2. Silahkan dicermati perbedaan PMK 56 tahun 2014 dan PMK 3 tahun 2020. Apa dampak
terhadap PMK tersebut bagi Apoteker?
PMK 56 tahun 2014 PMK 3 tahun 2020 Dampak bagi farmasi atau
apoteker
Pasal 14 Pasal 7 ayat (2) PMK 3 Tahun 2020 Pasal 7
Pelayanan yang Pelayanan kesehatan yang tentang pelayanan kesehatan
diberikan oleh Rumah diberikan oleh Rumah Sakit di rumah sakit meliputi medik
Sakit Umum Kelas A dan penunjang medik,
umum sebagaimana
paling sedikit meliputi: sementara pelayanan
a. pelayanan medik; dimaksud pada ayat (1) nonmedik dipisahkan. Lalu
b. pelayanan paling sedikit terdiri atas: untuk tenaga kefarmasian
kefarmasian; a. Pelayanan medik dan dikelompokkan dalam tenaga
c. pelayanan penunjang medik; non medik sehingga
keperawatan dan b. Pelayanan keperawatan maknanya seperti
kebidanan; dan kebidanan; dan menjauhkan apoteker dari
d. pelayanan penunjang c. Pelayanan non medik pasien, hal tersebut
klinik; bertentangan dengan standar
e. pelayanan penunjang pelayanan kefarmasian yang
nonklinik; dan terdiri atas manajemen dan
f. pelayanan rawat inap. farmasi klinik.
Pasal 19 Pasal 10 Pada PMK No3 tahun 2020
Pelayanan penunjang Pelayanan non medik yang menyebutkan bahwa apoteker
nonklinik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) sebagai tenaga non medis dan
dimaksud dalam Pasal dikelompokkan dengan
huruf c terdiri atas pelayanan
14 huruf e meliputi tenaga lain yang tidak perlu
farmasi, pelayanan
pelayanan laundry/linen, menempuh pendidikan
jasa boga/dapur, teknik laundry/binatu, pengolahan
khusus seperti pelayanan
dan pemeliharaan makanan/gizi, pemeliharaan laundry. Hal ini seperti tidak
fasilitas, pengelolaan sarana prasarana dan alat menghargai dan sekaligus
limbah, gudang, kesehatan, informasi dan menjatuhkan peran apoteker.
ambulans, sistem
informasi dan komunikasi, pemulasaran Padahal suatu puskesmas atau
komunikasi, jenazah, dan pelayanan non rumah sakit tidak dapat
pemulasaraan jenazah, medik lainnya. beroperasi tanpa adanya obat,
sistem penanggulangan dan rumah sakit dari apotek
kebakaran, pengelolaan memperjelas pentingnya
gas medik, dan posisi apoteker seperti
pengelolaan air bersih. perencanaan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan,
dan pemusnahan.
4. Sebagian besar orang beranggapan bahwa apotek adalah lahan bisnis. Namun disisi lain
apotek merupakan tempat praktik profesi apoteker. Bagaimana menurut pendapat anda
menyikapi kondisi seperti ini bila dikaitkan dengan kode etik profesi apoteker?
PMK No. 73 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek. Apotek adalah sarana
praktek kefarmasian oleh apoteker dan apoteker harus menjunjung tinggi pharmaceutical care
yang meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, dan pemusnahan serta
menjaga mutu sediaan farmasi. Selain itu apoteker juga berperan dalam pendistribusian obat,
pelayanan obat dengan/tanpa resep dokter, dan pemberian informasi obat kepada pasien. Hal ini
menjelaskan bahwa apotek bukan menjadi tempat bisnis, melainkan tempat dilakukannya praktik
kefarmasian dengan mengedepankan kepentingan pasien. jangan hanya berfikir keuntungan
karna jika tujuan didirikannya apotek adalah sekedar mencari keuntungan maka dasarnya adalah
dagang, sedangkan negara memberikan kesempatan kepada apoteker dalam memberikan obat
bebas, bebas terbatas, keras tanpa resep dokter yaitu golongan Obat Wajib Apotek (OWA), dan
obat golongan lain, itu bukan untuk dagang melainkan sebagai praktik pharmaceutical care. Jika
seorang apotek melakukan praktik secara benar maka pendapatan apotek akan mengikuti praktik
kefarmsian. Sesuai dengan kode etik apoteker pasal 5 menyatakan bahwa didalam menjalankan
tugasnya, apoteker harus menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan diri semata yang
bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur jabatan farmasi.