Anda di halaman 1dari 11

IRADAH (KEHENDAK ALLAH) (QS. AN-NAHL: 40 dan QS.

YASIN: 82)

Makalah Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas PadaMata Kuliah Tafsir Akidah dan
Akhlak Pada Fakultas Ushuluddin dan Dakwah Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir
(IAT) 3

OLEH:

SUPARDI
03181057

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BONE


TAHUN 2020
BAB II

PEMBAHASAN

A. Terjemahan QS. An-Nahl ayat 40 dan QS. Yasin ayat 82

          

Sesungguhnya Perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya,


Kami hanya mengatakan kepadanya: "kun (jadilah)", Maka jadilah ia. QS. An-Nahl: 401

          

Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata


kepadanya: "Jadilah!" Maka terjadilah ia. QS. Yasin: 822

B. Azbabun Nuzul QS An-Nahl ayat 40 dan QS. Yasin ayat 82

Di dalam QS. Yasin ayat 82 menjelaskan betapa mudahnya bagi Allah swt
menciptakan sesuatu dari yang paling kecil hingga yang paling besar. Manusia akan
membedakan tingkat kesulitan dalam membuat sesuatu, tapi tidak bagi Allah Yang Maha
Kuasa. Sebab Allah Swt menciptakan segala sesuatu dengan sekejap mata.3

Kisahnya, saat itu Kaum kafir Quraisy selalu menentang risalah yang dibawa oleh
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Mereka selalu punya alasan untuk menolak
kebenaran yang datang. Suatu saat salah seorang dari mereka, Ubay bin Khalaf, datang
kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Sambil menggenggam tulang, ia
menghampiri beliau dengan angkuh.“Hai, Muhammad! Aku datang kepadamu membawa
tulang. Jika engkau benar, bisakah engkau menjawab pertanyaanku tentang tulang ini?”
tanyanya dengan sinis.“Apa yang ingin engkau tanyakan?” Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wasallam tetap bertanya dengan penuh kesabaran.

Ubay tersenyum licik. la mematah-matahkan tulang di tangannya, lalu


melemparkannya ke udara.“Apakah Allah akan membangkitkan tulang-tulang yang sudah
1
risalahmuslim.id/quran/an-nahl/16-40/
2
tafsirweb.com/8038-quran-surat-yasin-ayat-82.html
3
.hajij.com/id/the-noble-quran/item/3643-surat-yasin-ayat-81-83
lapuk ini?” Ubay menantang Rasulullah. la tidak percaya bahwa pada hari kebangkitan nanti
manusia akan dibangkitkan kembali dari alam kubur. “Bagaimana manusia bisa bangkit?
Tubuhnya sudah hancur dimakan cacing, tulang-tulangnya pun begitu, lama-lama akan habis.
Apa yang dikatakan Muhammad hanya bohong belaka. Lihatlah, aku membawa tulang ini
kepadanya. Kali ini Muhammad pasti tidak bisa menjawab pertanyaanku,” bisik Ubay dalam
hati. Matanya menatap Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, menanti Jawaban. “Hai Ubay,
benar sekali apa yang engkau tanyakan. Allah akan membangkitkan kamu juga bapakmu
setelah kalian menjadi debu,” jawab Rasulullah mantap. Dahi Ubay berkerut. “Bagaimana
mungkin?” tanya Ubay. Maka saat itulah wahyu turun kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wasallam, Allah berfirman membenarkan perkataan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam.
Kisah tersebut diabadikan dalam surah Yaasiin ayat 82 “Sesungguhnya urusan-Nya apabila
Dia menghendaki sesuatu Dia hanya berkata kepadanya, “Jadilah!” Maka jadilah sesuatu
itu.”4

Didalam QS An-Nahl ayat 40 yang berbunyi: Sesungguhnya perkataan Kami


terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya,
"Jadilah, maka jadilah ia". (QS.An-Nahl 16:40)

Innamaa qaulunaa lisyai`in (sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu) apa saja, baik
yang mulia maupun yang hina.

Izaa aradnaahu (jika Kami menghendakinya), yakni saat Kami berkehendak untuk
mewujudkannya …

An naquula lahu kun (Kami hanya mengatakan kepadanya, "Jadilah"). Kun berarti jadilah,
karena kata ini merupakan kaana tam yang berarti kejadian yang sempurna.

