Anda di halaman 1dari 6

Nama : Elgi Hikmat Syah

NPM : 1910631010099
Kelas : A / Antropologi Hukum
Dosen : Dr. H. Dedi Pahroji, SH., MH.
Tugas : Resume Webinar Kebangsaan

WEBINAR KEBANGSAAN
“MEMBANGUN BUDAYA BANGSA BERDASAR PANCASILA”

Pemateri : Prof. DR. KH. Abdul Syakur Yasin, M.A.


Moderator : Dr. H. Dedi Pahroji, SH., MH.
MC : Hana Faridah, SH., MH.

Sesunngguhnya berdirinya Indoneia aneh bin ajaib, karena kita melihat dalam sejarah
kemanusiaan, berdirinya suatu negara apakah berbentuk imperial, republik, dan lain-lain,
terdapatnya faktor substantif yang mendorong berdirinya suatu negara, menurut Buya antara lain:

1) Geografis, di Indonesia tidak ada, karena dari Aceh sampai Papua tidak didukung;
2) Bahasa, tidak ada karena Bahasa Aceh dan Papua pun berbeda (persamaan).
3) Persamaan etnis. Dari Aceh sampai Papua etnis etnis nya pun berbeda;
4) Agama, beragamnya agama di Indonesia;
5) Sejarah, memiliki perbedaan sejarah seperti dari kerajaan dan lain-lain.

Hal tersebut tentu merupakan kemukzizatan zaman akhir, contoh saja Pakistan dan India
karena berbeda agama akhrinya berpisah, ada pun faktor agama gak ada yang sama, lalu apa yang
mendorong? Jika ada kesamaan karena dijajah Belanda? Nyatanya banyak daerah kita tidak
dijajah, seperti Aceh yang tidak dijajah. Makanya kemukzizatan itu irrasional, sehingga
kemerdekaan ini adalah kenikmatan luar biasa yang patut kita syukuri. Sehingga dalam proses
mendirikan negara, kita baru mencari titik titik persamaan, dan pada akhirnya pada 17 Agustus
1945 ditetapkan lah Pancasila dan UUD 45 sebagai Dasar Negara kita.
Jika kita lita poin Pancasila, bahwa dapat kita lihat bahwa sila-sila dalam Pancasila merupakan
ideologi besar yang ada di dunia, namun ada hal yang aneh yakni Sila pertama, bahwa negara kita
ini bukan lah negara agama, tetapi negara yang mengakui agama dan bertuhan. Bagi Buya,
Pancasila dan UUD 45 tidak boleh kita berhenti diskusikan bersama anak bangsa ini, sebab jangan
diberi lembaga apapun memberikan hak khusus untuk menafsirkan Pancasila, namun lebih baik
kita menafsirkan masing-masing, biarkan berkembang dan menjadi suatu keyakinan guna
diimplementasikan bersama di negeri ini.

Dikutip Buya dari Wapres, “dengan pemahaman seperti itu, berarti Pancasila tidak boleh
didorong ke arah pemahaman yang menyimpang seperti sekulerisme, liberalisme, atau
komunisme, selain itu agama pun dipahami secara moderat dengan tanpa menorbankan dasar
ajaran-ajaran agama, dan sebaliknya bukan pemahaman yang bersifat radikal, ektrim, atau liberal”.

Hal tersebut menjadi persoalan-persoalan untuk membangun budaya bangsa, bagaimana pun
juga di era globalisasi ini sulit bagi kita untuk membatasi informasi yang masuk kepada anak-anak
kita, karena adanya transportasi, komunikasi, dan informasi yang tanpa betas. Lalu bagaimana
caranya? Seperti dialog kebangsaan ini perlu terus diadakan, sehingga anak-anak kita meyakininya
sendiri. Dan Pendidikan kita pulanya tidak hanya pada penilaian kognitif saja, namun kepada daya
menalar, kepribadian, sehingga anak-anak kita menjadi cerdas dan bisa memilik sendiri mana yang
baik, buruk, bermanfaat, atau berbahaya.

