Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Untuk menggapai hikmah dari suatu amalan, hendaknya dikerjakan

dengan baik dan benar menurut syariat islam. Oleh karena itu, seseorang tidak

akan dapat memperoleh suatu manfaat atau hikmah dari pekerjaanyaa jika

dilakukan secara asal dan menyalahi ketentuan syariat. Agar dapat melakukan

amalan dengan baik dan sesuai tuntunan islam, diperlukan pengetahuan yang baik

berkaitan dengan ilmu dan tata caranya, serta pemahaman hikmah amalan tersebut

sebagai motivasi (targhib) diri menjadi lebih baik. Demikian halnya dengan shalat

dhuha, diperlukan pemahaman yang benar mengenai tata caranya agar tidak

terjebak pada pelaksanaan ibadah yang keliru. Apabila suatu ibadah dilakukan

tidak sesuai dengan tuntunan syariat, maka ibadah tersebut mardud (tidak

diterima). Otomatis, amalan tersebut tidak mendatangkan hikmah yang berarti.

Untuk itu, memahami shalat dhuha adalah sebuah keharusan bagi umat muslim.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Shalat Dhuha

Anjuran shalat dhuha Shalat Dhuha hukumnya sunah muakkad (sangat

dianjurkan). Sebab, Rasulullah senantiasa mengerjakanya dan berpesan kepada

para sahabatnya untuk mengerjakan shalat dhuha sekaligus menjadikanya sebagai

wasiat. Wasiat yang diberikan Rasulullah kepada satu orang juga berlaku untuk

seluruh umat, kecuali terdapat dalil yang menunjukan kekhususan hukumnya bagi

orang tersebut. Kesunahan shalat dhuha berdasarkan hadist yang diriwayatkan

oleh Abu Hurairah RA adalah sebagai berikut:1

‫ م بثال ث صيا م ثال ثة أيام من ثهر ور كعيت الضحى وأن أوتر قبل أن أنام‬.‫أوصا ين خليلي ص‬.
“kekasihku SAW mewasiatkan kepadaku tiga hal, yaitu puasa tiga hari setiap

bulan, dua rakaat shalat dhuha, dan shalat witir sebelum tidur.” (H.R. Bukhari dan

Muslim)

Dalam riwayat Abu Daud dan Ahmad yang juga bersumber dari Abu Darda’ RA

disebutkan:

‫م بثالث ال أدعهن لثيء أوصاين بصيام ثالثة أيام من كل ثهر وال أنام أال على‬.‫أوصاين حبييب ص‬

‫وتر وبسبحة الضحى ىف احلضر و السفر‬.


“kekasihku SAW mewasiatkan kepadaku tiga hal yang tidak pernah aku

tinggalkan karena sesuatu hal. Beliau mewasiatkan kepadaku puasa tiga hari

setiap bulan, supaya aku tidak tidur kecuali telah shalat witir, dan shalat dhuha

1
Abu Bakar, hasnan. Perkembangan Ilmu Hadist. (PTS ISLAMIKA: Selangor, 2009), h.
209

2
ketika hadir atau dalam perjalanan.’ (H.R. Abu Daud dan Ahmad) Hadist-hadist

shahih di atas merupakan alasan yang cukup kuat terhadap kesunahan pelaksanaan

shalat dhuha yang sangat dianjurkan. Meskipun Rasulullah mewasiatkan sesuatu

kepada salah satu sahabat, akan tetapi wasiat itu juga ditujukan kepada seluruh

umatnya, tidak terbatas kepada seseorang saja.

B. Waktu shalat dhuha

Shalat dhuha adalah shalat sunah yang dikerjakan pada pagi hari. Dimulai

ketika matahari mulai naik sepenggalah atau setelah terbit matahari (sekitar jam

07.00) sampai sebelum masuk waktu zhuhur ketika matahari belum naik pada

posisi tengah-tengah. Namun, lebih baik apabila dikerjakan setelah matahari terik.

Hal ini didasarkan oleh hadist dari Zaid bin Arqam RA sebagai berikut:

‫صال ة اآلوابني حني تر مض الفصال‬.


