1
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan yang menciptakan manusia dan
menambah ilmu pengetahuan bagi mereka yang berusaha
mendapatkannya. Salawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada
Rasulullah, mahaguru bagi kita semua. Alhamdulillah Pedoman Pelayanan
Rumah Sakit Risa sentra Medika Lombok Timur telah kita miliki. Pedoman
ini diharapkan menjadi acuan dalam peningkatan mutu pelayanan di
lingkungan Rumah Sakit Risa sentra Medika Lombok Timur yang kita
cintai ini.
Pelayanan Medik
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Rumah Sakit Risa Sentra Medika Lombok Timur adalah rumah sakit
swasta kelas D yang diharapkan akan dapat menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna melalui pelayanan rawat inap, rawat
jalan, dan gawat darurat.
4
dikarenakan sistim drainase yang belum cukup memadai. Selain itu selaras
dengan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor, telah terjadi gangguan akses
yang dapat berdampak pada respons time pelayanan, terutama layanan rawat
jalan dan UGD.
Rumah Sakit Risa Sentra Medika Lombok Timur memiliki 66 tempat tidur,
dengan perincian : 18 TT klas III, 13 TT Klas II, 16 TT Klas I, 10 TT Klas VIP, 2
TT Klas VVIP namun demikian Rumah Sakit Risa Sentra Medika Lombok Timur
tetap dan akan terus berbenah dari segala segi untuk mewujudkan pelayanan
prima dan paripurna.
a) Pengertian
5
h. Catatan adalah tulisan yang dibuat oleh dokter atau dokter gigi tentang
segala tindakan yang dilakukan kepada pasien dalam rangka pemberian
pelayanan kesehatan.
a) Manajemen
1 Governance
6
b. Pelayanan Kesehatan primer dilaksanakan oleh dokter umum,
pelayanan sekunder dilaksanakan oleh dokter spesialis dan
pelayanan tersier dilaksanakan oleh dokter sub spesialis.
c. Rumah Sakit dapat tidak melayani pasien jika tempat tidur tidak
tersedia, sedang/ tidak memiliki SDM, sedang/ tidak memiliki sarana
dan prasarana yang digunakan untuk melayani pasien dengan kasus
penyakit tertentu.
d. Rumah Sakit mempunyai kewajiban merujuk pasien yang
memerlukan pelayanan di luar kemampuan pelayanan rumah sakit.
e. Rumah Sakit akan menolak keinginan pasien yang bertentangan
dengan standar profesi dan etika serta peraturan perundang-
undangan.
f. Rumah Sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam
rangka menyelamatkan nyawa manusia.
g. Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua
kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan di Rumah Sakit
2 Organisasi
Direktur Utama Rumah Sakit Risa Sentra Medika Lombok Timur dibantu
oleh 2 orang Direktur yaitu : Direktur Utama dan Direktur Rumah Sakit.
Masing masing Direktur dalam pelaksanaan tugasnya dibantu Kepala
Bagian/Kepala Bidang merupakan jabatan Struktural, Kepala Unit
(jabatan non struktural), dan terdapat jabatan fungsional Kelompok Staf
Medis Dan Staf Perawat Fungsional.
3 Sumber Daya Manusia
7
kesehatan pasien yang setinggi-tingginya.
8
b. Sarana, prasarana, dan peralatan yang digunakan tersebut harus
memenuhi standar pelayanan, persyaratan mutu, keamanan,
keselamatan, dikalibrasi dan layak pakai.
6 Akuntabilitas
9
a. Rumah sakit dapat melakukan kerjasama dengan pihak ketiga
berdasarkan prinsip saling menguntungkan dengan mengutamakan
kepentingan pasien.
b. Bentuk kerjasama tersebut dapat berupa: kontrak pelayanan,
kontrak manajemen, joint ventures, atau divestasi.
8 Komunikasi dan Informasi
a. Perintah lisan dan yang melalui telepon ataupun hasil pemeriksaan
dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah, dibacakan
kembali, dan dikonfirmasi oleh pemberi perintah
b. Informasi umum tiap unit/ instalasi yang berhubungan dengan
pasien dan keluarga disiapkan dan dilaksanakan oleh unit terkait
c. Penjelasan yang berkaitan dengan asesmen medis hanya diberikan
oleh dokter.
d. Penjelasan yang berkaitan dengan asesmen keperawatan hanya
diberikan oleh perawat.
e. Komunikasi antara pasien dan dokter minimal meliputi: kondisi
kesehatannya, dampak yang muncul sebagai konsekuensi
kesehatannya, serta anjuran yang akan dilaksanakan. Dalam
berkomunikasi pasien harus dapat merasakan bahwa pasien
didengarkan, dan dokter memahami keterbatasannya, dan diikutkan
dalam mencari solusi pengobatannya.
10
ibu dan bayi secara terpadu dan paripurna melalui rawat gabung ibu
dan bayi.
e. Rumah Sakit Risa Sentra Medika Lombok Timur sebagai Rumah
Sakit bagi ODHA/ HIV-AIDS. Rumah sakit menyiapkan pelayanan
kemudian akan di rujuk ke RSUD Selong
f. Permasalahan TBC ditanggulangi dengan strategi DOTS
g. Program PPRA
h. Pelayanan Geriatri
Pelayanan MCU
c) Pelayanan Bedah
a) Pelayanan Anestesiologi
b) Pelayanan Radiologi
11
c) Pelayanan Spesialis Kesehatan JIwa
6. Pelayanan Keperawatan
a) Pelayanan Gizi
b) Pelayanan Farmasi
d) Pelayanan Radiologi
e) Pelayanan Laboratorium
f) Transportasi (ambulance)
g) Komunikasi
h) K3RS
i) Pelayanan Rohani
9. Pelayanan administrasi
12
a) Informasi dan penerimaan pasien ( registrasi )
b) Keuangan ( kasir)
c) Personalia ( SDM )
d) Keamanan ( security )
f) Addmision
Untuk pelayanan yang belum tersedia akan diatasi dengan
memanfaatkan mekanisme rujukan dan dengan membuat
perjanjian kerja sama dengan rumah sakit yang memiliki fasilitas
terkait.
13
dan atau keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan
yang dapat berakibat penurunan derajat kesehatan dan kematian
pasien setelah adanya penjelasan medis yang komprehensif.
2) Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit
14
kesehatan, mengurangi resiko pasien jatuh.
5) Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
15
c. Sesuai dengan kemampuan yang ada rumah sakit
berpartisipasi dalam penanggulangan bencana alam regional dan
nasional.
D. LANDASAN HUKUM
a. Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit;
c. Peraturan Menteri Kesehatan No 1438/ Menkes/ PER/IX/2010
tentang Standar Pelayanan Kedokteran;
d. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 Tahun 2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit
e. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
755/MENKES/PER/IV/2011 tentang Penyelenggaraan Komite
Medik Rumah Sakit
f. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 tahun
2018 tentang kewajiban rumah sakit dan kewajiban pasien
g. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
631/MENKES/SK/IV/2005 tentang Pedoman Peraturan Internal Staf
Medis (Medical Staff Bylaws) di Rumah Sakit.
16
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
17
6 Komite Ka. Komite Medik Dr Spesialis 1 1 0 Workshop Komite Medik, Clinical
Medik Pathway, BHD, APAR
Sekretaris Komite Dr Umum 1 1 0 Workshop Komite Medik
Medik
Sub Komite Dr Spesialis 1 1 0 Workshop Komite Medik
Kredensial
Sub Komite Mutu dan Dr Spesialis 1 1 0 Workshop Komite Medik
Profesi
Sub Komite Etika Dr Spesialis 1 1 0 Workshop Komite Medik
dan Disiiplin
18
dan Disiiplin Keperawatan
8 Komite Ka. Komite Dr Spesialis 1 1 0 Pelatihan PPI, BHD,
PPIRS PPIRS APAR, Manajemen resiko,
IPCN Minimal D3 1 1 0 ICRA, PMKP
Kep/S-1
Keperawatan+Ne
rs
IPCLN Minimal S1 1 1 0
Keperawatan
9 Komite Ka. Komite Dokter
PMKP PMKP Umum
Sekretaris Komite Minimal S1
Manajemen Pelatihan Manajemen
Kesehatan RS,PMKP,
atau yang Pemeliharaan RS, APAR,
disetaraka BHD
n
Ketua Sub Dokter Pelatihan Manajemen
Komite mutu Umum RS,PMKP,
Pemeliharaan RS, APAR,
BHD
Anggota Sub Minimal S1 Pelatihan Manajemen
Komite mutu Manajemen RS,PMKP,
19
Kesehatan Pemeliharaan RS, APAR,
atau yang BHD
disetaraka
n
Ketua Sub Dokter Pelatihan Manajemen
Komite Umum RS,PMKP,
Keselamatan Pemeliharaan RS, APAR, BHD
pasien
Anggota Sub Minimal S1 Pelatihan Manajemen
Komite Manajemen RS,PMKP,
Keselamatan Kesehatan Pemeliharaan RS, APAR, BHD
pasien atau yang
disetarakan
Ketua Sub Dokter Pelatihan Manajemen
Komite Umum RS,PMKP,
Manajemen Pemeliharaan RS, APAR, BHD
Risiko
Anggota Sub Minimal S1 Pelatihan Manajemen
Komite Manajemen RS,PMKP,
Manajemen Kesehatan Pemeliharaan RS, APAR, BHD
Risiko atau yang
disetarakan
20
10 Komite Ka. Komite RM Dokter
Rekam Umum
Medis
Sekretaris Komite Minimal S1
RM Manajemen
Kesehatan
atau yang
disetarakan
21
Sekretaris KPRS Minimal D3
Manajemen
Kesehatan
atau yang
disetarakan
Anggota KPRS DIII
22
Perawat Terampil Min.S-1
Keperawat
an
Dokter UGD Dokter
terampil umum
15 Bidang Ka.Sie Min.S-1
Keperawat Keperatawan Keperawat
an an, NERS
Instalasi Kepala Ruangan Min.S-1
Rawat Jalan Keperawat
an
Kepala Tim Minimal D-
III
Perawat Terampil Min.S-1
Keperawat
an
Admisnistrasi Minimal D-
III
16 Kebidanan Penanggung Dokter
dan Jawab Spesialis
Kandungan
Kepala Ruangan Minimal D-
Kebidanan III
23
Kebidanan
Bidan Terampil D-III
Kebidanan
Bidan Ahli D-IV/S1
Kebidanan
Non Bedah Kelompok staf Dokter Spesialis
medis
Sekretaris Dokter Spesialis
Kelompok staf
medis
Anggota Dokter Spesialis
24
Radiografer DIII
Radiologi
Unit Penanggung Jawab Dr Sp.PK
Laboratoriu
m
Analis Laboratorium D-IV/S-2 Analis
Kes Kesehatan
Unit Ka. Unit Apoteker/S-2
Farmasi Famasi Klinis/RS
Asisten Apoteker D-III Farmasi
Fisioterapi Fisioterapi Ahli D-IV Fisioterapi
25
Penyimpanan SMA/sederajat APAR, BHD
26
Kesehatan Humas,
APAR, BHD
Unit Ka. Unit Umum D3/S1 semua
Umum jurusan
Unit PKRS Ka. Unit Dokter Pelatihan Manajemen
Umum RS,Promkes, APAR,
BHD
Anggota S1
Kesehatan
Unit Ka.Unit Linen D3/ S-1 semua 1 1 0 Pelatihan Manajemen RS,
Linen jurusan Pelatihan Mutu, Pelatihan
Manajemen Linen, APAR,
BHD
Bagian Kasubag. S1/D4 Ekonomi Diklat PIM III, PMKP, APAR,
Keuangan Perbendaharaan BHD
Kasubag. Mobilisasi S1/D4 Ekonomi Diklat PIM IV, PMKP, APAR,
Dana BHD
Bendahara D-III Ekonomi Diklat PIM IV, PMKP, APAR,
BHD
Pembuat Daftar Gaji D-III Ekonomi Diklat PIM III, PMKP, APAR,
BHD
Pengadministrasian SMK Ekonomi Diklat PIM IV, PMKP, APAR,
Keuangan/Kasir atau sederajat BHD
Unit Ka. Unit kesling Minimal D3 1 1 0 Pelatihan Manajemen
27
Kesling Sanitarian RS,Pelatihan Mutu, Sanitasi
RS, APR,
BHD
28
BAB III
STANDAR FASILITAS
29
Sakit Risa sentra Medika Lombok Timur melakukan upaya untuk
mengakomodir semua persyaratan walaupun melakukan beberapa
modifikasi akibat keterbatasan tertentu (rumah sakit berada di zona
bencana), maka alternatif pelayanan pada saat bencana perlu
dipersiapkan dengan baik.
2. Peruntukan Lokasi
Bangunan rumah sakit harus diselenggarakan pada lokasi yang sesuai
dengan peruntukannya yang diatur dalam ketentuan tata ruang dan tata
bangunan daerah setempat.
3. Aksesibilitas Untuk Jalur Transportasi dan Komunikasi
Lokasi harus mudah dijangkau oleh masyarakat atau dekat ke jalan raya
dan tersedia infrastruktur dan fasilitas dengan mudah, yaitu tersedia
transportasi umum, pedestrian, jalur-jalur yang aksesibel untuk disabel.
4. Fasilitas Parkir
Perancangan dan perencanaan prasarana parkir di RS sangat penting,
karena prasarana parkir dan jalan masuk kendaraan akan menyita banyak
lahan. Dengan asumsi perhitungan kebutuhan lahan parkir pada RS
idealnya adalah 37,5m2 s/d 50m2 per tempat tidur (sudah termasuk jalur
sirkulasi kendaraan) atau menyesuaikan kondisi sosial ekonomi daerah
setempat. Tempat parkir harus dilengkapi dengan rambu parkir. Penyediaan
parkir di pekarangan tidak boleh mengurangi daerah penghijauan yang telah
ditetapkan.
5. Utilitas Publik
Rumah sakit harus memastikan ketersediaan air bersih, pembuangan air
kotor/limbah, listrik, dan jalur telepon selama 24 jam.
6. Fasilitas Pengelolaan Kesehatan Lingkungan
Setiap rumah sakit harus dilengkapi dengan fasilitas pengelolaan
kesehatan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
B. Bentuk Bangunan
1. Bentuk denah bangunan rumah sakit sedapat mungkin simetris guna
mengantisipasi kerusakan yang diakibatkan oleh gempa.
30
2. Massa bangunan rumah sakit harus mempertimbangkan sirkulasi
udara dan pencahayaan, kenyamanan dan keselarasan dan
keseimbangan dengan lingkungan.
3. Perencanaan bangunan rumah sakit harus mengikuti Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan (RTBL), yang meliputi persyaratan
Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB),
Koefisien Daerah Hijau (KDH), Garis Sempadan Bangunan (GSB) dan
Garis Sepadan Pagar (GSP).
4. Penentuan pola pembangunan rumah sakit baik secara vertikal
maupun horisontal, disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan
kesehatan yang diinginkan rumah sakit (;health needs), kebudayaan
daerah setempat (;cultures), kondisi alam daerah setempat (;climate),
lahan yang tersedia (;sites) dan kondisi keuangan manajemen rumah
sakit (;budget).
C. Struktur Bangunan
1. Struktur bangunan rumah sakit harus direncanakan dan dilaksanakan
dengan sebaik mungkin agar kuat, kokoh, dan stabil dalam memikul
beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan keselamatan
(safety), serta memenuhi persyaratan kelayanan (serviceability)
selama umur bangunan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan
rumah sakit.
2. Kemampuan memikul beban baik beban tetap maupun beban
sementara yang mungkin bekerja selama umur layanan struktur harus
diperhitungkan.
3. Penentuan mengenai jenis, intensitas dan cara bekerjanya beban
harus sesuai dengan standar teknis yang berlaku.
4. Struktur bangunan rumah sakit harus direncanakan terhadap
pengaruh gempa sesuai dengan standar teknis yang berlaku.
5. Pada bangunan rumah sakit, apabila terjadi keruntuhan, kondisi
strukturnya harus dapat memungkinkan pengguna bangunan
menyelamatkan diri.
31
dilakukan pemeriksaan keandalan bangunan secara berkala sesuai
dengan Pedoman Teknis atau standar yang berlaku. dan harus
dilakukan atau didampingi oleh ahli yang memiliki sertifikasi sesuai.
D. Zonasi
Zonasi ruang adalah pembagian atau pengelompokan ruangan
berdasarkan kesamaan karakteristik fungsi kegiatan untuk tujuan
tertentu.
Pengkategorian pembagian area atau zonasi rumah sakit terdiri
atas zonasi berdasarkan tingkat risiko terjadinya penularan penyakit,
zonasi berdasarkan privasi dan zonasi berdasarkan pelayanan.
1. Zonasi berdasarkan tingkat risiko terjadinya penularan penyakit terdiri
dari:
a. Area dengan risiko rendah, diantaranya yaitu ruang
kesekretariatan dan administrasi, ruang pertemuan, ruang
arsip/rekam medis.
b. Area dengan risiko sedang, diantaranya yaitu ruang rawat inap
penyakit tidak menular, ruang rawat jalan.
c. Area dengan risiko tinggi, diantaranya yaitu ruang ruang gawat
darurat, ruang bersalin, laboratorium,ruang radiodiagnostik.
d. Area dengan risiko sangat tinggi, diantaranya yaitu ruang operasi.
2. Zonasi berdasarkan privasi kegiatan terdiri dari:
a. area publik, yaitu area dalam lingkungan rumah sakit yang dapat
diakses langsung oleh umum, diantaranya yaitu ruang rawat
jalan, ruang gawat darurat, ruang farmasi, ruang radiologi,
laboratorium.
b. area semi publik, yaitu area dalam lingkungan rumah sakit yang
dapat diakses secara terbatas oleh umum, diantaranya yaitu
ruang rawat inap, ruang diagnostik.
c. area privat, yaitu area yang dibatasi bagi pengunjung rumah
sakit, diantaranya yaitu seperti ruang operasi, ruang kebidanan,
ruang sterilisasi, ruangan-ruangan petugas.
3. Zonasi berdasarkan pelayanan terdiri dari:
a. Zona pelayanan medik dan perawatan, diantaranya yaitu ruang
32
rawat jalan, ruang gawat darurat, ruang operasi, ruang
kebidanan, ruang rawat inap. Perletakan zona pelayanan medik
dan perawatan harus bebas dari kebisingan.
b. Zona penunjang dan operasional, diantaranya yaitu ruang
farmasi, ruang radiologi, laboratorium, ruang sterilisasi.
c. Zona penunjang umum dan administrasi, diantaranya yaitu
ruang kesekretariatan dan administrasi, ruang pertemuan, ruang
rekam medis.
E. Kebutuhan Total Luas Lantai Bangunan
Perhitungan perkiraan kebutuhan total luas lantai bangunan
untuk rumah sakit umum kelas D minimal 4 m2/ tempat tidur.
33
c. Khusus pada ruangan-ruangan yang berkaitan dengan aktivitas
pelayanan anak, pelapis dinding dapat berupa gambar untuk
merangsang aktivitas anak.
d. Pada daerah yang dilalui pasien, dindingnya harus dilengkapi
pegangan tangan (handrail) yang menerus dengan ketinggian
berkisar 80 - 100 cm dari permukaan lantai. Pegangan harus
mampu menahan beban orang dengan berat minimal 75 kg yang
berpegangan dengan satu tangan pada pegangan tangan yang
ada.
e. Bahan pegangan tangan harus terbuat dari bahan yang tahan api,
mudah dibersihkan dan memiliki lapisan permukaan yang bersifat
non- porosif.
f. Khusus ruangan yang menggunakan peralatan x-ray, maka
dinding harus memenuhi persyaratan teknis proteksi radiasi sinar
pengion.
g. Khusus untuk daerah yang sering berkaitan dengan bahan kimia,
daerah yang mudah terpicu api, maka dinding harus dari bahan
yang mempunyai Tingkat Ketahanan Api (TKA) minimal 2 jam,
tahan bahan kimia dan benturan.
h. Pada ruang yang terdapat peralatan menggunakan gelombang
elektromagnetik (EM), seperti Short Wave Diathermy atau Micro
Wave Diathermy, tidak boleh menggunakan pelapis dinding yang
mengandung unsur metal atau baja.
i. Ruang yang mempunyai tingkat kebisingan tinggi (misalkan ruang
mesin genset, ruang pompa, ruang boiler, ruang kompressor,
ruang chiller, ruang AHU, dan lain-lain) maka bahan dinding
menggunakan bahan yang kedap suara atau menggunakan
bahan yang dapat menyerap bunyi.
j. Pada area dengan resiko tinggi yang membutuhkan tingkat
kebersihan ruangan tertentu, maka pertemuan antara dinding
dengan dinding harus dibuat melengkung/conus untuk
memudahkan pembersihan.
k. Khusus pada ruang operasi dan ruang perawatan intensif, bahan
dinding/partisi harus memiliki Tingkat Ketahanan Api (TKA)
34
minimal 2 jam.
4. Lantai
a. Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air,
permukaan rata, tidak licin, warna terang, dan mudah
dibersihkan.
b. Tidak terbuat dari bahan yang memiliki lapisan permukaan
dengan porositas yang tinggi yang dapat menyimpan debu.
c. Mudah dibersihkan dan tahan terhadap gesekan.
d. Penutup lantai harus berwarna cerah dan tidak menyilaukan
mata.
e. Ram harus mempunyai kemiringan kurang dari 70, bahan
penutup lantai harus dari lapisan permukaan yang tidak licin
(walaupun dalam kondisi basah).
f. Khusus untuk ruang yang sering berinteraksi dengan bahan
kimia dan mudah terbakar, maka bahan penutup lantai harus
dari bahan yang mempunyai Tingkat Ketahanan Api (TKA)
minimal 2 jam, tahan bahan kimia.
g. Khusus untuk area perawatan pasien (area tenang) bahan
lantai menggunakan bahan yang tidak menimbulkan bunyi.
h. Pada area dengan resiko tinggi yang membutuhkan tingkat
kebersihan ruangan tertentu, maka pertemuan antara lantai
dengan dinding harus melengkung untuk memudahkan
pembersihan lantai (hospital plint).
i. Pada ruang yang terdapat peralatan medik, lantai harus dapat
menghilangkan muatan listrik statik dari peralatan sehingga
tidak membahayakan petugas dari sengatan listrik.
