Anda di halaman 1dari 20

KONSEKUENSI PENERAPAN KONVERGENSI IFRS

TERHADAP PERLAKUAN AKUNTANSI


ENTITAS BERTUJUAN KHUSUS

Oleh :
Rima Sari Pratiwi
NIM : 2012200720
Kelas : JP B

PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2012
1. LATAR BELAKANG MASALAH
Sejak mencuatnya kasus Enron sekitar tahun 2002, praktisi bisnis dan
akuntan baik di Indonesia maupun di dunia mulai menyoroti kelemahan aturan
di pencatatan akuntansi sehingga manipulasi laporan keuangan masih bisa terjadi
saat itu. Mengantisipasi hal yang serupa, maka aturan-aturan terkait special
purpose entities mulai diperketat. Dengan penerapan konvergensi IFRS di
Indonesia sebenarnya hal ini menjadi salah satu solusi untuk meminimalkan
kecurangan seperti yang terjadi pada kasus Enron. Dimana IFRS telah
menggunakan konsep principle based yang lebih menekankan pada pengukuran,
penilaian, penyajian dan pengungkapan. Hal ini terlihat dengan diadopsinya IAS
24 menjadi PSAK 7 : Pengungkapan pihak-pihak berelasi dimana PSAK ini
merupakan tambahan pengungkapan yang harus dilakukan terkait standar
akuntansi pada PSAK No. 4 : Laporan Konsolidasian dan Laporan Keuangan
Tersendiri apabila terdapat suatu transaksi dengan pihak-pihak berelasi. Selain
itu, konsekuensi dari diadopsinya IAS 27 menjadi PSAK No. 4, maka SIC 12
juga perlu diadopsi menjadi ISAK No. 7 : Konsolidasi Entitas Bertujuan Khusus
sebagai tambahan penjelasan dari PSAK No. 4 yang belum mengatur mengenai
bagaimana kkonsolidasi entitas bertujuan khusus itu dilakukan.
Pada intinya, semua transaksi terkait pihak-pihak berelasi yang berada
dalam satu kendali termasuk didalamnya Entitas Bertujuan Khusus (Special
Purpose Entities) harus diungkapkan dan dilakukan konsolidasi laporan
keuangan. Sehingga semua transaksi akan tampak dan kecurangan seperti yang
dilakukan Enron diharapkan tidak akan terjadi lagi.
Permasalahan utamanya adalah dengan diadopsinya SIC 12, maka jelas
diatur bahwa Entitas Bertujuan Khusus yang berada dalam kendali perusahaan
induk harus dilakukan konsolidasi atas laporan keuangannya. Dengan demikian
otomatis penyajian dan pengungkapannya memerlukan penyesuaian sesuai
dengan PSAK dan ISAK yang berlaku. Artinya, entitas pelapor harus menyajikan
dan mengungkapkan informasi yang lebih banyak terkait dengan konsolidasi EBK ini.
Selain itu, entitas pelapor/ induk, juga harus menyajikan Laporan keuangan tersendiri
dan mengungkapkan transaksi-transaksi dengan EBK (jika ada) sesuai PSAK 7.
2. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Special Purpose Entity (SPE) adalah suatu entitas yang dibentuk oleh
perusahaan sponsor/ perusahaan induk untuk suatu tujuan tertentu (khusus,
sempit, dan temporary), misalnya untuk membagi atau menghilangkan resiko
finansial. 
Suatu entitas dapat didirikan untuk mencapai suatu tujuan khusus yang terbatas
(misalnya untuk melakukan sewa, kegiatan riset dan pengembangan atau sekuritisasi
aset keuangan). Suatu entitas bertujuan khusus (EBK) atau special purpose entities
(SPE) dapat berbentuk perusahaan, perserikatan, firma atau entitas yang tidak berbentuk
badan hukum. EBK umumnya dibentuk dengan ketentuan kontraktual yang mengatur
secara ketat atau memberikan batasan tetap atas kewenangan pimpinan, wali amanat,
atau manajemen untuk membuat keputusan mengenai pengoperasian EBK.

Tujuan SPE :
 Mendanai aset tertentu atau layanan tertentu dan tetap membuat hutang
perusahaan induk (sponsor) off-balance-sheet
 Mengubah aset finansial tertentu, seperti hutang dagang, pinjaman, atau
hipotek ke dalam bentuk liquid
 Mengurangi besarnya pajak

Karakteristik SPE :
1. Memiliki modal yang terbatas
2. Biasanya tidak memiliki manajemen yang independen
3. Fungsi administratifnya sering dijalankan oleh suatu trustee yang
menerima dan mendistribusikan kas sesuai dengan persyaratan kontrak,
sekaligus bertindak sebagai perantara SPV dengan pihak yang membentuk
SPV.
4. Jika SPV memegang aset, maka salah satu pihak akan memberikan jasa
tertentu sesuai perjanjian.
Alasan pembentukan SPE :
 Sekuritisasi
 Risk sharing
 Keuntungan kompetitif
 Financial enginering
 Regulatory reasons

