Anda di halaman 1dari 34

Saat Gaji Istri Lebih Besar dari Suami, Ini

yang Harus Dilakukan


Edited by Fitriya Fitriya 8 Desember 2017

Suami-istri yang sama-sama bekerja dan memiliki gaji masing-masing tiap bulannya, maka hal
utama yang harus dilakukan adalah menata keuangan bersama dengan baik.

Tapi dalam urusan keuangan rumah tangga, kerap terjadi justru persoalan muncul hanya karena
gaji sang istri lebih besar dibanding gaji suami. Sehingga muncul konflik yang bersumber dari
bukan kurangnya uang, tapi hanya karena beda pemahaman.

Lalu, bagaimana menghadapi kondisi rumah tangga yang seperti ini? Agar soal gaji istri lebih
besar daripada gaji suami ini jadi petaka, tapi justru bisa menjaga biduk rumah tangga menjadi
harmonis, simak tips berikut:

Anda Bingung Cari Produk KPR Terbaik? Cermati punya solusinya!

Bandingkan Produk KPR Terbaik! 

1. Lakukan Komunikasi Dua Arah

Komunikasikan segalanya dengan baik bersama pasangan

Komunikasi yang baik dan sikap saling menghargai antara pasangan yang memiliki ketimpangan
gaji akan menjadi cara terbaik dalam mengatasi masalah ini. Jika sejak awal keduanya menyadari
hal ini dengan baik, maka segala kecanggungan soal ketimpangan gaji ini bisa dihilangkan.

Cobalah untuk mengatasi ini dengan baik sejak awal, sehingga kondisi keuangan dan rumah
tangga berjalan lebih nyaman dan terbiasa dengan perbedaan jumlah gaji tersebut. Dan tidak ada
lagi rasa canggung karena pada dasarnya satu kesatuan.

Baca Juga: KPR FLPP: Solusi Beli Rumah Dengan Gaji Cuma 4 Juta

2. Bicarakan Rencana Keuangan Bersama

Ilustrasi pasangan muda merencanakan membeli rumah


Jangan sungkan, bicarakan soal gaji ini secara baik-baik sejak awal. Pada umumnya pasangan
akan membicarakan masalah keuangan mereka di awal bahkan sebelum pernikahan dan lakukan
secara terbuka. Sehingga Anda dan pasangan bisa saling mengetahui ke mana dan bagaimana
gaji nantinya akan terpakai.

Anda dan pasangan juga harus merencanakan keuangan rumah tangga bersama-sama sehingga
jelas target dan tujuan keuangan ke depannya. Tetapkan berbagai rencana keuangan yang
akan dijalankan bersama, termasuk cara yang akan ditempuh untuk merealisasikan
rencana-rencana ke depannya.

Jadilah tim yang baik dalam menyusun anggaran keuangan ini, sehingga semua tujuan Anda dan
pasangan di dalam keuangan bisa terpenuhi dengan baik. Awalnya, ini mungkin akan terasa
canggung, tapi jika dilakukan dengan baik sejak awal, maka bisa menghindarkan perselisihan
dan urusan keuangan berjalan lancar.

3. Satukan Gaji Setiap Bulannya

Ilustrasi gaji suami dan istri

Hindari untuk mengatur sendiri gaji Anda. Sebab Anda dan pasangan telah memiliki rencana
keuangan di dalam rumah tangga. Satukan gaji Anda dan pasangan setiap bulannya, lalu
mulailah jalankan anggaran keuangan rumah tangga dengan baik.

Keluarkan uang sesuai dengan porsinya, termasuk uang saku Anda dan pasangan meskipun gaji
istri lebih besar. Atur dan jalankan keuangan bersama dengan melupakan gaji siapa yang
lebih besar di sini. Ini akan mempermudah Anda dan pasangan untuk saling menghargai dan
memiliki hak sama di dalam keuangan rumah tangga.

Baca Juga: Menantu Idaman: Jadilah Istri yang Telaten Mengatur Keuangan!

4. Tentukan Siapa yang Jadi Bendahara

Ilustrasi mengatur keuangan rumah tangga

Gunakan satu pos keuangan di dalam ruah tangga. Sehingga menentukan siapa bendahara yang
akan menangani semua pos keuangan dengan baik dan teliti ini sangat penting adanya. Disiplin
dalam keuangan akan membantu Anda dan pasangan untuk bisa lebih mudah dalam menjalankan
semua lini keuangan dengan tepat sasaran.

Antara Anda dan pasangan, salah satunya harus bertindak sebagai bendahara. Sehingga
keuangan akan rapi dan tidak kocar-kacir setiap bulannya. Bendahara memiliki
tanggungjawab untuk menjalankan semua pos di dalam keuangan, mulai dari pos pengeluaran,
tabungan, investasi, dan lainnya.

Jika dianggap terlalu repot, maka salah satunya bisa bertindak sebagai juru bayar, yang akan
menangani berbagai tagihan bulanan seperti uang sekolah anak, listrik, air, tv kabel, dan cicilan-
cicilan lainnya. Ini akan membantu keuangan Anda menjadi lebih sederhana dan tertata,
sehingga Anda dan pasangan bersama-sama dalam mengelola keuangan rumah tangga.

