1
MENGAPA SYAIKH YAHYA BIN ALI
AL-HAJURY -WAFFAQAHULLAH-
DITAHDZIR?
2
Mengapa Asy-Syaikh Yahya bin Ali Al-Hajury di Tahdzir?
Diterjemahkan dari kitab: Al-Bayan Al-Faury Bi Al-Kasyfi 'an
Fasaad Ushul Wa Qawa'id Yahya Al-Hajury, dipublikasikan,
tahun 2008.
Karya Syekh Arafat bin Hasan Al-Muhammadi
Ditulis dan diterjemahkan pada Muharram 1442 H yang
bertepatan dengan 25 Agustus 2020 M
3
Mukaddimah
Syaikh Ubaid bin Abdillah Al-Jabiry hafizhahullah
44
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah keliru
dalam wasilah dakwah. Lihat pokok pertama.
b. Tidak bisa membedakan dalam penukilan yang
sifatnya adalah hikayat (menceritakan) atau
dalam rangka ta’shil (menanamkan ilmu), di
antaranya adalah ucapannya bahwa
ahlussunnah adalah kelompok yang paling
dekat dengan kebenaran. Dia menyandarkan
hal itu kepada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
dan selainnya, Syaikh Shalih Al-Fauzan, dan
gurunya yaitu Syaikh Muqbil Al-Wadi’i, dan dia
telah berdusta atas nama mereka. Lihat pokok
nomor 7.
55
pendiri markiz ini -semoga Allah merahmatinya-, agar
mengupayakan dengan segera dan penuh
kesungguhan kepada pihak yang berwenang dalam
negara untuk menjauhkan Al-Hajury dari markiz.
2. Para pengawal yang telah ditunjuk oleh Al-Hajury
agar meninggalkan penjagaan terhadapnya, karena
berlanjutnya mereka dalam mengawal Al-Hajury
adalah bentuk pertolongan di atas dosa dan
permusuhan.
3. Para penuntut ilmu yang berada di markiz agar segera
meninggalkan markiz dan agar mereka bisa
menyelamatkan diri mereka dari penanaman prinsip-
prinsip dan kaidah-kaidah yang rusak dari orang ini,
yang mana kaidah-kaidah dan prinsip tersebut tidak
menyebar kecuali kepada orang-orang yang berakal
lemah dan memiliki hati yang sakit. Silahkan bagi
mereka untuk bergabung dengan markiz-markiz
ahlussunnah yang tersebar di Yaman, misalnya Darul
Hadits di Hudaidah yang dibina oleh saudara kami
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Wushaby
hafizhahullah1.
4. Kepada orang-orang yang berazam kuat untuk datang
ke Dammaj untuk belajar kepada Al-Hajury,
nasihatku adalah agar mereka berpaling dari
keinginan ini dan hendaknya mereka menimba ilmu
dari orang yang dikenal mengajari sunah yang murni
berbarengan dengan hikmah dan peringatan yang
baik. Jumlah mereka sangat banyak -alhamdulillah-
baik yang ada di Yaman, Saudi Arabia, maupun negeri
Islam yang lainnya.
66
Allah mengetahui bahwa aku tidak menginginkan
kecuali nasihat kepada kaum muslimin secara umum dan
kepada para penuntut ilmu yang sangat rindu dengan sunah
-secara khusus- agar mereka tidak terjatuh dalam sarang
bidah dan kesesatan, sehingga akan keluar melalui Al-Hajury
dan para pengikutnya dai-dai yang merusak dari arah yang
ingin mereka (penuntut ilmu) dirikan dan dai-dai perusak
dari arah yang ingin mereka perbaiki.
.و صلى هللا و سلم على نبينا محمد و على آله و صحبه أجمعين
77
Mukaddimah penulis
الحمد هلل رب العالمين و العاقبة للمتقين و ال حول و ال قوة إال باهلل العلي العظيم و
أشهد أن ال إله إال هللا وحده ال شريك له و أشهد أن محمدا عبده و رسوله صلى هللا
.عليه و على آله و صحبه أجمعين أما بعد
88
Abul Hasan mampu -dengan kelicikannya dan dibantu oleh
yang lainnya- memperluas peerselisihan dengan ahlusunah
di seluruh dunia. Namun para ulama kita -dengan karunia
Allah- mampu untuk menyelesaikan fitnah ini dengan
kritikan ilmiah yang dibangun di atas hujah dan bukti dalam
rangka mengumpulkan antara sikap adil dan ilmu. Maka
orang-orang yang menyelisihi itu pun tercekik dengan
berbagai hujah dan bukti ini, dan kebanyakan dari saudara
kita kembali setelah sebelumnya mereka membela Abul
Hasan pada awal fitnahnya.
99
masyhur, dan yang paling terdepan adalah Syaikh kami Al-
‘Allamah Ubaid Al-Jabiry hafizhahullah.
10
membuat sebuah situs khusus untuk fitnah. Mereka
menyebarkan celaan dan makian ini di dalam situs tersebut
dalam keadaan mereka adalah orang-orang yang majhul
(tidak dikenal) di sisi para ulama walaupun mereka menulis
nama-nama mereka dengan jelas.
11
11
wala’ dan bara’ di atasnya dengan nafas jiwa yang ghuluw
dalam menolak hujah dan berbagai bukti.
12
tuduhan hizbiyyah kepada sekelompok orang yang terzalimi
dan terlepas dari itu semua seperti terlepasnya serigala dari
13
sebagai risalah yang baik dan meminta untuk disebarkan.
Kita meminta keikhlasan dalam ucapan dan perbuatan
kepada Allah Ta’ala. Dialah sebaik-baik penolong.
14
14
Prinsip pertama
15
15
Maktum datang kepada beliau untuk bertanya tentang
sebagian perkara agama, maka beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam membenci hal itu darinya. Beliau tidak suka karena
beliau sedang berbicara dengan orang-orang buruk itu untuk
mengajak mereka kepada Allah namun di saat yang
bersamaan Ibnu Ummi Maktum radhiyallahu ‘anhu
bertanya. Setelah itu, turunlah (wahyu sebagai) perbaikan
atas sikap beliau sebagaimana dalam surat ‘Abasa.
Sesungguhnya itu adalah peringatan atasmu. Ini termasuk
wasilah dakwah yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah keliru padanya dan ditegur oleh Allah dengan wahyu.
Allah menegur beliau dan menurunkan Alquran -yang terus
dibaca- untuk meluruskan kesalahan tersebut.
16
16
permasalahan berdakwah bagi seseorang, yaitu dengan cara
masuk ke dalamnya lebih dalam, berjalan dan berkeliling di
mana-mana dengan mengandalkan pandangannya sendiri,
sikap hikmah -menurut pandangannya-, kecerdasan,
program-program yang dia miliki, dst… .”
17
17
ijtihad beliau tidak salah -pada asalnya- ‘alaihish-sholatu
was-salaam.”
Al-Imam Abdul Aziz bin Baz berkata di dalam Majmu’
Fatawa beliau (6/291), “Ucapan seseorang, ‘Sesungguhnya
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melakukan
kesalahan’, ini adalah ucapan yang batil… .”
18
telah keliru dalam wasilah dakwah! Kita berlindung kepada
Allah dari kehinaan ini.
19
Prinsip kedua
20
20
Tanzil (Alquran), sebab sunahlah yang menjelaskan Tanzil.
Sunah ini yang dibawa oleh Jibril lalu diajarkan kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau tidak
pernah mengucapkan sesuatu yang menyelisihi Tanzil,
kecuali ucapan beliau yang telah dihapus dengan turunnya
Tanzil, maka makna dari Tanzil adalah: apa yang diucapkan
oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam -jika hal itu
telah tetap dengan sanad sampai kepada beliau-.
21
sallam bersabda, ‘Ketahuilah, sesungguhnya aku diberi kitab
dan yang semisalnya bersamanya’.”
Syaikh kami, Abdul Muhsin Al-Abbad berkata dalam
syarah Sunan Abu Dawud pada hadis yang ke 2791, “Sunah
adalah wahyu dari Allah yang diwahyukan kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sunah seperti Alquran,
seluruhnya adalah wahyu dari Allah.” Beliau juga berkata,
“Semua yang dibawa oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
baik itu Alquran atau sunah berasal dari sisi Allah.”
22
22
Prinsip ketiga
22
23
aku memerintahkan kalian dengan sesuatu karena
pendapatku, maka aku hanya manusia biasa. Maka
inilah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan yang
selainnya dari manusia ucapannya tidak bisa diterima
kecuali dengan dalil atau hujah yang jelas, di samping
pemuliaan kita kepadanya. Inilah apa yang kita telah
terdidik di atasnya melalui orang tua dan guru kami
Imam Muqbil Al-Wadi’i rahimahullah dan yang
dinukilkan dari salaf kita yang saleh…’.”
Aku katakan, lihatlah kebodohan dari penulis ini!
Apakah si penulis dan pemberi kata pengantar tidak
tahu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak
berucap kecuali kebenaran dan kejujuran -ayah dan
ibuku yang menjadi tebusannya-. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak berucap atau berbuat sesuatu
yang berhubungan dengan agama melainkan dengan
wahyu dari Allah. Perhatikan kekejian ucapannya,
“Tidak bisa diterima kecuali dengan dalil atau hujah
yang jelas.” Tersamarkan baginya bahwa yang dia
jadikan sebagai sandaran ini (hadis ini) adalah yang
berkaitan dengan perkara-perkara dunia. Manusia lebih
mengetahui urusan dunia mereka; mencangkok pohon
kurma, bagaimana menanam, dan memanennya. Ini
semua tidak ada hubungannya dengan pensyariatan.
Adapun hal-hal yang disampaikan oleh para nabi dari
24
23
Allah, maka mereka ma’shum (terjaga dari kesalahan)
dari hal itu.
