Anda di halaman 1dari 41

1

ARTIKEL TEMA KEISLAMAN:

1. TAUHID: KEISTIMEWAAN DAN KEBENARAN KONSEP KETUHANAN


DALAM ISLAM
2. SAINS&TEKNOLOGI DALAM AL-QUR’AN DAN AL-HADITS
3. 3 GENERASI TERBAIK MENURUT AL-HADITS
4. PENGERTIAN DAN JEJAK SALAFUSSOLEH (REFERENSI AL-HADITS)
5. AJARAN DAN TUNTUNAN TENTANG BERBAGI, KEADILAN SERTA
PENEGAKAN HUKUM DALAM ISLAM.

Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampuh:

Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun Oleh:

Nama : Farica Eryani


NIM : G1C020018
Fakultas&Prodi : MIPA&KIMIA
Semester : GANJIL

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MATARAM GANJIL
T.A. 2020/2021

Catatan:
Tema di atas bukan untuk dipilih salah satunya, dari nomor 1 s.d 5 harus dimuat di
dalam 1 artikel besar dengan BAB-BAB tersendiri.
ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas selesainya tugas
ini. Dan atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan tugas ini
dengan mengangkat beberapa tema yaitu Keistimewaan dan kebenara konsep
ketuhanan dalam islam, Sains & teknologi dalam AL-QUR’AN dan AL-HADITS,
Generasi terbaik menurut AL-HADIST, Pengertian salaf(reperensi hadits) dan Islam,
ajaran tentang berbagi serta keadilan penegakan hukum.

Sholawat dan Salam semoga ALLAH SWT limpahkan kepada Rasulullah Muhammad
SAW yang telah menyampaikan petunjukan Allah SWT untuk kita semua, yang
merupakan sebuah pentunjuk yang paling benar yakni Syariat agama Islam yang
sempurna dimana merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi seluruh alam
semesta.

Terima kasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr.Taufiq Ramdani, S.Th.I.,
M.Sos, sebagai dosen pengampuh mata Kuliah Pendidkan Agama Islam  yang telah
menyerahkan kepercayaannya kepada pennulis guna menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu.

Besar harapan saya tugas ini akan memberi manfaat bagi para pembaca dan dapat
memberikan umpan balik berupa kritik dan saran. Penulis menyadari bahwa tulisan ini
masi jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangaun
akan nantikan demi kesempurnaan tulisan ini.

Penyusun, Mataram, Oktober 2020

Nama : Farica Eryani


NIM : G1C020018
iii

DAFTAR ISI

HALAMAN COVER i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I. Tauhid: Keistimewaan&Kebenaran Konsep Ketuhanan dalam Islam…….1
BAB II. Sains dan Teknologi dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits………………………. 10
BAB III. 3 Generasi Terbaik Menurut Al-Hadits………………………………………..16
BAB IV. Pengertian dan Jejak Salafussoleh (Referesnsi Al-Hadits) ………………..27
BAB V. Ajaran dan Tuntunan tentang Berbagi, Penegakan serta
Keadilan Hukum dalam Islam…………………………………………………..31
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….37
LAMPIRAN………………………………………………………………………………….38

Ketentuan Penulisan:

Kertas A4
Margin: 3x3x3x3 cm
Spasi 1,5
Font: Arial 11
Jumlah halaman: Minimal 15
Jumlah Referensi Buku/Kitab/Web, situs, blog, dll: Minimal 10
Nomor Halaman Ketik di Sebelah pojok bawah sebelah kanan.

PERHATIAN:

Saat upload di scribd muncul form:

a. Form untuk diisi judul, maka ketik judul: Tauhid, Al-Qur'an&Hadits, Generasi
Terbaik dan Salafussalih, Berbagi, Keadilan dan Penegakan Hukum dalam
Islam, Dosen: Dr.Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos.
b. Form untuk diisi Diskripsi Dokumen/Informasi Dokumen maka ketik: Islam, Dr.
Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos, Universitas Mataram, Nama Fakultas, Nama
Prodi, Nama Kalian Sendiri.
1

BAB I

TAUHID: KEISTIMEWAAN DAN KEBENARAN KONSEP KETUHANAN DALAM


ISLAM

A. Siapakah Tuhan itu?

Perkataan ilah, yang diterjemahkan “Tuhan”, dalam Al-Quran dipakai untuk


menyatakan berbagai obyek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya
dalam QS 45 (Al-Jatsiiyah): 23, yaitu:

َ Hَ‫ أ‬H‫و‬Hَ H‫ ُه‬H‫ ا‬H‫و‬Hَ H‫ َه‬H‫ ُه‬H‫ َه‬Hَ‫ل‬HٰHِ‫ إ‬H‫ذ‬Hَ H‫خ‬Hَ َّH‫ت‬H‫ ا‬H‫ ِن‬H‫ َم‬H‫ت‬
Hَ H‫ َب‬H‫ى‬Hٰ Hَ‫ ل‬H‫ َع‬H‫ َل‬H‫ َع‬H‫ج‬Hَ H‫و‬Hَ H‫ ِه‬H‫ ِب‬H‫ ْل‬H‫ َق‬H‫و‬Hَ H‫ ِه‬H‫ ِع‬H‫ ْم‬H‫ َس‬H‫ى‬Hٰ Hَ‫ ل‬H‫ع‬Hَ H‫ َم‬H‫ َت‬H‫خ‬Hَ H‫و‬Hَ H‫م‬Hٍ H‫ ْل‬H‫ع‬Hِ H‫ى‬Hٰ Hَ‫ ل‬H‫ع‬Hَ Hُ ‫ هَّللا‬H‫َّ ُه‬H‫ ل‬H‫ض‬
Hً‫ ة‬H‫و‬Hَ H‫ ا‬H‫ َش‬H‫غ‬Hِ H‫ ِه‬H‫ر‬Hِ H‫ص‬ Hَ H‫ ْي‬Hَ‫ أ‬H‫ر‬Hَ H‫ َف‬Hَ‫أ‬

H‫ن‬Hَ H‫ و‬H‫ر‬Hُ َّH‫ ك‬H‫ َذ‬H‫ اَل َت‬H‫ َف‬Hَ‫ أ‬Hۚ Hِ ‫ هَّللا‬H‫ ِد‬H‫ع‬Hْ H‫ َب‬H‫ن‬Hْ H‫ ِم‬H‫ ِه‬H‫ ي‬H‫ ِد‬H‫ ْه‬H‫ َي‬H‫ن‬Hْ H‫ َم‬H‫َف‬

Artinya: “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya
sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah
mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas
penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah
(membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”

Dalam QS 28 (Al-Qashash):38, perkataan ilah dipakai oleh Fir’aun untuk dirinya

H‫ ِن‬H‫ ي‬H‫ ِّط‬H‫ل‬H‫ ا‬H‫ ى‬H‫ َل‬H‫ َع‬H‫ن‬Hُ H‫ ا‬H‫ َم‬H‫ ا‬H‫ َه‬H‫ ا‬H‫ َي‬H‫ ي‬H‫ ِل‬H‫د‬Hْ H‫ ِق‬H‫و‬Hْ Hَ‫ أ‬H‫ َف‬H‫ ي‬H‫ر‬Hِ H‫ ْي‬H‫ َغ‬H‫ ٍه‬H‫ َل‬HٰHِ‫ إ‬H‫ن‬Hْ H‫ ِم‬H‫ ْم‬H‫ ُك‬H‫ َل‬H‫ت‬
Hُ H‫ ْم‬H‫ ِل‬H‫ع‬Hَ H‫ ا‬H‫ َم‬Hُ ‫ أَل‬H‫ َم‬H‫ ْل‬H‫ ا‬H‫ ا‬H‫ َه‬HُّH‫ ي‬Hَ‫ أ‬H‫ ا‬H‫ َي‬H‫ن‬Hُ H‫و‬Hْ H‫ع‬Hَ H‫ر‬Hْ H‫ ِف‬H‫ َل‬H‫ ا‬H‫ َق‬H‫و‬Hَ :sendiri
ُ Hَ ‫ أَل‬H‫ ي‬H‫ ِّن‬Hِ‫ إ‬H‫و‬Hَ H‫ى‬Hٰ H‫س‬Hَ H‫ و‬H‫ ُم‬H‫ ِه‬H‫ َل‬HٰHِ‫ إ‬H‫ى‬Hٰ H‫ َل‬Hِ‫ إ‬H‫ ُع‬H‫َّ ِل‬H‫ ط‬Hَ‫ أ‬H‫ ي‬Hِّ‫ ل‬H‫ َع‬H‫ َل‬H‫ ا‬H‫ح‬Hً H‫ر‬Hْ H‫ص‬
H‫ َن‬H‫ ي‬H‫ ِب‬H‫ ِذ‬H‫ ا‬H‫ َك‬H‫ ْل‬H‫ ا‬H‫ن‬Hَ H‫ ِم‬H‫ ُه‬H‫ ُّن‬H‫ظ‬ َ H‫ ي‬H‫ ِل‬H‫ ْل‬H‫ َع‬H‫ج‬Hْ H‫ ا‬H‫َف‬

Dan berkata Fir'aun: "Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu
selain aku. Maka bakarlah hai Haman untukku tanah liat kemudian buatkanlah untukku
bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan sesungguhnya
aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-orang pendusta".Contoh ayat-ayat
tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa mengandung arti berbagai
benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi maupun benda nyata (Fir’aun atau
penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan ilah dalam Al-Quran juga dipakai
dalam bentuk tunggal (mufrad: ilaahun), ganda (mutsanna:ilaahaini), dan banyak
(jama’: aalihatun). Bertuhan nol atau atheisme tidak mungkin. Untuk dapat mengerti
dengan definisi Tuhan atau Ilah yang tepat, berdasarkan logika Al-Quran sebagai
berikut: Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia
sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya.
Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya yang
dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan atau
kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya
atau kerugian.
2

Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-ilah sebagai berikut:

Al-ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepada-Nya,
merendahkan diri di hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat
berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdoa, dan bertawakal kepadanya untuk
kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan
di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya (M.Imaduddin, 1989:56)

Atas dasar definisi ini, Tuhan itu bisa berbentuk apa saja, yang dipentingkan manusia.
Yang pasti, manusia tidak mungkin ateis, tidak mungkin tidak ber-Tuhan. Berdasarkan
logika Al-Quran, setiap manusia pasti ada sesuatu yang dipertuhankannya. Dengan
begitu, orang-orang komunis pada hakikatnya ber-Tuhan juga. Adapun Tuhan mereka
ialah ideologi atau angan-angan (utopia) mereka. Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat
“la ilaaha illa Allah”. Susunan kalimat tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu “tidak
ada Tuhan”, kemudian baru diikuti dengan penegasan “melainkan Allah”. Hal itu berarti
bahwa seorang muslim harus membersihkan diri dari segala macam Tuhan terlebih
dahulu, sehingga yang ada dalam hatinya hanya ada satu Tuhan, yaitu Allah

B. Sejarah Pemikiran Manusia tentang Tuhan

A. Pemikiran Barat

Yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah konsep


yang didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman lahiriah maupun
batiniah, baik yang bersifat penelitian rasional maupun pengalaman batin. Dalam
literatur sejarah agama, dikenal teori evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan
adanya proses dari kepercayaan yang amat sederhana, lama kelamaan meningkat
menjadi sempurna. Teori tersebut mula-mula dikemukakan oleh Max Muller,
kemudian dikemukakan oleh EB Taylor, Robertson Smith, Lubbock dan Javens.
Proses perkembangan pemikiran tentang

Tuhan menurut teori evolusionisme adalah sebagai berikut:

 Dinamisme

Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengakui adanya
kekuatan yang berpengaruh dalam kehidupan. Setiap benda mempunyai
pengaruh pada manusia, ada yang berpengaruh positif dan ada pula yang
berpengaruh negatif. Kekuatan yang ada pada benda disebut dengan nama yang
berbeda-beda, seperti mana (Melanesia), tuah (Melayu), dan syakti (India). Mana
adalah kekuatan gaib yang tidak dapat dilihat atau diindera dengan pancaindera.
Oleh karena itu dianggap sebagai sesuatu yang misterius. Meskipun nama tidak
dapat diindera, tetapi ia dapat dirasakan pengaruhnya.
3

 Animisme

Masyarakat primitif pun mempercayai adanya peran roh dalam hidupnya. Setiap
benda yang dianggap benda baik, mempunyai roh. Oleh masyarakat primitif, roh
dipercayai sebagai sesuatu yang aktif sekalipun bendanya telah mati. Oleh karena
itu, roh dianggap sebagai sesuatu yang selalu hidup, mempunyai rasa senang,
rasa tidak senang apabila kebutuhannya dipenuhi.

 Politeisme

Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak memberikan kepuasan,


karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan. Roh yang lebih dari
yang lain kemudian disebut dewa. Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan
tertentu sesuai dengan bidangnya. Ada dewa yang bertanggung jawab terhadap
cahaya, ada yangmembidangi masalah air, ada yang membidangi angin dan lain
sebagainya.

 Henoteisme

Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum cendekiawan.


Oleh karena itu dari dewa-dewa yang diakui diadakan seleksi, karena tidak
mungkin mempunyai kekuatan yang sama. Lama-kelamaan kepercayaan
manusia meningkat menjadi lebih definitif (tertentu). Satu bangsa hanya mengakui
satu dewa yang disebut dengan Tuhan, namun manusia masih mengakui Tuhan
(Ilah) bangsa lain. Kepercayaan satu Tuhan untuk satu bangsa disebut dengan
henoteisme (Tuhan Tingkat Nasional).

 Monoteisme

Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi monoteisme. Dalam


monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh bangsa dan bersifat
internasional. Bentuk monoteisme ditinjau dari filsafat Ketuhanan terbagi dalam
tiga paham, yaitu: deisme, panteisme, dan teisme. Evolusionisme dalam
kepercayaan terhadap Tuhan sebagaimana dinyatakan oleh Max Muller dan EB.
Taylor (1877), ditentang oleh Andrew Lang (1898) yang menekankan adanya
monoteisme dalam masyarakat primitif. Dia mengemukakan bahwa orang-orang
yang berbudaya rendah juga sama monoteismenya dengan orang-orang Kristen.

Dengan lahirnya pendapat Andrew Lang, maka berangsur-angsur golongan


evolusionisme menjadi reda dan sebaliknya sarjana-sarjana agama terutama di
4

Eropa Barat mulai menantang evolusionisme dan memperkenalkan teori baru


untuk memahami sejarah agama. Mereka menyatakan bahwa ide tentang Tuhan
tidak datang secara evolusi, tetapi dengan relevansi atau wahyu. Kesimpulan
tersebut diambil berdasarkan pada penyelidikan bermacam-macam kepercayaan
yang dimiliki oleh kebanyakan masyarakat primitif. Dalam penyelidikan didapatkan
bukti-bukti bahwa asal-usul kepercayaan masyarakat primitif adalah monoteisme
dan monoteisme adalah berasal dari ajaran wahyu Tuhan (Zaglul Yusuf, 1993:26-
27).

B. Pemikiran Umat Islam

a. Mu’tazilah

 yang merupakan kaum rasionalis di kalangan muslim, serta menekankan


pemakaian akal pikiran dalam memahami semua ajaran dan keimanan dalam
Islam. Orang islam yang berbuat dosa besar, tidak kafir dan tidak mukmin. Ia
berada di antara posisi mukmin dan kafir (manzilah bainal manzilatain).

Dalam menganalisis ketuhanan, mereka memakai bantuan ilmu logika Yunani,


satu sistem teologi untuk mempertahankan kedudukan keimanan. Hasil dari
paham Mu’tazilah yang bercorak rasional ialah muncul abad kemajuan ilmu
pengetahuan dalam Islam. Namun kemajuan ilmu pengetahuan akhirnya menurun
dengan kalahnya mereka dalam perselisihan dengan kaum Islam ortodoks.
Mu’tazilah lahir sebagai pecahan dari kelompok Qadariah,
sedang Qadariah adalah pecahan dari Khawarij.

b. Qodariah

berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam berkehendak dan


berbuat. Manusia sendiri yang menghendaki apakah ia akan kafir atau mukmin
dan hal itu yang menyebabkan manusia harus bertanggung jawab atas
perbuatannya.

c. Jabariah

merupakan pecahan dari Murji’ah berteori bahwa manusia tidak mempunyai


kemerdekaan dalam berkehendak dan berbuat. Semua tingkah laku manusia
ditentukan dan dipaksa oleh Tuhan.

d. Asy’ariyah dan Maturidiyah yang pendapatnya berada di


antara Qadariah dan Jabariah
5

Semua aliran itu mewarnai kehidupan pemikiran ketuhanan dalam kalangan umat
islam periode masa lalu. Pada prinsipnya aliran-aliran tersebut di atas tidak
bertentangan dengan ajaran dasar Islam. Oleh karena itu umat Islam yang
memilih aliran mana saja diantara aliran-aliran tersebut sebagai teologi mana
yang dianutnya, tidak menyebabkan ia keluar dari islam.