5. Kelola Keuangan Sebagai Uang Bersama

Uang milik bersama

Bukan lagi gaji Anda atau gaji pasangan saja, tapi gaji keduanya harus masuk ke dalam pos
keuangan rumah tangga. Artinya, gaji masing-masing disatukan menjadi uang milik
bersama. Ini penting untuk dipahami sejak awal, sehingga Anda dan pasangan bisa sama-sama
merasa memiliki tanggungjawab, juga nilai yang sama di dalam keuangan itu sendiri.

Tindakan ini juga akan menghilangkan rasa mudah tersinggung atau bahkan rasa rendah diri
pada suami, akibat jumlah gajinya yang jauh berada di bawah besaran gaji istri. Jika perasaan
seperti ini sudah tidak ada, maka keuangan akan bisa dikelola dengan cara-cara yang lebih baik
ke depannya.

Diskusikan Semuanya dan Wujudkan Rumah Tangga yang Sehat

Bukan hanya Anda saja, ada banyak pasangan lainnya di luar sana yang jumlah gaji istri justru
lebih besar dibanding gaji sang suami. Ini bukanlah sebuah masalah yang harus ditakuti atau
diributkan. Sebab pasangan yang telah menikah seharusnya memang memiliki keuangan yang
utuh atau satu.

Diskusikan hal ini dengan baik bersama pasangan dan lakukan langkah-langkah yang tepat, agar
keuangan tidak menjadi sebuah masalah tersendiri dan rumah tangga tetap bisa dibina dengan
baik dan nyaman bagi kedua belah pihak.

Baca Juga: Tertarik Tinggal di Hunian TOD: Ini Cara, Biaya dan Prosedurnya!

 #TipsKeuangan
 #TipsKeluarga
 #RumahTangga
 #Menikah
 #KeuanganSehat
Apakah Anda mencari informasi lain?
Login

Register

Marriage

July 4th, 2016

6 Peran Utama Suami Sebagai Kepala


Keluarga

Sumber: Google

Lori Mora
Official Writer

46341
Menjadi kepala keluarga setelah berumah tangga adalah tanggung jawab
besar bagi para kaum pria. Perjalanan pernikahan sangat jauh berbeda
daripada ketika masih lajang. Banyak dari kaum pria yang kemudian
mencari tahu apa yang Tuhan harapkan dari mereka sebagai suami yang
baik bagi istri dan anak-anaknya.

Peran dan tanggung jawab mereka sebagai kepala keluarga juga sangat
mempengaruhi keharmonisan suami dengan istri. Tak sedikit dari para
istri yang menghendaki agar suaminya bisa menjadi panutan dan teladan
bagi anak-anak mereka. Untuk itulah suami-suami diharapkan bisa
memenuhi beberapa hal ini dengan tujuan untuk menciptakan pernikahan
yang bahagia, harmonis dan bahkan berkenan kepada Tuhan.

Sedikitnya milikilah 6 peran utama suami dalam kehidupan berumah


tangga.

1. Imam bagi keluarga

Sebagian besar istri mungkin akan memiliki beragam ide yang bisa
diterapkan dalam kebiasaan rumah tangga. Misalnya, menghidangkan
makanan pembuka di pagi hari beserta minuman segar. Dan Anda adalah
kepala keluarga yang kemudian memimpin keluarga Anda untuk
membiasakan memulai hari dengan ibadah bersama.

Sang istri juga berharap ketika Anda kembali dari kantor, kalian bisa
menutup hari bersama dengan doa bersama. Berdoa dan bersekutu
bersama dengan keluarga adalah aspek yang sangat penting. Dan jangan
pernah melewatkan tanggung jawab Anda sebagai imam dalam keluarga.

2. Menjadi suami dan ayah yang rendah hati

Konflik rumah tangga muncul ketika seorang suami masih belum bisa
memimpin dengan rendah hati. Tuhan memanggil setiap laki-laki untuk
kelak menjadi pemimpin di rumah tangganya, namun mereka diminta
untuk memimpin dengan bijaksana dan penuh kasih. Memiliki suami yang
tidak egois, tidak angkuh dan bertanggung jawab adalah keinginan setiap
istri.
3. Menjadi suami yang berani dan saleh

1 Korintus 16: 13 memberikan penjabaran tentang arti dari maskulinitas


dalam Alkitab, “Berjaga-jagalah! Berdirilah dengan teguh dalam iman!
Bersikaplah sebagai laki-laki! Dan tetap kuat!” Jadi, sebelum Anda
menjadi suami yang baik dan saleh, Anda harus menjadi suami yang
berani. Keberanian yang dimiliki seorang suami, dalam hal ini, adalah
keberanian yang mengandung makna tidak takut akan perkara-perkara
hidup sekalin rasa takut yang besar akan Tuhan.

4. Menjadi pencari nafkah

Sebagai kepala keluarga, suami adalah pemimpin tertinggi keluarga yang


bertanggung jawab memenuhi kebutuhan keuangan rumah tangga.
Dalam 1 Timotius 5: 8 bahkan dikatakan, “Tetapi jika ada seorang yang
tidak memeliharakan sanak saudaranya, apalagi seisi rumahnya, orang
itu murtad dan lebih buruk dari orang yang tidak beriman.” Ayat ini
bukanlah rancangan Tuhan atas kaum pria. Karena setiap pria
dirancangkan untuk menjadi seorang penyedia bagi keluarganya.

