Anda di halaman 1dari 7

Penelitian

PENINGKATAN KETERAMPILAN TATA BOGA MATERI


PEMBUATAN BROWNIS KUKUS MELALUI
MODEL PEMBELAJARAN EKSPLISIT
Mulya Sari
e-mail: ucimulyasari@yahoo.com
SLB Kembar Karya I Jakarta Timur
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar keterampilan tata boga materi
pembuatan brownis kukus pada anak tunagrahita ringan dengan menggunakan model pembelajaran explicit
instruction. Penelitian ini dilaksanakan pada peserta didik kelas XII SMALB-C Kembar Karya I, Jakarta Timur,
dengan jumlah dua peserta didik pada bulan September hingga Oktober 2012. Penelitian ini menggunakan
metode penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Penelitian ini terdiri dari dua siklus, di mana
setiap siklus terdiri dari 2 kali pertemuan. Analisis keberhasilan penelitian dilakukan secara individu, yaitu
per aspek per anak karena perkembangan anak tunagrahita tidak dapat dibandingkan dengan anak lain
melainkan perkembangan pada dirinya sendiri. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar
keterampilan tata boga materi pembuatan brownis kukus pada anak tunagrahita ringan kelas XII SMALB-C
Kembar Karya I yang dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran eksplisit.

Kata-kata kunci: anak tunagrahita ringan, keterampilan tata boga, pembelajaran eksplisit.

CULINARY SKILLS IMPROVEMENT OF THE MAKING STEAMED


BROWNIES THROUGH EXPLICIT INSTRUCTION LEARNING MODEL
Abstract : This study aimed at determining the culinary skills improvement of learning outcomes making steamed brownies
in children with mild mental retardation using explicit instruction learning model. The research was conducted on the
students of class XII SMALB-C Kembar Karya I, East Jakarta, with 2 student from September to October 2012. This
study used Classroom Action Research with 2 cycles where each cycle consisted of 2 meetings. The research success was
analyzed individually, one aspect for each student as the development of children with mental retardation can not be
compared to other children, but the progress on himself. The results showed that using explicit instruction learning model
increases learning outcomes in culinary skills of making steamed brownies for the students with mild mental retardation.

Keywords: children with mild mental retardation, culinary skills, steamed brownies, explicit instruction.

selesai mengikuti pendidikan pada jenjang SMALB-C,


PENDAHULUAN biasanya anak tunagrahita ringan jarang sekali untuk
Anak berkebutuhan khusus adalah anak meneruskan pendidikan ke jenjang pendidikan yang
yang memiliki keterbatasan pada dirinya. Salah satu lebih tinggi. Hal ini dikarenakan sangat sedikit sekali
keterbatasan tersebut adalah keterbatasan mental sekolah untuk anak tunagrahita dan faktor biaya
atau disebut tunagrahita. Kondisi ini menyebabkan yang sangat besar. Selain itu, anak tunagrahita ringan
individu yang bersangkutan mengalami hambatan juga mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan,
dalam belajar dan melakukan berbagai fungsi dalam dikarenakan kekurangan yang dimilikinya.
kehidupan serta penyesuaian diri. Berbagai upaya Sekolah Luar Biasa merupakan tempat bagi
dilakukan untuk membekali anak tunagrahita agar para anak tunagrahita ringan mengembangkan
mereka bisa bersosialisasi dalam kehidupan yang lebih keterampilannya. Pelajaran yang diberikan lebih
layak di masyarakat. difokuskan pada keterampilan yang diharapkan dapat
SLB Kembar Karya I merupakan salah satu memberikan bekal untuk berwirausaha bagi anak
sekolah yang melayani pendidikan bagi anak-anak tunagrahita ringan. Keterampilan yang diberikan di
yang memiliki kekurangan, salah satunya bagi anak antaranya tata boga, tata busana, pertukangan, dan
tunagrahita ringan. Jenjang pendidikan yang ada perbengkelan. Namun kenyataan yang ada pada
untuk anak tunagrahita ringan di SLB Kembar Karya Sekolah Luar Biasa Kembar Karya I, anak tunagrahita
I, yaitu TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMALB. Setelah ringan belum menguasai keterampilan yang diberikan.

Perspektif Ilmu Pendidikan - Vol. 28 No. 1 April 2014 17


Peningkatan Keterampilan Tata ...