“shalat Awwabiin (orang-orang yang kembali kepada Allah/bertaubat) adalah

ketika anak unta mulai kepanasan.” (H.R Muslim)

Imam Ahmad juga meriwayatkan dari Zaid bin Arqam: ‫ص<<الة اآلوابين اذا رمض<<ت‬

‫الفص<<<<ال من الض<<<<حى‬. “shalat Awwabiin (orang-orang yang kembali kepada

Allah/bertaubat) adalah ketika anak unta mulai kepanasan pada waktu dhuha.”

(H.R Ahmad)2

C. Bilangan rakaat shalat dhuha

Shalat dhuha sekurang-kurangnya terdiri dari dua rakaat. Tidak ada

batasan yang pasti mengenai jumlahnya. Namun, terkadang Rasulullah

mengerjakan dua rakaat, empat rakaat, delapan rakaat, bahkan lebih. Setiap rakaat
2
Muhammad bin Ahmad Albajuri, Kitab Bajuri, (Mesir : Maktabah, 1198), h. 68

3
ditutup dengan salam, sebagaimana disebutkan oleh hadist berikut: Dari Ummu

Hani’ binti Abu Thalib, bahwa Rasulullah mengerjakan shalat dhuha sebanyak

delapan rakaat dan mengucapkan salam pada setiap dua rakaaat.

‫م يوم الفتح صلى سبحة الضحى مثاين ركعات يسلم من كل ركعتني‬.‫أن رسول هلل ص‬.
“Bahwasanya Rasulullah pada yaumul fathi (penaklukan kota mekah) shalat

sunah dhuha delapan rakaat dan mengucapkan salam pada setiap dua rakaat.”

(H.R Abu Daud) Begitu juga dengan hadist dari Aisyah RA: ‫م‬.‫كا ن رسول هللا ص‬

‫يص<<لى الض<<ح أربع<<ا ويزي<<د م<<ا ث<<اء هللا‬. “Rasulullah SAW shalat dhuha sebanyak empat

rakaat dan menambah menurut kehendak Allah (menurut kehendaknya).” (H.R

Muslim dan Ahmad) Imam Tirmidzi dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Anas bin

Malik bahwa Rasulullah SAW bersabda: ‫من صلى الضحى ثنتي عثر ة ركعة بنى هللا له قصرا‬

‫من ذهب في الجنة‬. “Barang siapa shalat dhuha dua belas rakaat maka Allah akan

membangun untuknya istana dari emas di surge.” (H.R Tirmidzi dan Ibnu Majah

dari Anas bin Malik)

D. Niat shalat dhuha

Niat artinya “sengaja”, yakni sengaja mengerjakan suatu ibadah karena

Allah. Hakikat niat ada di dalam hati yang merupakan dorongan atau keinginan

kuat untuk mengerjakan sesuatu.3 Suatu niat tergambar dari rangkaian perbuatan

yang dilakukan oleh seseorang. Suatu ibadah akan diterima oleh Allah bila

dilandasi oleh niat ikhlas karena Allah, bukan karena terpaksa, riya (pamer), atau

motivasi lainya. Firman Allah menyebutkan: ‫وما أمروا ا ال ليعبدوا هللا مخلصين ل<ه ال<دين‬.

“Padahal meraka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya

3
Sayyid Bakri Syatha, I`anah Ath-Thalibin, (Yogyakarta: Menara Kudus, 1979), h. 235

4
dalam (menjalankan) agama.” (Q.S. Al-Bayyinah: 5) Tetapi di sini saya akan

menyebutkan niat yang biasa dipakai ketika akan melaksanakan shalat dhuha.