Imam Nawawi memuat sebuah bab dalam syarah
Shahih Muslim, Bab Wajibnya Melaksanakan Apa yang
Beliau Ucapkan (Secara Syari) Selain Perkara Dunia
yang Beliau Sebutkan karena Pendapatnya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata dalam
Majmu’ Fatawa (18/12), “Artinya seluruh ucapan beliau
dapat diambil faedah syariat darinya, beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam tatkala melihat mereka sedang
mencangkok pohon kurma maka beliau berkata, ‘Aku
tidak memandang hal ini’. Selanjutnya beliau berkata,
‘Aku hanya menduga-duga, maka janganlah kalian
menyalahkanku karena dugaan, namun jika aku
memberikan kabar kepada kalian tentang Allah maka
aku tidak akan berdusta atas nama Allah.’ Beliau
berkata, ‘Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian,
adapun urusan agama kalian maka itu (kembali)
kepadaku.’ Beliau tidak melarang para sahabat untuk
mencangkok, namun mereka keliru dalam dugaan
mereka bahwa Nabi melarangnya, sebagaimana orang
yang keliru dalam dugaannya bahwa yang dimaksud
dengan benang putih dan benang hitam adalah tali
putih dan hitam.”
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata dalam Miftah
Daar Sa’adah (2/267), “Apa yang dikabarkan oleh Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam terbagi dua; (1) apa yang
24
25
beliau sampaikan karena wahyu; ini adalah berita yang
sesuai dengan pemberi beritanya dari segala sisi, baik
dalam maupun luarnya, dan ini adalah berita yang
maksum; (2) apa yang beliau sampaikan karena
dugaannya; berita tersebut dalam urusan-urusan dunia
yang mana mereka lebih mengetahui hal itu dibanding
beliau, maka ini tidak berada pada jenis yang pertama
dan hukum-hukum tidak ditetapkan karenanya. Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan
tentang diri beliau yang mulia dengan hal itu (jenis
kedua) dalam rangka membedakan 2 macam
(pembagian di atas). Tatkala beliau mendengar suara
mereka (para sahabat) sedang mencangkok kurma… .
Hadis ini sahih dan masyhur, dan merupakan bukti dan
tanda kenabian, sebab siapa yang tersamarkan atasnya
urusan-urusan dunia dan ketetapan Allah tentangnya
kemudian di saat yang lain dia membawa suatu ilmu
yang tidak mungkin seseorang bisa melihatnya kecuali
dengan wahyu dari Allah, lalu dia mengabarkan tentang
apa yang telah terjadi, yang akan terjadi, dan apa yang
akan terjadi sejak terjadi diciptakannya alam semesta
ini hingga penduduk surga dan neraka tinggal di tempat
masing-masing, perkara gaib yang ada di langit dan di
bumi, seluruh sebab -baik yang kecil maupun besar-
yang akan mengantarkan kepada kebahagiaan dunia
dan akhirat, seluruh sebab -baik yang kecil maupun
besar- yang akan mengantarkan kepada kesengsaraan
dunia dan akhirat, kemaslahatan dunia dan akhirat
25
26
beserta sebab-sebabnya dalam keadaan mereka yang
lebih mengetahui dunia dan urusan-urusannya, sebab-
sebab memperoleh dan sisi-sisi kesempurnaannya
(urusan dunia) melebihi beliau, demikian pula mereka
lebih mengetahui tentang ilmu perhitungan,
perancangan, teknik pembuatan, pertanian,
mengembangkan dunia, dan tulisan. Seandainya yang
dibawa oleh beliau bisa diperoleh melalui proses belajar,
berfikir, melakukan pengembangan, dan berbagai
metode yang ditempuh oleh manusia maka, mereka
lebih utama dan lebih dahulu dari beliau, karena sebab-
sebab yang bisa diperoleh dengan cara berpikir,
menulis, menghitung, meneliti, dan mengembangkan
ada di tangan mereka. Maka ini merupakan bukti
kenabian yang paling kuat dan tanda kejujurannya.
Sesungguhnya yang beliau bawa ini tidak ada sedikit
pun campur tangan manusia di dalamnya, demikian
pula tidak bisa diperoleh melalui kerja keras, berpikir,
dan meneliti. Hal itu tidak lain adalah wahyu yang
diwahyukan, diajarkan oleh Zat yang sangat kuat yang
mengetahui rahasia di langit dan bumi, diturunkan oleh
Zat yang Maha Mengetahui urusan gaib. Dia tidak
memperlihatkannya kepada seorang pun kecuali yang
diridai-Nya dari kalangan rasul… .”
Syaikh Al-‘Allamah Muhammad bin Shalih Al-
Utsaimin rahimahullah berkata dalam liqa’ bab Al-
maftuh, “Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‘Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian .’ Ini
26
27
dalam urusan pembuatan dan penemuan. Apabila
seorang tukang kayu datang lalu ada yang berkata,
‘Bagaimana dia bisa membuat pintu?’ Apakah tukang
kayu yang mahir dalam membuat pintu tersebut lebih
berilmu ataukah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Jawabannya adalah tukang kayu, karena Rasul
berbicara tentang ini dalam hal pembuatan. Hal itu
ketika Nabi tiba di Madinah beliau mendapati manusia
menaiki pohon kurma lalu mengambil mayangnya,
setelah itu naik di atas kurma dan mencangkoknya,
berapa banyak manusia mengalami kelelahan? Empat
kali. Naik ke pohon yang rusak lalu turun, naik ke
pohon kurma dan turun darinya, empat kali,
membutuhkan kesungguhan dan waktu. Maka beliau
berkata kepada mereka, ‘Seandainya kalian tidak
melakukannya maka ia akan baik’, karena Rasul
shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin agar seseorang itu
penuh pertimbangan dan waktunya tidak terbuang sia-
sia kecuali untuk faedah. Maka beliau menyangka
bahwa hal itu tidak berfaedah karena beliau memang
tidak hidup di negeri pertanian dan kurma. Di mana
beliau hidup? Makkah, negeri yang tidak ditemui
tumbuh-tumbuhan dan beliau sama sekali tidak tahu-
menahu tentang urusan ini (mencangkok). Maka
akhirnya mereka meninggalkan kurma itu tanpa
dicangkok dan kurma tersebut menjadi rusak dan
keluar menjadi mentah dan busuk. Setelah itu mereka
datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
27
28
dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kurma telah rusak.’
Maka Nabi berkata kepada mereka, ‘Kalian lebih
mengetahui urusan dunia kalian’, yakni kalian lebih
berilmu tentang urusan pekerjaan dan pembuatan,
bukan dalam hal halal dam haram.
Aku katakan, sungguh para salafush-Shalih
berpegang dengan sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam seperti berpegangnya mereka dengan
Alquran karena seluruhnya adalah wahyu yang wajib
untuk diikuti. Salah seorang dari mereka tidak pernah
mengatakan bahwa sunah itu mayoritasnya adalah
wahyu atau dengan kalimat ucapan Rasul tidak boleh
diterima kecuali dengan dalil atau bukti yang jelas! Tiga
prinsip ini adalah:
1. dia menyalahkan Rasul, bahwa beliau telah keliru
dalam wasilah dakwah tauqifiyyah;
2. menetapkan bahwa sunah itu mayoritasnya
adalah wahyu;
3. (menyetujui) pendapat bahwa ucapan Rasul tidak
boleh diterima kecuali dengan dalil atau hujah
yang jelas.
Syaikh Shalih Al-Fauzan telah membantah hal ini
sebagaimana dalam rekaman suara beliau dalam
situsnya.
Penanya: “Apa hukum orang yang mengatakan bahwa
Sunah itu mayoritasnya adalah wahyu? Demikian pula
28
29
dia mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah keliru dalam wasilah dakwah lalu ditegur
oleh Allah? demikian pula dia mengatakan bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan yang selainnya ucapan
mereka tidak boleh diterima kecuali dengan hujah? Apa
hukum ucapan seperti ini? Dan apa hukum belajar
kepada orang yang mengucapkan seperti ini?”
Jawab: “Ini adalah ucapan yang buruk dan keji, tidak
boleh mendengar lalu diam atas ucapan ini. Ini adalah
perendahan terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Allah Jalla wa ‘Ala berfirman tentang beliau,
‘Tidaklah dia berucap sesuai hawa nafsunya, itu tidak
lain adalah wahyu yang diberikan kepadanya.’
Sementara orang ini menyalahkan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam urusan agama,
padahal urusan agama adalah wahyu dari Allah.
Adapun urusan dunia, maka beliau bermusyawarah
dengan para sahabatnya, bukankah demikian? Adapun
urusan syariat, maka ini adalah tauqifiyyah, wahyu dari
Allah. “Tidaklah dia berucap sesuatu hawa nafsunya, itu
tidak lain adalah wahyu yang diberikan kepadanya.”
29
30
Prinsip keempat
30
31
merujuk kepada juz dan halaman yang dia isyaratkan,
namun kami tidak mendapati apa yang dia (Al-Hajury)
sebutkan. Seandainya Syaikhul Islam mengucapkannya,
maka sudah pasti beliau akan dibantah. Beliau rahimahullah
tidak mungkin mengucapkannya, tidak mungkin beliau
mengotori dirinya dengan tuduhan batil ini terhadap
sahabat-sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
31
32
yang mereka pahami dalam ayat Al-Ma’idah-, maka para
ulama dari kalangan sahabat seperti Umar, Ali, dan
selainnya sepakat bahwa mereka diminta untuk bertobat.
Jika mereka tetap bersikeras untuk menghalalkannya maka
mereka telah kafir. Jika mereka mengakuinya maka
dicambuk. Mereka tidak mengkafirkan Qudamah dan para
sahabatnya -dari awal- karena syubhat yang menimpa
mereka hingga kebenaran dijelaskan. Jika mereka bersikeras
untuk terus menyangkal, maka mereka telah kafir.”
