Anda di halaman 1dari 6

Profil Keluarga Anak

Anak 1
Nama : M. Habibi Aldzaky (Panggilan : Abang , umur 5 tahun) = x
Lingkungan keluarga : Berlatar belakang kedua orang tua yang bekerja, abang habibi
tumbuh diawasi oleh seorang pengasuh. Dalam 1 hari, ia hanya bertemu orang tuanya
saat malam pukul 21.00 , sehingga ia lebih banyak menghabiskan waktunya dengan
pengasuh. Habibi adalah anak umur 5 tahun yang sudah masuk SD. Orang tua habibi
memilih memasukkan habibi SD di usia 5 tahun karna berpikir agar anaknya bisa
belajar dan diawasi guru secara langsung di sekolah. Namun keadaan berkata lain,
COVID-19 melanda Indonesia dan berdampak pada pembelajaran dimana seluruh
sekolah wajib melakukan pembelajaran jarak jauh- sehingga Habibie belajar dari rumah
saja. Berdasarkan penuturan dari pengasuhnya, habibi adalah anak yang pemalas karna
ia tidak mau belajar dan mengerjakan tugas, dan pura-pura belajar jika ada orang
tuanya saja. Habibi juga belum memiliki kesadaran dan motivasi untuk belajar. Ia lebih
menyukai kegiatan bermain game dan menonton TV. Orang tua habibi telah diberi
peringatan oleh sekolah karna habibi seringkali absen dalam mengikuti pembelajaran
dan ujian online. Namun orang tuanya juga tidak mau ambil pusing karna sudah hectic
dengan pekerjaannya.
Lingkungan Sekitar : Lingkungan sekitar habibi sangat tidak mendukung habibi untuk
belajar. Ia tinggal bersama pengasuhnya yang hobi karaoke di rumah dan bermain
tiktok. Pengasuhnya hanya peduli tentang jadwal makan dan mandinya. Ia juga tidak
memiliki teman di sekitar karna tidak ada anak yang sebaya dengannya. Pengasuhnya
tidak memiliki kesadaran dan kemampuan untuk mengajak habibi belajar. Untuk
pembelajaran di sekolah, kelas diadakan secara full online. Hal ini menyebabkan
Habibie sering absen dalam pembelajaran kelas, karena ia tidak bisa mengoperasikan
laptop untuk membuka zoom. Pengasuhnya pun demikian, sedangkan orang tuanya
pergi pagi untuk bekerja (Tidak WFH). Hal ini mengakibatkan perkembangan
pengetahuan habibi sedikit terhambat. Untuk pembelajaran matematika, habibi baru bisa
menulis angka 1-10. Dalam mengoperasikan angka-angka, ia sulit jika tidak diberi
contoh konkret.
Anak 2
Nama Anak 2 : M Rafaizan (Panggilan : Kakak , umur 4 tahun) = y
Lingkungan keluarga : M Rafaizan adalah adik dari Abang Habibie. Berbeda dengan
abangnya, kakak rafa adalah anak yang rajin belajar. Walau ia masih duduk di bangku
TK, kakak rafa lebih memiliki kesadaran untuk belajar lebih dibanding abangnya.
Dalam kebiasaan sehari-harinya, kakak rafa sangat suka Latihan menulis, bermain lego,
permainan tebak angka, dan menggambar. Kakak rafa juga memiliki rasa ingin tahu
yang tinggi.
Lingkungan Sekitar : Memiliki kakak yang malas belajar, kakak rafa tidak
terpengaruh untuk ikut kegiatan kakaknya. Ia lebih memilih asyik bermain lego, Latihan
menulis dan menggambar. Untuk system pembelajaran di TK, guru mengajar secara
offline dan online. Di masa pandemi ini, TK rafa menetapkan system sekolah offline
setiap 3x dalam seminggu dan sekolah online setiap 2x seminggu. Hal ini yang
membuat rafa lebih terkontrol belajarnya daripada abangnya. Berdasarkan penuturan
rafa, guru TK nya sangat asyik dalam mengajar. Rafa jadi sangat suka matematika.

Anak 3
Nama Anak 3 : Zaza (Panggilan : Ayuk Zaza, umur 3 tahun)
Lingkungan keluarga : Zaza merupakan adik sepupu dari Abang Habibie & Kakak
Rafa. Ayah zaza adalah pegawai BUMN, sedangkan ibunya adalah ibu rumah tangga.
Dalam kegiatan sehari-hari, zaza sangat suka bermain barbie, masak-masakan, dan
mendengar cerita tentang hewan. Zaza memiliki kemampuan berbicara diatas rata-rata
seusianya. Ia sangat komunikatif dalam mengobrol dengan orang yang jauh lebih tua
diatasnya. Hal ini merupakan dampak positif dari ibunya yang setiap hari mengajak
zaza mengobrol. Ibunya sering menstimulasi kemampuan komunikasinya.
Lingkungan Sekitar : Zaza memiliki fasilitas pendukung pembelajaran yang baik.
Orang tua zaza sangat sering membelikan mainan edukatif untuk anaknya. Zaza juga
sudah diperkenalkan dengan gadget namun penggunaannya dibatasi oleh orang tuanya.
Dalam menggunakan gadget, zaza juga sangat diawasi dan pilihan tontonannya
ditentukan oleh orang tuanya.
Kegiatan : Memperkenalkan Konsep Pembagian dengan
Hari, tanggal waktu : Sabtu, 19 September 2020
Tempat : Komplek Perumahan Pusri
Tahap persiapan : Sebelum memulai kegiatan, terlebih dahulu saya siapkan alat dan
peralatan, seperti pena , kertas, kamera dan permen. Saat tahap persiapan , saya
mengatakan pada mereka untuk bagi-bagi permen. Namun dengan syarat mereka juga
harus menjawab pertanyaan saya . Sesaat sebelum merekam, ada 1 anak protes untuk
direkam karna ia merasa tidak percaya diri (insecure). Oleh karena itu, dalam tahap
persiapan ini juga, saya membujuk dan mengajaknya bermain terlebih dahulu.
Tahap pelaksanaan : Setelah kondisi kondusif dan mereka mau direkam, saya mulai
lakukan percobaan I. Di awal kegiatan perekaman, saya menanyakan nama mereka
terlebih dahulu. Setelah itu, saya mengatakan pada mereka bahwa saya akan
membagikan permen. Saya memberi Abang Habibie (5 thn) permen sebanyak 1 buah,
Kakak Rafa (4 thn) permen 3 buah dan Zaza ( 3 tahun) permen 2 buah. Saya bertanya
pada mereka “senangkah mendapat permen?” Zaza menjawab “senang”, dengan
ekspresi senyum sambil angkat tangan. Kakak Rafa menjawab “Harusnya Abang
3, Kakak 2, Ayuk Zaza 1”, dengan ekspresi seperti protes dan marah. Sedangkan Abang
Habibie awalnya tidak menjawab apa-apa namun berekspresi seperti orang menangis
lalu senyum ketawa sambil berkata “Yeeyy dikasih”.
Lalu saya melanjutkan percobaan II dan menginstruksikan kepada mereka untuk
mengumpulkan permen-permennya lagi. . Saya memberi Abang Habibie (5 thn) permen
sebanyak 2 buah, Kakak Rafa (4 thn) permen 1 buah dan Zaza ( 3 tahun) permen 3
buah. Dalam menanggapi pembagian permen tersebut, Zaza tetap terlihat senang.
Kemudian saya bertanya “apakah tante ika membagi permen secara adil?”, kemudian
Kakak Rafa menjawab “Tidak Adil”. Saya menjawab “Mengapa? Harusnya berapa?”,
Kakak Rafa pada awalnya mau menjelaskan jawabannya namun menjadi bingung
karena ada sepupunya yang lain (yang tidak masuk di dalam kamera) menjawab
“Harusnya 2, 2, 2 “. Abang Habibie tidak merespon apa-apa.
Lalu, saya melanjutkan percobaan III dan menginstruksikan kepada mereka untuk
mengumpulkan permen-permennya lagi. . Saya memberi Abang Habibie (5 thn) permen
sebanyak 3 buah, Kakak Rafa (4 thn) permen 2 buah dan Zaza ( 3 tahun) permen 1
buah. Saya bertanya “adilkah tante ika membagi permen?” Dalam menanggapi
pembagian permen tersebut, Abang Habibie menjawab adil, Zaza menjawab adil dan
rafa hanya tersenyum. Lalu saya bertanya lagi, “Mengapa adil ?” Mereka menjawab
“Karena abang paling besar, kakak tengah, dan ayuk zaza paling kecil”.

Lalu, saya melanjutkan percobaan III dan menginstruksikan kepada mereka untuk
mengumpulkan permen-permennya lagi. . Saya memberi Abang Habibie (5 thn) permen
sebanyak 3 buah, Kakak Rafa (4 thn) permen 2 buah dan Zaza ( 3 tahun) permen 1
buah. Saya bertanya “adilkah tante ika membagi permen?” Dalam menanggapi
pembagian permen tersebut, Abang Habibie menjawab adil, Zaza menjawab adil dan
rafa hanya tersenyum. Lalu saya bertanya lagi, “Mengapa adil ?” Mereka menjawab
“Karena abang paling besar, kakak tengah, dan ayuk zaza paling kecil”.

Tahap Refleksi :
Pada percobaan ini, saya mengaitkan permainan pembagian permen dengan konsep
pembagian. Anak-anak mulai dapat mengembangkan pemahamannya tentang konsep
angka bila mereka diajak menggunakan angka-angka di dalam berbagai kegiatan sehari-
hari. Abang Habibie (x) dan Kakak Rafa (y) mengerti tentang konsep jumlah. Mereka
paham urutan bagaimana cara menghitung permen. Mereka juga paham konsep
perbandingan dalam membagikan permen sesuai umur (terlihat di percobaan ketiga).
Abang Habibi :
Anak usia SD pada umumnya berada pada tahap berpikir operasional konkret namun
tidak menutup kemungkinan mereka masih berada pada tahap pre-operasi. Sedangkan
pada setiap tahapan ada ciri-cirinya sesuai umur kesiapannya. Misalnya, bila anak
berada pada tahap pre-operasi maka mereka belum memahami hukum-hukum
kekekalan sehingga bila diajarkan konsep penjumlahan besar kemungkinan mereka
tidak akan mengerti. Siswa yang berada pada tahap operasi konkret memahami hukum
kekekalan, tetapi ia belum bisa berpikir secara deduktif sehingga pembuktian dalil-dalil
matematika tidak akan dimengerti oleh mereka. Hanya anak-anak yang berada pada
tahapan operasi formal yang bisa berpikir secara deduktif. Sedangkan khusus untuk
tahapan sensori motor kita abaikan saja sebab tidak ada kaitan langsung dengan
pembelajaran matematika di sekolah. Jadi, pada dasarnya agar pelajaran matematika di
SD itu dapat dimengerti oleh para siswa dengan baik maka seyogianya mengajarkan
sesuatu bahasan itu harus diberikan kepada siswa yang sudah siap untuk dapat
menerimanya. Karena itulah sekarang kita akan melihat untuk bisa mengetahui tahapan
perkembangan intelektual atau berpikir siswa di SD dalam pembelajaran matematika.
Tahap penguasaan berhitung di matematika dimulai dari bahasa yang digunakan
hendaknya bahasa yang sederhana dan mengambil contoh yang berada di lingkungan
anak. Pada percobaan tersebut, abang habibi pada akhirnya telah bisa menyebut urutan
bilangan dan melakukan perhitungan benda-benda yang ada di sekitarnya namun di
awal dan pertengahan video menunjukan tingkah laku acuh tak acuh atau mengalihkan
perhatian pada hal lain, hal ini menunjukan bahwa telah terjadi masalah padanya . Itu
berarti, Abang Habibie membutuhkan perhatian atau perlakuan yang lebih khusus dari
guru.
Kakak Rafa (y) :
Anak usia TK berada pada tahap praoprasional, karena berada ditahap praoprasional
maka anak memerlukan sesuatu yang konkret ketika melakukan kegiatan pembelajaran,
sedangkan matematika pada konsep mengenalkan bilangan bersifat abstrak dan anak TK