Fayakuunu (lalu jadilah ia), yakni jika Kami mengatakan jadilah, maka jadilah ia.
Perkataan ini merupakan metafora yang menunjukkan cepatnya dan mudahnya
merealisasikan apa yang dikehendaki-Nya, serta mengilustrasikan persoalan yang ghaib
dengan perkara nyata sebagai pengaruh kekuasaan-Nya terhadap aneka materi. Itulah
perintah dari Zat yang ditaati kepada yang menaati agar dia melakukan apa yang
diperintahkan-Nya, tanpa dapat menolak dan menangguhkannya.

4
webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:HYzwl-ptWVUJ:https://www.inspiradata.com/sebab-
turunnya-surah-yasin-ayat-77-83/+&cd=4&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-beta
Fakhrul Islam berpendapat bahwa hakikat ungkapan perintah itulah yang
dimaksud (bukan sebagai metafora). Dalam hal ini Allah tengah menjalankan sunah- Nya
dalam mengadakan segala sesuatu dengan mengatakan kun fa yakun, karena kehendak-
Nya tidak dapat dihalangi.5

C. Tafsiran Q.S An-Nahl ayat 40 dan Tafsiran QS. Yasin ayat 82


1. QS. An-Nahl ayat 40
a. Tafsir Jalalain
(Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya)
artinya Kami berkehendak untuk mengadakannya. Lafal qaulunaa adalah mubtada sedangkan
khabarnya ialah (Kami hanya mengatakan kepadanya, "Jadilah," maka jadilah ia) artinya,
maka sesuatu yang dikehendaki-Nya itu ada seketika. Menurut qiraat lafal fayakuunu dibaca
nashab sehingga menjadi fayakuuna karena diathafkan kepada lafal naquula. Ayat ini
menunjukkan makna menetapkan kekuasaan Allah di dalam membangkitkan makhluk.

b. Tafsir Quraisy Syihab

Tidak sulit bagi Kami untuk membangkitkan manusia pada hari kiamat sehingga
orang-orang kafir memungkirinya. Karena jika Kami menghendaki sesuatu, cukuplah Kami
mengatakan, "Jadilah!" maka jadilah sesuai yang Kami kehendaki itu.

c. Tafsir Ibnu Katsir

Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya,


Kami hanya mengatakan kepadanya, "Jadilah.” Maka jadilah ia. (An-Nahl: 40)
Artinya, Kami tinggal memerintahkan kepadanya sekali perintah, maka dengan serta merta
hal itu telah ada. Sehubungan dengan hal ini, salah seorang penyair mengatakan dalam salah
satu baitnya
2. QS. Yasin ayat 82

Dalam al-Qur’an Allah berfirman: “Inama Amruhu Idza Arada Sya’ian An


Yaqula Lahu Kun Fayakun”(QS. Yasin: 82).

Makna ayat ini bukan berarti bahwa setiap Allah berkehendak menciptakan sesuatu,


maka dia berkata: “Kun”, dengan huruf “Kaf” dan “Nun” yang artinya “Jadilah…!”. Karena
seandainya setiap berkehendak menciptakan sesuatu Allah harus berkata “Kun”, maka dalam
5
id.wikipedia.org/wiki/Surah_An-Nahl
setiap saat perbuatan-Nya tidak ada yang lain kecuali hanya berkata-kata: “kun, kun, kun…”.
Hal ini tentu rancu.

Karena sesungguhnya dalam waktu yang sesaat saja bagi kita, Allah maha Kuasa
untuk menciptakan segala sesuatu yang tidak terhitung jumlanya. Deburan ombak di lautan,
rontoknya dedaunan, tetesan air hujan, tumbuhnya tunas-tunas, kelahiran bayi manusia,
kelahiran anak hewan dari induknya, letusan gunung, sakitnya manusia dan kematiannya,
serta berbagai peristiwa lainnya, semua itu adalah hal-hal yang telah dikehendaki Allah dan
merupakan ciptaan-Nya. Semua perkara tersebut bagi kita terjadi dalam hitungan yang sangat
singkat, bisa terjadi secara beruntun bahkan bersamaan.

Adapun sifat perbuatan Allah sendiri (Shifat al-Fi’il) tidak terikat oleh waktu. Allah
menciptakan segala sesuatu, sifat perbuatan-Nya atau sifat menciptakan-Nya tersebut tidak
boleh dikatakan “di masa lampau”, “di masa sekarang”, atau “di masa mendatang”.
Sebab perbuatan Allah itu azali, tidak seperti perbuatan makhluk yang baharu.

Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi Wa Sallam bersabda: “Allah ada pada azal (Ada tanpa
permulaan) dan belum ada sesuatupun selain-Nya”. (H.R. al-Bukhari, al-Bayhaqi dan Ibn al-
Jarud)

Perbuatan Allah tidak terikat oleh waktu, dan tidak dengan mempergunakan alat-alat.
Benar, segala kejadian yang terjadi pada alam ini semuanya baharu, semuanya diciptakan
oleh Allah, namun sifat perbuatan Allah atau sifat menciptakan Allah (Shifat al-Fi’il) tidak
boleh dikatakan baharu.

Kemudian dari pada itu, kata “Kun” adalah bahasa Arab yang merupakan ciptaan
Allah (al-Makhluk). Sedangkan Allah adalah Pencipta (Khaliq) bagi segala bahasa. Maka
bagaimana mungkin Allah sebagai al-Khaliq membutuhkan kepada ciptaan-Nya sendiri (al-
Makhluq)?! Seandainya Kalam Allah merupakan bahasa, tersusun dari huruf-huruf, dan
merupakan suara, maka berarti sebelum Allah menciptakan bahasa Dia diam; tidak memiliki
sifat Kalam, dan Allah baru memiliki sifat Kalam setelah Dia menciptakan bahasa-bahasa
tersebut. Bila seperti ini maka berarti Allah baharu, persis seperti makhluk-Nya, karena Dia
berubah dari satu keadaan kepada keadaan yang lain. Tentu hal seperti ini mustahil atas
Allah.
“Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya, dan tidak ada sesuatupun yang
menyerupai-Nya”. (QS. as-Syura: 11)

Dengan demikian makna yang benar dari ayat dalam QS. Yasin: 82 diatas adalah
sebagai ungkapan bahwa Allah maha Kuasa untuk menciptakan segala sesuatu tanpa lelah,
tanpa kesulitan, dan tanpa ada siapapun yang dapat menghalangi-Nya. Dengan kata lain,
bahwa bagi Allah sangat mudah untuk menciptakan segala sesuatu yang Ia kehendaki,
sesuatu tersebut dengan cepat akan terjadi, tanpa ada penundaan sedikitpun dari waktu yang
Ia kehendakinya.6 Adapun tafsir mengenai QS. Yasin ayat 82, penulis hanya menemukan satu
penafsiran yaitu:

a. Tafsir ibnu katsir


Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata
kepadanya, "Jadilah!" Maka terjadilah ia. (Yasin: 82)
Yakni sesungguhnya Dia hanya memerintahkan kepada sesuatu sekali perintah, tidak perlu
diulangi atau ditegaskan: Apabila Allah menghendaki suatu urusan, maka Dia hanya
berfirman kepadanya, "Jadilah," sekali ucap, maka jadilah ia.

D. Pengertian Kehendak
Secara etimologi Kata sya’a bermakna kehendak. Secara terminologi adalah suatu
konsep tentang rencana Tuhan yang terjadi terhadap seluruh makhluk ciptaannya,
seperti manusia, malaikat, jin, maupun benda seluruhnya.
Sesungguhnya kehendak Allah swt adalah asal mula terjadinya atau timbulnya segala
sesuatu. Sayyid Quthb bahwa orang muslim meyakini bahwa tidak ada keharusan dan
tuntunan di dunia ini selain masyiah (kehendak) Allah ta’ala. Apa yang dikehendakinya
pasti akan terjadi, dan apa yang tidak di kehendakinya pasti tidak akan terjadi. Yang
demikian itu merupakan universalitas tauhid yang tidak mungkin berdiri kecuali bersandar
pada-Nya. Adapun kehendak Allah berkaitan dengan perbuatan manusia juga tidak lepas
dari hal di atas, yaitu kehendak manusia tergantung kehendak Allah. Ayat al-Quran
banyak menyebutkan hakikat tersebut. Allah berfirman Berikut ini, Dan jangan sekali-
kali engkau mengatakan tentang sesuatu, sesungguhnya aku akan mengerjakan ini esok
pagi, kecuali dengan menyebut insyaAllah. Dan segera ingatlah kepada rabbbmu jika

6
islami.co/makna-firman-alllah-kun-fayakun-dalam-qs-yasin-ayat-82/
engkau lupa, lalu katakanlah, mudah- mudahan rabbku akan memberiku petunjuk
kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini.

