Anda di halaman 1dari 3

Permasalahan: Pengembangan kecakapan hidup/life skill di sekolah inklusif bagi anak berkebutuhan khusus

belum optimal

Program pembelajaran kecakapan hidup atau life skill mengajarkan anak bagaimana mereka menggunakan
kemampuan yang mereka punya untuk menghadapi masalah-masalah hidup yang mereka punya saat ini
atau yang akan datang. Dari sini, dapat diketahui bahwa kecakapan hidup atau life skill bertujuan long term
atau jangka panjang dan dapat diterapkan kapanpun dan dimanapun. Program ini biasa ditemukan di
sekolah atau Lembaga. Kecakapan hidup (life skill) penting bagi anak berkebutuhan khusus karena dapat
menghantarkan pada kemandirian (Prihatin et al., 2018). Namun selama ini pengembangan kecakapan
hidup bagi anak berkebutuhan khusus di anggap belum optimal pasalnya masih banyak anak lulusan sekolah
luar biasa yang lulus tanpa memiliki kecakapan hidup terkhususnya dibidang vokasional. Selain itu banyak
ditemukan disekitar kita anak berkebutuhan khusus yang memiliki kemampuan life skill yang masih rendah,
mereka masih bergantung terhadap orang tua atau pengasuh mereka. Selain itu banyak lulusan SMALB yang
tidak tidak memiliki keterampilan dalam vokasional sehingga sulit dalam mencari pekerjaan.

Penyebab

1. Jenis keterampilan guru anak berkebutuhan belum bervariasi sehingga pengembangan kecakapan
hidup anak belum tersalurkan sepenuhnya.
2. Terbatasnya life skill education bagi anak berkebutuhan khusus, hal ini sesuai dengan observasi yang
dilakukan oleh Bilal Dwi Cahyono ia melakukan observasi di SMALB tunagrahita ia menemukan
bahwa disekolah tersebut hanya diajarkan keterampilan seperti menempel, menggunting, meronce
dan menganyam, sedangkan keterampilan yang mengarah ke pravokasional hanya 3 ada membuat
telur asin, membuat keset serta pembuatan kripik pisang. Jika keterampilan meronce dan
sebagainya saja maka anak akan terbatas dalam mengembangkan.
3. Terbatasnya guru pendidik
Menurut hasil penelitian peneliti, Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Kabupaten Wajo memiliki kekurangan
tenaga pengajar khusus tunagrahita. Kalau dihitung berdasarkan rombongan belajar masih
membutuhkan penambahan tenaga pendidik. Dari hasil wawancara peneliti kurangnya tenaga
pendidik juga mempengaruhi proses pembelajaran anak dimana rasionya 1 pendidik mengajar 1
peserta didik, sedangkan di SMALB-C hanya ada 1 pendidik tunagrahita dan 4 peserta didik
tunagrahita. (18547-Article Text-50671-1-10-20210111.pdf)
4. Kurangnya fasilitas yang dimiliki sekolah dalam mengembangkan kecakapan hidup anak
berkebutuhan khusus
Seperti yang kita ketahui bahwa untuk bisa mengajari anak kecakapan hidup khususnya kecakapan
di bidang vokasional diperlukan alat /fasilitas penunjang. Contoh nya dalam keterampilan menjahit
tentu diperlukan alat menjahit.
5. Kualitas Pendidikan yang masih rendah

Secara umum cenderung menerapkan layanan pembelajaran melalui bentuk belajar klasikal yang
kurang memberikan ruang gerak belajar bagi ABK dan kurang memberikan kefleksibelan penerapan
pendidikan inklusif, terutama bagi ABK dengan kondisi kemampuan mental rendah. Rendahnya
jumlah ABK yang memperoleh pendidikan disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari
kurangnya infrastruktur sekolah yang memadai, kurangnya tenaga pengajar khusus, dan
juga stigma masyarakat terhadap ABK. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) memperkirakan bahwa hampir 70% anak berkebutuhan khusus tidak
memperoleh pendidikan yang layak. Data terakhir dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2017
menyebutkan bahwa jumlah anak berkebutuhan khusus (ABK) di Indonesia adalah sebanyak
1,6 juta orang. Artinya, satu juta lebih ABK belum memperoleh pendidikan yang penting bagi
kehidupannya. Ini menandakan bahwa kualitas Pendidikan di Indonesia masih rendah
terutama dalam Pendidikan khusus.
Solusi;

Manajemen berbasis sekolah (MBS)

Menggunakan pendakatan pembelajaran kooperaktif

3. Bimbingan Karir

Untuk dapat menoptimalkan kecakapan hidup anak berkebutuhan khusus sekolah perlu menerapkan
bimbingan karir dalam kurikulum pembelajaran. Bimbingan karir adalah suatu proses membantu seseorang
untuk mengerti dan menerima gambaran tentang diri pribadinya dan gambaran tentang dunia kerja di luar
dirinya, mempertemukan gambaran diri tersebut dengan dunia kerja itu untuk pada akhirnya dapat memilih
bidang pekerjaan, memasukinya dan membina karir dalam bidang tersebut. (Natawijaya 1990:1). Bimbingan
karir merupakan layanan bimbingan yang diberikan kepada siswa untuk dapat merencanakan dan
mengembangkan masa depannya, berkaitan dengan dunia pendidikan maupun dunia karir. Bimbingan karir
di sekolah membantu siswa dalam mengenal dan mengembangkan potensi karier yang dimilikinya. Pada
prinsipnya bimbingan karir bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada anak berkebutuhan khusus
tentang jenjang karir atau dunia kerja. Dalam bimbingan karir mencakup tentang life skill anak khususnya di
bidang vokasional. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Fikri Aulia di tahun 2017 bimbingan karir efektif
digunakan untuk membantu life skill anak dengan keterbatasan pendengaran. Berdasarkan penelitian
tersebut dihasilkan kesimpulan bahwa :

1. Bimbingan karir dapat dilakukan bagi siswa berkebutuhan khusus


2. Bimbingan karir cukup efektif dalam mengembangkan kecakapan hidup siswa berkebutuhan khusus,
3. Sekolah berkebutuhan khusus hendaknya memiliki guru Bimbingan dan Konseling untuk
memberikan layanan karir serta program layanan yang lain.
Kajian Literatur

Aulia, Fikri, 2017. Pengembangan Life Skills Anak Bekebutuhan Khusus Berbasis Kurikulum 2013 melalui
Bimbingan Karir, Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia (JPPI), Vol. 2, No. 2.

Fauziyah, Fitri, 2008. Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah Dalam Upaya Mengembangkan Life Skill
Peserta Didik, Universitas Islam Negeri Malang.

Prihatin, Eka, dkk, 201. Model Manajemen Pendidikan Life Skill pada Anak Berkebutuhan Khusus, Jurnal
Penelitian Pendidikan.

Aisyah, St, dan Ummu Sakina, 2020. Upaya Pengembangan Kecakapan Hidup (Life Skill) Terhadap Anak
Tunagrahita Di Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Kabupaten Wajo, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

Anda mungkin juga menyukai