Perlu disadari pula bahwa EBK bisa menjadi pihak berelasi jika
dikendalikan oleh perusahaan sponsor/ induk dan perusahaan sponsor/ induk
memiliki pengaruh signifikan terhadapnya, sebagaimana di jelaskan pada PSAK
No. 7 bahwa Pihak-pihak berelasi adalah orang atau entitas yang terkait dengan
entitas yang menyiapkan laporan keuangannya (dalam Pernyataan ini dirujuk
sebagai “entitas pelapor”).
a. Orang atau anggota keluarga dekatnya mempunyai relasi dengan entitas
pelapor jika orang tersebut :
i. Memiliki pengendalian/ pengendali bersama atas entitas pelapor.
Pengendalian  adalah kekuasaan untuk mengatur kebijakan keuangan
dan operasional dari suatu entitas sehingga memperoleh manfaat dari
aktivitas entitas tersebut. Pengendalian Bersama  adalah persetujuan
kontraktual untuk berbagi pengendalian terhadap suatu aktivitas
ekonomi.
ii. Memiliki pengaruh signifikan atas entitas pelapor. Pengaruh signifikan
 adalah kekuasaan untuk berpartisipasi dalam keputusan kebijakan
keuangan dan operasional dari suatu entitas, tetapi tidak mengendalikan
kebijakan tersebut. Pengaruh signifikan dapat diperoleh dari
kepemilikan saham, anggaran dasar atau perjanjian.
iii. Merupakan personil manajemen kunci entitas pelapor atau entitas induk
dari entitas pelapor. Personil Manajemen kunci adalah orang-orang
yang mempunyai kewenangan dan tanggung jawab untuk
merencanakan, memimpin, dan mengendalikan aktivitas entitas, secara
langsung atau tidak langsung, termasuk direktur dan komisaris (baik
eksekutif maupun bukan eksekutif) dari entitas.
b. Suatu entitas berelasi dengan entitas pelapor jika memenuhi salah satu dari
hal berikut:
i. Entitas dan entitas pelapor adalah anggota dari kelompok usaha yang
sama (artinya entitas induk, entitas anak, dan entitas berikutnya saling
berelasi dengan entitas lainnya)
ii. Suatu entitas adalah entitas asosiasi atau ventura bersama dari entitas
lain (atau entitas asosiasi atau ventura bersama yang merupakan
anggota suatu kelompok usaha, yang mana entitas lain tersebut adalah
anggotanya)
iii. Kedua entitas tersebut adalah ventura bersama dari pihak ketiga yang
sama.
iv. Satu entitas adalah ventura bersama dari entitas ketiga dan entitas
yang lain adalah entitas asosiasi dari entitas ketiga.
v. Entitas tersebut adalah suatu program imbalan pascakerja untuk
imbalan kerja dari salah satu entitas pelapor atau entitas terkait dengan
entitas pelapor. Jika entitas pelapor adalah entitas yang
menyelenggarakan program tersebut, maka entitas sponsor juga
berelasi dengan entitas pelapor.
vi. Entitas yang dikendalikan atau dikendalikan bersama oleh orang yang
didefinisi dalam huruf (a).
vii. Orang yang diidentifikasi dalam huruf (a) (i) memiliki pengaruh
signifikan atas entitas atau merupakan personil manajemen kunci
entitas (atau entitas induk dari entitas)

2.2 Perlakuan Akuntansi dan Permasalahannya


Perkembangan bisnis menuntut standar akutansi berubah mengikuti
perkembangan yang ada tanpa menghilangkan prinsip-prinsip akuntansi itu
sendiri. Contoh yang sering dijumpai adalah suatu perusahaan mendirikan atau
membentuk entitas baru dengan tujuan khusus. Sponsor (entitas yang diwakili
EBK) sering kali mengalihkan atau menjual asetnya ke EBK, memperoleh hak
pemakaian aset yang dikuasai oleh EBK, atau memberikan jasa untuk EBK, sementara
pihak lain (“penyedia modal”) mungkin menyerahkan dana kepada EBK. Entitas yang
bertransaksi dengan EBK (sering kali adalah pendiri atau sponsor) mungkin secara
substansi mengendalikan EBK. Dalam banyak hal, pendiri atau sponsor (atau entitas
yang menjadi alasan pembentukan EBK atau yang diwakili) memperoleh manfaat
utama dari kegiatan EBK, walaupun ia hanya memiliki sebagian kecil ekuitas EBK atau
bahkan tidak memiliki sama sekali.
PSAK 4 mensyaratkan konsolidasi atas entitas yang dikendalikan oleh entitas
pelapor. Akan tetapi, PSAK 4 tidak memberikan aturan yang eksplisit mengenai
konsolidasi EBK. Oleh karena itulah perlu diadopsi SIC 12 menjadi ISAK 7 :
Konsolidasi Entitas Bertujuan Khusus. Konsekuensinya, entitas pelapor harus
menyajikan dan mengungkapkan informasi yang lebih banyak terkait dengan
konsolidasi EBK ini. Selain itu, entitas pelapor/ induk, juga harus menyajikan Laporan
keuangan tersendiri dan mengungkapkan transaksi-transaksi dengan EBK (jika ada)
sesuai PSAK no. 7.
Laporan keuangan konsolidasian adalah laporan keuangan suatu
kelompok usaha yang disajikan sebagai suatu entitas ekonomi tunggal. Laporan
keuangan tersendiri adalah laporan keuangan yangdisajikan oleh entitas induk
yang mencatat investasi pada entitas anak, entitas asosiasi, dan pengendalian
bersama entitas berdasarkan kepemilikan ekuitas langsung bukan berdasarkan
pelaporan hasil dan aset neto investee.