Maksud dari firman Allah di atas adalah, siapa saja yang berencana melakukan
sesuatu esok hari, maka janganlah ia hanya mengandalkan keinginannya saja tanpa
bersandar kepada kekuatan dan izin dari sisi Allah. Sebab, semua tidak dapat berbuat
sesuatu apapun jika tidak dikehendaki oleh Allah. Oleh karena itu, setiap harus mengerti
bahwa segala sesuatu yang di kehendakinya sangat erat hubungannya dengan petunjuk
Allah, sehubungan dengan masalah ini, Rasulullah saw. pernah mengajarkan kepada
kita, seperti yang di sebutkan dalam sabda berikut ini, ‚Abu hurairah ra. menuturkan,
sulaiman bin daud as. pernah mengatakan, ‚pada malam ini aku akan menggauli 100 orang
istriku, agar setiap orang diantara mereka melahirkan seorang anak yang dapat berperang
di jalan Allah.

E. Kehendak Allah dalam Pandangan Muktazilah dan Sunni


1. Muktazilah

Mu‟tazilah mengatakan bahwa Allah memiliki kehendak dan kekuasaan yang


terbatas meskipun yang membatasinya adalah kehendak Nya sendiri. Menurut Mu‟tazilah,
yang membatasi kehendak dan kekuasaan Allah itu adalah Kebebasan yang telah diberikan
kepada Nya kepada manusia untuk memilih dan melakukan perbuatannya, Sunnah Nya
dalam mengatur alam semesta dan makhluk Nya, Norma keadilan, Kewajiban yang telah
ditetapkannya atas dirinya terhadap manusia. Oleh sebab itu dalam pandangan Mu‟tazilah,
kekuasaan dan kehendak mutlak Allah berlaku dalam jalur hukum-hukum yang tersebar di
tengah alam semesta. Itulah sebabnya kemutlakan kehendak Allah menjadi terbatas, Mereka
berkeyakinan, bahwa Allah telah memberikan kemerdekaan dan kebebasan bagi manusia
dalam menentukan kehendak dan perbuatannya.

Dengan demikian aliran Mu‟tazilah memandang, bahwa yang menciptakan


perbuatan adalah manusia sendiri. Tidak ada hubungannya dengan kehendak Allah,
bahkan Allah menciptakan manusia sekaligus menciptakan kemampuan dan kehendak pada
.
diri manusia Mu‟tazilah menguatkan pendapat mereka berdasarkan dalil aqli dan naqli.
Secara aqli mereka menyatakan bahwa seandainya manusia tidak diberi potensi oleh Allah,
maka ia tidak akan dibebani kewajiban. Sedangkan secara naqli mereka menguatkan
dengan beberapa ayat Al-Quran

Dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Allahmu; Maka barangsiapa yang
ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir".
Sesungguhnya kami Telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya
mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum
dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang
paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.

Kebebasan manusia yang diberikan Allah baru bermakna kalau Allah membatasi
kekuasaan dan kehendak mutlakNya. Demikian pula keadilan Allah membuat Allah
sendiri terikat pada norma-norma keadilan yang bila dilanggar membuat Allah bersifat
tidak adil atau dhalim. Dengan demikian dalam pandangan Mu‟tazilah Allah tidaklah
memperlakukan kehendak dan kekuasaanNya secara mutlak, tetapi sudah terbatas. Jadi
ketidak mutlakan kehendak Allah itu disebab-kan oleh kebebasan yang diberikan Allah
kepada manusia, keadilan Allah sendiri dan adanya kewajiban-kewajiban Allah kepada
manusia serta adanya hukum alam atau sunnahtullah. Jadi aliran ini berpendapat, bahwa
kekuasaan Allah sebenarnya tidak mutlak lagi. Karena telah dibatasi oleh kebebasan yang
telah diberikan Allah kepada manusia dalam menentukan kekuasaan dan perbuatan.

2. Sunni

Asy‟ariyyah mengatakan bahwa Allah memiliki kehendak yang mutlak. Karena


itu, Dia dapat berbuat apa saja terhadap makhluk Nya sesuai dengan kehendak nya tanpa ada
yang membatasi dan melarangnya. Bahkan dia dapat saja memberikan hidayah dan
menyesatkan hamba-hambanya secara paksa, memasukkan orang-orang kafir dan jahat ke
dalam surga. Di pihak lain, Salafiyyah dan Maturidiyyah khususnya Samarkand,meski
mengakui bahwa Allah mempunyai kekuasaan dan kehendak yang mutlak, mereka
juga mengakui bahwa Allah tidaklah berlaku sewenang-wenang terhadap hamba-
hambanya.