32
33
Prinsip kelima
33
34
mengetahui hal-hal yang diwajibkan atasnya, bukan karena
kelemahannya.’ Ucapan ini adalah ucapan yang masyhur dari
Qadariyyah dan Mu’tazilah, serta ini merupakan salah satu
pendapat dari sekelompok ahlul kalam selain mereka
(Mu’tazilah, dll).” Beliau juga berkata dalam Minhajus-
Sunnah (5/111), “Seorang mujtahid yang mencari kebenaran,
baik itu seorang imam, hakim, alim, dua orang yang sedang
berdialog, mufti, dan yang selainnya, apabila dia berijtihad
dan bertakwa kepada Allah semampunya. Maka inilah yang
Allah bebankan atasnya, dia adalah orang yang bertakwa
kepada Allah dan berhak mendapatkan pahala jika bertakwa
kepada Allah semampunya, serta Allah tidak akan
menghukumnya. Berbeda halnya dengan Jahmiyyah
Jabriyyah, orang ini (dianggap sebagai) orang yang benar,
yaitu orang yang taat kepada Allah, akan tetapi terkadang
dia mengetahui kebenaran di saat itu dan terkadang pula
tidak. Berbeda pula halnya dengan Qadariyyah dan
Mu’tazilah, menurut pandangan mereka bahwa siapa yang
mencurahkan kesungguhannya maka dia akan mengetahui
kebenaran. Ini adalah ucapan yang batil (sebagaimana telah
berlalu penjelasannya), bahkan siapa yang mencurahkan
kesungguhannya maka dia berhak mendapat pahala.
34
35
Prinsip keenam
35
36
rahmat-Nya kepada kalian, niscaya tidak seorang pun dari
kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar
itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang
dikehendaki-Nya.’ (An-Nur: 21). Keutamaan semata-mata
hanya milik Allah -sebelum dan sesudahnya-, kalau
seandainya Allah mengazab hamba seluruhnya, maka Allah
tidak zalim kepada mereka. Dan jika Dia merahmati, maka
itu karena murni pemberian dan kemuliaan-Nya.”
Aku katakan, bait syair ini adalah batil, (bait ini) berjalan
di atas mazhab Asy’ariyyah dan Jahmiyyah. Para imam
dakwah dalam ta’liq (catatan) mereka terhadap Syarah
Safariniyyah telah mengritik bait ini, lalu bagaimana hal ini
bisa tersamarkan atas Al-Hajury? Lihat ta’liq mereka dalam
Al-Anwar Al-Bahiyyah (1/322), lihat pula ta’liq Abdurrahman
bin Qasim terhadap As-Safariniyyah pada halaman 53, dan
silahkan lihat pula syarah Al-Utsaimin dan Al-Fauzan atas
Safariniyyah…
Maka ucapan Al-Hajury, “Yang lebih bagus dari bait ini...”
Kalimat lebih bagus, ini pada babnya tersendiri, yang
bermakna ini bagus meskipun ada yang lebih bagus.
37
36
langit dan bumi, maka Allah akan mengazab mereka dalam
keadaan tidak zalim…’.” Aku katakan, dalil-dalil inilah yang
digunakan oleh Al-Hajury dan para pengikutnya, sementara
ahlusunah mengatakan, “Sesungguhnya Allah tidak akan
mengazab seseorang yang tidak berdosa, itu bukan karena
kelemahan Allah, akan tetapi keadilan, hikmah, dan rahmat
Allah, sebagaimana hal ini dibuktikan oleh dalil dari Alquran
dan sunah yang menunjukkan atas mulianya orang yang
taat. Ini adalah janji dari Zat yang menepati janji, Mulia,
mampu, dan Maha Kaya. (Dari ucapan Aba Bathin dalam
catatannya terhadap Lawami’ Al-Anwar).
37
38
dalil-dalil dari Alquran dan sunah di mana Allah
menyediakan surga-surga bagi orang-orang yang bertakwa
dan neraka bagi orang-orang yang kafir. Inilah yang
disebutkan dalam Alquran dan sunah. Lalu bagaimana
mungkin kalian mengatakan bisa saja Allah mengazab
manusia yang tidak berdosa dan tidak melakukan
kejahatan?” (Selesai ucapan Syaikh Al-Fauzan dalam syarah
Safariniyyah halaman 121).
38
39
adalah baik karena Allah tidak ditanya tentang perbuatan-
Nya.”
39
40
adalah boleh atau tidaknya, dan bukan terjadinya. Oleh
karena itu, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah
berkata dalam Minhajus-Sunnah (3/90), “Sesungguhnya
perselisihan mereka adalah dalam hal boleh atau tidaknya,
dan bukan terjadinya.” Lalu apa maksud ucapan Al-Hajury,
“Lebih baik darinya”? Seandainya Al-Hajury memahami titik
perselisihan antara kita dengan Asya’irah, maka dia akan
mengatakan, “Ini batil, berjalan di atas mazhab Asya’irah.”
Dia menegaskan hal itu dengan cara berdalil dengan ayat
yang tidak dijadikan sebagai dalil kecuali oleh Asya’irah,
setelah itu dia menambah tanah semakin basah ketika dia
menyetujui penyair tersebut pada ucapannya:
ألنه عن فعله ال يُسأل.....فكل ما منه تعالى يجمل
40
41
Prinsip ketujuh
41
42
imam ahli hadis dan sifat ucapan dan amalan-amalan
mereka serta sifat ahli kalam, ucapan-ucapan dan perbuatan
mereka, hal itu menjelaskan kepada setiap orang bahwa
ahlul hadis adalah ahlul haq dan ahlul huda, serta selain
mereka lebih condong kepada kesesatan, kebodohan, dan
kebatilan.”
42
43
‘Ahlusunah adalah kelompok yang paling dekat dengan
kebenaran’, apakah ungkapan ini benar atau salah?” Beliau
menjawab, “Tidak, tidak benar. Ahlusunah adalah ahlul haq,
namun mereka tidak maksum dari terjatuh pada kesalahan
dan penyelisihan yang tidak mengeluarkan mereka dari jalan
kaum mukminin. Orang yang berjalan di atas sunah jika dia
berbuat kesalahan maka dia akan rujuk, meninggalkan
kesalahan dan beristigfar untuk dosanya. Adapun
kemaksuman, maka ini hanya milik para rasul dan para nabi
yang mulia, bukan milik siapa pun setelah mereka. Maka
ungkapan ini tidak benar. Ahlusunah tidak boleh dikatakan
kelompok yang paling dekat, bahkan merekalah ahlul haq
dan ahlusunah. Tidak mesti dari hal ini mereka tidak salah
dan terjatuh dalam penyelisihan -baik itu karena kebodohan
atau kesengajaan- yang hal itu tidak mengeluarkan mereka
dari ahlusunah.”
43
44
halaman 23, “Manusia yang paling dekat untuk diterapkan
kepada mereka sifat-sifat ini adalah ahlul hadits. Para ulama
-tidak hanya satu- telah berkata, ‘Sesungguhnya yang
dimaksud dengan hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan
Muslim dari Sahabat Muawiyah dan Mughirah bin Syu’bah
dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Akan senantiasa ada
sekelompok dari umat ini yang tegak di atas perintah Allah;
tidak membahayakan mereka orang-orang yang menyelisihi
mereka hingga datang perintah Allah’, yang dimaksud
dengan hadis ini adalah ahlul hadits karena mereka tidak
fanatik terhadap satu mazhab, mereka hanya fanatik untuk
kebenaran. Dan tidak sepantasnya hanya membatasi pada
ahli hadis saja, orang yang saleh yang mengikuti kebenaran,
dia pun termasuk bagian dari firqah najiyah (golongan yang
selamat) meskipun dia bukan ahli hadis, hanya saja ahli
hadis adalah golongan yang pertama kali masuk dalam hadis
ini.”
44
45
umat ini yang tegak di atas perintah Allah; tidak
membahayakan mereka orang-orang yang menyelisihi
mereka hingga datang perintah Allah’, yang dimaksud
dengan hadis ini adalah ahlul hadis karena mereka tidak
fanatik terhadap satu mazhab, mereka hanya fanatik untuk
kebenaran, dan tidak sepantasnya hanya membatasi pada
ahli hadis saja, orang yang saleh yang mengikuti kebenaran,
dia pun termasuk bagian dari firqah najiyah (golongan yang
selamat) meskipun dia bukan ahli hadis, hanya saja ahli
hadis adalah golongan yang pertama kali masuk dalam hadis
ini’.” Apakah seorang muslim diperkenankan untuk
memotong ucapan yang jelas yang di dalamnya disebutkan
bahwa seorang yang saleh yang mengikuti kebenaran maka
dia termasuk bagian dari firqah najiyah walaupun bukan ahli
hadis, lalu bagaimana lagi dengan ahli hadis yang tidak
fanatik pada mazhab mana pun!?
45
46
ucapan yang keliru ini!” Dalam kitab Al-Kanz Ats-Tsamin
milik Al-Hajury (5/41), dia berkata, “Kita tidak bisa
menerima (anggapan) bahwa Al-Ikhwanul Muslimun
termasuk ahlusunah, demikian pula Jama’ah Tabligh,
mereka lebih dekat (dengan ahlusunah) dibanding kelompok
yang lain.”
46
47
seperti ucapan sebagian wanita dari kalangan sahabat
kepada Umar, ‘Engkau orang yang lebih keras dan kaku dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (Muttafaqun
‘alaihi).”
Aku katakan, Al-Hajury menggunakan kalimat ))أقرب
‘lebih dekat’ sesuai dengan keinginannya, tidak ada ukuran
yang tepat dalam menentukannya. Kita tidak memiliki apa-
apa menghadapi orang ini melainkan mengangkat pengaduan
kita kepada Allah Ta’ala, kembali kepada-Nya dalam
keadaan bersabar dan mengaharap pahala sambil
mengatakan, “Kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin
bergaul dengan orang-orang yang bodoh.”
47
48
Prinsip kedelapan
48
49
lalu dimasukkan -berdalil dengannya- ke dalam kata
pengantar yang baru untuk kitab tersebut ( Al-
Khiyanah).
Sungguh orang yang serampangan ini sangat
mengherankan, yang mana dia menganggap Fir’aun
termasuk dai yang mengajak kepada tauhid, namun
sebaliknya dia menghukumi salafiyyun berjalan di atas
metode Fir’aun, kaum munafik, dan kebanyakan dukun!
49
50
Prinsip kesembilan
50
51
Al-Hasan… sebagaimana dalam Al-Majmu’ halaman 43,
“Siapa yang keliru, baik itu dengan ucapan atau
perbuatan maka dikatakan, ‘Anda telah keliru’, dan
tidak dikatakan, ‘Ucapan yang global itu dibawa pada
ucapan yang terperinci.’ Terkadang dia bisa dihukum
sesuai dengan kadar bahaya ucapannya tersebut. Bisa
jadi dicambuk, dibunuh, ta’zir, dikafirkan, atau di-tabdi’
(divonis ahli bidah). Seandainya kita mengamalkan
manhaj ini -membawa ucapan yang mujmal kepada
yang mufashshal….- maka akan hilang Agama Allah
dan hak-hak hamba, sementara Agama Allah tegak di
atas menjaga kemaslahatan dan menolak kerusakan.”