Untuk itulah, suami harus memiliki kemampuan perencanaan rumah


tangga yang baik. Ia juga harus memiliki tujuan yang jelas, bukan hanya
sekadar mencari uang, tetapi juga mengasah dirinya menjadi lebih baik
secara rohani.

5. Mengasihi Allah lebih daripada mengasihi pasangan

Ketika kita mengasihi pasangan melebihi Tuhan, kita hanya akan


mendapati diri kita dikecewakan. Banyak dari kita kemudian kecewa dan
membenci pasangan kita atas tindakannya, dan akhirnya kehidupan
rumah tangga dipenuhi dengan akar pahit. Namun ketika kita lebih
mencintai Tuhan daripada pasangan, setiap kekecewaan dan kepahitan
yang mungkin muncul dalam hubungan bukanlah perkara yang begitu
menyakitkan. Karena kita mengandalkan Tuhan di atas pernikahan kita.

6. Mengasihi dengan tulus dan besar


Setiap suami wajib mengasihi istrinya dengan kasih yang sama yang
diberikan Yesus. Mengasihi berarti mau berkomitmen dan mau
berkorban, mendahulukan kepentingan orang yang kita kasihi di atas
kepentingan sendiri. Istri dan anak adalah prioritas utama seorang suami
dalam hidupnya. Hal itu juga berarti bahwa hubungan Anda dengan istri
jauh lebih penting daripada hubungan Anda dengan teman-teman, atasan
atau bahkan keluarga lainnya.

Seorang suami yang baik akan menjadi terpandang di mata banyak


orang ketika dia telah menjadi teladan di tengah keluarganya. Tak ada
gunanya berbicara tentang keselamatan kepada orang lain bila ternyata
seorang suami tidak memberikan teladan dan membagikan hal serupa
terlebih dahulu kepada keluarganya.

10 Penyebab dan Solusi Masalah Dalam


Rumah Tangga
Rumah tangga yang harmonis bukan berarti tanpa konflik dan masalah. Justru berbagai masalah
dan konflik akan menjadi pembuktian kedewasaan suatu hubungan.

nuga
Admin
posted on 2 tahun yang lalu , updated on 2 hari yang lalu
Intimate/ Intim
8
Share Tweet Google+ Reddit

Karena sejatinya setiap masalah harus dihadapi dan dicari jalan keluarnya, bukan dihindari.

Untuk itu, pasangan suami istri perlu mengetahui masalah-masalah yang sering terjadi dalam
rumah tangga, berikut cara menyelesaikannya.

Berikut ini 10 masalah yang umum terjadi dalam rumah tangga, dan solusinya:

1. Keuangan
Keuangan memang menjadi permasalahan yang pelik ketika dua orang bersatu dalam ikatan
pernikahan. Biasanya masalah keuangan ini terjadi bila suami berpenghasilan kecil dan tidak
mencukupi kebutuhan hidup dalam rumah tangga, sehingga istri menjadi seringkali emosi dan
tidak patuh pada suami.

Solusi:

Untuk mengatasi masalah ini harus di atasi secara bijaksana oleh suami dan istri. Bicarakan baik-
baik dan cari solusi bersama. Misalnya saja istri membantu mencari nafkah untuk menambah
pemasukan dalam rumah tangga. Selain itu penting untuk bersikap hemat dan menggunakan
uang berdasarkan prioritas kebutuhan, bukan berdasarkan keinginan.

2. Ketidakhadiran anak

Kehadiran anak memang selalu ditunggu-tunggu oleh setiap pasangan suami istri. Dan masalah
akan terjadi setelah bertahun-tahun menikah, kehadiran anak tidak kunjung datang. Hal inilah
yang menyebabkan konflik rumah tangga. Biasanya suami istri akan saling menyalahkan dan
merasa paling benar.

Solusi:

Untuk mengatasi masalah ketidakhadiran anak, pasangan suami istri harus bersikap bijak. 
Cobalah bersama-sama memeriksakan diri ke dokter kandungan. Cari tau apa penyebab
ketidakhadiran si buah hati. Sehingga jika diketahui ada masalah kesehatan reproduksi bisa
segera diberikan terapi. Tetapi jika tak ada masalah kesehatan, mungkin pasangan suami istri
hanya perlu bersabar. Sambil menunggu, mungkin pasutri bisa melakukan second honeymoon
sebagai upaya menghadirkan momongan.

3. Perselingkuhan

Perselingkuhan seringkali terjadi dalam hubungan suami istri. Dan hal ini yang paling banyak
menyebabkan terjadinya perceraian. Hal ini terjadi karena disebabkan oleh berbagai faktor,
seperti masalah hubungan ranjang yang tidak terpuaskan, keuangan dan sebagainya.

Solusi:

Harus ada keterbukaan antara pihak suami dan istri, menceritakan alasan mengapa berselingkuh
dan mencari solusinya. Apabila kasus perselingkuhan ini sulit diatasi, mungkin Anda perlu
melibatkan pihak lain misalnya orangtua dan keluarga. Jangan buru-buru memutuskan bercerai,
jika masih ada jalan damai, lebih baik sama-sama memperbaiki diri dan saling memaafkan.