5. Pintu dan Jendela
a. Pintu utama dan pintu-pintu yang dilalui brankar/tempat tidur
pasien memiliki lebar bukaan minimal 120 cm, dan pintu-pintu
yang tidak menjadi akses tempat tidur pasien memiliki lebar
bukaan minimal 90 cm.
b. Di daerah sekitar pintu masuk tidak boleh ada perbedaan
ketinggian lantai tidak boleh menggunakan ram.
35
c. Pintu Darurat
1) Setiap bangunan rumah sakit yang bertingkat lebih
dari 3 lantai harus dilengkapi dengan pintu darurat.
2) Lebar pintu darurat minimal 100 cm membuka
kearah ruang tangga penyelamatan (darurat)
kecuali pada lantai dasar membuka ke arah luar
(halaman).
3) Jarak antar pintu darurat dalam satu blok
bangunan gedung maksimal 25 m dari segala
arah.
d. Pintu untuk kamar mandi di ruangan perawatan pasien dan
pintu toilet untuk aksesibel, harus terbuka ke luar, dan lebar
daun pintu minimal 85 cm.
e. Pintu-pintu yang menjadi akses tempat tidur pasien harus
dilapisi bahan antibenturan
Ruangan perawatan pasien harus memiliki bukaan jendela yang
dapat
36
terjadi kondisi darurat.
b. Toilet untuk aksesibilitas
1) Toilet atau kamar mandi umum yang aksesibel harus
dilengkapi dengan tampilan rambu/simbol "disabel"
pada bagian luarnya.
2) Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang
gerak yang cukup untuk masuk dan keluar pengguna
kursi roda.
3) Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan
ketinggian pengguna kursi roda sekitar (45 - 50 cm)
4) Toilet atau kamar kecil umum harus dilengkapi dengan
pegangan rambat (handrail) yang memiliki posisi dan
ketinggian disesuaikan dengan pengguna kursi roda
dan penyandang cacat yang lain. Pegangan disarankan
memiliki bentuk siku-siku mengarah ke atas untuk
membantu pergerakan pengguna kursi roda.
5) Letak kertas tissu, air, kran air atau pancuran (shower)
dan perlengkapan-perlengkapan seperti tempat sabun
dan pengering tangan harus dipasang sedemikian
hingga mudah digunakan oleh orang yang memiliki
keterbatasan keterbatasan fisik dan bisa dijangkau
pengguna kursi roda.
6) Permukaan lantai harus tidak licin dan tidak boleh
menyebabkan genangan.
7) Pintu harus mudah dibuka dan ditutup untuk
memudahkan pengguna kursi roda.
8) Kunci-kunci toilet atau grendel dapat dibuka dari luar
jika terjadi kondisi darurat.
9) Pada tempat-tempat yang mudah dicapai, seperti pada
daerah pintu masuk, dianjurkan untuk menyediakan
tombol bunyi darurat (emergency sound button) bila
sewaktu-waktu terjadi sesuatu yang tidak diharapkan.
7. Koridor
Ukuran koridor sebagai akses horizontal antar ruang
37
dipertimbangkan berdasarkan fungsi koridor, fungsi ruang, dan
jumlah pengguna. Ukuran koridor yang aksesibilitas tempat tidur
pasien minimal 2,40 m.
38
G. Persyaratan Teknis Ruang dalam Bangunan Rumah Sakit
39
h. Untuk tangga yang terletak di luar bangunan, harus dirancang
sehingga tidak ada air hujan yang menggenang pada lantainya.
3. RAM
a. Ram adalah jalur sirkulasi yang memiliki kemiringan tertentu,
sebagai alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan
tangga.
b. Kemiringan suatu ram di dalam bangunan tidak boleh melebihi
70, perhitungan kemiringan tersebut tidak termasuk awalan dan
akhiran ram (curb ramps/landing).
c. Panjang mendatar dari satu ram (dengan kemiringan 70) tidak
boleh lebih dari 900 cm. Panjang ram dengan kemiringan yang
lebih rendah dapat lebih panjang.
d. Lebar minimum dari ram adalah 2,40 m dengan tepi pengaman.
e. Muka datar (bordes) pada awalan atau akhiran dari suatu ram
harus bebas dan datar sehingga memungkinkan sekurang-
kurangnya untuk memutar kursi roda dan brankar/tempat tidur
pasien, dengan ukuran minimum 160 cm
f. Permukaan datar awalan atau akhiran suatu ram harus
memiliki tekstur sehingga tidak licin baik diwaktu hujan.
g. Lebar tepi pengaman ram (low curb) maksimal 10 cm sehingga
dapat mengamankan roda dari kursi roda atau brankar/ tempat
tidur pasien agar tidak terperosok atau keluar ram.
h. Apabila letak ram berbatasan langsung dengan lalu lintas jalan
umum atau persimpangan, ram harus dibuat tidak mengganggu
jalan umum.
i. Pencahayaan harus cukup sehingga membantu penggunaan
ram saat malam hari. Pencahayaan disediakan pada bagian
ram yang memiliki ketinggian terhadap muka tanah sekitarnya
dan bagian-bagian yang membahayakan.
j. Dilengkapi dengan pegangan rambatan (handrail) yang dijamin
kekuatannya dengan ketinggian yang sesuai.
40
No Nama Ruangan Persyaratan ruangan Keterangan
41
1 Ruangan Administrasi Luas ruangan 12 m2.
(Informasi, Registrasi,
Pembayaran) Luas ruangan
disesuaikan dengan
jumlah petugas, dengan
perhitungan 3-5 m2/
petugas.
42
- Poli Interna Rumah Sakit
Disediakan wastafel dan
- Poli Jantung Fungsi ruangan ini
fasilitas desinfeksi
- Fisioterapi dapat digabung
tangan.
43
perawatan harus
disediakan kamar
mandi.
- Poli Obsgyn
Luas ruangan klinik Jumlah poli
kebidanan 16-30 m2 menyesuaikan
dengan memperhatikan klasifikasi rumah
ruang gerak petugas, sakit dan kajian
pasien dan peralatan. kebutuhan
pelayanan
Ruangan disediakan 2
(dua) tempat tidur,
kontak listrik tidak boleh
ada percabangan/
sambungan langsung
tanpa pengamanan
arus.
4 - Poli Jiwa
Luas ruangan poli 12 –
16 m2
denganmemperhatikan
ruang gerak petugas,
pasien dan peralatan.
Komponen bangunan
harus mempunyaibentuk
yang aman
terhadapkemungkinan
membahayakan pasien
dan pengguna lainnya.
44
dengan memperhatikan
ruang gerak petugas
45
pembuangan sampah,
dan ruang jenazah.
Pelayanan makanan
untuk pasien saat ini
bekerjasama dengan
pihak kedua (catering)
dari luar Rumah Sakit
guna memenuhi kbutuhn
makanan pasien.
Luas ruangan tergantung
dari jumlah pelayanan
Ruangan harus dijamin
terjadinya pertukaran
udara baik alami maupun
mekanik dengan total
pertukaran udara minimal
10 kali per jam
Ruangan Tunggu Luas ruangan tunggu
menyesuaikan kebutuhan
kapasitas pelayanan
dengan perhitungan
1~1,5m2/orang.
Ruangan Manajemen Luas ruangan disesuaikan
dengan jumlah petugas,
dengan perhitungan 3-5 m2/
petugas.
Ruangan ini disertai dengan
ruang pertemuan dan rapat.
Ruangan UGD Luas ruangan 30m2
Bed Triase
Terdapat 4 (empat)
Triase
1. Merah
2. Hijau
46
3. Kuning
4. Hitam
Bed Observasi
Bed Tindakan
Bed Resusitasi
Ruang Obat/Farmasi Luas ruangan 6 m2
Ruang farmasi
terbagi menjadi 2:
Ruang farmasi rawat
inap dan ruang
farmasi rawat jalan.
Kedua ruangan
tersebut masing-
masing ruangan
terdiri dari ruang
penyimpanan, ruang
produksi, dan ruang
distribusi.
Loker Tersedia Loker untuk
karyawan yang
dipergunakan untuk
meletakkan barang
karyawan sat bertugas.
Setiap unit diberikan 4 loker
untk meletakkan barangnya.
Ruangan
Luas ruangan 15 m2
Laboratorium
Persyaratan ruangan
mengikuti peraturan
yang berlaku. Setiap
ruangan disediakan
minimal 2 (dua) kotak
kontak.
47
terjadinya pertukaran
udara mekanik dengan
total pertukaran udara
minimal 6 kali per jam.
Ruangan Radiologi
Terdapat 2 (dua)
ruangan
1. Ruang X-ray luas
ruangan 16 – 18m2
2. Ruang USG luas
ruangan 18 – 20m2
dan terdapat 1 (satu)
tempat tidur
Ruangan Bersalin Luas ruangan 30m2 Jumlah tempat tidur
ruangan dilengkapi 4 bed menyesuaikan
1 infant warmer, tempat dengan klasifikasi
memandikan bayi, dan RS dan kajian
stasion bidan. kebutuhan
Bahan daun pintu masuk pelayanan (Minimal
tahan terhadap benturan 2 tempat tidur)
brankar, arah bukaan
pintu ke dalam.
Bahan bangunan yang
digunakan tidak boleh
memiliki tingkat porositas
yang tinggi, yakni:
Komponen penutup
lantai harus non
porosif, mudah
dibersihkan, tahan
bahan kimia, bersifat
anti statik, anti gesek
dan anti bakteri.
Pertemuan lantai
48
dengan dinding konus/
melengkung (hospital
plint).
Tingkat Ketahanan Api
(TKA) material lantai
min. 2 jam.
Komponen dinding
non porosif, mudah
dibersihkan, tahan
bahan kimia, anti
jamur dan bakteri.
Ruangan dilengkapi
dengan toilet pasien
yang memenuhi
persyaratan.
Bahan bangunan yang
digunakan tidak boleh
memiliki tingkat
porositas yang tinggi.
Ruangan Neonatus Luas ruang neonates 20-22
m2
Ruangan ini terbagi
menjadi 2 ruangan yakni
ruangan untuk bayi normal
dan ruangan untuk bayi
sakit.
Ruang disertai dengan 4
box bayi, 1 CPAP, 1 infant
warmer.
Ukuran ruangan perawatan
tergantung dari jumlah
tempat tidur bayi.
Jarak antar tempat tidur
bayi/ incubator harus bisa
49
mengakomodir kebutuhan
luasan untuk penempatan
peralatan. (Jarak antar
incubator minimal 2.5 m)
Kotak kontak selain di
tempat tidur pasien
disesuaikan dengan
kebutuhan.
Disediakan outlet gas
medis (Oksigen, Vakum,
Udara Tekan) di setiap
tempat tidur pasien.
Proteksi kebakaran
menggunakan Alat
Pemadam Api Ringan
(APAR) jenis water mist
Kelas A,B,C dan
heat/smoke detector
Ruangan sterilisasi Luas ruangan sekitar 16-
18 m2
Ruangan ini merupakan
ruangan zona resiko
sedang.
Luas ruangan minimal
dapat menampung
autoclave
Tersedia kotak kontak
untuk peralatan autoclave
Ruang Transit Luas ruangan 8 m2
jenazah Didalam ruangan
terdapat keranda dn
tempat untuk penjaga
disertai dengan wastafel.
Ruang Operasi Luas ruangan 50 m2 Kebutuhan
50
Bahan bangunan yang ruangan di
digunakan tidak boleh ruang operasi
memiliki tingkat porositas disesuaikan
yang tinggi, yaitu : dengan jenis
Komponen penutup dan kebutuhan
lantai harus non pelayanan
porosif, mudah serta
dibersihkan, tahan ketersediaan
bahan kimia, bersifat SDM di
anti statik, anti gesek Rumah Sakit.
dan anti bakteri
Pertemuan lantai
dengan dinding
konus/
melengkung
(hospital plint).
Tingkat Ketahanan
Api
(TKA) material lantai
min. 2 jam.
Komponen dinding
non porosif, mudah
dibersihkan, tahan
bahan kimia, anti
jamur dan bakteri.
Pertemuan antara
dinding dengan
dinding konus/
melengkung.
Tingkat
Ketahanan Api
(TKA) material
dinding min. 2
51
jam.
Semua peralatan
yang dipasang di
dinding harus
dibenamkan
(recessed), misal film
viewer, jam dinding,
dan lain-lain.
Komponen langit-
langit non porosif,
mudah dibersihkan,
anti jamur dan
bakteri, tidak memiliki
unsur yang
membahayakan
pasien.
Tingkat Ketahanan
Api (TKA) material
langitlangit minimal 2
jam.
Semua peralatan
lampu dipasang
dibenamkan di plafon
(recessed).
Semua pintu masuk ke
ruangan operasi
persyaratannya sbb:
Pintu ayun (swing)
membuka kedalam
ruangan atau
disarankan pintu
geser dengan rel
diatas yang dipasang
52
pada bagian luar
ruangan, dapat
dibuka tutup secara
otomatis dan dapat
dioperasionalkan
Ruangan ini
merupakan ruangan
steril dengan hepa
filter (tingkat resiko
sangat tinggi), yang
mempunyai jumlah
maksimal partikel
debu ukuran dia. 0,5
μm per m3 yaitu
35.200 partikel (ISO
6-ISO 14644-1
cleanroom standards,
1999)Intensitas
cahaya minimal 200
lux.
Meja operasi berada
dibawah aliran udara
laminair, dengan
distribusi udara dari
langit-langit, dengan
gerakan ke bawah
menuju inlet
pembuangan (return
air) yang terletak di 4
sudut ruangan yang
dibuat plenum.
Persyaratan Kelistrikan:
Sumber daya listrik,
53
termasuk katagori
“sistem kelistrikan
esensial 3”, di mana
sumber daya listrik
normal dilengkapi
dengan sumber daya
listrik darurat untuk
menggantikannya,
bila terjadi gangguan
pada sumber daya
listrik normal.
54
Gudang umum Luas ruangan 30 m2
(perlengkapan) Ruangan terdiri dari 2
ruangan yakni bagian
administrasi dan bagian
gudang dan
perlengkapan.
Bahan bangunan yang
digunakan tidak boleh
memiliki tingkat porositas
yang tinggi, yaitu :
Komponen penutup lantai
harus non porosif, mudah
dibersihkan, tahan bahan
kimia, bersifat anti statik,
anti gesek dan anti
bakteri
Ruang isolasi Luas ruangan 10 m2
Bahan bangunan yang
digunakan tidak boleh
memiliki tingkat
porositas yang tinggi.
Disediakan outlet gas
medis (Oksigen,
Vakum, Udara Tekan)
di setiap tempat tidur
pasien.
Dilengkapi wastafel
pada ruangan antara.
Ruangan bertekanan
lebih negatif dari
ruangan disebelahnya.
Ruangan harus
terpapar sinar matahari
55
Lokasi ruangan tidak
boleh dilalui oleh
banyak orang.
Cat yang digunakan
untuk dinding tembok
harus yang bisa
dilap/dibersihkan
kembali.
Ruang HCU Luas ruangan 10 m2
Letak ruang perawatan
intensif harus memiliki
akses yang mudah ke
ruang operasi, ruang
gawat darurat, dan
ruang penunjang medik
lainnya.
Luas lantai untuk
setiap tempat tidur
pasien pada ruang
perawatan intensif
harus cukup untuk
meletakan peralatan
dan ruang gerak
petugas yang
berhubungan dengan
pasien.
Dalam hal ruang
perawatan intensif
menyatu dengan ruang
lain dalam satu
bangunan, ruang
perawatan intensif
harus merupakan satu
kompartemen.
56
Ruangan Genset Luas ruangan
menyesuaikan
kebutuhan genset dan
jenis genset
Ruangan harus terhindar
dari banjir dan lantai
dibuat lebih tinggi dari
lantai sekitar
Ruangan harus
mempunyai proteksi
kebisingan dan getaran
Spesifikasi ruangan
sesuai standar yang
dua) kotak kontak dan
belum termasuk kotak
kontak untuk
peralatan yang
memerlukan daya
listrik besar, serta
tidak boleh
menggunakan
percabangan/
sambungan langsung
tanpa pengaman arus
Ruangan harus dijamin
terjadinya pertukaran
udara baik alami
maupun mekanik
dengan total
Ruangan Panel Listrik
Penentuan jenis dan
jumlah Panel Listrik
tergantung dari kapasitas
listrik dan pelayanan yang
57
ada di RS
Luas ruangan
menyesuaikan kebutuhan
kapasitas pelayanan
Spesifikasi ruangan
sesuai standar yang
berlaku.
Setiap ruangan
disediakan minimal 2
(dua) kotak kontak dan
belum termasuk kotak
kontak untuk peralatan
yang memerlukan daya
listrik besar, serta tidak
boleh menggunakan
percabangan/
sambungan langsung
tanpa pengaman arus
58
Ruangan Server dan Luas Ruangan 2x3 m2
Sentral Data
Penentuan jenis
peralatan IT tergantung
dari sistem IT dan
pelayanan yang
digunakan.
Ruangan harus
terhindar dari banjir
Ruangan Pelataran Bangunan rumah sakit
Parkir harus menyediakan
area parkir kendaraan
dengan jumlah area
parkir yang proporsional
sesuai dengan
peraturan daerah
setempat
Penyediaan parkir di
pekarangan tidak boleh
mengurangi daerah
penghijauan yang telah
ditetapkan
Selain menyediakan
pelataran parkir yang
mencukupi, bangunan
rumah sakit harus
menyediakan jalur
pejalan kaki
59
Jalur pejalan kaki harus
aman dari lalu lintas
kendaraan
60
BAB IV
KEBIJAKAN PELAYANAN
61
seperti unit rawat inap, laboratorium, kamar operasi, radiologi dan unit
pasca – anestesi.
62
transfer pasien dalam bentuk form transfer pasien antar unit dalam
rumah sakit.
63
19 Sistem rujukan pasien ke fasilitas kesehatan lain yaitu berdasarkan
kondisi pasien dan kebutuhan untuk memperoleh asuhan
berkesinambungan, rumah sakit berkewajiban mencari fasilitas
pelayanan kesehatan yang sesuai kebutuhan pasien dan memastikan
pasien pindah dengan aman, petugas rumah sakit bertangung jawab
dalam proses pengelola / penyiapan rujukan dan memastikan pasien
diterima di rumah sakit rujukan yang dapat memenuhi kebutuhan
pasien.
64
26 Menetapkan proses pelaksanaan komunikasi efektif antar profesional
pemberi asuhan (PPA), untuk melakukan komunikasi secara verbal atau
melalui telpon dengan aman dan serah terima asuhan pasien (hand
over) di dalam rumah sakit.
65
35 Pasien berhak diberitahu tentang semua aspek asuhan medis dan
tindakan serta berhak mendapatkan informasi tentang kondisi, diagnosis
pasti, rencana asuhan dan dapat berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan serta diberitahu tentang hasil asuhan termasuk kemungkinan
hasil yang tidak terduga.
66
44 Menetapkan proses, dalam konteks peraturan perundang-undangan,
siapa pengganti pasien yang dapat memberikan persetujuan dalam
persetujuan khusus (informed consent) bila pasien tidak kompeten.
67
1. Proses mendorong keluarga untuk
51 Menentukan isi, jumlah dan jenis asesmen awal pada disiplin medis dan
keperawatan yang meliputi status fisik , psiko-sosio-spiritual, ekonomi,
riwayat kesehatan pasien, riwayat alergi, asesmen nyeri, risiko jatuh,
asesmen fungsional, risiko nutrisional, kebutuhan edukasi, perencanaan
pemulangan pasien (Discharge Planning), sesuai dengan penetapan isi
spesifik dari berkas rekam medis untuk kesinambungan asuhan oleh
PPA harus selesai dalam waktu 24 jam, pelaksanaan pasien rajal dgn
penyakit akut /non kronis, asesmen awal diperbaharui setelah 1 (satu)
bulan, dan pelaksanaan pasien rajal dengan penyakit kronis, asesmen
awal diperbaharui setelah 3 (tiga) bulan.
52 Menetapkan kerangka waktu penyelesaian asesmen awal pasien rawat
jalan.
68
a. Neonatus
b. Anak
c. Remaja
d. Obstetri/maternitas
e. Geriatri
69
pelayanan laboratorium terintegrasi disertai uraian tugas, tanggung
jawab dan wewenang.
63 Melakukan analisis pola ketenagaan staf laboratorium yang adekuat
untuk memenuhi kebutuhan pasien.
64 Menyusun program manajemen risiko di laboratorium, dilaksanakan,
dilakukan evaluasi, di dokumentasikan dan program sejalan dengan
program manajemen risiko fasilitas dan program pencegahan dan
pengendalian infeks.
65 Menetapkan prosedur pelaporan, dan tindak lanjut, yang disusun
secara kolaboratif tentang hasil laboratorium yang kritis.
66 Menetapkan kerangka waktu penyelesaian pemeriksaan laboratorium,
termasuk waktu penyelesaian pemeriksaan cito dan pelaksanaan
evaluasinya.
67 Mengatur tentang pengelolaan peralatan laboratorium termasuk alat
yang tersedia melalui kontrak diantaranya uji fungsi, inspeksi,
pemeliharaan, kalibrasi secara tetap (regular) terhadap semua
peralatan yang digunakan untuk pemeriksaan di laboratorium dan hasil
pemeriksaan didokumentasikan.