Berpijak pada paham Jabariyah dan penggunaan akal yang tidak begitu besar
maka Asy‟ariyah berpendapat, bahwa Allah mempunyai kehendak mutlak. Kehendak Allah
baik berupa hidayat dan kesesatan, kenikmatan dan kesengsaraan, pahala bagi yang taat dan
siksa bagi yang maksiat, perbuatan shalah wa al-ashlah, pengutusan rasul dan
pengukuhannya dengan mu‟jizat, semuanya itu berasal dari ketentuan Allah. Dialah yang
menentukannya. Jika dikehendaki-Nya, ia akan terjadi. Dan jika tidak maka tidak akan
terjadi. Tidak ada sesuatu yang wajib dan/atau mahal.

Berbicara Maturidiyah Bukhara Paham mereka tentang kehendak Allah dekat


dengan paham Asy‟ariyah. Mereka beranggapan bahwa Allah mempunyai kehendak
mutlak. Tidak ada yang menghalangi kehendak Allah, karena selainNya tidak ada yang
mempunyai kehendak. Allah mampu berbuat apa saja yang dikehendakiNya dan menentukan
segala-galanya menurut kehendakNya. Tidak ada yang dapat menentang atau memaksa
Allah, dan tidak ada larangan-larangan bagi Allah.

Oleh karena itu tidak ada kewajiban bagi Allah untuk berbuat jahat, dan tidak ada
pula kewajiban bagi-Nya memberi pahala bagi orang yang berbuat baik. Semua yang
dikerjakan manusia, baik atau jahat, adalah atas dasar kehendak-Nya semata. Sedangkan
Maturidiyah Samarkand dalam masalah kehendak mutlak Allah mengambil posisi tengah,
antara golongan Mu‟tazilah dan golongan Asy‟ariyah. Hal-hal yang mereka pegangi
sebagai batas kehendak mutlak

Allah, antara lain: Kemerdekaan dalam kemauan dan perbuatan yang menurut
pendapat mereka ada pada manusia, Keadaan Allah menjatuhkan hukuman bukan
sewenang-wenang, tetapi berdasarkan atas kemerdekaan manusia atas dirinya untuk berbuat
baik atau jahat, Keadaan hukuman-hukuman Allah, sebagai kata al-Bayadi, tidak boleh tidak
mesti terjadi.

Walaupun golongan ini mengidentifikasikan adanya kemerdekaan dan kemauan pada


manusia, bukan berarti sama sekali menafikan kehendak Allah dalam diri manusia. Allah
masih juga ikut campur tangan dalam menentukan perbuatan manusia, yaitu dengan
menciptakan daya yang terkandung dalam diri manusia. Untuk apa daya yang
dikandungnya itu dipergunakan, itulah wujud kehendak manusia. Seperti memilih yang
baik dan yang buruk. Dengan kata lain kebebasan kehendak manusia hanya merupakan
kebebasan memilih antara yang disukai dan yang tidak disukai oleh Allah

Dengan demikian aliran ini beranggapan, bahwa kehendak Allah itu adalah mutlak
semutlak-mutlaknya. Dalam hal ini Asy‟ariyah memperkuat dengan dua dalil, yaitu dalil
aqli dan dalil naqli. Secara aqli dinyatakan bahwa perbuatan Allah itu berasal dari qudrat
dan iradatNya secara sempurna dan teralisasi secara mutlak. Sedangkan secara naqli adalah
firman Allah. “Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dari Pembahasan diatas mengenai QS.An-Nahl Ayat 40 dan QS. Yasin: 82, Penulis
dapat menarik kesimpulan bahwa Aliran yang mengakui kebebasan manusia dan mengakui
ketidakmutlakan kekuasaan dan kehendak Tuhan, biasa disebut kaum Qadariyah mereka
yang mengakui adanya free will dan free act bagi manusia. Adapun aliran yang tidak
mengakui adanya kebebasan manusia dalam berbuat dan berkehendak biasa disebut dengan
kaum Jabariyah mereka yang menyebut manusia sebagai umat fatalisme atau predesination.

B. Saran
Dari hasil makalah kami yang singkat ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita
semua umumnya kami pribadi. Dan segala yang baik datangnya dari Allah, dan yang buruk
datangnya dari diri sendiri. Penyusun sadar bahwa makalah kami ini jauh dari kata sempurna,
masih banyak kesalahan dari berbagai sisi, jadi kami harapkan saran dan kiritiknya yang
bersifat membangun, untuk perbaikan makalah selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai