Referat Gagal Jantung
Referat Gagal Jantung
PENDAHULUAN
Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan
merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung. Kejadian
gagal jantung akan semakin meningkat di masa depan karena semakin bertambahnya usia
harapan hidup dan berkembangnya terapi penanganan infark miokard.
Studi Farmingham memberikan gambaran yang cukup jelas tentang gagal
jantung. Pada studi ini disebutkan bahwa, kejadian gagal jantung per tahun pada orang
berusia > 45 tahun adalah 7,2 kasus setiap 1000 orang laki-laki dan 4,7 kasus setiap 1000
orang perempuan. Di Amerika hampir 5 juta orang menderita gagal jantung9.
Prevalensi gagal jantung pada keseluruhan populasi antara 2 sampai 30%. Angka
prevalensi disfungsi ventrikel asimptomatik menyerupai prevalensi gagal jantung,
sehingga membuktikan dalam total populasi prevalensi gagal jantung atau disfungsi
ventrikel asimptomatik sekitar 4%. Angka prevalensi meningkat tajam pada populasi usia
75 tahun, sehingga prevalensi pada kelompok usia 70-80 tahun sekitar 10-20%.
Secara keseluruhan 50% dari total pasien meninggal dalam kurun waktu empat
tahun. Empat puluh persen yang datang ke rumah sakit dengan diagnosis gagal jantung,
meninggal atau mendapatkan rawat inap kembali dalam waktu satu tahun pertama.
Oleh karena itu perlu ditinjau bagaimana penegakan diagnosis dan
penatalaksanaan gagal jantung akut dan kronis berdasarkan literatur yang mutakhir.
1.1. Definisi Gagal Jantung
Gagal jantung adalah suatu kumpulan gejala kompleks karena adanya kelainan
fungsi jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan dan atau kemempuannya hanya ada kalau disertai peninggian
tekanan pengisian ventrikel kiri1.
Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dengan tampilan gejala
nafas yang pendek saat melakukan istirahat atau saat melakukan aktifitas disertai atau
kelelahan, tanda-tanda retensi cairan seperti kongesti paru atau edema pergelangan kaki,
adanya bukti obyektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istirahat.
Secara singkat menurut Sonnenblik, gagal jantung terjadi apabila jantung tidak
lagi mampu memompakan darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik
tubuh pada tekanan pengisian yang normal, padahal aliran balik vena (venous return) ke
jantung dalam keadaan normal2.
1
a. Gagal jantung dekompensasi (Acute decompensated congestive heart failure)
Biasanya ada riwayat perburukan progresif pada pasien yang telah diketahui gagal
jantung yang sedang dalam pengobatan dan bukti adanya bendungan paru dan
sistemik.
b. Gagal jantung akut hipertensif (Acute heart failure with hypertension/crisis
hypertension)
Tanda dan gejala gagal jantung disertai peningkatan tekanan darah dan biasanya
fungsi ventrikel kiri masih baik. Terdapat bukti peningkatan tonus simpatis
dengan takikardi dan vasokonstriksi. Responnya cepat terhadap terapi yang tepat
dan mortaliti rumah sakitnya rendah.
c. Gagal jantung akut dengan edema paru (Acute heart failure with pulmonary
edema)
Pasien yang datang dengan distress pernafasan berat, takipnoe, dan ortopnoe,
dengan ronki basah halus seluruh lapangan paru. Saturasi O2 arteri biasanya <
90° pada udara ruangan sebelum diterapi oksigen.
d. Syok kardiogenik (Cardiogenic shock/ low output syndrome)
Adanya bukti hipoperfusi jaringan akibat gagal jantung setelah dilakukan koreksi
preload dan aritmia mayor. Bukti hipoperfusi organ dan bendungan paru terjadi
dengan cepat.
e. High output failure
Ditandai tingginya curah jantung, umumnya disertai laju jantung yang sangat
cepat (penyebabnya antara lain : aritmia, tirotoksikosis, anemia, penyakit paget,
iatrogenik), dengan perifer hangat, kongesti paru, dan kadang tekanan darah yang
rendah seperti pada syok septik.
f. Gagal jantung kanan (Righ-sided acute heart failure)
Ditandai oleh sindrom low output dengan peningkatan tekanan vena sentral tanpa
disertai kongesti paru.
g. Sindrom koroner akut dan gagal jantung
Banyak pasien gagal jantung datang dengan gambaran klinis dan bukti laboratoris
sindrom koroner akut. Sekitar 15% pasien dengan sindrom koroner akut memiliki
tanda dan gejala gagal jantung akut.