ISAK No. 7 menjelaskan bahwa, suatu EBK dikonsolidasikan jika substansi


hubungan antara suatu entitas dan EBK mengindikasikan adanya pengendalian
EBK oleh entitas tersebut. Dalam PSAK 4, Pengendalian dikatakan ada jika
memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Memiliki secara langsung atau tidak langsung melalui entitas anak
2. Lebih dari setengah kekuasaan suara suatu entitas, kecuali dalam keadaan
yang jarang dapat ditunjukkan secara jelas bahwa kepemilikan tersebut tidak
diikuti dengan pengendalian
3. Pengendalian juga ada ketika entitas induk memiliki setengah atau kurang
kekuasaan suara suatu entitas jika terdapat :
 kekuasaan yang melebihi setengah hak suara sesuai perjanjian dengan
investor lain;
 kekuasaan untuk mengatur kebijakan keuangan dan operasional entitas
berdasarkan anggaran dasar atau perjanjian;
 kekuasaan untuk menunjuk atau mengganti sebagian besar Dewan
Direksi dan Dewan Komisaris atau organ pengatur setara dan
mengendalikan entitas melalui dewan atau organ tersebut; atau
 kekuasaan untuk memberikan suara mayoritas pada rapat Dewan
Direksi dan Dewan Komisaris atau organ pengatur setara dan
mengendalikan entitas melalui Dewan Direksi dan Dewan Komisaris
atau organ tersebut.

Kondisi-kondisi berikut ini juga bisa mengindikasikan hubungan di mana


entitas mengendalikan EBK dan konsekuensinya mengonsolidasi EBK tersebut :
(a) secara substansi, kegiatan dari EBK dijalankan untuk mewakili suatu entitas sesuai
dengan kebutuhan khususnya, sehingga entitas tersebut memperoleh manfaat dari
operasi EBK;
(b) secara substansi, entitas mempunyai kekuasaan dalam pengambilan keputusan untuk
memperoleh sebagian besar manfaat dari kegiatan EBK, atau dengan cara membuat
mekanisme autopilot, entitas telah mendelegasikan kekuasaan dalam pengambilan
keputusan ini;
(c) secara substansi, entitas mempunyai hak untuk memperoleh sebagian besar manfaat
dari EBK dan oleh karena itu, juga menanggung risiko dari aktivitas EBK; atau
(d) secara substansi, entitas memperoleh mayoritas hak residual dan menanggung risiko
kepemilikan yang terkait dengan EBK atau asetnya untuk memperoleh manfaat dari
aktivitas EBK yang bersangkutan.

Jika memenuhi kriteria pengendalian diatas, maka laporan keuangan EBK


harus dikonsolidasi sesuai prosedur konsolidasi sebagaimana dipersyaratkan
pada PSAK 4 : laporan konsolidasian dan laporan keuangan tersendiri, sebagai
berikut :
1. Agar laporan keuangan konsolidasian dapat menyajikan informasi keuangan
dari kelompok usaha tersebut sebagai entitas ekonomi tunggal, dilakukan
langkah-langkah berikut:
(a) jumlah tercatat investasi entitas induk pada setiap entitas anak dengan
porsi entitas induk atas ekuitas entitas anak dieliminasi. Sebagaimana
dalam PSAK 22 yang menjelaskan perlakuan goodwill.
(b) kepentingan nonpengendali atas laba atau rugi entitas anak yang
dikonsolidasikan selama periode pelaporan diidentifikasi;
(c) kepentingan nonpengendali dari bagian kepemilikan entitas induk atas
aset neto entitas anak yang dikonsolidasikan diidentifikasi secara
terpisah. Kepentingan nonpengendali atas aset neto terdiri dari:
 jumlah kepentingan nonpengendali pada tanggal kombinasi bisnis
awal yang dihitung sesuai PSAK 22;
 bagian kepentingan nonpengendali atas perubahan ekuitas sejak
tanggal kombinasi tersebut.
2. Saldo, transaksi, penghasilan, dan beban intra kelompok usaha dieliminasi
secara penuh.
3. Laporan keuangan entitas induk dan entitas anak yang digunakan dalam
penyusunan laporan keuangan konsolidasian disusun dengan tanggal yang
sama.
4. Jika akhirperiode pelaporan entitas induk berbeda dengan entitas anak,
maka entitas anak menyusun laporan keuangan tambahan dengan tanggal
yang sama dengan laporan keuangan entitas induk untuk tujuan konsolidasi,
kecuali tidak praktis.
5. Jika laporan keuangan entitas anak yang digunakan dalam peyusunan
laporan keuangan konsolidasian disusun dengan tanggal yangberbeda
dengan laporan keuangan entitas induk, maka penyesuaian dilakukan atas
dampak transaksi atau peristiwaignifi kan yang terjadi antara tanggal
laporan keuangan entitas anak dengan tanggal laporan keuangan entitas
induk.
6. perbedaan antara akhir periode pelaporan entitas anak dengan entitas induk
tidak lebih dari tiga bulan.
7. Lamanya periode pelaporan dan perbedaan antar akhirperiode pelaporan
adalah sama dari periode ke periode.
8. Laporan keuangan konsolidasian disusun dengan menggunakan kebijakan
akuntansi yang sama untuk transaksi dan peristiwa lain dalam keadaan yang
serupa.
9. Kepentingan nonpengendali disajikan di ekuitas dalam laporan posisi
keuangan konsolidasian, terpisah dari ekuitas pemilik entitas induk.
10. Perubahan dalam bagian kepemilikan entitas induk pada entitas anak yang
tidak mengakibatkan hilangnya pengendalian dicatat sebagai transaksi
ekuitas (dalam hal ini transaksi dengan pemilik dalam kapasitasnya sebagai
pemilik).