Keterampilan memasak yang diberikan pada kukus dengan menggunakan model pembelajaran
pelajaran tata boga difokuskan pada pembuatan eksplisit pada anak tunagrahita ringan kelas XII
kue dan makanan ringan. Sedangkan pengelolaan SMALB-C Kembar Karya I. Model pembelajaran
wirausaha difokuskan pada penjualan kue dan eksplisit diberikan agar peserta didik mampu
makanan. Dalam penelitian ini dikhususkan pada memasak kue tanpa bimbingan guru. Implementasinya
pembuatan brownis kukus, karena brownis kukus diharapkan anak tunagrahita ringan dapat melakukan
merupakan kue disukai oleh kalangan tua dan muda. pengelolaan wirausaha terbimbing.
Cokelatnya yang dapat membangkitkan selera, dan Berdasarkan latar belakang tersebut, maka
rasanya yang lembut memiliki ciri khas tersendiri. dalam penelitian ini dirumuskan masalah sebagai
Selain itu pembuatannya sangat mudah, bahan- berikut: “Bagaimanakah meningkatkan hasil belajar
bahannya mudah didapatkan, dan peralatannya pun keterampilan tata boga materi pembuatan brownis
biasanya sudah ada di dapur keluarga. kukus pada anak tunagrahita ringan kelas XII
Selama ini peneliti melihat di kelas XII SMALB SMALB Kembar Karya I melalui model pembelajaran
Kembar Karya I pada mata pelajaran tata boga eksplisit?”
belum mencapai hasil yang maksimal. Hal ini Penelitian ini menggunakan beberapa kajian
disebabkan karena anak tunagrahita ringan kesulitan teori yang melandasinya, di antaranya: (a) tunagrahita,
dalam memahami konsep perintah, sehingga pada (b) model pembelajaran eksplisit, dan (c) keterampilan
mata pelajaran tata boga perlu diterapkan model tata boga. Ketiga kajian teori tersebut akan diuraikan
pembelajaran eksplisit. Model pembelajaran eksplisit sebagai berikut.
merupakan model pembelajaran yang mengarah pada A. Tunagrahita
prosedural. Model pembelajaran ini digunakan untuk Tunagrahita merupakan istilah yang digunakan
menyampaikan pelajaran yang ditransformasikan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan
langsung oleh guru kepada peserta didik. Dengan intelektual di bawah rata-rata. Retardasi mental atau
menggunakan model pembelajaran eksplisit, dikenal dengan istilah disabilitas inteligensia (di
penyampaian proses keterampilan diharapkan dapat Indonesia dikenal dengan nama tunagrahita) adalah
lebih mudah diberikan oleh guru. Karakteristik anak individu yang mengalami keterbatasan mental
tunagrahita ringan cenderung mengalami kesulitan (Jamaris, 2010 : 269). Anak tunagrahita dikenal
dalam menerima, memproses, dan mengingat juga dengan istilah keterbelakangan mental karena
berbagai stimulus yang diterima. Kesulitan tersebut keterbatasan kecerdasannya mengakibatkan dirinya
dapat ditanggulangi dengan memberikan proses sukar untuk mengikuti program di sekolah biasa
belajar secara langsung dan berulang-ulang. Proses secara klasikal. Pada masa awal perkembangan,
belajar tersebut akan membantu mereka untuk dapat hampir tidak ada perbedaan antara anak-anak
melakukan berbagai stimulus yang diberikan. tunagrahita dengan anak yang memiliki kecerdasan
Dalam kegiatan memasak, peserta didik masih rata-rata. Akan tetapi, semakin lama perbedaan pola
perlu bimbingan guru. Hal ini karena kurangnya perkembangan antara anak tunagrahita dengan anak
latihan yang lebih mandiri. Dengan menerapkan normal semakin terlihat jelas.
model pembelajaran eksplisit yang dilakukan secara Definisi retardasi mental dikemukakan oleh The
berulang-ulang diharapkan anak tunagrahita ringan American Association on Mental Retardation, pada
dapat mengerjakan sesuatu secara mandiri, sehingga tahun 1992, yaitu “Mental retardation refers to substantial
peserta didik mampu berwirausaha dengan menjual limitations in present functioning. It is characterized by
hasil produk buatan sediri. Dengan demikian, significantly subaverage intellectual functioning, existing
penggunaan model pembelajaran eksplisit diharapkan concurrently with related limitation in two or more of the
anak tunagrahita ringan dapat memahami perintah following applicable adaptive skills areas: communication.
yang ada dalam kehidupan sehari-hari, begitu Self care, home living, social skills, community use, self-di-
juga dalam praktik pembuatan brownis kukus dan rection, health and safety, functional academics, leisure
penjualannya yang diajarkan di sekolah. and work. Mental retardation manifests before age 18”
Berdasarkan kondisi pada kelas XII SMALB-C (Jamaris, 2010).
Kembar Karya I, penulis merasa perlu meningkatkan Tunagrahita atau keterbelakangan mental
hasil belajar keterampilan tata boga materi pembuatan merupakan kondisi di mana perkembangan kecerdasan
brownis kukus pada anak tunagrahita ringan. individu yang mengalami hambatan sehingga tidak
Meningkatkan keterampilan dan pengelolaan mencapai tahap perkembangan yang optimal. Ada
wirausaha dikhususkan pada pembuatan brownis beberapa karakteristik umum tunagrahita yang dapat

18 Perspektif Ilmu Pendidikan - Vol. 28 No.1 April 2014


Peningkatan Keterampilan Tata ...

dipelajari (Somantri, 2007 : 105). tunagrahita berat sering disebut idiot. Kelompok ini
Pertama, keterbatasan inteligensi. Inteligensi dapat dibedakan lagi antara anak tunagrahita berat
merupakan fungsi yang kompleks yang dapat dan sangat berat. Tunagrahita berat (sereve) memiliki
diartikan sebagai kemampuan untuk mempelajari IQ antara 32-20 menurut Skala Binet dan antara 39-25
informasi dan keterampilan menyesuaikan diri dengan menurut Skala Weschler (WISC). Tunagrahita sangat
masalah-masalah dan situasi-situasi kehidupan baru, berat (profound) memiliki IQ di bawah 19 menurut
belajar dari pengalaman masa lalu, berpikir abstrak, Skala Binet dan IQ di bawah 24 menurut Skala
kreatif, dapat menilai secara kritis, menghindari Weschler (WISC). Kemampuan mental maksimal
kesalahan-kesalahan, mengatasi kesulitan-kesulitan, yang dapat dicapai kurang dari tiga tahun. Anak
serta kemampuan untuk merencanakan masa depan. tunagrahita berat memerlukan bantuan perawatan
Anak Tunagrahita memiliki kekurangan dalam semua secara total dalam hal berpakaian, mandi, makan, dan
hal tersebut. lain-lain. Bahkan mereka memerlukan perlindungan
Kedua, keterbatasan sosial. Selain keterbatasan dari bahaya sepanjang hidupnya (Somantri, 2007 : 106).
inteligensi, anak Tunagrahita juga memiliki kesulitan B. Model Pembelajaran Eksplisit
dalam mengurus diri sendiri dalam masyarakat. Anak Untuk membelajarkan peserta didik yang
tunagrahita cenderung berteman dengan anak yang sesuai dengan gaya belajar mereka sehingga tujuan
lebih muda usianya, ketergantungan dengan orang tua pembelajaran dapat dicapai dengan optimal, maka ada
sangat besar, tidak mampu memikul tanggung jawab berbagai model pembelajaran yang perlu diterapkan
sosial dengan bijaksana, sehingga mereka harus selalu dalam kegiatan pembelajaran. Dalam praktiknya,
dibimbing dan diawasi. harus ingat bahwa tidak ada model pembelajaran yang
Ketiga, keterbatasan fungsi-fungsi mental paling tepat untuk segala situasi dan kondisi. Oleh
lainnya. Anak tunagrahita memerlukan waktu karena itu, dalam memilih model pembelajaran yang
lebih lama untuk menyelesaikan reaksi pada situasi tepat haruslah memperhatikan kondisi peserta didik,
yang baru dikenalnya. Anak tunagrahita tidak sifat materi bahan ajar, fasilitas media yang tersedia,
dapat menghadapi sesuatu kegiatan atau tugas dan kondisi guru itu sendiri. Dalam kaitan ini, penulis