4. Kehidupan seksual

Soal seks memang menjadi hal penting bagi pasangan suami istri. Jika salah satu pihak tidak
terpenuhi kepuasan seksnya, bisa memicu pertengkaran bahkan perselingkuhan.
Solusi:

Diperlukan keterbukaan antara suami dan istri. Ceritakan keadaan yang sebenarnya. Hal ini
untuk mengurangi kecurigaan dan fikiran buruk. Apabila gairah seksual suami/istri Anda
menurun, bisa dicari jalan keluarnya. Misalnya dengan menginap di hotel atau di kota, seperti
bulan madu kedua. Tapi jika upaya ini tidak membuahkan hasil, mungkin kalian perlu konsultasi
kepada pakar seksologi.

5. Istri kurang trampil dalam mengurus rumah tangga

Masalah ini memang sering muncul pada awal pernikahan. Istri kurang trampil dalam mengurus
rumah tangga seperti memasak, mencuci pakaian, menyetrika pakaian, dan membersihkan
rumah. Hal ini kadang membuat suami merasa kecewa dan  kesal.

Solusi:

Untuk masalah ini apabila suami mempunyai kondisi keuangan yang lebih bisa diatasi dengan
mempekerjakan pembantu rumah tangga. Tetapi apabila sebaliknya, harusnya suami
memberikan pengertian kepada istri, sehingga bersemangat dalam menjalankan aktifitasnya
sebagai ibu rumah tangga. Kalau perlu, suami ikut membantu mengerjakan urusan rumah tangga
untuk meringankan beban istri.

6. Mertua ikut campur

Dalam rumah tangga ketika kehadiran orang tua atau mertua ikut campur masalah keluarga,  bisa
menimbulkan masalah antara suami istri. Seperti mertua yang terlalu banyak komentar, terlalu
banyak menegur dan sebagainya.

Solusi:

Untuk masalah ini diperlukan kedewasaan dan ketenangan dalam menghadapi mertua atau orang
tua. Jangan mengekspresikan kemarahan langsung di depan mereka. Bicarakan baik-baik kalau
Anda berdua perlu privasi dan bisa menyelesaikan masalah sendiri.

7. Komunikasi

Kesibukan masing-masing tak jarang menyebabkan komunikasi suami istri terhambat. Aktivitas
yang berbeda mengakibatkan suami atau istri kekurangan waktu untuk berbincang, bercerita atau
sekedar berbagai rasa. Akibatnya akan timbul salah paham yang memicu pertengkaran.

Solusi:

Quality time memang sangat diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan komunikasi.


Minimal seminggu sekali perlu berlibur bareng, makan diluar bareng atau sekedar olahraga
bersama untuk tetap menjaga komunikasi di antara suami dan istri. Usahakan untuk sarapan pagi
atau makan malam bersama. Jika tidak sempat, usahakan untuk menyediakan waktu untuk
bersama di akhir pekan.

8. Perbedaan

Pernikahan sejatinya adalah menyatukan dua insan yang berbeda. Perbedaan itu mencakup
banyak hal seperti latar belakang, sifat, karakter, kebiasaan dan juga kepribadian. Hal inilah yang
menyebabkan sebuah rumah tangga menjadi lebih berwarna. Akan tetapi tak jarang juga
perbedaan ini menyebabkan ketikakcocokan antara kedua insan manusia ini yang akhirnya
menyebabkan masalah dalam rumah tangga.

Solusi:

Perbedaan ini memang akan selalu ada meskipun dengan usia pernikahan yang sudah sangat
lama. Solusinya adalah dengan menghargai dan menyesuaikan diri dengan perbedaan yang ada.
Kuncinya adalah dengan komunikasi yang baik antar suami istri.

9. Perbedaan pandangan

Memiliki pendapat yang berbeda itu wajar, hanya saja ketika ego sudah tidak dapat dikendalikan,
menyebabkan kondisi atau suasana menjadi memanas dan tidak harmonis.

Solusi:

Hargailah perbedaan, perbedaan pendapat memang sering dijumpai dalam rumah tangga tetapi
menyikapi dengan dewasa menjadi solusi yang terbaik untuk masalah ini.

10. Pendidikan

Perbedaan pendidikan antara suami istri tak jarang menjadi pemicu kesalahpahaman. Jika salah
satu berpendidikan tinggi sedangkan pasangan sebaliknya, kadang menjadi masalah dalam
komunikasi dan cara memandang suatu hal.

Solusi

Saling memahami dan memaklumi akan meminimalisir konflik. Bagi pasangan yang
pendidikannya lebih rendah, mungkin bisa menambah wawasan dengan banyak membaca,
mengikuti kursus dan lain-lain. Sedangkan bagi yang berpendidikan tinggi jangan merendahkan
pasangannya, sebaliknya support dia untuk menambah ilmu pengetahuan di bidang apapun.

Nah moms, kira-kira apa penyebab konflik di rumah Anda? Tapi apapun masalahnya, intinya
adalah keterbukaan. Bicarakan semua masalah baik-baik dan cari jalan keluarnya. Jangan
biasakan memendam masalah yang hanya akan menjadi bom waktu. Pahami dan coba mengerti
keinginan masing-masing. Percayalah, selalu ada solusi untuk setiap masalah jika kita selalu
mengupayakannya. [Tri]
Pernikahan Langgeng Jika Mampu Melewati
5 Masa Kritis Ini

Fitri Haryanti Harsono

22 Apr 2018, 18:00 WIBDiperbarui 22 Apr 2018, 18:00 WIB




834

Masa kritis pernikahan yang dihadapi pasangan suami istri. (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta Penulis Robert Stevenson pernah berkata, “Pernikahan adalah satu
percakapan panjang, yang dapat mengalami masa krisis dalam suatu waktu.” Cepat atau lambat,
setiap pasangan mengalami krisis. Hal tersebut tak terelakkan.
Baca Juga

 Pernikahan Dini Hanya Bakal Melahirkan Anak yang Kuntet


 Pernikahan Dini Siswa SMP di Sulsel, KPAI: Kami Menentang
 Pernikahan Dua Anak SMP di Bantaeng Terjadi Dua Bulan Lalu

Kabar baiknya, ketika menghadapi krisis, pasangan suami-istri mencapai peningkatan baru
dalam hubungan. Mereka menemukan, cara-cara baru untuk berbahagia satu sama lain.