Tidak cukup sampai disini, perusahaan induk/ pelapor/ sponsor, memiliki


kewajiban untuk menyusun laporan Keuangan Tersendiri sebagai laporan atas
kinerja riil yang telah dilakukan oleh perusahaan induk. sehingga tidak ada lagi
istilah kinerja perusahaan induk yang kurang bagus akan ditutupi oleh kinerja
anak perusahaan yang bagus. Secara laporan keuangan konsolidasian memang
akan tergambarkan hal demikian, namun pada laporan keuangan tersendiri akan
benar-benar tercermin capaian kinerja induk itu sendiri. Laporan keuangan
tersendiri hanya dapat disajikan sebagai informasi tambahan dalam laporan
konsolidasian. Entitas induk tidak boleh menyajikan laporan keuangan tersendiri
sebagai laporan keuangan tujuan (general purposes financial statements).

Pengungkapan
Pengungkapan yang harus dilakukan dalam laporan keuangan
konsolidasian :
(a) sifat hubungan antara entitas induk dan suatu entitasanak jika entitas induk
tidak memiliki (secara langsungmaupun tidak langsung melalui entitas
anak) lebih dari setengah kekuasaan suara;
(b) alasan mengapa kepemilikan (secara langsung maupun tidak langsung
melalui entitas anak) lebih dari setengah kekuasaan suara atau kekuasaan
suara potensial atasinvestee tidak diikuti dengan pengendalian;
(c) akhir periode pelaporan dari laporan keuangan entitasanak jika laporan
keuangan tersebut digunakan untukmenyusun laporan keuangan
konsolidasian dan tanggalatau periode berbeda dari tanggal laporan
keuangan entitas induk, dan alasan menggunakan tanggal atau periode yang
berbeda;
(d) sifat dan luas setiap restriksi signifikan (misalnyaakibat dari perjanjian
pinjaman yang diterima atau persyaratan regulator) dalam kemampuan
entitas anak untuk mentransfer dana ke entitas induk dalam bentuk deviden
tunai, atau pembayaran kembali pinjaman atau uang muka;
(e) suatu rincian yang menunjukan dampak setiapperubahan bagian
kepemilikan entitas induk pada entitasanak yang tidak mengakibatkan
hilangnya pengendalianatas ekuitas yang dapat diatribusikan pada pemilik
entitas induk; dan
(f) jika pengendalian atas entitas anak hilang, maka entitas induk
mengungkapkan keuntungan atau kerugian (jika ada) yang diakui sesuai
dengan paragraf 31, dan:
 porsi dari keuntungan atau kerugian yang dapat diatribusikan pada
pengakuan sisa investasi pada entitas anak terdahulu dengan nilai wajar
pada tanggal hilangnya pengendalian, dan
 pos keuntungan atau kerugian yang diakui dalam laporan laba rugi
komprehensif (jika tidak disajikan secara terpisah dalam laporan laba
rugi komprehensif).

Pengungkapan dalam Laporan Keuangan Tersendiri :


(a) laporan keuangan tersebut adalah laporan keuangan tersendiri yang
merupakan informasi tambahan dalam laporan keuangan konsolidasian;
(b) daftar investasi yang signifikan dalam entitas anak, pengendalian bersama
entitas, dan entitas asosiasi, termasuk nama, negara atau tempat kedudukan,
proporsi kepemilikan, dan proporsi hak suara yang dimiliki (jika berbeda);
dan
(c) penjelasan tentang metode yang digunakan untuk mencatat investasi yang
terdaftar di (b).