‫أصلى سنة الضحى ركعتين هلل تعالى‬. “Aku berniat shalat sunah dhuha dua rakaat karena

Allah ta’ala”

E. Bacaan surat shalat dhuha

Bacaan surat shalat dhuha Tidak ada keterangan dari Rasulullah mengenai

surat tertentu yang harus dibaca ketika shalat dhuha. Kita dipersilhkan membaca

surat apa pun sesuai dengan kemampuan dan keinginan kita. Kita pun

diperkenankan untuk membaca surat Adh-Dhuha, Asy-Syams, atau surat-surat

lain yang menjadi favorit atau pilihan. Allah berfirman, “…Bacalah apa yang

mudah (bagimu) dari Al-Qur’an…” (Q.S. Al-Muzzammil: 20) Tidak salah jika

kita membaca surat Adh-Dhuha di dalam salah satu rakaat shalat dhuha. Sebab,

banyak nilai-nilai moral dan spiritual yang terkandung di dalamnya. Harapanya,

kita dapat memahami dan menghayatinya. Lalu, ,menjadikanya bekal untuk

memulai aktivitas.

F. Keutamaan Shalat Dhuha

Salah satu keutamaan atau manfaat sholat sunnah dhuha yaitu

dilancarkannya pintu rezeki bagi orang yang menunaikannya. Selain itu, ternyata

ada beberapa Keutamaan Sholat Dhuha yang Sangat Luar Biasa, seperti; orang

yang menunaikan sholat dhuha pahalanya menyamai pahala orang haji dan umrah

yang sempurna, akan dimudahkan dan dicukupi segala urusannya hingga akhir

siang, dan masih banyak lagi.4

4
Muhammad Nawawi al-Jawi, Maroqil ‘Ubudiyah, (Surabaya : Mutiara Ilmu), h. 229

5
Sungguh sangat luar biasa. Untuk itu, mulai sekarang jangan sungkan-

sungkan lagi ya untuk menunaikan sholat sunnah yang satu ini. Karena banyak

sekali manfaat dan keutamaan yang dapat kita peroleh.

Dan berikut adalah beberapa Hikmah dan Keutamaan Shalat Sunah Dhuha

selengkapnya:

Ilustrasi : Sujud (Sholat Dhuha)

Sholat Dhuha = Mengganti Sedekah Dengan Seluruh Persendian

Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda;

‫ة‬Aٍ َ‫ل َت ْهلِيل‬A


ُّ ‫ َدقَةٌ َو ُك‬A‫ص‬ ٍ ِ ُّ A‫ َدقَةٌ و ُك‬A‫بِيح ٍة ص‬A‫ل تَس‬A
َ ‫دة‬Aَ A‫ل حَتْمي‬A َ َ َ ْ ُّ ‫ َدقَةٌ فَ ُك‬A‫ص‬
ِ ‫يصبِح علَى ُكل سالَمى ِمن‬
َ ‫َأحد ُك ْم‬
َ ْ َ ُ ِّ َ ُ ُْ
ِ ِ ٍ
َ A ‫ ِزُئ ِم ْن َذل‬A Aْ‫ َدقَةٌ َوجُي‬A A‫ص‬
‫ك‬A َ ‫الْ َم ْعُروف‬AA ِ‫ر ب‬Aٌ A‫ َدقَةٌ َو َْأم‬A A‫ص‬
َ ‫ ِر‬A ‫ك‬Aَ ‫ َدقَةٌ َو َن ْه ٌى َع ِن الْ ُمْن‬A A‫ص‬ َ ‫رية‬Aَ A ِ‫ل تَ ْكب‬A
ُّ A‫ َدقَةٌ َو ُك‬A A‫ص‬
َ
‫ُّحى‬ ِ ِ
َ ‫َر ْك َعتَان َي ْر َكعُ ُه َما م َن الض‬
Artinya :

Pada pagi hari diharuskan bagi seluruh persendian di antara kalian untuk

bersedekah. Setiap bacaan tasbih (subhanallah) bisa sebagai sedekah, setiap

bacaan tahmid (alhamdulillah) bisa sebagai sedekah, setiap bacaan tahlil (laa ilaha

illallah) bisa sebagai sedekah, dan setiap bacaan takbir (Allahu akbar) juga bisa

sebagai sedekah. Begitu pula amar ma’ruf (mengajak kepada ketaatan) dan nahi

mungkar (melarang dari kemungkaran) adalah sedekah. Ini semua bisa dicukupi

(diganti) dengan melaksanakan shalat Dhuha sebanyak 2 raka’at. (HR. Muslim

no. 720).