Ada beberapa klasifikasi lain Gagal Jantung Akut yang biasa dipakai di perawatan
intensif, yaitu klasifikasi Killip yang berdasarkan tanda-tanda klinis dan foto thoraks,
serta klasifikasi Forrester berdasarkan gambaran klinis dan dan status hemodinaik pada
infark miokard akut. Tabel berikut menggambarkan mengenai klasifikasi gagal jantung
pada infark miokard akut3
Tabel 1. Klasifikasi Forrester gagal jantung
Klasifikasi Forrester
Perfusi dan PCWP normal
Hipovolemik (poor perfusion and low PCWP)
Edema paru (near normal perfusion and high PCWP)
Syok kardiogenik (poor perfusion and high PCWP)
Klasifikasi yang lain telah divalidasi pada perawatan kardiomiopati, yang berdasarkan
sirkulasi perifer (perfusion) dan auskultasi paru (congestion), diklasifikasikan menjadi
Kelas I (A) : kering dan hangat (warm and dry)
Kelas II (B) : basah dan hangat (wet and warm)
2
Kelas III (L) : kering dan dingin (dry and cold)
Kelas IV (L) : basah dan dingin (wet and cold)
Tabel 2. Perbandingan antara gagal jantung akut dan gagal jantung kronik
3
Gagal jantung Decomp Chronic Gagal jantung
akut HF kronik
Derajat simptom Jelas jelas Ringan - sedang
Edema paru Sering Sering Jarang
Edema perifer Jarang Sering Sering
Overload volume Tidak ada Meningkat jelas Meningkat
cairan tubuh perubahan atau
meningkat ringan
Kardiomegali Jarang Lazim Lazim
Fungsi sistolik Hypo, normo, Menurun Menurun
ventrikel hiperkontraktilitas
Wall stress Meningkat Meningkat Meningkat
Aktivasi sistem Jelas jelas Ringan - sedang
saraf simpatis
Aktivasi aksis RAA Sering meningkat jelas Ringan – berat
4
yang menghambat pengisian ventrikel7. Kardiomiopati peripartum menyebabkan gagal
jantung akut.
Penyakit katup sering disebabkan penyakit jantung rematik. Penyebab utama
terjadinya gagal jantung adalah regurgutasi mitral dan stenosis aorta. Regurgitasi mitral
dan aorta menyebabkan kelebihan beban (peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta
menimbulkan beban tekanan (peningkatan afterload).
Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagagl jantung dan dihubungkan
dengan kelainan struktural termasuk hioertropi ventrikel kiri. Atrial fibrilasi dan gagal
jantung seringkali timbul bersamaan.
Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal jantung
akut maupun gagal jantung akibat aritmia. Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat
menyebabkan kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung alkohol). Alkohol
menyebabkan gagal jantung 2-3% dari kasus. Alkohol juga dapat menyebabkan
malnutrisi dan defisiensi tiamin. Obat-obatan juga dapat menyebabkan gagal jantung.
Obat kemoterapi seperti doxorubicin dan obat antivirus seperti zidofudin juga dapat
menyebabkan gagal jantung akibat efek toksik langsung terhadap otot jantung.
III. PATOGENESIS
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis adanya kelainan fungsi jantung
berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan dan/ atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian
ventrikel kiri (filling pressure).