Melansir laman Bright Side, Minggu (22/4/2018), Anda tidak perlu takut pada krisis pernikahan.
Ini menjadi pertanda, hubungan sedang berkembang. Yang paling utama, tidak menyerah dan
mencari cara untuk mengatasi kesulitan.

Ada beberapa masa krisis pernikahan, diantaranya:

Tahun pertama pernikahan: Tahap realisasi

Rita DeMaria, seorang terapis perkawinan dan keluarga, menyebut krisis tahun pertama
pernikahan sebagai “tahap realisasi.” Masa ini terjadi setelah 6-12 bulan hidup bersama. Pesona
pertama jatuh cinta menghilang. Anda mulai melihat pasangan sebagaimana adanya dengan
semua kelemahan.

Kadang-kadang kebiasaan yang tidak menyenangkan juga muncul. “Saatnya belajar dan bekerja
sebagai tim,” kata DeMaria.

Yang harus Anda lakukan, jika Anda belum mendiskusikan masalah serius seperti keuangan,
anak-anak, kunjungan kerabat, waktu luang, dan lain-lain. Psikolog Beverly Hayman
menyarankan, perlu berbicara jujur tentang prioritas menjalani rumah tangga dalam ikatan
pernikahan. Penting untuk mencapai kesepakatan segala hal yang akan dijalani bersama.

Simak video menarik berikut ini:

Geger pernikahan siswa SMP di Bantaeng ramai dibicarakan warganet. Pihak KUA memiliki
alasan penolakan tersebut.

2 dari 5 halaman
3-4 tahun pernikahan: Zona nyaman berbahaya

3-4 tahun pernikahan termasuk zona nyaman berbahaya. (iStockPhoto)

Penelitian di antara 2.000 pasangan suami istri Inggris menunjukkan, dalam 3,5 tahun, pasangan
mulai menganggap satu sama lain sebagai hal yang biasa. Lalu berhenti mengatakan "Aku
mencintaimu" satu sama lain.

Sepasang suami istri menemukan “zona nyaman” sendiri. Ini adalah perasaan aman dan tenang
yang luar biasa, tapi ada juga hal-hal yang tidak menyenangkan malah menjadi normal dalam
hidup, seperti tidak menutup pintu toilet saat buang air kecil.

Anda sebaiknya menjaga tingkat emosional tertentu dalam hidup. Saling memuji satu sama lain
lebih sering. Jika Anda melihat ada masalah, mulailah percakapan dengan lembut tanpa tuduhan.

3 dari 5 halaman
5-7 tahun pernikahan:

5-7 tahun pernikahan merupakan "gatal tujuh tahun." (iStockPhoto)

Ada istilah tertentu dalam psikologi Barat, yang disebut "gatal tujuh tahun (seven-year itch)",
yang berarti tujuh tahun yang membuat gatal. Ini adalah salah satu periode paling penting dalam
setiap pernikahan. Pada masa ini, pasangan punya kehidupan yang baik dan hubungan yang
menetap.

Beverly Hayman mengingatkan, minat dan daya tarik seksual terhadap satu sama lain bisa
menurun karena rutinitas. Namun, tampaknya para pasangan tahu segalanya tentang satu sama
lain. Terkadang pasangan membuat keputusan untuk memiliki anak pertama (atau anak kedua)
demi menyelamatkan pernikahan mereka.

Robert Taibbi, terapis keluarga menyarankan, jaga komunikasi tetap terbuka. Misal, tanya kabar,
"Bagaimana harimu?" dengan lembut. Diskusikan masa depan hubungan. Rencana apa yang
Anda miliki untuk tahun depan, atau 5 atau 10 berikutnya. Kuncinya adalah keterbukaan dan
kejujuran.

4 dari 5 halaman
10-15 tahun pernikahan: Usia pernikahan yang sulit

10-15 tahun pernikahan memasuki usia pernikahan yang sulit. (iStockPhoto)

Sesuai dengan penelitian terbaru, 10 tahun adalah ambang paling sulit dalam pernikahan.
Sebanyak 2.000 wanita dari AS yang diwawancarai mengatakan, tahun ke-11 pernikahan
khususnya, merupakan masa yang paling sulit.

Wanita mengalami banyak sekali tanggung jawab selama periode waktu ini. Di tengah-tengah
kesibukan, mereka harus merawat anak-anak yang sudah beranjak remaja. Tak ayal, mereka
kekurangan waktu sehingga kualitas hubungan menurun.

Kabar baiknya adalah jika Anda mengatasi periode waktu ini, kepuasan hubungan akan terus
meningkat selama 20 tahun ke depan. Ahli terapi keluarga, Dana Fillmore dan Amy Barnhart
menyarankan, agar Anda menyertakan humor dalam hubungan. Harus lebih sering tertawa
bersama.