C.Tuhan Menurut Agama-agama Wahyu

Pengkajian manusia tentang Tuhan, yang hanya didasarkan atas pengamatan


dan pengalaman serta pemikiran manusia, tidak akan pernah benar. Sebab
Tuhan merupakan sesuatu yang ghaib, sehingga informasi tentang Tuhan yang
hanya berasal dari manusia biarpun dinyatakan sebagai hasil renungan maupun
pemikiran rasional, tidak akan benar.

Informasi tentang asal-usul kepercayaan terhadap Tuhan antara lain tertera


dalam:

1. QS 21 (Al-Anbiya): 92,

ُ ُ
ِ ‫إِنَّ ٰ َه ِذ ِه أ َّم ُت ُك ْم أم ًَّة َواحِدَ ًة َوأَ َنا َر ُّب ُك ْم َفاعْ ُبد‬
‫ُون‬

Artinya: “Sesungguhnya (agama Tauhid) ini adalah agama kamu semua;


agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku. “

Ayat t di atas memberi petunjuk kepada manusia bahwa sebenarnya tidak ada
perbedaan konsep tentang  ajaran ketuhanan sejak zaman dahulu hingga
sekarang. Melalui Rasul-rasul-Nya, Allah memperkenalkan dirinya melalui ajaran-
Nya, yang dibawa para Rasul, Adam sebagai Rasul pertama dan Muhammad
sebagai terakhir.

2. QS 5 (Al-Maidah):72

H‫ ي‬HِّH‫ ب‬H‫ر‬Hَ Hَ ‫ هَّللا‬H‫ا‬H‫ و‬H‫ ُد‬H‫ ُب‬H‫ع‬Hْ H‫ ا‬H‫ َل‬H‫ ي‬H‫ ِئ‬H‫ ا‬H‫ر‬Hَ H‫س‬Hْ Hِ‫ إ‬H‫ ي‬H‫ ِن‬H‫ َب‬H‫ ا‬H‫ َي‬H‫ ُح‬H‫ ي‬H‫س‬Hِ H‫ َم‬H‫ ْل‬H‫ ا‬H‫ َل‬H‫ ا‬H‫ َق‬H‫و‬Hَ Hۖ H‫ َم‬H‫ َي‬H‫ر‬Hْ H‫ َم‬H‫ن‬Hُ H‫ ْب‬H‫ ا‬H‫ ُح‬H‫ ي‬H‫س‬Hِ H‫ َم‬H‫ ْل‬H‫ ا‬H‫و‬Hَ H‫ ُه‬Hَ ‫ هَّللا‬H‫ن‬
َّ Hِ‫ إ‬H‫ا‬H‫ و‬Hُ‫ل‬H‫ ا‬H‫ َق‬H‫ن‬Hَ H‫ ي‬H‫َّ ِذ‬H‫ل‬H‫ ا‬H‫ر‬Hَ H‫ َف‬H‫ َك‬H‫د‬Hْ H‫ َق‬Hَ‫ل‬

Hَ H‫ ْن‬Hَ‫ أ‬H‫ن‬Hْ H‫ ِم‬H‫ن‬Hَ H‫ ي‬H‫ ِم‬H‫ ِل‬H‫ ا‬Hَّ‫ظ‬H‫ ل‬H‫ ِل‬H‫ ا‬H‫ َم‬H‫و‬Hَ Hۖ H‫ ُر‬H‫َّ ا‬H‫ن‬H‫ل‬H‫ ا‬H‫ ُه‬H‫ ا‬H‫و‬Hَ Hْ‫ أ‬H‫ َم‬H‫و‬Hَ H‫َّ َة‬H‫ ن‬H‫ج‬Hَ H‫ ْل‬H‫ ا‬H‫ ِه‬H‫ ْي‬Hَ‫ ل‬H‫ع‬Hَ Hُ ‫ هَّللا‬H‫َّ َم‬H‫ ر‬H‫ح‬Hَ H‫د‬Hْ H‫ َق‬H‫ َف‬Hِ ‫هَّلل‬H‫ ا‬H‫ ِب‬H‫ك‬
H‫ ٍر‬H‫ ا‬H‫ص‬ Hْ H‫ر‬Hِ H‫ ْش‬H‫ ُي‬H‫ن‬Hْ H‫ َم‬H‫َّ ُه‬H‫ ن‬Hِ‫ إ‬Hۖ H‫ ْم‬H‫َّ ُك‬H‫ ب‬H‫ر‬Hَ H‫و‬Hَ
Artinya: “Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah
ialah Al Masih putera Maryam", padahal Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israil,
sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu". Sesungguhnya orang yang
mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan
kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu
seorang penolongpun.”
6

“Al-Masih berkata: “Hai Bani Israil sembahlah Allah Tuhaku dan Tuhanmu.
Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti
mengharamkan kepadanya syurga, dan tempat mereka adalah neraka.

3. QS 112 (Al-Ikhlas): 1-4,

‫قُ ۡل ه َُو هّٰللا ُ اَ َح ٌد‬

Katakanlah (Muhammad), "Dialah Allah, Yang Maha Esa.

bagikan ayat ke-1 

َّ ‫هّٰللَا ُ ال‬
‫ص َم ُد‬

Allah tempat meminta segala sesuatu.

bagikan ayat ke-2 

‫لَمۡ َيل ِۡد ۙ َولَمۡ ي ُۡولَ ۡد‬

(Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.

bagikan ayat ke-3 

‫َولَمۡ َي ُك ۡن لَّ ٗه ُكفُ ًوا اَ َح ٌد‬

Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia."

Dari ungkapan ayat-ayat tersebut, jelas bahwa Tuhan adalah Allah. Kata Allah
adalah nama isim jumid atau personal name. Merupakan suatu pendapat yang
keliru, jika nama Allah diterjemahkan dengan kata “Tuhan”, karena dianggap
sebagai isim musytaq.

Keesaan Allah adalah mutlak. Ia tidak dapat didampingi atau disejajarkan dengan
yang lain. Sebagai umat Islam, yang mengikrarkan kalimat syahadat La ilaaha illa
Allah harus menempatkan Allah sebagai prioritas utama dalam setiap tindakan dan
ucapannya.

Konsepsi kalimat La ilaaha illa Allah yang bersumber dari al-quran memberi petunjuk
bahwa manusia mempunyai kecenderungan untuk mencari Tuhan yang lain selain
Allah dan hal itu akan kelihatan dalam sikap dan praktik menjalani kehidupan.

E.Konsep Ketuhanan dalam Islam


7

Istilah Tuhan dalam sebutan Al-Quran digunakan kata ilaahun, yaitu setiap yang
menjadi penggerak atau motivator, sehingga dikagumi dan dipatuhi oleh manusia.
Orang yang mematuhinya di sebut abdun (hamba). Kata ilaah (tuhan) di dalam Al-
Quran konotasinya ada dua kemungkinan, yaitu  Allah, dan selain Allah. Subjektif
(hawa nafsu) dapat menjadi ilah (tuhan). Benda-benda seperti : patung, pohon,
binatang, dan lain-lain dapat pula berperan sebagai ilah. Demikianlah seperti
dikemukakan pada surat Al-Baqarah (2) : 165, sebagai berikut:

ً ‫ُون هَّللا ِ أَ ْن‬


ِ ‫دَادا ُي ِحبُّو َن ُه ْم َكحُبِّ هَّللا‬ ِ ‫اس َمنْ َي َّتخ ُِذ مِنْ د‬
ِ ‫َوم َِن ال َّن‬

 Diantara manusia ada yang bertuhan kepada selain Allah, sebagai tandingan
terhadap Allah. Mereka mencintai tuhannya itu sebagaimana mencintai Allah.

 Sebelum turun Al-Quran dikalangan masyarakat Arab telah menganut konsep tauhid
(monoteisme). Allah sebagai Tuhan mereka. Hal ini diketahui dari ungkapan-ungkapan
yang mereka cetuskan, baik dalam do’a maupun acara-acara ritual. Abu Thalib, ketika
memberikan khutbah nikah Nabi Muhammad dengan Khadijah (sekitar 15 tahun
sebelum turunya Al-Quran) ia mengungkapkan kata-kata Alhamdulillah. (Lihat Al-
Wasith,hal 29). Adanya nama Abdullah (hamba Allah) telah lazim dipakai di kalangan
masyarakat Arab sebelum turunnya Al-Quran. Keyakinan akan adanya Allah, kemaha
besaran Allah, kekuasaan Allah dan lain-lain, telah mantap. Dari kenyataan tersebut
timbul pertanyaan apakah konsep ketuhanan yang dibawakan Nabi Muhammad?
Pertanyaan ini muncul karena Nabi Muhammad dalam mendakwahkan konsep ilahiyah
mendapat tantangan keras dari kalangan masyarakat. Jika konsep ketuhanan yang
dibawa Muhammad sama dengan konsep ketuhanan yang mereka yakini tentu tidak
demikian kejadiannya.

Pengakuan mereka bahwa Allah sebagai pencipta semesta alam dikemukakan dalam
Al-Quran surat Al-Ankabut (29) ayat 61 sebagai berikut;

َ ‫ْس َو ْال َق َم َر َل َيقُولُنَّ هَّللا ُ َفأ َ َّنى ي ُْؤ َف ُك‬


‫ون‬ َ ْ‫ت َواأْل َر‬
Hَ ‫ض َو َس َّخ َر ال َّشم‬ ِ ‫َولَئِنْ َسأ َ ْل َت ُه ْم َمنْ َخلَقَ ال َّس َم َوا‬

 Jika kepada mereka ditanyakan, “Siapa yang menciptakan lagit dan bumi, dan
menundukkan matahari dan bulan?” Mereka pasti akan menjawab Allah.

 Dengan demikian seseorang yang mempercayai adanya Allah, belum tentu berarti
orang itu beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Seseorang baru laik dinyatakan bertuhan
kepada Allah jika ia telah memenuhi segala yang dimaui oleh Allah. Atas dasar itu inti
konsep ketuhanan Yang Maha Esa dalam Islam adalah memerankan ajaran Allah yaitu
Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari. Tuhan berperan bukan sekedar Pencipta,
melainkan juga pengatur alam semesta.

Pernyataan lugas dan sederhana cermin manusia bertuhan Allah sebagaimana


dinyatakan dalam surat Al-Ikhlas. Kalimat syahadat adalah pernyataan lain sebagai
jawaban atas perintah yang dijaukan pada surat Al-Ikhlas tersebut. Ringkasnya jika
Allah yang harus terbayang dalam kesadaran manusia yang bertuhan Allah adalah
disamping Allah sebagai Zat, juga Al-Quran sebagai ajaran serta Rasullullah sebagai
Uswah hasanah.

F.Pandangan al-ghazali tentang kosep ketuhanan


8

Al-Ghazali adalah seorang filosof dan sufi dalam dunia islam. Dikenal sebagai seorang
pemikir Islam yang produktif. Al-Ghazali memiliki nama lengkap Abu Hamid
Muhammad bin Muhammad, dilahirkan pada tahun 450 H/ 1058 M di Ghazaleh, kota
kecil di Thus (daerah khurasan) Iran, atau Meshed. Al-Ghazali diberi gelar Al Juwaini
yaitu Bahrun Muhriq artinya laut yang dalam. Al-Ghazali dikenal sebagai seorang
filosof besar dalam dunia Islam, karena dalam buku Tahafut al Falasifah tidak mau
menerima aliran-aliran filsafat dan kepada setiap orang yang tidak yakin terhadap
kebenaran Islam.

Filsafat Ketuhanan
Didalam filsafat ketuhanan tidak hanya berdasarkan pada suatu dogma, namun lebih
kepada keyakinan yang bersumber pada pengetahuan ilmiah sehingga dapat diuji
kebenarannya. Maka ketuhanan merupakan suatu kebenaran yang dapat diterima oleh
akal pikiran dan kaidah-kaidah logika.
 Secara filosofis, filsafat ketuhanan dan wahyu saling berintegrasi :

1. Filsafat ketuhanan merupakan jalan menuju kepada Tuhan sebagai tema


pokok.
2. Pengetahuan murni tentang Tuhan membuat sesorang mengetahui Tuhan dan
wahyu.
3. Perbuatan yang demikian dapat dilakukan bagi setiap orang.

Kepercayaan kepada Tuhan dapat dibedakan menjadi beberapa hal :

1. Ada perbedaan antara Tuhan dan ide tentang Tuhan.


2. Manusia menyembah Tuhan sebelum lahirnya doktrin dan permasalahan-
permasalahannya.
3. Tidak ada pendapat tentang Tuhan yang dianggap final atau memadai.

Sifat-sifat Tuhan dapat dikemukan sebagai berkut :

1. Tuhan adalah immanent, Tuhan bertindak sesuai struktur alam, bagian dari


proses dan dalam kehidupan manusia.
2. Tuhan adalah transcendent, Tuhan dapat dikonsepsikan sebagai Dzat yang
bertindak dari atas atau terpisah dari alam.
3. Tuhan bekerja dengan cara teratur dan sesuai hukum.
4. Tuhan itu pandai dan cara bekerjanya mengandung maksud.
5. Tuhan itu baik dan bertindak baik.

Perspektif Al Ghazali tentang Konsep Ketuhanan

a.Sumber Pengetahuan tentang Tuhan


Al-Ghazali mengatakan bahwa eksistensi Tuhan adalah sebagai Wajibul Wujud yang
tidak membutuhkan sesuatu apapun, maka ia adalah Zat Tuhan, yaitu Zat ghair
mutahajis artinya tidak memerlukan sesuatupun dalam eksistensi-Nya.
Sumber pengetahuan tentang Tuhan adalah melalui kalbu dengan cara
pemecahandalam wujud cahaya. Al-Ghazali memberikan penjelasan bahwa keraguan
yang bersifat filosofis dapat mengantarkan pengetahuan indrawi. Pegetahuan tersebut
9

adalah pengetahuan intuitif  yang didapat seseorang melalui akal sehat dengan cara


ilmiah, maka tidak ada keraguan sedikitpun.

b. Cara Memperoleh Pengetahuan tentang Tuhan


Pengetahuan tentang Tuhan menurut Al-Ghazaki diperoleh lewat cahaya. Cahaya
yang diberikan Allah adalah yang berupa citra akal pikiran manusia, seketika menjadi
jernih dan bersih tanpa adanya intervensi perasaan maupun angan-angan. Manusia
dapat memperoleh cahaya tersebut, sebab merupakan mkhluk Allah yang sesuai citra-
Nya dan cahaya yang ada pada-Nya.

c. Ukuran kebenaran tentang Tuhan


Ukuran kebenaran untuk memperoleh pengetahuan tentang Tuhan adalah dengan
cara bertasawuf. Tasawuf bagi Al-Ghazali dapat memberikan jawaban yang
memuaskan yaitu dalam usaha menempuh kehidupan menuju jalan kepada Tuhan,
maka pengetahuan-pengetahuan teoritis kaum sufi belum cukup jika tidak disertai
dengan pengalamannya.
Jalan sufi dapat ditempuh dengan beberapa cara, yaitu pertama, pengetahuan sufi
dapat diperoleh melalui akal pikiran. Kedua, berusaha memperoleh semua ilmu
pegnetahuan dengan latihan yang benar.

d.Tuhan Hakikat Segala Cahaya


Menurut Al-Ghazali cahaya dibedakan menjadi 3 golongan :

 Golongan pertama berlaku bagi semua yaitu golongan dalam dirinya tidak
dapat dilihat secara jelas, misal : benda hitam yang terdapat dalam gelap.
 Gologan kedua yaitu golongan dalam dirinya dapat dilihat, namun benda-benda
yang memancarkan sinar belum menyala, misal : bintang.
 Golongan ketiga yaitu golongan yang dalam dirinya dapat dilihat dan juga dapat
dilihat oleh benda lain, misal : bulan adn matahari, api atau pelita menerangi
suasana yang gelap gulita.