Jika laporan keuangan EBK di konsolidasi, maka dapat ditarik


kesimpulan bahwa terdapat pengendalian disana, itu berarti terdapat suatu
hubungan istimewa antara EBK dengan perusahaan pelapor/ sponsor.
Konsekuensi selanjutnya adalah sebagaimana dipersyaratkan dalam PSAK 7
bahwa hubungan tersebut harus diungkapkan terlepas dari apakah telah terjadi
transaksi antara mereka, untuk memungkinkan pengguna L/K memahami
dampak dari hubungan pihak berelasi pada suatu entitas. PSAK 7 mensyaratkan
adanya tambahan pengungkapan terkait transaksi dengan pihak berelasi dalam
Laporan keuangan konsolidasian (PSAK 4).
Jika entitas memiliki transaksi dengan pihak-pihak berelasi selama
periode yang dicakup dalam laporan keuangan, maka entitas mengungkapkan
sifat dari hubungan dengan pihak-pihak berelasi serta informasi mengenai
transaksi dan saldo, termasuk komitmen, yang diperlukan untuk memahami
potensi dampak hubungan tersebut sebagaimana dijelaskan sebelumnya.
Sekurang-kurangnya, pengungkapan meliputi:
a. Jumlah transaksi;
b. Jumlah saldo, termasuk komitmen, dan:
(i) Persyaratan dan ketentuannya, termasuk apakah terdapat jaminan, dan
sifat imbalan yang akan diberikan, untuk penyelesaian; dan
(ii) Rincian garansi yang diberikan atau diterima;
c. Penyisihan piutang ragu-ragu terkait dengan jumlah saldo tersebut; dan
d. Beban yang di akui selama periode dalam hal pitang ragu-ragu atau
penghapusan piutang dari pihak-pihak berelasi

Apabila ada transaksi antara pihak-pihak berelasi, maka harus dilakukan


dengan dasar nilai wajar. Pengungkapan bahwa transaksi pihak-pihak berelasi
dilakukan dengan ketentuan yang setara dengan yang berlaku dalam transaksi
yang wajar dapat dilakukan hanya jika hal tersebut dapat dibuktikan. Oleh
karena itu, transaksi pihak-pihak berelasi baik yang dilakukan dengan nilai wajar
maupun dengan ketentuan yang setara dengan nilai wajar harus dibuktikan
dengan dokumen pendukung yang lengkap yang menyatakan transaksi tersebut
telah sesuai dengan standar yang ada.
Terkait dengan hal ini, peraturan pajak juga telah mengatur terkait
transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa. Berdasarkan PER-
32/PJ/2011 dan PER-69/PJ/2010, Dokumen penentuan Harga Wajar atau Laba
Wajar yang harus disediakan oleh Wajib Pajak sekurang-kurangnya mencakup:
a. gambaran  perusahaan secara rinci seperti struktur kelompok usaha,
struktur kepemilikan, struktur organisasi, aspek-aspek operasional kegiatan
usaha, daftar pesaing usaha, dan gambaran lingkungan usaha;
b. kebijakan penetapan harga dan/atau penetapan alokasi biaya;
c. hasil Analisis Kesebandingan atas karakteristik produk yang diperjualbelikan,
hasil analisis fungsional, kondisi ekonomi, ketentuan-ketentuan dalam
kontrak/perjanjian, dan strategi usaha.
d. pembanding yang terpilih;
e. catatan mengenai penerapan metode penentuan Harga Wajar atau Laba Wajar
yang dipilih oleh Wajib Pajak serta alasan penolakan metode yang tidak
dipilih.
Kendala terbesar dalam penyusunan dokumen nilai wajar adalah
biayanya yang relatif cukup besar dan memerlukan waktu yang tidak singkat,
karena diperlukan data pembanding dan analisa data serta kondisi pasar yang ada
sebagai dasar penarikan kesimpulan bahwa nilai transaksi telah dilakukan sesuai
nilai wajar. Meski demikian, dokumen ini wajib dibuat sebagai persyaratan
administrasi pajak untuk mendukung aspek kewajaran dan kelaziman usaha
dalam transaksi dengan pihak istimewa.