51
52
Prinsip kesepuluh
52
53
dengan perbuatannya, sehingga pembagian ini adalah
batil, tidak di atas dalil, tidak di atas dalil dan tidak
diketahui.”
Al-Hajury mengkalim bahwa dia mampu
membantah pembagian ini dalam bantahan yang
mencapai jilid kecil.
Syaikhul Islam rahimahullah berkata dalam Majmu’
Fatawa (28/205), “Ini adalah hakikat dari ucapan para
salaf dan para imam, yaitu sesungguhnya para dai yang
mengajak kepada bidah, persaksian mereka tidak
diterima, tidak salat di belakang mereka, dan wanita
mereka tidak dinikahi. Ini adalah hukuman untuk
mereka agar berhenti. Oleh sebab itu, mereka
membedakan antara dai dan bukan dai, karena kalau
dia seorang dai, maka dia memperlihatkan
kemungkaran sehingga berhak untuk dihukum, berbeda
dengan yang menyembunyikan.”
Syaikh kami Al-‘Allamah Rabi’ berkata dalam
Majmu’ Al-Wadhih fi Radd Manhaj wa Ushul Falih
halaman 53, “Mengikutkan dengan ahli bidah, ini tidak
secara mutlak menurut salaf dan imam-imam mereka.
Bahkan mereka membedakan antara dai dan bukan dai.
Mereka men-tahdzir dari dai tersebut, tidak duduk
bersamanya, dan tidak mengambil ilmu darinya.
Bahkan jika dia bersikeras dalam penentangan dan
terus mengajak kepada bidahnya, maka terkadang
dihukumi untuk dibunuh, sebab dai tersebut -menurut
53
54
mereka (para salaf)- lebih berbahaya dari para
perampok yang memerangi Allah dan Rasul-Nya.
Adapun bukan dai yang tergolong orang yang jujur dan
terpercaya, maka terkadang mereka mengambil ilmu
darinya dalam rangka menjaga syariat serta berhati-
hati agar tidak ada satu pun syariat yang hilang.”
Aku katakan, tidak ada perselisihan di kalangan
salaf dalam hal ini; siapa yang mengingkarinya maka
dia wajib mendatangkan (adanya) perselisihan (yang
terjadi di kalangan salaf), sementara Al-Hajury
menganggap batil ucapan salaf. Kita berlindung kepada
Allah dari kehinaan.
Aku mengajak para pembaca kepada satu
permasalahan, yaitu Al-Hajury benar-benar
serampangan dalam menentukan dhabit bidah. Dia
menetapkan bahwa lafaz Al-Ihdats (mengada-ada)
tidaklah menunjukkan kecuali pada bidah yang tercela
yang tidak boleh untuk dilakukan, dan hal itu tanpa ada
perincian (darinya) sebagaimana yang disebutkan dalam
kitabnya Al-Jum’ah halaman 422. Setelah itu Al-Hajury
menganggap perkara-perkara dunia yang tidak ada
hubungannya dengan ibadah sebagai muhdats (perkara
baru yang diada-adakan) dalam agama. Ini di antara
keajaiban-keajaibannya. Dalam tahqiq Al-Hajuri untuk
kitab Wushul Al-Amaani fii Ushul Al-Tahaani karya Al-
Suyuthi halaman 64, “Yang benar dalam hal ini adalah
54
55
bahwa melakukan nitsar5 dengan tata cara yang
dimaklumi pada kebanyakan orang saat ini adalah
perkara yang muhdats. Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam menikahi sejumlah wanita namun tidak
dinukilkan bahwa beliau pernah melakukan nitsar
ketika melakukan prosesi akad nikah! Demikian pula
para sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti
mereka dengan baik hingga hari ini. Aku telah melihat
bahwa tidak ada satu dalil pun yang tsabit tentang
permasalahan nitsar, sebagaimana hal itu telah
ditetapkan oleh para penghafal hadis -rahimahumullah-.
Ini sudah cukup bagiku untuk menjelaskan
permasalahan ini.”
Aku katakan, Al-Hafizh Ibnu Abi Syaibah memuat
suatu bab dalam kitab beliau Al-Mushannaf (6/305)
pada pembahasan al-buyu’ wa al-aqdhiyah dengan bab
Fii Natsri al-Juuz wa al-Sukkar fi al-‘Urs, setelah itu
beliau menyebutkan sejumlah atsar, di antara mereka
ada yang membolehkannya secara mutlak dan
memandang hal itu tidak mengapa, seperti Hasan dan
Sya’by, di antara mereka ada yang membencinya,
seperti Ikrimah. Ini menunjukan bahwa permasalahan
ini -yaitu nitsar- adalah permasalahan yang masyhur
dan ma’ruf di sisi mereka.
55
56
Al-Hajury berkata dalam kitabnya yang berjudul Al-
Mafhum Al-Shahih li al-Taisir fi Hadyi Al-Basyir Al-
Nadzir halaman 25, “Pernikahan ini yang orang-orang
barat menyebutnya dengan pernikahan friend’s wedding
-dengan bahasa asing- allahul musta’an. Di sisi kaum
muslimin membuat nama baru untuk pernikahan ini,
mereka menyebutnya dengan zawaj al-taisir -menurut
mereka-, yaitu seseorang boleh untuk melangsungkan
akad nikah dengan seorang wanita meskipun tanpa
(kewajiban memberi) tempat tinggal, mengumumkan
pernikahan, menjaganya (wanita itu), tanggung jawab,
mendidik anak-anaknya, dan hal-hal lain yang
berkaitan dengan pernikahan, yang ada hanya sebatas
akad. Pernikahan ini adalah perkara yang muhdats
(diada-adakan) dalam Agama Allah.”
56
57
Prinsip kesebelas
57
58
sebagai pemimpin’; demikian pula peristiwa al-ifk
(tuduhan dusta kaum munafik terhadap Ummul
Mu’minin Aisyah radhiyallahu ‘anha) dengan berbagai
perselisihan dan saling caci sesama mereka hingga
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diam dan
menenangkan mereka; seseorang yang menjual sebagian
makanan dalam keadaan di bawah atau di tengahnya
basah; perselisihan sebagian Muhajirin dengan Anshar
hingga dua kelompok tersebut saling menyeru, ‘Wahai
kaum Muhajirin tolonglah’, orang-orang Anshar
berkata, ‘Wahai kaum Anshar tolonglah’, maka Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Apakah kalian
menyeru dengan seruan jahiliah padahal aku berada di
tengah-tengah kalian! Tinggalkanlah, sesungguhnya itu
sangat busuk!’; ikut sertanya sebagian sahabat dalam
membunuh amirul mu’minin Utsman radhiyallahu
‘anhu; Usamah bin Zaid membunuh seseorang yang
dahulunya adalah musyrik, kemudian dia mengucapkan
‘laa ilaaha illallaah’ lalu beliau membunuh orang
tersebut setelah dia mengucapkannya, maka Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam marah kepadanya dan
mengatakan, ‘Apakah engkau membunuhnya setelah dia
mengatakan laa ilaaha illallaah?’ Maka beliau berkata,
‘Wahai Rasulullah, dia mengatakan karena ingin
berlindung diri’, Nabi berkata, ‘Apakah engkau telah
memeriksa hatinya?’; sahabat membunuh Hisl -karena
keliru-, ayah dari Hudzaifah bin Yaman pada
peperangan; fatwa Abu Musa -yang keliru- tentang
58
59
warisan saudari perempuan, anak perempuan, dan anak
perempuan dari anak laki-laki… .”
Aku katakan, ini adalah metode ahli bidah dan
bukan metode ahlusunah, karena manhaj ahlusunah
wal jamaah tentang sahabat adalah kita membenci
siapa yang dibenci oleh mereka dan mereka (orang yang
dibenci para sahabat) tidak disebutkan dengan kebaikan
serta tidak menyebutkan para sahabat kecuali dengan
kebaikan. Apabila para ulama salaf baik yang terdahulu
dan yang setelah mereka dari kalangan tabiin -ahlul
khair dan atsar, ahli fikih dan memiliki pandangan yang
tajam- mereka tidak disebut-sebut kecuali dengan
kebaikan dan siapa yang menyebut mereka dengan
keburukan maka dia tidak berada di atas jalan -yang
lurus-. Lalu bagaimana lagi dengan para sahabat
radhiyallahu ‘anhum yang mana mencintai mereka
adalah iman dan ihsan, sementara membenci mereka
adalah kekufuran, kemunafikan, dan perbuatan
melampaui batas.
Al-Hajury menghapus ungkapan ini pada cetakan
yang kedua tanpa ada isyarat sedikit pun! Apakah dia
telah bertobat dari kesalahan yang keji ini? Kami
memohon kepada Allah semoga hal itu benar. Akan
tetapi di mana penjelasannya? Dalam keadaan cetakan
pertama dari kitab itu telah tersebar di berbagai pasar
dan perpustakaan.
59
60
Termasuk bentuk kelancangan Al-Hajury adalah
bentuk kejahatannya terhadap azan Utsman, di mana
dia menyebut azan Utsman tersebut dengan sebutan
bidah induk. Maka berdasarkan hal ini, Utsman telah
membuat sunah yang buruk menurut Al-Hajury. Dia
berkata dalam kitabnya, Ahkam Al-Jum’ah pada
halaman 415, “Aku katakan, bidah ini lahir dari bidah
induk tersebut. Bidah azan pertama dan ini memiliki
cabang-cabang kecil selain hal ini dan akan datang
penyebutannya… .”
Dia menyebut azan Utsman dengan sebutan sesat
dan mungkar. Dia berkata dalam kitabnya Ahkam Al-
Jum’ah, “(Terkadang dikatakan, ‘Sesungguhnya bidah
ini -bidah azan pertama pada hari Jumat- termasuk
perbuatan kebaikan karena mengingatkan manusia
agar bersiap-siap untuk melaksanakan salat Jumat.’