Kerja jantung diatur oleh dua sistem yang berbeda. Sistem pertama adalah
regulasi secara intrinsik yang melibatkan respon miokard untuk meregangkan serat otot
jantung sebelum proses kontraksi (inotropik). Hal ini disebut preload dan melibatkan
proses pengisian jantung selama diastolik seperti volume diastolik akhir. Respon miokard
untuk meningkatkan kapasitas jantung setelah kontraksi dimulai disebut afterload. Sistem
kedua merupakan regulasi secara ekstrinsik yang melibatkan respon jantung terhadap
kondisi-kondisi seperti stimulasi neural, hormon, obat dan penyakit. Setiap perubahan
pada kedua sistem tersebut menyebabkan gagal jantung. Selain itu, sirkulasi paru dan
perifer juga dapat memperburuk kondisi hemodinamik dari gagal jantung.
5
Gambar 2. Kerja jantung diatur oleh dua mekanisme, yaitu regulasi intrinsik
(preload dan afterload) dan regulasi ekstrinsik yang melibatkan stimulasi neural
dan hormon
6
Pada fase awal gagal jantung terdapat 2 mekanisme yang dapat dilakukan untuk
memperbaiki kontraktilitas miokard, yaitu:
1) mekanisme Starling
2) aktivasi sistem saraf simpatik
Selanjutnya akibat hipertropi miokard, pelemahan sistem saraf simpatik dan pengeluaran
peptida natriuretik atrium mengkompensasi peningkatan tekanan dinding jantung.
Jika penyakit bertambah parah, hipertropi menyebabkan perburukan fungsi jantung dan
menyebabkan abnormalitas aliran koroner, morfologi kapiler, karakteristik mitokondria
dan penghantaran fosfat berenergi tinggi. Selain itu, terjadi iskemia subendokard akibat
peningkatan tekanan intraluminal, vasokontriksi akibat norepinefrin dan angiotensin II,
dan juga apoptosis yang menyebabkan fibrosis. Semua ini memperburuk kondisi gagal
jantung.
3.3. Disfungsi Diastolik dan Sistolik
Gagal jantung akibat disfungsi sistolik merupakan akibat dari ketidakmampuan
jantung untuk berkontraksi secara normal. Jantung tidak dapat memompa darah jika otot
melemah sehingga menyebabkan penurunan volume darah yang dipompa ke seluruh
tubuh dan paru-paru, yang terutama akan menyebabkan pembesaran ventrikel kiri.
Gagal jantung akibat disfungsi diastolik diperoleh dari dinding jantung yang
menebal sehingga jantung tidak dapat mengisi darah dengan normal, akibatnya akan
terjadi penempatan cadangan darah pada atrium kiri dan pembuluh darah paru yang
kemudian menyebabkan kongestif.
Retensi caiaran dan elektrolit Mempertahankan curah jantung Menyebabkan edema dan
dengan meningkatkan preload kongesti paru
Peningkatan efek adrenergik Mempertahankan curah jantung Menyebabkan nekrosis kardiak,
aritmia dan kematian mendadak
II. Inflamasi Memberikan perlindungan Menyebabkan apoptosis kardiak,
terhadap mikroorganisme dan zat kaheksia dan nekrosis
asing
III. Pertumbuhan Hipertropi akibat peningkatan Hipertropi yang selanjutnya
jumlah sarkomer, menurunkan menyebabkan peningkatan
kebutuhan dan kemampuan kebutuhan energi, apoptosis dan
menyimpan energi, nekrosis jantung
mempertahankan curah jantung
7
3.3.1. Sistem Saraf Simpatik
Sistem saraf simpatik bekerja melalui reseptor α dan β adrenergik, yang pada
awalnya memperbaiki curah jantung. Namun aktivitas yang tertahan dari sistem saraf
simpatik merubah gagal jantung kompensasi menjadi gagal jantung simptomatik yang
mengakibatkan efek yang tidak diinginkan, yaitu mempengaruhi kinerja ventrikel.