Dengan adanya laporan keuangan konsolidasian, laporan keuangan


tersendiri entitas, pengungkapan pihak berelasi dan dokumen pendukung nilai
wajar ini, maka unsur tranparansi dalam akuntansi telah terpenuhi, dimana harga
transaksi telah jelas penghitungannya, liabilitas, aset dan ekuitas yang tercatat
pada EBK otomatis akan terkonsolidasi menjadi satu dengan aset, liabilitas dan
ekuitas yang tercatat pada perusahaan induk, pengungkapan telah dilakukan
memadai. Sehingga kemungkinan kecurangan untuk mengalihkan sebagian
kewajiban/ beban sebagaimana pernah terjadi pada kasus Enron bisa
diminimalisir bahkan dihindarkan.
3. KESIMPULAN
Sesuai dengan PSAK terbaru hasil konvergensi IFRS, akuntansi terkait
Entitas Berkebutuhan Khusus (Special Purpose Entities) disyaratkan sebagai
berikut :
 ISAK No. 7, menyaratkan suatu EBK dikonsolidasikan jika substansi hubungan
antara suatu entitas dan EBK mengindikasikan adanya pengendalian EBK oleh
entitas tersebut.
 Prosedur konsolidasi penyajian dan pengungkapan sebagaimana disyaratkan
dalam PSAK 4.
 Karena EBK merupakan entitas yang dikendalikan atau dikuasai oleh entitas
lain maka dapat disimpulkan bahwa terdapat suatu hubungan antar pihak
berelasi diantara keduanya. Oleh karena itu, PSAK 7 mensyaratkan adanya
tambahan pengungkapan terkait transaksi dengan pihak berelasi dalam
Laporan keuangan konsolidasian (PSAK 4).
Sehingga konsekuensi yang dihadapi oleh entitas pelapor/ entitas induk/
entitas sponsor harus memenuhi syarat tersebut diatas. Entitas pelapor harus
membuat laporan keuangan konsolidasi atas EBK yang dikendalikannya,
melakukan penyajian dan pengungkapan sebagaimana disyaratkan dalam PSAK
4 serta melakukan tambahan pengungkapan terkait transaksi-transaksi dengan
pihak berelasi (jika ada transaksi). Selain itu, sebagai dasar kelengkapan
perpajakan (jika terdapat hubungan istimewa) maka dokumen penentuan nilai
wajar harus dibuat. Dengan kata lain, entitas pelapor harus menyajikan dan
mengungkapkan informasi yang lebih banyak terkait dengan konsolidasi EBK ini.
Dengan adanya laporan keuangan konsolidasian, laporan keuangan
tersendiri entitas, pengungkapan pihak berelasi dan dokumen pendukung nilai
wajar ini, maka unsur tranparansi dalam akuntansi telah terpenuhi, dimana harga
transaksi telah jelas penghitungannya, liabilitas, aset dan ekuitas yang tercatat
pada EBK otomatis akan terkonsolidasi menjadi satu dengan aset, liabilitas dan
ekuitas yang tercatat pada perusahaan induk, pengungkapan telah dilakukan
memadai. Sehingga kemungkinan kecurangan untuk mengalihkan sebagian
kewajiban/ beban sebagaimana pernah terjadi pada kasus Enron bisa
diminimalisir bahkan dihindarkan.
DAFTAR PUSTAKA

Dewan Standar Akuntansi Keuangan. 2012. Standar Akuntansi Keuangan : per 1


Juni 2012. Jakarta : IAI.

Peraturan DirJen Pajak No. PER - 69/PJ/2010 Tentang Kesepakatan Harga Transfer
(Advance Pricing Agreement)

Peraturan Dirjen Pajak NO. PER - 32/PJ/2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ/2010 Tentang Penerapan Prinsip
Kewajaran Dan Kelaziman Usaha Dalam Transaksi Antara Wajib Pajak
Dengan Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa

http://asriwandi.wordpress.com/2012/04/01/makalah-psak-7-pihak-pihak-yang-
berelasi/ diakses tanggal 7 Januari 2012

http://insidewinme.blogspot.com/2007/12/special-purpose-entity.html diakses
tanggal 7 Januari 2012
UJIAN TENGAH SEMESTER
PELAPORAN DAN AKUNTANSI KEUANGAN
PPAK 2013

SOAL I:

a. Jelaskan serta berikan ilustrasi perbedaan konsep ruled based dan principle
based dalam penyajian laporan keuangan!
Principle based mengandung makna bahwa :
 Standar akuntansi tidak bersifat ketat atau rigid, melainkan hanya
memberikan prinsip-prinsip umum standar akuntansi yang harus diikuti
untuk memastikan pencapaian kualitas informasi tertentu yang relevan,
dapat diperbandingkan dan objektif.
 Standar akuntansi yang berbasis prinsip tidak mengatur untuk suatu jenis
industri tertentu dan standar akuntansi yang berbasis prinsip memberi
dasar konseptual bagi akuntan ketimbang daftar aturan rinci.
 Standar hanya mengatur prinsip pengakuan, pengukuran, dan pencatatan
suatu transaksi.
 Standar lebih fleksibel dan mampu menyesuaikan dengan perkembangan
industri yang ada.
 Dalam penerapannya memerlukan pertimbangan profesional yang lebih
banyak.

Sedangkan rule based mengandung makna bahwa :


 Untuk mencapai kualitas informasi tertentu yang relevan, dapat
diperbandingkan, dan objektif, standar akuntansi harus bersifat ketat dan
rigid.
 Standar akuntansi yang berbasis aturan berisi pedoman rinci yang harus
diikuti ketika perusahaan menyiapkan laporan keuangan.
 Pedoman tersebut didasarkan pada asumsi bahwa manajemen memerlukan
pedoman yang menjamin bahwa transaksi dilaporkan dengan tepat dan
konsisten.
 Standar mengatur secara detil setiap transaksi sehingga penyusun LK
harus mengikuti setiap langkah pencatatan.
 Pedoman rinci tersebut menjadikan standar tersebut lebih panjang dan
lebih kompleks.
 Standar akuntansi berbasis aturan biasanya hanya berlaku untuk suatu
industri tertentu sehingga membatasi fleksibilitas dan penggunaan
pertimbangan profesional