Pengertian cahaya atau nur adalah sesuatu dengan dirinya sendiri dapat dilihat dan
dengan seseuatu itu pula dapat dilihat benda-benda lain. Al-Ghazali mengatakan
bahwa hati manusia didalamnya terkandung cahaya mata yang disertai dengan sifat-
sifat keutamaan dan mendapat sebutan bermacam-macam. Kadang disebut akal, ruh
atau jiwa insaniyah, hal itu tergantung ruang lingkup pembahasan (konteksnya).
Konsep ketuhanan Al-Ghazali, membicarakan Tuhan adalah Hakikat Segala Cahaya
yang memiliki sifat wajibul wujud artinya wajib adanya dan sebagai sebab pertama.
Pengetahuan diri merupakan arah menuju Tuhan, dalam arti barang siapa mengenal
dirinya berarti akan mengenal Tuhannya.
Kalbu atau hati adalah sarana untuk mengenal Tuhan. Jiwa manusia didalamnya
terdapat dua potensi, pertama hati nurani yang berkecenderungan ke arah hal-hal
yang baik, kedua adalah hawa nafsu yang ebrkecenderungan ke arah hal-hal yang
buruk. Kedua potensi itu lebih dominan dalam jiwa manusia tergantung dari keimanan
dan ketakwaan masing-masing pribadi.
Tasawuf adalah jalan kebenaran untuk memperoleh pendekatan kepada Tuhan yaitu
dengan mahabah (cinta kepada Allah), syariat (melaksanakan hukum-hukum
Allah), tariqat (melalui jalan beribadah kepada Allah), dan hakikat (menuju kepada
yang hakiki) yaitu Tuhan
10

BAB II
SAINS&TEKNOLOGI DALAM AL-QUR’AN DAN AL-HADITS

A. Sains dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits


Definisi sains menurut tradisi Islam ialah sains yang bersumberkan daripada tradisi
sains tamadun awal terutamanya Tamadun Islam dan kaedah empirikal dan
matematikal ataupun logikal merupakan sebahagian sahaja kaedah yang digunakan
(Harun, 1992: 7). Metedologi sains Islam juga mengakui kaedah yang bukan empiris
seperti ilham dan kaedah gnostik atau kashf sebagai tergolong dalam metodolgi
saintifik. Kaedah ini pernah diamalkan oleh tokoh sains Islam yang terkenal.

Islam amat menyeru kepada penganutnya yang mementingkan budaya ilmu dan
melakukan sesuatu proses pencarian ilmu pengetahuan dengan bersungguh-
sungguh. Islam amat menegaskan tentang kepentingan menimba ilmu dan
dipraktikkan dalam pengenalan ilmu sains dan teknologi. Perkara ini dapat dibuktikan
secara fakta bahawa wahyu yang pertama diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
amat menekankan kepada pembacaan sebagai perkara penting dalam menimba ilmu.

Ilmu adalah satu perkara wajib yang perlu dituntut oleh setiap umat manusia
terutamanya umat Islam sama ada lelaki maupun perempuan. Perkara ini dapat
diterjemahkan menurut sebuah hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Anas bin
Malik RA.

َ ‫ َف ِر ْث‬ ‫ ْالع ِْل ْم‬  ُ‫َطلَب‬


‫مُسْ ل ٍِم‬ ‫ ُك ِّل‬ ‫ َعلَى‬ ‫ض ٌة‬

Artinya: ”menuntut ilmu adalah satu kewajipan ke atas setiap orang Islam.” (Ibn Majah)
Dalam karya Imam Al-Ghazali (1967) dan Jasmi (2018) pula, kewajipan menuntu ilmu
yang tersebut dalam hadis ini terbahagi kepada dua, iaitu wajib fardu ain dan wajib
fardu kifayah. Mendalami ilmu sains teknologi juga termasuk dalam kelompok ilmu
wajib fardu kifayah.
Selain daripada al-Quran yang banyak menceritakan tentang fenomena sains yang
wujud, terdapat beberapa hadis yang menggalakkan umat Islam mengkaji dan
mendalami tentang fenomena sains yang wujud (Jasmi, 2013a, 2013b, 2013d, 2013c).
Antara hadis tersebut ialah peristiwa Nabi Muhammad SAW yang melarang sahabat
baginda daripada melakukan proses pendebungaan pokok kurma dengan menabur
debunga jantan ke atas debunga betina lalu menyebabkan buah kurma tidak masak
sepenuhnya. Nabi Muhammad SAW menerangkan bahawa pentingnya ilmu perubatan
dan keperluannya. secara tuntasnya menyeru umat Islam mengetahui dan mengkaji
tentang Ilmu sains yang berkaitan. Firman Allah SWT:

ٓ
‫ب‬ َ ‫ك َك َمٓا اَ ْو َح ْي َنٓا ا ِٰلى ُن ْو ٍح وَّ ال َّن ِب ٖ ّي َن م ِۢنْ َبعْ د ِٖۚه َواَ ْو َح ْي َنٓا ا ِٰلى ِاب ْٰر ِه ْي َم َواِسْ ٰم ِع ْي َل َواِسْ ٰحقَ َو َيعْ قُ ْو‬
َ ‫ب َوااْل َسْ بَاطِ َوعِ ي ْٰسى َواَي ُّْو‬ َ ‫ ِا َّنٓا اَ ْو َح ْي َنٓا ِالَ ْي‬ 

‫س َو ٰهر ُْو َن َو ُسلَي ْٰم َن َۚو ٰا َت ْي َنا دَ ٗاودَ َزب ُْورً ۚا‬
َ ‫َوي ُْو ُن‬
11

Sesungguhnya Kami mewahyukan kepadamu (Muhammad) sebagaimana Kami telah


mewahyukan kepada Nuh dan nabi-nabi setelahnya, dan Kami telah mewahyukan
(pula) kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub dan anak cucunya; Isa, Ayyub, Yunus,
Harun dan Sulaiman. Dan Kami telah memberikan Kitab Zabur kepada Dawud. (Surah
al-Nisa’, 4: 163)

Menurut konsep Islam al-Quran sebagai petunjuk dan rahmat yang menjadi panduan
utama bagi membentuk pembentukkan cabang-cabang bidang serta ilmu atau
pengelasan ilmu dalam Islam. Firman Allah SWT:
ٍ ‫ض َو ۡاخ ِتاَل فُ اَ ۡلسِ َن ِت ُكمۡ َواَ ۡل َوا ِن ُك ؕمۡ‌ اِنَّ ف ِۡى ٰذل َِك اَل ٰ ٰي‬
‫ت لِّ ۡل ٰعلِم ِۡي‬ ِ ‫ت َوااۡل َ ۡر‬
ِ ‫َوم ِۡن ٰا ٰيتِهٖ َخ ۡل ُق الس َّٰم ٰو‬
Artinya: “ Dan antara tanda yang membuktikan kekuasaan-Nya dan kebijaksanaan-Nya
ialah kejadian langit dan bumi, dan berbeza bahasa kamu dan warna kulit kamu.
Sesungguhnya yang demikian itu mengandungi keterangan bagi orang yang
berpengetahuan.” (Surah al-Rum, 30: 22)
Peningkatan teknologi amat memberi galakkan dan dorongan umat Islam untuk
menceburi dan mendalami tentang keindahan sains-teknologi agar tidak ketinggalan
jauh daripada peredaran zaman. Umat Islam yang sejati akan menjadikan al-Quran
dan hadis sebagai panduan untuk memacu teknologi ke arah yang komprehensif dan
lebih teratur demi mewujudkan masyarakat Islam majmuk yang lebih berkualiti dan
berinnovasi berteraskan keilmuan Islam. Allah SWT berfirman:
َ ‫ُوس لَّ ُك ْم لِ ُتحْ صِ َن ُكم م ِّۢن َبأْسِ ُك ْم ۖ َف َه ْل أَن ُت ْم ٰ َش ِكر‬
‫ُون‬ ٍ ‫ص ْن َع َة لَب‬ َ ‫َو َعلَّمْ ٰ َن ُه‬

Artinya: “Dan kami mengajar Nabi Dawud membuat baju besi unntuk kamu menjaga
keselamatan kamu dalam mana-mana peperangan kamu, maka adakah kamu sentiasa
bersyukur(kepada allah).”(Surah al-Anbiya’, 21: 80)
Dalam konteks sejarah Islam, sains Islam membuktikan bahawa perkembangan yang
pesat dan banyak memberi insprasi ke arah kemajuan 17 tamadun manusia menerusi
pelbagai bidang. Malah al-Quran meletakkan panduan dalam mencari sumber serta
maklumat tentang kajian yang akan atau dilakukan untuk menjadikan ilmu yang
diperolehi ampuh dan diyakini kesahihannya. Kemajuan teknologi ini tidak
menggalakkan sesuatu pembangunan yang akan mengakibatkan kerosakan atau
kemusnahan alam serta nilai akhlak manusia itu sendiri. Firman Allah SWT al-Quran:
۟ ُ‫ض ٱلَّذِى َعمِل‬
َ ‫وا لَ َعلَّ ُه ْم َيرْ ِجع‬
‫ُون‬ ِ ‫ت أَ ْيدِى ٱل َّن‬
َ ْ‫اس ِل ُيذِي َقهُم َبع‬ ْ ‫َظ َه َر ْٱل َف َسا ُد فِى ْٱل َبرِّ َو ْٱل َبحْ ِر ِب َما َك َس َب‬
Artinyaa; “timbul berbagai kerosakan dan bala bencana yang dilakukan oleh tangan
manusia: (timbulnya yang demikian) kerana Allah SWT hendak merasakan mereka
sebahagian dari balasan perbuatan buruk yang mereka lakukan, supaya mereka
kembali (insaf dan bertaubat). (Surah Rum, 30: 41)

Ayat al-Quran memberi seruan kepada manusia agar mengkaji dan meneliti alam
untuk memahami dan mendalami ilmu supaya dapat membangunkan suatu tamadun
yang berkualiti. Allah SWT berfirman:
ٰ
ِ ‫اس َمن ي ٰ َُج ِد ُل فِى ٱهَّلل‬ ِ ْ‫ت َو َما فِى ٱأْل َر‬
ِ ‫ َظ ِه َر ًة َوبَاطِ َن ًة ۗ َوم َِن ٱل َّن‬H‫ض َوأَسْ َبغَ َعلَ ْي ُك ْم ِن َع َم ُهۥ‬ ِ ‫أَلَ ْم َت َر ْو ۟ا أَنَّ ٱهَّلل َ َس َّخ َر َل ُكم مَّا فِى ٱل َّس ٰ َم ٰ َو‬
‫ِير‬
ٍ ‫ب ُّمن‬ ٍ ‫ِب َغي ِْر عِ ْل ٍم َواَل ه ًُدى َواَل ِك ٰ َت‬

Artinya: “: Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk


(kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan
12

untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah
tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang
memberi penerangan. (Surah al-Luqman, 31: 20)

Ayat di atas menceritakan tentang kekuasaan Allah SWT mencipta alam ini yang
berpandukan syarat tertentu. Selain itu, ayat ini menceritakan tentang setiap apa yang
ada di bumi mahupun yang ada di langit ialah kepunyaan Sang Pencipta yang
diciptakan untuk memudahkan kehidupan dan kegunaan masyarakat sejagat bersama.
Pada pandangan Islam, tiada apa- 18 apa batasan antara Pemilik Alam selain itu dapat
merangkumi aspek kehidupan. Dalam konteks sains, al-Quran menerangkan tentang
kejayaan dalam beberapa aspek kehidupan makhluk. Antara ayat yang dinyatakan
dalam al-Quran mengenai kejadian manusia (Jasmi, 2013c):
‫ُّك َقدِيرً ا‬ َ ‫ َن َسبًا َوصِ هْرً ا ۗ َو َك‬H‫َوه َُو ٱلَّذِى َخلَقَ م َِن ْٱل َمٓا ِء َب َشرً ا َف َج َعلَ ُهۥ‬
َ ‫ان َرب‬
Artinya: “ Dan Dialah Tuhan yang menciptakan manusia dari air, lalu dijadikannya
(mempunyai) keturunan dan kemusaharah dan Tuhanmu adalah Maha Kuasa
sememangnya Tuhanmu berkuasa (menciptakan apa jua yang dikehendaki-Nya).
(Surah al-Furqan, 25: 54)

Kalamuallah ini menyatakan secara terperinci bahawa manusia ini diciptakan daripada
titisan air mani untuk meneruskan lagi zuriat dan keturunan dibumi ini sebagai khalifah
untuk mengembangkan tamadun manusia. Proses kejadian manusia ini diceritan dari
awal sehingga pengakhirannya yang dinyatakan dalam al-Quran sebelum para saintis
atau golongan cendikiawan yang mengkaji proses penciptaan manusia. Allah SWT
berfirman:
ٰ
ٍ ِ‫َولَ َق ْد َخلَ ْق َنا ٱإْل ِن ٰ َس َن مِن ُسلَلَ ٍة مِّن ط‬
‫ين‬
ٰ
‫ِين‬ ٍ ‫ُث َّم َج َع ْل َن ُه ُن ْط َف ًة فِى َق َر‬
ٍ ‫ار َّمك‬

ُ‫ك ٱهَّلل ُ أَحْ َسن‬ َ ‫ُث َّم َخلَ ْق َنا ٱل ُّن ْط َف َة َعلَ َق ًة َف َخلَ ْق َنا ْٱل َعلَ َق َة مُضْ غ ًَة َف َخلَ ْق َنا ْٱلمُضْ غَ َة عِ ٰ َظمًا َف َك َس ْو َنا ْٱل ِع ٰ َظ َم لَحْ مًا ُث َّم أَن َشأْ ٰ َن ُه َخ ْل ًقا َء‬
َ ‫اخ َر ۚ َف َت َب‬
َ ‫ار‬
َ ‫ْٱل ٰ َخلِق‬
‫ِين‬

Maksud: Dan sesunguhnya Kami menciptakan manusia dari “pati” (yang berasal) dari
tanah; kemudian Kami jadikan pati itu (setitis) air mani pada penetapan yang kukuh;
kemudian Kami ciptakan air mani itu menjadi segumpal darah beku lalu Kami ciptakan
darah 19 beku itu menjadi seketul daging; kemudian Kami ciptakan daging itu menjadi
beberapa tulang; kemudian Kami balut tulang-tulang itu dengan daging. Selah
sempurna kejadian itu Kami bentuk ia menjadi makhluk yang lain sifat keadaannya.
Maka nyatalah kelebihan dan ketinggian Allah SWT sebaik-baik Pencipta. (Surah al
Mu’minun 23: 12-14)
Petikan ayat membuktikan al-Quran menjadi sumber asas yang benar dalam sains
kemanusiaan. Hal ini kerana ketepatan al-Quran ternyata dapat dibuktikan pada
zaman ini.

Dimensi Sains dan Teknologi dalam al-Qur’an

Kata sains dan teknologi ibarat dua sisi mata uang yang sulit dipisahkan satu sama
lain. Sains, menurut Baiquni, adalah himpunan pengetahuan manusia tentang alam
13

yang diperoleh sebagai konsensus para pakar, melalui penyimpulan secara rasional
mengenai hasil-hasil analisis yang kritis terhadap data pengukuran yang diperoleh dari
observasi pada gejala-gejala alam. Sedangkan teknologi adalah himpunan
pengetahuan manusia tentang proses-proses pemanfaatan alam yang diperoleh dari
penerapan sains, dalam kerangka kegiatan yang produktif ekonomis (Baiquni, 1995:
58-60).

Al-Qur’an, sebagai kalam Allah, diturunkan bukan untuk tujuan-tujuan yang bersifat
praktis. Oleh sebab itu, secara obyektif, al-Qur’an bukanlah ensiklopedi sains dan
teknologi apalagi al-Qur’an tidak menyatakan hal itu secara gamblang. Akan tetapi,
dalam kapasitasnya sebagai huda li al-nas, al-Qur’an memberikan informasi stimulan
mengenai fenomena alam dalam porsi yang cukup banyak, sekitar tujuh ratus lima
puluh ayat (Ghulsyani, 1993: 78).

Bahkan, pesan (wahyu) paling awal yang diterima Nabi SAW mengandung indikasi
pentingnya proses investigasi (penyelidikan). Informasi alQur’an tentang fenomena
alam ini, menurut Ghulsyani, dimaksudkan untuk menarik perhatian manusia kepada
Pencipta alam Yang Maha Mulia dan Maha Bijaksana dengan mempertanyakan dan
merenungkan wujud-wujud alam serta mendorong manusia agar berjuang mendekat
kepada-Nya (Ghulsyani, 1993).

Dalam visi al-Qur’an, fenomena alam adalah tanda-tanda kekuasaan Allah. Oleh sebab
itu, pemahaman terhadap alam itu akan membawa manusia lebih dekat kepada
Tuhannya. Pandangan al-Qur’an tentang sains dan teknologi dapat ditelusuri dari
pandangan al-Qur’an tentang ilmu. Al-Qur’an telah meletakkan posisi ilmu pada
tingkatan yang hampir sama dengan iman seperti tercermin dalam surat al-Mujadalah
ayat 11:

Hِ H‫ ِل‬H‫ ا‬H‫ج‬Hَ H‫ َم‬H‫ ْل‬H‫ ا‬H‫ ي‬H‫ ِف‬H‫ا‬H‫ و‬H‫ ُح‬Hَّ‫ س‬H‫ َف‬H‫ َت‬H‫ ْم‬H‫ ُك‬H‫ َل‬H‫ َل‬H‫ ي‬H‫ ِق‬H‫ ا‬H‫ذ‬Hَ Hِ‫ إ‬H‫ا‬H‫ و‬H‫ ُن‬H‫ َم‬H‫ آ‬H‫ن‬Hَ H‫ ي‬H‫َّ ِذ‬H‫ل‬H‫ ا‬H‫ ا‬H‫ َه‬HُّH‫ ي‬Hَ‫ أ‬H‫ ا‬H‫َي‬
ُ H‫ ْن‬H‫ ا‬H‫ َل‬H‫ ي‬H‫ ِق‬H‫ ا‬H‫ َذ‬Hِ‫ إ‬H‫و‬Hَ Hۖ H‫ ْم‬H‫ ُك‬H‫ َل‬Hُ ‫ هَّللا‬H‫ ِح‬H‫ َس‬H‫ ْف‬H‫ َي‬H‫ا‬H‫ و‬H‫ ُح‬H‫ َس‬H‫ ْف‬H‫ ا‬H‫ َف‬H‫س‬
H‫ا‬H‫ و‬H‫ ُز‬H‫ش‬

ٍ H‫ ا‬H‫ج‬Hَ H‫ر‬Hَ H‫د‬Hَ H‫ َم‬H‫ ْل‬H‫ ِع‬H‫ ْل‬H‫ ا‬H‫ا‬H‫ و‬H‫ ُت‬H‫ و‬Hُ‫ أ‬H‫ن‬Hَ H‫ ي‬H‫َّ ِذ‬H‫ل‬H‫ ا‬H‫و‬Hَ H‫ ْم‬H‫ ُك‬H‫ ْن‬H‫ ِم‬H‫ا‬H‫ و‬H‫ ُن‬H‫ َم‬H‫ آ‬H‫ن‬Hَ H‫ ي‬H‫َّ ِذ‬H‫ل‬H‫ ا‬Hُ ‫ هَّللا‬H‫ع‬Hِ H‫ َف‬H‫ر‬Hْ H‫ َي‬H‫ا‬H‫ و‬H‫ ُز‬H‫ش‬
H‫ ٌر‬H‫ ي‬H‫ ِب‬H‫خ‬Hَ H‫ن‬Hَ H‫ و‬Hُ‫ ل‬H‫ َم‬H‫ع‬Hْ H‫ َت‬H‫ ا‬H‫ َم‬H‫ ِب‬Hُ ‫ هَّللا‬H‫و‬Hَ Hۚ H‫ت‬ ُ H‫ ْن‬H‫ ا‬H‫َف‬

”Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam


majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan
apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Ayat-ayat al-Qur’an yang memerintahkan manusia mencari ilmu atau menjadi ilmuwan
begitu banyak. Al-Qur’an menggunakan berbagai istilah yang berkaitan dengan hal ini.
Misalnya, mengajak melihat, memperhatikan, dan mengamati kejadian-kejadian
(Fathir: 27; al-Hajj: 5; Luqman: 20; alGhasyiyah: 17-20; Yunus: 101; al-Anbiya’: 30),
membaca (al- ‘Alaq: 1-5) supaya mengetahui suatu kejadian (al-An’am: 97; Yunus: 5),
supaya mendapat jalan (al-Nahl: 15), menjadi yang berpikir atau yang menalar
14

berbagai fenomena (al-Nahl: 11; Yunus: 101; al-Ra’d: 4; al-Baqarah: 164; al-Rum: 24;
al-Jatsiyah: 5, 13), menjadi ulu al-albab (Ali ‘Imran: 7; 190-191; al-Zumar: 18), dan
mengambil pelajaran (Yunus: 3).

B. Teknologi dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits.


1) Definisi Teknologi
Teknologi mempunyai arti keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang
yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia. Teknologi
merupakan pengembangan dan aplikasi dari alat, mesin,material, dan proses yang
menolong manusiamenyelesaikan masalahnya. Sebagai aktifitas manusia, teknologi
mualai sebelum sain dan teknik. Kata teknologi penting menggambarkan penemuan
dan alat yang menggunakan prinsip dan proses penemuan sainsifik yang baru
ditemukan, penemuan yang sangat lama seperti roda dapat disebut teknologi.
2) Dasar-dasar Teknologi dalam Al-Qur'an
Tidak seorangpun dapat menyangkal bahwa di dalam Al-Qur’an tidak hanya diletakkan
dasar-dasar peraturan hidup manusia dalam hubungannya dengan Tuhan sang
pencipta, dalam interaksinya sesama manusia, dan dalam tindakannya terhadap alam
di sekitarnya, tetapi juga dinyatakan untuk apa manusia diciptakan. Di dalam AlQur’an
disebutkan juga garis besar tentang kejadian alam semesta, tentang penciptaan
makhluk hidup, termasuk manusia didorong hasrat ingin tahunya, dipacu akalnya untuk
menyelidiki segala apa yang ada di sekelilingnya.
Dalam ayat-ayat Al-Qur’an, Allah SWT memberi bimbinganNya dengan memberi
contoh apa saja yang dapat diamati dan untuk tujuan apa pengamatan itu dilakukan,
agar manusia selalu melakukan observasi untuk mencari titik terang dari apa yang
telah Allah gambarkan, karena alam semesta dan proses-proses yang terjadi di
dalamnya sering kali dinyatakan sebagai “ ayat-ayat Allah ”.Maka, meneliti kosmos
atau alam semesta dapat diartikan sebagai “ membaca ayatullah ”.
Allah telah menggambarkan tentang teknologi dalam Al-Qur’an, teknologi bagi para
pendahulu kita (para utusan Allah). Hal ini Allah gambarkan untuk kita jadikan bahan
pembelajaran dan motivasi dalam menguasai berbagai cabang ilmu
Firman Allah yang berkaitan tenang teknologi di antaranya dalam surat al-Anbiya 80-81
:
َ ‫ُوس لَّ ُك ْم لِ ُتحْ صِ َن ُكم م ِّۢن َبأْسِ ُك ْم ۖ َف َه ْل أَن ُت ْم ٰ َش ِكر‬
‫ُون‬ َ ‫َو َعلَّمْ ٰ َن ُه‬
ٍ ‫ص ْن َع َة لَب‬

“ Dan telah Kami ajarkan kepada Daud baju perisai untuk kamu, guna memeliharamu
dalam peperangan, maka tidakkah kamu bersyukur ? Dan bagi Sulaiman, angin yang
kencang tiupannya yang menghembus ke negeri yang telah Kami berkati, dan Kami
mengetahui tentang segala sesuatu ”.

Di dalam ayat tersebut dinyatakan bahwa Nabi Daud as diberitahu oleh Allah SWT
tentang pembuatan baju pelindung yang dapat digunakan dalam pertempuran. Dari
pelajaran yang disampaikan Allah kepada Nabi Daud ini dapat kita lihat perkembangan
pembuatan baju besi yang dirancang khusus untuk para prajurit dalam peperangan
yang mereka hadapi baik itu berupa topi besi, rompi anti peluru dan sebagainya, ini
merupakan pengembangan dari teknologi yang telah berabad-abad Allah ajarkan
kepada nabi-Nya. Begitu juga Nabi Sulaiman as, Allah telah menundukkan angin
15

baginya, hingga ia dapat melawat ke negeri sekitarnya. Dari gambaran yang Allah
tunjukkan, kita bisa melihat perkembangannya saat ini.
16

BAB III

3 GENERASI TERBAIK MENURUT AL-HADITS

“Belum pernah ada, dan tidak akan pernah ada suatu kaum yang serupa dengan "

Generasi terbaik umat ini adalah para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Mereka adalah sebaik-baik manusia. Lantas disusul generasi berikutnya, lalu generasi
berikutnya. Tiga kurun ini merupakan kurun terbaik dari umat ini. Dari Imran bin
Hushain radhiyallahu ‘anhuma, bahwa dia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:

َ ‫َخي َْر أُ َّمتِـي َقرْ نِي ُث َّم الَّ ِذي َْن َيلُو َن ُه ْم ُث َّم الَّذ‬
‫ِين َيلُو َن ُه ْم‬

“Sebaik-baik umatku adalah pada masaku. Kemudian orang-orang yang setelah


mereka (generasi berikutnya), lalu orang-orang yang setelah mereka.” (Shahih Al-
Bukhari, no. 3650)

Mereka adalah orang-orang yang paling baik, paling selamat dan paling mengetahui
dalam memahami Islam. Mereka adalah para pendahulu yang memiliki keshalihan
yang tertinggi (as-salafu ash-shalih).

Karenanya, sudah merupakan kemestian bila menghendaki pemahaman dan


pengamalan Islam yang benar merujuk kepada mereka (as-salafu ash-shalih). Mereka
adalah orang-orang yang telah mendapat keridhaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala
dan mereka pun ridha kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Firman Allah Subhanahu
wa Ta’ala:

ٍ ‫ان َرضِ َي هللاُ َع ْن ُه ْم َو َرضُوا َع ْن ُه َوأَ َع َّد لَ ُه ْم َج َّنا‬


‫ت َتجْ ِري‬ َ ‫ار َوالَّذ‬
ٍ ‫ِين ا َّت َبعُو ُه ْم ِبإِحْ َس‬ ِ ‫ص‬ َ ‫ين َواأْل َ ْن‬ َ ُ‫ون اأْل َوَّ ل‬
َ ‫ون م َِن ْال ُم َها ِج ِر‬ َ ُ‫َّابق‬ ِ ‫َوالس‬
‫ك ْال َف ْو ُز ْال َعظِ ي ُم‬ ‫ل‬ َ
‫ذ‬ ‫ا‬ ً
‫د‬
َ ِ َ َ َ ِ ‫ب‬َ ‫أ‬ ‫ا‬ ‫ه‬‫ِي‬ ‫ف‬ ‫ِين‬
‫د‬ ‫ل‬ ‫ا‬‫خ‬َ ‫ر‬
ُ ‫ا‬ ‫ه‬
َ ‫ن‬ْ َ ‫أْل‬ ‫ا‬ ‫َتحْ َت َها‬

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-
orang Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik,
Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan
bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di
dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (At-Taubah: 100)

Maka, istilah as-salafu ash-shalih secara mutlak dilekatkan kepada tiga kurun yang
utama. Yaitu para sahabat, at-tabi’un, dan atba’u tabi’in (para pengikut tabi’in).
Siapapun yang mengikuti mereka dari aspek pemahaman, i’tiqad, perkataan maupun
amal, maka dia berada di atas manhaj as-salaf. Adanya ancaman yang diberikan Allah
Subhanahu wa Ta’ala terhadap orang-orang yang memilih jalan-jalan selain jalan yang
ditempuh as-salafu ash-shalih, menunjukkan wajibnya setiap muslim berpegang
dengan manhaj as-salaf. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

َ ‫يل ْالم ُْؤ ِمن‬


ْ ‫ِين ُن َولِّ ِه َما َت َولَّى َو ُنصْ لِ ِه َج َه َّن َم َو َسا َء‬
‫ت مَصِ يرً ا‬ ِ ‫َو َمنْ ُي َشاق ِِق الرَّ سُو َل مِنْ َبعْ ِد َما َت َبي ََّن لَ ُه ْالهُدَى َو َي َّت ِبعْ غَ ي َْر َس ِب‬

“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan
mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa
17

terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam
Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An-Nisa’: 115)

A. 1. Generasi pertama Rasul Muhammad dan para sahabatnya

Sahabat adalah orang yang berjumpa dengan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dalam
keadaan muslim, meninggal dalam keadaan Islam, meskipun sebelum mati dia pernah
murtad seperti Al Asy’ats bin Qais. Sedangkan yang dimaksud dengan berjumpa
dalam pengertian ini lebih luas daripada sekedar duduk di hadapannya, berjalan
bersama, terjadi pertemuan walau tanpa bicara, dan termasuk dalam pengertian ini
pula apabila salah satunya (Nabi atau orang tersebut) pernah melihat yang lainnya,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu Abdullah bin Ummi
Maktum radhiyallahu’anhu yang buta matanya tetap disebut sahabat (lihat Taisir
Mushthalah Hadits, hal. 198, An Nukat, hal. 149-151)

1. Sikap Ahlus Sunnah terhadap para Sahabat

Syaikh Abu Musa Abdurrazzaq Al Jaza’iri hafizhahullah berkata, “Ahlus Sunnah wal
Jama’ah As Salafiyun senantiasa mencintai mereka (para sahabat) dan sering
menyebutkan berbagai kebaikan mereka. Mereka juga mendo’akan rahmat kepada
para sahabat, memintakan ampunan untuk mereka demi melaksanakan firman Allah
ta’ala (yang artinya),

َ ‫وا َر َّب َنٓا إِ َّن‬


‫ك‬ َ ‫وب َنا غِ اًّل لِّلَّذ‬
۟ ‫ِين َءا َم ُن‬ ِ ُ‫ِين َس َبقُو َنا ِبٱإْل ِي ٰ َم ِن َواَل َتجْ َع ْل فِى قُل‬
َ ‫ٱغفِرْ لَ َنا َوإِل ِ ْخ ٰ َو ِن َنا ٱلَّذ‬ َ ُ‫ِين َجٓاءُو م ِۢن َبعْ ِد ِه ْم َيقُول‬
ْ ‫ون َر َّب َنا‬ َ ‫َوٱلَّذ‬
‫َرءُوفٌ رَّ حِي ٌم‬

" Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka
berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah
beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam
hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau
Maha Penyantun lagi Maha Penyayang".(QS. Al Hasyr : 10).

Dan termasuk salah satu prinsip yang diyakini oleh Ahlus Sunnah As Salafiyun adalah
menahan diri untuk tidak menyebut-nyebutkan kejelekan mereka serta bersikap diam
(tidak mencela mereka, red) dalam menanggapi perselisihan yang terjadi di antara
mereka. Karena mereka itu adalah pilar penopang agama, panglima Islam, pembantu-
pembantu Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, penolong beliau, pendamping beliau
serta pengikut setia beliau. Perbedaan yang terjadi di antara mereka adalah perbedaan
dalam hal ijtihad. Mereka adalah para mujtahid yang apabila benar mendapatkan
pahala dan apabila salah pun tetap mendapatkan pahala. “Itulah umat yang telah
berlalu. Bagi mereka balasan atas apa yang telah mereka perbuat. Dan bagi kalian apa
yang kalian perbuat. Barangsiapa yang mendiskreditkan para sahabat maka
sesungguhnya dia telah menentang dalil Al Kitab, As Sunnah, Ijma’ dan akal.” (Al
Is’aad fii Syarhi Lum’atil I’tiqaad, hal. 77)

Dalil-dalil Al Kitab tentang keutamaan para Sahabat


18

1. Allah ta’ala berfirman


ۖ ‫ون َفضْ اًل م َِّن ٱهَّلل ِ َو ِرضْ ٰ َو ًنا‬ َ َ ‫م َُّح َّم ٌد رَّ سُو ُل ٱهَّلل ِ ۚ َوٱلَّذ‬
ِ ‫ أشِ دَّٓا ُء َعلَى ْٱل ُك َّف‬Hٓ‫ِين َم َع ُهۥ‬
َ ‫ار ر َُح َمٓا ُء َب ْي َن ُه ْم ۖ َت َر ٰى ُه ْم رُ َّكعً ا سُجَّ ًدا َي ْب َت ُغ‬
َ Hََٔ‫هُۥ َفٔـ‬Hََٔ‫يل َك َزرْ ٍع أَ ْخ َر َج َش ْطٔـ‬ ٰ
‫از َرهُۥ‬ ِ ‫سِ ي َما ُه ْم فِى وُ جُوه ِِهم مِّنْ أَ َث ِر ٱل ُّسجُو ِد ۚ َذل َِك َم َثلُ ُه ْم فِى ٱل َّت ْو َر ٰى ِة ۚ َو َم َثلُ ُه ْم فِى ٱإْل ِن ِج‬
‫ت ِم ْنهُم م َّْغف َِر ًة‬ ِ ‫صل ٰ َِح‬ ٰ ۟ ُ‫وا َو َعمِل‬
َّ ‫وا ٱل‬ ۟ ‫ِين َءا َم ُن‬
َ ‫ار ۗ َو َعدَ ٱهَّلل ُ ٱلَّذ‬ َ ‫اع ِل َيغِي َظ ِب ِه ُم ْٱل ُك َّف‬ ُّ ُ‫َفٱسْ َت ْغلَ َظ َفٱسْ َت َو ٰى َعلَ ٰى سُوقِهِۦ يُعْ ِجب‬
َ َّ‫ٱلزر‬
ۢ‫َوأَجْ رً ا َعظِ ي ًما‬
Arti: "Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama
dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang
sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan
keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas
sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam
Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu
menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas
pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena
Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-
orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang
besar ."(QS. Al Fath :29)
2. Allah ta’ala berfirman

ٓ
َ ‫ُون ٱهَّلل َ َو َرسُولَ ُهۥٓ أ ُ ۟و ٰلَئ‬
‫ِك‬ َ ‫صر‬ ُ ‫ون َفضْ اًل م َِّن ٱهَّلل ِ َو ِرضْ ٰ َو ًنا َو َين‬ ۟ ‫ِين أ ُ ْخرج‬
َ ‫ُوا مِن ِد ٰ َي ِر ِه ْم َوأَ ْم ٰ َول ِِه ْم َي ْب َت ُغ‬ ِ َ ‫ين ٱلَّذ‬ َ ‫ل ِْلفُ َق َرٓا ِء ْٱل ُم ٰ َه ِج ِر‬
َ ُ‫ص ِدق‬
‫ون‬ َّ ٰ ‫ُه ُم ٱل‬
َ ‫وا َوي ُْؤ ِثر‬
‫ُون‬ ۟ ‫اج ًة ِّممَّٓا أُو ُت‬
َ ‫ُور ِه ْم َح‬ َ ‫اج َر إِلَي ِْه ْم َواَل َي ِجد‬ َ ‫ُّون َمنْ َه‬ َ ‫َّار َوٱإْل ِي ٰ َم َن مِن َق ْبل ِِه ْم ُي ِحب‬
َ ‫ِين َتبَوَّ ءُو ٱلد‬ َ ‫َوٱلَّذ‬
ِ ‫صد‬ ُ ‫ُون فِى‬
ٓ
َ ‫ِك ُه ُم ْٱل ُم ْفلِح‬
‫ُون‬ ٰ ُ
َ ‫ش َّح َن ْفسِ هِۦ َفأ ۟ولَئ‬ ُ َ‫اص ٌة َو َمن يُوق‬ َ ‫ص‬ َ ‫ان ِب ِه ْم َخ‬ َ ‫َعلَ ٰ ٓى أنفُسِ ِه ْم َولَ ْو َك‬
َ
(Juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan
dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-
Nya dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang
yang benar.Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah
beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor)
mencintai orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka
(Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang
diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang
Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan
siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang
beruntung (QS. Al Hasyr : 8-9)

3. Allah ta’ala berfirman


‫نز َل ٱل َّسكِي َن َة َعلَي ِْه ْم َوأَ ٰ َث َب ُه ْم َف ْتحً ا َق ِريبًا‬
َ َ ‫وب ِه ْم َفأ‬ ِ ُ‫ك َتحْ تَ ٱل َّش َج َر ِة َف َعلِ َم َما فِى قُل‬َ ‫ِين إِ ْذ ُي َب ِايعُو َن‬
َ ‫لَّ َق ْد َرضِ َى ٱهَّلل ُ َع ِن ْٱلم ُْؤ ِمن‬
Artinya: "Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika
mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa
yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan
memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat
(waktunya)."(QS. Al Fath : 18)
4. Allah ta’ala berfirman
ٍ ‫ُوا َع ْن ُه َوأَ َع َّد لَ ُه ْم َج ٰ َّن‬
‫ت‬ ۟ ‫ِين ٱ َّت َبعُوهُم ِبإِحْ ٰ َس ٍن رَّ ضِ َى ٱهَّلل ُ َع ْن ُه ْم َو َرض‬ َ ‫ار َوٱلَّذ‬ َ َ ‫ين َوٱأْل‬
ِ ‫نص‬ َ ‫ون م َِن ْٱل ُم ٰ َه ِج ِر‬ َ ُ‫َوٱل ٰ َّس ِبق‬
َ ُ‫ون ٱأْل َ َّول‬
‫ِين فِي َهٓا أَ َب ًدا ٰ َذل َِك ْٱل َف ْو ُز ْٱل َعظِ ي ُم‬ َ ‫َتجْ ِرى َتحْ َت َها ٱأْل َ ْن ٰ َه ُر ٰ َخلِد‬
19

Artinya:"Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam)


dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah
dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai
di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan
yang besar." (QS. At Taubah : 100)

Urutan keutamaan para Sahabat

Syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahullah berkata, “Para sahabat itu memiliki keutamaan
yang bertingkat-tingkat.

b. Yang paling utama di antara mereka adalah khulafa rasyidin yang empat; Abu
Bakar, ‘Umar, ‘Utsman dan Ali, radhiyallahu’anhum al jamii’. Mereka adalah orang
yang telah disabdakan oleh Nabi ‘alaihi shalatu wa salam, “Wajib bagi kalian untuk
mengikuti Sunnahku dan Sunnah khulafa rasyidin yang berpetunjuk sesudahku,
gigitlah ia dengan gigi geraham kalian.”
c. Kemudian sesudah mereka adalah sisa dari 10 orang yang diberi kabar gembira
pasti masuk surga selain mereka, yaitu : Abu ‘Ubaidah ‘Aamir bin Al Jarrah, Sa’ad
bin Abi Waqqash, Sa’id bin Zaid, Zubeir bin Al Awwaam, Thalhah bin Ubaidillah
dan Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu’anhum.
d. Kemudian diikuti oleh Ahlul Badar, lalu Ahlu Bai’ati Ridhwan, Allah ta’ala berfirman

‫نز َل ٱل َّسكِي َن َة َعلَي ِْه ْم َوأَ ٰ َث َب ُه ْم َف ْتحً ا‬


َ َ ‫وب ِه ْم َفأ‬ َ ‫ِين إِ ْذ ُي َب ِايعُو َن‬
ِ ُ‫ك َتحْ تَ ٱل َّش َج َر ِة َف َعلِ َم َما فِى قُل‬ َ ‫لَّ َق ْد َرضِ َى ٱهَّلل ُ َع ِن ْٱلم ُْؤ ِمن‬
‫َق ِريبًا‬

Artinya:"Sungguh Allah telah ridha kepada orang-orang yang beriman (para sahabat
Nabi) ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon (Bai’atu Ridwan). Allah
mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka. Kemudian Allah menurunkan
ketenangan kepada mereka dan membalas mereka dengan kemenangan yang dekat.”
(QS. Al Fath : 18).

e. Kemudian para sahabat yang beriman dan turut berjihad sebelum terjadinya Al
Fath. Mereka itu lebih utama daripada sahabat-sahabat yang beriman dan turut
berjihad setelah Al Fath. Allah ta’ala berfirman

‫ض ۚ اَل َيسْ َت ِوي ِم ْن ُك ْم َمنْ أَ ْنفَقَ مِنْ َقب ِْل ْال َف ْت ِح‬ ِ ْ‫ت َواأْل َر‬ ِ ‫اث ال َّس َم َاوا‬ ِ ‫َو َما لَ ُك ْم أَاَّل ُت ْنفِقُوا فِي َس ِب‬
َ ‫يل هَّللا ِ َوهَّلِل ِ م‬
ُ ‫ِير‬
‫ون َخ ِبي ٌر‬ َ ُ‫ِين أَ ْن َفقُوا مِنْ َبعْ ُد َو َقا َتلُوا ۚ َو ُكاًّل َو َعدَ هَّللا ُ ْالحُسْ َن ٰى ۚ َوهَّللا ُ ِب َما َتعْ َمل‬ َ ‫َو َقا َت َل ۚ أُو ٰلَئ‬
َ ‫ِك أَعْ َظ ُم دَ َر َج ًة م َِن الَّذ‬

yang artinya, “Tidaklah sama antara orang yang berinfak sebelum Al Fath di antara
kalian dan turut berperang. Mereka itu memiliki derajat yang lebih tinggi daripada
orang-orang yang berinfak sesudahnya dan turut berperang, dan masing-masing Allah
telah janjikan kebaikan (surga) untuk mereka.” (QS. Al Hadid : 10). Sedangkan yang
dimaksud dengan Al Fath di sini adalah perdamaian Hudaibiyah.

f. Kemudian kaum Muhajirin secara umum,

f. kemudian kaum Anshar. Sebab Allah telah mendahulukan kaum Muhajirin sebelum
Anshar di dalam Al Qur’an. Allah mendahulukan kaum Muhajirin dan amal mereka
20

sebelum kaum Anshar dan amal mereka yang menunjukkan bahwasanya kaum
Muhajirin lebih utama. Karena mereka rela meninggalkan negeri tempat tinggal
mereka, meninggalkan harta-harta mereka dan berhijrah di jalan Allah, itu
menunjukkan ketulusan iman mereka ..”( Ta’liq Aqidah Thahawiyah yang dicetak
bersama Syarah ‘Aqidah Thahawiyah Darul ‘Aqidah, hal. 492-494)

B. Generasi kedua (Tabi'i)

Tabi’in adalah orang Islam yang bertemu dengansahabat, berguru dan belajar kepada


sahabat, tetapi tidak bertemu dengan Rasulullah dan tidak pula semasa dengan beliau.
Setelah Nabi wafat (11 H/ 632 M) ,kendali kepemimpinan umat Islam berada di tangan
sahabat Nabi.Sahabat Nabi yang pertama menerima kepemimpinan itu adalah Abu
Bakarash Shiddiq (wafat13H/634M), kemudian disusul oleh Umar bin Khatab
(wafat 23 H/644 M), Usman bin Affan (wafat 35 H/656 M), dan Ali bin AbiThalib (wafat 
40 H/611 M). keempat khalifah ini dalam sejah dikenaldengan sebutan al-Khulafau al-
Rasyidin dan periodenya disebut dengan zaman sahabat besar-Fazlur Rahman
menyebut sahabat senior.Nabi pernah mengisyaratkan tentang hal sahabat dan tabi’in
dengan sabdanya:

‫طوبى لمن رانى و ا من بى‬

“Berbahagialah orang yang melihat aku dan beriman kepadaku”.(H.R Ath Thabrani dan
Al hakim dari Abdullah ibn Busr)

Jumlah dan Tingkatan Tabi’in.

Para Tabi’in tidak dapat di hitung jumlahnya, karena setiap mereka yang dapat melihat
shahabi di pandang tabi’in dan Rasulullah SAW wafat dengan meninggalkan 100.000
lebih dari para shahabat yang kemudian mengunjungi keberbagai kota dan tersebar
keseluruh daerah. Mereka dapat dilihat ,oleh beribu-ribu tabi’in.

Al hakim An Naisaburi membagi tabi’in menjadi 15 thabaqat. Thabaqat terakhir ialah


tabi’in yang bertemu dengan Anas Ibn Malik dari penduduk Bashrah. Mereka yang
bertemu dengan Abdullah Ibn Abi Aufa dari penduduk Kufah. Mereka yang bertemu
dengan as Sa-ib Ibn Yazid dari penduduk Madinah. Mereka yang bertemu dengan
Abdullah Ibn Harits dari penduduk Mesir, dan mereka yang bertemu dengan Abu
Humamah al Bajli dari penduduk Syam.

Para ahli hadits berbeda pendapat dalam menentukan siapa yang paling utama dari
tabi’in.

1. Menurut ulama Madinah, yang paling utama dari tabi’in adalah Said Ibn
Musaiyab (15 H – 94 H)
2. Menurut pendapat ulama Kufah yang paling utama adalah Alqamah Ibn Qaid
an Nakhai (28 s.H- 62 H) Dan al Aswad Ibn Yazid an Nakhai (75 H).Sebagian
mereka mengatakan : Quwais Ibn Qarni az Zahid (37 H)
3. Menurut pendapat ulama Bashrah, ialah al Hasan al Bashri (21 H- 110 H)
sedangkan menurut ulama makkah Atha’ Ibn Abi Rabah. Semua mereka
adalah orang- orang yang mempunyai keutamaan dan pengetahuan.
21

Di antara tokoh- tokoh wanita dari kalangan tabi’in adalah : Hafsah binti Sirien, wafat
sesudah tahun 1 H. Amrah binti Abdurrahman (21 H – 98 H). Ummu Darda ash Shugra
ad Dimasyqiyah (81 H). Di antara tokoh- tokoh tabi’in, ialah fuqaha’ tujuh di madinah
yaitu : Sa’id Ibn Musayyab (15 H – 64 H) Al Qasim Ibn Muhammad Ibn Abu Bakar ash
Shiddiq (37 H – 170 H). Urwah bin zubair ( 22 H – 94 H) Kharijah ibn zaid ibn tsabit(29
H–99 H) Sulaiman Ibn Yasar (34 H – 107 H) Ubaidullah bin Abdullah Ibn Utbah Ibn
Mas’ud al Hudzali (98 H). abu salamah Ibn Abdurrahman Ibn Auf ( 94 H) ada yang
mengatakan, Salim Ibn Abdullah Ibn Umar( 106 H) dan ada yang mengatakan abu
Bakar Ibn Abdurrahman ibn Harits Ibn Hisyam al Mahzumi ( 94 H)

Ketika pemerintahan dipegang oleh Bani Umayah (Muawiyah bin Abi Sufyan), wilayah
kekuasaaan Islam, selain Madinah, Makkah, Basrah, Syam, dan Khurasan, sampai
meliputi, Mesir, Persia, Iraq, Afrika Selatan, Samarkand dan pada tahun 93 H
meluas sampai ke Spanyol. Sejalan dengan pesatnya perluasaan wilayah kekuasaan
Islam, penyebaran parasahabat kedaerah-daerah tersebut terus meningkat, sehingga
masa inidikenal dengan masa penyebaran periwayatan hadits (Intisyar al-riwayah ilaal-
amshar)

Adapun tokoh-tokoh hadis dalam kalangan tabi'in diantaranya yaitu:

1. Di Madinah: Sa'id, 'urwah, Abu Bakr ibnu Abdurrahman ibnu al-Harits ibnu Hisyam,
Salim ibnu Abdullah ibnu Umar dan lain-lain.

2. Di Makkah: Ikrimah, Atha ibnu Abi Rabah, Abul Zubair, Muhammad ibnu Muslim.

3. Di Kufah: Asy-Sya'bi, Ibrahim an-Nakha'I, Alqamah an-Nakha'i.

4. Di basrah: Al-Hasan, Muhammad ibnu Sirin dan Qatadah.

5. Di Syam: 'Umar ibnu Abdil Aziz, Qabishah ibnu Dzuaib, Makhul Ka'bul Akbar.

6. Di Mesir: Abul Khair Martsad ibnu Abdullah al-Yaziny dan Yazid ibnu Habib.

7. Di Yaman: Thaus ibnu Kaisan al-Yamani dan Wahab ibnu Munabbih

Tokoh-tokoh Tabi’in

1. Uwais Al-Qorniy
2. Said bin Al-Musayyib
3. Urwah bin Az-Zubair
4. Saalim bin Abdillah bin Umar
5. Ubaidillah bin Abdillah bin Utbah bin Mas’ud
6. Muhammad bin Al-Hanafiyah
7. Ali bin Al-Hasan Zainal Abidin
8. Al-Qaasim bin Muhammad bin Abi Bakar Ash-Shiddiq
9. Al-Hasan Al-Bashriy
10. Muhammad bin Sirin
11. Abu Hanifah Umar bin Abdul Aziz
12. Muhammad bin Syihab Az-Zuhriy.
22

C. Generasi Ketiga Tabi’ut Tabi’in

Pengertian Tabi’ut Tabi’in

Tabi’ut tabi’in (pengikut Tabi’in) adalah generasi ke-3 muslim sesudah generasi Tabi’in
dan generasi Sahabat Rasulullah saw. Diantara mereka ada yang merupakan anak
dari Tabi’in atau cucu dari Sahabat Rasulullah saw. Menurut definisi sunni, Tabi’in
adalah seorang ulama yang pernah berjumpa dengan minimal seorang Tabi’in.

Dan adapun Para Tabi’ut tabi’in adalah :

1. Bukhari (194-256H) Kitab : Al-Jaami’ush Shahih atau Shahih Bukhari


2. Muslim (204-261H) Kitab : Shahih Muslim
3. Abu Dawud (202-275H) Kitab : As-Sunan Abi Dawud
4. At-Tirmidzi (209-279H) Kitab : As-Sunan At-Tirmidzi
5. An-Nasa’i (215-303H) Kitab : As-Sunan An-Nasa’i
6. Ibnu Majah (207-275H) Kitab : As-Sunan Ibnu Majah
7. Malik bin Anas (90/93-169H) Kitab : Al-Muwatha’
8. Asy Syafi’iy (150-204H) Kitab : Al Um
9. Ahmad bin Hambal (164-241H) Kitab : Al Musnad Ahmad
10. Ibnu Khuzaimah (223-311H) Kitab : Shahih Ibnu Khuzaimah
11. Ibnu Hibban (—-354H) Kitab : Shahih Ibnu Hibban
12. Hakim (320-405H) Kitab : Al Mustadrak
13. Ad-Daaruquthni (306-385H) Kitab : Sunan Daaruquthni
14. Al Baihaqiy (384-458H) Kitab : Sunan Al-Kubra
15. Ad Daarimi (181-255H) Kitabnya Sunan Ad-Daarimi
16. Abu Dawud At-Thayaalisi (—-204H) Kitab : Musnad At-Thayalisi
17. Al Humaidiy (—219H) Kitab : Musnad Al-Humaidiy
18. Ath Thabrani (260-360H) Kitab : Mu’jam Al-Kabir, Mu’jam Al-Ausath, Mu’jam
As-Shagir
19. Abdurrazzaaq (126-211H) Kitab :Mushannaf Abdurrazzaaq
20. Ibnu Abi Syaibah (—-235H) Kitab : Mushannaf Ibnu abi Syaibah
21. Abdullah bin Ahmad (203-209H) Kitab : Az-Zawaaidul Musnad
22. Ibnul Jaarud (—307H) Kitab : Al-Muntaqa
23. At-Thahaawi (239-321H) Kitab : Syarah Ma’aanil Atsar, Musykilul Atsar
24. Abu Ya’la (—307H) Kitab : Musnad Abu Ya’la
25. Abu ‘awaanah (—316H) Kitab : Shahih Abu ‘Awaanah
26. Said bin Manshur (—227H) Kitab : As Sunan Said bin Manshur
27. Ibnu Sunniy (—364H) Kitab : ‘Amalul Yaum wal lailah
28. Ibnu Abi ‘Ashim (—287H) Kitab : Kitabus Sunnah, Kitab Zuhud

MENGENAL PARA IMAM PERAWI HADITS KALANGAN TABI’UT TABI’IN

1.      IMAM BUKHARI (194-256 H/ 773-835 M)

Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail Al Bukhari bin Ibrahim
bin Al Mughirah bin Bardizbah. Beliau dilahirkan di Bukhara, Uzbekistan setelah Shalat
23

Jumat, pada tanggal 13 Syawal 194 H/810 M. Muhadditsin ini sangat wara’, banyak
membaca Al Qur’an siang malam serta, gemar berbuat kebajikan. Sejak umur 10
tahun, dia sudah mempunyai hafalan hadits yang tidak sedikit jumlahnya. Beliau telah
menulis Kitab Hadits yang memuat 600.000 hadits  kemudian beliau pilih lagi menjadi
100.000 hadits shahih dan 1000 hadits TIDAK shahih.

Shahih al-Bukhari adalah karya utama Imam Bukhari. Judul lengkap buku beliau ini
adalah Al-Jami’ ash-Shahih al- Musnad al-Mukhtashar min Umūri Rasūlillah
Shallallahu ’alayhi wa Sallam wa Ayyamihi (Jami’us Shahih), yakni kumpulan hadits-
hadits shahih. Beliau menghabiskan waktu selama 16 tahun untuk menyusun bukunya
ini. Beliau memperoleh hadits dari beberapa hafizh, antara lain Maky bin Ibrahim,
Abdullah bin Usman Al Marwazy, Abdullah bin Musa Al Abbasy, Abu Ashim As
Syaibany dan Muhammad bin Abdullah Al Anshari. Karya-karya lainnya antara lain:

 Qadlayas Shahabah Wat Tabi’in


 At Tarikhul Kabir
 At Tarikhul Ausath
 Al ‘Adabul Munfarid
 Birrul Walidain.   

Dalam kitab jami’nya, beliau menuliskan 6.397 buah hadits, dengan yang terulang.
Yang muallaq sejumlah 1.341 buah, dan yang mutabi’ 384 buah, jadi seluruhnya
berjumlah 8.122 buah. Beliau wafat pada malam Sabtu selesai shalat Isya’, tepat pada
malam Idul Fitri tahun 252 H/870 M dan dikebumikan di Khirtank, kampung yang tidak
jauh dari Samarkand.

2.      IMAM MUSLIM (204-261 H/ 783-840 M)

Beliau mempunyai nama lengkap Abul Husain Muslim bin Al Hajaj Al Qusyairy. Beliau
dilahirkan di Nisabur, Iran tahun 204 H/820 M. Dia adalah muhadditsin dan hafidz yang
terpercaya. Dia pergi ke berbagai kota untuk berguru hadits kepada Yahya bin Yahya,
Ishaq bin Rahawaih, Muhammad bin Mahran, Abu Hasan, Ibnu Hanbal, Abdullah bin
Maslamah, Yazid bin Mansur dan Abu Mas’ad, Amir bin Sawad, Harmalah bin Yahya,
Qatadah bin Sa’id, Al Qa’naby, Ismail bin Abi Uwais, Muhammad bin Al Mutsanna,
Muhammad bin Rumhi dan lain-lain. Dalam bidang hadits, beliau memiliki karya
Jami’ush Shahih. Jumhur ulama mengakui kitab Shahih Muslim adalah secermat-
cermat isnadnya dan sekurang-kurang perulangannya. Kitab ini berisikan 7.273 buah
hadits, termasuk dengan yang terulang. Karya lainnya ialah:

 Musnadul Kabir (Kitab yang menerangkan tentang nama-nama rijalul hadits)


 Al Jami’ul Kabir
 Kitabul ‘ilal wa kitabu auhamil muhadditsin
 Kitabut Tamyiz
 Kitab man laisa lahu illa rawin wahidun
 Kitabut thabaqatut tabi’in
 Kitabul Muhadiramin
24

Beliau wafat pada hari Minggu, Rajab tahun 261 H/875 M dan dikebumikan pada hari
Senin di Nisabur.
menulis Kitab Shahih Muslim yang terdiri dari 7180 Hadits . Guru-guru beliau: Imam
Ahmad bin Hanbal dan Imam Bukhari. Adapun murid murid beliau: Imam at-Tirmidzi,
Abū Hatim ar-Razi dan Abū Bakr bin Khuzaimah termasuk. Buku beliau memiliki
derajat tertinggi di dalam pengkategorisasian (tabwib).

Kedua Ulama Ahli hadits ini biasa disebut dengan As Syaikhani (‫الشيخان‬ ) dan kedua
kitab Shahih beliau berdua disebut Shahihain (‫ )الصحيحين‬sedangkan hadits yang
diriwayatkan oleh mereka berdua dari sumber sahabat yang sama disebut muttafaq
‘alaih (‫متفق عليه‬ )

3.      IMAM ABU DAWUD (202-275 H/ 817-889 M)

Nama lengkapnya adalah Abu Dawud Sulaiman bin Al Asy’ats bin Ishaq bin Basyir bin
Syidad bin Amr bin Amran Al Azdi As Sijistani. Ia dilahirkan di Sijistan (antara Iran dan
Afganistan) pada 202 H/817 M. Ia seorang ulama, hafizh (penghafal Al Qur’an) dan ahli
dalam berbagai ilmu pengetahuan tentang ke-Islaman khususnya dalam bidang ilmu
fiqih dan hadits. Dia berguru kepada para pakar hadits, seperti: Ibnu Amr Ad Darir,
Qa’nabi, Abi Al Walid At Tayalisi, Sulaiman bin Harb, Imam Hambali, Yahya bin Ma’in,
Qutaibah bin Sa’id, Utsman bin Abi Syaibah, Abdullah bin Maslamah, Musaddad bin
Marjuq, Abdullah bin Muhammad An Nafili, Muhammad bin Basyar, Zuhair bin Harb,
Ubaidillah bin Umar bin Maisarah, Abu bakar bin Abi Syaibah, Muhammad bin
Mutsanna, dan Muhammad bin Al Ala.

Abu Dawud menghasilkan sebuah karya terbaiknya yaitu Kitab Sunan Abi Dawud.
Kitab ini dinilai sebagai kitab standar peringkat 2 (kedua) dalam bidang hadits setelah
kitab standar peringkat pertama yaitu Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Dalam
kitabnya tersebut Abu Dawud mengumpulkan 4.800 buah hadits dari 500.000 hadits
yang ia catat dan hafal. Karangan Abu Dawud yang berjumlah 20 judul dan tidak
kurang dari 13 judul kitab telah mengulas karya tersebut dalam bentuk syarh
(komentar), mukhtasar (ringkasan), tahzib (revisi) dll.

Beliau tinggal dan menetap di Basra dan akhirnya wafat di Basrah pada tahun 275
H/889 M dalam usia 73 tahun. Buku beliau ini, utamanya menggabungkan antara
riwayat-riwayat yang berkaitan dengan ahkam dengan ringkasan (mukhtasar)
permasalahan fiqih yang berkaitan dengan hukum. Bukunya tersusun dari 4.800
ahadits. Al Khathaby mengomentari bahwa Kitab Sunan Abu Dawud itu adalah kitab
yang lebih banyak fiqih-nya daripada Kitab As Shahihain.

4.      IMAM AT-TIRMIDZI (209-279 H/ 824-892 M)

Beliau mempunyai nama lengkap Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah at Tirmidzi
bin Musa bin Dahhak As Sulami Al Buqi. Ia lahir di Termez, Tadzikistan pada bulan
Dzulhijah 209 H/824 M. Ia merupakan ilmuwan Islam, pengumpul hadits kanonik
(standar buku). Abu Ya’la Al Khalili, seorang ahli hadits menyatakan bahwa At Tirmidzi
adalah seorang Siqah (terpercaya) dan hal ini disepakati oleh para ulama. Ibnu Hibban
Al Busti (ahli hadits) mengakui kemampuan At Tirmdzi dalam hal menghafal,
25

menghimpun dan menyusun hadits. At Tirmidzi adalah seorang murid dari Imam
Bukhari dan beberapa guru lainnya seperti: Qutaibah bin Sa’id, Ishaq bin Musa. Kitab
beliau yang terkenal, Jami’ at-Tirmidzi menyebutkan seputar permasalahan fiqh
dengan penjelasan yang terperinci.

Beliau juga memiliki kitab Ilalul Hadits. Pada usia 70 tahun, ia meninggal di tempat
kelahirannya Termez pada akhir Rajab tahun 279 H/892 M.

5.      IMAM AN-NASA’I (215-303 H/ 830-915 M)

An-Nasa’i memiliki nama lengkap Abu Abdir Rahman Ahmad bin Syu’aib an-Nasa’i bin
Ali bin Bahr bin Sinan. Sedangkan nama panggilannya adalah Abu Abdul Rahman An-
Nasa’i. Beliau lahir di Nasa’, Khurasan 215 H/830 M. Seorang ahli hadits ini memilih
Mesir sebagai tempat menyiarkan hadits-hadits. Beliau mempunyai keahlian dalam
bidang hadits dan ahli fiqih dalam mazhab Syafi’i. Di kota Damaskus ia menulis kitab
Khasais Ali ibn Abi Thalib (Keistimewaan Ali bin Abi Thalib). Sedangkan karya-
karyanya yang lain yaitu:

 As Sunan Al Kubra (Sunan-sunan yang Agung).


 As Sunan Al Mujtaba (Sunan-sunan Pilihan).
 Kitab At Tamyiz (Pembeda)
 Kitab Ad Du’afa (Tentang Orang-orang Kecil).
 Khasais Amir Al Mu’minin Ali ibn Abi Thalib.
 Manasik Al Hajj (Cara Ibadah Haji).
 Tafsir

Dari kitab-kitab tersebut, As-Sunan Al Kubra merupakan karya terbesarnya. Beliau


memiliki guru-guru dalam bidang hadits antara lain: Qutaibah bin Sya’id, Ishaq bin
Ibrahim, Ahmad bin Abdul Amru bin Ali, Hamid bin Mas’adah, Imran bin Musa,
Muhammad bin Maslamah, Ali bin Hajar, Muhammad bin Mansyur, Ya’kub bin Ibrahim,
dan Haris bin Miskin. An-Nasa’i meninggal dunia di kota Ramlah, Palestina dan
dikuburkan di antara Shafa dan Marwah di Mekah pada hari Senin, 13 Safar tahun 303
H/915 M dalam usia 88 tahun.

6.      IMAM IBNU MAJAH (209-273 H/ 824-887 M)

Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Muhammad bin Yazid bin Majah al-Qadziani Ar
Raba’i Al Qazwani. Beliau lahir di Qazwin, Iran 209 H/824 M. Majah adalah nama gelar
(Laqab) bagi Yazid, ayahnya yang dikenal juga dengan nama Majah Maula Rab’at.
Ada juga pendapat yang menyebutkan bahwa Majah adalah kakeknya Ibnu Majah.
Ibnu Majah memiliki keahlian dalam bidang hadits, ahli tafsir dan ahli sejarah Islam.
Ada 2 (dua) keahliannya dalam bidang tafsir yaitu tafsir Al Qur’an Al Karim dan At
Tarikh.

Pada usia 21 tahun dia mulai mengadakan perjalanan untuk mengumpulkan hadits.
Dengan cara tersebut dia telah mendapatkan hadits-hadits dari para ulama terkenal
yang mana juga sebagai gurunya seperti Abu Bakar bin Abi Syaibah, Muhammad bin
26

Abdullah bin Numaayr, Hisyam bin Ammar, Ahmad bin Al Azhar, Basyar bin Adam
serta para pengikut Imam Malik dan Al Layss.

Karya utama Ibnu majah dalam bidang hadits adalah Sunan Ibnu Majah yang dikenal
sebagai salah satu dari enam kitab kumpulan hadits yang terkenal dengan julukan Al
Kutub As Sittah (kitab yang enam). Lima kitab hadits yang lain dari kumpulan tersebut
adalah Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan At Tirmidzi dan
Sunan An Nasa’i (disebut dengan Sunan, karena kitab ini mengandung ahadits yang
menyinggung masalah duniawi/mu’amalah).

Ibnu Majah wafat di tempat kelahirannya Qazwin hari Selasa, tanggal 20 Ramadhan
273 H/18 Pebruari 887 M dalam usia 64 tahun.

7.      IMAM AHMAD (164-241 H/ 780-855 M)

Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah bin Muhammad bin Hanbal Al Marwazy. Dia
adalah ulama hadits terkenal kelahiran Baghdad. Dia dilahirkan pada bulan Rabiul
Awal, tahun 164 H/780 M. Beliau terkenal sebagai salah seorang pendiri madzhab
yang dikenal dengan nama Hanabilah (Hanbaly). Beliau mulai mencari hadits sejak
berumur 16 tahun hingga merantau ke kota-kota di Timur Tengah. Dari perantauan
inilah, beliau mendapatkan guru-guru kenamaan, antara lain: Sufyan bin ‘Uyainah,
Ibrahim bin Sa’ad, Yahya bin Qaththan. Dan beliau adalah salah seorang murid Imam
As Syafi’i yang paling setia.

Dia merupakan seorang ahli hadits yang diakui kewara’an dan kezuhudannya. Menurut
Abu Zur’ah, beliau mempunyai tulisan sebanyak 12 macam yang dikuasai di luar
kepala. Beliau juga mempunyai hafalan matan hadits sebanyak 1.000.000 buah. Karya
beliau yang sangat gemilang adalah Musnadul Kabir. Kitab ini berisikan 40.000 buah
hadits yang 10.000 di antaranya merupakan hadits ulangan.Karya beliau yang paling
utama adalah Musnad Ahmad yang tersusun dari 30.000 ahadits dalam 24 juz.

Beliau pulang ke rahmatullah pada hari Jumat Rabiul Awal, 241 H/855 M di Baghdad
dan dikebumikan di Marwaz yang mana jenazahnya diantar oleh 800.000 orang laki-
laki dan 60.000 orang perempuan.
27

BAB IV

PENGERTIAN DAN JEJAK SALAFUSSOLEH (REFERENSI AL-HADITS)

A. Pengertian salafussoleh
a. Secara etimologi (secara bahasa):

Ibnul Faris berkata, “Huruf sin, lam, dan fa’ adalah pokok yang menunjukkan ‘makna
terdahulu’. Termasuk salaf dalam hal ini adalah ‘orang-orang yang telah lampau’, dan
arti dari ‘al-qoumu as-salaafu’ artinya mereka yang telah terdahulu.” (Mu’jam Maqayisil
Lughah: 3/95)

b. Terminologi (secara istilah)

Ada beberapa pendapat dari para ulama dalam mengartikan istilah “Salaf” dan
terhadap siapa kata itu sesuai untuk diberikan. Pendapat tersebut terbagi menjadi 4
perkataan :

Di antara para ulama ada yang membatasi makna Salaf yaitu hanya para Sahabat
Nabi saja.

