Anda di halaman 1dari 213

PEDOMAN PELAYANAN RUMAH SAKIT

RUMAH SAKIT RISA SENTRA MEDIKA LOMBOK TIMUR


2019

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan yang menciptakan manusia dan
menambah ilmu pengetahuan bagi mereka yang berusaha
mendapatkannya. Salawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada
Rasulullah, mahaguru bagi kita semua. Alhamdulillah Pedoman Pelayanan
Rumah Sakit Risa sentra Medika Lombok Timur telah kita miliki. Pedoman
ini diharapkan menjadi acuan dalam peningkatan mutu pelayanan di
lingkungan Rumah Sakit Risa sentra Medika Lombok Timur yang kita
cintai ini.

Ucapan terimakasih kepada Kepala Sub Bidang Pelayanan Medik


yang telah menyelesaikan Pedoman Pelayanan Rumah Sakit Risa sentra
Medika Lombok Timur ini. Kami percaya bahwa tidak ada yang sempurna
kecuali Allah SWT, saran dan masukan dari kita sangat diharapkan untuk
kesempurnaan pedoman ini untuk masa yang akan datang.

Selong, Desember 2019

Pelayanan Medik

2
DAFTAR ISI

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Rumah Sakit mempunyai kewajiban memberi pelayanan kesehatan yang


aman, bermutu, anti diskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan
kepentingan pasien sesuai dengan Standar Pelayanan Rumah Sakit tipe D serta
membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di
rumah sakit sebagai acuan dalam melayani pasien. Sebagaimana yang
diamanatkan oleh Undang Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 Pasal
29.

Rumah Sakit Risa Sentra Medika Lombok Timur adalah rumah sakit
swasta kelas D yang diharapkan akan dapat menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna melalui pelayanan rawat inap, rawat
jalan, dan gawat darurat.

Dalam menyelenggarakan pelayanan akan selalu berupaya


memperhatikan standar minimal persyaratan rumah sakit swasta kelas D,
memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan
teknologi, kehidupan sosial ekonomi masyarakat, perlindungan dan keselamatan
pasien, mempunyai fungsi sosial serta harus tetap mampu meningkatkan
pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Ditinjau dari persyaratan fisik, bangunan, sarana prasarana serta


peralatan yang digunakan masih belum bisa dikatakan dapat memuaskan
pasien. Demikian juga dengan manajemen dan kualitas sumber daya manusia
yang dimiliki, untuk itu diperlukan upaya perbaikan dari berbagai aspek agar
tercapainya pelayanan yang berkualitas.

Sebagai gambaran Rumah Sakit Risa Sentra Medika Lombok Timur


terletak di tengah kota Selong dengan luas lahan ± 1 ha, dan luas bangunan ±
2.909,58 m2. Sebagian besar fisik bangunan baru, dan belum sesuai dengan
masterplan rumah sakit. Ketika hujan cukup deras, masih terjadi genangan air

4
dikarenakan sistim drainase yang belum cukup memadai. Selain itu selaras
dengan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor, telah terjadi gangguan akses
yang dapat berdampak pada respons time pelayanan, terutama layanan rawat
jalan dan UGD.
Rumah Sakit Risa Sentra Medika Lombok Timur memiliki 66 tempat tidur,
dengan perincian : 18 TT klas III, 13 TT Klas II, 16 TT Klas I, 10 TT Klas VIP, 2
TT Klas VVIP namun demikian Rumah Sakit Risa Sentra Medika Lombok Timur
tetap dan akan terus berbenah dari segala segi untuk mewujudkan pelayanan
prima dan paripurna.
a) Pengertian

a. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang


menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

b. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah


kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan,
baik secara langsung maupun tidak langsung di Rumah Sakit.

c. Staf klinis adalah tenaga kesehatan yang memberikan asuhan langsung


pada pasien

d. Profesional Pemberi Asuhan (PPA) adalah staf klinis profesional yang


langsung memberikan asuhan kepada pasien.

e. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) adalah dokter yang


bertanggung jawab terhadap asuhan pasien sejak pasien masuk sampai
pulang dan mempunyai kompetensi dan kewenangan klinis sesuai surat
penugasan klinisnya

f. Perawat Penanggung Jawab Asuhan (PPJA) adalah perawat yang


bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan pasien sejak pasien
masuk sampai pulang dan mempunyai kompetensi dan kewenangan
klinis sesuai surat penugasan klinisnya.

g. Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen


tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan
pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

5
h. Catatan adalah tulisan yang dibuat oleh dokter atau dokter gigi tentang
segala tindakan yang dilakukan kepada pasien dalam rangka pemberian
pelayanan kesehatan.

i. Dokumen adalah catatan dokter, dokter gigi, dan/atau tenaga kesehatan


tertentu, laporan hasil pemeriksaan penunjang catatan observasi dan
pengobatan harian dan semua rekaman, baik berupa foto radiologi,
gambar pencitraan (imaging), dan rekaman elektro diagnostik.
b) Tujuan
1. Umum
Mewujudkan Budaya Mutu di Rumah Sakit Risa Sentra Medika Lombok
Timur demi terwujudnya visi rumah sakit “Menjadi rumah sakit dengan
pelayanan yang terbaik di NTB”.
2. Tujuan khusus
a) Terlaksananya keselamatan dan keamanan pasien di rumah sakit.
b) Pemantauan dan pengawasan penggunaan fasilitas serta kegiatan
pelayanan
c) Pengawasan dan pengendalian penerimaan dan pemulangan pasien.
d) Pelayanan medik yang diberikan harus sesuai dengan ilmu
pengetahuan kedokteran mutakhir serta memanfaatkan kemampuan
dan fasilitas RS
e) Mengupayakan kesembuhan pasien secara optimal melalui prosedur
dan tindakan yang dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan
standar masing-masing profesi

B. RUANG LINGKUP PELAYANAN

a) Manajemen
1 Governance

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan, pemulihan, pemeliharaan


dan peningkatan kesehatan perorangan disesuaikan dengan standar
pelayanan yang ada di Rumah Sakit Risa Sentra Medika Lombok
Timur, melalui pelayanan kesehatan paripurna tingkat primer,
sekunder dan tersier.

6
b. Pelayanan Kesehatan primer dilaksanakan oleh dokter umum,
pelayanan sekunder dilaksanakan oleh dokter spesialis dan
pelayanan tersier dilaksanakan oleh dokter sub spesialis.
c. Rumah Sakit dapat tidak melayani pasien jika tempat tidur tidak
tersedia, sedang/ tidak memiliki SDM, sedang/ tidak memiliki sarana
dan prasarana yang digunakan untuk melayani pasien dengan kasus
penyakit tertentu.
d. Rumah Sakit mempunyai kewajiban merujuk pasien yang
memerlukan pelayanan di luar kemampuan pelayanan rumah sakit.
e. Rumah Sakit akan menolak keinginan pasien yang bertentangan
dengan standar profesi dan etika serta peraturan perundang-
undangan.
f. Rumah Sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam
rangka menyelamatkan nyawa manusia.
g. Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua
kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan di Rumah Sakit
2 Organisasi

Direktur Utama Rumah Sakit Risa Sentra Medika Lombok Timur dibantu
oleh 2 orang Direktur yaitu : Direktur Utama dan Direktur Rumah Sakit.
Masing masing Direktur dalam pelaksanaan tugasnya dibantu Kepala
Bagian/Kepala Bidang merupakan jabatan Struktural, Kepala Unit
(jabatan non struktural), dan terdapat jabatan fungsional Kelompok Staf
Medis Dan Staf Perawat Fungsional.
3 Sumber Daya Manusia

a. Alur birokrasi dalam pengambilan keputusan harus dibuat secara


efisien

b. Fungsi pengawasan dan penegakan disiplin SDM dilakukan secara


maksimal secara kontinyu

c. Budaya kerja yang berorientasi pada pelanggan perlu diperkuat.

d. Seluruh staf RS dalam melaksanakan pekerjaannya berkewajiban


ikut mewujudkan, mempertahankan, dan meningkatkan derajat

7
kesehatan pasien yang setinggi-tingginya.

e. Seluruh staf RS harus bekerja sama, bekerja sesuai dengan standar


profesi, pedoman/panduan dan standar prosedur opersional yang
berlaku, serta sesuai dengan etika profesi, dan perarturan Rumah
Sakit Risa Sentra Medika Lombok Timur.

f. Seluruh staf RS dalam melaksanakan pekerjaannya wajib selalu


sesuai dengan ketentuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah
Sakit (K3), termasuk dalam penggunaan alat pelindung diri (APD).
g. Semua petugas yang melayani pasien harus memiliki izin
sesuai dengan peraturan yang berlaku.

h. Setiap petugas yang bekerja dirumah sakit harus memiliki


kemampuanmelakukan hand hygiene, memberikan bantuan hidup
dasar (BHD),menggunakan APAR ( alat pemadam api ringan ).

i. Pelayanan kesehatan dilaksanakan oleh tim, minimal terdiri atas


DPJP dan Perawat Pelaksana Perawatan, petugas farmasi ,petugas
gizi, dapat beserta peserta didik ( dengan supervisi ) dan petugas
kesehatan lain sesuai kebutuhan pasien.

j. Rumah Sakit dapat mempekerjakan tenaga tidak tetap dan


konsultan tidak tetap sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan,
serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.

k. Dalam melaksanakan pekerjaan rumah sakit melindungi semua


petugas dan akan memberikan bantuan hukum bila diperlukan.

l. Rumah sakit akan memberikan vaksinasi dan imunisasi pada


petugas yang bertugas di ruangan beresiko sesuai dengan peraturan
dan kemampuan rumah sakit.

m. Staf/ petugas rumah sakit yang terpapar dengan penyakit infeksius


akan ditindak lanjuti sesuai dengan peraturan perundangan serta
kemampuan rumah sakit.
4 Standar Fasilitas

a. Penggunaan peralatan medis dan non medis di rumah sakit harus


dilakukan sesuai dengan indikasi medis pasien.

8
b. Sarana, prasarana, dan peralatan yang digunakan tersebut harus
memenuhi standar pelayanan, persyaratan mutu, keamanan,
keselamatan, dikalibrasi dan layak pakai.

c. Pengoperasian dan pemeliharaan peralatan rumah sakit harus


dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi di bidangnya.
d. Pemeliharaan peralatan harus didokumentasi dan dievaluasi secara
berkala dan berkesinambungan

e. Ketentuan mengenai pengujian dan/ atau kalibrasi peralatan medis,


standar yang berkaitan dengan keamanan, mutu, dan manfaat
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
5 Penetapan Pola Tarif

a. Penetapan pola tarif umum rumah sakit ditetapkan sesuai dengan


peraturan berlaku atas dasar jenis pelayanan, tingkat kesulitan,
kecanggihan pelayanan, dan kelas perawatan dan disesuaikan
dengan acuan Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS).
b. Penetapan pola tarif untuk pasien private ditetapkan dalam aturan
tersendiri.

6 Akuntabilitas

a. Rumah sakit dikelola dengan menerapkan system pertanggung


jawaban dan akuntabilitas publik sebagai alat dan monitoring dan
evaluasi kinerja rumah sakit.

b. Akuntabilitas publik dimonitor menggunakan indikator kinerja rumah


sakit, yang ditetapkan oleh Direktur Rumah Sakit Risa Sentra
Medika Lombok Timur.
c. Sistem dan prosedur pengelolaan keuangan rumah sakit
berpedoman kepada aturan yang ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan dan peraturan yang berkaitan dengan BLU.
d. Rekam Medis menggunakan sistim sentralisasi/ terpadu, setiap
pasien hanya memiliki 1 (satu) berkas rekam medis seumur hidup.
7 Kerjasama dengan Pihak Ketiga

9
a. Rumah sakit dapat melakukan kerjasama dengan pihak ketiga
berdasarkan prinsip saling menguntungkan dengan mengutamakan
kepentingan pasien.
b. Bentuk kerjasama tersebut dapat berupa: kontrak pelayanan,
kontrak manajemen, joint ventures, atau divestasi.
8 Komunikasi dan Informasi
a. Perintah lisan dan yang melalui telepon ataupun hasil pemeriksaan
dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah, dibacakan
kembali, dan dikonfirmasi oleh pemberi perintah
b. Informasi umum tiap unit/ instalasi yang berhubungan dengan
pasien dan keluarga disiapkan dan dilaksanakan oleh unit terkait
c. Penjelasan yang berkaitan dengan asesmen medis hanya diberikan
oleh dokter.
d. Penjelasan yang berkaitan dengan asesmen keperawatan hanya
diberikan oleh perawat.
e. Komunikasi antara pasien dan dokter minimal meliputi: kondisi
kesehatannya, dampak yang muncul sebagai konsekuensi
kesehatannya, serta anjuran yang akan dilaksanakan. Dalam
berkomunikasi pasien harus dapat merasakan bahwa pasien
didengarkan, dan dokter memahami keterbatasannya, dan diikutkan
dalam mencari solusi pengobatannya.

9 Pencapaian Program Nasional

Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia


a. Proses persalinan dan perawatan bayi dilakukan dalam sistem
terpadu dalam bentuk pelayanan obstetrik dan neonatus emergensi
komprehensif (PONEK) di rumah sakit.
b. Rumah sakit melaksanaan program RS sayang ibu dan bayi dengan
melaksanakan 10 langkah menyusui dan peningkatan kesehatan
ibu.
c. Pelayanan kesehatan BBLR dilaksanakan dengan perawatan
menggunakan metode kangguru.
d. Melaksanakan dan menerapkan standar pelayanan perlindungan

10
ibu dan bayi secara terpadu dan paripurna melalui rawat gabung ibu
dan bayi.
e. Rumah Sakit Risa Sentra Medika Lombok Timur sebagai Rumah
Sakit bagi ODHA/ HIV-AIDS. Rumah sakit menyiapkan pelayanan
kemudian akan di rujuk ke RSUD Selong
f. Permasalahan TBC ditanggulangi dengan strategi DOTS
g. Program PPRA
h. Pelayanan Geriatri

b) Pelayanan Dan Klasifikasi


i. Rumah Sakit Risa Sentra Medika Lombok Timur adalah Rumah Sakit
Umum Kelas D. Kelompok dan jenis layanan yang ada dan akan terus
dikembangkan adalah :
1. Pelayanan Medik Umum

Pelayanan MCU

2. Pelayanan Gawat Darurat ( 24 jam )


3. Pelayanan medik Spesialis Dasar

a) Pelayanan Penyakit Dalam

b) Pelayanan Kesehatan Anak

c) Pelayanan Bedah

d) Pelayanan Obstetri dan Ginekologi

4. Pelayanan medik Spesialis Penunjang

a) Pelayanan Anestesiologi

b) Pelayanan Radiologi

c) Pelayanan Laboratorium yang terdiri atas pelayanan


patologi klinik.
d) Pelayanan Gizi

5. Pelayanan Medik Spesialistik

a) Pelayanan Spesialis THT

b) Pelayanan Spesialis Orthopedi

11
c) Pelayanan Spesialis Kesehatan JIwa

d) Pelayanan Spesialis Jantung

e) Pelayanan Spesialis Mata

f) Pelayanan Spesialistik Gigi dan Mulut

g) Pelayanan Spesialis Prosthodont

6. Pelayanan Keperawatan

a) Pelayanan keperawatan umum

b) Pelayanan keperawatan khusus

7. Pelayanan Penunjang Klinik

a) Pelayanan Gizi

b) Pelayanan Farmasi

c) Pelayanan Rekam Medis

d) Pelayanan Radiologi

e) Pelayanan Laboratorium

8. Pelayanan Penunjang Non Klinik

a) Laundry pihak ketiga

b) Pelayanan Jasa Boga / Pramusaji

c) Pelayanan pemeliharaan fasilitas (IPS Medik dan IPS non


medik)

d) Kesling dan Pengolahan limbah

e) Pelayanan Sterilisasi Alat

f) Transportasi (ambulance)

g) Komunikasi

h) K3RS

i) Pelayanan Rohani

9. Pelayanan administrasi

12
a) Informasi dan penerimaan pasien ( registrasi )

b) Keuangan ( kasir)

c) Personalia ( SDM )

d) Keamanan ( security )

e) Sistim Informasi Rumah Sakit

f) Addmision
Untuk pelayanan yang belum tersedia akan diatasi dengan
memanfaatkan mekanisme rujukan dan dengan membuat
perjanjian kerja sama dengan rumah sakit yang memiliki fasilitas
terkait.

c) Hak Pasien Dan Etika Rumah Sakit


1) Hak Pasien dan Keluarga

a. Rumah sakit dan setiap petugas yang melakukan fungsi


manajemen, pelayanan, pendidikan, pelatihan dan pengembangan
harus menghormati “hak- hak pasien” sesuai dengan UU No. 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit

b. Informasi mengenai hak pasien ditempatkan pada lokasi yang dapat


terlihat dan terbaca oleh petugas dan pasien.

c. Kondisi medis komprehensif, resiko diagnosis, rekomendasi terapi


serta alternatif, resiko tindakan, kemungkinan biaya, serta
kemungkinan keberhasilan dijelaskan kepada pasien. Apabila
pasien belum memahami penjelasan yang diberikan, maka
penjelasan diberikan kepada keluarga/ penanggung jawab pasien,
dan diakhiri dengan penanda tanganan informed consent.

d. Rumah sakit memiliki peraturan yang akan mengakomodir hak


pasien dalam memilih DPJP dan permintaan konsultasi kepada
dokter lain yang berada di dalam dan di luar Rumah Sakit Risa
Sentra Medika Lombok Timur.

e. Rumah Sakit tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien

13
dan atau keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan
yang dapat berakibat penurunan derajat kesehatan dan kematian
pasien setelah adanya penjelasan medis yang komprehensif.
2) Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit

• Dalam melaksanakan pelayanan rumah sakit berpedoman dan


berpegang teguh kepada “Kode Etik Rumah Sakit Indonesia”, dan
“Kode Etik Tenaga Kesehatan”.
• Setiap peluang untuk pengembangan pelayanan akan
dimanfaatkan dengan berpedoman kepada prinsip profesionalisme
dan praktek bisnis yang sehat.
3) Keselamatan Pasien

• Rumah sakit membuat sistem agar asuhan pasien menjadi lebih


aman meliputi; asesmen resiko, identifikasi, tata-kelola yang
berhubungan dengan resik pasien, pelaporan dan analisis
insidens, kemampuan belajar dari insidens dan tindak lanjutnya,
implementasi solusi untuk mencegah, meminimalkan timbulnya
resiko. Sistim ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya cedera
yang diakibatkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak melakukan sesuatu tindakan yang seharusnya
dilakukan,
• Upaya meniadakan Resiko kejadian/ insiden keselamatan pasien
rumah sakit harus dilakukan secara berkesinambungan,
direncanakan oleh Komite Mutu dan Keselamatan Pasien atas
dasar 7 standar keselamatan pasien, menerapkan 7 langkah
menuju keselamatan pasien dan pelaksanaan 6 point yang ada
pada sasaran keselamatan pasien oleh segenap petugas di rumah
sakit.
4) Sasaran Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

Sasaran Keselamatan Pasien Rumah Sakit di tujukan pada:


ketepatan identifikasi pasien melalui pemasangan gelang,
peningkatan komunikasi efektif, peningkatan pengamanan obat
yang perlu diwaspadai, kepastian tepat lokasi tepat prosedur dan
tepat pasien operasi, mengurangi resiko infeksi terkait pelayanan

14
kesehatan, mengurangi resiko pasien jatuh.
5) Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.

• Resiko terjadinya “Infeksi rumah sakit dicegah dan diminimalisir


melalui upaya Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) yang
berkesinambungan dengan kegiatan yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan, pembinaan, pendidikan dan pelatihan serta
monitoring dan evaluasi.
• Upaya tersebut dilaksanakan oleh Komite Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (KPPIRS) yang langsung
berada dibawah koordinasi Direktur. Upaya ini juga dilakukan
dengan melibatkan pasien/ keluarga.
• Setiap Unit kerja membuat asesmen resiko infeksi, dan
melaksanakan pelayanan dengan selalu mempertimbangkan
segala aspek yang berkaitan dengan pencegahan dan
pengendalian infeksi.
• Setiap petugas yang memberikan layanan dilatih dan mampu
untuk melaksanakan “Hand Hygiene” pada lima momen/ five
moment serta prinsip “kewaspadaan standar”
• Petugas unit layanan yang beresiko untuk terjadinya transmisi
penyakit, dilengkapi dengan alat proteksi diri (APD).
• Penggunaan ulang material/bahan sekali pakai harus disertai oleh
SPO.

• Petugas yang karena kondisi kesehatannya beresiko mentransmisi


atau terpapar communicable disease tidak diperkenankan
bertugas/ berkontak dengan pasien dan material yang akan
berkontak dengan pasien.

C. BATASAN OPERASIONAL DAN FUNGSI SOSIAL RUMAH SAKIT

a. Rumah sakit melaksanakan fungsi sosial dengan menyediakan


fasilitas untuk penderita yang kurang mampu.
b. Dalam melaksanakan fungsi sosial, rumah sakit menjamin bahwa
pelayanan yang diberikan tidak akan mempengaruhi mutu
pelayanan.

15
c. Sesuai dengan kemampuan yang ada rumah sakit
berpartisipasi dalam penanggulangan bencana alam regional dan
nasional.
D. LANDASAN HUKUM
a. Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit;
c. Peraturan Menteri Kesehatan No 1438/ Menkes/ PER/IX/2010
tentang Standar Pelayanan Kedokteran;
d. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 Tahun 2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit
e. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
755/MENKES/PER/IV/2011 tentang Penyelenggaraan Komite
Medik Rumah Sakit
f. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 tahun
2018 tentang kewajiban rumah sakit dan kewajiban pasien
g. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
631/MENKES/SK/IV/2005 tentang Pedoman Peraturan Internal Staf
Medis (Medical Staff Bylaws) di Rumah Sakit.

16
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

Pola Ketenagaan Rs Risa Sentra Medika Lombok Timur Tahun 2019

No Unit Kerja Jenis Tenaga Pendidikan Keadaan Kebutuhan Kekura-


ngan
1 Manajemen Direktur Utama Dr/Dr. Spesialis + 1 1 0 Dik
S-2 Manajemen PM
Kesehatan an
Ma
2 Manajemen Direktur Rumah Dr/Dr. Spesialis + 1 1 0 Dik
Sakit S-2 Manajemen PM
Kesehatan an
3 Manajemen SDM S1 1 1 0 PM
Manajemen/Ek Pel
onomi Ma
SD
4 Manajemen Sekretaris Direktur S1 Ekonomi 1 1 0 Dik
Manajemen atau PM
Akuntansi an

5 SPI Ka. SPI Minimal S2 1 1 0 Dik


Manajemen
Kesehatan atau
yang disetarakan
Sekretaris SPI Minimal S1 1 1 0 Dik
Hukum atau
yang
disetarakan

17
6 Komite Ka. Komite Medik Dr Spesialis 1 1 0 Workshop Komite Medik, Clinical
Medik Pathway, BHD, APAR
Sekretaris Komite Dr Umum 1 1 0 Workshop Komite Medik
Medik
Sub Komite Dr Spesialis 1 1 0 Workshop Komite Medik
Kredensial
Sub Komite Mutu dan Dr Spesialis 1 1 0 Workshop Komite Medik
Profesi
Sub Komite Etika Dr Spesialis 1 1 0 Workshop Komite Medik
dan Disiiplin

7 Komite Ka. Komite Minimal S1 1 1 0


APAR, BHD, Diklat
Keperawat Keperawatan Keperawatan
Pengadaan Barang dan Jasa
an
Sekretaris Minimal S1 1 1 0
Komite Keperawatan
Keperawat
an
Sub Komite Bidan DIII 1 1 0
Kredensial
Sub Komite Mutu Minimal S1 1 1 0
dan Profesi Keperawatan
Sub Komite Etika Minimal S1 1 1 0

18
dan Disiiplin Keperawatan
8 Komite Ka. Komite Dr Spesialis 1 1 0 Pelatihan PPI, BHD,
PPIRS PPIRS APAR, Manajemen resiko,
IPCN Minimal D3 1 1 0 ICRA, PMKP
Kep/S-1
Keperawatan+Ne
rs
IPCLN Minimal S1 1 1 0
Keperawatan
9 Komite Ka. Komite Dokter
PMKP PMKP Umum
Sekretaris Komite Minimal S1
Manajemen Pelatihan Manajemen
Kesehatan RS,PMKP,
atau yang Pemeliharaan RS, APAR,
disetaraka BHD
n
Ketua Sub Dokter Pelatihan Manajemen
Komite mutu Umum RS,PMKP,
Pemeliharaan RS, APAR,
BHD
Anggota Sub Minimal S1 Pelatihan Manajemen
Komite mutu Manajemen RS,PMKP,

19
Kesehatan Pemeliharaan RS, APAR,
atau yang BHD
disetaraka
n
Ketua Sub Dokter Pelatihan Manajemen
Komite Umum RS,PMKP,
Keselamatan Pemeliharaan RS, APAR, BHD
pasien
Anggota Sub Minimal S1 Pelatihan Manajemen
Komite Manajemen RS,PMKP,
Keselamatan Kesehatan Pemeliharaan RS, APAR, BHD
pasien atau yang
disetarakan
Ketua Sub Dokter Pelatihan Manajemen
Komite Umum RS,PMKP,
Manajemen Pemeliharaan RS, APAR, BHD
Risiko
Anggota Sub Minimal S1 Pelatihan Manajemen
Komite Manajemen RS,PMKP,
Manajemen Kesehatan Pemeliharaan RS, APAR, BHD
Risiko atau yang
disetarakan

20
10 Komite Ka. Komite RM Dokter
Rekam Umum
Medis
Sekretaris Komite Minimal S1
RM Manajemen
Kesehatan
atau yang
disetarakan

Anggota Komite DIII


RM
11 Komite Ka. Komite KFT Dokter
Farmasi & Spesialis
Terapi
Sekretaris KFT Apoteker

Anggota KFT Apoteker +


asisten
apoteker
12 Komite Ka. Komite KPRS Dokter
Keselamata Umum
n Pasien RS

21
Sekretaris KPRS Minimal D3
Manajemen
Kesehatan
atau yang
disetarakan
Anggota KPRS DIII

13 Bidang Ka.Sub Bid Dokter Pelatihan Manajemen RS,


Pelayanan Pelayanan Medik Umum PMKP, APAR, BHD
Medik
Verifikator Dokter Pelatihan Coding, ICD 10,
Internal Umum APAR, BHD
Case Manager Dokter Pelatihan Manajemen RS,
Umum PMKP, APAR, BHD
EDP / IT Minimal S1 Pelatihan Manajemen RS,
Manajemen PMKP, APAR, BHD
Komputer atau
yang disetarakan
14 Unit Gawat Ka. UGD Dokter
Darurat Umum
Ka. Ruangan Min.S-1
UGD Keperawat
an

22
Perawat Terampil Min.S-1
Keperawat
an
Dokter UGD Dokter
terampil umum
15 Bidang Ka.Sie Min.S-1
Keperawat Keperatawan Keperawat
an an, NERS
Instalasi Kepala Ruangan Min.S-1
Rawat Jalan Keperawat
an
Kepala Tim Minimal D-
III
Perawat Terampil Min.S-1
Keperawat
an
Admisnistrasi Minimal D-
III
16 Kebidanan Penanggung Dokter
dan Jawab Spesialis
Kandungan
Kepala Ruangan Minimal D-
Kebidanan III

23
Kebidanan
Bidan Terampil D-III
Kebidanan
Bidan Ahli D-IV/S1
Kebidanan
Non Bedah Kelompok staf Dokter Spesialis
medis
Sekretaris Dokter Spesialis
Kelompok staf
medis
Anggota Dokter Spesialis

Bedah Kelompok staf Dokter Spesialis


medis
Sekretaris Dokter Spesialis
Kelompok staf
medis
Anggota Dokter Spesialis

Bidang Ka.Sub Bid Dokter


Penunjang Penunjang Medik Umum
Medik
Unit Penanggung Dokter
Radiologi Jawab Spesialis

24
Radiografer DIII
Radiologi
Unit Penanggung Jawab Dr Sp.PK
Laboratoriu
m
Analis Laboratorium D-IV/S-2 Analis
Kes Kesehatan
Unit Ka. Unit Apoteker/S-2
Farmasi Famasi Klinis/RS
Asisten Apoteker D-III Farmasi
Fisioterapi Fisioterapi Ahli D-IV Fisioterapi

Teknisi Teknisi S-1/D-III Teknik


Elektromedi Elektromedis Elektromedik
s
Unit Ka.Unit Minimal D3
Rekam Rekam
Medis Medis masa
kerja 10
tahun/ S1
Kesehatan
Pengelolaan rekam SMA/sederajat APAR, BHD
Medik

25
Penyimpanan SMA/sederajat APAR, BHD

Sub. Penanggung D-III Rekam Medis APAR, BHD


Jawab
Perekam Medis D-III Rekam Medis Diklat PIM III, PMKP, APAR,
BHD
Inputer/coder SMA/sederajat Diklat PIM IV, PMKP, APAR,
BHD
Unit Ka. Unit Gizi D-III Gizi/D IV/S-1 Food servise,
Gizi Gizi Pelatihan Basic NCP Gizi,
APAR, BHD
Pramu Saji SMK Sederajat APAR, BHD,
Hubungan makanan dengan
penyakit
Unit Ka. Unit Minimal S1
Sterilisa Kesehatan
si
Pelaksana D-III
Sterilisasi Kesehatan/Minima
l SMA
Sederajat
Humas & Penanggung Minimal D- Pelatihan Manajemen
Marketing jawab III RS,Pelatihan Mutu, Pelatihan

26
Kesehatan Humas,
APAR, BHD
Unit Ka. Unit Umum D3/S1 semua
Umum jurusan
Unit PKRS Ka. Unit Dokter Pelatihan Manajemen
Umum RS,Promkes, APAR,
BHD
Anggota S1
Kesehatan
Unit Ka.Unit Linen D3/ S-1 semua 1 1 0 Pelatihan Manajemen RS,
Linen jurusan Pelatihan Mutu, Pelatihan
Manajemen Linen, APAR,
BHD
Bagian Kasubag. S1/D4 Ekonomi Diklat PIM III, PMKP, APAR,
Keuangan Perbendaharaan BHD
Kasubag. Mobilisasi S1/D4 Ekonomi Diklat PIM IV, PMKP, APAR,
Dana BHD
Bendahara D-III Ekonomi Diklat PIM IV, PMKP, APAR,
BHD
Pembuat Daftar Gaji D-III Ekonomi Diklat PIM III, PMKP, APAR,
BHD
Pengadministrasian SMK Ekonomi Diklat PIM IV, PMKP, APAR,
Keuangan/Kasir atau sederajat BHD
Unit Ka. Unit kesling Minimal D3 1 1 0 Pelatihan Manajemen

27
Kesling Sanitarian RS,Pelatihan Mutu, Sanitasi
RS, APR,
BHD

28
BAB III

STANDAR FASILITAS

Merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 24 Tahun 2016


tentang Persyaratan Teknis Bangunan Rumah Sakit, maka Rumah Sakit Risa
sentra Medika Lombok Timur mengacu terhadap standar tersebut dan
melakukan upaya agar pelayanan kesehatan yang diberikan sesuai standar
persyaratan teknis bangunan rumah sakit sehingga menjamin keselamatan
pasien, petugas, dan pengunjung rumah sakit.
A. Lokasi Rumah Sakit
1. Geografis
a. Kontur tanah
Kontur tanah mempengaruhi perencanaan struktur, arsitektur, dan
mekanikal elektrikal rumah sakit. Selain itu kontur tanah juga berpengaruh
terhadap perencanaan sistem drainase, kondisi jalan terhadap tapak
bangunan dan lainlain.
b. Lokasi rumah sakit sebagai berikut:
1) Berada pada lingkungan dengan udara bersih dan lingkungan yang
tenang.
2) Bebas dari kebisingan yang tidak semestinya dan polusi atmosfer
yang datang dari berbagai sumber.
3) Tidak di tepi lereng.
4) Tidak dekat kaki gunung yang rawan terhadap tanah longsor.
5) Tidak dekat anak sungai, sungai atau badan air yang dapat mengikis
pondasi.
6) Tidak di atas atau dekat dengan jalur patahan aktif.
7) Tidak di daerah rawan tsunami.
8) Tidak di daerah rawan banjir.
9) Tidak dalam zona topan.
10) Tidak di daerah rawan badai
11) Tidak dekat stasiun pemancar.
12) Tidak berada pada daerah hantaran udara tegangan tinggi. Rumah

29
Sakit Risa sentra Medika Lombok Timur melakukan upaya untuk
mengakomodir semua persyaratan walaupun melakukan beberapa
modifikasi akibat keterbatasan tertentu (rumah sakit berada di zona
bencana), maka alternatif pelayanan pada saat bencana perlu
dipersiapkan dengan baik.
2. Peruntukan Lokasi
Bangunan rumah sakit harus diselenggarakan pada lokasi yang sesuai
dengan peruntukannya yang diatur dalam ketentuan tata ruang dan tata
bangunan daerah setempat.
3. Aksesibilitas Untuk Jalur Transportasi dan Komunikasi
Lokasi harus mudah dijangkau oleh masyarakat atau dekat ke jalan raya
dan tersedia infrastruktur dan fasilitas dengan mudah, yaitu tersedia
transportasi umum, pedestrian, jalur-jalur yang aksesibel untuk disabel.
4. Fasilitas Parkir
Perancangan dan perencanaan prasarana parkir di RS sangat penting,
karena prasarana parkir dan jalan masuk kendaraan akan menyita banyak
lahan. Dengan asumsi perhitungan kebutuhan lahan parkir pada RS
idealnya adalah 37,5m2 s/d 50m2 per tempat tidur (sudah termasuk jalur
sirkulasi kendaraan) atau menyesuaikan kondisi sosial ekonomi daerah
setempat. Tempat parkir harus dilengkapi dengan rambu parkir. Penyediaan
parkir di pekarangan tidak boleh mengurangi daerah penghijauan yang telah
ditetapkan.
5. Utilitas Publik
Rumah sakit harus memastikan ketersediaan air bersih, pembuangan air
kotor/limbah, listrik, dan jalur telepon selama 24 jam.
6. Fasilitas Pengelolaan Kesehatan Lingkungan
Setiap rumah sakit harus dilengkapi dengan fasilitas pengelolaan
kesehatan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

B. Bentuk Bangunan
1. Bentuk denah bangunan rumah sakit sedapat mungkin simetris guna
mengantisipasi kerusakan yang diakibatkan oleh gempa.

30
2. Massa bangunan rumah sakit harus mempertimbangkan sirkulasi
udara dan pencahayaan, kenyamanan dan keselarasan dan
keseimbangan dengan lingkungan.
3. Perencanaan bangunan rumah sakit harus mengikuti Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan (RTBL), yang meliputi persyaratan
Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB),
Koefisien Daerah Hijau (KDH), Garis Sempadan Bangunan (GSB) dan
Garis Sepadan Pagar (GSP).
4. Penentuan pola pembangunan rumah sakit baik secara vertikal
maupun horisontal, disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan
kesehatan yang diinginkan rumah sakit (;health needs), kebudayaan
daerah setempat (;cultures), kondisi alam daerah setempat (;climate),
lahan yang tersedia (;sites) dan kondisi keuangan manajemen rumah
sakit (;budget).

C. Struktur Bangunan
1. Struktur bangunan rumah sakit harus direncanakan dan dilaksanakan
dengan sebaik mungkin agar kuat, kokoh, dan stabil dalam memikul
beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan keselamatan
(safety), serta memenuhi persyaratan kelayanan (serviceability)
selama umur bangunan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan
rumah sakit.
2. Kemampuan memikul beban baik beban tetap maupun beban
sementara yang mungkin bekerja selama umur layanan struktur harus
diperhitungkan.
3. Penentuan mengenai jenis, intensitas dan cara bekerjanya beban
harus sesuai dengan standar teknis yang berlaku.
4. Struktur bangunan rumah sakit harus direncanakan terhadap
pengaruh gempa sesuai dengan standar teknis yang berlaku.
5. Pada bangunan rumah sakit, apabila terjadi keruntuhan, kondisi
strukturnya harus dapat memungkinkan pengguna bangunan
menyelamatkan diri.

6. Untuk menentukan tingkat keandalan struktur bangunan, harus

31
dilakukan pemeriksaan keandalan bangunan secara berkala sesuai
dengan Pedoman Teknis atau standar yang berlaku. dan harus
dilakukan atau didampingi oleh ahli yang memiliki sertifikasi sesuai.
D. Zonasi
Zonasi ruang adalah pembagian atau pengelompokan ruangan
berdasarkan kesamaan karakteristik fungsi kegiatan untuk tujuan
tertentu.
Pengkategorian pembagian area atau zonasi rumah sakit terdiri
atas zonasi berdasarkan tingkat risiko terjadinya penularan penyakit,
zonasi berdasarkan privasi dan zonasi berdasarkan pelayanan.
1. Zonasi berdasarkan tingkat risiko terjadinya penularan penyakit terdiri
dari:
a. Area dengan risiko rendah, diantaranya yaitu ruang
kesekretariatan dan administrasi, ruang pertemuan, ruang
arsip/rekam medis.
b. Area dengan risiko sedang, diantaranya yaitu ruang rawat inap
penyakit tidak menular, ruang rawat jalan.
c. Area dengan risiko tinggi, diantaranya yaitu ruang ruang gawat
darurat, ruang bersalin, laboratorium,ruang radiodiagnostik.
d. Area dengan risiko sangat tinggi, diantaranya yaitu ruang operasi.
2. Zonasi berdasarkan privasi kegiatan terdiri dari:
a. area publik, yaitu area dalam lingkungan rumah sakit yang dapat
diakses langsung oleh umum, diantaranya yaitu ruang rawat
jalan, ruang gawat darurat, ruang farmasi, ruang radiologi,
laboratorium.
b. area semi publik, yaitu area dalam lingkungan rumah sakit yang
dapat diakses secara terbatas oleh umum, diantaranya yaitu
ruang rawat inap, ruang diagnostik.
c. area privat, yaitu area yang dibatasi bagi pengunjung rumah
sakit, diantaranya yaitu seperti ruang operasi, ruang kebidanan,
ruang sterilisasi, ruangan-ruangan petugas.
3. Zonasi berdasarkan pelayanan terdiri dari:
a. Zona pelayanan medik dan perawatan, diantaranya yaitu ruang

32
rawat jalan, ruang gawat darurat, ruang operasi, ruang
kebidanan, ruang rawat inap. Perletakan zona pelayanan medik
dan perawatan harus bebas dari kebisingan.
b. Zona penunjang dan operasional, diantaranya yaitu ruang
farmasi, ruang radiologi, laboratorium, ruang sterilisasi.
c. Zona penunjang umum dan administrasi, diantaranya yaitu
ruang kesekretariatan dan administrasi, ruang pertemuan, ruang
rekam medis.
E. Kebutuhan Total Luas Lantai Bangunan
Perhitungan perkiraan kebutuhan total luas lantai bangunan
untuk rumah sakit umum kelas D minimal 4 m2/ tempat tidur.

F. Desain Komponen Bangunan Rumah Sakit


1. Atap
Atap harus kuat, tidak bocor, tahan lama dan tidak menjadi tempat
perindukan serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya.
2. Langit-Langit
a. Langit-langit harus kuat, berwarna terang, dan mudah
dibersihkan, tidak mengandung unsur yang dapat
membahayakan pasien, tidak berjamur.
b. Rangka langit-langit harus kuat.
c. Tinggi langit-langit di ruangan minimal 2,80 m, dan tinggi di
selasar (koridor) minimal 2,40 m.
d. Tinggi langit-langit di ruangan operasi minimal 3,00 m.
e. Pada ruang operasi dan ruang perawatan intensif, bahan langit-
langit harus memiliki tingkat ketahanan api (TKA) minimal 2 jam.
f. Pada tempat-tempat yang membutuhkan tingkat kebersihan
ruangan tertentu, maka lampu-lampu penerangan ruangan
dipasang dibenamkan pada plafon (recessed).
3. Dinding dan Partisi
a. Dinding harus keras, rata, tidak berpori, kedap air, tahan api,
tahan karat, harus mudah dibersihkan, tahan cuaca dan tidak
berjamur.
b. Warna dinding cerah tetapi tidak menyilaukan mata.

33
c. Khusus pada ruangan-ruangan yang berkaitan dengan aktivitas
pelayanan anak, pelapis dinding dapat berupa gambar untuk
merangsang aktivitas anak.
d. Pada daerah yang dilalui pasien, dindingnya harus dilengkapi
pegangan tangan (handrail) yang menerus dengan ketinggian
berkisar 80 - 100 cm dari permukaan lantai. Pegangan harus
mampu menahan beban orang dengan berat minimal 75 kg yang
berpegangan dengan satu tangan pada pegangan tangan yang
ada.
e. Bahan pegangan tangan harus terbuat dari bahan yang tahan api,
mudah dibersihkan dan memiliki lapisan permukaan yang bersifat
non- porosif.
f. Khusus ruangan yang menggunakan peralatan x-ray, maka
dinding harus memenuhi persyaratan teknis proteksi radiasi sinar
pengion.
g. Khusus untuk daerah yang sering berkaitan dengan bahan kimia,
daerah yang mudah terpicu api, maka dinding harus dari bahan
yang mempunyai Tingkat Ketahanan Api (TKA) minimal 2 jam,
tahan bahan kimia dan benturan.
h. Pada ruang yang terdapat peralatan menggunakan gelombang
elektromagnetik (EM), seperti Short Wave Diathermy atau Micro
Wave Diathermy, tidak boleh menggunakan pelapis dinding yang
mengandung unsur metal atau baja.
i. Ruang yang mempunyai tingkat kebisingan tinggi (misalkan ruang
mesin genset, ruang pompa, ruang boiler, ruang kompressor,
ruang chiller, ruang AHU, dan lain-lain) maka bahan dinding
menggunakan bahan yang kedap suara atau menggunakan
bahan yang dapat menyerap bunyi.
j. Pada area dengan resiko tinggi yang membutuhkan tingkat
kebersihan ruangan tertentu, maka pertemuan antara dinding
dengan dinding harus dibuat melengkung/conus untuk
memudahkan pembersihan.
k. Khusus pada ruang operasi dan ruang perawatan intensif, bahan
dinding/partisi harus memiliki Tingkat Ketahanan Api (TKA)

34
minimal 2 jam.
4. Lantai
a. Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air,
permukaan rata, tidak licin, warna terang, dan mudah
dibersihkan.
b. Tidak terbuat dari bahan yang memiliki lapisan permukaan
dengan porositas yang tinggi yang dapat menyimpan debu.
c. Mudah dibersihkan dan tahan terhadap gesekan.
d. Penutup lantai harus berwarna cerah dan tidak menyilaukan
mata.
e. Ram harus mempunyai kemiringan kurang dari 70, bahan
penutup lantai harus dari lapisan permukaan yang tidak licin
(walaupun dalam kondisi basah).
f. Khusus untuk ruang yang sering berinteraksi dengan bahan
kimia dan mudah terbakar, maka bahan penutup lantai harus
dari bahan yang mempunyai Tingkat Ketahanan Api (TKA)
minimal 2 jam, tahan bahan kimia.
g. Khusus untuk area perawatan pasien (area tenang) bahan
lantai menggunakan bahan yang tidak menimbulkan bunyi.
h. Pada area dengan resiko tinggi yang membutuhkan tingkat
kebersihan ruangan tertentu, maka pertemuan antara lantai
dengan dinding harus melengkung untuk memudahkan
pembersihan lantai (hospital plint).
i. Pada ruang yang terdapat peralatan medik, lantai harus dapat
menghilangkan muatan listrik statik dari peralatan sehingga
tidak membahayakan petugas dari sengatan listrik.
5. Pintu dan Jendela
a. Pintu utama dan pintu-pintu yang dilalui brankar/tempat tidur
pasien memiliki lebar bukaan minimal 120 cm, dan pintu-pintu
yang tidak menjadi akses tempat tidur pasien memiliki lebar
bukaan minimal 90 cm.
b. Di daerah sekitar pintu masuk tidak boleh ada perbedaan
ketinggian lantai tidak boleh menggunakan ram.

35
c. Pintu Darurat
1) Setiap bangunan rumah sakit yang bertingkat lebih
dari 3 lantai harus dilengkapi dengan pintu darurat.
2) Lebar pintu darurat minimal 100 cm membuka
kearah ruang tangga penyelamatan (darurat)
kecuali pada lantai dasar membuka ke arah luar
(halaman).
3) Jarak antar pintu darurat dalam satu blok
bangunan gedung maksimal 25 m dari segala
arah.
d. Pintu untuk kamar mandi di ruangan perawatan pasien dan
pintu toilet untuk aksesibel, harus terbuka ke luar, dan lebar
daun pintu minimal 85 cm.
e. Pintu-pintu yang menjadi akses tempat tidur pasien harus
dilapisi bahan antibenturan
Ruangan perawatan pasien harus memiliki bukaan jendela yang
dapat

a. terbuka secara maksimal untuk kepentingan pertukaran


udara.
b. Pada bangunan rumah sakit bertingkat, lebar bukaan
jendela harus aman dari kemungkinan pasien dapat
melarikan/ meloloskan diri. h) Jendela juga berfungsi
sebagai media pencahayaan alami di siang hari.
6. Toilet/Kamar Mandi
a. Toilet umum
1) Toilet atau kamar mandi umum harus memiliki ruang gerak
yang cukup untuk masuk dan keluar oleh pengguna.
2) Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan
ketinggian pengguna (36 - 38 cm).
3) Permukaan lantai harus tidak licin dan tidak boleh
menyebabkan genangan.
4) Pintu harus mudah dibuka dan ditutup.
5) Kunci-kunci toilet atau grendel dapat dibuka dari luar jika

36
terjadi kondisi darurat.
b. Toilet untuk aksesibilitas
1) Toilet atau kamar mandi umum yang aksesibel harus
dilengkapi dengan tampilan rambu/simbol "disabel"
pada bagian luarnya.
2) Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang
gerak yang cukup untuk masuk dan keluar pengguna
kursi roda.
3) Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan
ketinggian pengguna kursi roda sekitar (45 - 50 cm)
4) Toilet atau kamar kecil umum harus dilengkapi dengan
pegangan rambat (handrail) yang memiliki posisi dan
ketinggian disesuaikan dengan pengguna kursi roda
dan penyandang cacat yang lain. Pegangan disarankan
memiliki bentuk siku-siku mengarah ke atas untuk
membantu pergerakan pengguna kursi roda.
5) Letak kertas tissu, air, kran air atau pancuran (shower)
dan perlengkapan-perlengkapan seperti tempat sabun
dan pengering tangan harus dipasang sedemikian
hingga mudah digunakan oleh orang yang memiliki
keterbatasan keterbatasan fisik dan bisa dijangkau
pengguna kursi roda.
6) Permukaan lantai harus tidak licin dan tidak boleh
menyebabkan genangan.
7) Pintu harus mudah dibuka dan ditutup untuk
memudahkan pengguna kursi roda.
8) Kunci-kunci toilet atau grendel dapat dibuka dari luar
jika terjadi kondisi darurat.
9) Pada tempat-tempat yang mudah dicapai, seperti pada
daerah pintu masuk, dianjurkan untuk menyediakan
tombol bunyi darurat (emergency sound button) bila
sewaktu-waktu terjadi sesuatu yang tidak diharapkan.
7. Koridor
Ukuran koridor sebagai akses horizontal antar ruang

37
dipertimbangkan berdasarkan fungsi koridor, fungsi ruang, dan
jumlah pengguna. Ukuran koridor yang aksesibilitas tempat tidur
pasien minimal 2,40 m.

38
G. Persyaratan Teknis Ruang dalam Bangunan Rumah Sakit

1. Ruang Rawat Jalan


a. Letak ruang rawat jalan harus mudah diakses dari pintu
masuk utama rumah sakit dan memiliki akses yang mudah ke
ruang rekam medis, ruang farmasi, ruang radiologi, dan ruang
laboratorium.
b. Ruang rawat jalan harus memiliki ruang tunggu dengan
kapasitas yang memadai dan sesuai kajian kebutuhan
pelayanan.
c. Desain ruangan pemeriksaan pada ruang rawat jalan harus
dapat menjamin privasi pasien.
2. Dalam hal terdapat ruangan pemeriksaan untuk pasien menular
pada ruang rawat jalan, letak dan desain ruangan pemeriksaan
untuk pasien menular harus dapat mengontrol penyebaran
infeksi.Tangga
a. Harus memiliki dimensi pijakan dan tanjakan yang berukuran
seragam Tinggi masing-masing pijakan/tanjakan adalah 15 –
17 cm.
b. Harus memiliki kemiringan tangga kurang dari 600.
c. Lebar tangga minimal 120 cm untuk membawa usungan dalam
keadaan darurat, untuk mengevakuasi pasien dalam kasus
terjadinya kebakaran atau situasi darurat lainnya.
d. Tidak terdapat tanjakan yang berlubang yang dapat
membahayakan pengguna tangga.
e. Harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail).

f. Pegangan rambat harus mudah dipegang dengan ketinggian


65-80 cm dari lantai, bebas dari elemen konstruksi yang
mengganggu, dan bagian ujungnya harus bulat atau dibelokkan
dengan baik ke arah lantai, dinding atau tiang.
g. Pegangan rambat harus ditambah panjangnya pada bagian
ujung- ujungnya (puncak dan bagian bawah) dengan 30 cm.

39
h. Untuk tangga yang terletak di luar bangunan, harus dirancang
sehingga tidak ada air hujan yang menggenang pada lantainya.

3. RAM
a. Ram adalah jalur sirkulasi yang memiliki kemiringan tertentu,
sebagai alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan
tangga.
b. Kemiringan suatu ram di dalam bangunan tidak boleh melebihi
70, perhitungan kemiringan tersebut tidak termasuk awalan dan
akhiran ram (curb ramps/landing).
c. Panjang mendatar dari satu ram (dengan kemiringan 70) tidak
boleh lebih dari 900 cm. Panjang ram dengan kemiringan yang
lebih rendah dapat lebih panjang.
d. Lebar minimum dari ram adalah 2,40 m dengan tepi pengaman.
e. Muka datar (bordes) pada awalan atau akhiran dari suatu ram
harus bebas dan datar sehingga memungkinkan sekurang-
kurangnya untuk memutar kursi roda dan brankar/tempat tidur
pasien, dengan ukuran minimum 160 cm
f. Permukaan datar awalan atau akhiran suatu ram harus
memiliki tekstur sehingga tidak licin baik diwaktu hujan.
g. Lebar tepi pengaman ram (low curb) maksimal 10 cm sehingga
dapat mengamankan roda dari kursi roda atau brankar/ tempat
tidur pasien agar tidak terperosok atau keluar ram.
h. Apabila letak ram berbatasan langsung dengan lalu lintas jalan
umum atau persimpangan, ram harus dibuat tidak mengganggu
jalan umum.
i. Pencahayaan harus cukup sehingga membantu penggunaan
ram saat malam hari. Pencahayaan disediakan pada bagian
ram yang memiliki ketinggian terhadap muka tanah sekitarnya
dan bagian-bagian yang membahayakan.
j. Dilengkapi dengan pegangan rambatan (handrail) yang dijamin
kekuatannya dengan ketinggian yang sesuai.

40
No Nama Ruangan Persyaratan ruangan Keterangan

41
1 Ruangan Administrasi  Luas ruangan 12 m2.
(Informasi, Registrasi,
Pembayaran)  Luas ruangan
disesuaikan dengan
jumlah petugas, dengan
perhitungan 3-5 m2/
petugas.

 Ruangan harus dijamin


terjadinya pertukaran
udara baik alami
maupun mekanik.
Ruangan Rekam  Luas ruangan 50m2
Medis  Letak ruang rekam medik
harus memiliki akses yang
mudah dan cepat ke ruang
rawat jalan dan ruang
gawat darurat
 Desain tata ruang rekam
medis harus dapat
menjamin kemanan
penyimpanan berkas
rekam medis
2
Pos Perawat (Nurse  Pos perawat harus
Station) disediakan fasilitas meja
dan kursi untuk
kebutuhan
pendokumentasian
3 Ruangan Poliklinik: Kebutuhan ruangan
 Luas ruangan poli 12 -
- Poli Mata di ruang rawat jalan
16 m2 dengan
- Poli Gigi disesuaikan dengan
memperhatikan ruang
- Poli Bedah jenis dan kebutuhan
gerak petugas, pasien
- Poli Anak pelayanan serta
dan peralatan.
- Poli THT ketersediaan SDM di

42
- Poli Interna Rumah Sakit
 Disediakan wastafel dan
- Poli Jantung Fungsi ruangan ini
fasilitas desinfeksi
- Fisioterapi dapat digabung
tangan.

 Ruangan harus dijamin


terjadinya pertukaran
udara baik alami
maupun mekanik.

 Untuk ventilasi mekanik


minimal total pertukaran
udara 6 kali per jam,
untuk ventilasi alami
harus lebih dari nilai
tersebut.

 Pada poli gigi kompresor


peralatan dental chair
diletakkan di tempat
yang aman dan getaran
diminimalisir

 Disediakan minimal satu


toilet aksesibel untuk
pasien dan pengunjung.

 Bahan penutup lantai


harus tidak licin. Lantai
tidak boleh
menggenangkan air
buangan.

 Pintu harus mudah


dibuka dan ditutup untuk
memudahkan pengguna
kursi roda.

43
 perawatan harus
disediakan kamar
mandi.
- Poli Obsgyn
 Luas ruangan klinik Jumlah poli
kebidanan 16-30 m2 menyesuaikan
dengan memperhatikan klasifikasi rumah
ruang gerak petugas, sakit dan kajian
pasien dan peralatan. kebutuhan
pelayanan
 Ruangan disediakan 2
(dua) tempat tidur,
kontak listrik tidak boleh
ada percabangan/
sambungan langsung
tanpa pengamanan
arus.
4 - Poli Jiwa
 Luas ruangan poli 12 –
16 m2
denganmemperhatikan
ruang gerak petugas,
pasien dan peralatan.

 Komponen bangunan
harus mempunyaibentuk
yang aman
terhadapkemungkinan
membahayakan pasien
dan pengguna lainnya.

 Ruangan tunggu pasien


dan akses terpisah
dengan poli lain.
Ruangan Linen
 Luas ruangan linen
Bersih
bersih 18 – 20m2

44
dengan memperhatikan
ruang gerak petugas

 Disediakan lemari kaca


untuk penyimpanan
linen bersih

 Saat ini Rumah Sakit


bekerjasama dengan
pihak ketiga (laundry)
dalam pengelolaan linen
bersih.
Ruang Gizi  Luas ruangan gizi 35 m2
 Ruang dapur dan gizi
merupakan tempat
pengolahan/produksi
makanan yang meliputi
penerimaan bahan
mentah atau makanan
terolah, pembuatan,
pengubahan bentuk,
pengemasan,
pewadahan,enyimpanan
bahan makanan serta
pendistribusian makanan
siap saji di rumah sakit

 Letak ruang dapur dan


gizi harus memiliki akses
yang mudah ke ruang
rawat inap dan tidak
memiliki akses yang
bersilangan dengan
akses ke laundri, tempat

45
pembuangan sampah,
dan ruang jenazah.
 Pelayanan makanan
untuk pasien saat ini
bekerjasama dengan
pihak kedua (catering)
dari luar Rumah Sakit
guna memenuhi kbutuhn
makanan pasien.
 Luas ruangan tergantung
dari jumlah pelayanan
 Ruangan harus dijamin
terjadinya pertukaran
udara baik alami maupun
mekanik dengan total
pertukaran udara minimal
10 kali per jam
Ruangan Tunggu  Luas ruangan tunggu
menyesuaikan kebutuhan
kapasitas pelayanan
dengan perhitungan
1~1,5m2/orang.
Ruangan Manajemen Luas ruangan disesuaikan
dengan jumlah petugas,
dengan perhitungan 3-5 m2/
petugas.
Ruangan ini disertai dengan
ruang pertemuan dan rapat.
Ruangan UGD  Luas ruangan 30m2
 Bed Triase
Terdapat 4 (empat)
Triase
1. Merah
2. Hijau

46
3. Kuning
4. Hitam
 Bed Observasi
 Bed Tindakan
 Bed Resusitasi
Ruang Obat/Farmasi  Luas ruangan 6 m2
 Ruang farmasi
terbagi menjadi 2:
Ruang farmasi rawat
inap dan ruang
farmasi rawat jalan.
 Kedua ruangan
tersebut masing-
masing ruangan
terdiri dari ruang
penyimpanan, ruang
produksi, dan ruang
distribusi.
Loker Tersedia Loker untuk
karyawan yang
dipergunakan untuk
meletakkan barang
karyawan sat bertugas.
Setiap unit diberikan 4 loker
untk meletakkan barangnya.
Ruangan
 Luas ruangan 15 m2
Laboratorium
 Persyaratan ruangan
mengikuti peraturan
yang berlaku. Setiap
ruangan disediakan
minimal 2 (dua) kotak
kontak.

 Ruangan harus dijamin

47
terjadinya pertukaran
udara mekanik dengan
total pertukaran udara
minimal 6 kali per jam.
Ruangan Radiologi
 Terdapat 2 (dua)
ruangan
1. Ruang X-ray luas
ruangan 16 – 18m2
2. Ruang USG luas
ruangan 18 – 20m2
dan terdapat 1 (satu)
tempat tidur
Ruangan Bersalin  Luas ruangan 30m2 Jumlah tempat tidur
 ruangan dilengkapi 4 bed menyesuaikan
1 infant warmer, tempat dengan klasifikasi
memandikan bayi, dan RS dan kajian
stasion bidan. kebutuhan
 Bahan daun pintu masuk pelayanan (Minimal
tahan terhadap benturan 2 tempat tidur)
brankar, arah bukaan
pintu ke dalam.
 Bahan bangunan yang
digunakan tidak boleh
memiliki tingkat porositas
yang tinggi, yakni:
 Komponen penutup
lantai harus non
porosif, mudah
dibersihkan, tahan
bahan kimia, bersifat
anti statik, anti gesek
dan anti bakteri.
 Pertemuan lantai

48
dengan dinding konus/
melengkung (hospital
plint).
 Tingkat Ketahanan Api
(TKA) material lantai
min. 2 jam.
 Komponen dinding
non porosif, mudah
dibersihkan, tahan
bahan kimia, anti
jamur dan bakteri.
 Ruangan dilengkapi
dengan toilet pasien
yang memenuhi
persyaratan.
 Bahan bangunan yang
digunakan tidak boleh
memiliki tingkat
porositas yang tinggi.
Ruangan Neonatus  Luas ruang neonates 20-22
m2
 Ruangan ini terbagi
menjadi 2 ruangan yakni
ruangan untuk bayi normal
dan ruangan untuk bayi
sakit.
 Ruang disertai dengan 4
box bayi, 1 CPAP, 1 infant
warmer.
 Ukuran ruangan perawatan
tergantung dari jumlah
tempat tidur bayi.
 Jarak antar tempat tidur
bayi/ incubator harus bisa

49
mengakomodir kebutuhan
luasan untuk penempatan
peralatan. (Jarak antar
incubator minimal 2.5 m)
 Kotak kontak selain di
tempat tidur pasien
disesuaikan dengan
kebutuhan.
 Disediakan outlet gas
medis (Oksigen, Vakum,
Udara Tekan) di setiap
tempat tidur pasien.
 Proteksi kebakaran
menggunakan Alat
Pemadam Api Ringan
(APAR) jenis water mist
Kelas A,B,C dan
heat/smoke detector
Ruangan sterilisasi  Luas ruangan sekitar 16-
18 m2
 Ruangan ini merupakan
ruangan zona resiko
sedang.
 Luas ruangan minimal
dapat menampung
autoclave
 Tersedia kotak kontak
untuk peralatan autoclave
Ruang Transit  Luas ruangan 8 m2
jenazah  Didalam ruangan
terdapat keranda dn
tempat untuk penjaga
disertai dengan wastafel.
Ruang Operasi  Luas ruangan 50 m2 Kebutuhan

50
 Bahan bangunan yang ruangan di
digunakan tidak boleh ruang operasi
memiliki tingkat porositas disesuaikan
yang tinggi, yaitu : dengan jenis
 Komponen penutup dan kebutuhan
lantai harus non pelayanan
porosif, mudah serta
dibersihkan, tahan ketersediaan
bahan kimia, bersifat SDM di
anti statik, anti gesek Rumah Sakit.
dan anti bakteri
 Pertemuan lantai
dengan dinding
konus/
melengkung
(hospital plint).
 Tingkat Ketahanan
Api
(TKA) material lantai
min. 2 jam.
 Komponen dinding
non porosif, mudah
dibersihkan, tahan
bahan kimia, anti
jamur dan bakteri.
 Pertemuan antara
dinding dengan
dinding konus/
melengkung.
 Tingkat
Ketahanan Api
(TKA) material
dinding min. 2

51
jam.
 Semua peralatan
yang dipasang di
dinding harus
dibenamkan
(recessed), misal film
viewer, jam dinding,
dan lain-lain.
 Komponen langit-
langit non porosif,
mudah dibersihkan,
anti jamur dan
bakteri, tidak memiliki
unsur yang
membahayakan
pasien.
 Tingkat Ketahanan
Api (TKA) material
langitlangit minimal 2
jam.
 Semua peralatan
lampu dipasang
dibenamkan di plafon
(recessed).
 Semua pintu masuk ke
ruangan operasi
persyaratannya sbb:
 Pintu ayun (swing)
membuka kedalam
ruangan atau
disarankan pintu
geser dengan rel
diatas yang dipasang

52
pada bagian luar
ruangan, dapat
dibuka tutup secara
otomatis dan dapat
dioperasionalkan
 Ruangan ini
merupakan ruangan
steril dengan hepa
filter (tingkat resiko
sangat tinggi), yang
mempunyai jumlah
maksimal partikel
debu ukuran dia. 0,5
μm per m3 yaitu
35.200 partikel (ISO
6-ISO 14644-1
cleanroom standards,
1999)Intensitas
cahaya minimal 200
lux.
 Meja operasi berada
dibawah aliran udara
laminair, dengan
distribusi udara dari
langit-langit, dengan
gerakan ke bawah
menuju inlet
pembuangan (return
air) yang terletak di 4
sudut ruangan yang
dibuat plenum.
 Persyaratan Kelistrikan:
 Sumber daya listrik,

53
termasuk katagori
“sistem kelistrikan
esensial 3”, di mana
sumber daya listrik
normal dilengkapi
dengan sumber daya
listrik darurat untuk
menggantikannya,
bila terjadi gangguan
pada sumber daya
listrik normal.

Unit umum  Luas ruangan 10 m2


 Ruangan terdiri dari 2
ruangan yakni bagian
administrasi dan bagian
gudang dan
perlengkapan.
 Bahan bangunan yang
digunakan tidak boleh
memiliki tingkat porositas
yang tinggi, yaitu :
 Komponen penutup
lantai harus non
porosif, mudah
dibersihkan, tahan
bahan kimia, bersifat
anti statik, anti gesek
dan anti bakteri
 Komponen dinding
non porosif, mudah
dibersihkan, tahan
bahan kimia, anti
jamur dan bakteri.

54

Gudang umum  Luas ruangan 30 m2
(perlengkapan)  Ruangan terdiri dari 2
ruangan yakni bagian
administrasi dan bagian
gudang dan
perlengkapan.
 Bahan bangunan yang
digunakan tidak boleh
memiliki tingkat porositas
yang tinggi, yaitu :
 Komponen penutup lantai
harus non porosif, mudah
dibersihkan, tahan bahan
kimia, bersifat anti statik,
anti gesek dan anti
bakteri
Ruang isolasi  Luas ruangan 10 m2
 Bahan bangunan yang
digunakan tidak boleh
memiliki tingkat
porositas yang tinggi.
 Disediakan outlet gas
medis (Oksigen,
Vakum, Udara Tekan)
di setiap tempat tidur
pasien.
 Dilengkapi wastafel
pada ruangan antara.
 Ruangan bertekanan
lebih negatif dari
ruangan disebelahnya.
 Ruangan harus
terpapar sinar matahari

55
 Lokasi ruangan tidak
boleh dilalui oleh
banyak orang.
 Cat yang digunakan
untuk dinding tembok
harus yang bisa
dilap/dibersihkan
kembali.
Ruang HCU  Luas ruangan 10 m2
 Letak ruang perawatan
intensif harus memiliki
akses yang mudah ke
ruang operasi, ruang
gawat darurat, dan
ruang penunjang medik
lainnya.
 Luas lantai untuk
setiap tempat tidur
pasien pada ruang
perawatan intensif
harus cukup untuk
meletakan peralatan
dan ruang gerak
petugas yang
berhubungan dengan
pasien.
 Dalam hal ruang
perawatan intensif
menyatu dengan ruang
lain dalam satu
bangunan, ruang
perawatan intensif
harus merupakan satu
kompartemen.

56
Ruangan Genset  Luas ruangan
menyesuaikan
kebutuhan genset dan
jenis genset
 Ruangan harus terhindar
dari banjir dan lantai
dibuat lebih tinggi dari
lantai sekitar
 Ruangan harus
mempunyai proteksi
kebisingan dan getaran
 Spesifikasi ruangan
sesuai standar yang
dua) kotak kontak dan
belum termasuk kotak
kontak untuk
peralatan yang
memerlukan daya
listrik besar, serta
tidak boleh
menggunakan
percabangan/
sambungan langsung
tanpa pengaman arus
 Ruangan harus dijamin
terjadinya pertukaran
udara baik alami
maupun mekanik
dengan total
Ruangan Panel Listrik
 Penentuan jenis dan
jumlah Panel Listrik
tergantung dari kapasitas
listrik dan pelayanan yang

57
ada di RS

 Luas ruangan
menyesuaikan kebutuhan
kapasitas pelayanan

 Ruangan harus terhindar


dari banjir

 Spesifikasi ruangan
sesuai standar yang
berlaku.

 Setiap ruangan
disediakan minimal 2
(dua) kotak kontak dan
belum termasuk kotak
kontak untuk peralatan
yang memerlukan daya
listrik besar, serta tidak
boleh menggunakan
percabangan/
sambungan langsung
tanpa pengaman arus

 Ruangan harus dijamin


terjadinya pertukaran
udara baik alami
maupun mekanik
dengan total pertukaran
udara minimal 10 kali
per jam dan langsung
dibuang keluar gedung

 Tersedia Alat Pemadam


Api Ringan (APAR)

58
Ruangan Server dan  Luas Ruangan 2x3 m2
Sentral Data
 Penentuan jenis
peralatan IT tergantung
dari sistem IT dan
pelayanan yang
digunakan.

 Ruangan harus
terhindar dari banjir
Ruangan Pelataran  Bangunan rumah sakit
Parkir harus menyediakan
area parkir kendaraan
dengan jumlah area
parkir yang proporsional
sesuai dengan
peraturan daerah
setempat

 Penyediaan parkir di
pekarangan tidak boleh
mengurangi daerah
penghijauan yang telah
ditetapkan

 Tempat parkir harus


dilengkapi dengan
rambu parkir yang jelas

 Selain menyediakan
pelataran parkir yang
mencukupi, bangunan
rumah sakit harus
menyediakan jalur
pejalan kaki

59
 Jalur pejalan kaki harus
aman dari lalu lintas
kendaraan

60
BAB IV
KEBIJAKAN PELAYANAN

1 Melaksanakan skrining baik didalam maupun diluar rumah sakit


termasuk pemeriksaan penunjang sebelum pasien diterima atau dirujuk.

2 Pasien dengan kebutuhan gawat darurat segera menggunakan proses


identifikasi triase berbasis bukti untuk memprioritaskan sesuai
kebutuhan pasien

3 Skrining pasien rawat inap untuk menetapkan kebutuhan pelayanan


preventif, kebutuhan kuratif, rehabilitatif.

4 Menyampaikan informasi kepada pasien apabila terjadi penundaan dan


atau keterlambatan pelayanan

5 Petugas memahami dan mampu melaksanakan proses pendaftaran


pasien rawat jalan, pasien rawat inap, pasien gawat darurat serta proses
penerimaan pasien gawat darurat ke unit rawat inap.

6 Petugas mampu memberikan edukasi penjelasan terhadap penahanan


pasien untuk observasi dan mengelola pasien apabila tidak ketersediaan
tempat tidur pada unit yang dituju maupun diseluruh rumah sakit.

7 Dapat mengelola alur pasien masuk dengan tujuan untuk mengurangi


penundaan asuhan kepada pasien terhadap :

- Ketersediaan tempat tidur rawat inap

- Perencanaan fasilitas alokasi tempat, peralatan, utilitas, teknologi


medis, dan kebutuhan lain untuk mendukung penempatan
sementara pasien.

- Perencanaan tenaga untuk menghadapi penumpukan pasien


dibeberapa lokasi sementara dan atau pasien yang tertahan di unit
darurat.

8 Alur pasien didaerah pasien menerima asuhan, tindakan dan pelayanan

61
seperti unit rawat inap, laboratorium, kamar operasi, radiologi dan unit
pasca – anestesi.

9 Efisiensi pelayanan non klinis penunjang asuhan dan tindakan kepada


pasien seperti rumah tangga dan transportasi.

10 Pemberian pelayanan ke rawat inap sesuai dengan kebutuhan pasien.

11 Akses pelayanan yang bersifat mendukung (seperti pekerja social,


keagamaan atau bantuan spiritual dan sebagainya)

12 Dapat memenuhi kebutuhan pasien berdasarkan prioritas kriteria masuk


dan keluar ruang HCU,ruang Neonatus dan diagnostik, parameter
objektif, serta kriteria berbasis fisiologi dan kualitas hidup serta
mendokumentasikan seluruh proses pelayanan pasien.

13 Ditetapkan penyusunan perencanaan, pemulangan pasien mulai


asesmen awal rawat inap dan kriteria pasien yang membutuhkan
discharge planning.

14 Mengatur proses untuk melaksanakan kesinambunagn dan koordinasi


pelayanan agar kesinambungan asuhan pasien tidak terputus, sebagai
asuhan pasien terintegrasi di dan antar berbagai unit pelayanan yang
berpusat pada pasien (patient centered care), termasuk penetapan
Case Manager yang bukan PPA aktif, penuh waktu di jam kerja, dan
pengintegrasian pelayanan oleh Case Manager.

15 Mengatur kesinambungan asuhan selama pasien berada dirumah sakit,


harus ada Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) sebagai tim
leader yang melakukan koordinasi asuhan inter PPA yang bertugas
dalam seluruh fase asuhan rawat inap pasien, sebagai individu yang
bertanggung jawab mengelola pasien sesuai dengan kewenangan
klinisnya , bila pasien lebih dari satu DPJP maka harus ditetapkan DPJP
utama yang berperan sebagai koordinator mutu dan keselamatan pasien
antar DPJP dan PPA.

16 Menetapkan informasi serta proses pemindahan / transfer pasien antar


unit pelayanan didalam rumah sakit serta mendokumentasikan proses

62
transfer pasien dalam bentuk form transfer pasien antar unit dalam
rumah sakit.

17 Proses pemulangan pasien dari rumah sakit berdasarkan atas kondisi


kesehatan pasien dan kebutuhan asuhan kesinambungan tindakan
pasien sesuai dengan kebutuhan, pemulangan pasien disertai dengan
kriteria pemulangan pasien dan pasien yang rencana pemulangannya
kompleks (discharge palnning) untuk kesinambungan asuhan sesuai
dengan kondisi kesehatan dan kebutuhan pelayanan pasien, dan
sebelum pasien di pulangkan DPJP membuat resume pasien pulang
pada form resume pasien pulang.

18 Menetapkan kriteria pasien rawat jalan dengan asuhan yang kompleks


atau yang diagnostiknya kompleks, dan kriteria yang memerlukan Profil
Ringkasan Medis Rawat Jalan (PRMRJ) yang memuat :

- Identifikasi pasien yang menerima asuhan yang kompleks atau


diagnosis yang kompleks, seperti pasien diklinik jantung dengan
berbagai komorbiditas.

- Identifikasi informasi yang dibutuhkan oleh para DPJP yang


menangani pasien tersebut.

- Menentukan proses yang digunakan untuk memastikan bahwa


informasi medis yang dibutuhkan DPJP tersedia dalam format dan
mudah ditelusuri (easy-to-retrieve) dan mudah direview.

- Evaluasi dari hasil implementasi proses untuk mengkaji bahwa


informasi dalam proses memenuhi kebutuhan DPJP dan
meningkatkan mutu serta keselamatan pasien

- Menetapkan proses untuk mengelola pasien rawat jalan, rawat inap


yang menolak rencana asuhan medis termasuk keluar rumah sakit
atas permintaan sendiri dan pasien yang menghendaki penhentian
pengobatan serta proses untuk mengelola pasien rawat jalan atau
rawat inap yang meninggalkan rumah sakit tanpa pemberitahuan
(melarikan diri).

63
19 Sistem rujukan pasien ke fasilitas kesehatan lain yaitu berdasarkan
kondisi pasien dan kebutuhan untuk memperoleh asuhan
berkesinambungan, rumah sakit berkewajiban mencari fasilitas
pelayanan kesehatan yang sesuai kebutuhan pasien dan memastikan
pasien pindah dengan aman, petugas rumah sakit bertangung jawab
dalam proses pengelola / penyiapan rujukan dan memastikan pasien
diterima di rumah sakit rujukan yang dapat memenuhi kebutuhan
pasien.

20 Proses merujuk, memindahkan, memulangkan pasien membutuhkan


transportasi, jenis transportasi bisa ambulan atau kendaraan lain milik
rumah sakit, jenis kendaraan yang diperlukan tergantung kondisi dan
status pasien, proses ini meliputi asesmen kebutuhan transportasi obat,
bahan medis habis pakai serta alat kesehatan dan peralatan medis
sesuai dengan kondisi pasien, termasuk pasien rawat jalan, dan
transpotasi memenuhi persyaratan PPIRS.

21 Menerima dan menindaklanjuti pengaduan / keluhan dalam proses


rujukan pasien.

22 Mengatur pelaksanaan identifikasi pasien, Identifikasi pasien dilakukan


dengan menggunakan minimal 3 (Tiga) identitas dan tidak boleh
menggunakan nomor kamar pasien atau lokasi pasien dirawat sesuai
dengan regulasi rumah sakit, identifikasi ini menggunakan tiga identitas
nama pasien sesuai KTP, tanggal lahir dan No. RM.

23 Menetapakan prosedur proses memastikan Tepat-Lokasi, Tepat-


Prosedur dan Tepat-Pasien yang menjalani tindakan dan prosedur,
dengan melakukan verifikasi sebelum, saat dan sesudah operasi
dengan tersedianya “check list”.

24 Menetapkan pelaksanaan proses Time-out yang dijalankan di kamar


operasi.

25 Sebelum operasi dimulai, dilakukan untuk memastikan Tepat-Lokasi,


Tepat- Prosedur, Tepat-Pasien yang menjalani tindakan dan prosedur.

64
26 Menetapkan proses pelaksanaan komunikasi efektif antar profesional
pemberi asuhan (PPA), untuk melakukan komunikasi secara verbal atau
melalui telpon dengan aman dan serah terima asuhan pasien (hand
over) di dalam rumah sakit.

27 Menetapkan besaran nilai kritis hasil pemeriksaan diagnostik dan hasil


diagnostik kritis.

28 Menyediakan, penyimpanan, penataan, penyiapan, dan penggunaan


obat yang perlu di waspadai untuk meningkatkan keamanan terhadap
obat-obat yang perlu diwaspadai dan proses pencegah kekurang hati-
hatian dalam mengelola elektrolit konsentrat.

29 Menetapkan kewajiban untuk menggunakan dan melaksanakan


“evidence- based hand hygiene guidelines” untuk menurunkan risiko
infeksi terkait layanan kesehatan.

30 Mengatur pelaksanaan proses mengurangi risiko pasien jatuh bertujuan


untuk mencegah pasien cedera karena jatuh, rumah sakit bertanggung
jawab dan mendukung hak pasien dan keluarga selama dalam asuhan.

31 Bertanggung jawab dan berkewajiban menyimpan rahasia pasien dan


menghormati kebutuhan privasi pasien.

32 Menetapkan ketentuan untuk melindungi harta benda milik pasien dari


kehilangan atau pencurian, adanya penyimpanan barang milik pasien
yang dititipkan dimana pasiennya tidak dapat menjaga harta
miliknya,rumah sakit memastikan barang tersebut aman dan
menetapkan tingkat tanggung jawabnya atas barang milik pasien
tersebut.

33 Menetapkan identifikasi populasi pasien yang rentan terhadap risiko


kekerasan dan melindungi semua pasien dari kekerasan.

34 Mendorong partisipasi pasien dan keluarga dalam proses asuhan dan


memberi kesempatan pasien untuk melaksanakan second opinion tanpa
rasa khawatir akan mempengaruhi proses asuhannya.

65
35 Pasien berhak diberitahu tentang semua aspek asuhan medis dan
tindakan serta berhak mendapatkan informasi tentang kondisi, diagnosis
pasti, rencana asuhan dan dapat berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan serta diberitahu tentang hasil asuhan termasuk kemungkinan
hasil yang tidak terduga.

36 Pasien dan keluarga menerima informasi tentang penyakit, rencana


tindakan, dan DPJP serta para PPA lainnya,agar mereka dapat
memutuskan tentang asuhannya , dan setiap petugas berkawajiban
untuk menjelaskan setiap tindakan atau prosedur yang diusulkan
kepada pasien dan keluarga.

37 Menghormati keinginan dan pilihan pasien untuk menolak pelayanan


resusitasi, menunda atau melepas bantuan hidup dasar (do not
resucitate/DNR).

38 Hak pasien terhadap asesmen dan manajemen nyeri yang tepat.

39 Hak pasien untuk mendapatkan pelayanan yang penuh hormat dan


penuh kasih sayang pada akhir kehidupannya .

40 Memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarganya tentang


adanya proses untuk menerima, menanggapi dan menindaklanjuti bila
ada pasien menyampaikan keluhan, konflik dan perbedaan pendapat
tentang pelayanan pasien. Rumah sakit juga menginformasikan tentang
hak pasien untuk berpartisipasi dalam proses ini.

41 Petugas memberikan informasi pada semua pasien dan keluarga


tentang informasi hak dan kewajiban pasien.

42 Menetapkan pelaksanaan persetujuan khusus/ persetujuan tindakan


(informed consent) oleh DPJP dan dapat dibantu oleh staf yang terlatih
dengan bahasa yang dapat dimengerti sesuai peraturan perundang-
undangan.

43 Persetujuan khusus (informed consent) diberikan sebelum operasi,


anestesi (termasuk sedasi), pemakaian darah dan produk darah,
tindakan dan prosedur serta pengobatan lain dengan risiko tinggi.

66
44 Menetapkan proses, dalam konteks peraturan perundang-undangan,
siapa pengganti pasien yang dapat memberikan persetujuan dalam
persetujuan khusus (informed consent) bila pasien tidak kompeten.

45 Pimpinan rumah sakit bertanggung jawab atas perlindungan terhadap


pasien yang menjadi subyek peserta penelitian, dan mempromosikan
kode etik dan perilaku professional serta mendorong kepatuhan
terhadap kode etik profesi dan perilaku professional termasuk dalam
penelitian serta menyediakan sumber daya yang layak agar program
penelitian berjalan dengan efektif.

46 Pimpinan rumah sakit bersama komite memahami dan menyusun


mekanisme untuk memastikan ketaatan terhadap semua peraturan
perundang-undangan dan persyaratan profesi yang berkaitan dengan
penelitian.

47 Mempunyai kebijakan dan prosedur untuk memberikan informasi


tentang proses pengambilan keputusan untuk penelitian / uji klinis
(clinical trial), serta pasien dan keluarganya yang tepat diidentifikasi dan
diberi informasi tentang bagaimana cara mendapatkan akses ke
penelitian / uji klinis (clinical trial) yang relevan dengan kebutuhan
pengobatan mereka.

48 Memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga sebelumnya


mengenai proses yang baku untuk protokol penelitian, dan rumah sakit
menyediakan form persetujuan / informed consent penelitian serta
didokumentasikan dalam rekam medis disertai tanda tangan
persetujuan.

49 Mempunyai sebuah komite etik penelitian untuk melakukan pengawasan


atas semua penelitian dirumah sakit tersebut yang melibatkan
manusia/pasien sebagai subjeknya.

50 Memberi informasi pada pasien dan keluarga tentang bagaimana


memilih untuk mendonorkan organ dan jaringan lainnya sesuai
peraturan perundang- undangan, agama serta nilai budaya setempat
yang meliputi:

67
1. Proses mendorong keluarga untuk

2. Mendonasikan organ/jaringan lain

3. Pengawasan donasi dan transplantasi

4. Organ/jaringan lain dan

5. Proses mendapatkan persetujuan

51 Menentukan isi, jumlah dan jenis asesmen awal pada disiplin medis dan
keperawatan yang meliputi status fisik , psiko-sosio-spiritual, ekonomi,
riwayat kesehatan pasien, riwayat alergi, asesmen nyeri, risiko jatuh,
asesmen fungsional, risiko nutrisional, kebutuhan edukasi, perencanaan
pemulangan pasien (Discharge Planning), sesuai dengan penetapan isi
spesifik dari berkas rekam medis untuk kesinambungan asuhan oleh
PPA harus selesai dalam waktu 24 jam, pelaksanaan pasien rajal dgn
penyakit akut /non kronis, asesmen awal diperbaharui setelah 1 (satu)
bulan, dan pelaksanaan pasien rajal dengan penyakit kronis, asesmen
awal diperbaharui setelah 3 (tiga) bulan.
52 Menetapkan kerangka waktu penyelesaian asesmen awal pasien rawat
jalan.

53 Menetapkan kerangka waktu penyelesaian asesmen awal pasien


gawat darurat.

54 Menetapkan kriteria risiko nutrisional yang dikembangkan bersama staf


yang kompeten dan berwenang.
55 Menetapkan kriteria asesmen kebutuhan fungsional dan risiko jatuh,
yang dikembangkan bersama staf yang kompeten dan berwenang.
56 Semua pasien rawat inap dan rawat jalan diskrining terhadap nyeri dan
jika ada nyeri dilakukan asesmen untuk mengidentifikasi ada rasa nyeri
pada asesmen awal, lakukan asesmen lebih mendalam, sesuai dengan
umur pasien, dan pengukuran intensitas dan kualitas nyeri seperti
karakter, kekerapan/frekuensi, lokasi dan lamanya.
57 Untuk memperhatikan kebutuhan dan kondisi pasien dalam kerangka
kultural pasien, Rumah Sakit menetapkan asesmen tambahan untuk
populasi pasien tertentu diantaranya untuk :

68
a. Neonatus

b. Anak

c. Remaja

d. Obstetri/maternitas

e. Geriatri

f. Pasien dengan kebutuhan untuk P3(Perencanaan Pemulangan


Pasien)

g. Sakit terminal/menghadapi kematian

h. Pasien dengan rasa sakit kronik atau nyeri (intense)

i. Pasien dengan gangguan emosional atau pasien psikiatris

j. Pasien kecanduan obat terlarang atau alkohol

k. Korban kekerasan atau kesewenangan

l. Pasien dengan penyakit menular atau infeksius

m. Pasien yang menerima kemoterapi atau terapi radiasi

n. Pasien dengan sistem imunologi terganggu

58 Adanya asesmen ulang bagi semua pasien dengan interval waktu


berdasarkan kondisi, tindakan, untuk melihat respons pasien, dan
kemudian dibuat rencana kelanjutan asuhan dan atau rencana pulang
yang dilakukan oleh DPJP, PPJA dan profesional pemberi asuhan
( PPA ) lainnya untuk evaluasi respons pasien ai asuhan yang
diberikan sebagai tindak lanjut.
59 Menetapkan pengaturan urutan penyimpanan lembar-lembar RM agar
mudah dicari kembali diakses dan terstandar, PPA dapat menemukan
dan mencari kembali hasil asesmen di rekam medis.
60 Menetapkan PPA yang kompeten dan berwenang melakukan asesmen
awal, asesmen ulang dan asesmen gawat darurat .
61 Mengatur pengorganisasia unit laboratorium secara terintegrasi, agar
Pelayanan laboratorium tersedia untuk memenuhi kebutuhan pasien.
62 Menetapkan seorang (atau lebih) tenaga professional untuk memimpin

69
pelayanan laboratorium terintegrasi disertai uraian tugas, tanggung
jawab dan wewenang.
63 Melakukan analisis pola ketenagaan staf laboratorium yang adekuat
untuk memenuhi kebutuhan pasien.
64 Menyusun program manajemen risiko di laboratorium, dilaksanakan,
dilakukan evaluasi, di dokumentasikan dan program sejalan dengan
program manajemen risiko fasilitas dan program pencegahan dan
pengendalian infeks.
65 Menetapkan prosedur pelaporan, dan tindak lanjut, yang disusun
secara kolaboratif tentang hasil laboratorium yang kritis.
66 Menetapkan kerangka waktu penyelesaian pemeriksaan laboratorium,
termasuk waktu penyelesaian pemeriksaan cito dan pelaksanaan
evaluasinya.
67 Mengatur tentang pengelolaan peralatan laboratorium termasuk alat
yang tersedia melalui kontrak diantaranya uji fungsi, inspeksi,
pemeliharaan, kalibrasi secara tetap (regular) terhadap semua
peralatan yang digunakan untuk pemeriksaan di laboratorium dan hasil
pemeriksaan didokumentasikan.
68 Menetapkan pengelolaan logistik laboratorium, reagensia esensial,
bahan lain yang diperlukan, termasuk kondisi bila terjadi kekosongan.
69 Menetapkan tata cara pengambilan, pengumpulan, identifikasi,
pengerjaan, pengiriman, pembuangan specimen untuk spesimen yang
dikirim ke laboratorium rujukan ,layanan laboratorium untuk dilakukan
pemeriksaan. Pada jaringan / cairan tubuh yang diambil dengan
tindakan invasif, sebagai standar penetapan diagnosis dilakukan
pemeriksaan patologi anatomi (laboratorium internal atau rujukan).

70 Menetapkan penetapan dan evaluasi rentang nilai normal untuk


interpretasi, pelaporan hasil laboratorium klinis.
71 Kendali mutu yang baik sangat esensial bagi pelayanan laboratorium
agar laboratorium dapat memberikan layanan prima, rumah sakit
menetapkan program mutu laboratorium klinik meliputi :
a. Validasi tes yang digunakan untuk tes akurasi, presisi, hasil rentang
nilai

70
b. Dilakukan surveilans hasil pemeriksaan oleh staf yang kompeten

c. Reagensia di tes

d. Koreksi cepat jika ditemukan kekurangan

e. Dokumentasi hasil dan tindakan koreksi

72 Menetapkan penyelenggaraan pelayanan darah termasuk bank darah


RS dan menjamin pelayanan yang diberikan sesuai peraturan
perundang-undangan dan standar pelayanan, dan menetapkan
penanggung jawab pelayanan darah dan transfusi yang kompeten dan
berwenang
73 Menetapkan pengorganisasian dan pengaturan pelayanan
Radiodiagnostik, Imajing dan Radiologi Intervensional (RIR ) secara
terintegrasi.
74 Menetapkan seorang (atau lebih) tenaga profesional untuk memimpin
pelayanan RIR terintegrasi disertai uraian tugas, tanggung jawab dan
wewenang
75 Menetapkan program manajemen risiko menangani potensi risiko
keamanan radiasi di pelayanan RIR meliputi :
a. Kepatuhan terhadap standar yang berlaku dan peraturan
perundang- undangan
b. Kepatuhan terhadap standar dari manjemen fasilitas, radiasi dan
program pencegahan dan pengendalian infeksi
c. Tersedianya APD sesuai pekerjaan dan bahaya yang dihadapi

d. Orientasi bagi semua staf pelayanan Radiodiagnostik, Imajing


Dan Radiologi Intervensional (RIR ) tentang praktek dan prosedur
keselamatan
e. Pelatihan (in service training) bagi staf untuk pemeriksaan baru
dan menangani bahan berbahaya produk baru
76 Menetapkan bagaimana mengidentifikasi dosis maksimun radiasi untuk
setiap pemeriksaan Radiodiagnostik, Imajing dan Radiologi
Intervensional yang meliputi:
a. Proses identifikasi dosis maksimun radiasi untuk setiap RIR

b. Penjelasan dari Radiolog sebelum dilakukan RIR

71
c. Persetujuan dari pasien atau keluarga sebelum dilakukan
pemeriksaan RIR

d. Risiko radiasi diidentifikasi

77 Menetapkan kerangka waktu penyelesaian pemeriksaan


Radiodiagnostik, Imajing dan Radiologi Intervensional termasuk waktu
penyelesaian pemeriksaan cito dan pelaksanaan evaluasinya.
78 Menyediakan film x-ray dan bahan lain yang diperlukan secara
berkesinambungan dan pengelolaan logistik Film x-ray, reagens, dan
bahan lainnya, termasuk kondisi bila terjadi kekosongan.
79 Menetapkan program mutu pelayanan RIR diantaranya :

a. Validasi metoda tes digunakan untuk presisi dan akurasi

b. Pengawasan harian hasil pemeriksaan imajing oleh staf radiologi


yang kompeten dan berwenang
c. Koreksi cepat jika diketemukan masalah

d. Audit terhadap a.l : film, kontras, kertas USG, cairan developer,


fixer

e. Dokumentasi hasil dan tindakan koreksi

80 Rumah Sakit memberikan Asuhan Pasien Yang Seragam memuat:

a. akses untuk asuhan dan pengobatan yang memadai dan diberikan


oleh PPA yang kompeten tidak bergantung pada hari setiap minggu
atau waktunya setiap hari (“3-24-7”);
b. penggunaan alokasi sumber daya yang sama, antara lain staf klinis
dan pemeriksaandiagnostik untuk memenuhi kebutuhan pasien
pada populasi yang sama;
c. pemberian asuhan yang diberikan kepada pasien, contoh
pelayanan anestesi sama di semua unit pelayanan di rumah sakit;
d. pasien dengan kebutuhan asuhan keperawatan yang sama
menerima asuhan keperawatan yang setara di seluruh rumah sakit;
e. penerapan serta penggunaan regulasi dan form dalam bidang
klinis antara lain metode asesmen IAR (Informasi, Analisis,
Rencana), form asesmen awal-asesmen ulang, panduan praktik

72
klinis (PPK), alur klinis terintegrasi/clinical pathway, pedoman
manajemen nyeri, dan regulasi untuk berbagai tindakan antara lain
water sealed drainage, pemberiantransfusi darah, biopsi ginjal,
pungsi lumbal, dsb.
81 Mengatur pelayanan dan asuhan terintegrasi di dan antar berbagai unit
pelayanan yang meliputi :
a. pengintegrasian pelayanan oleh MPP/ CaseManager

b. integrasi asuhan pasien sesuai butir-butir di maksud-tujuan

c. asesmen dengan metode IAR

d. komunikasi antar PPA dan pendokumentasiannya

82 Memberikan asuhan untuk setiap pasien direncanakan oleh PPA


dengan metode IAR.
83 Menetapkan dan mengatur tata cara pemberian instruksi oleh PPA
disertai SPK dan RKK.
84 Menetapkan tindakan klinis dan diagnostik yang diminta, dilaksanakan
dan diterima hasilnya, serta disimpan di berkas rekam medis pasien.
85 Menetapkan proses identifikasi pasien risiko tinggidan pelayanan risiko
tinggi sesuai dengan populasi pasiennya serta penetapan risiko
tambahan yang mungkin berpengaruh pada pasien risiko tinggi dan
pelayanan resiko tinggi termasuk:
a. Staf dilatih untuk pemberian pelayanan pada pasien risiko tinggi dan
pelayanan risiko tinggi.
b. Ada bukti pelaksanaan pemberian pelayanan pada pasien risiko
tinggi dan pelayanan risiko tinggi.
c. Ada bukti pengembangan pelayanan risiko tinggi dimasukkan ke
dalam program peningkatan mutu rumah sakit
86 Menfasilitasi SDM yang terlatih untuk mendeteksi (mengenali)
perubahan kondisi pasien memburuk dan mampu melakukan tindakan /
pelaksanaan early warning system (EWS).
87 Pelayanan resusitasi yang tersedia dan diberikan selama 24 jam setiap
hari di seluruh area rumah sakit, serta adanya peralatan medis untuk
resusitasi dan obat untuk bantuan hidup dasar terstandar sesuai
dengan kebutuhan populasi pasien.

73
88 Menetapkan proses dan tatacara pemberian Pelayanan darah dan
produk darah dilaksanakan sesuai dengan standar tentang pemberian
persetujuan (informed consent); pengadaan darah;identifikasi pasien;
pemberian darah; monitoring pasien; identifikasi dan respons terhadap
reaksi transfusi , dan memiliki Staf kompeten dan berwenang
melaksanakan pelayanan darah dan produk darah serta melakukan
monitoring dan evaluasi.
89 Menetapkan pelayanan dan penanganan asuhan pasien yang
menggunakan alat bantu hidup dasar atau pasien koma.
90 Menetapkan pelayanan dan penanganan tentang asuhan pasien
penyakit menular dan immuno-suppressed.
91 Menetapkan pelayanan dan penanganan tentang asuhan pasien
dialisis.

92 Menetapkan pelayanan dan penaganan tentang pelayanan


penggunaan alat penghalang (restraint), termasuk tentang informed
consentnya.

93 Memberikan pelayanan khusus terhadap pasien yang lemah, lanjut


usia, anak, dan yang dengan ketergantungan bantuan, serta populasi
yang berisiko disiksa dan risiko tinggi lainnya termasuk pasien dengan
risiko bunuh diri.
94 Memberikan pelayanan khusus terhadap pasien yang mendapat
kemoterapi atau pelayanan lain yang berisiko tinggi (misalnya terapi
hiperbarik dan pelayanan radiologi intervensi).
95 Menetapkan pelayanan gizi tentang ketersediaan berbagai pilihan
makanan sesuai dengan status gizi pasien dan konsisten dengan
asuhan klinisnya.
96 Menetapkan pelayanan gizi untuk terapi gizi terintegrasi.

97 Menetapkan pelayanan pasien untuk mengatasi nyeri.

98 Menetapkan untuk Asesmen dan asesmen ulang bersifat individual


agar sesuai dengan kebutuhan pasien dalam tahap terminal (dying)
dan keluarganya. Asesmen dan asesmen ulang harus menilai kondisi
pasien seperti :
a. gejala mual dan kesulitan pernapasan;

74
b. faktor yang memperparah gejala fisik;

c. manajemen gejala sekarang dan respons pasien;

d. orientasi spiritual pasien dan keluarga serta keterlibatan dalam


kelompok agama tertentu;
e. keprihatinan spiritual pasien dan keluarga seperti putus asa,
penderitaan, dan rasa bersalah;
f. status psikososial pasien dan keluarganya seperti kekerabatan,
kelayakan perumahan, pemeliharaan lingkungan, cara mengatasi,
serta reaksi pasien dan keluarganya menghadapi penyakit;
g. kebutuhan bantuan atau penundaan layanan untuk pasien dan
keluarganya;

h. Kebutuhan alternatif layanan atau tingkat layanan;

i. Faktor risiko bagi yang ditinggalkan dalam hal cara mengatasi


dan potensi reaksi patologis atas kesedihan.
99 Menetapkan pelayanan pasien dalam tahap terminal meliputi :

a. intervensi pelayanan pasien untuk mengatasi nyeri;

b. memberikan pengobatan sesuai dengan gejala dan


mempertimbangkan keinginan pasien dan keluarga;
c. menyampaikan secara hati-hati soal sensitif seperti autopsi atau
donasi organ;
d. menghormati nilai, agama, serta budaya pasien dan keluarga;

e. mengajak pasien dan keluarga dalam semua aspek asuhan;

f. memperhatikan keprihatinan psikologis, emosional, spiritual, serta


budaya pasien dan keluarga.

100 Menetapkan pelayanan anestesi, sedasi moderat yang memenuhi


standar profesi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
101 Mengatur :

a. Pelayanan anestesi, sedasi moderat dan dalam yang seragam


dan terintegrasi diseluruh tempat pelayanan di rumah sakit.
b. Penetapan penanggung jawab pelayanan anestesi, sedasi
moderat dan dalam disertai uraian tugas, tanggung jawab dan

75
wewenang serta rencana kegiatan dan dibawah tanggung jawab
dokter sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
102 Perlunya penetapan program mutu dan keselamatan pasien dalam
pelayanan anestesi, sedasi moderat dan sesuai dengan
103 pelayanan sedasi seragam di semua rumah sakit sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
104 PPA yang bertanggung jawab dalam memberikan sedasi adalah
berupa SPK dan RKK staf anestesi yang berkompeten.
105 PPA juga bertanggung jawab dalam hal ini adalah SPK dan RKK staf
anestesi dalam melakukan monitoring sedasi.
106 Pelayanan anestesi setiap pasien harus direncanakan dan
didokumentasikan diantaranya :
a. Teknik anestesi

b. Obat anestesi, dosis dan rute

107 Dokter wajib memberikan edukasi dan mendokumentasikan setiap


kegiatan anestesi.
108 Pentingnya monitoring selama anestesi dan operasi, dilakukan
berdasarkan status pasien pada pra anestesi, metoda anestesi yang
dipakai dan tindakan operasi yang dilakukan.
109 Pemindahan pasien dari ruang pemulihan jika pemonitoran
pemulihan dihentikan.
110 Rumah sakit memiliki asesmen pra bedah dengan metode IAR untuk
setiap pasien bedah.
111 Adanya laporan setelah operasi.

112 Adanya rencana asuhan pasca operasi yang dibuat oleh :

a. Rencana asuhan pasca bedah oleh dokter penanggung jawab


pelayanan (DPJP). Bila didelegasikan harus dilakukan
verifikasi

b. Rencana asuhan oleh perawat

c. Rencana asuhan oleh PPA lainnya sesuai kebutuhan

113 Penggunaan implan bedah apabila dilakukan penarikan kembali.

76
114 Jenis pelayanan bedah.

115 Penetapan dan pengukuran mutu dan pelaporan atas insiden


keselamatan pasien pelayanan bedah. (TKRS 11 EP 1).
116 Membuat pedoman pengorganisasian dan mengelola pelayanan
kefarmasian dan penggunaan obat rumah sakit yang menyeluruh
atau mengarahkan semua tahapan pelayanan obat yang aman
sesuai peraturan.
117 Menetapkan regulasi tentang komite/tim farmasi dan terapi dilengkapi
dengan menyusun formularium RS berdasarkan kriteria yang disusun
secara kolaboratif sesuai peraturan perundang-undangan.
118 Menetapkan Regulasi tentang pengadaan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai (BMHP) serta berkhasiat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan harus
berdasarkan:
a. Dari jalur resmi

b. Berdasarkan kontrak termasuk hak akses meninjau ke


tempat penyimpanan dan transportasi sewaktu-waktu
c. Ada garansi keaslian obat

119 Menetapkan regulasi tentang pengadaan bila sediaan farmasi, alat


kesehatan, dan bahan medis habis pakai tidak ada dalam stok atau
tidak tersedia saat dibutuhkan, termasuk:
a. Meminta konfirmasi ke dokter tentang adanya obat subtitusi

b. Berdasarkan perjanjian kerja sama dengan apotik/RS/supplier


untuk menjamin keaslian obat
120 Menetapkan regulasi tata laksana penyimpanan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan BMHP yang baik, benar dan aman meliputi
penyimpanan:
a. Obat high risk

b. LASA

c. Elektrolit konsentrat

d. B3

77
e. Gas medis

f. Obat narkotika dan psikotropika

g. Obat radioaktif, dll

121 Mengatur Regulasi tentang pengaturan tata kelola bahan berbahaya,


narkotika dan psikotropika yang baik, benar, dan aman sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.

122 Mengatur Regulasi tentang proses larangan penyimpanan elektrolit


konsentrat di rawat inap kecuali bila dibutuhkan secara klinis dan
apabila terpaksa disimpan di area rawat inap harus diatur
keamanannya untuk menghindari kesalahan.
123 Menetapkan prosedur Regulasi tentang penyimpanan obat dengan
ketentuan khusus meliputi:
a. produk nutrisi

b. obat dan bahan radioaktif

c. obat yang dibawa pasien sebelum rawat inap mungkin memiliki


risiko terhadap keamanan
d. obat program atau bantuan pemerintah/pihak lain

e. obat yang digunakan untuk penelitian.

124 Menetapkan regulasi tentang pengelolaan obat emergensi yang


tersedia di unit-unit layanan agar dapat segera dipakai untuk
memenuhi kebutuhan darurat serta upaya pemeliharaan dan
pengamanan dari kemungkinan pencurian dan kehilangan.
125 Memiliki sistem penarikan kembali (recall), dan pemusnahan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang tidak
layak pakai karena rusak, mutu substandar, atau kadaluwarsa.
126 Menetapkan Regulasi tentang permintaan obat/peresepan/instruksi
pengobatan termasuk:
a. Permintaan obat/peresepan/instruksi pengobatan benar,
lengkap dan terbaca.
b. Penetapan dokter beserta daftar dokter yang berhak
menulis resep/permintaan obat/memberi instruksi pengobatan

78
umum.
c. Penetapan dokter beserta daftar dokter yang berhak
menulis resep/permintaan obat/memberi instruksi pengobatan
khusus.
127 Membuat regulasi tentang Regulasi tentang syarat elemen resep
yang meliputi:
1) syarat elemen kelengkapan resep

2) langkah-langkah untuk menghindari kesalahan pengelolaan


peresepan/ permintaan obat dan instruksi pengobatan
3) pengelolaan resep yang tidak benar, tidak lengkap dan tidak
terbaca sesuai
4) pengelolaan resep khusus sesuai

128 Menetapkan regulasi penyiapan dan penyerahan obat yang sesuai


dengan peraturan perundang-undangan dan praktik profesi.
Termasuk:

1). Pencampuran obat Kemoterapi (bila ada)

2). Pencampuran obat intra vena/epidural/nutrisi parenteral

129 Membuat regulasi tentang keseragaman sistem penyiapan dan


penyerahan obat di RS.
130 Menetapkan staf klinis yang kompeten dan berwenang untuk
memberikan obat dengan cara tertentu contoh: pemberian obat
dalam sendi, obat intra tecal, obat intra vena serta termasuk
pembatasannya.
131 Menetapkan regulasi tentang verifikasi sebelum pemberian obat
kepada pasien yang meliputi:
a. identitas pasien

b. nama obat

c. dosis

d. rute pemberian

e. dan waktu pemberian.

132 Pemantauan terapi obat dan efek samping obat serta pelaporannya

79
serta dicatat dalam status pasien.
133 Menetapkan dan menerapkan regulasi medication safety yang
bertujuan mengarahkan penggunaan obat yang aman dan
meminimalisasi kemungkinan terjadi kesalahan penggunaan obat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
134 Menetapkan Regulasi tentang komite/ tim PMKP atau bentuk
organisasi lainnya lengkap dengan uraian tugas untuk mengelola
kegiatan sesuai peraturan perundang-undangan termasuk uraian
tugas yang meliputi :
a. sebagai motor penggerak penyusunan program PMKP rumah
sakit;
b. melakukan monitoring dan memandu penerapan program
PMKP di unit kerja
c. membantu dan melakukan koordinasi dengan pimpinan unit
pelayanan dalam memilih prioritas perbaikan, pengukuran
mutu/indikator mutu, dan menindaklanjuti hasil capaian indikator
d. melakukan koordinasi dan pengorganisasian pemilihan prioritas
program di tingkat unit kerja serta menggabungkan menjadi
prioritas rumah sakit secara keseluruhan. Prioritas program rumah
sakit ini harus terkoordinasi dengan baik dalam pelaksanaanya
e. menentukan profil indikator mutu, metode analisis, dan validasi
data dari data indikator mutu yang dikumpulkan dari seluruh unit
kerja di rumah sakit
f. menyusun formulir untuk mengumpulkan data, menentukan jenis
data, serta bagaimana alur data dan pelaporan dilaksanakan
g. menjalin komunikasi yang baik dengan semua pihak terkait serta
menyampaikan masalah terkait perlaksanaan program mutu dan
keselamatan pasien
h. terlibat secara penuh dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan
PMKP

i. bertanggung jawab untuk mengomunikasikan masalah-masalah


mutu secara rutin kepada semua staf
j. menyusun regulasi terkait dengan pengawasan dan penerapan

80
program PMKP
135 Pedoman peningkatan mutu dan keselamatan pasien sesuai
dengan referensi terkini.
136 Mempunyai regulasi sistem manajemen data program PMKP yang
terintegrasi meliputi dat:
a. Diperlukan sistem manajemen data yang didukung dengan
teknologi informasi, mulai dari pengumpulan, pelaporan, analisis,
validasi, serta publikasi data untuk internal rumah sakit dan
eksternal RS Publikasi data tetap harus memperhatikan
kerahasiaan pasien sesuai dengan peraturan perundang-
undangan
b. data yang dimaksud meliputi, data dari indikator mutu unit dan
indikator mutu prioritas rumah sakit
c. data dari pelaporan insiden keselamatan pasien
d. dan data hasil monitoring kinerja staf klinis (bila monitoring
kinerja menggunakan indikator mutu)
e. data hasil pengukuran budaya keselamatan
f. integrasi seluruh data diatas baik di tingkat rumah sakit dan unit
kerja meliputi:
i. pengumpulan
ii. pelaporan
iii. analisa
iv. validasi dan publikasi indikator mutu
137 Mempunyai program pelatihan PMKP yang diberikan oleh
narasumber yang kompeten.
138 Menetapkan regulasi tentang pemilihan dan penetapan prioritas
pengukuran mutu pelayanan klinis yang akan dievaluasi.
139 Menetapkan evaluasi pelayanan kedokteran dengan panduan
praktik klinis, alur klinis atau protokol.
140 Mempunyai regulasi tentang pengukuran mutu dan cara pemilihan
indikator mutu di unit kerja yang antara lain meliputi:
a. Memiliki sistem manajemen data yang didukung dengan
teknologi informasi, mulai dari pengumpulan, pelaporan,

81
analisis, validasi, serta publikasi data untuk internal rumah
sakit dan eksternal RS Publikasi data tetap harus
memperhatikan kerahasiaan pasien sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
b. Data yang dimaksud meliputi, data dari indikator mutu unit dan
indikator mutu prioritas rumah sakit.
c. Data dari pelaporan insiden keselamatan pasien.
141 Menetapkan regulasi tentang manajemen data termasuk
keamanan, kerahasiaan data internal dan eksternal serta
benchmark data yang meliputi:
a. sistem manajemen data yang meliputi pengumpulan, pelaporan,
analisis, feedback dan publikasi data

b. menetapkan data-data yang akan dibandingkan dengan rumah


sakit lain atau menggunakan database ekternal

c. menjamin keamanan dan kerahasian data dalam berkontribusi


dengan database eksternal.
142 Mempunyai regulasi tentang manajemen dan analisis data yang
meliputi:
a. penggunaan statistik dalam melakukan analisis data
b. analisis yang harus dilakukan yaitu:
i. membandingkan data di rumah sakit dari waktu ke waktu
data (analisis trend), misalnya dari bulanan ke bulan, dari
tahun ke tahun
ii. membandingkan dengan rumah sakit lain, bila mungkin yang
sejenis, seperti melalui database eksternal baik nasional
maupun internasional
iii. membandingkan dengan standar-standar, seperti yang
ditentukan oleh badan akreditasi atau organisasi profesional
ataupun standar-standar yang ditentukan oleh peraturan
perundang- undangan
iv. membandingkan dengan praktik-praktik yang diinginkan yang
dalam literatur digolongkan sebagai best practice (praktik
terbaik) atau better practice (praktik yang lebih baik) atau

82
practice guidelines (panduan praktik klinik)
143 Mempunyai regulasi tentang manajemen data termasuk validasi
data sesuai dengan :
a. regulasi data yang harus divalidasi, yaitu:
a. merupakan pengukuran area klinik baru
b. bila ada perubahan sistem pencatatan pasien dari
manual ke elektronik sehingga sumber data berubah
c. bila data dipublikasi ke masyarakat baik melalui di web
site rumah sakit atau media lain
d. bila ada perubahan pengukuran
e. bila ada perubahan data pengukuran tanpa diketahui
sebabnya
f. bila ada perubahan subyek data seperti perubahan
umur rata rata pasien, protokol riset diubah, panduan
praktik klinik baru diberlakukan, ada teknologi dan
metodologi pengobatan baru
c. Proses validasi data mencakup namun tidak terbatas
sebagai berikut:
a) mengumpulkan ulang data oleh orang kedua yang tidak
terlibat dalam proses pengumpulan data sebelumnya
(data asli)
b) menggunakan sampel tercatat, kasus dan data lainnya
yang sahih secara statistik. Sample 100 % hanya
dibutuhkan jika jumlah pencatatan, kasus atau data
lainnya sangat kecil jumlahnya.
c) membandingkan data asli dengan data yang dikumpulkan
ulang
d) menghitung keakuratan dengan membagi jumlah
elemen data yang ditemukan dengan total jumlah data
elemen dikalikan dengan 100. Tingkat akurasi 90 %
adalah patokan yang baik.
e) jika elemen data yg diketemukan ternyata tidak sama,
dng catatan alasannya (misalnya data tidak Koleksi

83
sample baru setelah semua tindakan koreksi dilakukan
untuk memastikan tindakan menghasilkan tingkat
akurasi yang diharapkan

d. Proses validasi data yang akan dipublikasi di web site


atau media lainnya agar diatur tersendiri, dan dapat
menjamin kerahasiaan pasien dan keakuratan data jelas
definisinya) dan dilakukan tindakan koreksi.
144 Menetapkan regulasi sistem pelaporan insiden internal dan
eksternal sesuai peraturan perundang-undangan yang meliputi :
a. kebijakan,
b. alur pelaporan
c. formulir pelaporan
d. prosedur pelaporan
e. insiden yang harus dilaporkan yaitu kejadian yang sudah
terjadi, potensial terjadi ataupun yang nyaris terjadi f) siapa
saja yang membuat laporan
f. batas waktu pelaporan
145 Memiliki Regulasi tentang jenis kejadian sentinel dalam sistem
pelaporan insiden keselamatan pasien internal dan eksternal
seperti diuraikan pada:
a. kematian yang tidak diduga, termasuk, dan tidak tidak
terbatas hanya:
i. kematian yg tidak berhubungan dng perjalanan penyakit
pasien atau kondisi pasien (contoh, kematian setelah
infeksi pasca operasi atau emboli paru paru)
ii. kematian bayi aterm
iii. bunuh diri
b. kehilangan permanen fungsi yang tidak terkait penyakit
pasien atau kondisi pasien
c. operasi salah tempat, salah prosedur, salah pasien
d. terjangkit penyakit kronik atau penyakit fatal akibat
transfusi darah atau produk darah atau transplantasi
organ atau jaringan

84
e. penculikan anak termasuk bayi atau anak termasuk bayi
dikirim ke rumah bukan rumah orang tuanya
f. perkosaan, kekejaman di tempat kerja seperti
penyerangan (berakibat kematian atau kehilangan fungsi
secara permanen) atau pembunuhan (yang disengaja)
atas pasien, anggota staf, dokter, mahasiswa kedokteran,
siswa latihan, pengunjung atau vendor/pihak ketiga ketika
berada dalam lingkungan rumah sakit
146 Mempunyai regulasi tentang jenis KTD dalam sistem pelaporan
insiden keselamatan pasien internal dan eksternal serta proses
pelaporan dan analisisnya
147 Menetapkan regulasi tentang definisi dan jenis KNC dan KTC
dalam sistem pelaporan insiden keselamatan pasien internal dan
eksternal
148 Menetapkan Regulasi tentang budaya keselamatan Rumah Sakit
dan pengukuran budaya keselamatan
149 Mempunyai program manajemen risiko rumah sakit yang meliputi:
1) identifikasi risiko
2) prioritas risiko
3) pelaporan risiko
4) manajemen risiko
5) investigasi kejadian yang tidak diharapkan (KTD)
6) manajemen terkait tuntutan (klaim)

150 Penetapan Komite atau Tim pencegahan pengendalian infeksi,


dilengkapi dengan tanggung jawab dan tugas meliputi 1) sampai 4)
pada maksud dan tujuan dan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.)
151 Menetapkan perawat PPI/IPCN (Infection Prevention and Control
Nurse)

152 Menetapkan perawat penghubung PPI/IPCLN (Infection Prevention


and Control Link Nurse) dengan jumlah dan kualifikasi sesuai
dengan peraturan perundang undangan
153 Tersedia anggaran yang cukup untuk menunjang pelaksanaan

85
program PPI

154 Program PPI dan kesehatan kerja yang komprehensif di seluruh


rumah sakit untuk menurunkan risiko infeksi terkait dengan
pelayanan kesehatan pada pasien yang mengacu dan sesuai
dengan ilmu pengetahuan terkini, pedoman praktik terkini, standar
kesehatan lingkungan terkini, dan peraturan perundang-undangan.
155 Menetapkan pelaksanaan surveilans Rumah sakit menetapkan
risiko infeksi pada prosedur dan proses asuhan invasif yang
berisiko infeksi serta strategi untuk menurunkan seperti antara lain
pencampuran obat suntik, pemberian suntikan, terapi cairan,
punksi.
156 Menetapkan risiko infeksi pada proses kegiatan penunjang
pelayanan (medik dan nonmedik) yang berisiko terjadi infeksi serta
strategi pencegahannya

157 Menetapkan pelayanan sterilisasi, termasuk desinfeksi di RS 1


penetapan batas kadaluarsa bahan medis habis pakai dan yang
akan digunakan kembali (reuse) dan termasuk perbekalan
farmasi/peralatan single use yang dilakukan re-use
158 Penetapan batas kadaluarsa bahan medis habis pakai dan yang
akan digunakan kembali (reuse) dan termasuk perbekalan
farmasi/peralatan single use yang dilakukan re-use .
159 Ada unit kerja atau penanggungjawab pengelola linen/londri yang
menyelenggarakan penatalaksanaan sesuai dengan peraturan
perundang- undangan serta unit kerja linen/londri atau
penanggung jawab bila dilakukan dengan kontrak (outsourcing).
160 Pengelolaan linen/londri sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.

161 Pengelolaan limbah RS dengan benar untuk meminimalkan risiko


infeksi melalui kegiatan sebagai berikut:
a) pengelolaan limbah cairan tubuh infeksius;

b) penanganan dan pembuangan darah serta komponen darah;

c) pemulasaraan jenazah dan bedah mayat;

86
d) pengelolaan limbah cair;

e) pelaporan pajanan limbah infeksius.

162 Pengelolaan benda tajam dan jarum untuk menurunkan cedera


serta mengurangi risiko infeksi semua tahapan proses
a) termasuk identifikasi jenis dan penggunaan wadah secara tepat,
pembuangan wadah, dan surveilans proses pembuangan (lihat
juga ARK 6)
b) laporan tertusuk jarum dan benda tajam.

163 Menetapkan regulasi tentang pelayanan makanan di rumah sakit


meliputi:

a. pelayanan makanan di rumah sakit mulai dari pengelolaan


bahan makanan (perencanaan bahan makanan,
pengadaan, penyimpanan, pengolahan, pemorsian,
distribusi), sanitasi dapur, makanan, alat masak, serta alat
makan untuk mengurangi risiko infeksi dan kontaminasi
silang;
b) standar bangunan, fasilitas dapur, dan pantry sesuai dengan
peraturan perundangan termasuk bila makanan diambil dari
sumber lain di luar rumah sakit.
164 Menetapkan pengendalian mekanis dan teknis (mechanical dan
engineering controls) fasilitas yang antara lain meliputi: a) sistem
ventilasi bertekanan positif;
b) biological safety cabinet;

c) laminary airflow hood;

d) termostat di lemari pendingin;

e) pemanas air untuk sterilisasi piring dan alat dapur.

165 Menetapkan penilaian risiko pengendalian infeksi (infection control


risk assessment/ICRA) bila ada renovasi, pembongkaran,
konstruksi, serta renovasi gedung di area mana saja di rumah sakit
yang meliputi:
1) identifikasi tipe/jenis konstruksi kegiatan proyek dengan kriteria;

87
2) identifikasi kelompok risiko pasien;

3) matriks pengendalian infeksi antara kelompok risiko pasien dan


tipe kontruksi kegiatan;
4) proyek untuk menetapkan kelas/tingkat infeksi;

5) tindak pengendalian infeksi berdasar atas tingkat/kelas infeksi;

6) monitoring pelaksanaan.

166 Menetapkan penempatan pasien dengan penyakit menular dan


pasien yang mengalami imunitas rendah (immunocompromised).
167 Menetapkan penempatan pasien infeksi “air borne” dalam waktu
singkat jika rumah sakit tidak mempunyai kamar dengan tekanan
negatif (ventilasi alamiah dan mekanik).

168 Menetapkan bila terjadi ledakan pasien (outbreak) penyakit infeksi air
borne.

169 Menetapkan hand hygiene yang mencakup kapan, di mana, dan


bagaimana melakukan cuci tangan mempergunakan sabun (hand
wash) dan atau dengan disinfektan (hand rubs) serta ketersediaan
fasilitas hand hygiene.

170 Rumah sakit menetapkan regulasi penggunaan alat pelindung diri,


tempat yang harus menyediakan alat pelindung diri, dan pelatihan
cara memakainya.

171 Ada sistem manajemen data terintegrasi antara data surveilans dan
data indikator mutu.
172 Menetapkan regulasi program pelatihan dan edukasi tentang PPI.

173 Menetapkan Regulasi tentang pengaturan kewenangan antara


pemilik,representasi pemilik yang tercantum dalam corporate
bylaws/ peraturan internal RS/ dokumen lain serupa berupa:
a. Struktur organisasi pemilik dan representasi pemilik sesuai
dengan bentuk badan hukum pemilik
b. Tanggung jawab dan wewenang pemilik dan representasi
pemilik yang meliputi 1) sampai dengan 16 yang ada di atas,
c. Pendelegasian kewenangan dari pemilik kepada representasi

88
pemilik atau Direktur Rumah Sakit atau individu lainnya sesuai
peraturan perundangan
d. Pengangkatan/penetapan dan Penilaian kinerja representasi
pemilik

e. Pengangkatan penetapan dan Penilaian kinerja Direktur Rumah


Sakit

f. Penetapan Kualifikasi, persyaratan Direktur Rumah Sakit sesuai


dengan peraturan perundangan
g. Struktur Organisasi Rumah Sakit

174 Membuat regulasi penetapan struktur organisasi pemilik termasuk


representasi pemilik sesuai dengan bentuk badan hukum
kepemilikan RS dan sesuai peraturan perundang undangan serta
Nama jabatan di dalam strukur organisasi tersebut harus secara
jelas disebutkan.
175 Ada penetapan struktur organisasi Rumah Sakit sesuai peraturan
perundang- undangan .
176 Ada penetapan Direktur Rumah Sakit sesuai peraturan perundang-
undangan.

177 Membuat regulasi tentang kualifikasi, uraian tugas, tanggung


jawab dan wewenang (UTW) Direktur yang diuraikan dalam
struktur organsisasi dan tata kelola RS (SOTK RS) sebagaimana
tercantum pada:
a. mengetahui dan memahami semua peraturan perundangan
terkait dengan Rumah Sakit
b. mejalankan operasional Rumah Sakit dengan berpedoman
pada peraturan perundangan

c. menjamin kepatuhan Rumah Sakit terhadap peraturan


perundangan

d. menetapkan regulasi Rumah Sakit

e. menjamin kepatuhan staf Rumah Sakit dalam implementasi


semua regulasi Rumah Sakit yang telah ditetapkan dan
disepakati bersama

89
f. menindaklanjuti terhadap semua laporan dari hasil
pemeriksaan dari badan audit ekternal
g. menetapkan proses untuk mengelola dan mengendalikan
sumber daya manusia dan keuangan sesuai peraturan
perundangan
178 Menetapkan persyaratan jabatan, uraian tugas, tanggung jawab
dan wewenang dari Kepala bidang/divisi Rumah Sakit secara
tertulis.
179 Membuat regulasi tentang penetapan jenis pelayanan RS sesuai
dengan misi Rumah Sakit
180 Menetapkan regulasi tentang kualifikasi kepala unit pelayanan
termasuk koordinator pelayanan baik untuk unit pelayanan
diagnostik, therapeutik maupun rehabilitatif.
181 Mempunyai regulasi yang mengatur pertemuan di setiap dan antar
tingkat di rumah sakit.
182 Adanya regulasi komunikasi efektif antar professional pemberi
asuhan (PPA) dan antar unit/instalasi/ departemen pelayanan yang
terdiri dari:
a. Komunikasi efektif RS dengan masyarakarat lingkungan

b. Komunikasi efektif antara PPA dengan pasien/keluarga

c. Komunikasi efektif antar PPA

d. Komunikasi efektif antar unit/instalasi/departemen pelayanan

183 Memiliki regulasi proses perencanaan dan pelaksanaan rekruimen,


pengembangan staf serta kompensasi yang melibatkan kepala
bidang /divisi dan kepala unit pelayanan yang mencakup:
a. Regulasi tentang rekrutmen, retensi, pengembangan
staf dan kompensasi
b. Program tentang rekrutmen

c. Program tentang diklat dan pengembangan staf

d. Program tentang kompensasi untuk retensi staf

184 Menetapkan regulasi berupa pedoman peningkatan mutu dan

90
keselamatan pasien yang meliputi point:
a. Penetapan organisasi yang mempunyai tugas mengarahkan,
mengatur dan mengkoordinasikan pelaksanaan program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien.

b. Peran Direktur rumah sakit dan para pimpinan dalam


merencanaan dan mengembangan program peningkatan mutu
dan keselamatan pasien.
c. Peran Direktur RS dan para pimpinan dalam pemilihan indikator
mutu di tingkat RS (indikator area klinik, area manajemen dan
sasaran keselamatan pasien) dan keterlibatnnya dalam
menindaklanjuti capaian indikator yang masih rendah.
d. Peran Direktur RS dan para pimpinan dalam memilih area
prioritas sebagai area fokus untuk perbaikan.
e. Monitoring pelaksanaan program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien, siapa saja yang melakukan monitoring,
kapan dilakukan, bagaimana melakukan monitoringnya.
f. Proses pengumpulan data, analisis, feedback dan pemberian
informasi ke staff
g. Bagaimana alur laporan pelaksanaan pengukuran mutu Rumah
Sakit, mulai dari unit sampai kepada pemilik Rumah Sakit h)
Bantuan teknologi
/sistem informasi RS yang akan diterapkan untuk pengumpulan
dan analisis data
h. Serta penetapan indikatornya beserta Program PMKP yang
sudah disetujui oleh pemilik/representasi pemilik dan regulasi
tentang penetapan indikator mutu dan keselamatan pasien
185 Mempunyai regulasi tentang regulasi tentang kontrak klinis dan
kontrak manajemen. atau perjanjian lainnya yang antara lain
meliputi:
a. Penunjukan penanggung jawab untuk kontrak klinis dan
penanggung jawab untuk kontrak manajemen
b. Seleksi kontrak berdasarkan kepatuhan peraturan perundang-
undangan yang terkait.
c. Penetapan kontrak dan dokumen kontraknya.

91
d. Dokumen menyebutkan pengalihan tanggung jawab pada
pihak kedua.
e. Monitoring Mutu Kontrak

f. Teguran dan pemutusan kontrak, bila mutu pelayanan


yang disediakan melalui kontrak tidak sesuai dengan kontrak.
g. Review kontrak untuk perpanjangan

186 Mempunyai regulasi tentang perjanjian kerja sama RS dengan staf


medis untuk mematuhi peraturan perundang-undangan dan
regulasi Rumah Sakit dan regulasi kredensial/rekredensial dan
evaluasi kinerja profesi staf medis (Medical Staf By Laws).
187 Mempunyai regulasi tentang monitoring mutu pelayanan yang
disediakan berdasarkan kontrak atau perjanjian lainnya
188 Semua kontrak mempunyai indikator mutu yang harus dilaporkan
kepada Rumah Sakit sesuai mekanisme regulasi:
a. Regulasi tentang penetapan indikator mutu pelayanan yang
diselenggarakan berdasarkan kontrak
b. Panduan sistem manajemen data yang didalamnya ada
mekanisme pelaporan mutu
189 Menetapkan regulasi tentang penetapan pelayanan yang akan
diberikan oleh dokter praktik mandiri dari luar RS

190 Mempunyai regulasi pemilihan teknologi medik dan obat sesuai


dengan :

a. Data dan informasi mengenai mutu dan implikasi keselamatan


pasien dari penggunaan teknologi medik dan obat tersebut, jadi
tidak hanya berdasarkan harga saja.
b. Rekomendasi dari staf klinis RS atau pemerintah atau organisasi
profesi nasional maupun internasional atau sumber lain yang
akurat serta regulasi penggunaan teknologi medik dan obat baru
yang masih dalam taraf uji coba (trial) sesuai dengan:
1) perlu melakukan kajian implikasi terhadap mutu dan
keselamatan pasien dari pelaksanaan uji coba (trial)
tersebut.
2) pelaksanaan uji coba (trial) dapat dilakukan bila

92
persetujuan dari Direktur RS sudah keluar.
3) dalam melaksanakan uji coba (trial) membutuhkan
persetujuan khusus dari pasien (informed consent)

191 Adanya regulasi penetapan:

a. Struktur organisasi rumah sakit

b. Struktur organisasi masing-masing unit dan tata hubungan


dengan unit lainnya
192 Adanya regulasi penetapan:

a. Struktur organisasi komite medis dengan uraian tugas dan tata


hubungan kerja dengan para pimpinan
b. Struktur organisasi komite keperawatan dengan uraian tugas dan
tata hubungan kerja
193 Struktur organisasi dapat mendukung proses budaya keselamatan di
rumah sakit dan komunikasi antar profesi sebagaimana tertuang
dalam regulasi:
a. Regulasi tentang penetapan organisasi yang bertanggung jawab
terhadap upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien
termasuk budaya keselamatan di rumah sakit
b. Regulasi tentang penetapan organisasi yang bertanggung jawab
terhadap peningkatan etika dan hukum yang mengkoordinasikan
etika dan disiplin profesi yang ada di RS.
194 Menetapkan regulasi tentang penetapan kepala bidang /divisi yang
bertanggung jawab pada proses perencanaan klinis dan
penyusunan regulasi pelayanan klinis
195 Memiliki regulasi tentang penetapan komite etik untuk mendukung
proses pengawasan dan hukum Rumah Sakit yang
mengkoordinasikan sub komite etik dan disiplin profesi medis dan
keperawatan dibawah komite masing- masing
196 Struktur organisasi yang dimaksud dalam regulasi adalah Komite/Tim
PMKP atau organisasi lainnya yang dilengkapi dengan uraian tugas
yang antara lain mempunyai tugas melakukan pengawasan mutu
pelayanan klinis dan dilengkapi dengan tata hubungan kerja