8
3.3.3. Jalur Asam Arakidonat
Jalur asam arakidonat menyebabkan peningkatan konsentrasi prostaglandin E2
dan I2, yang melindungi mikrosirkulasi glomerulus selama vasokonstriksi renal dan
menjaga filtrasi glomerulus melalui dilatasi pembuluh arteri glomerulus aferen.
3.3.5. Aldosteron
Aldosteron disekresi oleh korteks adrenal. Mekanisme pelepasannya pada gagal
jantung bervariasi dengan angiotensin yang merupakan stimulus terkuat untuk pelepasan
aldosteron.
Peningkatan kardar aldosteron dalam serum pada kondisi gagal jantung menyebabkan :
Potensiasi katekolamin
Aritmia ventrikular
Fibrosis miokard
Ketidakseimbangan elektrolit
9
ditentukan oleh pengisian arteri dan kadar angiotensin II. Peningkatan kadar vasopressin
menyebabkan hiponatremia akibat pengenceran.
3.3.7. Endotelin
Endotelin disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan merupakan peptide
vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada pembuluh darah
ginjal, yang bertanggung jawab atas retensi natrium. Konsentrasi endotelin-1 plasma akan
semakin meningkat sesuai dengan derajat gagal jantung. Selain itu juga berhubungan
dengan tekanan pulmonary artery capillary wedge pressure.
10
Tabel 4. Kriteria Framingham untuk Gagal Jantung
Kriteria Mayor:
Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopnea
Distensi vena leher
Rales paru
Kardiomegali pada hasil rontgen
Edema paru akut
S3 gallop
Peningkatan tekanan vena pusat > 16 cmH2O pada atrium kanan
Hepatojugular reflux
Penurunan berat badan ≥ 4,5 kg dalam kurun waktu 5 hari sebagai respon pengobatan
gagal jantung
Kriteria Minor:
Edema pergelangan kaki bilateral
Batuk pada malam hari
Dyspnea on ordinary exertion
Hepatomegali
Efusi pleura
Takikardi ≥ 120x/menit
Tabel 5. Kelainan rontgen toraks yang sering ditemukan pada Gagal Jantung
Kelainan Penyebab Implikasi Klinis
Kardiomegali Dilatasi ventrikel kiri, ventrikel Ekhokardiografi, doppler
kanan, atria, efusi perikard
Hipertropi ventrikel Hipertensi, stenosis aorta, Ekhokardiografi, doppler
kardiomiopati hipertropi
Kongesti vena paru Peningkatan tekanan pengisian Gagal jantung kiri
ventrikel kiri
Edema interstisial Peningkatan tekanan pengisian Gagal jantung kiri
ventrikel kiri
Efusi pleura Gagal jantung dengan Pikirkan diagnosis non kardiak
peningkatan pengisian tekanan
jika ditemukan bilateral, infeksi
paru, keganasan
Garis Kerley B Peningkatan tekanan limfatik Mitral stenosis atau gagal jantung
11
kronis
4.2.2. Elektrokardiogram
Hasil EKG bersama dengan gejala klinis dapat meningkatkan spesifisitas diagnosis pada
pasien yang dicurigai menderita gagal jantung.
Tabel 6. Kelainan EKG yang sering pada gagal jantung
Kelainan Penyebab Implikasi klinis
Sinus takikardi Gagal jantung yang Penilaian klinis
terdekompensasi, anemia, infeksi, Pemeriksaan laboratorium
hipertiroidiesme
Sinus bradikardi Obat β bloker, anti aritmia, sick Evaluasi terapi obat
sinus syndrome, hipotiroidisme Pemeriksaan laboratorium
Atrial takikardi/ flutter/ fibrilasi Hipertiroidisme, infeksi, gagal Konduksi AV yang lambat,
jantung terdekompensasi, infark konversi medical, elektroversi,
ablasi kateter, antikoagulasi
Aritmia ventrikel Iskemia, infark, kardiomiopati, Pemeriksaan laboratorium
miokarditis, hipokalemiaa, Tes latihan beban
hipomagnesemi, overdosis Pemeriksaan perfusi
digitalis Angiografi koroner
Pemeriksaan elektrofisiologi, ICD
Isekmia/ Infark Penyakit jantung koroner Ekokardiografi, troponin,
angiografi koroner,
revascularisasi
Gelombang Q Infark, kardiomiopati hipertropi, Ekokardiografi
LBBB, pre-eksitasi Angiografi koroner
Hipertropi ventrikel kiri Hipertensi, penyakit katup aorta, Ekokardiografi, doppler
kardiomiopati hipertropi
Blok AV Infark, intoksikasi obat, Evaluasi penggunaan obat, pacu
miokarditis, sarcoidosis jantung, penyakit sistemik
Mikrovoltage Obesitas, emfisema, efusi Ekokardiografi
perikard, amiloidosis Rontgen tórax
Durasi QRS > 120 msec dengan Disinkroni elektronik Ekokardiografi, CRT-P, CRT-D
morfologi LBBB
Urinalisis
Proteinuria biasa terjadi pada pasien gagal jantung yang dapat dilihat pada pemeriksaan
urin rutin.
Elektrolit serum
Hiponatremia, hipokalemia, hiperkalemia, dan hipomagnesia mungkin terjadi akibat
penggunaan diuretik. Ketidakseimbangan elektrolit ini dapat memicu aritmia.
Hiponatremia juga merupakan pertanda tingkat keparahan gagal jantung.
12
Profil Lipid
Meupakan serangkaian pemeriksaan yang menentukan risiko penyakit jantung koroner.
Pemeriksaan ini meliputi kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida, dan juga perbandingan
HDL/ kolesterol
Peptida natriuretik
Peptida natriuretik merupakan tanda biologis (biomarker) gagal jantung yang dapat
digunakan sebagai pemeriksaan pada keadaan gawat darurat dan rawat jalan. Kelompok
peptida natriuretik terdiri dari peptida natriuretik atrium, peptida natriuretik otak (brain
natiuretic peptide, BNP), natriuretik tipe-C dari sistem saraf pusat, urodilatin dari ginjal,
dan peptida natriuretik dendroaspis. BNP dan bagian ujung aminonya dari projormon N-
terminal-pro-BNP (NT-proBNP) juga penting dalam diagnosis dan pengobatan gagal
jantung. BNP berhubungan dengan tingkat keparahan gagal jantung dan memperkirakan
prognosis.
4.2.4. Ekokardiografi
Ekokardiografi merupakan pengujian non invasif yang paling bermanfaat dalam
membantu menilai struktur dan fungsi jantung. Pemeriksaan ini merupakan standar utama
(gold standar) untuk menilai gangguan fungsi sistol ventrikel kiri dan membantu
memperkirakan hasil dan kemampuan bertahan kasus gagal jantung.
13
4.2.5. Radionuklir
A. Angiografi koroner
Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada pasien yang diduga menderita iskemia jantung
bersamaan dengan gagal jantung. Angiografi juga merupakan cara pemeriksaan yang
akurat untuk menentukan ejeksi fraksi.
B. Biopsi endomiokard
Pemeriksaan ini perlu dilakukan ketika diagnosis mengarah pada kecurigaan adanya
kardiomiopati infiltratif, penyakit perikardia atau miokarditis.
14
4.2.8. Exercise Stress Test
Tes ini dapat dilakukan menggunakan obat seperti dipiridamol dan dobutamin
(pharmacological stress test) atau dengan olahraga (exercise stress test).
Exercise test bermanfaat untuk mengidentifikasi sisa iskemia pada pasien dengan gagal
jantung. Pasien gagal jantung mempunyai kemampuan berolahraga yang rendah; dan
konsumsi oksigen maksomal serta produksi karbondioksida yang berhubungan dengan
tingkat keparahan gagal jantung. Selain itu, konsumsi oksigen maksimal adalah pertanda
dari prognosis jangka panjang.
