serta kesatuan dan persatuan). Gejala itu maupun di kalangan pelaku pendidikan
tampak pada fenomena perkelahian di sekolah. Perkembangan linguistik dan
masal pelajar, konflik antarkelompok, ilmu pembelajaran bahasa serta
golongan, dan suku. Selain itu, fenomena perkembangan sastra dan apresiasi
tersebut telah melunturkan sifat jujur sastra dari waktu ke waktu memengaruhi
dan tanggung jawab (fenomena orientasi pendidikan bahasa dan sastra di
pelaksanaan ujian nasional). Bahkan, tanah air. Linguitik struktural, misalnya,
kondisi itu telah membawa perubahan mengubah cara pandang linguistik
menuju budaya instan dalam tradisional, yaitu bahwa bahasa
menghadapi berbagai fenomena dipandang sebagai struktur gramatikal
kehidupan masa kini. Kalau pada masa yang dibangun dari unsur-unsur yang
lalu, bahasa dan sastra serta pendidikan lebih kecil. Analisis struktur bahasa
bahasa dan sastra mampu memainkan Indonesia dari yang kecil morfem terikat
peran strategis, mengapa justru pada era (dulu imbuhan), morfem bebas (dulu
teknologi serba canggih ini peran itu kata dasar), kelas kata (dulu jenis kata)
melemah, bahkan kehilangan daya beserta morfologi (dulu pembentukan
sehingga masalah kebahasaan telah kata); frasa, klausa, kalimat (dulu kalimat
berdampak pada perilaku dan sikap saja), dan unsur-unsur pembentuknya,
hidup masyarakat yang serba serta jenis-jenis kalimat, seperti kalimat
instan.Gejala itu membahayakan masa tunggal, majemuk, transitif, intransitif,
depan kehidupan bangsa jika tidak aktif, pasif, kalimat dasar, kalimat
diatasi dengan sungguh-sungguh, secara perluasan, kalimat sempurna, kalimat
menyeluruh, bersistem, dan taksempurna, elipsis (Alisjahbana, 1950;
berkelanjutan. Penanganan generasi ke Keraf, 1970) , dan sebagainya. Di sisi lain,
depan, antara lain, dilakukan melalui perkembangan sastra dan apresiasi
penanaman kecintaan terhadap bahasa sastra telah mewarnai pembelajaran
dan sastra Indonesia/daerah lewat sastra di sekolah. Dahulu siswa membaca
perbaikan sistem pendidikan bahasa dan sastra hanya menemukan tema, tokoh,
sastra demi pemertahanan bahasa dan alur, latar. Kini membaca sastra, selain
sastra Indonesia serta bahasa dan sastra urusan tersebut, untuk mengetahui
daerah padakedudukan dan fungsi sosiologi (aspek sosal budaya
masing-masing dalam tata kehidupan masyarakat), psikologi (tokoh dan
masyarakat Indonesiayang multilingual masyakatnya), etnografi (latar
dan multikultural dalam bingkai bhineka kebahasaan masyarakat pedesaan),
tunggal ika pada era globalisasi. gender (perilaku tokoh dan masyarakat),
dan sebagainya.
2.2 Kondisi Pendidikan Bahasa dan Pengajaran bahasadibawa ke
Sastra Indonesia pendekatan linguistis, siswa lebih
Dari waktu ke waktu upaya perbaikan diasyikkan dengan belajar tentang
mutu pengajaran dan pembelajaran bahasa. Akibatnya, kurikulum 1968 pun
bahasa dan sastra senantiasa dilakukan, berubah ke kurikulum 1975 yang
baik di kalangan pemerintah sebagai mengutamakan pendekatan linguistik
penanggung jawab pendidikan secara struktural. Lima tahun kemudian, masuk
keseluruhan, di kalangan akademisi teori pragmatik ke dalam kalangan
linguis Indonesia maka pragmatik pun pun tidak mempelajari sastra, tetapi
masuk ke dalam sistem pengajaran melakukan apresiasi sastra. Siswa lebih
bahasa Indonesia. Kurikulum 1975 asyik membaca sastra dan menemukan
berubah menjadi kurikulum 1984 dengan pemahaman, penghayatan, penikmatan,
memasukkan pragmatik. Linguistik dan dan penghargaan terhadap karya sastra.
pendidikan bahasa berkembang terus, Kurikulum pun lagi-lagi berubah (ini
pandangan orang terhadap bahasa keluhan guru). Lahirlah kurikulum 1994
mengalami perubahan. Demikian juga yang dikenal dengan pendekatan
sastra, pengajaran sastra ditekankan komunikatif (Sugono, 1994). Untuk
pada analisis struktur sastra dan manfaat mengatasi keluhan guru tentang
sastra bagi kehidupan manusia; sastra perubahan kurikulum, Pemerintah
dipandang sebagai medium belajar menurunkan kebijakan pemberlakukan
tentang hidup dan kehidupan, sementara kurikulum diikuti dengan penyediaan
itu, hakikat sastra sebagai karya seni atas buku ajar siswa dan buku pedoman
tanggapan berbagai fenomena untuk guru, bahkan buku itu disediakan
kehidupan terabaikan. cuma-cuma di sekolah-sekolah dari
Bahasa tidak dipandang sebagai sekolah dasar hingga sekolah menengah
unsur-unsur, bagian-bagian, atau atas. Selain itu, disertai pula sosialisasi,
potongan-potongan, tetapi dipandang penataran, dan pelatihan untuk
sebagai satu keutuhan dalam berbagai memahami dan menerapkan kurikulum
ranah penggunaannya (Kaswanti Purwo, baru tersebut dengan buku-buku (yang
2002:195). Orientasi, pendekatan, dan dikenal sebagai buku paket).