68 Menetapkan pengelolaan logistik laboratorium, reagensia esensial,
bahan lain yang diperlukan, termasuk kondisi bila terjadi kekosongan.
69 Menetapkan tata cara pengambilan, pengumpulan, identifikasi,
pengerjaan, pengiriman, pembuangan specimen untuk spesimen yang
dikirim ke laboratorium rujukan ,layanan laboratorium untuk dilakukan
pemeriksaan. Pada jaringan / cairan tubuh yang diambil dengan
tindakan invasif, sebagai standar penetapan diagnosis dilakukan
pemeriksaan patologi anatomi (laboratorium internal atau rujukan).
70
b. Dilakukan surveilans hasil pemeriksaan oleh staf yang kompeten
c. Reagensia di tes
71
c. Persetujuan dari pasien atau keluarga sebelum dilakukan
pemeriksaan RIR
72
klinis (PPK), alur klinis terintegrasi/clinical pathway, pedoman
manajemen nyeri, dan regulasi untuk berbagai tindakan antara lain
water sealed drainage, pemberiantransfusi darah, biopsi ginjal,
pungsi lumbal, dsb.
81 Mengatur pelayanan dan asuhan terintegrasi di dan antar berbagai unit
pelayanan yang meliputi :
a. pengintegrasian pelayanan oleh MPP/ CaseManager
73
88 Menetapkan proses dan tatacara pemberian Pelayanan darah dan
produk darah dilaksanakan sesuai dengan standar tentang pemberian
persetujuan (informed consent); pengadaan darah;identifikasi pasien;
pemberian darah; monitoring pasien; identifikasi dan respons terhadap
reaksi transfusi , dan memiliki Staf kompeten dan berwenang
melaksanakan pelayanan darah dan produk darah serta melakukan
monitoring dan evaluasi.
89 Menetapkan pelayanan dan penanganan asuhan pasien yang
menggunakan alat bantu hidup dasar atau pasien koma.
90 Menetapkan pelayanan dan penanganan tentang asuhan pasien
penyakit menular dan immuno-suppressed.
91 Menetapkan pelayanan dan penanganan tentang asuhan pasien
dialisis.
74
b. faktor yang memperparah gejala fisik;
75
wewenang serta rencana kegiatan dan dibawah tanggung jawab
dokter sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
102 Perlunya penetapan program mutu dan keselamatan pasien dalam
pelayanan anestesi, sedasi moderat dan sesuai dengan
103 pelayanan sedasi seragam di semua rumah sakit sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
104 PPA yang bertanggung jawab dalam memberikan sedasi adalah
berupa SPK dan RKK staf anestesi yang berkompeten.
105 PPA juga bertanggung jawab dalam hal ini adalah SPK dan RKK staf
anestesi dalam melakukan monitoring sedasi.
106 Pelayanan anestesi setiap pasien harus direncanakan dan
didokumentasikan diantaranya :
a. Teknik anestesi
76
114 Jenis pelayanan bedah.
b. LASA
c. Elektrolit konsentrat
d. B3
77
e. Gas medis
78
umum.
c. Penetapan dokter beserta daftar dokter yang berhak
menulis resep/permintaan obat/memberi instruksi pengobatan
khusus.
127 Membuat regulasi tentang Regulasi tentang syarat elemen resep
yang meliputi:
1) syarat elemen kelengkapan resep
b. nama obat
c. dosis
d. rute pemberian
132 Pemantauan terapi obat dan efek samping obat serta pelaporannya
79
serta dicatat dalam status pasien.
133 Menetapkan dan menerapkan regulasi medication safety yang
bertujuan mengarahkan penggunaan obat yang aman dan
meminimalisasi kemungkinan terjadi kesalahan penggunaan obat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
134 Menetapkan Regulasi tentang komite/ tim PMKP atau bentuk
organisasi lainnya lengkap dengan uraian tugas untuk mengelola
kegiatan sesuai peraturan perundang-undangan termasuk uraian
tugas yang meliputi :
a. sebagai motor penggerak penyusunan program PMKP rumah
sakit;
b. melakukan monitoring dan memandu penerapan program
PMKP di unit kerja
c. membantu dan melakukan koordinasi dengan pimpinan unit
pelayanan dalam memilih prioritas perbaikan, pengukuran
mutu/indikator mutu, dan menindaklanjuti hasil capaian indikator
d. melakukan koordinasi dan pengorganisasian pemilihan prioritas
program di tingkat unit kerja serta menggabungkan menjadi
prioritas rumah sakit secara keseluruhan. Prioritas program rumah
sakit ini harus terkoordinasi dengan baik dalam pelaksanaanya
e. menentukan profil indikator mutu, metode analisis, dan validasi
data dari data indikator mutu yang dikumpulkan dari seluruh unit
kerja di rumah sakit
f. menyusun formulir untuk mengumpulkan data, menentukan jenis
data, serta bagaimana alur data dan pelaporan dilaksanakan
g. menjalin komunikasi yang baik dengan semua pihak terkait serta
menyampaikan masalah terkait perlaksanaan program mutu dan
keselamatan pasien
h. terlibat secara penuh dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan
PMKP
80
program PMKP
135 Pedoman peningkatan mutu dan keselamatan pasien sesuai
dengan referensi terkini.
136 Mempunyai regulasi sistem manajemen data program PMKP yang
terintegrasi meliputi dat:
a. Diperlukan sistem manajemen data yang didukung dengan
teknologi informasi, mulai dari pengumpulan, pelaporan, analisis,
validasi, serta publikasi data untuk internal rumah sakit dan
eksternal RS Publikasi data tetap harus memperhatikan
kerahasiaan pasien sesuai dengan peraturan perundang-
undangan
b. data yang dimaksud meliputi, data dari indikator mutu unit dan
indikator mutu prioritas rumah sakit
c. data dari pelaporan insiden keselamatan pasien
d. dan data hasil monitoring kinerja staf klinis (bila monitoring
kinerja menggunakan indikator mutu)
e. data hasil pengukuran budaya keselamatan
f. integrasi seluruh data diatas baik di tingkat rumah sakit dan unit
kerja meliputi:
i. pengumpulan
ii. pelaporan
iii. analisa
iv. validasi dan publikasi indikator mutu
137 Mempunyai program pelatihan PMKP yang diberikan oleh
narasumber yang kompeten.
138 Menetapkan regulasi tentang pemilihan dan penetapan prioritas
pengukuran mutu pelayanan klinis yang akan dievaluasi.
139 Menetapkan evaluasi pelayanan kedokteran dengan panduan
praktik klinis, alur klinis atau protokol.
140 Mempunyai regulasi tentang pengukuran mutu dan cara pemilihan
indikator mutu di unit kerja yang antara lain meliputi:
a. Memiliki sistem manajemen data yang didukung dengan
teknologi informasi, mulai dari pengumpulan, pelaporan,
81
analisis, validasi, serta publikasi data untuk internal rumah
sakit dan eksternal RS Publikasi data tetap harus
memperhatikan kerahasiaan pasien sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
b. Data yang dimaksud meliputi, data dari indikator mutu unit dan
indikator mutu prioritas rumah sakit.
c. Data dari pelaporan insiden keselamatan pasien.
141 Menetapkan regulasi tentang manajemen data termasuk
keamanan, kerahasiaan data internal dan eksternal serta
benchmark data yang meliputi:
a. sistem manajemen data yang meliputi pengumpulan, pelaporan,
analisis, feedback dan publikasi data
82
practice guidelines (panduan praktik klinik)
143 Mempunyai regulasi tentang manajemen data termasuk validasi
data sesuai dengan :
a. regulasi data yang harus divalidasi, yaitu:
a. merupakan pengukuran area klinik baru
b. bila ada perubahan sistem pencatatan pasien dari
manual ke elektronik sehingga sumber data berubah
c. bila data dipublikasi ke masyarakat baik melalui di web
site rumah sakit atau media lain
d. bila ada perubahan pengukuran
e. bila ada perubahan data pengukuran tanpa diketahui
sebabnya
f. bila ada perubahan subyek data seperti perubahan
umur rata rata pasien, protokol riset diubah, panduan
praktik klinik baru diberlakukan, ada teknologi dan
metodologi pengobatan baru
c. Proses validasi data mencakup namun tidak terbatas
sebagai berikut:
a) mengumpulkan ulang data oleh orang kedua yang tidak
terlibat dalam proses pengumpulan data sebelumnya
(data asli)
b) menggunakan sampel tercatat, kasus dan data lainnya
yang sahih secara statistik. Sample 100 % hanya
dibutuhkan jika jumlah pencatatan, kasus atau data
lainnya sangat kecil jumlahnya.
c) membandingkan data asli dengan data yang dikumpulkan
ulang
d) menghitung keakuratan dengan membagi jumlah
elemen data yang ditemukan dengan total jumlah data
elemen dikalikan dengan 100. Tingkat akurasi 90 %
adalah patokan yang baik.
e) jika elemen data yg diketemukan ternyata tidak sama,
dng catatan alasannya (misalnya data tidak Koleksi
83
sample baru setelah semua tindakan koreksi dilakukan
untuk memastikan tindakan menghasilkan tingkat
akurasi yang diharapkan
84
e. penculikan anak termasuk bayi atau anak termasuk bayi
dikirim ke rumah bukan rumah orang tuanya
f. perkosaan, kekejaman di tempat kerja seperti
penyerangan (berakibat kematian atau kehilangan fungsi
secara permanen) atau pembunuhan (yang disengaja)
atas pasien, anggota staf, dokter, mahasiswa kedokteran,
siswa latihan, pengunjung atau vendor/pihak ketiga ketika
berada dalam lingkungan rumah sakit
146 Mempunyai regulasi tentang jenis KTD dalam sistem pelaporan
insiden keselamatan pasien internal dan eksternal serta proses
pelaporan dan analisisnya
147 Menetapkan regulasi tentang definisi dan jenis KNC dan KTC
dalam sistem pelaporan insiden keselamatan pasien internal dan
eksternal
148 Menetapkan Regulasi tentang budaya keselamatan Rumah Sakit
dan pengukuran budaya keselamatan
149 Mempunyai program manajemen risiko rumah sakit yang meliputi:
1) identifikasi risiko
2) prioritas risiko
3) pelaporan risiko
4) manajemen risiko
5) investigasi kejadian yang tidak diharapkan (KTD)
6) manajemen terkait tuntutan (klaim)
85
program PPI
86
d) pengelolaan limbah cair;
87
2) identifikasi kelompok risiko pasien;
6) monitoring pelaksanaan.
168 Menetapkan bila terjadi ledakan pasien (outbreak) penyakit infeksi air
borne.
171 Ada sistem manajemen data terintegrasi antara data surveilans dan
data indikator mutu.
172 Menetapkan regulasi program pelatihan dan edukasi tentang PPI.
88
pemilik atau Direktur Rumah Sakit atau individu lainnya sesuai
peraturan perundangan
d. Pengangkatan/penetapan dan Penilaian kinerja representasi
pemilik
89
f. menindaklanjuti terhadap semua laporan dari hasil
pemeriksaan dari badan audit ekternal
g. menetapkan proses untuk mengelola dan mengendalikan
sumber daya manusia dan keuangan sesuai peraturan
perundangan
178 Menetapkan persyaratan jabatan, uraian tugas, tanggung jawab
dan wewenang dari Kepala bidang/divisi Rumah Sakit secara
tertulis.
179 Membuat regulasi tentang penetapan jenis pelayanan RS sesuai
dengan misi Rumah Sakit
180 Menetapkan regulasi tentang kualifikasi kepala unit pelayanan
termasuk koordinator pelayanan baik untuk unit pelayanan
diagnostik, therapeutik maupun rehabilitatif.
181 Mempunyai regulasi yang mengatur pertemuan di setiap dan antar
tingkat di rumah sakit.
182 Adanya regulasi komunikasi efektif antar professional pemberi
asuhan (PPA) dan antar unit/instalasi/ departemen pelayanan yang
terdiri dari:
a. Komunikasi efektif RS dengan masyarakarat lingkungan
90
keselamatan pasien yang meliputi point:
a. Penetapan organisasi yang mempunyai tugas mengarahkan,
mengatur dan mengkoordinasikan pelaksanaan program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
91
d. Dokumen menyebutkan pengalihan tanggung jawab pada
pihak kedua.
e. Monitoring Mutu Kontrak
92
persetujuan dari Direktur RS sudah keluar.
3) dalam melaksanakan uji coba (trial) membutuhkan
persetujuan khusus dari pasien (informed consent)
93
197 Memiliki regulasi dan Pedoman pengorganisasian di masing-masing
unit/departemen pelayanan yang mencakup tentang persyaratan
jabatan, uraian tugas, tanggung jawab dan wewenang untuk setiap
kepala unit pelayanan dan termasuk bila ada koordinator pelayanan,
198 Setiap unit pelayanan telah mempunyai pedoman pelayanan yang
menguraikan tentang pelayanan saat ini dan program kerja yang
menguraikan tentang pelayanan yang direncanakan dan mengatur
pengetahuan dan ketrampilan staf klinis yang melakukan asesmen
pasien dan kebutuhan pasien.
199 Mempunyai regulasi untuk unit pelayanan tentang Regulasi
perencanaan termasuk pengaturan format usulan yang seragam
untuk dokumen perencanaan.
200 Mempunyai regulasi yang mengatur sistem pengaduan pelayanan di
unit pelayanan.
201 RS mempunyai regulasi tentang kriteria pemilihan indikator mutu unit
seperti di:
202 Penilaian RS secara menyeluruh dan perbaikan prioritas yang
ditetapkan oleh Direktur RS, yang terkait
a. secara spesifik dengan departemen atau unit layanan mereka,
sebagai contoh: RS melakukan penilaian asesmen rehabilitasi
medis pada pasien stroke, maka di unit pelayanan stroke untuk
penilaian mutunya, wajib menggunakan indikator tersebut.
94
pelaksanaan time-out, berdasarkan hal tersebut maka salah satu
penilaian mutu dan keselamatan pasien di unit kamar operasi
adalah pelaksanaan time out.
203 Adanya regulasi tentang proses pemilihan, penyusunan dan evaluasi
pelaksanaan PPK setiap dan memilih 5 (lima) panduan praktik klinis,
alur atau protokol klinis prioritas untuk dievaluasi sesuai kriteria:
a. sesuai dengan populasi pasien yang ada dan misi RS
95
Program Kerja Tim DOTS TB
210 Memiliki panduan praktik klinis tuberkulosis.
c. Program unit
96
akses ke rekam medis, termasuk penetapan evaluasi dan
pembaharuan rekam medis
220 Penetapan jangka waktu penyimpanan berkas rekam medis pasien
serta data dan informasi lainnya terkait dengan pasien.
221 Menetapkan regulasi tentang pencegahan akses penggunaan
rekam medis pasien dalam bentuk kertas atau elektronik tanpa
izin.
222 Menetapkan regulasi tentang standardisasi kode diagnosis, kode
tindakan, definisi, simbol dan singkatan, serta monitor
pelaksanaannya.
223 Mempunyai regulasi tentang rekam medis pasien dengan satu
nomor rekam medis sesuai dengan sistem penomoran unit
pengaturan urutan berkas Rekam Medis, baik untuk rawat jalan,
rawat inap, gawat darurat dan pemeriksaan penunjang.
97
1. Penyusunan pola ketenagaan sebagai dasar penetapan
kebutuhan staf di setiap unit.
2. Penempatan dan penempatan kembali staf evaluasi dan
pemutakhiran terus menerus pola ketenagaan yang sesuai
Kompetensi Kewenangan Staf (KKS).
231 Melaksanakan evaluasi dan pemutakhiran terus menerus pola
ketenagaan Sesuai dengan Kompetensi Kewenangan Staf (KKS).
232 Menetapkan jumlah staf Rumah Sakit berdasarkan pertimbangan
misi rumah sakit, keragaman pasien, jenis pelayanan dan teknologi
yang digunakan dalam asuhan pasien.
233 Menetapkan Regulasi tentang persyaratan jabatan, uraian tugas,
tanggung jawab dan wewenang sesuai peraturan perundang-
undangan.
234 Merencanakan kebutuhan staf rumah sakit dengan
mempertimbangkan penempatan atau penempatan kembali dari
satu unit layanan ke lain unit layanan dan harus
mempertimbangkan :
a. faktor kompetensi.
98
b. monitor dari program manajemen fasilitas
99
registrasi, izin, kewenangan, pelatihan dan pengalaman)
247 Melaksanakan penetapan SPK dan RKK staf keperawatan dan
rincian kewenangan klinis perawat berdasarkan pendidikan,
registrasi, sertifikasi, izin, pelatihan dan pengalaman anggota staf
keperawatan.
248 Mempunyai regulasi tentang kredensial PPA lainnya dan staf
klinis lainnya serta proses yang efektif untuk mengumpulkan,
verifikasi dan mengevaluasi kredensial profesional pemberi
asuhan (PPA) lainnya dan staf klinis lainnya (pendidikan,
registrasi, izin, kewenangan, pelatihan dan pengalaman).
249 Melaksanakan penetapan SPK dan RKK PPA lainnya dan staf
klinis lainnya serta rincian kewenangan klinis profesional pemberi
asuhan (PPA) lainnya dan staf klinis lainnya berdasarkan
pendidikan, registrasi, sertifikasi, izin, pelatihan dan pengalaman
anggota staf klinis lainnya.
250 Mempunyai regulasi program manajemen risiko fasilitas dan
lingkungan yang dapat terjadi pada pasien, keluarga, staf dan
pengunjung, tertulis, meliputi risiko yang ada:
a. Keselamatan dan keamanan
100
sekurang- kurangnya setahun sekali
101
d. Tumpahan, atau paparan/pajanan;
102
UGD
257 Mempunyai program proteksi kebakaran (fire safety) yang
memastikan bahwa semua penghuni rumah sakit selamat dari
bahaya api, asap atau keadaan darurat non kebakaran lainnya
meliputi:
a. pencegahan kebakaran melalui pengurangan risiko, seperti
penyimpanan dan penanganan bahan-bahan mudah
terbakar secara aman, termasuk gas-gas medis yang
mudah terbakar seperti oksigen
b. penanganan bahaya yang terkait dengan konstruksi
apapun, di atau yang berdekatan dengan bangunan yang
ditempati pasien
c. penyediaan sarana evakuasi yang aman dan tidak
terhalangi bila terjadi kebakaran
d. penyediaan sistem peringatan dini, deteksi dini, seperti
detektor asap, alarm kebakaran, dan patroli kebakaran
(fire patrols)
e. penyediaan mekanisme pemadaman api, seperti selang
air, bahan kimia pemadam api (chemical suppressants),
atau sistem sprinkler.
258 Mempunyai regulasi tentang penetapan RS sebagai kawasan
bebas rokok dan larangan merokok bagi pasien, keluarga,
pengunjung dan staf, termasuk larangan menjual rokok di
lingkungan rumah sakit.
103
260 Mempunyai Regulasi tentang pemantauan dan penarikan kembali
(recall) peralatan medis yang berbahaya, recall/penarikan
kembali, laporan insiden, masalah, dan kegagalan pada
peralatan medis.
261 Mempunyai regulasi pengelolaan sistem utilitas meliputi:
104
hari seminggu.
c. menguji ketersediaan dan kehandalan sumber tenaga
listrik dan air bersih darurat /pengganti/backup
d. mendokumentasikan hasil-hasil pengujian
105
fasilitas.
106
BAB V
TATA LAKSANA
Ketentuan Umum
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Staf medis yang melakukan praktik kedokteran wajib memiliki Surat Izin
Praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Staf klinis wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3. Setiap tenaga kesehatan harus bekerja sesuai dengan standar profesi,
standar pelayanan Rumah Sakit, standar prosedur operasional yang
berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan
keselamatan pasien.
4. Staf klinis memberikan pelayanan dan asuhan kepada pasien sesuai
dengan kompetensi dan kewenangan yang ditetapkan.
5. Permintaan dan penulisan pemeriksaan serta pemberian informasi
pelayanan yang SERAGAM, diberikan meliputi :
a. Permintaan pemeriksaan serta pemberian informasi pelayanan
dilakukan secara tertulis pada format yang telah tersedia oleh
Bagian rekam medis.
b. Permintaan dan penulisan hasil pemeriksaan serta pemberian
informasi pelayanan dilakukan oleh tenaga kesehatan Rumah
Sakit yang berkompeten di bidang masing-masing
c. Permintaan dan penulisan hasil pemeriksaan dilakukan dengan
mengisi format yang telah disediakan di rekam medis
d. Khusus untuk permintaan pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan radiologi, ditulis dengan menyertakan indikasi
medis dan alasan klinis oleh DPJP
e. Semua hasil pemeriksaan serta pemberian informasi pelayanan
harus diverifikasi oleh DPJP
107
2. SKRINING
a. Skrining Kasus
Petugas harus dapat menyeleksi pasien sesuai dengan kondisi
kegawatdaruratannya sebagai prioritas pertama pelayanan kepada pasien
sesuai dengan ketentuan yang ada untuk pelayanan pasien gawat darurat
yang berlaku dan tidak berdasarkan urutan kedatangan pasien untuk
kemudian memilah pasien berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya
yang tersedia. Kebutuhan pasien akan layanan preventif, kuratif, paliatif, dan
rehabilitatif diprioritaskan berdasarkan kondisi pasien pada saat masuk rumah
sakit.
Pelayanan pasien yang datang ke Unit Gawat Darurat berdasarkan kondisi
kegawatdaruratannya meliputi :
1. Pasien dengan kasus emergency, yaitu pasien yang berada dalam kondisi
sebagai berikut :
Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat darurat atau akan
menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan
bisa menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan yang tepat
secepatnya.
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan
darurat.
Pasien akibat musibah/kejadian yang tiba-tiba terjadi, tetapi tidak
mengancam nyawa dan anggota badannya.
2. Pasien dengan kasus false emergency, yaitu pasien yang tidak
memerlukan pertolongan segera.