Aku katakan, sejak kapan kebaikan itu bersumber dari
bidah? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‘Setiap bidah adalah sesat dan setiap kesesatan di
neraka’, yakni pelaku tersebut -dengan amalan
bidahnya- berhak mendapat hukuman neraka sesuai
dengan tingkatan perbuatan bidahnya. Dalil ini
menunjukkan bahwa azan ini bukan termasuk
perbuatan kebaikan. Demikian pula apa yang disebut
dengan al-ula dan al-tsaniyah, yaitu bertasbih -sebelum
kedatangan imam- dengan suara yang tinggi dan
berirama, ‘Subhaanallaah walhamdulillaah wa laa
ilaaha illallaah wallaahu akbar’, atau dengan ucapan,
60
61
‘Washshalaatu wassalaamu ‘alaa rasuulillaah’ atau
lafaz-lafaz buatan yang lainnya sesuai dengan
kebiasaan suatu tempat. Maka ini semua adalah
mungkar dan sesat, bukan kebaikan -baik sedikit atau
pun banyak-, seandainya itu adalah kebaikan maka
sudah pasti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menunjukkannya kepada kita).”
Siapa yang pada dirinya ada sesuatu terhadap para
sahabat atau tidak berbaik sangka dan berkata baik
kepada mereka secara lahir batin, maka dikhawatirkan
ada kemunafikan dalam dirinya -sesuai dengan kadar
keburukan padanya-. Sungguh Syaikh Al-Baihani -
semoga Allah mengampuninya- telah melakukan
kesalahan atas Al-Aqra’ bin Haabis di dalam kitab
beliau Ishlah Al-Mujtama’ dalam keadaan Al-Hajury
tidak mengingkarinya dalam tahkiknya yang berjudul
Al-Lam’u halaman 544. Al-Baihani berkata, “Al-Aqra’
bin Haabis adalah seorang yang berperangai kasar dan
keras hati.” Penulis kitab Al-Lam’u (Al-Hajury) tidak
menggerakkan mulutnya sama sekali, seakan-akan dia
memiliki manhaj khusus terhadap para sahabat.
Qudamah bin Madz’un -menurut Al-Hajury- memiliki
keyakinan Murji’ah, Utsman melakukan bidah azan, Al-
Aqra’ seorang yang berperangai kasar dan keras hati,
mereka (para sahabat) tidak maksum dengan dalil
mereka telah ikut andil dalam membunuh Utsman!
61
62
Prinsip kedua belas
62
63
رأيت هللا صيركم إماما
بال وهللا ليس بذا خفاء
فسر فإن هللا هيأكم ألمر
عظيم ليس يعدله إزاء
ستصبح شامة بجبين عز
فإن هللا يفعل ما يشاء
63
64
Seorang penyair berkata -dalam keadaan Al-Hajury
sedang mendengarkannya-:
تعصبكم و تألبكم أعلى إخواني أم حسني
أم يا قوم على عالمنا و إمام الثقلين اليمني
“Fanatisme dan perlawanan kalian, apakah atas
Ikhwani atau Hasani
Ataukah Wahai kaum, atas alim kami imam jin dan
manusia al-Yamani.”
Al-Hajury berkata, “Bagus, kritikan yang bagus, hati-
hati, hati-hati.”
Setelah itu, sikap ghuluw ini dicetak pada kitab Al-
Khiyanah Al-Da’wiyyah pada halaman 118-119 dengan
kata pengantar dari Al-Hajury, namun dengan lafaz
yang lain:
طعنك هذا في عالمنا
و إمام الثقلين اليمني
“Celaanmu ini kepada alim kami
Imam bangsa jin dan manusia Al-Yamani.”
64
65
Seorang penyair berkata pada kitab yang sama pada
halaman 109:
لو ذوبوه لذاب لحمه سنة
و لصار آيات الكتاب الباقي
“Seandainya mereka melelehkannya maka dagingnya
akan meleleh menjadi sunah
Dan menjadi tanda (kebesaran) Alquran yang kekal.”
65
66
Aku katakan, ini tidak akan menyembelih leher-leher,
karena leher Yahya Al-Hajury telah disembelih dengan
sikap ghuluw oleh para pengikutnya sejak dahulu. Akan
tetapi, perbuatan kalian ini akan menyembelih agama!
Alhamdulillah, telah sampai kepada kami berita bahwa
sebagian penyair telah bertobat dari ucapan buruk yang
mungkar yang diucapkan di hadapan Al-Hajury, akan
tetapi kami tidak mendengar ada tobat dari Al-Hajury!
Oleh karena itu, aku membawakan (bukti) yang buruk
ini karena (adanya) persetujuan -Iqraar- Al-Hajury serta
tidak ada pengingkaran atas penyair tersebut, bahkan
justru dia rida dengan hal itu, apakah ada tobat?
Seorang penyair berkata -dalam keadaan Al-Hajury
mendengarkan tanpa ada pengingkaran-:
67
67
Maka kami katakan, ‘(Inilah) Abu
قلنا أبو موسى الزبيدي األعذب
Musa Az-Zabidy yang sangat
menyenangkan’
هو خالد عند الحروب مجالد
Dia adalah Khalid ketika berperang
Akan tetapi dia ketika mendekat لكنه عند الدنية جندب
adalah Jundub
Dari Ad-Dausy (Abu Hurairah) و له من الدوسي حفظ حديثه
hafalan hadisnya
Waktunya untuk (melakukan) و زمانه في الصالحات مركب
kebaikan adalah kendaraannya
Dari Ibnu Abbas ilmunya yang و من ابن عباس غزارة علمه
banyak
Engkau akan mendapatinya تلفيه يفتي و األنامل تكتب
berfatwa dan jari-jari yang akan
menulisnya و من المعاوية ابن صخر حلمه
Dari Muawiyah bin Shakhr
kelembutannya صدر رحيب كالفالة و أرحب
Hati yang lapang bagai padang
pasir yang luas dan hatinya lebih إال إذا انتهكت لديه محارم
luas (dari itu)
Kecuali jika keharaman dilakukan ضاق الفضاء و للمهيمن يغضب
di sisinya
Maka tanah lapang itu menjadi و له من ابن العاص جل دهاءه
sempit dan dia marah karena Al-
Muhaimin (Allah Ta’ala) في الحادثات محنك و مجرب
Dari Ibnu Al-‘Ash ketajaman
pandangannya و من ابن حنبل صبره و بالؤه
Dalam berbagai peristiwa dia
berpengalaman dan telah teruji و ثباته كالطود ال يتذبذب
Dari Ibnu Hanbal kesabaran dan
ujiannya (yang dialaminya) و من اإلمام الشافعي ذكاؤه
Dan keteguhannya bagai gunung
yang tak bergetar طول المدى بعد العلوم ينقب
Dari imam Syafi’i kecerdasannya
Batasan yang sangat panjang و من ابن تيمية العظيم جهاده
setelah ilmu-ilmu itu digali
Dari Ibnu Taimiyyah jihadnya yang ضد البواطل ال يكل و ال يتعب
besar
Melawan kebatilan tidak lemah dan و من االمام الوادعي صالبة
tidak pernah letih
Dari Imam Al-Wadi’i kekokohannya
68
68
Dari Ibnu Baz pemikiran dan
adabnya و من المحدث ناصر تصنيفه
Dari Al-Muhaddits Nasir karyanya
Untuk kitab-kitab dan menyebarkan للكتب في نشر الشريعة يدأب
syariat adalah kebiasaannya
Dari Al-Utsaimin at-Tamimi و من العثيمين التميمي فقهه
kefakihannya
Dia tinggal dan mengajar, tidak يبقى يدرس ال يمل و ينصب
bosan dan dia tetap tegak
Dan berbagai keutamaan yang aku و فضائل لم أستطع إحصائها
tidak mampu untuk menghitungnya
Tidak, atas semisalku bisa كال على مثلي تغيب و تصعب
tersembunyi dan sulit (untuk
menyebutkan keutamaannya).”
69
69
“Seandainya Asy-Syafi’i memiliki فلو للشافعي لقاء ود بكم
kesempatan untuk berjumpa dengan
penuh cinta dengan kalian لبدى به بكم احتفاء
Maka akan tampak bagi beliau -melalui
anda- hal-hal yang tersembunyi baginya و لو يحيي بن قطان رآكم
Seandainya Yahya bin Qaththan melihat
kalian لقدمكم و النقطع المراء
Maka beliau akan mengutamakan anda
dan akan selesailah perselisihan و لو أن الخطيب له لقاء
Seandainya Al-Khatib berjumpa dengan
kalian بكم ما شك أنكم الوعاء
Maka dia tidak akan ragu bahwa anda
adalah wadah (ilmu) و لو بشر رآك دنى بزهد
Seandainya Bisyr (Al-Marisiy) melihat
anda, maka dia akan mendekat dengan و هان بأحمد حق بالء
penuh kezuhudan
Dan akan ringan bagi Ahmad (bin و لو أحيا االله رجال علم
Hanbal) cobaannya
Seandainya Allah menghidupkan para
لقالوا أنت يحيى الضياء
pembawa ilmu
Maka mereka akan mengatakan, anda
wahai Yahya (pemberi) cahaya.”
70
70
Aku katakan, sangat jauh wahai Yahya! Jenggotmu
belum memutih dalam ilmu, sejak kapan makhluk-
makhluk percaya dengan ilmu dan pemahamanmu!
Adapun tebasan-tebasannya yang hebat, maka itu
telah tersebar dan terdengar. Berikut -wahai pembaca-
sebagian contoh dari tebasan-tebasan tersebut yang
bersumber dari ucapan Al-Hajury:
“Kencingilah! Anjing pasar, keledai pasar, … , …, banci-
banci, kaum homo, jamban, tahi, dai Islam (yang
bertujuan) menjilat, keluar di antara para penari,
seperti keledai qat (sejenis ganja), budak dirham,
wajahnya seperti nenek sihir, pendusta suka berkata
kotor, kloset wc, gonggongan anjing, buang ke wc, hizby
yang hina dan bukan sebatas hizby saja, wahai anak
sapi! Wahai yang berakal lemah! Kelelawar, bodoh,
wahai bighal, orang yang hina, anjing murahan, dajjal,
fajir, pengkhianat, kaidah-kaidahnya seperti kotoran
kambing, otaknya lebih hina dari kotoran ayam, fulan
adalah pendusta, pengkhianat, berbahaya, suka
menganggap enteng, dajjal, penipu, fulan adalah sapu
tangan dari si fulan yang dia gunakan untuk
membersihkan hidungnya… .” Demikian seterusnya,
kumpulan kamus tebasan-tebasan hebat yang mana kita
belum pernah mendengarnya kecuali dari Yahya Al-
Hajury. Seorang penyair berkata tentang Yahya Al-
Hajury:
71
71
مهما جموع المبطلين تعاظمت
تبقى أمام الشيخ يحيى صاغرة
72
72
bertambah bahayanya? Sesungguhnya ini termasuk
pencapaian Al-Hajury pada zaman keemasannya!
Sungguh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
menarbiah para sahabatnya di atas perbaikan akidah,
membela tauhid, mengajak kepada pemurnian ibadah
hanya untuk Allah Ta’ala, tidak menyekutukan-Nya,
dan memutus segala sarana yang bisa jadi mengantar
kepada mengangkat kedudukan makhluk melebihi
kedudukan-Nya.
Perhatikanlah -wahai para pembaca- bagaimana
bentuk istighatsah kepada Al-Hajury dari seorang
penyair, dia berkata:
73
73
Aku katakan, apakah ini syair ahlusunah? Tidak akan
bermanfaat ucapan penyair, maksudku seperti ini…
yang aku inginkan…
Mungkin ada yang mengatakan, tidakkah Al-Hajury
diberi uzur karena kebodohannya (penyair), bisa jadi
orang ini tidak tahu kesalahan, ketergelinciran, dan
ghuluw yang diucapkan di hadapan Al-Hajury ini?
Terlebih lagi Al-Baihani menyebutkan sebuah bait milik
Al-Bushiry yang di dalamnya terdapat kesalahan akidah
yang berbahaya, yaitu seluruh Nabi berusaha meraih
dan memohon kepada Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa
sallam!! Dan Al-Hajury tidak mampu memberi catatan
kaki atas bait ini dalam ta’liq-nya (Al-Lam’u). Bait ini
adalah ucapan Al-Bushiry (yang dinukil) dalam kitab
Ishlah Al-Mujtama’ dan ta’liq-nya yaitu Al-Lam’u pada
halaman 29:
74
74
Prinsip ketiga belas
75
75
Al-Hajury berkata dalam sebuah rekaman yang berjudul
Taujihat wa Nasha’ih, “Aku katakan -dengan terus
terang-, alangkah mengerikannya musibah (yang akan
dialami) oleh siapa saja yang melawan markiz ini,
alangkah mengerikannya! Benar, Allah akan hinakan di
dunia dan akhirat.” Tidak ada perbedaan antara markiz
(Dammaj) dan Al-Hajury, karena Al-Hajury adalah
markiz dan markiz adalah Al-Hajury. Ini, demi Allah,
adalah kebohongan besar atas Allah Ta’ala.
Al-Hajury berkata dalam rekaman As’ilah Ahli Al-
Khaishah, “Tahdzir terhadap kami adalah tahdzir
terhadap Dammaj.”
Seorang penyair berkata dalam Al-Malhamah Asy-
Syi’riyyah:
76
76
belajar kepada selainnya. Al-Hajury berkata dalam Al-
Kanzu Al-Tsamin (5/245), “Oleh karena itu, engkau
akan dapati orang yang tinggal di sini -yakni di sisinya
di Dammaj- dengan bersungguh-sungguh selama 1
tahun, itu sama dengan 10 tahun di tempat yang
lainnya.”
Oleh karena itu, mungkin saja Al-Hajury pura-pura
menangis atas umat ini (akan keberadaan) para
masyaikh dan para penuntut ilmu di berbagai negeri
Islam, bahkan para penuntut ilmu yang berada pada
dua kota suci (Makkah dan Madinah), bagaimana
mungkin mereka membuang dengan percuma usia dan
masa muda mereka serta menghabiskan waktu yang
banyak dan tidak melakukan rihlah kepada Al-Hajury
sehingga mereka bisa belajar darinya selama 1 tahun
dibandingkan 10 tahun di tempat yang lain! Apalagi
Dammaj adalah Yahya dan Al-Amin adalah dia
(Dammaj). Di antara bentuk ghuluw-nya adalah apa
yang dia ucapkan tentang Syaikh Ubaid sebagaimana
dalam rekaman yang berjudul As’ilah Ashab Al-Dais Al-
Syarqiyyah, “Semoga Allah menghinakan Ubaid
sebagaimana Allah telah menghinakan setan.”
Mengapa? Karena -menurut mereka- Ubaid
melaksanakan dan menerapkan perintah-perintah
setan. Seorang penyair berkata dalam Al-Tankil li maa
‘inda ‘Ubaid min Al-Mujazafaat wa al-Abaathil, ini
terdapat dalam situs Al-Hajury:
77
77
هذا يدل على ما أنت تحمله
من الفجور و للشيطان تمتثل
“Ini menunjukkan atas apa yang engkau bawa
Berupa kefajiran dan karena setan engkau
melakukannya.”
78
78
Di antara kebohongan atas Syaikh Ubaid adalah
ucapannya, “Hizby, tidak dikenal, dungu, ucapannya
seperti kentut nenek tua, bodoh, hina, buta mata dan
hati, pemecah belah dakwah salafiyyah, tak bernilai,
usahanya sia-sia.”
Kedua, Syaikh Al-Wushaby. Al-Hajury berkata tentang
orang yang telah mengajarinya ilmu dan sunah, yaitu
Syaikh al-Wushaby sebagaimana dalam As’ilah Ashab
al-Dais Al-Syarqiyyah, “Dan demikian pula tahrisy
(usaha untuk memecah belah) yang telah dia (Syaikh Al-
Wushaby) dapatkan dari setan, seakan-akan dia
termasuk murid Abdullah bin Salul dan bukan
termasuk murid Syaikh Muqbil.” Di antara ucapannya
tentang gurunya sendiri, yaitu Syaikh Al-Wushaby -dan
ini seluruhnya dengan rekaman suaranya-, “Pembuat
makar, terfitnah, hizby, sakit, lembek, orang yang sakit,
pimpinan gerombolan, fajir, semoga Allah
menghinakannya, tertipu, telah banyak
keserampangannya pada akhir-akhir ini, Syaikh
Muhammad dialah yang kadzdzab.” Dia juga berkata,
“Hati-hatilah dari dia, peringatkanlah dari dia,
ikutkanlah dia termasuk bagian dari hizbiyyin yang
membuat fitnah dan telah terfitnah, dan seluruh orang-
orang fajir yang bersamanya.” Dia berkata tentang
syaikh kami Abdullah Al-Bukhary hafizhahullah,
“Syaikh Al-Bukhary adalah seorang penuntut ilmu,
termasuk murid Syaikh Muhammad bin Hadi Al-
Madkhali, tidak selayaknya (permasalahan) tentangku
79
79
diangkat kepadanya. Ya, jika permasalahan-
permasalahan yang ringan maka boleh, namun jika
yang dimaksud adalah hal ini maka tidak boleh.”
Aku katakan, Syaikh Abdullah Al-Bukhary bukan
murid dari syaikh kami Muhammad bin Hadi Al-
Madkhaly6, akan tetapi ini adalah kedustaan yang
dibuat-buat oleh Al-Hajury hadahullah.
Aku katakan, wahai yang disifati telah mengambil
dari Rasul sifat pemurah hatinya, ini adalah metode
orang-orang yang ghuluw dan bukan metode ahlusunah.
Apakah ahlusunah mengetahui ada celaan seperti
celaan yang dipenuhi dengan kezaliman dan kedustaan
seperti ini atas masyaikh kita yang mulia?
Termasuk di antara perkara yang perlu untuk kita
perhatikan adalah Al-Hajury menuduh sejumlah
masyaikh dengan tuduhan pencuri, dia berkata dalam
rekaman suaranya yang berjudul Al-Hizbiyyah Al-
Syinqitiyyah, “Abdullah Mar’i7, aku menganggapnya
sebagai pencuri, baarakallaahu fiikum. Termasuk
pencuri dakwah adalah Abdullah Mar’i. Ini yang
pertama, yang selainnya aku masih menyimpannya
hingga waktunya. Insyaallah akan aku sebutkan sesuai
kebutuhan.”
80
80
Aku katakan, cermatilah ucapannya “...yang
selainnya aku masih menyimpannya hingga
waktunya…”. Al-Hajury memandang bahwa para
ulama seluruhnya memiliki kelalaian/kekurangan
dalam menyelesaikan permasalahan ahli bidah. Dia
berkata -secara terang-terangan- dalam rekaman yang
berjudul Tabyiin Al-Kadzib wa Al-Mayn, “Aku meyakini
bahwa para ulama di zaman ini tidak memberikan hak
yang semestinya terhadap para ahli bidah sebagaimana
para ulama terdahulu.” Aku katakan, ini sama dengan
apa yang biasa didengungkan oleh Mahmud Al-Haddad!
Adapun para pengikutnya, maka sebagaimana yang
dikatakan oleh penyair:
81
81
namun bukan karena pada kalimat tersebut terdapat
takfir dan ghuluw, dia menghapusnya karena kalimat
tersebut adalah kalimat yang mujmal (umum) dan pada
hakikatnya kalimat tersebut adalah benar menurutnya,
dan Al-Hajury membela habis habisan kalimat yang
fajir ini.”
Ketika Abdul Hamid ingin untuk mendefinisikan
kalimat khiyanat, maka dia tidak mendapati seorang
pun yang mendefinisikannya kecuali Al-Jahidz!
Salah seorang dari mereka berkata dalam
bantahannya yang berjudul Kasyf Al-Ghitha’ paragraf
yang ke-16 -dalam keadaan dia mengajak bicara Syaikh
Abdurrahman Mar’i, “Assaamu ‘alaika wa ‘ala atbaa’ika
-kebinasaan atasmu dan para pengikutmu-.”