metode pun berubah. Dalam Pemerintahan baru terlahir dan
perkembangan ilmu, teknologi, seni, dan kabinet baru pun terbentuk, kebijakan di
tata kehidupan ke arah globalisasi telah bidang pendidikan ditetapkan maka
membawa perubahan dalam sistem kurikulum baru pun diberlakukan yang
pengajaran. Paradigma pengajaran yang diberi nama kurikulum tingkat satuan
berorientasi pada bagaimana guru pendidikan (KTSP) 2006, yang semula
mengajar bahasa dan sastra dibalik ke dirancangkan sebagai kurikulum berbasis
bagaimana siswa belajar bahasa dan kompetensi. Berbagai terobosan di
sastra. Siswa tidak lagi menjadi objek bidang pendidikan dilakukan demi
pengajaran bahasa dan sastra, tetapi peningkatan mutu pendidikan. Selain
menjadi pelaku bahkan mejadi pusat kurikulum, lahirlah kebijakan buku
dalam proses belajar bahasa dan sastra; murah ataupun buku gratis (lewat
pertanyaan bukan bagaimana guru program pembelian hak cipta buku-buku
mengajar, tetapi bagaimana siswa ajar) yang dapat diunduh di internet
belajar (Sugono, 2003). Materi bukan (Jardiknas). Pada masa itu pula muncul
tentang bahasa Indonesia, melainkan SBI dan RSBI yang menggunakan bahasa
tentang bagaimana mahir berbahasa asing sebagai bahasa pengantar
Indonesia lisan dan tulis (pemahaman pendidikan pada beberapa bidang studi.
ataupun penggunaan) sebagai sarana Kini SBI ataupun RSBI telah tiada;
penguasaan ilmu, teknologi, dan seni, mustinya tidak ada lagi kesenjangan
sertasebagai sarana pengembangan daya sekolah sekolah biasa dan sekolah
kritis dan kreatif. Pembelajaran sastra unggulan. Pada masa itu pula lahir
tengah kehidupan global. Oleh karena tanggung jawab kepala sekolah, bukan
itu, sasaran pengoptimalan peran bahasa semata-mata tanggung jawab guru
dan sastra Indonesia dalam membangun bahasa ataupunsastra saja, sebagaimana
jiwa persatuan generasi pelapis bangsa paparan berikut.
ditujukan pada pembangunan berbagai
fasilitas pembelajaran bahasa dan sastra 4.1 Pengelolaan Sekolah
dalam berbagai ranah penggunaan Sekolah menjadi pusat belajar bagi siswa
bahasa, selain pembenahan sistem maka pengelolaan sekolah hendaknya
pembelajaran bahasa dan sastra di menggunakan bahasa Indonesia sebagai
sekolah. Sebagaimana saya paparkan sarana berpikir, berekspresi, dan
pada awal makalah ini, bahasa memiliki berkomunikasi sebagai wujud
peran fondamental sebagai sarana kebersamaan dan persatuan pelaku
berpikir dan berekspresi serta pendidikan di sekolah. Penggunaan
berkomunikasi. Sementara itu, jiwa bahasa Indonesia sebagai sarana berpikir
persatuan merupakan karakter yang akan menuntun para pelaku pendidikan
merupakan ekspresi hasil pemikiran di sekolah bertindak tertib dan santun
dalam wujud verbal (lewat bahasa lisan karena bahasa menuntun pemakainya ke
ataupun tulis). Ketika ekspresi itu arah itu. Penggunaan bahasa Indonesia
memperoleh respons pihak lain, sebagai sarana berekspresi akan
terjadilah komunikasi. Selain dalam membawa para pemakainya kepada
bentuk bahasa verbal, ekspresi hasil suasana keilmuan sebagai insan cendekia
pemikiran itu dapat pula berwujud karena bahasa Indonesia digunakan
perbuatan. Adapun hasil pemikiran sebagai sarana pengembangan ilmu
sangat dipengaruhi oleh kekuatan pengetahuan dan teknologi serta seni.
bahasa, dan pengalaman dari apresiasi Sementara itu, penggunaan bahasa
sastra, dalam menyikapi Indonesia sebagai sarana berkomunikasi
kehidupan.Tanpa penguasaan bahasa, akan menciptakan suasana keresmian
pengalaman membuktikan bahwa dan kenasionalan yang pada akhirnya
manusia tak mampu berpikir, memupuk rasa persatuan dan solidaritas
berekspresi, dan berkomunikasi secara kebangsaan di lingkungan sekolah yang
efektif. Maka, pembentukan jiwa menjadi sumber belajar para siswa.