5 dari 5 halaman
20-30 tahun pernikahan: Krisis paruh baya dan perceraian

20-30 tahun pernikahan sebagai krisis paruh baya dan perceraian. (iStockphoto)

Krisis pernikahan ini efeknya meningkat karena anak-anak tumbuh dan mulai meninggalkan
rumah keluarga, sementara pasangan ditinggal sendiri, seperti di awal hubungan pernikahan.
Pasangan mungkin merasa pernikahan mereka 'kosong' karena misi utamanya telah selesai:
membesarkan dan membuat anak mandiri.

Perceraian pun meningkat. Yang harus Anda lakukan, jangan menjauh satu sama lain. Carilah
makna lain dari keberadaan Anda sebagai pasangan.

Steve Seabold, seorang pelatih hubungan, menyarankan, Anda melakukan olahraga bersama dan
menciptakan rencana bersama, seperti perjalanan, bisnis baru, kursus bahasa, atau sesuatu yang
akan menciptakan pengalaman hidup yang tak terlupakan.

Menikah memang tak mudah, ada saja cobaan menghadang sejak awal
perjalanan. Apa saja cobaan awal menikah dan bagaimana cara
mengatasinya?

Seringkali pasangan calon pengantin sibuk menyiapkan pesta pernikahan tapi lupa menyiapkan
mental untuk menghadapi cobaan awal menikah. Tak jarang pengantin baru beranggapan bahwa
kehidupan pernikahan mereka akan bahagia belaka tak ubahnya ketika masih pacaran.
Padahal banyak hal yang berubah ketika sudah menikah. Mulai dari sikap pasangan yang
menampakkan wajah aslinya, harus beradaptasi dengan keluarga baru dan sebagainya.

Berbagai cobaan awal menikah ini bisa menjadi hambatan dalam membangun rumah tangga
kelak jika tidak segera diatasi dengan baik. Karenanya, penting bagi calon pengantin atau
pengantin baru untuk mengantisipasi dan belajar mengatasinya.

Apa saja sih cobaan awal menikah yang kerap terjadi?


1. Karakter asli pasangan yang tak sesuai ekspektasi

Waktu pacaran pasangan selalu bersikap manis tapi begitu menikah ia berubah seperti orang
orang lain yang tidak kukenal.

Kondisi ini yang paling sering menjadi cobaan di awal menikah. Pasangan yang seolah-olah
berubah, padahal sebenarnya tidak. Iya, betul. Pasanganmu tidak berubah.

Hanya saja ketika masih pacaran ia menampakkan sisi terbaiknya di depanmu dan
menyembunyikan sisi karakter lainnya. Berhubung setelah menikah kalian harus tinggal seatap
dan bertemu setiap hari, ia tidak bisa lagi ‘bersembunyi’. Sehingga akan tampak karakter aslinya
secara utuh. Inilah yang sering dianggap sebagai perubahan.

Ada baiknya sambil merencanakan pernikahan, kedua calon pengantin mengambil waktu berdua
untuk saling terbuka dan menanyakan pasangan apakah bisa menerimanya. Tak harus
mengungkapkan semua sisi gelap atau pengalaman buruk di masa lalu karena bagaimanapun
setiap pribadi berhak menyimpan rahasia masing-masing.

Namun, jika itu dirasa akan memengaruhi hubungan rumah tangga nantinya, sebaiknya terbuka
saja. Jika memang sudah siap hidup bersama, pasangan pasti akan belajar menerimanya.

Bagaimana dengan calon pengantin yang tidak berpacaran, dijodohkan atau ta’aruf? Mungkin
waktu untuk saling mengenal terbatas tapi bukan berarti tidak bisa dilakukan, bukan? Dalam hal
ini, kejujuran adalah kunci. Minta calon pasangan jujur, siapkan hati yang lapang dan belajarlah
untuk tidak berekspektasi terlalu tinggi.
Artikel terkait: Inilah 5 kebohongan yang bisa menghancurkan pernikahan

2. Pribadi yang berubah setelah menikah

Selain pasangan yang ‘berubah’, perubahan pribadi juga bisa menjadi cobaan di masa awal
pernikahan. Perasaan cemas tidak bisa menjadi suami atau istri yang baik sesuai kriteria
suami/istri idaman. Merasa tak lagi bebas seperti masa lajang dan tidak bisa menjadi diri sendiri.
Merasa memikul beban tanggung jawab yang berat dan lain sebagainya.
Impian rumah tangga sempurna sesuai dengan standar masyarakatlah penyebab munculnya
kecemasan berlebih ini. Menyadari fakta bahwa tak semua pernikahan berjalan mulus, juga tak
semenyeramkan yang dibayangkan bisa menjadi pertolongan pertama.

Pada dasarnya pernikahan itu untuk dijalani, bukan untuk ditakuti. Tak usah berusaha terlalu
keras untuk menjadi yang sempurna. Yang terpenting adalah kedua belah pihak sama-sama
bahagia.

3. Cobaan awal menikah bisa muncul karena masalah karir dan finansial 

Cobaan awal menikah berikutnya adalah karir dan finansial. Bahkan tak jarang masalah ini bisa
berujung pada perceraian.

Seperti dikutip oleh hukumonline.com, Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama (Badilag)
Mahkamah Agung, Abdul Manaf, mengatakan bahwa mayoritas penyebab perceraian didorong
dua persoalan besar yang sering dialami dalam gugatan perceraian.

Yakni persoalan ekonomi dan perselisihan yang tidak berkesudahan dalam membina mahligai
rumah tangga. Persoalan kurang tanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga
mendapat angka yang cukup besar dalam banyak kasus perceraian. 

Sebelum hal yang buruk terjadi karena persoalan finansial, kedua pasangan harus terbuka dan
saling mendukung. Jujur mengenai penghasilan dan utang-piutang jika ada.
Jika suami masih pada fase awal meniti karir, istri harus pengertian dan mendukungnya untuk
mencapai puncak. Jika kebetulan karir istri lebih bagus, suami juga harus legowo dan pengertian
alih-alih merasa minder lalu menjadikannya alasan memercik pertengkaran.

Perkara tanggung jawab harus ada pembagian sesuai kemampuan, keadaan dan kesepakatan
bersama. Karena sejatinya pernikahan adalah kolaborasi, bukan kompetisi antara suami dan istri.
4. Keluarga besar yang ikut campur

Bukan hanya orang tua atau mertua saja, keluarga lain seperti ipar, kakek, nenek, paman dan bibi
juga kadang suka ikut campur di awal pernikahan. Cobaan ini memang menyebalkan dan sering
membuat stress.

Menikah memang bukan sekadar menyatukan dua insan tetapi juga menyatukan dua keluarga.
Kedua belah pihak harus bisa menerima keluarga pasangan masing-masing. Namun, bukan
berarti keluarga besar bisa ikut campur dalam setiap urusan rumah tangga.

Jika memungkinkan, jangan tinggal serumah dengan orang tua/mertua setelah menikah demi
menghindari konflik. Jika tidak, berusahalah untuk mengambil hati mereka, cari tahu apa
kesukaannya dan apa yang tidak disukainya.

Sadari bahwa mereka adalah keluarga, bukan musuh untuk diperangi. Tak selamanya ikut
campur mereka itu salah kok. Sebagai newbie, tak ada salahnya sesekali mendengarkan nasihat
yang sudah senior, bukan? Asal tidak berlebihan dan masih sesuai dengan value yang kita anut.
Artikel terkait: Ingin pernikahan langgeng? Jangan lupakan 5 hal sederhana ini

5. Masalah anak yang menguras energi

Mungkin cobaan ini tidak langsung terasa di awal menikah karena umumnya pasangan tidak
langsung memiliki anak. Setidaknya ada rentang waktu selama masa kehamilan. Namun, tidak
ada salahnya untuk diantisipasi sejak dini.

Perencanaan kapan memiliki momongan ini harus disepakati oleh kedua belah pihak. Jika
memang ingin langsung punya anak maka harus menyiapkan diri dengan matang.

Artikel terkait: Persiapan Sebelum Punya Anak, 11 Hal Ini Harus Disepakati Suami Istri

Siap secara mental dan finansial karena merawat buah hati membutuhkan energi yang luar biasa.
Tak jarang muncul perdebatan tentang pengasuhan, pembagian tugas berjaga ketika bayi
menangis di malam hari dan sebagainya. Stress dan lelah setelah mengasuh anak seharian juga
bisa memicu pertengkaran. 

Saling mengerti dan mendukung adalah solusinya. Jika suami harus bekerja sehingga tidak bisa
membantu mengasuh anak di rumah, setidaknya bantu ringankan pekerjaan istri yang lainnya.
Yang menarik, cobaan perkara anak ini bukan saja dialami oleh pasangan yang sudah memiliki
anak tapi juga oleh mereka yang belum atau tidak berencana memiliki anak.

Belum memiliki anak juga bisa menjadi pemicu pertengkaran bahkan alasan perselingkuhan.
Sementara itu, pasangan yang memutuskan untuk child-free dengan alasan apapun, akan
mendapat pandangan negatif dari masyarakat.
Solusinya, samakan frekuensi dengan pasangan. Yakini nilai-nilai yang kalian anut bersama, tak
masalah jika tak sesuai dengan standar kebanyakan orang. Yang terpenting adalah kebahagiaan
bersama.

6. Cobaan awal menikah juga bisa berbentuk komentar negatif dari orang sekitar

Masih berhubungan dengan cobaan awal menikah sebelumnya, komentar julid dari orang lain
sering bikin baper, emosi dan menguras hati. Ada saja yang dijadikan bahan komentar orang
lain.

Mulai dari istri yang meninggalkan karir demi anak, finansial suami yang kurang lancar, anak
minum susu formula, cara pengasuhan anak yang berbeda dan lain-lain. Semua komentar itu
kalau ditulis mungkin bisa jadi buku.

Menebalkan telinga dan bersikap cuek adalah jawabannya. Tak perlu memusingkan komentar
iseng dan jahat. Apalagi datang dari orang lain yang tidak berkontribusi apapun di kehidupan
kita.
7. Hubungan intim tidak berjalan lancar

Tidak adanya kepuasan dalam berhubungan intim juga bisa menjadi cobaan di awal menikah.
Banyak penyebabnya, salah satunya adalah kurangnya pengetahuan seksual. Berekspektasi
hubungan intim seperti di film-film dewasa dan kecewa ketika pasangan tidak bisa
memenuhinya.

Calon pengantin wajib mendapat pengetahuan seputar seksual yang memadai sebelum menikah.
Tujuannya supaya tidak terjadi kesalahpahaman dan tersesat dalam mitos-mitos seputar seksual.

Hubungan intim suami istri sangatlah penting dalam berumah tangga. Apabila muncul masalah
sebaiknya terbuka, dibicarakan dan dicari solusinya bersama. Cari bantuan profesional jika
memang dirasa perlu.

***
Home

Trending

Video

Collection

Krispi

Opini & Cerita

News

Entertainment

Bola & Sports

Mom

Bisnis

Otomotif
Tekno & Sains

Food & Travel

Woman

Woman20 Januari 2020 18:16

5 Cobaan yang Kerap Dihadapi di Awal


Pernikahan

Kebutuhan Ibu dan Wanita

Konten kiriman user


Ilustrasi pengantin. Sumber: Shutterstock
Setiap sejoli pasti ingin hubungan mereka berakhir dalam sebuah ikatan pernikahan. Namun siapa bilang
pernikahan adalah akhir dari segalanya.

ADVERTISEMENT

Setelah menikah, kamu dan pasangan justru akan semakin banyak menemukan masalah. Di momen ini
lah baik suami maupun istri mulai bisa melihat karakter asli masing-masing yang mungkin tidak tampak
ketika masih pacaran.

Proses adaptasi sebagai pasangan suami istri tidak lah mudah. Berbagai cobaan di awal pernikahan pun
bisa menjadi penghambat rumah tangga.

Di sini lah kesetiaan dan cinta kalian diuji. Karena, jika sepasang suami istri tidak dapat menyelesaikan
masalah, rumah tangga pun akan terancam.
Berikut 5 cobaan di awal pernikahan yang kerap dialami para pengantin baru:

Ilustrasi pengantin. Sumber: Shutterstock


1. Karakter asli pasangan yang diluar ekspektasi

Konflik yang paling sering dialami para pengantin baru di awal pernikahan. Baik suami maupun istri
merasa seperti ada yang berubah dari pasangan.

ADVERTISEMENT

Namun sejatinya, mereka tidak berubah. Hanya saja ia tidak lagi bisa menyembunyikan karakter aslinya
seperti saat masih pacaran.

Saat sudah tinggal dalam satu atap, secara otomatis baik buruk pasangan langsung akan terlihat.
Masalah ini sebaiknya dibicarakan demi kenyamanan bersama.

Satu hal yang pasti, memutuskan menikah berarti kita sudah menerima pasangan dengan segala
konsekuensi yang ada.

2. Masalah finansial

Setelah menikah urusan keuangan adalah hal yang cukup krusial dalam rumah tangga. Jangan pernah
meremehkan hal ini karena tak jarang perceraian disebabkan masalah keuangan.

Apalagi setelah menikah, kebutuhan akan semakin bertambah. Untuk itu, ada baiknya bicarakan
masalah ini sebelum menikah. Saling terbuka dan jujur mengenai penghasilan bahkan utang piutang.

Suami istri harus saling menghargai dan mendukung karier masing-masing. Karena pernikahan adalah
kolaborasi, bukan kompetisi antara suami dan istri.

ADVERTISEMENT

3. Pribadi yang mendadak berubah

Tidak hanya pasangan, perubahan pun tanpa sadar dialami diri sendiri. Kerap ada perasaan cemas
karena merasa tidak mampu menjadi suami atau istri yang baik.

Tak jarang pula pria atau wanita yang baru menikah 'kaget' dengan status baru. Merasa tidak bebas
seperti ketika masih lajang, merasa memikul tanggung jawab yang berat dan lainnya.

4. Campur tangan keluarga

Persoalan awal pernikahan tidak hanya datang dari pasangan tapi juga keluarga. Sikap orangtua, mertua,
saudara, kerabat yang kerap ikut campur ke dalam urusan rumah tangga seringkali membuat stres.

Menikah memang bukan hanya menikahkan suami istri tapi juga keluarga dari kedua belah pihak.
Namun bukan berarti keluarga bisa ikut campur dalam setiap urusan rumah tangga.

ADVERTISEMENT
Sebaiknya hindari tinggal serumah dengan mertua atau orangtua setelah menikah untuk meminimalisir
konflik. Tapi jika kondisinya tidak memungkinkan, berusahalah mengambil hati mereka dengan mencari
tahu apa yang mereka suka dan tidak suka.

5. Komentar negatif orang sekitar

Selain keluarga, cobaan awal menikah juga bisa disebabkan oleh orang-orang sekitar. Seperti teman,
tetangga atau rekan kerja.

Tidak jarang komentar pedas dari mereka terhadap kehidupan rumah tangga seringkali menguras
pikiran dan emosi. Seperti mengomentari pekerjaan, cara mengurus anak, finansial suami dan masih
banyak lagi.

Butuh kuping tebal dan hati yang lapang agar tidak mudah terpancing emosi. Jangan pusingkan
komentar orang lain yang tidak memiliki andil apa pun dalam kehidupan kita.

Menikah

Pernikahan

Tulisan ini adalah kiriman dari user, isi tulisan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan
tulisan

2020 © PT Dynamo Media Network


Version 1.1.217
FacebookInstagramTwitterYoutubeLINE

Tentang kumparanKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPedoman Media Siber

BantuanIklanKarir

Anda mungkin juga menyukai