Padahal persendian yang ada pada seluruh tubuh kita sebagaimana

dikatakan dalam hadits dan dibuktikan dalam dunia kesehatan adalah 360

6
persendian. ‘Aisyah pernah menyebutkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa

sallam,

ِ ‫ان ِمن بىِن آدم علَى ِستِّني وثَالَمِث َاَئِة م ْف‬


ٍ ِ
‫ص ٍل‬ َ ََ َ َ َ َ ْ ‫ِإنَّهُ ُخل َق ُك ُّل ِإنْ َس‬
Artinya :

Sesungguhnya setiap manusia keturunan Adam diciptakan dalam keadaan

memiliki 360 persendian. (HR. Muslim no. 1007).

Hadits ini menjadi bukti selalu benarnya sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa

sallam. Namun sedekah dengan 360 persendian ini dapat digantikan dengan shalat

Dhuha sebagaimana disebutkan pula dalam hadits dari Buraidah, beliau

mengatakan bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa

sallam bersabda,

‫تُّو َن َوثَالَمُثِاَئِة‬A‫ان ِس‬ َ ُ A‫ َي ُق‬-‫لم‬AA‫ه وس‬AA‫لى اهلل علي‬AA‫ص‬- ‫ول اللَّ ِه‬
ِ A ‫ول « ىِف اِإل نْس‬A َ A ‫ت َر ُس‬ ِ ُ A‫دةَ ي ُق‬Aَ A‫َأىِب بري‬
ُ ‫ول مَس ْع‬A َ ْ َُ
‫ول اللَّ ِه‬ ِ ‫ قَالُوا فَم ِن الَّ ِذى ي ِط‬.» ً‫ص ٍل ِمْنها ص َدقَة‬
ِ ‫َّق عن ُك ِّل م ْف‬ ِ ِ
َ A‫ك يَا َر ُس‬
َ ‫يق ذَل‬
ُ ُ َ َ َ َ َ َ‫َم ْفص ٍل َف َعلَْيه َأ ْن َيت‬
ْ َ َ ‫صد‬
ُّ ‫ا ال‬AA َ‫د ْر َفَر ْك َعت‬Aِ A‫ِإ ْن مَلْ َت ْق‬A َ‫ق ف‬Aِ A ‫ه َع ِن الطَِّري‬Aِ A ‫ ْىءُ ُتنَ ِّحي‬A ‫ ْدفُِن َها َأ ِو ال َّش‬A َ‫ ِج ِد ت‬A ‫ةُ ىِف الْ َم ْس‬A ‫اع‬
‫ َحى‬A ‫ض‬ َ ‫ُّخ‬
َ ‫ال « الن‬A
َ A َ‫ق‬

َ ‫جُتْ ِزُئ َعْن‬


‫ك‬
Artinya :

Manusia memiliki 360 persendian. Setiap persendian itu memiliki kewajiban

untuk bersedekah.” Para sahabat pun mengatakan, “Lalu siapa yang mampu

bersedekah dengan seluruh persendiannya, wahai Rasulullah?” Nabi shallallahu

‘alaihi wa sallam lantas mengatakan, “Menanam bekas ludah di masjid atau

menyingkirkan gangguan dari jalanan. Jika engkau tidak mampu melakukan

7
seperti itu, maka cukup lakukan shalat Dhuha dua raka’at. (HR. Ahmad, 5: 354.

Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih ligoirohi)

Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, "Hadits dari Abu Dzar adalah

dalil yang menunjukkan keutamaan yang sangat besar dari shalat Dhuha dan

menunjukkannya kedudukannya yang mulia. Dan shalat Dhuha bisa cukup dengan

dua raka’at" (Syarh Muslim, 5: 234).5

Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “Hadits

Abu Dzar dan hadits Buraidah menunjukkan keutamaan yang luar biasa dan

kedudukan yang mulia dari Shalat Dhuha. Hal ini pula yang menunjukkan

semakin disyari’atkannya shalat tersebut. Dua raka’at shalat Dhuha sudah

mencukupi sedekah dengan 360 persendian. Jika memang demikian, sudah

sepantasnya shalat ini dapat dikerjakan rutin dan terus menerus” (Nailul Author,

3: 77).

Shalat Dhuha = Akan Dicukupi Urusan di Akhir Siang

Dari Nu’aim bin Hammar Al Ghothofaniy, beliau mendengar Rasulullah

shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;

ِ َ ‫ات ِمن ََّأو ِل النَّها ِر َأ ْك ِف‬


ٍ ‫قَ َال اللَّه عَّز وج َّل يا ابن آدم الَ َتع ِجز عن َأرب ِع ر َكع‬
ُ‫ك آخَره‬ َ ْ َ َ َ ْ ْ َ ْ ْ ََ َ ْ َ َ َ َ ُ
Artinya :

Allah Ta’ala berfirman: Wahai anak Adam, janganlah engkau tinggalkan empat

raka’at shalat di awal siang (di waktu Dhuha). Maka itu akan mencukupimu di

akhir siang. (HR. Ahmad (5/286), Abu Daud no. 1289, At Tirmidzi no. 475, Ad

5
Syamsul Rijal Hamid, "Buku pintar agama Islam", (Bogor : Cahaya Salam, 2005). h. 98

8
Darimi no. 1451 . Syaikh Al Albani dan Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan

bahwa hadits ini shahih)

Penulis ‘Aunul Ma’bud –Al ‘Azhim Abadi- menyebutkan, “Hadits ini bisa

mengandung pengertian bahwa shalat Dhuha akan menyelematkan pelakunya dari

berbagai hal yang membahayakan. Bisa juga dimaksudkan bahwa shalat Dhuha

dapat menjaga dirinya dari terjerumus dalam dosa atau ia pun akan dimaafkan jika

terjerumus di dalamnya. Atau maknanya bisa lebih luas dari itu.” (‘Aunul

Ma’bud, 4: 118)

At Thibiy berkata, “Yaitu engkau akan diberi kecukupan dalam kesibukan

dan urusanmu, serta akan dihilangkan dari hal-hal yang tidak disukai setelah

engkau shalat hingga akhir siang. Yang dimaksud, selesaikanlah urusanmu

dengan beribadah pada Allah di awal siang (di waktu Dhuha), maka Allah akan

mudahkan urusanmu di akhir siang.” (Tuhfatul Ahwadzi, 2: 478).

Shalat Dhuha = Mendapat Pahala Haji dan Umrah yang Sempurna

Dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;

ٍ ‫دا َة ىِف مَج‬Aَ A َ‫لَّى الْغ‬A A‫« من ص‬


ْ َ‫ان‬AA‫لَّى َر ْك َعَتنْي ِ َك‬A A‫ص‬
ُ‫ه‬AA َ‫ت ل‬ َ َّ‫س مُث‬ َّ
ُ ‫ ْم‬A A‫ع ال َّش‬Aَ A ُ‫ ْذ ُكُر اللهَ َحىَّت تَطْل‬A Aَ‫د ي‬Aَ A ‫ة مُثَّ َق َع‬AA ‫اع‬
ََ َ َْ
‫ « تَ َّام ٍة تَ َّام ٍة تَ َّام ٍة‬-‫صلى اهلل عليه وسلم‬- ‫ول اللَّ ِه‬
ُ ‫ قَ َال قَ َال َر ُس‬.» ‫َأج ِر َح َّج ٍة َوعُ ْمَر ٍة‬
ْ ‫َك‬
Artinya :

Barangsiapa yang melaksanakan shalat shubuh secara berjama’ah lalu ia duduk

sambil berdzikir pada Allah hingga matahari terbit, kemudian ia melaksanakan

shalat dua raka’at, maka ia seperti memperoleh pahala haji dan umroh.” Beliau

pun bersabda, “Pahala yang sempurna, sempurna dan sempurna. (HR. Tirmidzi

no. 586. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

9
Al Mubaarakfuri rahimahullah dalam Tuhfatul Ahwadzi bi Syarh Jaami’

At Tirmidzi (3: 158) menjelaskan, “Yang dimaksud ‘kemudian ia melaksanakan

shalat dua raka’at’ yaitu setelah matahari terbit. Ath Thibiy berkata, “Yaitu

kemudian ia melaksanakan shalat setelah matahari meninggi setinggi tombak,

sehingga keluarlah waktu terlarang untuk shalat. Shalat ini disebut pula shalat

Isyroq. Shalat tersebut adalah waktu shalat di awal waktu."6

Sholat Dhuha = Termasuk Shalat Awwabin (Orang yang Kembali Taat)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu

‘alaihi wa sallam bersabda;

‫ وهي صالة األوابني‬،‫ال حيافظ على صالة الضحى إال أواب‬


Artinya :

Tidaklah menjaga shalat sunnah Dhuha melainkan awwab (orang yang kembali

taat). Inilah shalat awwabin. (HR. Ibnu Khuzaimah, dihasankan oleh Syaikh Al

Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib 1: 164)

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Awwab adalah muthii’ (orang yang

taat). Ada pula ulama yang mengatakan bahwa maknanya adalah orang yang

kembali taat” (Syarh Shahih Muslim, 6: 30).

Itulah beberapa Keutamaan dan Manfaat Sholat Dhuha yang tentunya

sangat luar biasa. Semoga kita semua termasuk orang-orang yang selalu

menunaikan sholat shunnah dhuha. Amien ya Rab.

6
M. Khalilurrahman Al Mahfani, Berkah Shalat Dhuha, (, Jakarta :Wahyu Media, 2008),
h. 226

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Shalat dhuha merupakan ibadah yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah

SAW, beliau pernah menyampaikan itu kepada Abu Hurairah dan Abu Darda’

yang maknanya juga berlaku bagi seluruh umatnya. Hal ini karena shalat dhuha

mengandung banyak sekali hikmah dan manfaat yang instan (langsung) bagi yang

membiasakanya. Shalat dhuha merupakan solusi atas problema dalam hidup ini,

seperti dalam hal kesehatan, intelektual, bahkan soal rezeki. Namun ketika

beribadah hendaknya diilakukan dengan niat murni dan ikhlas karena Allah.

Jangan pernah melakukan ibadah karena riya (pamer), terpaksa, atau semata-mata

ingin memperoleh manfaat khusus. Perkara Allah menerima ibadah kita atau

tidak, itu urusan lain.hal terpenting adalah melakukan ibadah sesuai dengan yang

digariskan oleh Allah dan Rasul-Nya. Demikian dengan pahala, manfaat,

keutamaan yang hendaknya kita jadikan sebagai motivator atau pendorong agar

kita giat beribadah.

11
DAFTAR PUSTAKA

I`anah Ath-Thalibin adalah karya besar seorang tokoh ulama terkemuka Makkah

abad ke-14 Hijriyyah (abad ke-19 Masehi), Sayyid Bakri Syatha.

Muhammad bin Ahmad Albajuri, Kitab Bajuri, Mesir : Maktabah, 1198 H

M. Khalilurrahman Al Mahfani, Berkah Shalat Dhuha, WahyuMedia,


Jakarta, 2008

Departemen Agama RI, "Al-Qur'an dan terjemahnya", PT K. Grafindo, Semarang,


1994.

H. Mahmud Yunus, Prof.Dr., "Tafsir Quran Karim", PT MY. Wadzuryah, Jakarta,


2006.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, "Qadla dan Qadar: Ulasan tuntas masalah takdir",
Pustaka Azzam, 2006.

Khan Sahib Khaja Khan, "Cakrawala Tasawuf", Rajawali Press, Jakarta, 1987.

Muhammad Faiz Almath, Dr., "1100 hadits terpilih: Sinar ajaran Muhammad",
Gema Insani, Jakarta, 1991.

Mustofa Muhammad Asy Syak'ah, Dr., "Islam tidak bermazhab", Gema Insani
Press, Jakarta, 1994.

Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwaijiri, "Ensiklopedia Islam


AL-KAMIL", Darus Sunnah, Jakarta, 2007.

Syamsul Rijal Hamid, "Buku pintar agama Islam", Cahaya Salam, Bogor, 2005.

Widjiono Wasis, "Almanak jagad raya", Dian Rakyat, Jakarta, 1991.


 

12

Anda mungkin juga menyukai