108
6. Pankreas.
Kegagalan dari salah satu sistem atau organ tersebut dapat disebabkan oleh :
1. Trauma/cedera.
2. Infeksi.
3. Keracunan.
4. Degenerasi (failure).
5. Asfiksia
6. Kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah yang besar (excessive loss
of water and electrolyte), dan lain-lain.
Pada kasus tertentu di mana penyakit yang diderita tidak termasuk di
dalam daftar tersebut di atas, penentuan kasus gawat atau tidak gawat
ditentukan oleh dokter yang menangani pasien.
109
6. Flu burung (kasus dengan hasil Laboratorium penunjang positif).
7. Flu babi (kasus dengan hasil Laboratorium penunjang positif).
8. SARS (kasus dengan hasil Laboratorium penunjang positif).
Tidak ada DPJP yang bertugas.
Tidak tersedia tempat tidur, peralatan, dan pemeriksaan yang sangat
diperlukan oleh pasien.
110
h. Petugas menanyakan keluhan utama pasien jika terdapat keluhan
yang potensial mengancam nyawa (misalnya : kejang, kelemahan/
kelumpuhan anggota gerak, nyeri dada, sesak nafas, dan
sebagainya) maka pasien segera dibawa ke ruang resusitasi untuk
penatalaksanaan lebih lanjut.
i. Hasil pemeriksaan skrining pasien awal di triage primer ditulis di
lembar asesmen.
j. Jika pada hasil skrining pasien awal di triage primer ditemukan pasien
dengan kondisi kegawatan yang potensial dapat mengancam nyawa
maka tindakan pemeriksaan terhadap pasien dilakukan sedemikian
rupa sehingga dapat dilakukan secara terintegrasi di ruang resusitasi
untuk penatalaksanaan lebih lanjut.
k. Jika pada hasil skrining pasien awal di triage primer ditemukan pasien
dengan kondisi tidak ada tanda-tanda kegawatan yang potensial
dapat mengancam nyawa maka tindakan pemeriksaan terhadap
pasien dilakukan di tempat periksa / tempat observasi sesuai dengan
kondisi klinisnya (kasus bedah / non-bedah / obstetri dan ginekologi).
l. Pasien yang dilakukan skrining dilengkapi dengan pemeriksaan
laboratorium dan atau radiologi diagnostik sesuai dengan keluhan
pasien sehingga dapat mengetahui kebutuhannya. Apabila setelah
dilakukan pemeriksaan diagnostik, rumah sakit tidak dapat memenuhi
kebutuhan pasien, maka pasien akan dirujuk ke pelayanan kesehatan
lain yang memiliki fasilitas terkait.
Pemeriksaan Penunjang yang dilakukan pada proses skrining berdasarkan
PPK (Panduan Praktek Klinis):
1. Sindrom Koroner Akut
- EKG
- Laboratorium: DL, Na/K, Ureum, Creatinin, Gula Darah Sewaktu,
SGOT/SGPT, CKMB dan troponin
- Rontgen Thorax
2. Stroke Hemoragik
- CT scan kepala
- Laboratorium: DL, faal hemostasis (PT/APTT, INR), Ureum, Creatinin,
SGOT, SGPT, profil lipid, Na/K.
111
- EKG
- Rontgen Thorax
3. Stroke Iskemik
- CT scan kepala
- Laboratorium: DL, faal hemostasis (PT/APTT), Ureum, Creatinin,
SGOT, SGPT, profil lipid, Na/K.
- EKG
- Rontgen Thorax
4. Appendicitis Acute
- USG
- Laboratorium: DL, UL, tes kehamilan (pada wanita usia produktif)
5. Demam Dengue (Dengue Haemorraghic Fever, Dengue Fever)
- Laboratorium: DL, NS1 antigen atau serologis IgM IgG antidengue
b. Skrining Wilayah
Skrining bisa dilakukan saat pasien berada di luar Rumah Sakit
tempat asal rujukan pasien, pada saat pasien ditransportasi, dan pada saat
pasien tiba di RS (UGD atau Unit Rawat Jalan). Pasien yang berasal dari luar
rumah sakit dapat diskrining melalui surat rujukan maupun melalui telepon
dari fasilitas pelayanan kesehatan yang akan merujuk.
112
sesuatu yang tidak diinginkan. Prevensi secara etimologi berasal dari
bahasa latin, pravenire yang artinya datang sebelum atau antisipasi atau
mencegah untuk tidak terjadi sesuatu. Dalam pengertian yang sangat luas,
prevensi diartikan sebagai upaya secara sengaja dilakukan untuk mencegah
terjadinya gangguan, kerusakan, atau kerugian bagi seseorang atau
masyarakat.
Upaya preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit dan
gangguan kesehatan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Usaha-
usaha yang dilakukan, yaitu:
a. Pemeriksaan kesehatan secara berkala (balita, bumil, remaja, dll)
b) Pelayanan Paliatif
Pelayanan paliatif adalah pelayanan interdisipliner yang berfokus
pada pasien penyakit serius atau mengancam jiwa. Tujuan pelayanan
paliatif adalah mengurangi beban penyakit, meringankan penderitaan,
dan mempertahankan kualitas hidup dari saat setelah diagnosis. Tujuan
ini dicapai melalui intervensi yang mempertahankan kesejahteraan fisik,
psikologis, sosial dan spiritual, meningkatkan komunikasi dan koordinasi
pelayanan, memastikan pelayanan yang layak secara budaya dan
konsisten dengan nilai-nilai dan preferensi pasien, memberi bantuan
konkrit jika diperlukan dan meningkatkan kemungkinan bahwa pasien
meninggal dengan penderitaan minimal.
c) Pelayanan Kuratif
113
b.Perawatan orang sakit sebagai tindak lanjut perawatan dari puskesmas
dan rumah sakit.
c.Perawatan ibu hamil dengan kondisi patologis dirumah, ibu bersalin dan
nifas
d.Perawatan payudara
e.Perawatan tali pusat bayi baru lahir
f. Pemberian obat : Fe, Vitamin A, oralit.
d) Pelayanan Rehabilitatif
Merupakan upaya pemulihan kesehatan bagi penderita-penderita
yang dirawat dirumah, maupun terhadap kelompok-kelompok tertentu
yang menderita penyakit yang sama. Usaha yang dilakukan, yaitu:
a. Latihan fisik bagi yang mengalami gangguan fisik seperti, patah tulang,
kelainan bawaan
b. Latihan fisik tertentu bagi penderita penyakit tertentu misalnya, TBC
(latihan nafas dan batuk), Stroke (fisioterapi).
Dalam pelaksanaannya skrining didalam rumah sakit dilaksanakan
melalui tahapan berikut :
1. Pemeriksaan saat pasien datang
Semua pasien yang datang ke IGD harus diprioritaskan pada saat
kedatangan, oleh tenaga terlatih dan perawat berpengalaman.
Penilaian awal umumnya harus tidak mengambil lebih dari 2 - 5
menit. Penilaian awal tersebut dilaksanakan melalui kriteria triase
yang menggunakan skala triase Australia, selanjutnya petugas
melaksankan penilaian lanjutan.
2. Skrining dilakukan melalui :
a. Kriteria triase (SPO Triase pasien)
b. Evaluasi visual atau pengamatan, (keadaan umum pasien)
c. Pertanyaan (anamnesa pasien)
d. Pemeriksaan fisik atau hasil dari pemeriksaan fisik,
e. Psikologik,
f. Hasil laboratorium klinik atau diagnostik imajing pasien.
g. Ketersediaan kamar rawatan
114
h. Identifikasi kebutuhan pasien berkenaan dengan pelayanan preventif,
paliatif, kuratif, dan rehabilitatif
3. Dokumentasi dilakukan melalui status Rekam Medis IGD yang mencakup
a. Identitas pasien
b. Anamnesis pasien
c. Pemeriksaan fisik
d. Pemeriksaan penunjang
e. Diagnosis pasien
3. REGISTRASI PASIEN
• Layanan rawat jalan dapat diakses melalui admisi/ registrasi rawat jalan
• Setiap pasien yang dilayani (rawat jalan, gawat darurat, rawat inap)
harus terdaftar dan memiliki nomor catatan medik.
115
4. ALUR PASEN
Semua pasien yang mendapatkan pelayanan perawatan kesehatan atau
yang akan mendapatkan pelayanan kesehatan harus diregistrasi di dalam data
pasien dan mendapatkan nomor rekam medis. Pasien yang diregistrasi meliputi
pasien rawat inap termasuk bayi baru lahir, pasien rawat jalan, dan pasien yang
hanya memeriksakan spesimen (contoh: sampel darah). Keberhasilan
mengidentifikasi pasien menurunkan angka duplikasi registrasi.
a. Proses Penerimaan Pasien Rawat Jalan Poliklinik, UGD dan
Pelayanan Penunjang
116
Di Unit Poliklinik/UGD/Unit Pelayanan Penunjang:
Petugas di unit pelayanan memberikan pelayanan kesehatan bagi
pasien
Apakah pasien perlu dirujuk di unit pelayanan penunjang yang
lain?
Jika Ya, maka pasien membawa formulir rujukan ke unit
pelayanan penunjang yang dituju.
Jika Tidak maka pasien/keluarga pasien dipersilahkan
mengambil obat di bagian farmasi.
Kemudian petugas mengantar pasien ke apotik, pasien
mengambil obat di apotik setelah menyelesaikan pembayaran
administrasi di kasir.
b. Proses Penerimaan Pasien Rawat Inap
117
Dokter jaga UGD mengkonfirmasi ke dokter spesialis yang merawat
tentang instruksi yang tertulis di pengantar rawat inap dan
menginformasikan ruangan perawatan pasien kepada dokter
spesialis.
Instruksi tersebut dijalankan oleh dokter jaga UGD/perawat UGD.
Bila kamar pasien sudah siap pasien diantar oleh perawat UGD ke
ruang rawat inap sesuai nomor kamar pasien.
118
c. Pengaturan Kamar Rawat
Terdiri dari kamar perawatan kelas I, II, III, VIP, VVIP, Ruang Bayi,
HCU dan VK( ruang bersalin).
Pengalokasian kamar dikendalikan oleh bagian front office.
Pasien diperbolehkan untuk memilih kelas ruangan rawat inap yang
diinginkan, terkecuali pasien dengan kebutuhan ruang isolasi atau
pelayanan intensif setelah dikaji oleh dokter UGD.
Apabila kelas ruangan rawat inap yang diminta tidak ada akan
ditawarkan kelas yang tersedia. Jika pasien/keluarga pasien tetap
menolak, disarankan untuk dirujuk ke rumah sakit yang menyediakan
ruangan rawat inap yang sesuai dengan keinginan pasien/keluarga pasien.
Sebelumnya petugas front office mem-booking-kan di rumah sakit rujukan
yang dituju sesuai dengan kelas yang diinginkan pasien. Untuk pasien yang
tidak memiliki indikasi rawat inap dapat segera dipulangkan dari rumah sakit
untuk berobat Jalan.
119
e. Penanganan Pasien Bila Tidak Tersedia Tempat Tidur Yang Dituju
(Penuh)
5. TRIASE
a. Pengertian
b. Tujuan
c. Prosedur
120
3. Bila triage score > 4 langsung resusitasi dan bila triage score < 4
pasien dikirim ke kamar tindakan bedah maupun non bedah sesuai
dengan kasusnya.
TRIAGE SCORE
VARIABEL DEFINISI SCORE
Usaha Bernafas Normal 0
Inspeksi gerakan dinding dada Dangkal 1
Retraksi 2
Tidak Ada 3
Pengisian Kapiler Segera ( < 2" ) 0
Penekanan Kuku Lambat ( >2" ) 1
Menurut
Reaksi Motorik Perintah 0
Diperintah dengan Kata Dengan
– Kata Perintah 1
atau Tarikan Fleksi 2
atau Rangsangan Nyeri Extensi 3
121
a. Gagal nafas akut.
b. Henti nafas dan atau henti jantung.
c. Syok.
d. Cedera organ multipel.
e. Eklampsia.
f. Kejang.
Langsung ke ruang tindakan bedah :
a. Semua pasien trauma baik yang gawat darurat maupun yang darurat
tidak gawat.
b. Pasien non trauma seperti : obstruksi, corpus alienum, infeksi.
CRAMS SCORE
VARIABEL SCORE
SIRKULASI
Pengisian kapiler normal dan TD sistolik > 100
mmHg 2
Pengisian kapiler lambat atau TD sistolik 85 - 90
mmHg 1
Pengisian kapiler tidak ada atau TD sistolik < 45
mmHg 0
PERNAFASAN
Normal 2
Abnormal ( berat,dangkal,atau frekuensi >35 X /
menit ) 1
Tidak ada 0
ABDOMEN
Abdomen dan thoraks tidak nyeri tekan 1
Abdomen rigid,thoraks flail,atau trauma tajam pada
dada atau abdomen 0
MOTORIK
Normal ( menurut perintah ) 2
Reaksi hanya terhadap rasa sakit 1
Tetap pada sikapnya atau tidak ada reaksi 0
PERCAKAPAN
Normal 2
Kacau atau tidak sesuai 1
Tidak ada atau hanya mengerang 0
122
b. Abortus.
c. Kasus patologis kebidanan :
partus lama/ kasep.
Antepartum bleeding.
Ketuban pecah dini (KPD) lebih dari 24 jam atau dengan febris.
Ruptur uteri.
Tali pusat terkemuka / menumbung dengan bayi masih hidup.
Inpartu letak lintang.
Fetal distres.
Inpartu letak sungsang dengan riwayat persalinan yang buruk.
Preeklampsia berat.
Inpartu dengan bekas sectio secaria.
Retentio plasenta.
HPP.
Inpartu dengan penyakit jantung.
d. Kehamilan Ektopik Terganggu.
e. Torsi kista.
f. Mola hidatidosa yang sudah ekspulsi.
g. Sepsis oleh karena PID.
h. Menorrhagia, metrorhagia atau menometrorhagia.
i. Trauma alat genital wanita.
Ruang tindakan non bedah :
a. Langsung ditangani oleh dokter jaga dan segera dikonsulkan ke
dokter Internis atau dokter jantung untuk kasus seperti :
a) Syok kardiogenik, IMA, gagal jantung akut, aritmia maligna.
b) Gagal nafas akut, serangan asma, pneumothoraks.
c) Koma hiperglikemia, koma hipoglikemia, krisis tiroid.
d) Gagal ginjal, kolik ginjal/ ureter, krisis hipertensi.
e) Hematemesis melena, pankreatitis akut.
f) Keracunan akut.
g) Tifoid dengan intestinal bleeding, syok septic, malaria serebral.
h) DIC, Krisis leukemia.
b. Kasus gawat darurat yang memerlukan tindakan Neurologi :
123
a. Stroke baik Hemorrhagik maupun non Hemorrhagik.
b. Konvulsi misalnya status epileptikus.
c. Kasus gawat darurat yang memerlukan tindakan dari dokter
spesialis anak :
a. Hipertermia atau hipotermia.
b. Kejang atau konvulsi.
c. Gagal nafas akut.
d. Gagal jantung.
e. Syok hipovolemik/ syok anafilaktik.
f. Keracunan akut.
g. Neonatologi :
Asfiksia, IRDS/ RDS, Apneu, Sianosis, Kejang, Persalinan dengan
kelainan (SC, VE, FE), Kelainan kongenital, Pasca bedah,
Hiperbilirubinemia.
d. Pasien gawat darurat di bidang THT :
a. Abses mastoid, Tuli saraf mendadak, Abses septum, Trauma nasal
terbuka,
b. Trauma maksilofasial terbuka, Epistaksis berat, Peritonsiler abses,
Retrofaringeal abses, Parafaringeal abses, Benda asing di esofagus,
Aspirasi benda asing masuk di saluran nafas, Perdarahan pasca
tonsilektomi.
e. Kasus gawat darurat di bidang penyakit Mata
a. Sangat Gawat : Luka Bakar Kimia (Trauma Alkali, Asam), Oklusi
Arteri Retina Sentral.
b. Gawat : Trauma Tajam (Laserasi Kelopak Mata, Erosi Kornea,
Laserasi/Ruptur Kornea atau Sclera), Trauma Tumpul (Edema
Palpebra atau hematoma, Hipema, Dislokasi lensa ke anterior,
Ablasio retina atau perdarahan badan kaca), Trauma Termis, Korpus
Aleinum, Infeksi akut pd mata, Glaukoma Kongestif akut.
f. Kasus Gawat Darurat di bidang Gigi dan Mulut
a. Trauma di daerah gigi dan mulut
b. Infeksi Odontogenis (mis. Plegmon dasar mulut)
c. Pembuatan atau pemasangan Obturator pada kasus kelainan
kongenital Palatoschisis pada bayi baru lahir.
124
g. Pada pasien-pasien yang memerlukan penanganan intensif di ICU
dan dikonsulkan kepada ahli anestesi untuk selanjutnya akan
dirujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas ICU.
6. Pasien Gawat Tidak Darurat :
a. Pasien Bedah : Dilakukan tindakan dan terapi sesuai dengan pedoman
medis teknis sesuai dengan bidang spesialisasi terkait.
b. Pasien Non Bedah : Dilakukan tindakan dan terapi sesuai dengan
pedoman medis teknis sesuai dengan bidang spesialisasi terkait.
7. Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat (False Emergency) :
Pasien yang tidak gawat dan tidak darurat baik bedah maupun non bedah
diberikan terapi oleh dokter jaga UGD dan selanjutnya dipulangkan. Bila
kasus masih meragukan bisa dilakukan observasi terlebih dahulu,
sedangkan bila dibutuhkan perawatan lanjutan, pasien dapat dirawat inap.
8. Pasien emergensi diperiksa dan distabilisasi sesuai kemampuan rumah
sakit sebelum ditransfer.
9. Dalam keadaan bencana (disaster) maka penderita atau korban diseleksi
dengan cara sebagai berikut :
Kenali segera pasien yang berada dalam keadaan gawat darurat dan yang
mengancam nyawa, kelompokkan pasien sesuai tingkat kegawatannya
dengan label warna sebagai berikut :
a. Label merah
Pasien gawat darurat yang merupakan prioritas pertama pada
penanganan dan pertolongan diberikan segera pada saat ditemukan
atau saat pertama pasien diterima.
b. Label kuning
Pasien darurat tidak gawat yang merupakan prioritas
kedua.pertolongan diberikan setelah pasien dengan label merah
ditangani.
c. Label hijau
Penanganan seperti pelayanan biasa tidak perlu segera,
penanganan dan pemindahan bersifat terakhir.
d. Label hitam
Pasien sudah meninggal dan dapat langsung dipindahkan ke ruang
jenazah.
125
Label warna tersebut ditulis di blangko rekam medis UGD dengan cara
mencentang kolom M,K,HJ atau H.
M K HJ H
6. PELAYANAN HCU
Pelayanan HCU diberikan kepada pasien dengan kondisi kritis stabil yang
membutuhkan pelayanan, pengobatan dan pemantauan secara ketat tanpa
penggunaan alat bantu misalnya ventilator dan terapi titrasi.
Pelayanan HCU meliputi pemantauan pasien secara ketat, menganalisis
hasil pemantauan dan melakukan tindakan medik dan asuhan keperawatan
yang diperlukan.
Ruang lingkup pemantauan yang harus dilakukan antara lain:
1. Tingkat kesadaran. .
2. Fungsi pernapasan dan sirkulasi dengan interval waktu minimal 4 (empat) jam
atau disesuaikan dengan keadaan pasien.
3. Oksigenasi dengan menggunakan oksimeter secara terus menerus.
4. Keseimbangan cairan dengan interval waktu minimal 8 (delapan) jam atau
disesuaikan dengan keadaan pasien.
126
pengalir oksigen, seperti: kanul nasal, sungkup muka sederhana, sungkup
muka dengan reservoir, sunggup muka dengan katup dan sebagainya.