dalam jangka waktu yang lama. Anak tunagrahita menyajikan model pembelajaran eksplisit.
memiliki keterbatasan juga dalam penguasaan bahasa. Setiap model pembelajaran mengarahkan kita
Selain itu, anak tunagrahita kurang mampu untuk ke dalam mendesain pembelajaran untuk membantu
mempertimbangkan sesuatu, membedakan antara peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan
yang baik dan buruk, serta membedakan yang benar pembelajaran tercapai (Trianto, 2010: 22). Merujuk
dan salah. pada hal ini, perkembangan model pembelajaran terus
Pengelompokan pada umumnya didasarkan mengalami perubahan dari model tradisional menuju
pada taraf inteligensi. Kemampuan inteligensi anak model yang lebih modern. Model pembelajaran
tunagrahita kebanyakan diukur dengan tes Standford berfungsi untuk memberikan situasi pembelajaran
Binet dan Skala Weschler (WISC). Tuna grahita dibagi yang tersusun rapi untuk memberikan suatu
ke dalam tiga kelompok. Pertama, tunagrahita ringan aktivitas kepada peserta didik guna mencapai tujuan
disebut juga moron atau debil. Kelompok ini memi- pembelajaran.
liki IQ antara 68-52 menurut Skala Binet, sedangkan Model explicit instruction merupakan suatu
menurut Skala Weschler (WISC) memiliki IQ 69-55. pendekatan pembelajaran yang dapat membantu
Mereka masih dapat belajar membaca, menulis, dan peserta didik dalam mempelajari keterampilan
berhitung sederhana. Dengan bimbingan dan pendi- dasar dan memperoleh informasi yang dapat
dikan yang baik, anak tunagrahita ringan akan dapat diajarkan selangkah demi selangkah. Pendekatan
memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri. pembelajaran ini sering disebut model pembelajaran
Kedua, tunagrahita sedang disebut juga imbesil. langsung. Model explicit instruction adalah salah satu
Kelompok ini memiliki IQ 51-36 pada Skala Binet pendekatan pembelajaran yang dirancang khusus
dan 54-40 menurut Skala Weschler (WISC). Anak untuk menunjang proses belajar peserta didik
tunagrahita sedang bisa mencapai perkembangan yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan
mental age sampai kurang lebih 7 tahun. Mereka dapat prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat
dididik untuk mengurus dan melindungi diri sendiri diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap,
dari bahaya seperti menghindari kebakaran, berjalan selangkah demi selangkah (Arends dalam Trianto,
di jalan raya, berlindung dari hujan, dan sebagainya. 2010 : 41).
Ketiga, tunagrahita berat. Kelompok anak Model explicit instruction memiliki kelebihan,