Di antara mereka ada yang mengatakan dalam
bantahannya yang berjudul Nashbu Al-Manjaniq -
dengan kata pengantar dari Al-Hajury- pada halaman
32, “Adapun para perampok, maka sungguh mereka
telah berubah dan terjungkir balik dengan seburuk-
۟ ُّٱَّلل كُ ْف ًرا َوأَ َحل
َ وا قَ ْو َم ُه ْم د
buruknya. ( َار ٱ ْلب ََو ِار ۟ ُ) أَلَ ْم ت ََر إِلَى ٱلَّذِينَ بَ َّدل
ِ َّ َوا نِ ْع َمت
‘Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah
menukar nikmat Allah dengan kekafiran dan
menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan?’.”
Penulis ini bernama Yusuf Al-Jaza’iry. Al-Hajury
berkata dalam rangka menyemangati pelajar ini untuk
menjatuhkan ahlusunah ke dalam lembah kebinasaan
sebagaimana dalam rekamannya yang berjudul
82
82
Nashihatul Ahbab, “Di mana saudara kita Yusuf Al-Jaza’iry?
Katakan kepadanya agar menyebarkan risalahnya yang baik
(itu), di dalamnya terdapat ucapan-ucapan yang baik.
Hendaknya dia sebarkan di situs internet sebelum dicetak,
dia ingin mencetaknya. Siapa yang mengatakan ‘hentikan
penyebarannya’, maka dia teranggap sebagai fasik, aku
menganggapnya fasik dan lancang… .”
8383
Prinsip keempat belas
84
84
yayasan-yayasan, menonton televisi! Ini adalah
kemaksiatan, sehingga tidak masuk dalam salafiyyah,
dan dikatakan (kepada yang melakukannya), ‘Muslim
yang bermaksiat inilah keadaannya, yaitu muslim yang
bermaksiat.’ Namun jika dikatakan (dia) adalah seorang
salafy? (Salafy apa?) Salafy intikhaby (yang ikut
pemilu)! Salafy yang ikut dalam yayasan? Yayasan-
yayasan adalah hizbiyyah yang telah ma’ruf, dan
padanya terdapat berbagai penyelisihan yang hanya
Allah yang mengetahuinya. (Adapun) ikhtilath, maka
demi Allah, ini adalah salafiyyah yang hina. Jika tetap
dikatakan sebagai salafiyyah -dengan keadaan seperti
ini-, maka ini hina sekali. Salafy yang hina, padanya
banyak kemaksiatan. Sesuai dengan ungkapan kalian,
namun pada hakikatnya menurut kami adalah siapa
yang keadaannya seperti ini maka dia bukan salafy,
kami menganggapnya bukan salafy! Karena ini bukan
bagian dari salafiyyah! Kami menganggapnya termasuk
ahli maksiat.”
Aku katakan, perhatikanlah ucapannya, “...namun pada
hakikatnya menurut kami adalah siapa yang
keadaannya seperti ini maka dia bukan salafy, kami
menganggapnya bukan salafy!” Aku katakan, Al-Hajury
benar-benar goncang, terkadang dia menetapkan dan
terkadang dia menafikan. Laa haula wa laa quwwata
illaa billaah.
85
85
- Al-Hajury berdusta dan seorang pendusta,
tidak boleh diambil ilmunya sebagaimana
yang diucapkan oleh para salaf
86
86
‘alaihi wa sallam, ‘Sesungguhnya Allah benar-benar
memberi tangguh kepada orang yang zalim hingga
ketika Allah menghukumnya, maka Allah tidak
melepaskannya’, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
membaca firman-Nya, ( َّظ ِل َمةٌ ۚ إِن َ َو َكذَلِكَ أَ ْخذُ َربِكَ إِذَآ أَ َخذَ ْٱلقُ َرى َوه
َ ِى
‘ )أَ ْخذَهُۥٓ أَلِي ٌم َشدِي ٌدDan demikianlah azab Tuhanmu, apabila
Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat
zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih
lagi keras.’ Tiba-tiba kedustaan kedua datang,
‘Sesungguhnya Allah benar-benar memberi tangguh
kepada orang yang zalim hingga ketika Allah
menghukumnya, maka Allah tidak melepaskannya’;
kedustaan pada musim haji, di negeri yang mulia, bulan
yang mulia, dan hari yang mulia, dan itu terjadi di
rumah Syaikh Rabi’, (yaitu) bahwasanya Syaikh Rabi’
berkata kepada orang-orang yang keluar dari Dammaj
dengan sebutan ‘orang-orang yang fajir dan fasik’. Sejak
aku mendengar kalimat ini, telah terbetik dalam hatiku
bahwa ini adalah kedustaan, bersamaan dengan ini aku
berkata, ‘Kebenaran pasti akan tampak’. Dan tentu saja,
setelah itu datang berita-berita dari Syaikh Rabi’ bahwa
itu adalah dusta dan beliau tidak mengucapkan ini.
Seakan-akan Syaikh Rabi’ waffaqahullah bersabar atas
kedustaan yang dibuat atas nama beliau sebagaimana
aku bersabar atas kedustaan atas namaku dalam
permasalahan (menyambut) Al-Duwaisy dan kedustaan
yang lainnya. Tiba-tiba datang kedustaan yang lainnya,
yaitu atas Syaikh Ubaid Al-Jabiry ketika dia (Al-Hajury)
87
87
berkata bahwa dirinya tidak mengucapkan hal itu
tentang Al-Jami’ah Al-Islamiyyah. Maka kami katakan,
‘Ya Subhanallah! Allah tidak mengehendaki melainkan
membongkar orang ini dan memperlihatkan hakikatnya,
bahwa dia adalah kadzdzab dan suka berdusta. Satu
kedustaan disusul kedustaan yang berikutnya dan
berbagai kedustaan yang lainnya. Akan tetapi,
sebagaimana yang telah aku katakan bahwa masyaikh
ini sebagai saksi dan Allah Subhanahu wa Ta’ala sebaik-
baik saksi.”
Aku katakan, aku telah bertanya kepada Syaikh
Rabi’ tentang (kebenaran) ucapan beliau, “Orang-orang
yang diusir dari Dammaj adalah orang-orang fajir!”
Maka beliau mendustakannya -jazahullah khoiron- dan
menafikan kedustaan yang dilekatkan oleh Al-Hajury
kepada beliau. Adapun kedustaannya tentang Al-
Jami’ah Al-Islamiyyah, maka tidak perlu dikomentari
karena Al-Hajury telah menghukumi dirinya sendiri.
Suaranya telah tersebar di seluruh dunia dan telah
tampak siapa pendusta yang sebenarnya. Dia memiliki
banyak kedustaan (lainnya), di antaranya adalah bahwa
Syaikh Rabi’ tidak memaksanya untuk melakukan apa
pun ketika (berjumpa) di rumah beliau, dan ini adalah
dusta. Sebab, Syaikh Rabi’ telah memaksanya untuk
menghentikan bantahan-bantahannya dan aku telah
bertanya kepada beliau tentang hal ini.
88
88
Dia mengklaim bahwa yang mengasuh markas
Fuyus adalah Syaikh Al-Wushaby. Aku pun bertanya
kepada Syaikh Rabi’ tentang hal itu, maka beliau
mendustakannya. Dia telah berdusta atas saudara kami
Syaikh Hani’8, bahwa beliau telah menerima sejumlah
uang dari Jam’iyyah Ihya At-Turats! Dan Syaikh Rabi’
telah menasihatinya, namun dia enggan. Maka ini
adalah kedustaan atas syaikh kami Rabi’ dan saudara
kami Hani’, demikian pula kedustaannya atas Syaikh
Musthafa Mubram dan saudaranya, yaitu Hasan Ash-
Shaumali.
89
89
azan yang pertama, apakah azan ini termasuk bagian
dari petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang mana itu merupakan petunjuk terbaik
sebagaimana yang disebutkan dalam Shahih Muslim
dari hadis Jabir, ataukah itu adalah perkara baru yang
diada-adakan oleh Utsman bin Affan sebagaimana
dalam hadis As-Sa’ib dalam Shahih Bukhari dan
sebagaimana pula (adanya) ijma’ para ulama -
sebagaimana telah berlalu- bahwa itu adalah perkara
baru? Jika dikatakan bahwa itu termasuk bagian dari
petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maka dia
adalah pendusta yang jahat dan dia tidak akan
menjumpai para ulama kaum muslimin yang sepakat
dengan kedustaan yang hina ini. Jika dia mengucapkan
sebagaimana yang ucapkan oleh seluruh ulama bahwa
itu bukan termasuk perbuatan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dan itu adalah perkara baru
sebagaimana yang disepakati oleh para ulama umat
Islam, maka kami katakan, ‘Tidakkah engkau melihat
dalam hadis bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam memperingatkanmu dari perkara baru dan
mengatakan bahwa itu adalah kesesatan!?’
Aku katakan, perhatikanlah bagaimana dia bertahap
dalam menggiring para pembacanya, dan perhatikanlah
bagaimana dia menetapkan permasalahan hingga
membawa para pembaca bahwa Utsman membuat azan
yang baru dan setiap yang baru adalah sesat! Ya Allah,
kami berlepas diri dari penetapan dan penanaman ilmu
90
90
yang menyelisihi kesepakatan umat ini. Ini demi Allah,
termasuk kelancangan atas Utsman radhiyallahu ‘anhu.
Beliau adalah khalifah yang lurus lagi terbimbing sesuai
dengan nash hadis Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Lalu bagaimana mungkin bidah dan perbuatan
mengada-ada dalam agama disandarkan kepada beliau!?
Syaikhul Islam rahimahullah berkata dalam Al-Minhaj
(6/293), “Kemudian, termasuk hal yang aneh adalah
kaum Rafidhah mengingkari sesuatu yang dilakukan
oleh Utsman di hadapan kaum Muhajirin dan Anshar,
dan mereka tidak mengingkari beliau dan (beliau)
diikuti oleh seluruh kaum muslimin dalam azan Jumat.
Para ulama sepakat akan disunahkannya azan Utsman
radhiyallahu ‘anhu. Ibnul Mundzir berkata sebagaimana
dalam Al-Ausath (4/63), ‘Utsman bin Affan
memerintahkan -tatkala manusia semakin banyak-
untuk menyeru dengan seruan yang ketiga -dalam
jumlah bilangan- dan itu adalah seruan pertama untuk
permulaan setelah matahari bergeser di antara kaum
Muhajirin dan Anshar, dan beliau tidak diingkari oleh
seorang pun di antara mereka sebatas pengetahuan
kami, dan umat ini berjalan di atas hal itu hingga
zaman kita ini.”