Di antara mereka ada juga yang berpendapat bahwa Salaf adalah para Sahabat Nabi
dan Tabi’in (orang yang berguru kepada Sahabat).

Dan di antara mereka ada juga yang berkata bahwa Salaf adalah mereka adalah para
Sahabat Nabi, Tabi’in, dan Tabi’ut Tabi’in. (Luzumul Jama’ah (hal: 276-277)). Dan
pendapat yang benar dan masyhur, yang mana sebagian besar ulama ahlussunnah
berpendapat adalah pendapat ketiga ini.

Yang dimaksud Salaf dari sisi waktu adalah masa utama selama tiga kurun
waktu/periode yang telah diberi persaksian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam dalam hadits beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka itulah yang berada
di tiga kurun/periode, yaitu para sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

َ ‫ ُث َّم الَّذ‬،‫ِين َيلُو َن ُه ْم‬


«‫ِين َيلُو َن ُه ْم‬ َ ‫ ُث َّم الَّذ‬،‫اس َقرْ نِي‬
ِ ‫»خ ْي ُر ال َّن‬
َ

Artinya,“Sebaik-baik manusia adalah yang hidup pada masaku, kemudian manusia


yang hidup pada masa berikutnya, kemudian manusia yang hidup pada masa
berikutnya.” (HR. Bukhari (2652), Muslim (2533))

Maka dari itu, setiap orang yang mengikuti jalan mereka, dan menempuh sesuai
manhaj/metode mereka, maka dia termasuk salafi, karena
menisbahkan/menyandarkan kepada mereka.

B. Dalil-dalil Yang Menunjukkan Wajibnya Mengikuti Salafush Shalih

Dalil Dari Al Qur’anul Karim

َ ‫يل ْالم ُْؤ ِمن‬


ْ ‫ِين ُن َولِّ ِه َما َت َولَّى َو ُنصْ لِ ِه َج َه َّن َم َو َسا َء‬
‫ت مَصِ يرً ا‬ ِ ‫َو َمنْ ُي َشاق ِِق الرَّ سُو َل مِنْ َبعْ ِد َما َت َبي ََّن لَ ُه ْالهُدَى َو َي َّت ِبعْ َغي َْر َس ِب‬
28

Artinya, “Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran bainya
dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin. Kami biarkan ia leluasa
terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam
Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” [An-Nisa : 115]

Dalam ayat yang lain, Allah Ta’ala berfirman,

ٍ ‫ان َرضِ َي هَّللا ُ َع ْن ُه ْم َو َرضُوا َع ْن ُه َوأَ َع َّد لَ ُه ْم َج َّنا‬


‫ت َتجْ ِري‬ َ ‫ار َوالَّذ‬
ٍ ‫ِين ا َّت َبعُو ُه ْم ِبإِحْ َس‬ ِ ‫ص‬ َ ‫ين َواأل ْن‬ َ ‫ون م َِن ْال ُم َها ِج ِر‬
َ ُ‫ون األوَّ ل‬َ ُ‫َّابق‬
ِ ‫َوالس‬
‫ك ْال َف ْو ُز ْال َعظِ ي ُم‬ َ
َ ِ‫ِين فِي َها أ َب ًدا َذل‬
َ ‫َتحْ َت َها األ ْن َها ُر َخالِد‬

Artinya, “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara


orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan
baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah
menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya;
mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” [QS. At-
Taubah : 100]

Allah mengancam dengan siksaaan neraka jahannam bagi siapa yang mengikuti jalan
selain jalan Salafush Shalih, dan Allah berjanji dengan surga dan keridhaan-Nya bagi
siapa yang mengikuti jalan mereka.

b. Dalil Dari As-Sunnah

1. Hadits Dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi


wasallam telah bersabda,

َ ‫ون َوالَ ي ُْؤ َت َم ُن‬


،‫ون‬ َ ‫ ُث َّم إِنَّ َبعْ دَ ُك ْم َق ْومًا َي ْش َهد‬،‫ِين َيلُو َن ُه ْم‬
َ ‫ُون َوالَ يُسْ َت ْش َهد‬
َ ‫ َو َي ُخو ُن‬، ‫ُون‬ َ ‫ ُث َّم الَّذ‬،‫َخ ْي ُر أُ َّمتِي َقرْ نِي‬
َ ‫ ُث َّم الَّذ‬،‫ِين َيلُو َن ُه ْم‬
ِ ‫ َو َي ْظ َه ُر ف‬،‫ون‬
ُ‫ِيه ُم ال ِّس َمن‬ َ ‫َو َي ْن ُذر‬
َ ُ‫ُون َوالَ َيف‬

“Sebaik-baik manusia adalah yang hidup pada masaku, kemudian manusia yang hidup
pada masa berikutnya, kemudian manusia yang hidup pada masa berikutnya,
kemudian akan datang suatu kaum persaksian salah seorang dari mereka mendahului
sumpahnya, dan sumpahnya mendahului persaksiannya.” (HR Bukhari (3650), Muslim
(2533))

2. Kemudian dalam hadits yang lain, ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi


wasallam menyebutkan tentang hadits iftiraq (akan terpecahnya umat ini menjadi 73
golongan), beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

‫ ثنتان وسبعون في‬،‫ وإن هذه الملة ستفترق على ثالث وسبعين‬،‫أال إن من قبلكم من أهل الكتاب افترقوا على ثنتين وسبعين ملة‬
‫ وهي الجماعة‬،‫ وواحدة في الجنة‬،‫النار‬

Artinya, “Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari Ahlul Kitab telah
berpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan. Sesungguhnya (ummat) agama ini
(Islam) akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, tujuh puluh dua
golongan tempatnya di dalam Neraka dan hanya satu golongan di dalam Surga, yaitu
al-Jama’ah.”

[Shahih, HR. Abu Dawud (no. 4597), Ahmad (IV/102), al-Hakim (I/128), ad-Darimi
(II/241), al-Ajurri dalam asy-Syarii’ah, al-Lalikai dalam as-Sunnah (I/113 no. 150).
29

Dishahihkan oleh al-Hakim dan disepakati oleh Imam adz-Dzahabi dari Mu’a-wiyah bin
Abi Sufyan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan hadits ini shahih masyhur.
Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani. Lihat Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 203-
204)]

Dalam riwayat lain disebutkan:

‫ما أنا عليه وأصحاب‬

Artinya, “Semua golongan tersebut tempatnya di Neraka, kecuali satu (yaitu) yang aku
dan para Sahabatku berjalan di atasnya.” [Hasan, HR. At-Tirmidzi (no. 2641) dan al-
Hakim (I/129) dari Sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr, dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani
dalam Shahiihul Jaami’ (no. 5343)]

Hadits iftiraq tersebut juga menunjukkan bahwa umat Islam akan terpecah menjadi 73
golongan, semua binasa kecuali satu golongan, yaitu yang mengikuti apa yang telah
dilaksanakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para
Sahabatnya Radhiyallahu anhum. Jadi, jalan selamat itu hanya satu, yaitu mengikuti
Al-Qur-an dan As-Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih (para Sahabat).

3. Hadits panjang dari Irbad bin Sariyah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu


Alaihi Wasallam bersabda,

ِ ‫ َوإِيَّا ُك ْم َو ُمحْ َدثَا‬،‫ فَ َعلَ ْي ُك ْم ِب ُسنَّتِي َو ُسنَّ ِة ْال ُخلَفَا ِء الرَّا ِش ِدينَ ْال َم ْه ِديِّينَ عُضُّ وا َعلَ ْيهَا بِالنَّ َوا ِج ِذ‬،‫اختِاَل فًا َكثِيرًا‬
‫ت‬ ْ ‫فَإِنَّهُ َم ْن يَ ِعشْ ِم ْن ُك ْم فَ َسيَ َرى‬
ٌ‫ضاَل لَة‬ ُ
ِ ‫»اأْل ُم‬
َ ‫ور فَإِ َّن ُك َّل بِ ْد َع ٍة‬

Artinya:

“Barang siapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku maka ia akan melihat
perselisihan yang banyak, oleh sebab itu wajib bagi kalian berpegang dengan
sunnahku dan Sunnah Khulafaaur Rasyidin (para khalifah) yang mendapat petunjuk
sepeninggalku, pegang teguh Sunnah itu, dan gigitlah dia dengan geraham-geraham,
dan hendaklah kalian hati-hati dari perkara-perkara baru (dalam agama) karena
sesungguhnya setiap perkara baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah
sesat” [Shahih, HR. Abu Daud (4607), Tirmidzi (2676), dishahihkan oleh Syeikh Al-
Albani dalam Shahihul Jami’ (1184, 2549)]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan kepada ummat agar mengikuti sunnah


beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam dan sunnah para Khualafaur Rasyidin yang hidup
sepeninggal beliau disaat terjadi perpecahan dan perselisihan.

c. Dari perkataan Salafush Shalih

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, ia berkata,

“‫” ِا َّت ِبعُوا َواَل َت ْب َت ِدعُوا َف َق ْد ُكفِي ُت ْم‬

Artinya, “Ikutilah dan janganlah berbuat bid’ah, sungguh kalian telah dicukupi.” (Al-


Bida’ Wan Nahyu Anha (hal. 13))
30

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, juga pernah berkata,

َ ‫ك أَصْ َحابُ م َُح َّم ٍد‬


‫ َكا ُنوا‬،‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ ‫ أُو َل ِئ‬،‫ َفإِنَّ ْال َحيَّ اَل ُت ْؤ َمنُ َعلَ ْي ِه ْال ِف ْت َن ُة‬، َ‫ان ِم ْن ُك ْم مُسْ َت ًّنا َف ْل َيسْ َتنَّ ِب َمنْ َق ْد َمات‬
َ ‫َمنْ َك‬
‫هَّللا‬
،‫ َفاعْ َرفُوا لَ ُه ْم َفضْ لَ ُه ْم‬،ِ‫ة دِي ِنه‬Hِ ‫ار ُه ُم ُ لِصُحْ َب ِة َن ِب ِّي ِه َوإِ َقا َم‬ َ ‫اخ َت‬ َ َ َ ُ َ ‫أَ ْف‬
ْ ‫ َق ْو ٌم‬،‫ َوأعْ َم َق َها عِ ْلمًا َوأ َقلَّ َها َت َكلُّ ًفا‬،‫ أبَرَّ َها قُلُوبًا‬،ِ‫ض َل َه ِذ ِه اأْل َّمة‬
‫ َفإِ َّن ُه ْم َكا ُنوا َعلَى ْال َه ْديِ ْالمُسْ َتق ِِيم‬،‫ َو َت َم َّس ُكوا ِب َما اسْ َت َطعْ ُت ْم مِنْ أَ ْخاَل ق ِِه ْم َودِين ِِه ْم‬،‫ار ِه ْم‬ ِ ‫وا َّت ِبعُو ُه ْم فِي آ َث‬.َ
Artinya, “Barang siapa di antara kalian ingin mncontoh, maka hendaklah mencontoh
orang yang telah wafat, yaitu para Shahabat Rasulullah, karena orang yang masih
hidup tidak akan aman dari fitnah, Adapun mereka yang telah wafat, merekalah para
Sahabat Rasulullah, mereka adalah ummat yang terbaik saat itu, mereka paling baik
hatinya, paling dalam ilmunya, paling baik keadaannya. Mereka adalah kaum yang
dipilih Allah untuk menemani NabiNya, dan menegakkan agamaNya, maka kenalilah
keutamaan mereka, dan ikutilah jejak mereka, karena sesungguhnya mereka berada
di atas jalan yang lurus.” (Jami’ul Bayan Al-ilmi Wa Fadhlihi (2/97))

Imam Al Auza’i rahimahullah berkata,

‫ فما كان غير ذلك فليس بعلم‬،‫العلم ما جاء عن أصحاب محمد صلى هللا عليه وسلم‬

Artinya, “Sebarkan dirimu di atas sunnah, dan berhentilah engkau dimana kaum itu
berhenti (yaitu para Shahabat Nabi), dan katakanlah dengan apa yang dikatakan
mereka, dan tahanlah (dirimu) dari apa yang mereka menahan diri darinya, dan
tempuhlah jalan Salafush Shalihmu (para pendahulumu yang shalih), karena
sesungguhnya apa yang engkau leluasa (melakukannya) leluasa pula bagi
mereka.” (Jami’ul Bayan Al-ilmi Wa Fadhlihi (2/29))
31

BAB V

AJARAN DAN TUNTUNAN TENTANG BERBAGI, KEADILAN SERTA PENEGAKAN


HUKUM DALAM ISLAM.

A.BERBAGI

Salah satu pahala berbagi adalah dibuat gembira oleh Allah SWT pada hari kiamat.
Nabi SAW berpesan, “Barangsiapa yang menjumpai saudaranya yang Muslim dengan
(memberi) sesuatu yang disukainya agar dia gembira, maka Allah akan membuatnya
gembira pada hari kiamat.” (HR. Thabrani). Gembira pada hari kiamat adalah dambaan
setiap orang.

Selain itu, berbagi juga akan mendapat pahala besar. Allah SWT tegaskan,
“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari
hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang
beriman di antara kamu dan yang menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh
pahala yang besar.” (QS. al-Hadid/57: 7).

Dalam pandangan pengarang Tafsir Jalalain, salah seorang sahabat Nabi SAW yang
akan mendapatkan pahala yang besar itu adalah Utsman bin Affan. Dalam sejarah
beliau dikenang sebagai seorang pengusaha yang kaya raya namun hidup zuhud.
Beliaulah yang membeli Sumur Rum milik orang Yahudi di Madinah pada saat kaum
Muslim mengalami kesulitan air.

Di dalam hadits Nabi SAW disebutkan bahwa orang yang berbagi akan didoakan oleh
malaikat, “Tidak ada suatu hari pun ketika seorang hamba melewati paginya kecuali
akan turun (datang) dua malaikat kepadanya lalu salah satunya berdoa, ‘Ya Allah
berikanlah pengganti bagi siapa yang menafkahkan hartanya.” Doa malaikat tidak
ditolak oleh Allah SWT.

Namun sebaliknya orang yang tidak mau berbagi akan disumpah-serapahi oleh
malaikat, seperti Nabi SAW beritahu dalam lanjutan hadits ini, “Sedangkan yang
satunya lagi berdoa, ‘Ya Allah berikanlah kehancuran (kebinasaan) kepada orang yang
menahan hartanya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Yang dimaksud dengan menahan
harta di sini adalah bakhil.

Tentang materi yang dibagi kepada orang lain adalah yang paling dicintai. Allah SWT
berfirman, “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum
kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu
nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Ali Imran/3: 97).

Terkait ayat ini, ada suatu cerita yang bersumber dari Anas. Ia berkata, “Abu Thalhah
adalah seorang sahabat Anshar yang terkaya di Madinah karena pohon kurma yang
dimilikinya. Sedangkan harta yang paling disukainya adalah kebun Bairuha yang
terletak di dekat masjid. Rasulullah SAW sering masuk ke kebun itu dan minum air
bersih yang ada di dalamnya.
32

Anas melanjutkan, “Ketika turun ayat, ‘Kamu sekali-sekali tidak sampai kepada
kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu
cintai’, Abu Thalhah mendatangi Rasulullah SAW dan berkata, ‘Ya Rasulullah,
sesungguhnya Allah SWT berfirman, ‘Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada
kebajikan (yang sempurna) …’”

Padahal harta yang paling aku cintai adalah kebun Bairuha dan kebun itu (kini) adalah
sedekah (dari aku) karena Allah. Aku mengharap kebaikan dan pahala dari Allah.
Maka dari itu pergunakanlah wahai Rasulullah sesuai petunjuk Allah kepadamu.
Rasulullah SAW menjawab, ‘Bagus, itulah harta (yang mendatangkan) untung.’

Nabi SAW bersabda lagi, ‘Bagus itulah harta (yang mendatangkan) untung. Aku telah
mendengar apa yang kamu katakan, dan aku berharap kamu membagikannya kepada
semua kerabatmu.’ Abu Thalhah berkata, ‘Ya Rasulullah, aku akan melaksanakan
petunjukmu’. Lalu Abu Thalhah membagi kebun itu kepada kerabat dan anak
pamannya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Manfaat berbagi

1.Menghapus Dosa

Sedekah sangat di anjurkan karena dapat mensucikan. Manusia memang tidak luput
dengan dosa. Kesempurnaannya dipertanyakan apakah kita pantas disebut makhluk
yang sempurna padahal kita selalu enggan untuk meminta ampun dengan apa yang
telah kita perbuat.

Nabi Muhammad SAW bersabda, “Sedekah itu dapat menghapus dosa sebagaimana
air itu memadamkan api“.(HR. At-Tirmidzi).

Sedekah, itulah cara mudah yang disediakan Allah agar dapat mengikis perbuatan-
perbuatan dosa kita. Cukup dengan tersenyum saja, Anda sudah bersedekah karena
senyum adalah salah satu sedekah termudah yang dapat kita sebarkan dengan
mengukir garis senyum di bibir kita.

2. Bersedekah Dapat Berbentuk Apa Saja

Bagaimana cara kita mendapatkan keutamaan bersedekah tetapi tidak mempunyai


uang?

Nabi Muhammad SAW bersabda: “Kamu menyingkirkan batu, duri dan tulang dari
tengah jalan itu adalah sedekah bagimu.”(HR. Bukhari).

Tidak punya uang bukan berarti penghalang untuk bersedekah. Lebih baik menjadi
tangan di atas daripada tangan di bawah. Itulah mengapa sedekah tidak hanya sekeda
tentang uang saja, tetapi juga senyum, membantu orang ketika susah, membersihkan
ruangan ketika tidak ada yang membersihkan, dan lain sebagainya.

3. Mengutamakan Sedekah Tidak Akan Mengurangi Harta


33

Rasulullah bersabda “Harta tidak akan berkurang dengan sedekah. Dan seorang
hamba yang pemaaf pasti akan Allah tambahkan kewibawaan baginya.” (HR. Muslim,
no. 2588)

Itulah mengapa kita dianjurkan untuk bersedekah. Bukan hanya membersihkan diri dari
dosa, tetapi keutamaan sedekah juga dapat mendatangkan rezeki lagi kepada kita.
Jika kita yakin bahwa diri kita bersedekah karena Allah, insha Allah akan digantikan
dengan sesuatu yang lebih baik lagi.

4. Allah melipatgandakan Pahala Orang-orang yang Bersedekah

Allah Maha Melihat, al-Basir Setiap apapun yang dilakukan oleh kita, pasti Allah SWT
akan melihat kita. Sedekah sedikit apapun itu pasti Allah SWT melihatnya. Disitulah
Allah SWT melipatgandakan pahala orang-orang yang bersedekah.

Allah SWT berfirman yang artinya: “Perumpamaan orang-orang yang mendermakan


(shodaqoh) harta bendanya di jalan Allah, seperti (orang yang menanam) sebutir biji
yang menumbuhkan tujuh untai dan tiap-tiap untai terdapat seratus biji dan Allah
melipat gandakan (balasan) kepada orang yang dikehendaki, dan Allah Maha Luas
(anugrah-Nya) lagi Maha Mengetahui“. (QS. Al-Baqoroh: 261)

5. Keutamaan Sedekah: Mendapat Naungan di Hari Akhir

Rasulullah telah jelas mengungkapkan tentang orang-orang yang akan mendapatkan


naungan di hari kiamat nanti, salah satunya adalah orang-orang yang bersedekah.

Nabi Muhammad SAW bersabda: “Seorang yang bersedekah dengan tangan


kanannya, maka ia menyembunyikan amalnya itu sampai tangan kirinya tidak
mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya“. (HR. Bukhari)

B. Keadilan
1. Wawasan Tentang Keadilan
Konsep keadilan melibatkan apa yang setimpal, setimbang, dan benar-benar
sepadan bagi tiap-tiap individu. Seluruh peristiwa terdapat maksud yang lebis
besar “yang bekerja di balik skenario” yang berkembang atas landasan spiritual
untuk kembali kepada Tuhan. Terdapat keadilan yang menyeluruh bagi semua.
Hukum, konstitusi, mahkamah agung, atau sistem keadilan buatan manusia
tidak ada yang dapat memberi keadilan semacam itu.156Dalam Islam, keadilan
merupakan salah satu asas yang harus dijunjung. Allah sendiri mempunyai sifat
Maha Adil (al-„Adlu) yang harus dicontoh oleh hamba-Nya. Bagi kebanyakan
manusia, keadilan sosial adalah sebuah cita-cita luhur. Bahkan setiap negara
sering mencantumkan secara tegas tujuan berdirinya negara tersebut di
antaranya untuk menegakkan keadilan. Banyak ditemukan perintah untuk
menegakkan keadilan karena Islam menghendaki agar setiap orang menikmati
hak-haknya sebagai manusia dengan memperoleh pemenuhan kebutuhan-
34

kebutuhan dasarnya yakni terjaminnya keselamatan agamanya, keselamatan


dirinya (jiwa, raga, dan kehormatannya), keselamatan akalnya, keselamatan
harta bendanya, dan keselamatan nasab keturunannya. Sarana pokok yang
menjamin terlaksananya hal-hal tersebut adalah tegaknya keadilan (al-„adl) di
dalam tatanan kehidupan masyarakat.
2. Asas-asas menegakkan keadilan dalam Islam:
1. Kebebasan jiwa yang mutlak. Islam menjamin kebebasan jiwa dengan
kebebasan penuh, yang tidak hanya pada segi maknawi atau segi ekonominya
semata melainkan ditujukan pada dua segi itu secara keseluruhan. Islam
membebaskan jiwa dari bentuk perbudakan, berupa kultus individu dan
ketakutan terhadap kehidupan, rezeki dan kedudukan. Orang yang dihormati
adalah orang yang bertakwa, orang-orang yang “beriman dan beramal saleh”
2. Persamaan kemanusiaan yang sempurna. Dalam Islam tidak ada kemuliaan
bagi orang yang berasal dari kaum bangsawan berdarah biru dibanding dengan
orang biasa. Islam datang untuk menyatakan kesatuan jenis manusia, baik asal
maupun tempat berpulangnya, hak dan kewajibannya di hadapan undang-
undang dan di hadapan Allah.

Perintah melaksanakan keadilan banyak ditemukan secara eksplisit dalam al-Qur'an.


Ayat-ayat al-Qur'an menyuruh untuk berlaku adil dan Allah sendiri menjadikan keadilan
itu sebagai tujuan dari pemerintahan.174 Hadits-hadits Nabi175 juga banyak yang
menerangkan pentingnya menjalankan keadilan dalam 174Al-Qur'an surat al-Nisa ayat
58. Dan surat al-Syuura ayat 15 yang berbunyi:

Aku diperintahkan supaya berlaku adil diantara kamu”Imam Muslim, Nasa‟i, dan
Ahmad meriwayatkan dengan sanad dari Ibnu Umar R.A., ia mengatakan bahwa
Rasulullah SAW bersabda:

Artinya: “Orang-orang yang berbuat adil pada hari kiamat akan berdiri di mimbar-
mimbar dari cahaya di sisi al-R)ahman, dan kedua tangan-Nya adalah kanan, yaitu
mereka yang berlaku adil dalam memberi putusan hukum, dalam keluarga, dan atas
orang yang dipimpin”Lihat Muslim bin Hajjaj, Shohih Muslim,(Beirut: Dar Ihya al-Turots
al-Arabiy, t.t.), Bab Karaahah al-Imarah bi ghairi dlarurah,h.

Thabrani meriwayatkan dalam kitab al-Ausath dengan sanad dari Anas r.a., ia
mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

Artinya “Jika kalian menentukan hukum maka berlaku adillah, dan jika kalian
membunuh, maka berlakulah baik dalam hal tersebut, karena Allah Maha Baik dan
menyukai kebaikan”. Lihat Sulaiman bin Ahmad al-Thabrani, al-Mu‟jam al-Awsath li al-
Thabrani,

3. Wawasan Keadilan Dalam Pespektif Islam

Al-Qur'an melembagakan zakat untuk kesejahteraan masyarakat miskin. Nabi, ketika ia


datang ke Madinah, melembagakan sistem persaudaraan dimana penduduk lokal
bersama semua yang mereka miliki berbagi dengan para pendatang dengan
memberikan rumah, kekayaan dan sebagainya. Islam memiliki penekanan yang luar
35

biasa pada keadilan sosial dan ekonomi.Konsep Islam tentang kehidupan, alam
semesta dan manusia yang tercipta secara harmonis. Allah telah menciptakan alam
semesta, Dia Maha Tahu tentang keadaan manusia secara sosial dan ekonomi. Oleh
karena itu, Allah memberikan kerangka Islam dimana kehidupan dapat berkembang
dengan damai dan harmonis dengan keadilan dan kesetaraan. Dalam Islam, keadilan
ilahi diabadikan dalam wahyu ilahi dan kebijaksanaan Nabi yang disampaikan kepada
umatnya. Wahyu,ditransmisikan dalam firman Allah, yang ditemukan di dalam al-
Qur'an, dan kebijaksanaan ilahi itu diucapkan dengan kata-kata Nabi dan diumumkan
sebagai sunnah. Ini dua sumber tekstual yang tersedia sebagai bahan baku untuk
hukum Islam dan Keadilan.Ibnu Taimiyah mengemukakan tentang keadilan sebagai
berikut:
Sesungguhnya manusia tidak berselisih pendapat, bahwa dampak kezaliman itu
sangatlah buruk, sedangkan dampak keadilan itu adalah baik. Oleh karena itu,
dituturkan, “Allah menolong negara yang adil walaupun negara itu kafir dan tidak akan
menolong negara zalim, walaupun negara itu Mukmin.”Keadilan yang dimaksud
merupakan keadilan yang bersifat syar‟i, yakni istiqamah. Adil adalah semua hal yang
ditunjukkan oleh Islam, yaitu al-Qur'an dan al-Sunnah, baik dalam (hukum) muamalah
yang berkaitan dengan sanksi

C. Penegakkan hukum

Terdapat beberapa faktor yang dapat mendukung tegaknya hukum di suatu Negara
antara lain: Kaidah hukum, Penegak hukum, Fasilitas dan Kesadaran hukum warga
Negara. Dalam pelaksanaannya masih tergantung pada sistem politik Negara yang
bersangkutan. Jika sistem politik Negara itu otoriter maka sangat tergantung penguasa
bagaimana kaidah hukum, penegak hukum dan fasilitas yang ada.

1. Penegakkan hukum atas keadilan dalam pandangan islam

Tidak mungkin hukum dan keadilan dapat tegak berdiri. keadilan dapat tegak berdiri
kokoh apabila konsep persamaan itu diabaikan. Implementasi keadilan hukum di
masyarakat dewasa ini banyak ditemui Kandungan yang menyolok atas pandangan
lebih terhadap orang yang punya kedudukan tinggi, yang punya kekayaan melimpah,
sehingga rakyat banyak telah menyimpan imej bertahun-tahun bahwa di negeri ini
keadilan itu dapat dibeli.

”Wahai orang-orang yang beriman jadilah kamu orang yang tegak menegakkan
keadilan, menjadi saksi kebenaran karena Allah, biarpun terhadap dirimu sendiri atau
ibu bapakmu atau kerabatmu” QS.4:135.
Lebih jauh kesamaan itu dijabarkan Rachman di bukunya Political Science and
Government dalam Ramly Hutabarat di bukunya Hukum dan Demokrasi (1999) yaitu,
yakni:
a. Manusia secara alamiah dilahirkan sama (Natural Equality)
b. Setiap masyarakat memiliki kesamaan hak sipil
c. Semua warga negara memiliki hak yang sama mendapatkan lapangan pekerjaan

d.Semua warga Negara sama kedudukannya dalam politik .


36

2. Pesan Rasulallah untuk Penegak Hukum


Berbagai masalah hukum, mulai dari kekerasan dalam rumah tangga, pungutan
liar, penistaan agama, hingga korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) datang silih
berganti. Diperlukan kecepatan dalam menyelesaikannya. Jika lamban, satu
masalah belum selesai maka akan tumbuh masalah baru yang lebih banyak dan
pelik.
Penegakan supremasi hukum adalah keniscayaan. Tegaknya supremasi hukum
akan melahirkan suatu kepastian. Kepastian tentang yang benar (al-haq) dan mana
yang salah (al-bathil). Dari penglihatan sehari-hari, sering kali kita menyaksikan
keadilan masih lebih berpihak kepada orang berduit, sehingga muncul istilah yang
dipelesetkan, kasih uang habis perkara, atau istilah wani piro.

Dalam masalah hukum, rakyat kecil sering kali terpinggirkan. Persoalan sederhana
ditangani secara berlebihan. Persoalan yang seharusnya diselesaikan menurut
ukurannya, malah menjadi lebar dan luas hanya karena tidak mampu menempatkan
persoalan secara proporsional.
Keadilan menuntut kejujuran dan objektivitas, artinya tidak berpihak kecuali kepada
kebenaran dan rasa keadilan itu sendiri. Berkaitan dengan penegakan hukum,
Rasulullah SAW berpesan secara khusus kepada penegak hukum agar dapat
menjalankan tugasnya dengan baik dan benar.

1. Pertama, memutuskan perkara secara adil. Rasulullah SAW bersabda, "Barang


siapa yang menjadi hakim lalu menghukumi dengan adil, niscaya ia akan
dijauhkan dari keburukan."(HRTirmidzi).
2. Kedua, tipologi hakim. Rasulullah SAW bersabda, "Hakim itu ada tiga, dua di
neraka dan satu di surga. Seseorang yang menghukumi secara tidak benar,
padahal ia mengetahui mana yang benar maka ia masuk neraka. Seorang
hakim yang bodoh lalu menghancurkan hak-hak manusia maka ia masuk
neraka. Dan, seorang hakim yang menghukumi dengan benar maka ia masuk
surga." (HR Tirmidzi).
3. Ketiga, tidak meminta jabatan hakim. Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa
mengharap menjadi seorang hakim maka (tugas dan tanggung jawab) akan
dibebankan kepada dirinya. Dan barang siapa tidak menginginkannya maka
Allah akan menurunkan malaikat untuk menolong dan membimbingnya dalam
kebenaran." (HR Tirmidzi).
4. Keempat, jangan silau menjadi hakim. Rasulullah SAW bersabda, "Barang
siapa yang diberi jabatan hakim atau diberi kewenangan untuk memutuskan
suatu hukum di antara manusia, sungguh ia telah dibunuh tanpa menggunakan
pisau." (HR Tirmidzi).
Oleh karena itu, kita sangat menaruh hormat kepada setiap aparat penegak
hukum yang masih tegar dan setia membela kebenaran dan keadilan.
Wallahua'lam.
37

DAFTAR PUSTAKA

1. https://agungsukses.wordpress.com/2008/07/24/konsep-ketuhanan-dalam-islam/
2. https://tafsirq.com/45-al-jasiyah/ayat-23
3. https://tafsirq.com/28-al-qasas/ayat-38
4. https://sites.google.com/site/ujppai/materi-kuliah/materi-03
5. https://religidanbudaya.filsafat.ugm.ac.id/2017/10/23/pandangan-al-ghazali-
tentang-konsep-ketuhanan-dan-relevansinya-bagi-perwujudan-karakter-insan-
kamil/
6. https://core.ac.uk/download/pdf/297921818.pdf
7. https://www.researchgate.net/publication/327112100_Sains-
Teknologi_dan_Ilmu_Agama_Menurut_Bahasa_al-
Quran_dan_Hadis/link/5b7a91f5a6fdcc5f8b55d3b4/download
8. file:///C:/Users/MATRIX%20COMPUTER/Downloads/3048-6157-1-SM.pdf
9. https://muslim.or.id/2406-inilah-generasi-terbaik-dalam-sejarah.html
10. https://umma.id/article/share/id/1002/272772
11. https://id.scribd.com/document/86856165/Makalah-Hadist-Tabi-In
12. https://www.tongkronganislami.net/tabiin-dalam-tinjauan-ilmu-hadis/
13. http://immawanarif.blogspot.com/2014/12/makalah-sahabat-dan-tabiin.html?
m=1
14. http://anakpambang.blogspot.com/2017/11/mengenal-periwayat-hadist-dari-
generasi.html
15. https://muslim.or.id/18935-siapakah-salafus-shalih.html
16. https://www.researchgate.net/publication/331705690_KEADILAN_DALAM_PER
SPEKTIF_ISLAM
17. https://republika.co.id/berita/oh6pth313/4-pesan-rasulullah-untuk-penegak-
hukum
18. https://zakat.or.id/5-keutamaan-sedekah-dalam-islam/
19. https://republika.co.id/berita/qbmuvy374/pahala-berbagi
38

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai