب َع َل ْي ُك ُم ال َ َيا أَ ُّي َها الَّذ
َ ِين آ َم ُنوا ُكت
“Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)
َو ُت ْغ َل ُق، ُت ْف َت ُح فِي ِه أَب َْوابُ ْال َج َّن ِة، ض هَّللا ُ َع َل ْي ُك ْم صِ َيا َم ُه
َ ا ْف َت َر، ك َ َش ْه ٌر ُم َب، ُضان
ٌ ار َ َق ْد َجا َء ُك ْم َر َم
َق ْد، َمنْ ح ُِر َم َخي َْر َها، فِي ِه َل ْي َل ٌة َخ ْي ٌر ِمنْ أَ ْلفِ َشه ٍْر، ُ َو ُت َغ ُّل فِي ِه ال َّشيَاطِ ين، ِيم ْ َ
ِ فِي ِه أب َْوابُ ال َجح
ح ُِر َم
“Sungguh telah datang kepada kamu bulan barokah (bulan Ramadhan), diwajibkan bagi kamu
berpuasa. Di dalamnya dibuka seluruh pintu surge dan ditutup semua pintu neraka, serta
dibelenggu semua setan. Ada suatu malam di dalamnya (yaitu lailatul qadar), lebih baik dari
seribu bulan. Barangsiapa tidak mendapatkan kebaikan, sungguh ia telah merugi. (diriwayatkan
oleh Imam Ahmad, Nasai dan Baihaqi, dari Abu Hurairah)
َ هَّللا
ٍ َيصُو ُم َثالَ َث َة أي-صلى هللا عليه وسلم- ِ اَنَّ َرسُو ُل
َّام ِمنْ ُك ِّل َشه ٍْر
“Sesungguhnya Nabi saw, berpuasa sebanyak tiga hari dalam satu bulan.”
ان َكصِ َي ِام الدَّهْ ِر ٍ َّان ُث َّم أَ ْت َب َع ُه سِ ًّتا ِمنْ َشو
َ ال َك َ ض َ َْمن
َ صا َم َر َم
“barang siapa berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari pada bulan syawal
sesudahnya, maka itulah yang disebut puasa dahr.” (diriwayatkan oleh Abu Ayyub)
فذلكصيام السنة، وصيام ستة أيام بشهرين، صيامشهر رمضان بعشرة أشهر
“pahala puasa sebulan Ramadhan sama dengan puasa sepuluh bulan. Dan berpuasa enam hari
pahalanya sama dengan puasa dua bulan. Dengan demikian, jumlahnya adalah satu tahun”.
Hari yang paling utama yaitu hari Arafah, sebagaimana dijelaskan dalam hadis
yang artinya: “tiada satu hari pun yang di dalamnya Allah lebih banyak memerdekakan
seseorang dari api neraka, selai hari Arafah.”
Tetapi bagi orang-orang yang sedang melakuakn ibadah haji tidak disunahkan
untuk berpuasa karena takutnya akan membuatnya lemah ketika melakukan ibadah haji.
· Berpuasa terus-menerus
Berpuasa secara terus-meneus disini yang dimaksud adalah: melakukan puasa dua hari malam,
atau tiga hari malam, tidak pernah berbuka.
، ص"ا َل َ ِ َعنْ أَ ِبي ه َُري َْر َة َرضِ َي هللاُ َع ْن ُه أَنّ َر ُس"و َل هَّللا
َ ” إِيَّا ُك ْم َو ْال ِو: ص"لَّى هَّللا ُ َع َل ْي" ِه َو َس"لَّ َم َق""ا َل
ُ أَ ِب، ت َك َه ْي َئ ِت ُك ْم
يت ُ "" ” إِ ِّني َل ْس: اص"" ُل َي""ا َر ُس""و َل هَّللا ِ ؟ َق""ا َل ِ ك ُت َوَ إِ َّن: َق""الُوا، ” ص""ا َل َ إِيَّا ُك ْم َو ْال ِو
)ي ُْط ِع ُمنِي َربِّي َو َيسْ قِينِي (الشيخان
“Janganlah kau berwishal (menyambung puasamu), jangalah kamu berwishal.
Kemudian salah seorang sahabat bertanya: Wahai Rasulullah, bukankah Engkau
sendiri melakukan puasa wishal? Beliau bersabda: Aku tidak seperti kalian.
Sesungguhnya di malam hari aku diberi makan dan minum oleh Allah (HR Bukhari
Muslim).
3. Rukun Puasa
Ada dua rukun puasa, di antaranya adalah:[20]
a. Niat
Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya segala amal ibadah itu, menurut niat, dan sesungguhnya bagi setiap orang apa
yang diniatkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Umar)
Berdasarkan hadis di atas, diketahui bahwa puasa tidak sah apabila tidak disertai dengan
niat, dan niat tersebut dilakukan sebelum terbit fajar setiap malam pada bulan Ramadhan, sesuai
dengan hadis berikut ini:
ص َيا َم َق ْب َل ْال َفجْ ِر َفالَ صِ َيا َم َل ُه
ِّ َمنْ َل ْم يُجْ م ِِع ال
“Barangsiapa tidak mngukuhkan puasa (dengan niat) sebelum terbit fajar, maka tiada puasa
baginya.” (diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ashabussunan dan disahihkan oleh Ibnu
Khuzaimah dan Ibnu Hibban dari Hafsah ra)
Niat ini dilakukan mulai dari permulaan malam sampai sebelum terbit fajar, tidak harus
diucapkan, karena niat merupakan pekerjaan hati. Karena pada dasarnya niat adalah sengaja
untuk melakukan sesuatu, untuk melaksanakan perintah Allah swt dan mengharapkan ridha-Nya.
Menurut Imam Malikiah, niat hanya cukup dilakukan pada awal saja, namun apabila
puasanya tersebut terputus karena halangan sakit atau karena musafir, maka harus memulai niat
lagi untuk meneruskan puasanya.
b. Menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa
Ketika berpuasa seseorang harus mampu menahan diri dari segala sesuatu yang dapat
membatalkan puasa mulai dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari., sebagaimana dalam
firman Allah swt:
ِّ ْط اأْل َ ْب َيضُ م َِن ْال َخ ْيطِ اأْل َسْ َو ِد م َِن ْال َفجْ ِر ۖ ُث َّم أَ ِتمُّوا ال
ص َيا َم إِ َلى ُ َو ُكلُوا َوا ْش َربُوا َح َّت ٰى َي َت َبي ََّن َل ُك ُم ْال َخي
ۚ اللَّي ِْل
“Dan makan minumlah, hingga terang bagimu beang putih dari benang hitam, yaitu fajar.
Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam….” (QS. Al-Baqarah:187)
Yang dimaksud benag putih dan benang hitam pada ayat di atas adalah: terangnya siang
dan gelapnya malam.
9. Hikmah Puasa
Ada banyak sekali hikmah-hikmah yang dapat diambil dari ibadah puasa, di antaranya adalah:
a. Mengajarkan manusia untuk memiliki sifat khasyyah (takut) kepada Allah, baik secara
sembunyi-sembunyi maupun erang-terangan. Karena ketika seseorang sedang berpuasa tidak ada
yang mengawasi kecuali Allah.
b. Melatih jiwa manusia untuk mengendalikan syahwat, sesuai dalam petunjuk agama bahwa
apabila seseorang selalu menuruti hawa nafsunya maka ia akan menjadi budak dari nafsu
syahwatnya.
c. Melatih untuk bersifat kasih saying, sehingga meningkatkan sikap solidaritas pada social, seperti
saling memberi bantuan kepada orang yang membutuhkan bantuan, memberi makan fakir miskin
atau anak-anak yatim.
d. Membersihkan usus atau alat pencernaan dari zat-zat yang berbahaya dalam perut, dan juga
mengahncurkan lemak yang berbahaya terhadap jantung.[27]
e. Membuat tubuh lebih segar dan sehat, saat melakukan shalat tarawih dan witir pada malam
bulan Ramadhan sama halnya dengan kita berolah raga ringan sehingga membuat badan menjadi
lebih sehat.
f. Dapat mencegah stroke, berdasarkan beberapa penelitian, berpuasa dapat meningkatkan HDL
(High Density Lipoprotein) dan menurunkan lemak trigliserol (pembentuk kolesterol).
g. Tubuh akan membentuk sel-sel baru, ketika kita merasakan lapar saat berpuasa maka tubuh
bereaksi untuk memakan sel-sel yang telah rusak untuk memenuhi kebutuhan makanan, dan
setelah itu tubuh akan menggantinya dengan sel-sel yang baru.[28]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1) sujud tilawah adalah sujud yang dilakukan karena membaca atau dibacakan ayat sajdah, dan
hukum melakukan sujud ini adalah sunah.
2) sujud syukur adalah sujud di luar sholat yang dilakukan karena ungkapan rasa syukur atau
terima kasih kepada Allah SWT, hukumnya melaksanakannya juga sunah seperti sujud tilawah.
3) puasa adalah menahan diri dari segala perbuatan yang merujuk pada dua syahwat yaitu syahwat
perut dan syahwat kemaluan, dan menahan diri untuk tidak memasukkan sesuatu ke dalam perut,
sesuai pada waktunya yaitu mulai terbit nya fajar shodik sampai terbenamnya matahari.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hilali, Salim bin Id dan Hamid, Ali Hasan Abdul. 2007. Puasa Bersama Nabi. Jakarta Timur:
Darus Sunah Press.
Al-Zuhayly, Wahbah. 2005. Puasa dan Iktikaf Kajian Berbagai Mazhab. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Al-Qathani, Dr. Sa’id bin Ali bin Wahaf. 2008. Panduan Shalat Sunah & Shalat Khusus. Jakarta:
Almahira.
An-Nawawi, Imam. 2007. Raudhatuth-Thalibin. Jakarta Selatan: PustakaAzam Anggota IKAPI DKI.
Ar-Rahbawi, Abdul Qadir. 1994. Salat Empat Mazhab. Jakarta: PT Mitra Kerjaya Indonesia.
Ar-Rahbawi, Abdul Qadir. 2007. Fikih Shalat Empat Madzhab. Jogjakarta: Hikam Pustaka.
Ar-Rahbawi, Abdul Qadir. 2007. Panduan Lengkap Shalat Menurut Empat Madzhab. Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar.
Dyayadi. 2007. Puasa Sebagai Terapi. Bandung: PT Mizan Pustaka.
Catatan:
Similarity Cuma 4%. Oke...
[1]Ahmad Nawawi Sadili, Panduan Praktis dan Lengkap Shalat Fardhu dan Sunnah, (Jakarta:
AMZAH, 2010), hlm. 212.
[2]Abdul Qadir Ar-Rahbawi, Salat Empat Mazhab, (Jakarta: PT Mitra Kerjaya Indonesia, 1994),
hlm.377.
[3]Ahmad Nawawi Sadili, Panduan Praktis dan Lengkap Shalat Fardhu dan Sunnah, (Jakarta:
AMZAH, 2010), hlm. 213.
[4]Ahmad Nawawi Sadili, Panduan Praktis dan Lengkap Shalat Fardhu dan Sunnah, (Jakarta:
AMZAH, 2010), hlm. 214.
[5]Abdul Qadir Ar-Rahbawi, Salat Empat Mazhab, (Jakarta: PT Mitra Kerjaya Indonesia, 1994),
hlm.378.
[6]Dr. Sa’id bin Ali bin Wahaf Al-Qathani, Panduan Shalat Sunah & Shalat Khusus, (Jakarta:
Almahira, 2008), hlm. 157.
[7]Buku 1Ahmad Nawawi Sadili, Panduan Praktis dan Lengkap Shalat Fardhu dan
Sunnah, (Jakarta: AMZAH, 2010), hlm. 216.
[8]Ibid., hlm. 221.
[9]Buku 4Abdul Qadir Ar-Rahbawi, Panduan Lengkap Shalat Menurut Empat Madzhab,
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007), hlm. 373.
[10]Ibid,. Hlm. 374.
[11]Abdul Qadir Ar-Rahbawi, Fikih Shalat Empat Madzhab, (Jogjakarta: Hikam Pustaka, 2007),
hlm.347.
[12]Ahmad Nawawi Sadili, Panduan Praktis dan Lengkap Shalat Fardhu dan Sunnah, (Jakarta:
AMZAH, 2010), hlm. 223.
[13]Ibid,. Hlm. 223.
[14]Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan Iktikaf kajian berbagai mazhab (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2005), Hlm. 84-85
[15] Muhammad Ja’far, Zakat Puasa dan Haji (Malang: Kalam Mulia, 1985), Hlm. 87
[16] Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan Iktikaf kajian berbagai mazhab (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2005), Hlm. 108
[17] Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan Iktikaf kajian berbagai mazhab (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2005), Hlm. 122-132
[18] Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan Iktikaf kajian berbagai mazhab (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2005), Hlm. 132
[19] Muhammad Ja’far, Zakat Puasa dan Haji (Malang: Kalam Mulia, 1985), Hlm. 144-149
[20] Muhammad Ja’far, Zakat Puasa dan Haji (Malang: Kalam Mulia, 1985), Hlm. 104-106
[21] Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan Iktikaf kajian berbagai mazhab (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2005), Hlm. 160-167
[22] Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan Iktikaf kajian berbagai mazhab (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2005), Hlm. 169-170
[23]Dyayadi, Puasa Sebagai Terapi (Bandung: Penerbit Mizania, 2007), Hlm. 67-77
[24]Muhammad Ja’far, Zakat Puasa dan Haji (Malang: Kalam Mulia, 1985), hlm. 109
[25]Syaikh Salim bin Al-Hilali dan Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid, Puasa Bersama Nabi
(Jakarta: Darus Sunah Press, 2007), Hlm. 111-120
[26]Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan Iktikaf kajian berbagai mazhab (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2005), Hlm. 190-199
[27] Muhammad Ja’far, Zakat Puasa dan Haji (Malang: Kalam Mulia, 1985), Hlm. 92-93
[28]Dyayadi, Puasa Sebagai Terapi (Bandung: Penerbit Mizania, 2007), Hlm. 168-170