91
91
Ibnu Al-Qathan Al-Fasi dalam kitabnya Al-Ijma’
(2/451), “Ketika (zaman) Utsman -dan manusia semakin
banyak-, maka beliau menambah panggilan dari atas
zaura, dan ini adalah dalil (tentang) azan di hadapan
imam. Dan atas dasar ini pengamalannya menurut
seluruh ulama di berbagai negara Islam, baik itu Hijaz,
Irak, dan tempat yang lainnya.”
Syaikhul Islam rahimahullah berkata sebagaimana
dalam Majmu’ Fatawa (24/193-194), “Diarahkan dan
dikatakan bahwa azan ini termasuk azan yang
disunahkan oleh Utsman. Kaum muslimin sepakat di
atasnya dan menjadi azan yang syari.”
Yang menjadi inti di sini adalah Al-Hajury terpaksa
memotong ucapan para ulama dengan tujuan untuk
menetapkan bahwa Utsman membawa bidah yang sesat.
Perhatikanlah contoh berikut ini.
Al-Hajury berkata dalam cetakan terbaru untuk
kitab Ahkam Al-Jum’ah pada halaman 413, “Ishaq bin
Rahawaih berkata, ‘Sesungguhnya azan yang pertama
adalah muhdats (perkara baru) yang diadakan oleh
Utsman’.” Atsar ini disebutkan oleh Ibnu Rajab dalam
Al-Fath (8/220-221).
Aku katakan, dengan kembali kepada sumber
rujukan tersebut, maka kita akan dapati ucapan Ibnu
Rajab seperti ini, “Dan Harb menukilkan dari Ishak bin
Rahawaih bahwa beliau berkata, ‘Azan pertama untuk
92
92
Jumat adalah muhdats yang diadakan oleh Utsman.’
Beliau memandang bahwa beliau tidak akan
mendengarnya kecuali dengan menambah 2 muazin
agar orang-orang yang jauh bisa mengetahui hal itu.
Maka (azan tersebut) menjadi sunah karena wajib bagi
para khalifah untuk melihat pada keadaan seperti ini
untuk (kemaslahatan) manusia.”
Kita berlindung diri kepada Allah dari metode yang hina
seperti ini dalam memotong ucapan para ulama. Aku
cukupkan dengan satu contoh, sementara contoh yang
lainnya aku isyaratkan kepada para pembaca.
- Dia telah memotong ucapan Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya Al-Jum’ah
pada halaman 441, dan lihat ucapan asli Ibnu
Taimiyyah dalam Majmu’ Fatawa (1/282).
- Dia telah memotong ucapan Atha’ bin Abi
Rabah sebagaimana pada halaman 441, dan
lihat ucapan asli Atha’ dalam kitab Al-
Mushannaf karya Abdurrazaq (3/205).
- Dia telah memotong ucapan Al-Baji
sebagaimana dalam kitabnya Ahkam Al-
Jum’ah pada halaman 421, dan lihat ucapan
asli Al-Baji dalam Al-Muntaqa (1/134).
Dan telah berlalu bagaimana dia memotong ucapan
Syaikh Muqbil dalam permasalahan ‘ahlusunah adalah
kelompok yang paling dekat dengan kebenaran’.
93
93
- Al-Hajury dan at-tadkhim (membesar-
besarkan permasalahan)
Al-Hajury berkata dalam rekamannya yang berjudul
Tanbih Al-Ahbab, “Kami telah katakan di dalam banyak
tempat, wahai ikhwah, bagaimana upaya untuk
membesar-besarkan ini. Aku heran, permasalahan
seorang santri, lalu mereka berusaha untuk membesar-
besarkannya, syaikh.. syaikh.. Ini adalah bentuk
membesar-besarkan yang sangat buruk! Apa ini? Apa di
balik ini?”
Aku katakan, engkaulah yang membesar-besarkan
permasalahan. Engkaulah yang membuat fitnah ini atas
ahlusunah. Engkaulah yang memberi kekuasaan kepada
orang-orang bodoh dan dungu untuk menyerang para
ulama. Kalian membuat satu situs untuk fitnah dan
mengeluarkan puluhan rekaman dan makalah yang
penuh dengan kebohongan dan kedustaan. Adapun
ucapannya tentang Syaikh Abdurrahman9,
“...permasalahan seorang santri lalu mereka berusaha
untuk membesar-besarkannya, syaikh.. syaikh..”
Aku katakan, Al-Hajury berkata dalam kitab Ath-
Thabaqat pada halaman 33, “Para pimpinan thabaqat
yang pertama”, -kemudian dia berkata-, “Kibar
masyaikh dakwah salafiyyah di Yaman dan para
ulamanya yang berputar pada mereka berbagai fatwa di
94
94
negeri ini, kami akan sebutkan secara berurutan sesuai
dengan huruf mu’jam (kamus)… 3. Syaikh yang mulia
Abu Abdillah Abdurrahman bin Umar bin Mar’i bin
Buraik Al-Adeni yang memiliki akal yang kuat, Allah
telah memberi beliau kebaikan yang banyak berupa
ilmu disertai dengan tawadhu’ dan adab yang tinggi
serta kekokohan di atas sunah.” Santri ini adalah ulama
di sisi Al-Hajury, dan termasuk orang yang fatwa
berputar pada mereka, yang telah diberi kebaikan yang
banyak, berupa ilmu disertai dengan tawadhu’ dan adab
yang tinggi serta kekokohan di atas sunah.
Perhatikanlah bagaimana Al-Hajury berusaha
untuk membesar-besarkan seorang murid dari Syaikh
Abdurrahman, yaitu seorang santri yang bernama
Muhammad bin Hizam, “Syarah Bulughul Maram dari
saudara kita Muhammad lebih kuat dari syarah Ibnu
Jibrin, lebih kuat dalam fikih dan hadisnya. Secara fikih
dan hadis, ya, jika engkau ingin memastikan hal itu,
maka bandingkanlah antara syarah ini dan syarah Ibnu
Jibrin untuk kitab Az-Zarkasy.”
Aku katakan, “Ibnu Jibrin tidak mensyarah Az-
Zarkasy, ini adalah bentuk keserampangan Al-Hajury.
Kitab tersebut adalah matan dan syarah; matan milik
Al-Kharqy dan syarah dari Az-Zarkasyi dan Ibnu Jibrin
hanya melayani kitab tersebut dan mentahkik atas
beberapa naskah dengan tulisan tangan. Khidmah ini
dilakukan untuk memperoleh gelar Doktor.
95
95
Al-Hajury -karena kebodohannya- tidak bisa
membedakan antara tahkik dan syarah.”
Al-Hajury -yang suka membesar-besarkan ini-
membandingakan antara syarah atas kitab karya Al-
Hafizh Ibnu Hajar milik seorang santri yang bernama
Muhammad Hizam dengan tahkik kitab Az-Zarkasyi
yang itu merupakan syarah untuk Al-Kharqy,
demikianlah perbandingannya! Dengan tujuan ingin
membesar-besarkan.
Berlawanan dengan ini adalah ucapannya terhadap
guru dan yang telah mengajari adab kepadanya, yaitu
syaikh yang mulia Muhammad bin Abdul Wahhab Al-
Wushaby hafizhahullah, “Pada hakikatnya, kami
mengetahui kadar keilmuanmu yang hina dalam
tulisan-tulisanmu, ceramahmu, dan dakwahmu.”
Aku katakan, pemilik kadar keilmuan yang hina adalah:
- yang menghukumi Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam telah keliru dalam wahyu;
- yang menuduh para sahabat memiliki
pemikiran bidah Murji’ah;
- yang menuduh ucapan salaf sebagai ucapan
yang batil dan omong kosong;
- yang membela salah satu pendapat ahli bidah
dari kalangan Qadariyah dan Al-Asy’ariyyah;
96
96
- yang menghukumi ahlusunah sebagai
kelompok yang paling dekat dengan
kebenaran;
- yang rela untuk disifati oleh para pengikutnya
dengan berbagai sifat dan berbagai jenis
ghuluw yang diharamkan lagi tercela, dan
sebaliknya dia sambil mendengar ucapan
mereka disertai persetujuannya untuk ghuluw
ini;
- yang menjatuhkan kedudukan para ulama
dan menghukumi mereka dengan hukum-
hukum yang jahat;
- yang menguasakan orang-orang bodoh untuk
menyerang para ulama dengan berbagai
celaan dan makian;
- yang tidak mengetahui dhabit bidah dan
mengeluarkan manusia dari sunah dengan
sebab ikhtilath;
- pemilik kehinaan adalah Yahya yang tidak
bisa mentakhrij secara ilmiyah, jika dia ingin
men-takhrij sebuah hadis, maka dia katakan,
“Dikeluarkan oleh syaikh kami Muqbil! Atau
telah dikeluarkan oleh Abdurrahman bin
Hasan dalam Fathul Majid! Atau dikeluarkan
oleh Ibnu Katsir! Alangkah hinanya
keilmiahan ini! Silahkan lihat takhrij-nya
untuk kitab Ishlah Al-Mujtama halaman 132;
- pemilik kehinaan dan aib yang buruk adalah
Al-Hajury yang kedustaannya telah tersebar
97
97
- di seluruh penjuru dunia dan mengharamkan
untuk belajar di Universitas Islam Madinah -
sebagaimana dengan suaranya-, dan
menamakan pengharaman ini dengan
keburukan dan mungkar -sebagaimana
dengan suaranya-;
- pemilik kehinaan dan aib yang buruk adalah
yang dia bagai burung unta di hadapan para
ulama, yaitu Al-Hajury setuju di hadapan
mereka dengan hal-hal yang membawa
kemaslahatan untuk dakwah di negeri Yaman
-ketika- di rumah Syaikh Rabi’, namun ketika
kesempatan telah tiba di hadapannya maka
dia bertelur kemudian menguning dan
akhirnya mengetuk-ngetuk semaunya
(ungkapan bahasa Arab).
98
98