Perspektif Ilmu Pendidikan - Vol. 28 No. 1 April 2014 19


Peningkatan Keterampilan Tata ...

model explicit instruction diantaranya (a) guru dapat pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun
mengendalikan isi materi dan urutan informasi rapih secara mulus dan sesuai dengan keadaan untuk
yang diterima oleh peserta didik sehingga dapat mencapai hasil tertentu (Reber dalam Syah, 2009 :
mempertahankan fokus mengenai apa yang harus 119). Tata boga merupakan salah satu mata pelajaran
dicapai oleh peserta didik, (b) dapat diterapkan secara untuk meningkatkan keterampilan peserta didik.
efektif dalam kelas yang besar maupun kecil, (c) dapat Pelajaran yang diberikan terfokus pada pengelolaan,
digunakan untuk menekankan poin-poin penting atau pembuatan, dan penyajian makanan.
kesulitan-kesulitan yang mungkin dihadapi peserta Keterampilan yang diberikan pada pelajaran
didik sehingga hal-hal tersebut dapat diungkapkan, tata boga dengan menggunakan metode latihan
(d) menjadi cara yang efektif untuk membelajarkan dapat terbagi dua yaitu keterampilan intelektual dan
informasi dan pengetahuan faktual yang sangat keterampilan motorik. Keterampilan intelektual adalah
terstruktur; (e) merupakan cara yang paling efektif keterampilan pengetahuan untuk melaksanakan atau
untuk membelajarkan konsep dan keterampilan menyelesaikan sesuatu secara pasif. Dalam pelajaran
eksplisit kepada peserta didik yang berprestasi rendah, tata boga, keterampilan ini dapat meningkatkan
(f) menjadi cara untuk menyampaikan informasi pengetahuan peserta didik mengenai cara-cara
yang banyak dalam waktu yang relatif singkat yang pengelolaan, pembuatan, dan penyajian makanan.
dapat diakses secara setara oleh seluruh peserta didik, Sedangkan keterampilan motorik adalah keterampilan
dan (g) memungkinkan guru untuk menyampaikan mengerjakan sesuatu secara aktif. Dalam pelajaran tata
ketertarikan pribadi mengenai mata pelajaran (melalui boga peserta didik mampu mengelola, membuat, dan
presentasi yang antusias) yang dapat merangsang menyajikan makanan.
ketertarikan dan antusiasme peserta didik.
Model pembelajaran langsung bersandar pada METODE PENELITIAN
kemampuan peserta didik untuk mengasimilasikan
informasi melalui kegiatan mendengarkan, mengamati, Penelitian ini menggunakan metode penelitian
dan mencatat. Oleh karena itu, tidak semua peserta tindakan (action research). Penelitian ini dilakukan
didik memiliki keterampilan dalam hal-hal tersebut, dengan pemberian siklus. Setiap siklus mempunyai
guru masih harus mengajarkannya kepada peserta empat kegiatan utama yaitu perencanaan, tindakan,
didik. pengamatan, dan refleksi. Kegunaan penelitian tin-
Kedua, dalam model pembelajaran langsung, dakan ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar
sulit untuk mengatasi perbedaan dalam hal keterampilan tata boga materi pembuatan brownis
kemampuan, pengetahuan awal, tingkat pembelajaran kukus. Model pembelajaran yang digunakan adalah
dan pemahaman, gaya belajar, atau ketertarikan model explicit instruction dimana pembelajaran akan
peserta didik. dilakukan secara langsung dan berulang-ulang.
Ketiga, karena peserta didik hanya memiliki Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Luar Bia-
sedikit kesempatan untuk terlibat secara aktif, sa (SLB) Kembar Karya I Jakarta Timur. Observasi awal
sulit bagi peserta didik untuk mengembangkan dilakukan pada bulan September 2012 dan penelitian
keterampilan sosial dan interpersonal mereka. dilakukan pada bulan September 2012 sampai Oktober
Keempat, karena guru memainkan peran pusat 2012. Subjek dalam penelitian ini adalah peserta didik
dalam model ini, kesuksesan strategi pembelajaran kelas XII SMALB Kembar Karya I semester I tahun
ini bergantung pada citra guru. Jika guru tidak pelajaran 2012/2013 dengan jumlah 2 orang yang
tampak siap, berpengetahuan, percaya diri, antusias, terdiri dari 2 laki-laki.
dan terstruktur, peserta didik dapat menjadi bosan, Penelitian ini menganalisis cara meningkatkan
teralihkan perhatiannya, dan pembelajaran mereka hasil belajar keterampilan tata boga materi pembuatan
akan terhambat. brownis kukus pada anak tunagrahita ringan kelas XII
Kelima, terdapat beberapa bukti penelitian bahwa SMALB Kembar Karya I melalui model pembelajaran
tingkat struktur dan kendali guru yang tinggi dalam explicit instruction. Instrumen pengumpulan data yang
kegiatan pembelajaran, yang menjadi karakteristik digunakan dalam penelitian tindakan ini yaitu obser-
model pembelajaran langsung, dapat berdampak vasi, catatan lapangan, wawancara dan dokumentasi
negatif terhadap kemampuan penyelesaian masalah, penelitian. Pengambilan data dilakukan dengan cara
kemandirian, dan keingintahuan peserta didik. mengamati kegiatan keterampilan tata boga materi
C. Keterampilan Tata Boga pembuatan brownis kukus. Dalam penelitian ini
Keterampilan adalah kemampuan melakukan dilaksanakan dua siklus setiap siklusnya terdapat 2

20 Perspektif Ilmu Pendidikan - Vol. 28 No.1 April 2014


Peningkatan Keterampilan Tata ...