Buya kiraa, Kita menjadi sulit, seperti dikutip Wapres membawa kita ke budaya sekulersime,
namun apa yang menjadi masalah? Apakah sekulerisme menjadi masalah bagi Pancasila atau
musuh besar. Menurut Buya, Islam sendiri sudah menerapkan budaya sekulerisme dari sejarahnya,
diamalkannya sejak raja-raja Arab Daulah Ummawiyah Daulah Abbasiyah, yang didominasi
orang-orang Syiah, disitu raja-raja ikut mengontrol pikiran-pikiran rakyat dan akidah-akidah
bangsa, yang watak rasionalitas persi itu tinggi sekali, sehingga bila menyentuh hal-hal sakral
seperti membahas Al-Qur’an dipertanyakan, apakah Qur’an itu mahluk atau bukan, diciptakan atau
tak terpisahkan dari Ketuhanan. Sedangkan, orang-orang Ahli Sunnah Wal Jamaah mengatakan,
bahwa Qur’an adalah kalamullah (sifat Tuhan yang qadim dan melekat dengan Tuhan), sedangkan
Mutazilah mengatakan bahwa Qur’an itu mahluk diciptakan tuhan, hal tersebut menjadi fitnah
besar dan korbannya 10 ribu mutazilah yang dibantai. Jadi artinya neara dan agama menjadi
kekuasaan seperti itu menjadi persoalan-persoalan.
Dulu di wilayah Irbil seorang gubernul saat khutbah Idul Adha, memotong kepala syekh zaham
pimpinan mutazilah, ditonton oleh rakyat, sehingga pembantaian tersebut menjadi fitnah besar.
Tetapi Ketika pimpinan dipegang orang-orang beraliran mutazilah, dibalik yang dibantai orang-
orang suni bahwa Qur’an itu qadim. Artinya Ketika urusan agama dipegang dengan politik
menjadi persoalan, bahwa raja-raja/presiden tidak mengerti agama, yang mengerti agama itu
ulama. Jadi negara tidak mengurus agama, sehingga terjadilan pemisahan kekusaan, dimana
urusan politik (umara) urusan agama (ulama). Indonesia juga selalu membicarakn keserasian
antara keserasian dan kesetaraan umara dan ulama.

Adapun dalam persoalan kesenian, budaya menjadi aspek kehidupan. Menurut Buya, untuk
mengatakan budaya bangsa/nasional perlu dipertanyakan. Karena sebenarnya budaya bangsa ini
adalah budaya budaya lokal, membangun budaya bangsa ini dengan sekulerisme tidak bisa
terhindarkan. Ke depannya terdapat pemisahan ulama dan umara dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.

Adapun beberapa pertanyaan yang diajukan oleh peserta atau audiens saat Webinar seperti
berikut:

Pertanyaan:

1. Apakah pemisahan sekulerisme ini lebih tepat antara pemisahan kekuasaan atau pembagian
kekuasaan?
2. Ada istilah mengenai NKRI Bersyariah, apakah itu mungkin dilaksanakan di Indonesia?
3. Saat ini banyak orang yang merasa benar dalam beragama, bahkan mencela agama lain.
Dalam hal ini bagaimana menyikapi dalam konteks budaya bangsa?
4. Bagaimana cara efektif untuk membumikan NU secara lembaga sehingga keberadaannya
diakui dan diminati oleh masyarakat dalam mengemban amanah NKRI dan Pancasila?
5. Apakah sekulerisme memiliki dampak negatif dalam pergaulan masyarakat?
6. Bagaimana pandangan mengenai cita-cita politik pasca reformasi?
7. Bagaimana untuk memperkuat wawassan kebangsaan untuk generasi sekarang guna andil
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara?
8. Bagaimana tanggapan Buya tentang konstentasi politik yang mengatasnamakan agama dan
ternyata berpengaruh dalam memperoleh pundi-pundi suara?
9. Apakah hal tersebut kontradiktif dengan ayat-ayat Allah?
Jawaban:

1. Namanya kepala negara jangan ikut atau membicarakan haram, nangkap yang sedang
sholat, orang tidak zakat, perzinahan, puasa, dll. Kepala negara ini sudah repot sekali,
sehingga perlu adanya distrubtion of power (pembagian kekuasaan). Karena memang dari
dulu kepala negara tidak paham dan bukan kalangan agama, sehingga serahkan saja kepada
yang berwenang atau yang paham. Karena bila sesuatu diserahkan kepada bukan ahlinya
maka tunggu saatnya.
2. Indonesia bukan negara Islam, namun karena Indonesia berpancasila maka Indonesia
adalah negara beragama sehingga bukan hanya islam saja yang ada di Indonesia. Namun
apabila syariat Islam diberlakukan apakah ada jaminan tidak ada diskriminasi/dikotomi
agama lain? Karena faktor sejarah mengatakan dalam syariat Islam itu ada diskriminasi
hukum, seperti hukum antara laki-laki dan perempuan itu berbeda. Ada pun hukum Islam
dan agama lain berbeda, tentu hal tersebut menjadi persoalan. Jadi sebetulnya, apa yang
sudah ada kita jalani di Indonesia sebetulnya ini yang paling indah, dimana kita
memberlakukan hal yang sama serta kerukunan antar bangsa, karena dalam sejarahnya
belum ada perang saudara banjir darah. Kalo kita lihat bahwa persatuan Islam yang dibuat
Nabi Muhammad SAW., sudah pecah kongsi sejak Nabi meninggal sehingga terpecah
Syiah dan Suni, seperti adanya banjir banjir darah di Yaman, Irak, Libya. Kenapa Indonesia
tidak terjadi hal tersebut? Tentu berkat Pancasila dan UUD 1945.
3. Atas dasar apa anda menyalahkan agama lain? Jangan mengklaim anda masuk surga dan
anda neraka, karena itu hak preoregatif dari Allah, hal itu yang perlu kita cermati. Dalam
Al-Qur’an pun sudah banyak melarang kita mencela orang lain. Jangan mengklaim anda
benar. Karena saat anda mengklaim anda benar maka pada saat itu anda sudah tidak benar
apalagi mengklaim benar sendiri, maka itulah makhluk Allah yang tidak benar sendiri.
Siapapun tidak ada yang berhak menyalahkan agama lain, yang ada saling menghormati.
Itulah Pancasila dan UUD 45 kita amalkan.
4. Adapun berkat Pancsila dan UUD 45 inilah hidup beragama inilah hal yang laing indah,
berkahnya nya juga dengan adanya Nu-Muhammadiyah sebagai ormas moderat sebagai
penentu kondusifitas, stabilitas kehidupan beragama yang indah di Indonesia. Karena NU-
Muhammadiyah ormas besar yang moderat sekali.
5. Ada pengalaman, ada seorang istri kyai anaknya di Amerika kebetulan melahirkan, ia ingin
menyaksikan kelahiran cucunya di sana. Begitu pulang, beliau bilang ternyata enak hidup
di Amerika. Buya mengatakan bahwa beliapun sering tinggal dan mondar-mandir di Eropa
dan itu nyaman. Namun, di mana dampak negative nya? Hal ini Kembali kepada budaya
bangsa, apakah dengan dipisah agama dengan negara menjadi hancur? Nyatanya tidak dan
mereka hidupnya lebih nyaman, lalu bagaimana dengan negara yang mengklaim
bersyariah? Banyak yang berdarah-darah, kebebasan berbicara dibatasai, dan akhirnya
agama pun digunakan untuk politik dan menyerang lawannya. Karena nyatanya Islam
sampai sekarang pun kita menganut pemisahan antara umara dan ulama. Sehingga
sekulerisme ini Kembali kepada individunya.
6. Riilnya apakah reformasi ini sudah sesuai jalurnya apa tidak? Dalam menilai hal itu
sesungguhnya kita melihat sendiri bahwa reformasi sampai saat ini kita harus disyukuri,
bahwa reformasi kita bila dibandingkan dengan negara islam lainnya seperti Tunisia, Irak,
Mesir, Libya, Yaman, Arab spring belum selesai. Dan yang paling selamat itu Reformasi
Indonesia patut kita syukuri, yang diingkan bahwa kritik itu suatu hal yang mulia, bahwa
kita mengajak oposisi bukan lah musuh tapi sebagai partner dalam berpolitik, karena sama
sama berjuang. Hal itu termasuk dalam hal budaya. Sehingga reformasi ini mari kita
bangun bersama dan kritik bersama untuk mewujudkan reformasi tersebut.
7. Wawasan kebangsaan tidak dapat dipaksakan, makanya satu misalnya wawasan
kebangsaan luar mari kita cerdaskan anak bangsa ini. Begitu mudahnya mencari ilmu
dengan kemajuan teknologi, mari kita sampaikan kepada yang berwenang, jangan subsidi
itu hanya beras dan BBM saja, kalo kita ingin anak bangsa ini cepat cerdas dan pandai,
coba buat Pendidikan yang semurah-murahnya. Supaya berwawasan luas, bagaimanpun
harus berbudaya juga, untuk maka perlu adanya minat dalam hal membaca, untuk hal
tersebut tentu perlu dukungan sebesar-besarnya dari pemerintah seperti adanya buku gratis,
bebas pajak dalam pengusaha penerbitan, alat tulis di subsidi dengan biaya semurah-
murahnya, sehingga anak-anak kita bisa membaca dan berwawasan luas.
8. Kontestasi politik yang membawa agama masih meragukan orang yang berjuang dan
membela agama, atau hanya memanfaatkan agama untuk meraup suara. Nyatanya Ketika
ada uang untuk diri sendiri, tapi Ketika ditanggap KPK islam yang tercoreng. Lebih
percaya kepada yang mengimami sholat dan mengajar ngaji di pelosok-pelosok terpencil
dalam membela agama.
9. Dalam sejarah, dulu Ketika Sayidina Umar menaklukkan Irak perlu diketahui Irak itu
produsen alcohol, Ketika dalam kekuasaan Umar itu dipajak semuanya, seperti alcohol
pajaknya alcohol, dan dibawa dari Irak ke Sayidina Umar. Namun tentu tidak diterima.
Jadi akhirnya menjadi persoalan politik, bahwa bisa melegalkan apapun. Dalam hal
semacam itu jika berjuang untuk agama jangan berbentuk partai, lebih bai kormas saja.
Karena bila politik dicampur agama hancurlah.

Anda mungkin juga menyukai