belum bisa berpikir secara abstrak melainkan mereka berpikir secara konkret yang
membutuhkan dan menggunakan benda konkret, anak usia dini masih memiliki daya
pikir yang sederhana, karenanya anak pada usia dini tidak suka pada sesuatu yang susah
dimengerti dan lebih menyenangi pada sesuatu yang menarik perhatian mereka pada
pertama kali. Perkembangan pada anak dipengaruhi oleh faktor kematangan dan belajar.
Orang tua dan guru di TK harus tanggap dalam memperhatikan anak apabila anak sudah
menunjukan masa peka (kematangan) untuk berhitung segera memberikan layanan dan
bimbingan sehingga kebutuhan anak dapat terpenuhi dan tersalurkan dengan sebaik-
baiknya sehingga perkembangan kemampuan berhitung dapat optimal. Masa yang
sangat strategis untuk mengenalkan berhitung di jalur matematika adalah anak usia TK
karena usia TK sangat peka terhadap rangsangan yang diterima dari lingkungan. Rasa
keingintahuannya yang tinggi akan tersalurkan apabila mendapat rangsangan/motivasi
yang sesuai dengan perkembangannya. Apabila kegiatan berhitung diberikan melalui
permainan maka akan lebih efektif karena bermain merupakan wahana belajar dan
bekerja bagi anak. Anak akan lebih berhasil mempelajari sesuatu apabila yang ia
dipelajarinya sesuai dengan minat, kebutuhan dan kemampuannya. Tahap penguasaan
berhitung di matematika dimulai dari bahasa yang digunakan hendaknya bahasa yang
sederhana dan mengambil contoh yang berada di lingkungan anak. Dari percobaan,
terlihat bahwa Kakak Rafa sudah bisa mulai menyebut urutan bilangan, spontan
melakukan perhitungan benda-benda yang ada di sekitarnya dan bisa membanding
bandingkan benda-benda dan peristiwa yang ada di sekitarnya (re: pembagian permen
berdasarkan perbandingan umur).
Ayuk Zaza (z):
Dari video terlihat bahwa ayuk zaza belum memahami konsep perhitungan matematika
walaupun dengan benda real. Namun ayuk zaza memiliki kemampuan sebagai berikut :

 Menyebutkan objek berdasarkan kategori, misalnya hewan, bunga, dan benda-


benda di sekitar.
 Meniru tindakan orang dewasa yang lebih rumit, seperti bermain rumah-
rumahan, berpura-pura mencuci, atau memasak.
 Menanggapi perintah sederhana dari orang tua.
 Mencocokkan benda dengan kegunaannya, misalnya sendok untuk makan dan
gelas untuk minum.

Tahap akhir (kesimpulan):


Kegiatan matematika untuk anak usia dini merupakan suatu proses mengembangkan
kemampuan berpikir dan mendorong anak untuk mampu mengembangkan daya
intelektual yang dimilikinya, dengan penyampaian yang mudah dipahami anak,
sehingga menumbuhkan cara berpikir dan perilaku positif sedini mungkin.
Pembelajaran matematika dapat dikenalkan melalui pemilihan metode yang tepat,
walaupun dalam penyampaian sederhana namun dapat dipahami anak serta menarik
perhatian anak dan dilakukan secara berkelanjutan dengan suasana yang menyenangkan
maka otak anak akan terlatih, mengjarkan matematika pada anak agar anak memiliki
kemampuan matematika yang dapat diaplikasikan dalam kegiatan sehari-hari dan
sebagai pemecahan masalah yang dihadapi anak.

Anda mungkin juga menyukai