kali pertemuan. Pada siklus pertama, peserta didik menerapkan kegiatan sesuai dengan rencana
melakukan praktik pembuatan brownis kukus dengan pembelajaran yang telah disusun. Ba merupakan anak
bantuan guru dan pada siklus kedua, peserta didik yang aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
melakukannya dengan sendiri. Upaya meningkatkan Ia senang sekali mengajukan pertanyaan, namun
hasil belajar keterampilan tata boga materi pembuatan kadang kala sangat senang bercanda, sehingga
brownis kukus dilakukan pada semester I tahun ajaran guru harus selalu mengingatkannya. Ba mengalami
2012/2013 yang dilaksanakan setiap seminggu sekali peningkatan hasil belajar keterampilan tata boga
di ruangan latihan. materi pembuatan brownis kukus sebesar 9 %. Sudah
Teknik analisis data yang dilakukan adalah terdapat peningkatan, tetapi peningkatan yang
analisis data kualitatif dan kuantitatif. Analisis data dialami Ba belum maksimal dan belum mencapai
kualitatif dilakukan dengan mengumpulkan data target sebesar 70%.
yang diperoleh dari instrumen penelitian. Data catatan Kemudian, Ta juga peserta didik yang sering
lapangan dan wawancara akan dibandingkan dengan ditemui tidak fokus, ia sering termenung dan
data observasi yang akan diamati melalui pembuatan tidak memperhatikan guru. Ta jarang mengajukan
grafik. Kemudian akan diambil kesimpulan dari pertanyaan, namun ia bisa menjawab pertanyaan
persamaan dan perbedaan data. Analisis kuantitatif yang diberikan guru. Ta mengalami peningkatan
dilakukan untuk melihat perbedaan penilaian hasil hasil belajar keterampilan tata boga materi pembuatan
belajar keterampilan tata boga materi pembuatan brownis kukus sebesar 11,5 %. Sudah terdapat
brownis kukus melalui metode explicit instruction peningkatan, tetapi peningkatan yang dialami Ta
antara pra tindakan maupun hasil intervensi siklus, belum maksimal dan belum mencapai target sebesar
berdasarkan data yang diperoleh di lapangan untuk 70%. Berdasarkan hasil pada pengamatan siklus I,
mengetahui rata-rata perbedaan nilai sebelum dan peneliti dan kolaborator melihat peningkatan peserta
sesudah dilakukan intervensi tindakan berupa didik masih kurang optimal, karena dalam pembuatan
tahapan dalam kegiatan keterampilan tata boga brownis kukus, peserta didik masih mendapatkan
materi pembuatan brownis kukus. Keberhasilan bimbingan guru. Berdasarkan hal tersebut, latihan
penelitian disimpulkan dengan menggunakan secara mandiri akan dilakukan pada siklus II.
analisis persentase dinyatakan berhasil jika persentase Pada siklus II permasalahan yang timbul ada-
penilaian hasil belajar keterampilan tata boga materi lah peserta didik kelas XII SMALB-C dapat membuat
pembuatan brownis kukus > 70%, ini berarti hasil brownis kukus, namun masih dalam bimbingan guru.
belajar keterampilan tata boga materi pembuatan Keterampilan peserta didik pada siklus I masih kurang
brownis kukus pada anak usia dini berkebutuhan optimal sehingga pada siklus II, tingkat latihan selan-
khusus dengan tingkat tunagrahita ringan dapat jutnya yang diberikan adalah peserta didik memprak-
meningkat setelah dilakukannya penelitian. Penetapan tikan sendiri pembuatan brownis kukus. Guru selalu
keberhasilan persentase ini dilandaskan pada menegur Ba disaat ia bercanda sehingga Ba sudah
kemampuan yang dimiliki anak dengan tingkat jarang bercanda dan mampu mengikuti kegiatan
tunagrahita ringan cenderung mengalami kesulitan pembelajaran dengan baik. Ba mengalami peningkatan
dalam menerima, memproses, dan mengingat berbagai hasil belajar keterampilan tata boga materi pembua-
stimulus yang diterima. tan brownis kukus sebesar 15,3 %. Peningkatan yang
dialami Ba sudah maksimal dan sudah mencapai tar-
HASIL DAN PEMBAHASAN get melebihi 70%. Guru sering mendampingi Ba dan
Hasil Penelitian selalu mengajukan pertanyaan sehingga Ba menjadi
Sebelum dilakukannya siklus, peneliti fokus dan dapat mengikuti kegiatan pembelajaran
mengadakan obeservasi mengenai kondisi kemampuan dengan baik. Ba mengalami peningkatan hasil belajar
peserta didik kepada kolaborator. Hasil observasi keterampilan tata boga materi pembuatan brownis
awal adalah pada saat peserta didik berada di kelas kukus sebesar 15,4 %. Peningkatan yang dialami Ba
XI, sudah diberikan pelajaran pembuatan brownis sudah maksimal dan sudah mencapai target melebihi
kukus maka tes awal yang diberikan yaitu berupa 70%. Berdasarkan hasil pada pengamatan siklus II,
praktikum pembuatan brownis kukus. Pada tes peneliti dan kolaborator melihat peningkatan peserta
awal yang diberikan hasil belajar keterampilan tata didik yang sudah optimal, karena dalam pembuatan
boga membuat brownis kukus belum dimiliki secara brownis kukus, peserta didik dapat mempraktikan
maksimal oleh peserta didik. secara mandiri.
Pada siklus I, peneliti bersama kolaborator

Perspektif Ilmu Pendidikan - Vol. 28 No. 1 April 2014 21


Peningkatan Keterampilan Tata ...

Pembahasan sebentar. Ia mudah merasa lelah, bosan dan akhirnya


Berdasarkan hasil perhitungan persentase mem- mengalihkan perhatiannya ke hal-hal yang lain. Ia
perlihatkan peningkatan hasil belajar keterampilan mudah terangsang oleh sesuatu yang ada disekitarnya
tata boga materi pembuatan brownis kukus. Dengan sehingga mengganggu anak lain (Astati 2011).
demikian model pembelajaran explicit instruction mem- 3. Pembelajaran anak tunagrahita harus menggu-
punyai pengaruh dalam meningkatkan hasil belajar nakan prinsip keperagaan, pengulangan dan
keterampilan tata boga materi pembuatan brownis individualisasi
kukus pada anak tunagrahita ringan. Anak tunagrahita mengalami hambatan dalam
Keberhasilan penelitian disimpulkan dengan menerima informasi. Mereka akan cenderung diam
menggunakan hasil persentase pada siklus terakhir di- saja jika hanya dinstruksikan dan diperagakan sekali.
mana persentase keterampilan peserta didik melebihi Mereka butuh pengulangan instruksi dan memper-
70 %, ini berarti hasil belajar keterampilan tata boga agakan secara jelas. Selain itu, pembelajaran anak
materi pembuatan brownis kukus pada anak tunagra- tunagrahita harus dilakukan secara individual, hal ini
hita ringan dapat meningkat setelah menggunakan dikarenakan peserta didik mempunyai kemampuan
model pembelajaran explicit instruction. yang berbeda-beda (Astati 2011).
Berdasarkan hasil penilaian dari siklus I, ter- a. Prinsip keperagaan
dapat peningkatan hasil belajar keterampilan tata Prinsip ini digunakan dalam mengajar anak
boga materi pembuatan brownis kukus. Dari analisis tunagrahita mengingat keterbatasan anak tunagrahita
persentase terdapat peningkatan yaitu Ba sebesar 9% dalam berpikir abstrak.
dan Ta sebesar 11.5%. Dengan demikian terdapat pen- b. Prinsip pengulangan
ingkatan hasil belajar keterampilan tata boga materi Berhubung anak tunagrahita cepat lupa men-
pembuatan brownis kukus tetapi belum mencapai genai apa yang dipelajarinya maka dalam mengajar
lebih dari 70%. mereka membutuhkan pengulangan-pengulangan.
Sedangkan pada hasil penilaian dari siklus II, c. Prinsip Individualisasi
terdapat peningkatan hasil belajar keterampilan tata Prinsip ini menekankan perhatian pada perbe-
boga materi pembuatan brownis kukus. Berdasarkan daan individual anak tunagrahita. Anak tunagrahita
perhitungan persentase, hasil belajar keterampilan tata belajar sesuai dengan iramanya sendiri.
boga materi pembuatan brownis kukus pada anak tun- 4. Guru tunagrahita mempunyai karakteristik yang
agrahita ringan sudah lebih dari 70%. Dengan demiki- berbeda
an, peningkatan hasil belajar keterampilan tata boga Selama penelitian berlangsung, peneliti dan
materi pembuatan brownis kukus sudah maksimal. kolaborator menciptakan hubungan sosio-emosional
Berdasarkan pembahasan siklus I dan II maka yang baik terhadap peserta didik. Peserta didik yang
dapat disintesiskan temuan penelitian sebagai berikut: mudah bosan dan sulit diatur harus selalu diarahkan
1. Kemampuan Motorik Anak Tunagrahita yang dan dibimbing. Hal ini membuat guru mengeluarkan
Rendah tenaga ekstra untuk menghadapi mereka. Guru tuna-
Dalam melakukan kegiatan praktikum, Ba grahita harus mempunyai jiwa penyabar dalam meng-
melakukan kegiatan dengan ragu dan Ta melaku- hadapi anak tunagrahita. Karakteristik guru yang
kannya dengan kurang hati-hati, hal ini dikarenakan dapat menunjang terciptanya hubungan sosio-emo-
kemampuan motorik mereka yang kurang sehingga sional adalah disukai siswa, memiliki persepsi yang
mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatan realistik tentang dirinya dan siswanya, akrab dengan
psikomotor. Kemampuan motorik yang kurang oleh siswa dalam batasan hubungan guru-siswa, bersikap
karena banyak kerusakan sel otak, anak tunagrahita positif terhadap pernyataan siswa, serta sabar, teguh,
mengalami gangguan motorik. Ia tidak dapat bergerak dan tegas (Sri Widati 2011).
dengan tepat, kaku, dan koordinasi motorik tidak baik.
Kekurangan ini dapat terlihat pada cara berjalan, lari, PENUTUP
lompat, melempar, menulis, memotong dan pekerjaan
Kesimpulan
lainnya (Astati 2011).
Berdasarkan hasil penelitian, dapat terlihat
2. Ba peserta didik yang suka mengganggu temannya
adanya peningkatan hasil belajar keterampilan tata
Ba anak yang sangat senang sekali bercanda
boga materi pembuatan brownis kukus pada peserta
sehingga ia sangat senang mengganggu orang di se-
didik kelas XII SMALB-C Kembar Karya I. Hal ini
kelilingnya sehingga perhatiannya mudah sekali tera-
dapat terlihat dari pengamatan dan penilaian pada
lihkan. Perhatian anak tunagrahita hanya berlangsung
penelitian. Pada siklus I terdapat peningkatan hasil
22 Perspektif Ilmu Pendidikan - Vol. 28 No.1 April 2014
Peningkatan Keterampilan Tata ...