V. TATALAKSANA
Perawatan Mandiri
Perawatan mandiri mempunyai andil dalam keberhasilan pengobatan gagal
jantung dan dapat memberi dampak yang bermakna pada keluhan-keluhan pasien,
kapasitas fungsional, well being, morbiditi dan prognosis. Perawatan mandiri dapat
didefinisikan sebagai tindakan-tindakan yang bertujuan untuk mempertahankan stabilitas
fisik, menghindari perilaku yang dapat memperburuk kondisi dan deteksi dini gejala-
gejala perburukan. Topik-topik penting dan perilaku perawatan mandiri sebagai berikut:
15
Tabel 8. Topik-topik penting dalam edukasi pasien tentang keterampilan yang
diperlukan dan perilaku perawatan mandiri
Topik Edukasi Keterampilan dan Perilaku Perawatan Mandiri
Definisi dan etiologi gagal jantung Memahami penyebab gagal jantung dan mengana keluhan-
keluhan timbul
Gejala-gejala dan tanda-tanda Memantau tanda-tanda dan gejala-gejala gagal jantung
gagal jantung Mencatat berat badan setiap hari
Mengetahui kapan menghubungi petugas kesehatan
Menggunakan terapi diuretik secara fleksibel sesuai anjuran
Terapi farmakologik Mengerti indikasi, dosis dan efek dari obat-obat digunakan
Mengenal efek samping yang umum obat
Modifikasi faktor risiko berhenti merokok, memantau tekanan darah
Kontrol gula darah (DM), hindari obesitas
Rekomendasi diet Restriksi garam, pantau dan cegah malnutrisi
Rekomendasi olah raga Melakukan olah raga teratur
Kepatuhan mengikuti anjuran pengobatan
Prognosis Mengerti pentingnya faktor-faktor progmostik dan
membuat keputusan realistik
16
dan menurunkan angka masuk rumah sakit untuk perburukan gagal jantung. (Kelas
Rekomendasi I, Tingkat Bukti A). ARB direkomendasikan sebagai pilihan lain pada
pasien yang tidak toleran terhadap ACEI (Kelas Rekomendasi I, Tingkat Bukti B). ARB
menurunkan risiko kematian dengan penyebab kardiovaskular (Kelas Rekomendasi I,
Tingkat Bukti B).
Pasien yang harus mendapatkan ARB :
- LVEF < 40%
- Sebagai pilihan lain pada pasien dengan gejala ringan sampai berat (kelas
fungsional II-IV NYHA) yang tidak toleran terhadap ACEI.
- Atau pada pasien dengan gejala menetap (kelas fungsional II-IV NYHA)
walaupun sudah mendapatkan pengobatan dengan ACEI dan bete bloker.
Memulai pemberian ARB:
- periksa fungsi ginjal dan elektrolit serum
- Pertimbangkan meningkatkan dosis setelah 24 jam.
- Jangan meningkatkan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau
hiperkalemia
- Sangat umum untuk meningkatkan dosis secara perlahan tapi meningkatkan
secara cepat sangat mungkin pada pasien yang dimonitoring ketat.
5.2.3. Diuretik
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dan tanda-tanda klinis/ gejala
kongesti (Kelas Rekomendasi I, Tingkat Bukti B).
Memulai pemberian diuretik :
- Periksa fungsi renal dan elektrolit serum
- Kebanyakan pasien diresepkan loop diuretik dibandingkan thiazide karena
efisiensinya lebih menginduksi diuresis dan natriuresis
- Penyesuaian sendiri dosis diuretik berdasarkan penghitungan berat harian dan
tanda klinis lainnya dari retensi cairan.
17
Beta bloker diberikan pada semua penderita gagal jantung simptomatik dan
LVEF<40% bila tidak ada kontraindikasi. Beta bloker memperbaiki fungsi ventrikel dan
kualitas hidup pasien, menurunkan angka masuk RS untuk perburukan gagal jantung dan
meningkatkan harapan hidup. Terapi beta bloker seharusnya sudah dimulai di RS
sebelum pasien dipulangkan (Kelas rekomendasi I, tingkat bukti A)
Manfaat beta bloker dalam gagal jantung melalui:
- Mengurangi detak jantung : memperlambat pengisian diastolik sehingga
memperbaiki perfusi miokard.