Ilustrasi :
Standar yang berbasis aturan mengakibatkan munculnya standar-standar
akuntansi untuk industri tertentu, misalnya standar akuntansi koperasi, akuntansi
kehutanan, akuntansi perbankan, dan akuntansi penyelenggaraan jalan tol.
Secara prinsip, terdapat kesamaan untuk standar-standar akuntansi tadi. Sebagai
contoh, prinsip akuntansi untuk pengakuan dan pencatatan pendapatan,
pengakuan dan pencatatan aset. Pengaturan secara aturan cenderung
akan redundant dan dapat memunculkan banyak celah. Bahkan bisa jadi
pengaturan ini bertentangan dengan aturan umum. Dalam konsep prinsiple
based, standar tidak lagi diatur rinci masing-masing industri, sehingga untuk
pengakuan dan pencatatan pendapatan semua industri langsung mengacu pada
standar akuntansi pendapatan, pengakuan aset langsung mengacu pada akuntansi
Aset Tetap, Persediaan atau Properti investasi tergantung bagaimana tujuan aset
itu digunakan.
Selain itu, pada standar dengan konsep rule based diatur mengenai
akuntansi tanah dan akuntansi penyusutan, sedangkan pada standar dengan
konsep prinsiple based akuntansi tanah dan penyusutan tidak lagi diatur
tersendiri melainkan menjadi satu pada akuntansi Aset Tetap, persediaan atau
Properti Investasi tergantung tujuan dari penggunaan tanah tersebut.
Contoh lain dari perbedaan dua konsep ini adalah, pada PSAK
No.4 (konsep rule based) disebutkan bahwa laporan keuangan konsolidasi
disajikan untuk memenuhi kebutuhan informasi keuangan yang meliputi posisi
keuangan, hasil usaha dan arus kas dari suatu kelompok perusahaan, yang secara
ekonomis dianggap merupakan satu kesatuan usaha. Suatu induk perusahaan
yang memiliki baik langsung maupun tidak langsung melalui anak
perusahaan lebih dari 50% saham berhak suara pada perusahaan lain, harus
menyajikan laporan keuangan konsolidasi. Dalam PSAK No.4 (prinsiple based),
tidak lagi menyebutkan besarnya prosentase kepemilikan saham. Ukurannya
bukan lebih atau kurang dari 50% kepemilikan, tetapi prinsipnya adalah apakah
perusahaan investor melakukan pengendalian ke perusahaan investee. Meskipun
pemilikan kurang dari 50%, tetapi mampu untuk mengendalikannya, maka
laporan keuangan harus dikonsolidasikan, atau sebaliknya. Sehingga Akuntan
harus mampu mengidentifikasi alasan yang digunakannya.
Hal ini juga tergambar pada PSAK No. 7 tentang Pengungkapan Pihak-
Pihak Berelasi dan PSAK No. 22 terkait Kombinasi Bisnis, pada konsep rule
based diatur rinci mengenai metode-metode yang harus digunakan dalam
pengungkapan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa dan bagaimana
metode dalam pengakuan kombinasi bisnis, namun dalam standar dengan
konsep prinsiple based tidak lagi diatur detail mengenai metode-metode
melainkan lebih menekankan pada bagaimana penyajian dan pengungkapannya.

b. Konvergensi IFRS pada tahun 2012 ini telah sampai pada tahap
implementasi. Salah satu tujuan dari pengkonvergesian ini adalah untuk
meningkatkan daya banding/ komparabilitas laporan keuangan. Disamping
memberikan dampak positif, kalangan praktisi terutama akuntan internal
menghadapi dampak negatif dari pengkonvergensian ini, terutama pada
awal implementasi. Jelaskan apa dampak negatif tersebut serta berikan
solusi untuk mengatasinya!
Dampak Negatif Implementasi Konvergensi IFRS :
1. IAI harus melakukan perubahan terhadap hampir sebagian besar standar
akuntansi keuangan. Penyelarasan tersebut tentunya akan berdampak
kepada perubahan menyeluruh bentuk laporan keuangan yang pada
gilirannya akan merubah wajah akuntansi Indonesia. Perubahan ini juga
akan berdampak kepada sistem akuntansi, sistem informasi akuntansi dan
pada gilirannya akan berdampak kepada manajemen organisasi. Pada awal
implementasi banyak praktisi yang belum siap menerapkan konvergensi
IFRS ini karena banyak hal-hal prinsip yang berubah, sehingga perlu ada
penyesuaian baik dari segi pencatatan akuntansi, laporan maupun kesiapan
pratisi sendiri selaku user yang akan melaksanakan standar tersebut.
Solusi : IAI secara gencar melakukan sosialisasi terkait dengan konvergensi
IFRS dan juga melakukan seminar ataupun pelatihan terkait dengan dampak
perubahan akibat konvergensi IFRS ini. Dalam beberapa kasus, diatur pula
dalam PSAK baru bagaimana pencatatan pada saat masa transisi dan juga
contoh penerapan yang disajikan dalam pedoman aplikasi dan contoh
ilustrasi yang menjadi bagian tak terpisahkan dari PSAK, sehingga ini
memudahkan praktisi dalam mengimplementasikan standar yang baru.

2. Awal implementasi PSAK hasil konvergensi IFRS, memerlukan biaya yang


cukup besar. Hal ini terkait dengan penyesuaian Laporan-laporan keuangan
perusahaan, ada beberapa metode yang tidak boleh lagi digunakan, sehingga
beberapa perusahaan perlu merestatemen ulang Laporan Keuangan tahun
sebelumnya. Selain itu dampak perubahan ini juga perlu diimbangi dengan
perubahan sistem akuntansi yang digunakan perusahaan dan juga pelatihan-
pelatihan terhadap user yang terlibat dalam penyusunan laporan keuangan
yang tentu saja membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Solusi : Mau tidak mau perusahaan harus mencadangkan biaya atas
konsekuensi dari diadopsinya IFRS.

3. Perubahan konsep dari rule-based ke principle-based sehingga memerlukan


professional judgement  yang lebih banyak.
Solusi : Karena saat ini standar akuntansi berbasis prinsip, maka diharapkan
baik praktisi maupun akademisi di bidang akuntansi harus sungguh-
sungguh menguasai prinsip-prinsip akuntansi  untuk melakukan
judgement  atas pencatatan transaksi. Masih banyak praktisi maupun
akademisi yang masih menguasai akuntansi secara pragmatis. Konsep dan
prinsip akuntansi tidak dikuasai dengan baik, yang dipentingkan hanyalah
pemecahan praktis.
Penguasaan prinsip akuntansi dapat digunakan untuk memecahkan
permasalahan-permasalahan seperti misalnya, jika ada entitas produsen
peternakan yang memiliki ratusan sapi, yang mana sapi-sapi tersebut
melahirkan anak-anak sapi. Jika belum ada pengaturan untuk aset-aset
biologik (seperti IAS 41: Agriculture), akuntan dan auditor harus memiliki
penguasaan prinsip akuntansi yang kuat untuk menentukan pencatatan anak-
anak sapi tersebut, kapan mulai diakui sebagai aset dan mulai dikapitalisasi.
Contoh lainnya, jika entitas memiliki pohon jati yang baru siap ditebang
setelah umurnya 20 tahu. Pohon jati ini memiliki sifat aset (dikuasai lebih
dari satu periode), namun juga memiliki sifat persediaan (pohon jati akan
habis ditebang dan dijual). Dalam kasus ini, akuntan dan auditor harus
menganalisis dengan tepat perlakuan untuk pohon jati, termasuk
menentukan berapa nilai dari pohon jati yang dicatat. Sehingga pemahaman
yang matang terhadap prinsip-prinsip akuntansi akan memudahkan dalam
penggunaan pertimbangan profesional untuk menentukan perlakuan
akuntansi suatu transaksi. Dan hal terpenting yang harus dilakukan adalah
bahwa semua dokumen serta proses Profesional Judgement itu harus
didokumentasikan
Selain itu, Keterlibatan pihak ketiga dalam penyusunan laporan
keuangan bisa mempercepat proses penyusunan laporan keuangan
berdasarkan prinsiple based. Dengan adanya konvergensi IFRS,
menyebabkan segala sesuatu yang berkaitan dengan penilaian dan
pengukuran menjadi penting, sehingga kebutuhan atas adanya pihak ketiga
didalam penyusunan laporan keuangan sangat besar. Karena laporan
keuangan mewajibkan untuk diungkapkan secara menyeluruh agar
transparansi menjadi suatu hal penting bagi pengguna laporan keuangan.

4. Penggunaan fair value accounting dalam penilaian, jika tidak ada nilai pasar
aktif harus melakukan penilaian sendiri (perlu kompetensi) atau
menggunakan jasa penilai serta mengharuskan pengungkapan (disclosure)
yang lebih banyak baik kuantitatif maupun kualitatif
Solusi : Karena penggunaan fair value ini membutuhkan dana yang tidak
sedikit terutama terkait dengan appraisal dalam penentuan nilai wajar,
maka dalam beberapa kasus PSAK masih memberikan pilihan untuk tetap
menggunakan historical cost atau nilai tercatat asalkan keandalan laporan
keuangan tetap bisa diyakini dan alasan penggunaan itu harus di ungkapkan
dengan jelas dan lengkap.

5. Ada beberapa aturan di standar akuntansi baru yang tidak sinkron dengan
peraturan pajak di Indonesia.
Solusi : Pemerintah harus melakukan penyesuaian regulasi sehingga tidak
ada benturan antara standar akuntansi dengan peraturan pajak yang ada.
Pengaruh konvergensi IFRS tidak hanya berpengaruh terhadap dunia bisnis
saja, tetapi juga dalam dunia perpajakan. Misalnya saja : perbedaan IFRS
dengan perpajakan salah satunya mencakup aset tetap (PSAK No. 16).
Berdasarkan PSAK No. 16 perusahaan diperbolehkan memilih metode
revaluasi yang dilakukan periodik oleh penilai dengan Fair Value.
Sedangkan pada peraturan perpajakan revaluasi dilakukan penilai dengan
Fair Value maksimal 1 kali dalam 5 tahun. Selain itu selisih lebih dari
revaluasi aset dapat menjadi objek pajak PPN dan PPh atas tambahan nilai
aset tercatat, sedangkan pada standar akuntansi tidak dijelaskan bahwa
kenaikan nilai aset akibat revaluasi dapat berdampak pada perpajakannya.

Anda mungkin juga menyukai