belajar keterampilan tata boga materi pembuatan


brownis kukus, namun belum melebihi 70%. Kemu-
DAFTAR PUSTAKA
dian pada siklus II terdapat peningkatan hasil belajar Astati. (2011). Bina diri untuk anak tunagrahita. Bandung:
keterampilan tata boga materi pembuatan brownis Amanah Offset
kukus yang sudah melebihi 70%. Astati. (2011). Pendidikan anak tunagrahita. Bandung:
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Amanah Offset
penelitian ini berhasil karena adanya peningkatan Jamaris, M. (2010). Orientasi baru dalam psikologi
hasil belajar keterampilan tata boga materi pembuatan pendidikan. Jakarta: Yayasan Panamas Murni
brownis kukus pada anak tunagrahita ringan kelas Mertler, C.A. (2009). Action research. California: SAGE
XII SMALB-C Kembar Karya I. Peningkatan ini dise- Publications
babkan oleh penggunaan model pembelajaran explicit Qurtubi, A. (2009). Teknologi dan media pendidikan.
instruction yang membuat peserta didik mengetahui Jakarta: Bintang Harapan Sejahtera
langkah-langkah membuat brownis kukus dan pem- Riyadi, N. (2011). Tunagrahita. Diakses dari http://
belajaran yang berulang-ulang sehingga peserta didik edukasi.kompasiana.com/2011/09/24/
mampu membuat brownis kukus secara mandiri. Tunagrahita/ pada tanggal 10 Juli 2012.
Saran Sagala, S. (2009). Konsep dan makna pembelajaran.
Berkaitan dengan hasil penelitian, peneliti Bandung: Alfa Beta
mengemukakan saran sebagai berikut: Somantri, S . (2007). Psikologi anak luar biasa. Jakarta:
Pertama, sekolah. Kegiatan pembelajaran hen- Refika Aditama
daknya dilaksanakan secara berkesinambungan, Suprijono, A. (2011). Cooperative learning: Teori dan
terutama pada mata pelajaran yang memberikan ket- aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Belajar
erampilan pada peserta didik. Selain itu, sekolah hen- Syah, M. (2009). Psikologi pendidikan dengan pendekatan
daknya mendukung dan memberikan kebebasan pada baru. Bandung: Remaja Rosda Karya
guru untuk berkreasi, sehingga tujuan pembelajaran Trianto. (2010). Mendesain model pembelajaran inovatif-
dapat tercapai. Kedua, guru. Guru hendaknya mampu progresif. Jakarta: Kencana
mengembangkan kemampuan dalam mengajar, agar Widati, S. (2011). Pembelajaran kreatif dalam pendidikan
tujuan pembelajaran dapat tercapai. Selain itu, per- anak berkebutuhan khusus. Bandung: Amanah
hatian yang sangat ekstra di dalam kelas juga sangat Offset.
dibutuhkan. Komunikasi dengan orang tua murid juga
sangat perlu, sehingga orang tua dapat mendukung
keterampilan peserta didik. Ketiga, orang tua. Orang
tua hendaknya mendukung hasil pembelajaran yang
telah diperoleh peserta didik. Keempat, penelitian
lanjutan. Untuk penelitian lanjutan, efektifitas model
pembelajaran explicit instruction dapat diimplemen-
tasikan dalam peningkatan keterampilan pada mata
pelajaran lainnya.

Perspektif Ilmu Pendidikan - Vol. 28 No. 1 April 2014 23

Anda mungkin juga menyukai