3. Penggunaan obat-obatan untuk pemeliharaan/ stabilisasi (obat inotropik,
obat anti nyeri, obat aritmia jantung, obat-obat yang bersifat vasoaktif, dan
4. Nutrisi enteral atau nutrisi parenteral campuran.
5. Fisioterapi sesuai dengan keadaan pasien.
6. Evaluasi seluruh tindakan dan pengobatan yang telah diberikan
Kriteria Pasien Masuk Dan Keluar Ruang High Care Unit (HCU)
a. Pengertian
Ruang High Care Unit (HCU) adalah unit pelayanan di rumah sakit bagi
pasien dengan kondisi respirasi, hemodinamik dan kesadaran yang stabil
yang masih memerlukan pengobatan, perawatan dan observasi secara
ketat. Pelayanan HCU adalah pelayanan medik pasien dengan kebutuhan
memerlukan pengobatan, perawatan, dan observasi secara ketat dengan
tingkat pelayanan yang berada di antara ICU dan ruang rawat inap (tidak
perlu perawatan ICU namun belum dapat dirawat di ruang rawat biasa
karena memerlukan observasi yang ketat).
b. Kriteria Pasien
1. Indikasi Masuk
a. Pasien dengan gagal organ tunggal yang mempunyai resiko tinggi
untuk terjadi komplikasi
b. Pasien yang memerlukan perawatan perioperatif
2. Indikasi Keluar
a. Pasien sudah stabil yang tidak lagi membutuhkan pemantauan yang
ketat
b. Pasien yang memburuk sehingga perlu pindah ke ICU
3. Pasien yang tidak perlu masuk HCU
a. Pasien dengan fase terminal suatu penyakit (misalnya kanker
stadium akhir)
b. Pasien/ keluarga menolak untuk dirawat di ruang HCU (atas dasar
informed consent)
Beberapa keadaan yang memerlukan perawatan HCU antara lain:
127
1. Sistem Kardiovaskuler
a. Miokard Infark dengan Hemodinamik stabil
b. Gangguan irama jantung dengan hemodinamik stabil
c. Gangguan irama jantung yang memerlukan pacu jantung
sementara/menetap dengan hemodinamik stabil
d. Gagal Jantung Kongestif NYHA kelas I atau II
e. Hipertensi urgensi tanpa ada gagal organ target
2. Sistem Pernapasan
Gangguan pernapasan yang memerlukan fisioterapi yang intensif dan
agresif
3. Sistem Saraf
a. Cedera kepala sedang sampai berat yang stabil dan memerlukan
tirah baring dan memerlukan pemeliharaan jalan napas secara
khusus, seperti hisap lendir
b. Cedera sumsum tulang belakang leher yang stabil
4. Sistem Saluran Pencernaan
Perdarahan saluran cerna bagian atas tanpa hipotensi dan respon dengan
pemberian cairan
5. Sistem Endokrin
Diabetik Ketoasidosis dengan infuse insulin kontinyu
6. Pembedahan
Pasca bedah besar dengan hemodinamik stabil, tetapi masih memerlukan
resusitasi cairan dan pengawasan
7. Kebidanan dan Kandungan
Preeklamsia pada kehamilan atau pasca persalinan
128
□ Sumbatan parsial jalan napas (snoring, gargling, stidor)
□ Memerlukan pemeliharaan jalan nafas atau hisap lender berkala
□ Resiko aspirasi
□ Gangguan menelan
- Pernafasan
□ Frekuensi nafas >24 atau <10x/menit, tanpa gagal nafas
□ Saturasi perifer O2 >95%
□ Memerlukan terapi oksigen
- Sirkulasi
□ Denyut jantung > 110 atau < 50x/menit dengan pulsasi lemah
□ Gangguan irama jantung
□ Nyeri dada akut
□ MAP 65-110 mmHg
□ Dehidrasi berat>10%
□ Turgor kulit menurun
□ CRT > 2 detik
□ Produksi urine < 0,5 cc/KgBB/jam
□ Perdarahan 20-30% EBV
□ Memerlukan monitoring tanda vital berkala
□ Memerlukan pemeriksaan EKG berkala
□ Memerlukan monitoring cairan ketat
- Lain – Lain
□ Pasca operasi besar
□ Kehamilan atau pasca persalinan dengan komplikasi
□ Pemantauan gula darah berkala, dengan infus insulin kontinu
□ Pasca perawatan ICU
□ Gangguan elektrolit berat (K <2, Na <120 )
□ Trombistopenia dengan resiko perdarahan
□ Persiapan donor organ
□ Kejang berulang
□ Multiple trauma
□ Penyakit penyerta > 1
Keterangan : Indikasi masuk HCU bila memenuhi minimal 3 kriteria di
atas dengan hemodinamik stabil atau tanpa gagal napas.
129
d. Checklist Pasien Keluar High Care Unit
Kesadaran
□ GCS 15
□ GCS 8-14
□ GCS <8
Jalan Napas
□ Sumbatan parsial jalan napas (snoring, gargling, stidor)
□ Jalan napas paten
Pernapasan
□ Frekuensi nafas 12-20x/ menit
□ Ancaman gagal nafas
□ Saturasi perifer O2 > 95%
□ Saturasi O2 <95%
□ Memerlukan ventilasi mekanik
Sirkulasi
□ Denyut jantung 60-100 x/menit dengan pulsasi kuat
□ Denyut jantung<50x menit
□ MAP 65 – 110 mmHg
□ MAP > 110 mmHg
□ MAP < 65 mmHg
□ CRT > 2 detik
□ CRT < 2 detik
□ Ganguan irama jantung, dengan gangguan hemodinamik
Kondisi lain:
Indikasi keluar HCU bila memenuhi minimal 3 kriteria di atas.
Keluar HCU (jika kondisi pasien membaik pindah keruangan, jika
memburuk pindah ke ICU).
Menolak intervensi aktif, terapi bantuan hidup (menandatangani form
penolakan tindakan).
Pasien / keluarga menghendaki dirawat diluar ruang rawat intensif
130
Prosedur Masuk dan Keluar Ruang Perawatan HCU
a. Dokter Penanggung Jawab Pasien ( DPJP ) menginformasikan kepada
penanggung jawab pasien terkait dengan kondisi pasien untuk masuk / keluar
dari ruang high care unit
b. Penanggung jawab pasien dianjurkan untuk ke bagian FO
c. Perawat ruangan diinformasikan oleh bagian FO terkait dengan masuk /
keluarnya pasien dari ruang HCU
d. Perawat ruangan menghubungi perawat ruang HCU terkait kondisi pasien
yang akan dirawat di ruang HCU
131
A. Persiapan penerimaan pasien
a. Ruang high care unit mendapat informasi dari bagian admission
terkait dengan pasien yang akan dirawat di ruang intensif
b. Perawat UGD atau ruangan menghubungi perawat ruang high care
unit terkait dengan kondisi pasien yang akan dirawat di ruang high
care unit
c. Perawat ruang high care unut menyiapkan fasilitas yang diperlukan
B. Monitoring pasien
a. Setiap pasien yang dirawat di ruang high care unit dilakukan monitoring
tanda – tanda vital selama 24 jam
b. Bila ada gambaran monitoring yang menggambarkan kelainan, perawat
menginformasikan kepada DPJP/dokter jaga UGD
C. Pengiriman rujukan
a. DPJP menginformasikan kepada penanggung jawab pasien terkait
pemeriksaan yang akan dilakukan atau dirujuk ke rumah sakit lain
b. Perawat ruang High care unit menginformasikan kepada petugas
administrasi rawat inap
c. Penanggung jawab pasien mengisi formulir inform consent
d. Perawat menghubungi diver untuk informasi penggunaan mobil
ambulans
D. Rekam medis
a. Rekam medis pasien yang meninggal / pulang / pindah ke rumah sakit
lain dilengkapi oleh DPJP
b. Setelah dilengkapi di kirim ke bagian rekam medis disertai buku
ekspedisi
E. Pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan
a. Kegiatan pelayanan yang diberikan pada pasien ditulis pada flow sheet
yang sudah tersedia
b. Informasi pasien yang tertulis di dalam flow sheet, dirangkum oleh
penanggung jawab shift
c. Setiap shift jaga melakukan pelaporan dan serah terima pasien
F. Evaluasi hasil perawatan
a. Kegiatan pelayanan pada bulan terkait dirangkum dan
didokumentasikan pada laporan bulanan ruang
132
b. Informasi yang memerlukan tindak lanjut dengan bagian lain ditindak
lanjuti sesuai dengan prosedur yang berlaku
pasien
UGD
tidak
jaminan umum?
ya
persetujuan rawat inap
radiologi ya
penunjang?
laboratorium
tidak
konsul dokter
perawatan di
ruangHCU Pulang Paksa
ya tidak Dirujuk
ruang rawat inap kondisi pasien Meninggal
stabil?
proses pembayaran
pasien pulang
133
7. DISCHARGE PLANNING
a. Kriteria Discharge Planning Rumah Sakit Risa Sentra Medika Lombok Timur
Pemulangan pasien dari rumah sakit dilakukan kepada :
1. Semua pasien yang telah menjalani perawatan di Rumah Sakit Risa
Sentra Medika Lombok Timur baik dari OK, ruang perawatan, neonatus,
HCU, VK
2. Semua pasien yang akan menjalani rawat inap dan yang akan menjalani
rawat jalan di Rumah Sakit Risa Sentra Medika Lombok Timur.
Rencana pemulangan pasien (discharge planning) dilakukan oleh dokter dan
perawat baik pada pasien pulang dalam kondisi sembuh, kritis, ataupun atas
permintaan sendiri.
b. Tahap – Tahap Discharge Planning
1. Pengkajian
Pengkajian mencakup pengumpulan dan pengorganisasian data tentang
pasien. Ketika melakukan pengkajian kepada pasien, keluarga
merupakan bagian dari unit perawatan. Pasien dan keluarga harus aktif
dilibatkan dalam proses discharge planning agar transisi dari rumah sakit
ke rumah dapat efektif, baik pada pasien yang baru datang pertama kali
di rumah sakit maupun persiapan pasien yang akan pulang sembuh
maupun kondisi kritis.
Elemen penting dari pengkajian discharge planning adalah :
a. Data kesehatan.
b. Data pribadi.
c. Pemberi perawatan.
d. Lingkungan.
e. Keuangan dan pelayanan yang dapat mendukung.
2. Diagnosa
Diagnosa berdasarkan pada pengkajian discharge planning,
dikembangkan untuk mengetahui kebutuhan pasien dan keluarga.
Keluarga sebagai unit perawatan berdampak terhadap anggota keluarga
yang membutuhkan perawatan. Penting untuk menentukan apakah
masalah tersebut aktual atau potensial, serta dapat menentukan apakah
pasien datang pertama kali akan menjalani persiapan akan pulang.
134
3. Perencanaan
Perencanaan pemulangan pasien membutuhkan identifkasi
kebutuhan spesifik pasien. Kelompok perawat berfokus pada kebutuhan
perawatan selanjutnya dengan baik serta untuk mempersiapkan
pemulangan pasien yang disingkat dengan METHOD, yaitu :
a. Medication (obat)
Pasien sebaiknya mengetahui obat yang harus dilanjutkan setelah
pulang.
b. Environment (lingkungan)
Lingkungan tempat pasien akan pulang dari rumah sakit
sebaiknya aman. Pasien sebaiknya juga memiliki fasilitas pelayanan yang
dibutuhkan untuk kontinuitas perawatannya serta penentuan tanggal
kapan pasien akan kontrol dan fasilitas kesehatan yang akan dituju.
c. Treatment (pengobatan)
Perawat harus memastikan bahwa perawatan dan pengobatan di
rumah sakit dapat berjalan baik sesuai dengan kebutuhan pasien, serta
dapat melanjutkan perawatan lanjutan dengan baik setelah pasien
pulang, yang dilakukan oleh pasien atau anggota keluarga. Jika hal ini
tidak memungkinkan, perencanaan harus dibuat sehingga seseorang
dapat berkunjung kerumah untuk memberikan keterampilan perawatan,
serta antisipasi terhadap pasien yang harus diketahui oleh keluarga
pasien, apabila pasien mengalami kondisi kegawatan.
d. Health Teaching (pengajaran kesehatan)
Pasien yang akan pulang sebaiknya diberitahu bagaimana
mempertahankan kesehatan termasuk tanda dan gejala yang
mengindikasikan kebutuhan perawatan kesehatan tambahan.
e. Outpatient referral
Pasien seharusnya mengenal pelayanan dari rumah sakit atau
agen komunitas lain yang dapat meningkatkan perawatan yang kontinu
selama dirawat di rumah sakit serta keluarga mengetahui kapan pasien
akan menjalani kontrol, dimana, dan kepada siapa pasien akan menjalani
kontrol.
f. Diet
Pasien sebaiknya diberitahu tentang pembatasan pada dietnya.
135
Pasien sebaiknya mampu memilih diet yang sesuai untuk dirinya.
4. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan rencana pemulangan dan rujukan.
Seluruh rencana pemulangan yang diberikan harus didokumentasikan pada
catatan perawat dan ringkasan pulang (discharge planning). Instruksi tertulis
diberikan kepada pasien. Pasien dan pemberi perawatan harus memiliki
keterbukaan dan melakukannya dengan alat yang akan digunakan di rumah.
5. Evaluasi
Perencanaan dan penyerahan harus diteliti dengan cermat untuk
menjamin kualitas dan pelayanan yang sesuai. Evaluasi berjalan terus –
menerus serta membutuhkan revisi dan juga perubahan. Evaluasi lanjut dari
proses pemulangan biasanya dilakukan seminggu setelah pasien berada di
rumah. Ini dapat dilakukan melalui telepon, kuisioner atau kunjungan rumah
(home visite).
c. Penyerahan
Penyerahan home care dilakukan sebelum pasien pulang. Informasi
tentang pasien dan perawatannya diberikan kepada petugas tersebut, seperti
informasi tentang jenis pembedahan, pengobatan (termasuk kebutuhan terapi
cairan intravena di rumah), status fisik dan mental pasien, faktor sosial yang
penting (seperti kurangnya pemberian perawatan atau tidak ada pemberi
perawatan), dan kebutuhan yang diharapkan oleh pasien. Transportasi harus
tersedia pada saat ini.
d. Keberhasilan Rencana Pemulangan
Keberhasilan rencana pemulangan tergantung pada 6 variabel, yaitu:
1. Derajat penyakit dan penyakit penyertanya.
2. Hasil yang diharapkan dari perawatan.
3. Durasi perawatan yang dibutuhkan.
4. Jenis – jenis pelayanan yang dibutuhkan dan obat pulang.
5. Komplikasi tambahan.
6. Ketersediaan sumber – sumber.
Perencanaan pemulangan pasien dilakukan dalam waktu maksimal 2x24
jam setelah pasien rawat inap, sedangkan untuk pasien yang pemulangannya
kritis dilakukan perencanaan dalam waktu maksimal 1x24 jam setelah pasien
rawat inap dengan kriteria sebagai berikut:
136
a. Pasien geriatri dengan gangguan pengelihatan dan pendengaran.
b. Pasien dengan gangguan mobilitas misalnya: stroke, pasien post operasi,
multiple fraktur, luka bakar yang luas, pasca amputasi, pasien lumpuh, pasien
dengan ulkus diabetikum.
c. Pasien yang tidak mampu melanjutkan pengobatan secara mandiri misalnya:
post partum, luka bakar daerah punggung.
d. Pasien yang tidak mandiri, misal: bayi dan anak.
e. Pasien dengan katarak, pasien buta dan pasien tersebut tinggal sendiri tanpa
keluarga.
Kriteria pemulangan pasien didasarkan pada PPK (Panduan Praktek
Klinis), dimana indikator medis pasien dapat keluar dari RS apabila kondisi
pasien membaik.
137
menjaga terlaksananya asuhan medis secara komprehensif, terpadu, efeketif,
mengutamakan keselamatan pasien, menjaga komunikasi efektif, membangun
sinergisme, dan mencegah duplikasi. Dokter yang memberikan pelayanan
interpretatif, misalnya memberikan uraian / data tentang hasil laboratorium atau
radiologi, tidak dipakai istilah DPJP, karena tidak memberikan asuhan medis
yang lengkap.
Asuhan pasien (patient care) diberikan dengan pola Pelayanan Fokus
pada Pasien (Patient Centered Care), dan DPJP merupakan Ketua (Team
Leader) dari tim yang terdiri dari para professional pemberi asuhan pasien / staf
klinis dengan kompetensi dan kewenangan yang memadai, yang terdiri dari
dokter, perawat, ahli gizi, apoteker, fisioterapis, dan sebagainya.
a. Kriteria DPJP
Rumah Sakit Risa Sentra Medika Lombok Timur mengatur agar
Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) yang dapat memberikan
pelayanan di Rumah Sakit Risa harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Dokter umum/dokter gigi/dokter spesialis yang memilik Surat Ijin Praktek
(SIP) dan SPK/RKK (Surat Pengajuan Klinis/Rincian Kewenangan Klinis)
di Rumah Sakit Risa Sentra Medika Lombok Timur.
2. Dokter dengan Spesialisasi khusus (tidak ada di NTB) ditetapkan dengan
Surat Tugas dari Direktur Rumah Sakit.
b. Asuhan Pasien
Panduan ini berlaku pada semua lini pelayanan rumah sakit yang
meliputi : unit gawat darurat, rawat jalan, rawat inap, ruang bersalin/VK, dan
ruang perawatan khusus (HCU, neonatus) yang ada di Rumah Sakit Risa
Sentra Medika Lombok Timur.
Asuhan pasien dalam konteks Pelayanan Fokus pada Pasien
(Patient Centered Care), dilakukan oleh semua profesional pemberi asuhan,
antara lain dokter, perawat, ahli gizi, apoteker, dan sebagainya, disebut
sebagai Tim Interdisiplin.
Asuhan pasien yang dilakukan oleh masing-masing pemberi asuhan,
terdiri dari 2 blok kegiatan, yaitu:
1. Asesmen pasien, terdiri dari 3 langkah :
a. Pengumpulan informasi, antara lain anamnesa, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang, dan sebagainya.
138
b. Analisis informasi yang menghasilkan diagnosis, masalah atau
kondisi, untuk mengidentifikasi kebutuhan pelayanan pasien.
c. Menyusun rencana (care plan) pelayanan dan pengobatan, untuk
memenuhi kebutuhan pelayanan pasien.
2. Implementasi rencana
a. Asuhan medis di rumah sakit diberikan oleh dokter spesialis yang
disebut sebagai DPJP.
b. Di unit gawat darurat, dokter jaga yang telah menjalani pelatihan
bersertifikat kegawatdaruratan, antara lain ATLS, ACLS, PPGD,
menjadi dokter penanggung jawab pada saat asuhan awal pasien
gawat darurat.
c. Saat pasien dikonsul / rujuk ke dokter spesialis dan memberikan
asuhan medis, maka dokter spesialis tersebut menjadi DPJP pasien
menggantikan dokter jaga sebelumnya.
c. Penunjukan DPJP
1. Penunjukan seorang DPJP dapat antara lain berdasarkan permintaan
pasien, jadwal praktek, jadwal jaga, dan konsul/rujukan langsung.
139
c. Menyiapkan dokumentasi tentang rencana pelayanan pasien.
d. Meningkatkan kontinuitas pelayanan, koordinasi, kepuasan pasien,
kualitas pelayanan dan hasil yang diharapkan, terutama bagi pasien
kompleks tertentu dan pasien lain yang ditentukan.
e. Melakukan kerja sama dengan pemberi pelayanan kesehatan lain.
e. Tata Laksana DPJP
1. Setiap pasien yang mendapat asuhan medis di rumah sakit baik rawat
jalan maupun rawat inap harus memiliki DPJP.
2. Apabila terdapat DPJP baru maka diberikan informasi melalui memo
intern ke seluruh unit di rumah sakit.
3. Di unit gawat darurat dokter jaga menjadi dokter penanggung jawab pada
pemberian asuhan medis awal / penanganan kegawatdaruratan.
Kemudian selanjutnya saat pasien dikonsul / rujuk ditempat (on site) atau
lisan ke dokter spesialis dan dokter spesialis tersebut memberikan
asuhan medis (termasuk instruksi secara lisan) maka dokter spesialis
tersebut telah menjadi DPJP pasien yang bersangkutan.
4. Apabila pasien mendapat asuhan medis lebih dari satu DPJP, maka
harus ditunjuk DPJP utama yang berasal dari para DPJP pasien terkait.
Semua DPJP tersebut bekerja secara tim dalam tugas mandiri maupun
kolaboratif. Peran DPJP utama adalah sebagai koordinator proses
pengelolaan asuhan medis bagi pasien yang bersangkutan.
5. Setiap penunjukan DPJP harus diinformasikan dan mendapat persetujuan
pasien dan atau keluarganya.
6. Koordinasi dan transfer informasi antar DPJP dilakukan secara lisan dan
tertulis sesuai kebutuhan. Bila ada pergantian DPJP, pencatatan di rekam
medis harus jelas tentang alih tanggung jawabnya.
7. Pada keadaan khusus misalnya seperti konsul saat pasien di atas meja
operasi / sedang dioperasi, dokter yang dirujuk tersebut melakukan
tindakan / memberikan instruksi, maka secara langsung menjadi DPJP
juga bagi pasien tersebut.
8. Dalam pelaksanaan pelayanan dan asuhan pasien, bila DPJP dibantu
oleh dokter lain (antara lain dokter ruangan), maka DPJP yang
bersangkutan harus memberikan supervisi, dan melakukan validasi
140
berupa pemberian paraf / tandatangan pada setiap catatan kegiatan
tersebut di rekam medis.
9. Asuhan pasien dilaksanakan oleh para profesional pemberi asuhan yang
bekerja secara tim interdisiplin sesuai konsep Pelayanan Berfokus pada
Pasien (Patient Centered Care), DPJP sebagai ketua tim (Team Leader)
harus proaktif melakukan koordinasi dan mengintegrasikan asuhan
pasien, serta berkomunikasi efektif dalam tim.
10. DPJP harus aktif dan intensif dalam pemberian edukasi/informasi
kepada pasien karena merupakan elemen yang penting dalam konteks
Pelayanan Berfokus pada Pasien (Patient Centered Care), selain juga
merupakan kompetensi dokter
11. Pendokumentasian yang dilakukan oleh DPJP di rekam medis harus
mencantumkan nama dan paraf / tanda tangan. Pendokumentasian
tersebut dilakukan antara lain di form asesmen awal medis, catatan
perkembangan pasien terintegrasi / CPPT (Integrated note), form
asesmen pra anestesi/sedasi, instruksi pasca bedah, form
edukasi/informasi ke pasien, dan sebagainya. Termasuk juga
pendokumentasian keputusan hasil pembahasan tim medis, hasil ronde
bersama multi kelompok staf medis / departemen, dan sebagainya.
12. Asuhan untuk setiap pasien direncanakan oleh dokter penanggung
jawab pelayanan (DPJP) dalam waktu 24 jam sesudah pasien masuk
rawat inap.Asuhan pasien harus individual dan berdasarkan data
asesmen awal pasien
13. Memberi catatan/notasi pada CPPT untuk antara lain : perhatian,
koreksi, arahan, instruksi sebagai wujud integrasi.
14. Memberi paraf (verifikasi) pada setiap lembar CPPT bila asuhan sudah
sesuai dengan rencana dan pencapaian sasaran,beri paraf pada pojok
kanan bawah tiap lembar CPPT.
15. Pada kasus tertentu DPJP sebagai ketua tim dari para profesional
pemberi asuhan bekerja sama erat dengan Manajer On Duty (MOD) agar
terjaga kontinuitas pelayanan.
16. Pada setiap rekam medis harus ada pencatatan tentang DPJP, dalam
satu formulir yang diisi secara periodik sesuai kebutuhan, yaitu nama dan
141
gelar setiap DPJP, tanggal mulai dan akhir penanganan pasien. Daftar ini
bukan berfungsi sebagai daftar hadir.
17. Apabila DPJP tidak dapat melaksanakan pelayanan pada pasien, maka
dilakukan transfer tanggung jawab terkait pasien kepada dokter pengganti
yang memiliki kompetensi yang sama.
18. Apabila pada hari libur, DPJP tidak dapat melakukan pelayanan pada
pasien rawat inap, maka dapat digantikan oleh dokter jaga UGD dengan
pelimpahan wewenang secara mandat
142
resusitasi, stabilisasi, dan transfer untuk pasien-pasien dengan sakit berat
/ kritis, tanpa terkecuali.
143
12. Proses pengaturan transfer ini harus dicatat, meliputi: nama, jabatan, dan
petugas yang mentransfer dan ruangan penerima; tanggal dan waktu
dilakukannya komunikasi antarrumah sakit.
13. Personel tim transfer harus mengikuti pelatihan transfer; memiliki
kompetensi yang sesuai; berpengalaman; mempunyai peralatan yang
memadai; protokol dan panduan rumah sakit, serta pihak-pihak lainnya
yang terkait; dan juga memastikan proses transfer berlangsung dengan
baik tanpa mengganggu pekerjaan lain di ruangan yang merujuk.
144
2. Transfer sebaiknya tidak dilakukan sampai kondisi pasien stabil.
3. Rumah sakit yang terlibat harus memastikan bahwa terdapat prosedur /
pengaturan transfer pasien yang memadai.
4. Hal penting yang perlu dilakukan sebelum transfer:
a. Amankan patensi jalan napas
b. Terdapat jalur/akses vena yang adekuat.
c. Pengukuran tanda vital yang kontinu selama proses transfer
berlangsung.
d. Pemasangan kateter urin dan nasogastric tube (NGT), jika diperlukan.
e. Pemberian terapi/tatalaksana tidak boleh ditunda saat menunggu
pelaksanaan transfer.
5. Tim transfer harus mengetahui penggunaan peralatan yang ada dan
secara independen menilai kondisi pasien.
6. Seluruh peralatan dan obat-obatan yang akan digunakan harus dicek
ulang oleh petugas transfer.
145
a) Derajat urgensi untuk melakukan transfer
b) Kondisi pasien
2. Kendaraan untuk transfer pasien:
a) Brankar
b) Kursi roda
146
f) kondisi pasien saat dipindah (transfer)
8. Hasil pemeriksaan laboratorium, radiologi, dan lainnya harus
dideskripsikan dan diserahkan kepada petugas ruangan tujuan.
9. Setelah menyerahkan pasien, tim transfer dibebastugaskan dari
kewajiban merawat pasien.
147
b) Memastikan prosedur transfer pasien yang benar.
c) Melaporkan hasil transfer pasien kepada Dokter Penanggung Jawab
Pelayanan (DPJP).
2. Perawat yang bertugas dan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan
(DPJP)
a) Bertanggung jawab melakukan transfer pasien dan sesuai kriteria
pasien.
b) Memeriksa rekam medis pasien yang akan diterima masuk unit
pelayanan spesialistik atau intensif mengenai bukti-bukti yang
memenuhi kriteria yang tepat untuk pelayanan yang dibutuhkan.
c) Memeriksa rekam medis pasien yang dipindahkan atau keluar dari unit
pelayanan spesialistik atau intensif mengenai bukti-bukti yang
menyatakan pasien tidak memenuhi kriteria yang tepat untuk unit
tersebut.
3. Kepala Instalasi / Kepala Ruang
a) Memastikan seluruh petugas ruang rawat inap dan high care unit
memahami prosedur transfer pasien dan menerapkannya.
b) Memastikan proses transfer terlaksana dengan baik.
4. Tim Keselamatan RS
a) Memantau dan memastikan panduan transfer pasien dikelola dengan
baik oleh Kepala Instalasi rawat inap
b) Menjaga standardisasi dalam menerapkan panduan transfer pasien.
148
B. Alur Transfer Pasien Intra Hospital
VK UGD Ruangan
OK
(Instalasi Bedah)
149
21. Kerabat dekat dan keluarga pasien telah diberikan informasi mengenai
transfer
22. Pasien stabil dan telah menjalani pemeriksaan menyeluruh
23. Alat monitor terpasang dan berfungsi dengan baik
24. Penggunaan selang infus, syringe pumps, dan obat-obatan terjaga
dengan baik
25. Pemberian sedasi yang adekuat (bila diperlukan)
26. Kondisi pasien tetap stabil setelah dipindahkan ke ambulans / sarana
transportasi lainnya
27. Hubungi rumah sakit tujuan sesaat sebelum berangkat
28. Cek ulang ABC (Airway, Breathing, Circulation) dan cek analisis gas
darah (AGD) setelah pemakaian ventilator portabel untuk transfer selama
15 menit.
150
3) Menyiapkan perlengkapan peralatan pasien dan bed UGD
dilengkapi dengan status pasien.
4) Petugas UGD mengantarkan pasien ke VK menggunakan kursi
roda atau brankar UGD.
5) Bidan jaga VK menerima pasien, serah terima beserta catatan
medik yang lengkap.
6) Observasi tanda vital : tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu.
7) Observasi keadaan lainnya seperti tingkat kesadaran, pupil, fungsi
motorik, perdarahan, pembukaan, DJJ, dan lain-lain.
8) Cek kepatenan seluruh peralatan yang telah terpasang
sebelumnya.
9) Bidan jaga VK melapor DPJP jika terjadi perubahan pada kondisi
pasien.
10) Memberitahu keluarga tentang keadaan pasien dan tata tertib di
VK.
11) Bidan jaga VK membuat catatan asuhan kebidanan pasien.
12) Memberi terapi dan tindakan kepada pasien sesuai instruksi
DPJP.
151
penutup kepala, melakukan senyaman mungkin sesuai tata
krama. Tenangkan pasien.
7) Setelah selesai, pasien ditransfer masuk ke ruang operasi.
8) Posisikan pasien di meja operasi senyaman mungkin.
9) Semua suportif diperiksa kelancarannya : IV line, kateter urine,
dan selang O2. Pasang manset tekanan darah, pulse oxymetri,
monitor sesuai kebutuhan masing-masing pasien.
152
15) Mengadakan komunikasi dengan keluarga pasien minimal sekali
dalam sehari (terutama pada waktu kunjungan keluarga).
3. Transfer pasien dari VK ke instalasi bedah (OK) dan ke ruang rawat inap
a) Transfer pasien dari VK ke Instalasi Bedah
1) Petugas VK memberi informasi ke petugas kamar operasi (OK)
bahwa akan ada pasien masuk kamar operasi.
2) Pasien sudah dalam kondisi stabil (meliputi kesadaran & tanda-
tanda vital).
3) Pasien diantarkan ke kamar operasi (OK) oleh petugas VK
menggunakan bed atau dengan kursi roda.
4) Petugas VK melakukan serah terima kepada petugas kamar
operasi (OK) di ruang transfer tentang kondisi pasien, catatan
rekam medis, dan perlengkapan penunjang misalnya persediaan
obat-obatan atau persediaan darah yang diperlukan saat operasi
dilakukan.
5) Petugas OK memeriksa kembali kelengkapan administrasi dan
identitas pasien.
6) Setelah dinilai lengkap, mengganti semua pakaian pasien dengan
duk bersih, melepaskan semua perhiasan, memberi penutup
kepala, melakukan senyaman mungkin sesuai tata krama.
Tenangkan pasien.
7) Setelah selesai, pasien ditransfer ke ruang operasi.
8) Posisikan pasien senyaman mungkin di meja operasi.
9) Semua suportif diperiksa kelancarannya : IV line, kateter urine,
selang O2. Pasang manset tekanan darah, pulse oxymetri, dan
monitor ECG sesuai kebutuhan masing-masing pasien.
153
4) Petugas VK mengantarkan pasien ke ruang rawat inap.
5) Petugas ruang rawat inap menerima pasien, serah terima beserta
catatan medik yang lengkap.
6) Memasang selang oksigen, bed side monitor, ventilator (jika
diperlukan).
7) Observasi tanda vital : tekanan darah, nadi, pernapasan dan suhu.
8) Observasi keadaan lainnya seperti tingkat kesadaran, pupil, fungsi
motorik, dan lain-lain.
9) Mengecek kepatenan seluruh peralatan yang telah terpasang
sebelumnya.
10) Melapor ke DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pelayanan) jika
terjadi perubahan kondisi pasien.
11) Memberitahu keluarga tentang keadaan pasien dan tata tertib di
ruang rawat inap.
12) Membuat catatan asuhan kebidanan pasien.
13) Memasukkan data pasien ke register rawat inap.
14) Memberi terapi sesuai instruksi dokter.
15) Mengadakan komunikasi dengan keluarga pasien minimal sekali
dalam sehari (terutama pada waktu kunjungan keluarga).
4. Transfer pasien dari ruang rawat inap ke instalasi bedah (OK) dan VK
a) Transfer pasien dari ruang rawat inap ke instalasi bedah (OK)
1) Petugas ruang rawat inap memberi informasi ke kamar operasi
(OK) bahwa akan ada pasien masuk kamar operasi.
2) Pasien sudah dalam kondisi stabil (meliputi kesadaran & tanda-
tanda vital)
3) Pasien diantarkan ke kamar operasi oleh petugas ruang rawat
inap menggunakan bed atau kursi roda.
4) Petugas ruang rawat inap melakukan serah terima kepada
petugas OK di ruang transfer tentang kondisi pasien, catatan
rekam medis, dan perlengkapan penunjang, misalnya persediaan
obat-obatan atau persediaan darah yang diperlukan saat operasi
dilakukan.
154
5) Petugas OK memeriksa kembali kelengkapan administrasi dan
identitas pasien.
6) Setelah dinilai lengkap, petugas mengganti semua pakaian
pasien dengan duk bersih, melepaskan semua perhiasan,
memberi penutup kepala, melakukan senyaman mungkin sesuai
tata krama. Tenangkan pasien.
7) Setelah selesai, pasien ditransfer masuk ke ruang operasi.
8) Posisikan pasien di meja operasi senyaman mungkin.
9) Semua suportif diperiksa kelancarannya : IV line, kateter urine,
dan selang O2. Pasang manset tekanan darah, pulse oxymetri,
monitor sesuai kebutuhan masing-masing pasien.
b) Transfer pasien dari ruang rawat inap ke VK
1) Petugas ruang rawat inap memberi informasi ke VK bahwa akan
ada pasien masuk ke VK.
2) Petugas ruang rawat inap memastikan kondisi pasien sudah
stabil.
3) Menyiapkan perlengkapan peralatan pasien dan bed dilengkapi
dengan status pasien.
4) Petugas ruang rawat inap mengantarkan pasien ke VK
menggunakan kursi roda atau brankar.
5) Bidan jaga VK menerima pasien, serah terima beserta catatan
medik yang lengkap.
6) Observasi tanda vital : tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu.
7) Observasi keadaan lainnya seperti tingkat kesadaran, pupil, fungsi
motorik, perdarahan, pembukaan, DJJ, dan lain-lain.
8) Cek kepatenan seluruh peralatan yang telah terpasang
sebelumnya.
9) Bidan jaga VK melapor DPJP jika terjadi perubahan pada kondisi
pasien.
10) Memberitahu keluarga tentang keadaan pasien dan tata tertib di
VK.
11) Bidan jaga VK membuat catatan asuhan kebidanan pasien.
12) Memberi terapi dan tindakan kepada pasien sesuai instruksi
DPJP.
155
10. MANAGER PELAYANAN PASIEN
Manajer pelayanan pasien (MPP) adalah seorang koordinator,
fasilitator, pemberi advokasi, dan juga edukator. Karakteristik MPP dilihat
dari kemampuannya dalam berkomunikasi. MPP yang berhasil mampu
bekerja secara otonom/mandiri. Dalam bekerja MPP juga harus bebas dari
kepentingan dirinya. MPP harus siap untuk menjangkau staf klinis dalam tim
PPA (Profesional Pemberi Asuhan) untuk memberikan advokasi dan
dukungan. MPP diharapkan menanamkan suatu hubungan positif dengan
pihak lain dalam rapat maupun komunikasi keseharian. Tidak jarang
diperlukan keterampilan bernegosiasi. MPP juga harus memiliki daya ingat
yang tinggi dan mampu mengatasi stres dengan baik. Selain itu, MPP harus
bekerja secara efektif sesuai fungsi dan tujuannya. MPP harus seorang yang
berani mengambil risiko dan kemampuan mencari hal baru yang lebih
memadai untuk tujuan memenuhi kebutuhan pasien.
a) Kegiatan pokok MPP
1. Penilaian
156
Monitoring merupakan proses pengumpulan informasi yang perlu dari
seluruh sumber daya yang relevan tentang rencana manajemen
pelayanan pasien sehingga memungkinkan manajer pelayanan pasien
menilai efektivitas pelaksanaan rencana.
6. Evaluasi
157
2. Menyusun perencanaan manajemen pelayanan pasien berkolaborasi
dengan pasien, keluarga, dan pemberi asuhan di rumah sakit, pembayar,
PPA di fasilitas pelayanan primer, untuk memaksimalkan hasil asuhan
yang berkualitas, aman, dan efektif. Perencanaan termasuk discharge
planning yang terintegrasi dengan PPA.
3. Memfasilitasi komunikasi dan koordinasi antar PPA dalam konteks
keterlibatan pasien dalam pengambilan keputusan.
4. Memberikan edukasi dan advokasi kepada pasien dan keluarganya atau
pemberi asuhan untuk memaksimalkan kemampuan pasien dan
keluarganya dalam pengambilan keputusan terkait pelayanan yang
diterimanya. Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga atau
pemberi asuhan, PPA, terkait alternatif pelayanan, sumber daya di
komunitas/lingkungan rumahnya, manfaat asuransi, aspek psiko-sosio-
kultural sehingga keputusan tepat waktu dengan dasar informasi
lengkap.
5. Memberikan advokasi sehingga meningkatkan kemampuan pasien dan
keluarga dalam mengatasi masalah dengan mencari opsi pelayanan
yang tersedia, rencana pengambilan alternatif sesuai kebutuhan, agar
dicapai hasil asuhan yang diharapkan.
6. Mendorong pemberian pelayanan yang memadai untuk kendali mutu dan
biaya dengan basis kasus per kasus.
7. Membantu pasien dalam proses transisi pelayanan yang aman ke tingkat
pelayanan berikutnya yang memadai.
8. Berusaha meningkatkan kemandirian advokasi dan kemandirian
pengambilan keputusan pasien.
9. Memberikan advokasi kepada pasien dan pembayar untuk memfasilitasi
hasil yang positif bagi pasien, bagi PPA, dan bagi pembayar. Namun bila
ada perbedaan kepentingan maka kebutuhan pasien lebih menjadi
prioritas.
158
berikut:
1. Identifikasi, seleksi/skrining pasien untuk manajemen pelayanan pasien.
2. Asesmen untuk manajemen pelayanan pasien.
3. Identifikasi masalah dan kesempatan.
4. Perencanaan manajemen pelayanan pasien.
5. Monitoring.
6. Fasilitasi, koordinasi, komunikasi, dan kolaborasi.
7. Advokasi.
8. Hasil pelayanan.
9. Terminasi manajemen pelayanan pasien.
159
pasien dirawat sesuai dengan regulasi rumah sakit, identifikasi ini
menggunakan tiga identitas nama pasien sesuai KTP, tanggal lahir dan
No. RM
160
- asesmen risiko nutrisional,
161
14. ASUHAN PASIEN
• Asuhan pasien dilakukan oleh PPA dan staf klinis yang kompeten dan
berwenang.
• Asuhan pasien dapat berupa upaya pencegahan, paliatif, kuratif, atau
rehabilitatif termasuk anestesia, tindakan bedah, pengobatan, terapi
suportif, atau kombinasinya, yang berdasarkan hasil asesmen dan
asesmen ulang pasien.
• Pelaksanaan asuhan dan pelayanan harus dikoordinasikan dan
diintegrasikan oleh semua PPA, dan dapat dibantu oleh staf klinis
lainnya.
• Pasien dengan masalah kesehatan dan kebutuhan pelayanan yang
sama berhak mendapat asuhan yang sama/seragam di rumah sakit.
• Asuhan pasien yang seragam terefleksi dalam hal-hal sebagai berikut:
162
• Rencana asuhan diintegrasikan dan dikoordinasikan diantara
berbagaitenaga kesehatanseperti medis, keperawatan, farmasi,
nutrisionist dalam Rekam Medik di Form Terintegrasi (CPPT) dalam
bentuk SOAP untuk Medis, keperawatan dan tenaga kesehatan
lainnya), kecuali ADIME (untuk praktisi gizi), jika dalam bentuk
komunikasi atau laporan pasien kritis menggunakan SBAR.
• Penulisan instruksi via telpon menggunakan TBAK
• Asuhan pasien yg seragam menghasilkan penggunaan sumber daya
secara efisien dan memungkinkan membuat evaluasi hasil asuhan
(outcome) utk asuhan yg sama di seluruh RS.
• Pelayanan dan asuhan berfokus pada pasien diterapkan dalam bentuk
pelayanan dan asuhan pasien terintegrasi yang bersifat integrasi
horizontal dan vertikal.
• Pelayanan/asuhan terintegrasi horizontal melibatkan kontribusi PPA
yang sama pentingnya/sederajat.
• Pelayanan/asuhan terintegrasi vertikal merupakan pelayanan berjenjang
oleh/melalui berbagai unit pelayanan sampai ke tingkat pelayanan yang
berbeda.
• Case Manajer berperan dalam mengintegrasikan pelayanan dan asuhan
melalui komunikasi dengan para PPA.
• Pelaksanaan asuhan pasien terintegrasi berfokus pada pasien dan
mencakup elemen sebagai berikut:
- Keterlibatan dan pemberdayaan pasien dan keluarga;
163
- Peran MPP dalam mendorong penerapan pelayanan dan asuhan
yang terintegrasi antar PPA
164
keluarga pasien atau wali yang syah, keputusan dapat diambil dokter
penanggung jawab pasien.
3. Jika terdapat situasi dimana pasien kehilangan kempetensinya untuk
mengambil keputusan tetapi telah membuat keputusan dini sebelumnya
yang valid maka keputusan ini haruslah dihargai.
4. Dokter dapat tidak mengindahkan keputusan dini yang dibuat oleh
pasien, jika terdapat hal sebagai berikut :
a. Pasien telah melakukan hal-hal yang tidak konsisten terhadap
keputusan dini atau keputusan tersebut.awal yang dibuat, yang
mempengaruhi validitas. (misalnya pasien pindah agama )
b. Terdapat situasi yang tidak diantisipasi oleh pasien dan situasi
tersebut dapat mempengaruhi keputusan pasien (misalnya
perkembangan terkini dalam tata laksana pasien yang secara drastis
merubah prospek kondisi terkini pasien.
c. Situasi dan kondisi yang ada tidak jelas dan tidak dapat diprediksi.
d. Terdapat perdebatan dan perselisihan mengenai validitas keputusan
dini atau awal dan kasus tersebut telah dibawa ke pengadilan.
5. Jika terdapat keraguan terhadap apa yang ingin pasien inginkan,
paramedis harus bertindak sesuai kepentingan atau hal yang terbaik
untuk pasien, dan dapat meminta saran dari doter seior.
165
a. Jika orang yang berhak memberikan persetujuan menolak
menerima informasi atau kemudian menyerahkan sepenuhnya
kepada kebijakan dokter atau dokter gigi maka orang tersebut
dianggap telah menyetujui kebijakan medis apapaun yang akan
dilakukan dokter atau dokter gigi.
b. Apabila yang bersangkutan, sesudah menerima informasi menolak
untuk memberikan persetujuannya maka penolakan tindakan
kedokteran tersebut harus dilakukan secara tertulis. Akibat
penolakan tindakan kedokteran tersebut menjadi tanggung jawab
pasien.
c. Penolakan tindakan kedokteran tidak memutuskan hubungan dokter
pasien.
d. Persetujuan yang sudah diberikan dapat ditarik kembali atau
dicabut setiap saat, kecuali tindakan kedokteran yang direncanakan
sudah sampai pada tahapan pelaksanaan yang tidak mungkin lagi
dibatalkan.
e. Dalam hal persetujuan tindakan kedokteran diberikan keluarga
maka yang berhak menarik atau mencabut adalah anggota keluarga
tersebut atau anggota keluarga lainnya yang kedudukan hukumnya
lebih berhak sebagai wali.
f. Penarikan kembali atau pencabutan persetujuan tindakan
kedokteran harus diberikan secara tertulis dengan menandatangani
format yang disediakan.
166
c. Dokter mengecek kembali informasi kepada pasien,apakah pasien
telah mengerti tentang informasi yang diberikan.
d. Bila pasien tetap menolak diberikan pengobatan setelah dijelaskan
kembali tentang tujuan pengobatan serta risiko bila pengobatan
tidak dilaksanakan maka perawat wajib mendokumentasikan pada
catatan perawatan dan melaporkan kepada dokter yang
memberikan instruksi pengobatan tersebut.
e. Bila keluarga menolak rencana tindakan atau perawatan, maka
dokter penanggung jawab pasien akan :
- Menghormati keputusan pasien atau keluarga.
- Menjelaskan pada pasien atau keluarga tentang konsekuensi
dari keputusan tersebut.
- Menjelaskan pada pasien dan keluarga akan tanggung jawab
pasien dan keluarga berkaitan dengan keputusan tersebut.
- Menjelaskan pada pasien dan keluarga tentang tersedianya
alternative pelayanan dan pengobatan.
f. Pasien menandatangani surat penolakan tindakan medis atau
perawatan disaksikan oleh saksi dan dokter
167
16. PROFIL RINGKAS MEDIS RAWAT JALAN (PRMRJ)
Profil Ringkas Medis Rawat Jalan (PRMRJ) adalah suatu formulir
yang berisikan ringkasan pasien yang ditemukan oleh pemeriksaan
menyeluruh oleh dokter atau PPA lainnya di poliklinik dalam menunjang
pelayanan kesehatan yang komprehensif. Profil Ringkas Medis Rawat Jalan
(PRMRJ) hanya diberikan kepada pasien yang mendapatkan pelayanan di
poliklinik Rumah Sakit Risa Sentra Medika Lombok Timur. Profil Ringkas
Medis Rawat Jalan (PRMRJ) ini berisikan identitas pasien, nomor rekam
medis tanggal kunjungan, riwayat kunjungan terakhir pasien, temuan klinis,
temuan penunjang, riwayat alergi obat-obatan, tindakan medis (obat-obatan,
prosedur bedah/operasi yang pernah dilakukan), diagnosis, dan nama dokter
atau petugas kesehatan beserta tanda tangan secara lengkap.
Profil Ringkas Medis Rawat Jalan (PRMRJ) ditempatkan pada urutan
teratas dalam data rekam medis saat pasien berkunjung ke unit rawat jalan.
Untuk evaluasi formulir Profil Ringkas Medis Rawat Jalan (PRMRJ) akan
dilakukan oleh case manager setiap 3 bulan sekali. Kriteria diagnosis
penyakit yang akan diberikan Profil Ringkas Medis Rawat Jalan (PRMRJ)
meliputi :
1. Pasien rawat jalan dengan diagnosis kompleks yaitu ≥ 3 diagnosis.
2. Diagnosis penyerta seperti diabetes melitus, hipertensi grade II, gagal
ginjal kronik, congestive heart failure, dan tuberculosis paru dalam
pengobatan atau dinyatakan sembuh, post tindakan.
3. Pasien rawat jalan yang memerlukan pelayanan dan pengobatan
berkelanjutan, yaitu pasien yang memerlukan lebih dari dua kali
kunjungan untuk kasus yang sama, meskipun penyakit yang diderita
bukan termasuk penyakit kronik, seperti pasien CVA infark, pasien pasca
operasi fraktur, pasien kanker
4. Pasien yang mendapatkan ≥ 3 asuhan seperti : gizi, radiologi,
laboratorium, rehabilitasi medis, EKG, dan tindakan operasi.
5. Pasien yang memiliki alergi obat atau multi drug resistance di unit rawat
jalan.
168
1. Pengisian Profil Ringkas Medis Rawat Jalan harus mencakup :
a. Identitas pasien
b. Tanggal kunjungan
c. Riwayat pasien
d. Temuan klinis
e. Temuan penunjang
f. Diagnosis yang penting
g. Riwayat alergi obat
h. Pengobatan yang saat ini diberikan
i. Prosedur bedah yang lalu
j. Riwayat perawatan / hospitalisasi masa lalu
k. Rencana tindak lanjut
l. Nama dokter
2. Profil Ringkas Medis Rawat Jalan diisi berdasarkan kumpulan rekam medis
setiap kali pasien berobat di klinik rawat jalan. Kumpulan rekam medis
tersebut dalam bentuk medical record (MR) rawat jalan
3. Petugas rekam medis menyiapkan formulir PRMRJ pasien di masing –
masing unit poliklinik
4. Dokter dan PPA lainnya melakukan asessmen kepada pasien di unit
poliklinik.
5. Petugas medis di poliklinik memasukkan formulir profil ringkas medis rawat
jalan pada bagian paling atas data rekam medis rawat jalan bila pasien
masuk dalam kriteria.
6. Dokter penanggung jawab pasien menuliskan hasil temuan pada formulir
profil ringkas medis rawat jalan.
7. Profil Ringkas Medis Rawat Jalan diberikan untuk pasien rawat jalan yang
memerlukan pelayanan dan pengobatan berkelanjutan, misalnya pasien
akan dirujuk keklinik rawat jalan yang lain atau ke rumah sakit yang lain. Hal
ini untuk mencegah terjadi akumulasi diagnostic, pemberian medikamentosa
dan perkembangan penyakit
8. Case Manager mengevaluasi formulir profil ringkas medis rawat jalan setiap
3 bulan sekali.
169
17. HAK PASIEN DAN KELUARGA
170
hasil asuhan dan pengobatan yang tidak terduga.
171
maka informasikan ke pasien dan keluarga pasien, komunikasikan
ke petugas UGD,dan pasien segera ditransfer ke UGD.
Jika pasien waktunya terbatas, maka dapat disarankan untuk
periksake dokter yang lain sesuai kebutuhan pasien tersebut.
Jika pasien tidak mau ke dokter yang lain, maka dapat disarankan
untuk bersabar menunggu.
c. Jika dokter yang bersangkutan berhalangan tidak dapat praktek, maka :
Petugas bagian pendaftaran rawat jalan segera menginformasikan
kepada pasien yang mendaftar melalui telepon bahwa dokter yang
bersangkutan berhalangan sehingga tidak dapat praktek,
menginformasikan dokter pengganti, dan permohonan maaf atas
ketidaknyamanan tersebut.
Untuk pasien yang sudah datang di poliklinik, maka petugas bagian
pendaftaran menginformasikan bahwa dokter yang bersangkutan
berhalangan sehingga tidak dapat praktek, menginformasikan dokter
pengganti, dan permohonan maaf atas ketidaknyamanan tersebut.
Sarankan :
Jika pasien dalam kondisi lemah dan hasil evaluasi visual atau
pengamatan bahwa pasien membutuhkan perawatan di UGD
maka informasikan ke pasien dan keluarg pasien, komunikasikan
ke petugas UGD,dan pasien segera ditransfer ke UGD.
Jika pasien waktunya terbatas, maka dapat disarankan untuk
periksa ke dokter pengganti.
Jika pasien tidak mau ke dokter pengganti, maka petugas bagian
pendaftaran rawat jalan menawarkan penjadwalan ulang.
172
Kepala bidang pelayanan medis menyampaikan kepada bagian/unit
terkait.Bagian/unit tersebut : rekam medis, rawat inap, rawat jalan,
UGD, Unit Perawatan Intensif, pemasaran.
Jika dokter yang bersangkutan terlambat datang untuk visite :
Perawat ruangan rawat inap segera menginformasikan kepada
pasien dan keluarga pasien bahwa dokter yang bersangkutan
terlambat datang untuk visite dan permohonan maaf atas
ketidaknyamanan tersebut.
Sarankan :
Jika pasien dalam kondisi menurun, maka dapat disarankan
untuk divisite dokter UGD.
Jika pasien tidak mau ke dokter yang lain, maka dapat
disarankan untuk bersabar menunggu.
b. Jika dokter yang bersangkutan berhalangan tidak dapat visite, maka :
Perawat ruangan rawat inap segera menginformasikan
kepadapasien dan keluarga pasien bahwa dokter yang bersangkutan
berhalangan tidak dapat visite, menginformasikan juga dokter
pengganti, dan permohonan maaf atas ketidaknyamanan tersebut.
Sarankan :
Apabila pasien tersebut setuju, maka pasien akan di visite oleh
dokter pengganti.
Apabila pasien tidak setuju, maka perawat ruangan rawat inap
menawarkan di visite dokter jaga UGD.
173
jamberapa dapat melayani pasien. Jika tidak dapat praktek, maka siapa
dokter penggantinya.
3) Jika dokter yang bersangkutan terlambat datang :
Petugas bagian pendaftaran rawat jalan segera menginformasikan
kepada pasien yang mendaftar melalui telepon bahwa jam praktek
dokter yang bersangkutan ada perubahan (sebutkan jam prakteknya)
dan permohonan maaf atas ketidaknyamanan tersebut.
Untuk pasien yang sudah datang di poliklinik, maka petugas bagian
pendaftaran menginformasikan bahwa jam praktek dokter yang
bersangkutan ada perubahan (sebutkan jam prakteknya) dan
permohonanmaaf atas ketidaknyamanan tersebut.
Sarankan :
Jika pasien dalam kondisi lemah dan hasil evaluasi visual atau
pengamatan bahwa pasien membutuhkan perawatan di UGD
maka informasikan ke pasien dan keluargapasien,
komunikasikan ke petugas UGD,dan pasien segera ditransfer ke
Unit Gawat Darurat (UGD).
Jika pasien waktunya terbatas, maka dapat disarankan untuk
periksake dokter yang lain sesuai kebutuhan pasien tersebut.
Jika pasien tidak mau ke dokter yang lain, maka dapat
disarankan untuk bersabar menunggu.
4) Jika dokter yang bersangkutan berhalangan tidak dapat praktek, maka :
Petugas bagian pendaftaran rawat jalan segera menginformasikan
kepada pasien yang mendaftar melalui telepon bahwa dokter yang
bersangkutan berhalangan sehingga tidak dapat praktek,
menginformasikan juga dokter pengganti, dan permohonan maaf atas
ketidaknyamanan tersebut.
Untuk pasien yang sudah datang di poliklinik, maka petugas bagian
pendaftaran menginformasikan bahwa dokter yang bersangkutan
berhalangan sehingga tidak dapat praktek, menginformasikan juga
dokter pengganti, dan permohonan maaf atas ketidaknyamanan
tersebut.
Sarankan :
174
Jika pasien dalam kondisi lemah dan hasil evaluasi visual atau
pengamatan bahwa pasien membutuhkan perawatan di UGD
maka informasikan ke pasien dan keluarga pasien,komunikasikan
ke petugas UGD, dan pasien segera ditransfer ke UGD.
Jika pasien waktunya terbatas, maka dapat disarankan untuk
periksa kedokter pengganti.
Jika pasien tidak mau ke dokter pengganti, maka petugas bagian
pendaftaran rawat jalan menawarkan penjadwalan ulang.
Unit Rawat Inap :
1) Jika dokter belum datang visite sesuai dengan response time atau waktu
tunggu kehadiran dokter untuk visite maka perawat ruangan rawat inap
segera menghubungi dokter yang bersangkutan.Ketika menghubungi
dokter yang bersangkutan, maka ditanyakanapakah dokter tersebut dapat
visite, jika iya : maka jam berapa dapat visite pasien. Jika tidak : maka
siapa dokter pengganti visite.
2) Jika dokter yang bersangkutan terlambat datang untuk visite :
Perawat ruangan rawat inap segera menginformasikan kepada pasien
dan keluarga pasien bahwa dokter yang bersangkutanterlambat
datang untuk visite, dan permohonan maaf atasketidaknyamanan
tersebut.
3) Sarankan :
Jika pasien dalam kondisi menurun, maka dapat disarankan untuk
divisite dokter jaga ruangan.
Jika pasien tidak mau ke dokter yang lain, maka dapat
disarankanuntuk bersabar menunggu.
4) Jika dokter yang bersangkutan berhalangan tidak dapat visite, maka :
Perawat ruangan rawat inap segera menginformasikan kepada pasien
dan keluarga pasien bahwa dokter yang bersangkutanberhalangan
tidak dapat visite, menginformasikan juga dokterpengganti, dan
permohonan maaf atas ketidaknyamanantersebut.
5) Sarankan :
Apabila pasien tersebut setuju, maka pasien akan di visite olehdokter
pengganti.
175
Apabila pasien tidak setuju, maka perawat ruangan rawat
inapmenawarkan di visite dokter jaga UGD.
176
c. Penundaan Pelayanan Gizi
Penundaan pelayanan gizi meliputi penundaan pelayanan gizi di Unit
Rawat Inap yaitu layanan asuhan gizi/konsultasi gizi.
Tatalaksana di Unit Rawat Inap :
1) Petugas gizi menyampaikan informasi bahwa ada perubahan jadwal
asuhangizi/konsultasi gizi untuk pasien rawat inap.
2) Perawat ruangan rawat inap segera menginformasikan kepada
DokterPenanggungjawab Pelayanan (DPJP) serta pasien dan keluarga
pasien tentangpenundaan layanan asuhan gizi/konsultasi gizi,
menginformasikan kapan layananasuhan gizi/konsultasi gizi dapat
dilaksanakan dan permohonan maaf atasketidaknyamanan tersebut.
177
Hasil bacaan radiologi belum selesai (melebihi batas waktu tunggu),
misaldikarenakan antrian pasien dalam kondisi ramai, dokter spesialis
radiologidatang terlambat, foto rontgen perlu diulang.
Pasien belum dapat terlayani, misal dikarenakan alat radiologi mendadak
mengalami masalah atau dalam kondisi perbaikan, logistik (bahan kontras
habis), pemeriksaanradiologi tertentu belum tersedia di Rumah Sakit Risa
Sentra Medika Mataram.
Tatalaksana :
1) Jika penundaan tersebut tidak membutuhkan waktu yang lama, maka :
Untuk pasien yang sudah datang di Unit Radiologi: petugas
radiologimenyampaikan kepada pasien dan/atau keluarga pasien
tentang penundaanpelayanan radiologi (sebutkan alasan dan kapan
dapat melayani pemeriksaanradiologi tersebut) dan permohonan maaf
atas ketidaknyamanan tersebut.Sarankan untuk sabar menunggu.
Untuk Rawat Jalan dan UGD: petugas radiologimenyampaikan
perawat Rawat Jalan dan UGD tentang penundaan pelayanan
radiologi (sebutkan alasan dan kapan dapatmelayani pemeriksaan
radiologi tersebut) dan permohonan maaf atasketidaknyamanan
tersebut.Sarankan untuk sabar menunggu.
Untuk pasien rawat inap : petugas radiologi menginformasikan kepada
perawatruangan rawat inap tentang penundaan pelayanan radiologi
(sebutkan alasandan kapan dapat melayani pemeriksaan radiologi
tersebut) dan permohonanmaaf atas ketidaknyamanan
tersebut.Sarankan untuk sabar menunggu.
2) Jika penundaan tersebut membutuhkan waktu yang lama sehingga rumah
sakit belum dapat melayani pemeriksaan radiologi tertentu, maka
dilakukankoordinasi dengan bagian/unit terkait : Yanmed, Marketing,
Rekam medis, Rawatjalan, Rawat inap, UGD sesuai dengan prosedur
yang berlaku.
3) Jika dikarenakan masalah logistik :
Untuk pasien yang sudah datang di Unit Radiologi : petugasradiologi
menyampaikan kepada pasien dan/atau keluargapasien tentang
penundaan pelayanan radiologi (sebutkan alasandan kapan dapat
178
melayani pemeriksaan radiologi tersebut) danpermohonan maaf atas
ketidaknyamanan tersebut.
Untuk Rawat Jalan danUnit Gawat Darurat :petugas radiologi
menyampaikan perawat Rawat Jalandan UGD tentang penundaan
pelayananradiologi (sebutkan alasan dan kapan dapat
melayanipemeriksaan radiologi tersebut) dan permohonan maaf
atasketidaknyamanan tersebut.
Untuk pasien rawat inap : petugas radiologi menginformasikankepada
perawat ruangan rawat inap tentang penundaanpelayanan radiologi
(sebutkan alasan dan kapan dapat melayanipemeriksaan radiologi
tersebut) dan permohonan maaf atasketidaknyamanan tersebut.
Jika pemeriksaan radiologi tersebut sangat dibutuhkan olehpasien, maka
pasien dirujuk ke rumah sakit lain yangmempunyai fasilitas pemeriksaan
laboratorium tersebut sesuaidengan prosedur yang berlaku. Pasien
dan/atau keluarga pasiendiinformasikan bahwa pemeriksaan radiologi
akan dirujuk kerumah sakit lain dikarenakan fasilitas pemeriksaan
radiologiyang dimaksud dalam kondisi perbaikan.
Jika pelayanan radiologi tersebut dapat terlayani kembali, makadilakukan
koordinasi dengan bagian/unit terkait.
Jika dikarenakan alat pemeriksaan radiologi mendadak mengalami
masalah atau dalamkondisi perbaikan maka pasien dirujuk ke rumah sakit
lain yangmempunyai fasilitas pemeriksaan radiologi tersebut sesuai
denganprosedur yang berlaku. Pasien dan/atau keluarga pasien
diinformasikanbahwa pemeriksaan radiologi akan dirujuk ke rumah sakit
laindikarenakan fasilitas pemeriksaan radiologi yang dimaksud
dalamkondisi perbaikan.Jika pelayanan radiologi tersebut dapat terlayani
kembali, maka dilakukan koordinasi
dengan bagian/unit terkait.
4) Jika pemeriksaan radiologi tersebut belum tersedia di RS Risa Sentra
Medika, maka pasien dirujuk ke rumah sakit lainyang mempunyai fasilitas
pemeriksaan radiologi tersebut sesuaiprosedur yang berlaku. Pasien
dan/atau keluarga pasien diinformasikanbahwa pemeriksaan radiologi
akan dirujuk ke rumah sakit laindikarenakan fasilitas pemeriksaan radiologi
yang dimaksud belumtersedia di RS Risa Sentra Medika.Jika pelayanan
179
radiologi tersebut sudah tersedia di RS Risa Sentra Medika,
makadilakukan koordinasi dengan bagian/unit terkait.
180
Untuk pasien rawat inap : petugas laboratorium menginformasikan
kepadaperawat ruangan rawat inap tentang penundaan pelayanan
laboratorium(sebutkan alasan kapan dapat melayani pemeriksaan
laboratorium tersebut)dan permohonan maaf atas ketidaknyamanan
tersebut.Sarankan untuk sabar menunggu.
2) Jika penundaan tersebut membutuhkan waktu yang lama sehingga
RSRisa medika Mataram belum dapat melayani pemeriksaan
laboratorium tertentu,maka dilakukan koordinasi dengan bagian/unit
terkait : Yanmed, Pemasaran,Rekam medis, Rawat jalan, Rawat inap,
UGD sesuai dengan proseduryang berlaku.
3) Jika dikarenakan masalah logistik :
Untuk pasien yang sudah datang di Unit Laboratorium :petugas
laboratorium menyampaikan kepada pasien dan/ataukeluarga pasien
tentang penundaan pelayanan laboratorium(sebutkan alasan kapan
dapat melayani pemeriksaanlaboratorium tersebut) dan permohonan
maaf atasketidaknyamanan tersebut.
Untuk Unit Rawat Jalan dan Unit Gawat Darurat :petugas
laboratorium menyampaikan perawat Unit RawatJalan dan Unit
Gawat Darurat tentang penundaanpelayanan laboratorium (sebutkan
alasan kapan dapat melayanipemeriksaan laboratorium tersebut) dan
permohonan maaf atasketidaknyamanan tersebut.
Untuk pasien rawat inap : petugas laboratoriummenginformasikan
kepada perawat ruangan rawat inap tentangpenundaan pelayanan
laboratorium (sebutkan alasan dan kapandapat melayani
pemeriksaan laboratorium tersebut) dandapat melayani pemeriksaan
laboratorium tersebut) danpermohonan maaf atas ketidaknyamanan
tersebut.
Jika pemeriksaan laboratorium tersebut sangat dibutuhkan
olehpasien, maka pasien dirujuk ke rumah sakit lain yangmempunyai
fasilitas pemeriksaan laboratorium tersebut sesuaidengan prosedur
yang berlaku. Pasien dan/atau keluarga pasiendiinformasikan bahwa
pemeriksaan laboratorium akan dirujukke rumah sakit lain
dikarenakan fasilitas pemeriksaanlaboratorium yang dimaksud dalam
kondisi perbaikan.Jika pelayanan laboratorium tersebut dapat
181
terlayani kembali,maka dilakukan koordinasi dengan bagian/unit
terkait.
Jika dikarenakan alat pemeriksaan laboratorium mendadak
mengalami masalah ataudalam kondisi perbaikan maka pasien
dirujuk ke rumah sakit lain yangmempunyai fasilitas pemeriksaan
laboratorium tersebut sesuai denganprosedur yang berlaku. Pasien
dan/atau keluarga pasien diinformasikanbahwa pemeriksaan
laboratorium akan dirujuk ke rumah sakit laindikarenakan fasilitas
pemeriksaan laboratorium yang dimaksud dalamkondisi perbaikan.
Jika pelayanan laboratorium tersebut dapat terlayani kembali, maka
dilakukankoordinasi dengan bagian/unit terkait.
4) Jika pemeriksaan laboratorium tersebut belum tersedia di RS Risa Sentra
Medika Mataram, maka pasien dirujuk ke rumah sakit lain yang
mempunyaifasilitas pemeriksaan laboratorium tersebut sesuai prosedur
yangberlaku. Pasien dan/atau keluarga pasien diinformasikan
bahwapemeriksaan laboratorium akan dirujuk ke rumah sakit
laindikarenakan fasilitas pemeriksaan laboratorium yang dimaksud
belumtersedia di RS Risa Sentra Medika Mataram.Jika pelayanan
laboratorium tersebut dapat terlayani kembali, maka dilakukankoordinasi
dengan bagian/unit terkait.
182
Adanya tindakan/operasi cito sehingga menggeser jadwal operasi elektif.
Tatalaksana :
1) Jika penundaan tersebut tidak membutuhkan waktu yang lama, maka :
Untuk Unit Rawat Jalan dan Unit Gawat Darurat : petugas
kamaroperasi menyampaikan kepada perawat Unit Rawat Jalan dan
UGD tentang penundaan pelayanan tindakan/operasi (sebutkanalasan
dan kapan dapat melayani tindakan/operasi) dan permohonan maaf
atasketidaknyamanan tersebut.Sarankan untuk sabar menunggu.
Untuk pasien rawat inap : petugas kamar operasi menginformasikan
kepadaperawat ruangan rawat inap tentang penundaan pelayanan
tindakan/operasi(sebutkan alasan kapan dapat melayani
tindakan/operasi) dan permohonanmaaf atas ketidaknyamanan
tersebut.Sarankan untuk sabar menunggu.
2) Jika penundaan tersebut membutuhkan waktu yang lama sehingga RS
Risa Medika Mataram belum dapat melayani tindakan/operasi tertentu,
makadilakukan koordinasi dengan bagian/unit terkait : Yanmed,
Pemasaran, Rekammedis, Rawat jalan, Rawat inap UGD sesuai prosedur
yang berlaku.
3) Jika penundaan dikarenakan instrument/alat dalam kondisi
rusak/perbaikan atau instrument/alattertentu belum tersedia di RS Risa
Sentra Medika Mataram, maka pasien dirujuk ke rumah sakit lainyang
mempunyai fasilitas pelayanan tindakan/operasi tersebut sesuai dengan
proseduryang berlaku. Pasien dan/atau keluarga pasien diinformasikan
bahwa tindakan/operasitersebut akan dirujuk ke rumah sakit lain dan
permohonan maaf atas ketidaknyamanantersebut.Jika pelayanan
tindakan/operasi tersebut dapat terlayani, maka dilakukan
koordinasidengan bagian/unit terkait.
183
1) Untuk pasien yang indikasi rawat inap dan sudah berada di Unit Rawat
Jalanatau UGD: petugas rekam medis menyampaikan kepada
pasiendan/atau keluarga pasien tentang penundaan pelayanan rawat
inap (sebutkanalasan) dan permohonan maaf atas ketidaknyamanan
tersebut.
2) Jika masih tersedia ruangan rawat inap yang sesuai kebutuhan
pasientersebut, maka sarankan kepada pasien dan/atau keluarga pasien
untukmemilih ruangan rawat inap tersebut.Jika pasien dan/atau keluarga
pasien bersedia, maka petugas rekammedis melakukan prosedur
pemesanan ruangan rawat inap.Jika pasien dan/atau keluarga pasien
tidak bersedia, maka sarankan untuk dirujuk ke rumah sakit terdekat
yang mempunyai sarana danfasilitas yang dibutuhkan pasien.
3) Jika tidak tersedia ruangan rawat inap yang sesuai kebutuhan
pasientersebut, maka sarankan untuk dirujuk ke rumah sakit terdekat
yangmempunyai sarana dan fasilitas yang dibutuhkan pasien.
4) Untuk pasien akan dirujuk ke RS Risa Sentra Medika Mataram, sesuai
dengan prosedurkomunikasi antar RS rujukan dan RS/Yankes yang
merujuk, petugas FO menyampaikan kondisi ruangan rawat inap RS
Risa Sentra Medika Mataram dalam kondisi penuh dan tidak dapat
menerima pasien rawat inap.Sarankan untuk dirujuk ke rumah sakit lain
yang mempunyai sarana dan fasilitas yangdibutuhkan pasien.
184
Penyerahan obat jadi maupun racikan melebihi batas waktu tunggu, misal
dikarenakan antrian pasien dalam kondisi ramai, resep sulit dibaca
sehinggaharus konfirmasi ke dokter, poliklinik rawat jalan jam buka
prakteknyamelebihi waktu tunggu kehadiran dokter (kehadiran dokter
sesuai denganjadwal prakteknya, dengan toleransi 30 menit), dokter tidak
bisa dihubungiuntuk konfirmasi resep, obat atau alkes di logistik atau
depo obat yang lain.
Pasien belum dapat terlayani, misal dikarenakan obat yang tertulis
dalamresep maupun padanannya tidak tersedia di RS Risa Sentra
Medika Mataram, logistik(obat yang tertulis dalam resep kosong atau stok
habis).
Tatalaksana :
1) Jika penundaan tersebut tidak membutuhkan waktu yang lama, maka :
Untuk pasien dan/atau keluarga pasien yang sudah datang di kamar
obat maupun pasien rawat jalan : petugas kamar obat menyampaikan
kepada pasiendan/atau keluarga pasien tentang penundaan
pelayanan kamar obat (sebutkan alasan) dan permohonan maaf atas
ketidaknyamanan tersebut.Sarankan untuk sabar menunggu.
Untuk pasien rawat inap : petugas kamar obat menginformasikan
kepada perawat ruangan rawat inap tentang penundaan pelayanan
kamar obat(sebutkan alasan) dan permohonan maaf atas
ketidaknyamanan tersebut.Sarankan untuk sabar menunggu.
2) Jika penundaan tersebut membutuhkan waktu yang lama sehingga RS
belum dapat melayani resep untuk obat-obat tertentu, maka
dilakukankoordinasi dengan bagian/unit terkait : Yanmed, Pemasaran,
Rekam medis, Rawatjalan, Rawat inap, IPI, IBS, IGD sesuai dengan
prosedur yang berlaku.
3) Jika dikarenakan masalah logistik :
Untuk pasien dan/atau keluarga pasien yang sudah datang di apotik
maupun pasien rawat jalan : petugas apotik menyampaikan kepada
pasien dan/atau keluarga pasiententang penundaan pelayanan
(sebutkan alasan dankapan dapat melayani resep untuk obat
tersebut) danpermohonan maaf atas ketidaknyamanan
tersebut.Sarankan : jika obat tersebut maupun padanannya tidak
185
tersedia di apotik atau tersedia padanannya tetapi dokter dan pasien
tidak mau diganti maka petugasapotik membuatkan copy resep
sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Untuk pasien rawat inap : petugas apotik menginformasikankepada
perawat ruangan rawat inap tentang penundaanpelayanan (sebutkan
alasan dan kapan dapatmelayani resep untuk obat tersebut) dan
permohonan maaf atasketidaknyamanan tersebut.
Jika obat tersebut dan padanannya tidak tersedia di apotikRS
serta bukan suplemen maka petugas kamar obat melayani pembelian
diapotik luar sesuai dengan prosedur yang berlaku.Jika layanan resep
untuk obat tersebut dapat terlayani kembali,maka dilakukan koordinasi
dengan bagian/unit terkait
186
19. PROSES RUJUKAN PASIEN
187
• Rujukan Internal adalah rujukan horizontal yang terjadi antar unit
pelayanan di dalam institusi tersebut. Misalnya dari poli rawat jalan atau
UGD kerawat inap.
• Rujukan Eksternal adalah rujukan yang terjadi antar unit-unit dalam
jenjang pelayanan kesehatan, baik horizontal (dari poli rawat jalan atau
UGD ke rawat inap) maupun vertikal (dari puskesmas ke rumah sakit
umum daerah).
Tingkatan Rujukan
• Internal antar petugas di RS
• Antara puskesmas pembantu dan puskesmas
• Antar masyarakat dan puskesmas
• Antar puskesmas dan RS, laboratorium/ fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya
Kriteria pembagian wilayah pelayanan sistem rujukan
Karena terbatasnya sumber daya tenaga dan dana kesehatan yang
disediakan, maka perlu diupayakan penggunaan fasilitas pelayanan medis yang
tersedia secara efektif dan efisien. Pemerintah telah menetapkan konsep
pembagian wilayah dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat.Dalam
sistem rujukan ini setiap unit kesehatan mulai dari Polindes, Puskesmas
Pembantu, Puskesmas dan Rumah Sakit akan memberikan jasa pelayanannya
kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan wilayah dan tingkat kemampuan
petugas atau sarana. Ketentuan ini dikecualikan bagi rujukan kasus gawat
darurat, sehingga pembagian wilayah pelayanan dalam sistem rujukan tidak anya
didasarkan pada batas-batas wilayah administrasi pemerintahan saja tetapi juga
dengan kriteria antara lain:
1. Tingkat kemampuan atau kelengkapan fasilitas sarana kesehatan, misalnya
fasilitas Rumah Sakit sesuai dengan tingkat klasifikasinya.
2. Kerja sama Rumah Sakit dengan Fakultas Kedokteran.
3. Keberadaan jaringan transportasi atau fasilitas pengangkutan yang
digunakan ke Sarana Kesehatan atau Rumah Sakit rujukan.
4. Kondisi geografis wilayah sarana kesehatan.
Pembiayaan
Pembiayaan rujukan dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku pada
asuransi kesehatan atau jaminan kesehatan. Pembiayaan rujukan bagi pasien
188
yang bukan peserta asuransi kesehatan atau jaminan kesehatan menjadi
tanggung jawab pasien dan/atau keluarganya. Biaya transportasi rujukan
merupakan bagian dari jasa pelayanan yang menjadi tanggung jawab pihak
penjamin (Askes, BPJS, dan Assuransi lain). Bagi pasien korban kecelakaan lalu
lintas, biaya rujukan ditanggung oleh PT Asuransi Jasa Raharja sesuai dengan
ketentuan yang berlaku di perusahaan asuransi tersebut.
Mekanisme/Alur Rujukan
Rujukan dapat dilakukan secara vertikal dan horizontal. Rujukan vertikal
merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan. Rujukan
horizontal rujukan antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan. Rujukan
vertikal dapat dilakukan dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan
pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.
Rujukan horizontal dilakukan apabila perujuk tidak dapat memberikan
pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan
fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap.
Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan
pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila:
a. Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau sub spesialistik;
b. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau
ketenagaan.
189
d. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan
dan/atau ketenagaan.
190
c. Membuat surat rujukan dengan melampirkan diagnosis pasien dan
resume catatan medis;
d. Mencatat pada register rujukan
e. Sebelum dikirim, keadaan umum pasien sudah distabilkan lebih dahulu
dan stabilitas pasien dipertahankan selama dalam perjalanan;
f. Pasien harus didampingi oleh tenaga kesehatan yang mengetahui
keadaan pasien dan mampu menjaga stabilitas pasien sampai pasien tiba di
tempat rujukan;
g. Selama proses rujukan, pasien harus selalu dimonitor.
h. Tenaga Kesehatan yang mendampingi pasien menyerahkan surat
pengantar rujukan kepada rumah sakit penerima.
191
3. Memerlukan pemeriksaan penunjang medis yang lebih lengkap, tetapi
pemeriksaan harus disertai pasien yang bersangkutan.
4. Apabila telah diobati dan dirawat ternyata memerlukan pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan di sarana kesehatan yang lebih mampu.
Untuk pasien yang tidak langsung dirujuk ke rumah sakit lain, pasien
diberikan instruksi tindak lanjut mencakup nama dan lokasi untuk pelayanan
lanjutan, kapan kembali ke rumah sakit untuk kontrol, dan kapan pelayanan
yang mendesak harus didapatkan. Keluarga diikutsertakan dalam proses
apabila pasien kurang dapat mengerti dan mengikuti instruksi, serta apabila
mereka berperan dalam proses pemberian pelayanan lanjutan.
Dalam prosedur merujuk dan menerima rujukan pasien ada dua pihak
yang terlibat yaitu pihak yang merujuk dan pihak yang menerima rujukan
dengan rincian beberapa prosedur sebagai berikut :
1. Prosedur standar merujuk pasien
2. Prosedur standar menerima rujukan pasien
1. Prosedur Standar Merujuk Pasien
a. Prosedur Klinis:
1. Melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaanpenunjang medik untuk menentukan diagnosa utama
dan diagnosa banding.
2. Memberikan tindakan pra rujukan sesuai kasus berdasarkan
Standar Prosedur Operasional (SPO).
3. Memutuskan unit pelayanan tujuan rujukan dengan sebelumnya
memastikan bahwa tujuan rujukan siap dan mampu untuk
memenuhi kebutuhan pasien
4. Untuk pasien gawat darurat harus didampingi petugas Medis /
Paramedis yang kompeten dibidangnya dan mengetahui kondisi
pasien.
5. Apabila pasien diantar dengan kendaraan Puskesmas keliling atau
ambulans, agar petugas dan kendaraan tetap menunggu pasien di
IGD tujuan sampai ada kepastian pasien tersebut mendapat
pelayanan dan kesimpulan dirawat inap atau rawat jalan.
b. Prosedur Administratif
192
1. Dilakukan setelah pasien diberikan tindakan pra-rujukan.
2. Membuat catatan rekam medis pasien.
3. Memberikan Informed Consent (persetujuan/penolakan rujukan)
4. Membuat surat rujukan pasien rangkap 2. Lembar pertama dikirim
ke tempat rujukan bersama pasien yang bersakutan. Lembar
kedua disimpan sebagai arsip.
5. Mencatat identitas pasien pada buku register rujukan pasien.
6. Menyiapkan sarana transportasi dan sedapat mungkin menjalin
komunikasi dengan tempat tujuan rujukan.
7. Pengiriman pasien ini sebaiknya dilaksanakan setelah
diselesaikan administrasi yang bersangkutan.
193
6. Apabila tidak sanggup menangani (sesuai perlengkapan
Puskesmas / RSUD/Rumah Sakit swasta yang bersangkutan),
maka harus merujuk ke RSU yang lebih mampu dengan membuat
surat rujukan pasien rangkap 2 kemudian surat rujukan yang asli
dibawa bersama pasien, prosedur selanjutnya sama seperti
merujuk pasien.
7. Mencatat identitas pasien di buku register yang ditentukan.
Stabilisasi Sebelum Rujukan Pasien
Meskipun berpotensi memberikan risiko tambahan terhadap pasien,
rujukan pasien yang aman dapat dilakukan bahkan pada pasien yang
sakit berat/kritis (extremely ill). Rujukan pasien sebaiknya tidak dilakukan
sampai kondisi pasien stabil. Rumah sakit yang terlibat harus memastikan
bahwa terdapat prosedur / pengaturanrujukan pasien yang memadai.
7. Hal penting yang perlu dilakukan sebelum rujukan pasien:
a. Amankan patensi jalan napas
b. Terdapat jalur/akses vena yang adekuat.
c. Pengukuran tanda vital yang kontinu selama proses rujukan
berlangsung.
d. Pemasangan kateter urin dan nasogastric tube (NGT), jika diperlukan.
e. Pemberian terapi/tatalaksana tidak boleh ditunda saat menunggu
pelaksanaan rujukan.
8. Petugas rujukan harus mengetahui penggunaan peralatan yang ada dan
secara independen menilai kondisi pasien.
9. Seluruh peralatan dan obat-obatan harus dicek ulang oleh petugas
rujukan.
194
yang telah diperiksanya.
Prosedur Standar Pengiriman Rujukan Spesimen dan Penunjang Diagnostik
Lainnya
a. Prosedur Klinis:
1. Menyiapkan pasien/spesimen untuk pemeriksaan lanjutan.
2. Untuk spesimen, perlu dikemas sesuai dengan kondisi bahan yang
akan dikirim dengan memperhatikan aspek sterilitas, kontaminasi
penularan penyakit, keselamatan pasien dan orang lain serta
kelayakan untuk jenis pemeriksaan yang diinginkan.
3. Memastikan bahwa pasien/spesimen yang dikirim tersebut sudah
sesuai dengan kondisi yang diinginkan dan identitas yang jelas.
b. Prosedur Administratif:
1. Mengisi format dan surat rujukan spesimen/penunjang diagnostik
lainnya secara cermat dan jelas termasuk nomor surat dan BPJS
atau Asuransi lainnya, informasi jenis spesimen/penunjang
diagnostic lainnya pemeriksaan yang diinginkan, identitas pasien dan
diagnosa sementara serta identitas pengirim.
2. Mencatat informasi yang diperlukan di buku register yang telah
ditentukan masing-masing intansinya.
3. Mengirim surat rujukan spesimen/penunjang diagnostik lainya ke
alamat tujuan dan lembar kedua disimpan sebagai arsip.
4. Mencari informasi perkiraan balasan hasil rujukan spesimen/
penunjang diagnostik lainnya tersebut.
195
3. Mengerjakan pemeriksaan laboratoris atau patologis dan penunjang
diagnostik lainnya dengan mutu standar dan sesuai dengan jenis dan
cara pemeriksaan yang diminta oleh pengirim.
b. Prosedur Administratif
1. Meneliti isi surat rujukan spesimen dan penunjang diagnostic lainnya
yang diterima secara cermat dan jelas termasuk nomor surat dan
status BPJS atau asuransi lainnya, informasi pemeriksaan yang
diinginkan, identitas pasien dan diagnosa sementara serta identitas
pengirim.
2. Mencacat informasi yang diperlukan di buku register / arsip yang telah
ditentukan masing-masing instansinya.
3. Memastikan kerahasiaan pasien terjamin.
4. Mengirimkan hasil pemeriksaan tersebut secara tertulis dengan
format standar masing-masing sarana kepada pimpinan institusi
pengirim.
196
4. Mengirimkan segera laporan hasil pemeriksaan kepada alamat
pengirim, dan memastikan laporan tersebut diterima pihak pengirim
dengan konfirmasi melalui sarana komunikasi yang memungkinkan.
Pencatatan
Pencatatan kasus rujukan menggunakan 1 (satu) Buku Register
Rujukan, dimana setiap pasien rujukan yang diterima dan yang akan dirujuk
dicatat dalam buku register rujukan di 1 (satu) unit pelayanan. Alur Registrasi
Pasien Rujukan di sarana pelayanan kesehatan sebagai berikut:
1. Pasien umum yang masuk melalui rawat jalan (loket - Poliklinik) dan UGD di
catat pada buku register pasien di masing-masing unit pelayanan. Apabila
pasien di rawat, dicatat juga pada buku register rawat inap.
2. Pasien datang dengan surat rujukan dari Polindes/Poskesdes/ Pustu/
Puskesmas dan sarana kesehatan lainnya tetap dicatat pada buku register
pasien di masing-masing unit pelayanan dan selanjutnya juga dicatat pada
buku registrasi rujukan,
3. Apabila pasien telah mendapatkan perawatan baik di UGD, Rawat Inap dan
unit pelayanan lainnya yang diputuskan untuk dirujuk, maka langsung dicatat
pada buku register rujukan pasien,
4. Setelah menerima surat rujukan balasan maka dicatat tanggal rujukan balik
diterima pada buku register rujukan pasien (kolom balasan rujukan).
5. Pada setiap akhir bulan, semua pasien rujukan (asal rujukan, di rujuk dan
rujukan balasan) dijumlahkan dan dicatat pada baris terakhir format buku
register rujukan pasien dan dilaporkan sesuai dengan ketentuan.
197
perencanaan perbaikan sistem rujukan di masing-masing dan antar unit
pelayanan kesehatan serta Dinas Kesehatan baik Kabupaten/Kota
maupun Provinsi.
20. PEMULANGAN PASIEN
198
diagnosisnya kompleks diperlukan Profil Ringkas Medis Rawat Jalan
(PRMRJ).
• Pasien rawat jalan yang memerlukan PRMRJ adalah:
199
dasar.
200
• Penjelasan sekurang-kurangnya meliputi:
- diagnosis dan terapi dan/atau tindakan medis yang diperlukan;
201
penerima rujukan.
• Pasien atau keluarga diberi penjelasan apabila rujukan yang
dibutuhkan tidak dapat dilaksanakan.
23. TRANSPORTASI PASIEN
202
- Rumah sakit mengatur perawatan pasien yang mendapat tindakan
operasi dan anestesi
- Rumah sakit mengatur penggunaan alat pengekang (restraint) dan
perawatan pasien yang memakai alat pengekang
- Rumah sakit mengatur perawatan pasien yang dialisis.
- Rumah sakit mengatur penanganan, penggunaan dan
pemberian darah dan produk darah.
• Staf klinis dilatih mengenali (mendeteksi), mengidentifikasi sedini
mungkin perubahan kondisi pasien memburuk dengan penerapan
Early Warning System (EWS) dapat dilakukan menggunakan sisitem
skor.
203
asuhan pada akhir kehidupan
• Rumah sakit berkewajiban mendidik staf tentang pengelolaan pasien
tahap terminal sesuai panduan/pedoman/SPO yang berlaku.
• Kepedulian staf terhadap kenyamanan dan kehormatan pasien harus
menjadi prioritas semua aspek asuhan pasien selama pasien berada
dlm tahap terminal.
• RS menetapkan proses utk mengelola asuhan pasien dlm tahap
terminal. Proses ini meliputi:
204
• Elektrolit konsentrat yang disimpan diunit pelayanan pasien diberi
label yang jelas dan disimpan dengan cara yang membatsi akses
(restrict acces).
205
serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat/benar dan
fungsional.
- Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat/
mendokumentasikan prosedur “sebelum incisi/ time-out” tepat
sebelum dimulainya suatu prosedur/ tindakan pembedahan
• Pelayanan sedasi ringan, sedang dan dalam dilaksanakan oleh tenaga
medis yang kompeten dan menjadi tanggung jawab masing-masing.
Sedangkan sedasi diluar IBS dilakukan berdasarkan Kebijakan/alur dan
SPO yang berlaku.
206
Pathway
207
ALUR PELAYANAN PASIEN RAWAT JALAN
PASIEN DATANG
Ambil Nomor antrian
REGISTRASI
PETUGAS PENDAFTARAN
persy
arata
Mele
ngka
berk
dan
as
pi
n
POLI TUJUAN
PERIKSA DOKTER
aftara
Petug
Lapo
UGD
Pend
n/FO
masi
Ke
as
r
PASIEN KASIR 208
PULANG
ALUR PELAYANAN PASIEN RAWAT INAP
Pasien Datang Sendiri
Rujukkan Puskesmas
Rujukkan RS Lain
Rujukkan Poli Spesialis
PENDAFTARAN
Sembuh Rujuk
209
Rawat Jalan
Rujukan
UGD
ALUR PELAYANAN PASIEN UGD
Radiologi Ya
Laboratorium Penunjang?
Tidak
Konsul Dokter
Ya
Proses
Pasien
Pembayaran
Pulang
210
Triage Ancaman Triage
Pasien Triage Visual Nyawa Merah
Pasien
Datang Diterima Tidak
(drop zone) Petugas Ada
UGD Ancaman
Triage
Keluarga
Pengantar
Periksa : Triage
Tekanan darah Merah
Nadi
Registrasi
Pernapasan Triage
Kuning
Suhu
Breathing
Circulation 211
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
212
BAB IX
PENUTUP
Pada saat pedoman ini berlaku semua Instalasi serta unit pelayanan
yang sudah ada harus menyesuaikan dengan ketentuan yang berlaku dalam
pedoman ini.
213