- Meningkatkan LVEF
- Menurunkan pulmonary capillary wedge pressure
Pasien yang harus mendapatkan beta bloker :
- LVEF <40%
- Gejala ringan sampai berat
- ACEI/ ARB sudah mencapai tingkat dosis optimal
- Pasien harus secara klinis stabil (contoh : tidak ada perubahan terbaru dari dosis
diuretik).
Memulai pemberian beta bloker :
- Beta bloker dapat dimulai sebelum pemulangan dari rumah sakit pada pasien yang
dikompensasi dengan hati-hati.(Kelas Rekomendasi I, Tingkat Bukti A)
- Kunjungan tiap 2-4 minggu untuk meningkatkan dosis beta bloker. Jangan
meningkatkan dosis jika terdapat tanda-tanda perburukan gagal jantung, hipotensi
gejala atik (perasaan melayang) atau bradikardi berat (nadi < 50 x / menit) pada
tiap kunjungan.
18
- Pasien dengan irama sinus dan disfungsi sistolik ventrikel kiri (LVEF < 40%)
yang mendapatkan dosis optimal diuretik, ACEI atau/ dan ARB, beta bloker dan
antagonis aldosteron jika diindikasikan, yang tetap simtomatis, digoksin dapat
dipertimbangkan.
A. Antagonis kalsium
Antagonis kalsium dikontraindikasikan pada gagal jantung karena memiliki efek
inotropik negatif yang dapat memperburuk gejala gagal jantung. Amlodipin merupakan
satu-satunya antagonis kalsium yang dapat menurunkan mortalitas pada gagal jantung.
19
- Sebagai tambahan terhadap pengobatan dengan ACEI jika ARB atau antagonis
aldosteron tidak dapat ditoleransi atau gejala menetap walaupun sudah
mendapatkan terapi ACEI, ARB, BB, dan antagonis aldosteron.
Memulai pemberian H-ISDN :
Pertimbangkan peningkatan dosis setelah 2-4 minggu. Jangan meningkatkan dosis pada
hipotensi yang simtomatis.
E. Nitrogliserin intravena
Nitrogliserin bekerja dengan mengurangi preload. Terapi dengan nitrogliserin merupakan
terapi dengan kerja cepat yang efektif dan dapat diprediksi hasilnya dalam mengurangi
preload. Data menunjukkan bahwa nitrogliserin intravena juga dapat mengurangi
afterload. Oleh karena itu, nitrogliserin intravena merupakan terapi tunggal yang baik
untuk pasien dengan gagal jantung dekompensasi berat.
5.2.10 Trombolitik
A. Antiplatelet
Penggunaan antiplatelet pada gagal jantung masih diperdebatkan. Aspirin
memperlihatkan perburukan gagal jantung berdasarkan pada proses penghambatan
prostaglandin. Penelitian lain memperlihatkan bahwa efikasi ACEI dapat menurun jika
diberikan bersamaan dengan aspirin18.
Warfarin (atau antikoagulan oral alternatif) direkomendasikan pada penderita dengan
gagal jantung dengan AF yang permanen, persisten atau paroksismal tanpa kontraindikasi
terhadap antikoagulan. Penyesuaian dosis antikoagulan menurunkan risiko komplikasi
tromboemboli termasuk stroke (Kelas Rekomendasi I, Tingkat Bukti A).
B. Antikoagulan
Antikoagulan seperti warfarin diindikasikan pada pasien gagal jantung dengan:
- Fibrilasi atrial
- Riwayat tromboembolik
- Trombus pada ventrikel kiri
Warfarin (atau antikoagulan oral alternatif) direkomendasikan pada penderita dengan
gagal jantung dengan AF yang permanen, persisten atau paroksismal tanpa kontraindikasi
terhadap antikoagulan. Penyesuaian dosis antikoagulan menurunkan risiko komplikasi
tromboemboli termasuk stroke (Kelas Rekomendasi I, Tingkat Bukti A). Antikoagulan
20
juga direkomendasikan pada penderita dengan trombus intrakardiak yang dideteksi
dengan imaging atau bukti emboli sistemik (Kelas Rekomendasi I, Tingkat Bukti C).
Mitral regurgitasi
21
Pembedahan direkomendasikan pada pasien dengan LVEF > 30% (perbaikan katup jika
memungkinkan) Dapat dipertimbangkan pada pasien terseleksi dengan fungsional MR
berat dan fungsi ventrikel kiri terdepresi berat, yang tetap mempunyai simtom walaupun
pengobatan medikal sudah optimal.
Regurgitasi Trikuspid
TR fungsional sangat biasa pada pasien gagal jantung dengan dilatasi biventrikular,
disfungsi sistolik dan hipertensi pulmoner.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Hess OM, Carrol JD. Clinical assessment of heart failure. In : Libby P, Bonow
RO, Mann DL, Zipes DP. In : Braunwald’s heart disease. A textbook of
cardiovascular medicine. 8th. Ed.Saunders company, 2007: 561-580.
2. Sonnenblick EH, LeJemtel YH. Pathophysiology of congestive heart failure. Role
of angiotensin converting enzyme inhibitors. Am J Med. 1989; 87 : 88-91.
3. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure
2008. European Heart Journal (2008) 29. 2388-2442.
4. Ong WT, Patacsil GB. Cardiology blue book 2nd ed. 2001.148-162
5. Teerlink JR. Diagnosis and management of acute heart failure. In : Braunwald’s
heart disease. A textbook of cardiovascular medicine. 8th. Ed.Saunders company,
2007 : 583-606.
6. Lip GHY, Gibbs FDR, Beevers DG. ABC of heart failure : aetiology. BMJ 2000;
320 : 104-107.
7. Rodeheffer R. Cardiomyopathies in adult. In : Dec GW. Heart failure a
comprehensive guide to diagnosis and treatment. New York :Marcel Dekker;
2005. 137-156.
8. Katz AM. Heart failure : pathophysiology, molecular biology and clinical
management. Lippincott Williams and Wilkins; 2000.
9. Teo WS, Kam R, Hsu LF. Treatment of heart failure-role of biventricular pacing
for heart failure not responding well to drug therapy. Singapore MedJ.
2003;44(3):114-122.
10. Watson RDS, Gibbs CR, LipGYH.ABC of heart failure clinical features and
complications. BMJ.2000;320(22):236-239.
11. De Lamos JA, McGuire DK, Drazner MH. B-type natriuretic peptide in
cardiovascular disease. The lancet 2003;36:316-322. Available at
www.thelancet.com
12. Jackson G, Gibbs CR, Davies MK, Lip GYH. ABC of heart failure:
pathophysiology. BMJ 2000;320:267-170
13. Bell DSH. Heart failure-the frequent, forgotten, and often fatal complication on
diabetes. Diabetes care. 2003;26:2433-2441.
14. Zevits ME. Heart failure. Webmed website. Available at
http://www.emedicine.com/med/topic3552.htm
15. Fogoros RN. The muga scan. Available at
http://heartdisease.about.com/cs/cardiactest/a/muga.htm.
16. Shamsham F, Michell J. Essentials of the diagnosis of heart failure. Am Fam
Physician.2000.Available at http://www.aafp.org/afp/200003.
17. Levin TN. Acute congestive heart failure. Postgraduate medicine.1997;101(1).
Available at http://www.postgradmed.com/issues/1997.
18. Cokkinos DV, Haralabopoulos GC, Kostic JB, Toutouzas PK. Efficacy of
antithrombotic therapy in chronic heart failure: The helas study. Eur J heart
failure;8:428-432.
19. ACC/AHA guideline for the diagnosis and management of heart failure in adults;
2009. http://circ.ahajournal.org/cgi/content/full/119/14/ 1977.
23