persatuan bangsa bagi generasi pelapis Pengalaman apresiasi sastra akan
dilakukan melalui pembelajaran bahasa memengaruhi siswa dalam bertindak dan
dan sastra dalam sistem persekolahan bertutur kata karena dalam sastra ada
dan melibatkan semua pihak di etika dan estetika dalam pergaulan di
lingkungan sekolah, seperti guru, siswa, masyarakat. Pengelolaan sekolah
kepala sekolah, dan petugas tata usaha berbasis bahasa Indonesia yang baik
sekolah. Oleh karena itu, pembentukan (santun dan adab) serta indah tersebut
jiwa persatuan bangsa melalui akan menciptakan lingkungan tertib
pendidikan bahasa dan sastra akan berbahasa sehingga mendorong siswa
mencakup pengelolaan sekolah, proses belajar dan berlaku santun dan indah
belajar-mengajar semua bidang studi, serta taat asas dalam penggunaan
dan lingkungan sekolah. Pendidikan bahasa Indonesia. Penciptaan suasana
bahasa di sekolah itu juga menjadi seperti itu menjadi tanggung jawab
belajar bagi siswa (generasi pelapis membuktikan bahwa bahasa asing telah
bangsa). Amanat itu mengandung pesan merasuk ke berbagai sendi kehidupan
bahwa para penjuang kemerdekaan bermasyarakat, berbangsa, dan
sudah mencanangkan kebijakan bahasa bernegara. Keadaan itu telah membawa
bahwa apabila terjadi perebutan ranah perubahan gaya hidup dan perilaku
penggunaan bahasa Indonesia dan masyarakat dalam bertindak dan
bahasa daerah serta bahasa asing, harus berbahasa. Jiwa kebersamaan telah
diutamakan bahasa Indonesia, termasuk tergeserkan oleh individualisme;
di ruang publik. Untuk layanan kepada interaksi sosial telah kehilangan ruang,
bangsa lain, lakukan langkah dwibahasa, ranah kebersamaan kehilangan tempat
dengan kebijakan dulukan bahasa (kerja bakti di lingkungan, pesta
Indonesia, lalu bahasa asing (jika perkawinan), bahkan keakraban antar-
diperlukan) letakkan di bawahnya anggota keluarga telah tergeser oleh tata
dengan huruf yang lebih kecil daripada kehidupan global dan gaya hidup baru
tulisan dalam bahasa Indoneia. Dengan tersebut. Gejala tersebut merupakan
keteladanan ketertiban penggunaan indikasi bahwa ruang gerak penggunaan
bahasa di sekolah, di ruang publik, dan di bahasa Indonesia sebagai bahasa
rumah, siswa (sebagai generasi pelapis persatuan mengalami pergeseran.
bangsa) dan masyarakat akan Sebaliknya, penggunaan bahasa asing
termotivasi untuk tertib dalam bertindak makin memperoleh tempat dalam
dan berbahasa sesuai dengan keperluaan tatanan kehidupan masa kini. Fenomena
dalam ranah penggunaan bahasa dalam tersebut telah berdampak pada sikap
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, sebagian masyarakat dewasa, kawula
dan bernegara dalam rangka peringatan muda, dan sebagian kalangan pelajar
Hari Pemuda dan Sumpah Pemuda 2015 untuk mengesampingkan nilai-nilai luhur
untuk peningkatan persatuan dan bangsa, seperti kebersamaan dan
kesatuan bangsa dan penguatan jati diri persatuan. Padahal, pembangunan jiwa
bangsa dalam memasuki pasar bebas kebersamaan dan persatuan merupakan
regional MEA dan persiapan pasar bebas strategi mendasar dalam mengatasi
Asia-Pasifik dalam kehidupan global. berbagai fenomena tersebut melalui
4.5 Simpulan pendidikan bahasa dan sastra Indonesia.
Pascareformasi telah terjadi berbagai Maka, sangat mendesak pembenahan
perubahan, terutama di bidang politik, sistem pendidikan, terutama
birokrasi pemerintahan, ekonomi, sosial penggunaan bahasa di ruang publik dan
budaya, dan bahasa. Perubahan di bahasa pengantar pendidikan, serta
berbagai bidang tersebut membawa penanganan pendidikan bahasa dan
pengaruh terhadap penggunaan bahasa. sastra Indonesia secara sungguh-
Ranah penggunaan bahasa mulai dari sungguh, menyeluruh, bersistem, dan
peralatan di rumah, papan nama, berkelanjutan. Mulai dari pengelolaan
petunjuk, dan iklan di ruang publik, pada sekolah, proses belajar-mengajar,
media massa, dalam dunia kerja, pembelajaran bahasa dan sastra
penerbitan (judul) buku, bahkan bahasa Indonesia, serta keteladanan dari semua
pengantar pendidikan telah beralih ke insan pendidikan di sekolah. Pengelolaan
bahasa asing. Fenomena tersebut sekolah terkait dengan kebijakan bahasa