Anda di halaman 1dari 3

Nama : Yunita amalia Amran

Nim : 1763141027

Prodi : Sosiologi

Mata kuliah : Pembangunan Masyarakat Marginal “Tugas ke 2”

Marginalisasi

Dalam sosiologi, marginalisasi adalah situasi orang-orang yang terabaikan secara sosial,
atau terpisah dari kepentingan bersama para anggota yang secara aktif berpartisipasi dalam
kehidupan masyarakat tempat mereka berada. Marginalisasi sebagian besar disebabkan oleh
bentuk-bentuk pemerintahan suatu negara, karena biasanya yang memutuskan atau menciptakan
peluang untuk pekerjaan dan pembangunan sosial berada dalam paradigma pemerintah. Saat ini,
marginalisasi budaya banyak berkaitan dengan pengembangan pribadi, umumnya terkait dengan
hubungan sosial antar, intra dan trans.

Marginalisasi dapat didefinisikan sebagai segregasi sosial, bahkan dalam istilah spasial
atau geografis, meskipun istilah segregasi paling umum diterapkan pada pendekatan politik
terhadap diskriminasi atau intoleransi ras (apartheid), seksual (seksisme, homofobia atau
transphobia), diskriminasi etnis budaya, agama (intoleransi agama) atau ideologis (represi
politik). Diskriminasi marjinal adalah fenomena yang terkait dengan struktur antisosial, dan
dikaitkan dengan kelambanan yang berasal dari pola historis dan perkembangan wilayah tertentu.
Efeknya menyiratkan dampak budaya, sosial, pendidikan, tenaga kerja, dan ekonomi, antara lain.

Marginalisasi ekonomi

Masyarakat marginalisasi sesuai karakteristiknya menurut Kartasasmita, umumnya lemah


dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya pada kegiatan ekonomi, sehingga semakin
tertinggal jauh dari masyarakat lainnya yang mempunyai potensi lebih tinggi. Sementara itu
Soemardjan mendeskripsikan berabagai cara pengukuran kemiskinan dengan standar yang
berbeda-beda, dengan tetap memperhatikan dua kategori tingkat kemiskinan sebagai berikut:
Pertama, kemiskinan absolut adalah suatu kondisi dimana tingkat pendapatan seseorang tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan pokoknya seperti pangan, sandang, papan, kesehatan dan
pedidikan. Kedua, kemiskinan relatif adalah penghitungan kemisikinan berdasarkan proporsi
distribusi pendapatan dalam suatu daerah. Kemiskinan jenis ini dikatakan relatif kerena berkaitan
dengan distribusi pendapatan antar lapisan sosial.

Seseorang yang termarginalisasi dapat diamati tidak hanya sekadar dari aspek
penghasilannya yang rendah, tetapi termasuk juga pada seberapa besar kapasitasnya untuk ikut
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Selain itu, dengan melihat seberapa besar pula
penghormatan orang lain atas pendapat dan keputusannya di lingkungan masyarakat. Artinya,
marginalisasi tidak hanya dilihat dari segi ekonomi karena kemiskinan semata. Namun, dilihat
pula pada penghormatan, pengakuan, dan penerimaan masyarakat atas dirinya atau
kelompoknya.

Marginalisasi Politik

Dikotomi agama dan kepercayaan menjadi isu yang terus mengalami pasang surut dalam
dinamika politik di Indonesia. Secara etimologi kita bisa berbeda pendapat dalam mendefinisikan
agama dengan kepercayaan. Akan tetapi secara historis, kita akan dapat melihat tentang
bagaimana masing-masing kelompok mengartikulasikan identitasnya, untuk kemudian
memperjuangkan pengakuan dan hak mereka sebagai warga negara.

Artikulasi ini merupakan ekspresi dari identitas kolektif atau kepentingan bersama yang
memiliki ikatan historis. Artikulasi hadir dan memiliki sejarah tertentu, yang merupakan titik
atau jahitan antara identitas dan politik, untuk memperjuangkan kepentingan tertentu. Penghayat
kepercayaan dalam perjuangannya, menempatkan artikulasi tersebut sebagai alat untuk
mendapatkan kesetaraan dalam hal pengakuan dan akses kewarganegaraan.

Marginalisasi Budaya

Budaya menjadi salah satu penyebab perempuan dipinggirkan. Hal lain yang
menyebabkan ketidakadilan gender adalah tafsir agama (kitab, wahyu, dalil), usia, ras, dan
biologi. Budaya sendiri mencakup masalah patriarki, ideologi, familialisme, dan stereotip
terhadap perempuan. Patriarki dimulai sejak manusia mengenal berburu dan terjadinya
peperangan antarkelompok. Pada masa itu perempuan tinggal di rumah untuk menjaga bayi dan
laki-laki berburu atau ikut berperang. Pembagian domestik dan publik terjadi pada manusia jenis
ini yang kemudian terus berkembang dan dilanggengkan sebagai suatu keharusan (kodrat).

Marginalisasi Hukum

Tidak bisa dipungkiri bahwa posisi warga termarjinalkan masih lemah terutama di mata
hukum. Perlindungan hukumnya masih sangat terbatas sehingga tidak jarang mereka tidak
mendapatkan pemenuhan HAM yang maksimal. Maka pendidikan hukum bagi warga
termarjinalkan harus terus dilakukan agar mereka bisa mendapatkan kesetaraan hukum serta hak
asasi manusia secara utuh. Banyak contoh yang membuat masyarakat marginal makin
terpinggirkan jika berhadapan dengan hukum, semisal asisten rumah tangga akan kalah jika
berurusan hukum dengan majikannya. Begitu pun juga seorang nampak selalu kalah jika
memiliki sengketa hukum dengan perusahaan.

Marginalisasi Ideologi

Ideologi kita adalah pancasila, berangkat dari kecenderungan banyak orang saat ini yang
menganggap bahwa pancasila hanya sebagai simbol falsafah saja dan tidak dipungkiri
keberadaan pancasila ini semakin hari semakin kian terpuruk saja. Semestinya pancasila sebagai
sumber segala sumber pembuatan hukum justru menciptakan lawan ideologi baru. Banyaknya
kasus korupsi, suap, money laundry yang dilakukan oleh “kerah putih” mengakibatkan nilai-nilai
yang terkandung dalam pancasila sudah tidak lagi menjadi dasar morallitas sehingga muncul
banyak sekali demoralisasi. Dari keadaan inilah kemungkinan besar proses marginalisasi itu
muncul yaitu dengan melahirkan “ideologi baru” dalam arti lahir ideologi samar-samar seperti
leberalisme, komunisme yang secara perlahan-lahan membunuh ideologi pancasila.

Anda mungkin juga menyukai