93
197 Memiliki regulasi dan Pedoman pengorganisasian di masing-masing
unit/departemen pelayanan yang mencakup tentang persyaratan
jabatan, uraian tugas, tanggung jawab dan wewenang untuk setiap
kepala unit pelayanan dan termasuk bila ada koordinator pelayanan,
198 Setiap unit pelayanan telah mempunyai pedoman pelayanan yang
menguraikan tentang pelayanan saat ini dan program kerja yang
menguraikan tentang pelayanan yang direncanakan dan mengatur
pengetahuan dan ketrampilan staf klinis yang melakukan asesmen
pasien dan kebutuhan pasien.
199 Mempunyai regulasi untuk unit pelayanan tentang Regulasi
perencanaan termasuk pengaturan format usulan yang seragam
untuk dokumen perencanaan.
200 Mempunyai regulasi yang mengatur sistem pengaduan pelayanan di
unit pelayanan.
201 RS mempunyai regulasi tentang kriteria pemilihan indikator mutu unit
seperti di:
202 Penilaian RS secara menyeluruh dan perbaikan prioritas yang
ditetapkan oleh Direktur RS, yang terkait
a. secara spesifik dengan departemen atau unit layanan mereka,
sebagai contoh: RS melakukan penilaian asesmen rehabilitasi
medis pada pasien stroke, maka di unit pelayanan stroke untuk
penilaian mutunya, wajib menggunakan indikator tersebut.

b. Penilaian yang terkait dengan prioritas departemen/unit layanan


secara spesifik untuk mengurangi variasi, meningkatkan
keselamatan untuk tindakan/tata laksana berisiko tinggi,
meningkatkan tingkat kepuasan pasien dan meningkatkan
efisiensi. Sebagai contoh : di unit pelayanan anak, terdapat variasi
dalam penanganan penyakit A, khususnya penggunaan obat,
maka indikator mutu yang dikembangkan di unit tersebut adalah
penggunaan obat X untuk penyakit A tersebut
c. Penilaian spesifik di unit pelayanan ini juga diharapkan dapat
dipergunakan untuk melakukan evaluasi praktik profesional
berkelanjutan dari para Profesional Pemberi Asuhan (PPA).
Sebagai contoh: Salah satu penilaian kinerja dokter bedah adalah

94
pelaksanaan time-out, berdasarkan hal tersebut maka salah satu
penilaian mutu dan keselamatan pasien di unit kamar operasi
adalah pelaksanaan time out.
203 Adanya regulasi tentang proses pemilihan, penyusunan dan evaluasi
pelaksanaan PPK setiap dan memilih 5 (lima) panduan praktik klinis,
alur atau protokol klinis prioritas untuk dievaluasi sesuai kriteria:
a. sesuai dengan populasi pasien yang ada dan misi RS

b. disesuaikan dengan teknologi, obat, lain sumber daya di RS


atau norma profesional yang berlaku secara Nas.
c. dilakukan asesmen terhadap bukti ilmiahnya dan disahkan oleh
pihak berwewenang
d. disetujui resmi atau di gunakan oleh RS

e. dilaksanakan dan di ukur terhadap efektivitasnya

f. dijalankan oleh staf yang terlatih menerapkan pedoman atau


pathways g) secara berkala diperbaharui berdasar bukti dan
evaluasi dari proses dan hasil proses
204 Menetapkan regulasi tentang tata kelola etik terdiri dari :

1) pedoman manajemen etik RS

2) penetapan Komite Etik Rumah Sakit yang dilengkapi dengan


uraian tugas dan tata hubungan kerja dengan sub komite etik
profesi
3) penetapan kode etik profesi dan kode etik pegawai

205 Melaksanakan program PONEK 24 jam di rumah sakit dan ada


rencana kegiatan PONEK dalam perencanaan rumah sakit.
206 Menetapkan Tim PONEK dilengkapi dengan uraian tugasnya beserta
Program kerja Tim PONEK tersebut.
207 Melaksanakan pelayanan penanggulangan HIV/AIDS serta dukungan
penuh manajemen dalam pelayanan penanggulangan HIV/AIDS.
208 Menetepkan regulasi tentang pelaksanaan penanggulangan
tuberkulosis dan Program tentang penanggulangan tuberkulosis
dengan strategi DOTS dalam perencanaan rumah sakit.
209 Menetapkan pembentukan tim DOTS TB dan uraian tugasnya serta

95
Program Kerja Tim DOTS TB
210 Memiliki panduan praktik klinis tuberkulosis.

211 Menyelenggarakan program pengendalian resistensi antimikroba


(PPRA) di rumah sakit sesuai peraturan perundang-undangan

212 Membentuk komite/tim PPRA yang dilengkapi uraian tugas, tanggung


jawab dan wewenangnya dalam melaksanakan program
pengendalian resistensi antimikroba rumah sakit yang meliputi :
a. sosialisasi program pada staf, pasien, keluarga

b. surveilans pola penggunaan antibiotik di RS

c. surveilans pola resistensi antimikroba di RS

d. forum kajian penyakit infeksi terintegrasi

213 Menyelenggarakan pelayanan geriatri di rumah sakit sesuai dengan


tingkat jenis layanan
214 Membentuk tim terpadu geriatri dan uraian tugasnya sesuai tingkat
jenis layanan dan Rencana kerja Tim Terpadu Geriatri
215 Membuat regulasi dalam melakukan promosi dan edukasi sebagai
bagian dari Pelayanan Kesehatan Warga Lanjut usia di Masyarakat
Berbasis Rumah Sakit (Hospital Based Community Geriatric
Service).
216 Membentuk unit kerja yang menyelenggarakan Pedoman
pengorganisasian unit yang mengelola SIM-RS dan harus
mengacu pada peraturan perundang- undangan.
217 Menetapkan regulasi tentang pengelolaan data dan informasi RS
dalam Pedoman pengelolaan data dan informasi
218 Menyelenggarakan dan menetapkan unit kerja yang mengelola
rekam medis sesuai dengan peraturan perundangan-undangan
yang meliputi :
a. Pedoman Pengorganisasian

b. Pedoman Pelayanan Rekam Medis

c. Program unit

219 Menetapkan regulasi tentang tenaga kesehatan yang memiliki hak

96
akses ke rekam medis, termasuk penetapan evaluasi dan
pembaharuan rekam medis
220 Penetapan jangka waktu penyimpanan berkas rekam medis pasien
serta data dan informasi lainnya terkait dengan pasien.
221 Menetapkan regulasi tentang pencegahan akses penggunaan
rekam medis pasien dalam bentuk kertas atau elektronik tanpa
izin.
222 Menetapkan regulasi tentang standardisasi kode diagnosis, kode
tindakan, definisi, simbol dan singkatan, serta monitor
pelaksanaannya.
223 Mempunyai regulasi tentang rekam medis pasien dengan satu
nomor rekam medis sesuai dengan sistem penomoran unit
pengaturan urutan berkas Rekam Medis, baik untuk rawat jalan,
rawat inap, gawat darurat dan pemeriksaan penunjang.

224 Menetapkan regulasi tentang spesifikasi dari berkas rekam medis


pasien dalam Pedoman Rekam Medis Rumah Sakit untuk
kesinambungan asuhan oleh PPA.
225 Menetapkan rekam medis pasien gawat darurat yang memuat
waktu kedatangan dan keluar pasien, serta ringkasan kondisi
pasien saat keluar dari gawat darurat dan instruksi tindak lanjut
asuhan.
226 Mengidentifikasi regulasi tentang penetapan individu yang
berwenang mengisi rekam medis dan memahami cara melakukan
koreksi.
227 Menetapkan regulasi tentang individu dan tim review rekam medis
serta termasuk pedoman kerja dan program untuk melaksanakan
review rekam medis secara berkala.
228 Menetapkan regulasi mengenai privasi dan kerahasiaan informasi
terkait data pasien hak akses terhadap isi rekam medis
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
229 Menetapkan regulasi tentang perencanaan kebutuhan staf rumah
sakit yang berdasarkan perencanaan strategis dan perencanaan
tahunan sesuai kebutuhan rumah sakit.
230 Menetapkan regulasi tentang SDM meliputi:

97
1. Penyusunan pola ketenagaan sebagai dasar penetapan
kebutuhan staf di setiap unit.
2. Penempatan dan penempatan kembali staf evaluasi dan
pemutakhiran terus menerus pola ketenagaan yang sesuai
Kompetensi Kewenangan Staf (KKS).
231 Melaksanakan evaluasi dan pemutakhiran terus menerus pola
ketenagaan Sesuai dengan Kompetensi Kewenangan Staf (KKS).
232 Menetapkan jumlah staf Rumah Sakit berdasarkan pertimbangan
misi rumah sakit, keragaman pasien, jenis pelayanan dan teknologi
yang digunakan dalam asuhan pasien.
233 Menetapkan Regulasi tentang persyaratan jabatan, uraian tugas,
tanggung jawab dan wewenang sesuai peraturan perundang-
undangan.
234 Merencanakan kebutuhan staf rumah sakit dengan
mempertimbangkan penempatan atau penempatan kembali dari
satu unit layanan ke lain unit layanan dan harus
mempertimbangkan :
a. faktor kompetensi.

b. Kebutuhan pasien / kekurangan

c. Agama, keyakinan dan nilai-nilai pribadi

235 Menetapkan dan melaksanakan proses rekrutmen staf


tersentralisasi dan efisien oleh Rumah Sakit.
236 Menetapkan dan menyelenggarakan proses seleksi staf klinis
untuk memastikan pengetahuan, keterampilan dan kompetensi
staf klinis sesuai dengan kebutuhan pasien.
237 Melaksanakan proses seleksi staf non klinis untuk memastikan
pengetahuan, keterampilan dan kompetensi staf non klinis sesuai
dengan kebutuhan rumah sakit.
238 Menetapkan regulasi tentang orientasi umum dan khusus bagi
staf klinis dan non klinis baru.
239 Merencanakan program tentang pendidikan dan pelatihan
berdasar data yang meliputi:
a. Hasil dari kegiatan pengukuran mutu dan keselamatan

98
b. monitor dari program manajemen fasilitas

c. penggunaan teknologi medis baru

d. keterampilan dan pengetahuan yang diperoleh melalui evalusi


kinerja

e. prosedur klinis baru

f. rencana memberikan layanan baru di kemudian hari.

240 Menetapkan regulasi tentang pelatihan teknik resusitasi jantung


paru tingkat dasar pada seluruh staf dan tingkat lanjut bagi staf
yang ditentukan oleh rumah sakit tentang ;
1) pelatihan bantuan hidup dasar

2) pelatihan bantuan hidup lanjut

241 Rumah sakit menyelenggarakan dan menetapkan regulasi tentang :

1) kesehatan dan keselamatan staf

2) penanganan kekerasan di tempat kerja

242 Menyelenggarakan Proses penerimaan, kredensial, penilaian


kinerja dan rekredensial staf medis diatur dalam peraturan
internal staf medis (medical staf bylaws)
243 Menetapkan regulasi tentang penetapan kewenangan klinis
berdasarkan rekomendasi dari komite medis dalam bentuk SPK
dan RKK serta termasuk kewenangan tambahan.
244 Melaksanakan proses penilaian kinerja untuk evaluasi mutu
praktik profesional berkelanjutan, etik dan disiplin staf medis.
245 Menetapkan proses penetapan Regulasi tentang rekredensial
Berdasarkan monitoring dan evaluasi berkelanjutan kredensial
anggota staf medis yang dilaksanakan paling sedikit setiap 3
(tiga) tahun ditetapkan kewenangan klinisnya tetap, bertambah
atau berkurang
246 Mempunyai regulasi tentang kredensial staf keperawatan dan
proses yang efektif untuk mengumpulkan, verifikasi dan
mengevaluasi kredensial staf keperawatan (pendidikan,

99
registrasi, izin, kewenangan, pelatihan dan pengalaman)
247 Melaksanakan penetapan SPK dan RKK staf keperawatan dan
rincian kewenangan klinis perawat berdasarkan pendidikan,
registrasi, sertifikasi, izin, pelatihan dan pengalaman anggota staf
keperawatan.
248 Mempunyai regulasi tentang kredensial PPA lainnya dan staf
klinis lainnya serta proses yang efektif untuk mengumpulkan,
verifikasi dan mengevaluasi kredensial profesional pemberi
asuhan (PPA) lainnya dan staf klinis lainnya (pendidikan,
registrasi, izin, kewenangan, pelatihan dan pengalaman).
249 Melaksanakan penetapan SPK dan RKK PPA lainnya dan staf
klinis lainnya serta rincian kewenangan klinis profesional pemberi
asuhan (PPA) lainnya dan staf klinis lainnya berdasarkan
pendidikan, registrasi, sertifikasi, izin, pelatihan dan pengalaman
anggota staf klinis lainnya.
250 Mempunyai regulasi program manajemen risiko fasilitas dan
lingkungan yang dapat terjadi pada pasien, keluarga, staf dan
pengunjung, tertulis, meliputi risiko yang ada:
a. Keselamatan dan keamanan

b. Bahan berbahaya dan beracun (B3) dan limbahnya

c. Penanggulangan bencana (emergensi)

d. Proteksi kebakaran (fire safety) – properti dan para penghuni


dilindungi dari bahaya kebakaran dan asap
e. Peralatan medis – pemilihan, pemeliharaan dan penggunaan
teknologi dengan cara yang aman untuk mengurangi risiko
f. Sistem penunjang (utilitas) – pemeliharaan sistem listrik, air
dan sistem penunjang lainnya dengan tujuan untuk
mengurangi risiko kegagalan operasional
g. mengorganisasikan dan mengelola laporan kejadian/insiden,
melakukan analisa dan upaya perbaikan
Serta adanya regulasi untuk menerapkan program manajemen
yang meliputi:
1) Regulasi peninjauan dan pembaharuan program-program atau

100
sekurang- kurangnya setahun sekali

2) Regulasi bahwa tenant/penyewa lahan tersebut wajib


mematuhi semua aspek program manajemen fasilitas yang
teridentifikasi
251 Menetapkan regulasi tentang penetapan penanggungjawab
manajemen risiko fasilitas dilengkapi dengan uraian tugas,
tanggung jawab dan wewenang yang ditugasi mengawasi
perencanaan dan penerapan program manajemen risiko fasilitas
dan lingkungan Rumah Sakit.
252 Mempunyai program pengawasan terhadap perencanaan dan
penerapan manajemen risiko yang disusun oleh individu atau
organisasi yang ditunjuk yang meliputi:
a. Keselamatan dan keamanan

b. Bahan berbahaya dan beracun (B3) dan limbahnya

c. Penanggulangan bencana (emergensi)

d. Proteksi kebakaran (fire safety) – properti dan para penghuni


dilindungi dari bahaya kebakaran dan asap
e. Peralatan medis – pemilihan, pemeliharaan dan penggunaan
teknologi dengan cara yang aman untuk mengurangi risiko
f. Sistem penunjang (utilitas) – pemeliharaan sistem listrik, air
dan sistem penunjang lainnya dengan tujuan untuk
mengurangi risiko kegagalan operasional
253 Mempunyai regulasi yang mengatur tentang asesmen risiko pra
konstruksi (PCRA).
254 Mempunyai regulasi tentang pengelolaan bahan B3 dan
limbahnya sesuai katagori WHO dan peraturan perundangan,
meliputi :
a. Data inventarisasi B3 dan limbahnya yang meliputi jenis,
jumlah, dan lokasi
b. Penanganan, penyimpanan, dan penggunaan B3 danlimbahnya

c. Penggunaan alat pelindung diri (APD) dan


prosedurpenggunaan, prosedur bila terjadi

101
d. Tumpahan, atau paparan/pajanan;

e. Pemberian label/rambu-rambu yang tepat pada B3 dan


limbahnya

f. Pelaporan dan investigasi dari tumpahan,eksposur(terpapar),


dan insiden lainnya
g. Dokumentasi, termasuk izin, lisensi, atau persyaratanperaturan
lainnya

h. Pengadaan/pembelian B3, pemasok (supplier) wajib


melampirkan material safety data
i. Isheet / lembar data pengaman (MSDS/LDP)

255 Mempunyai regulasi untuk penyimpanan dan pengolahan limbah


B3 secara benar dan aman sesuai ketentuan peraturan
perundang – undangan.
256 Mempunyai regulasi manajemen disaster meliputi :

a. menentukan jenis, kemungkinan terjadi dan konsekuensi


bahaya, ancaman dan kejadian
b. menentukan integritas struktural di lingkungan pelayanan
pasien yang ada dan bila terjadi bencana
c. menentukan peran rumah sakit dalam peristiwa/kejadian
tersebut

d. menentukan strategi komunikasi pada waktu kejadian

e. mengelola sumber daya selama kejadian, termasuk


sumber-sumber alternatif
f. mengelola kegiatan klinis selama kejadian, termasuk
tempat pelayanan alternatif pada waktu kejadian
g. mengidentifikasi dan penetapan peran dan tanggung jawab
staf selama kejadian
h. mengelola keadaan darurat ketika terjadi konflik antara
tanggung jawab pribadi staf dengan tanggung jawab rumah
sakit untuk tetap menyediakan pelayanan pasien.
Serta regulasi tentang manajemen disaster RS dan regulasi
tentang adanya ruang dekontaminasi dalam pedoman pelayanan

102
UGD
257 Mempunyai program proteksi kebakaran (fire safety) yang
memastikan bahwa semua penghuni rumah sakit selamat dari
bahaya api, asap atau keadaan darurat non kebakaran lainnya
meliputi:
a. pencegahan kebakaran melalui pengurangan risiko, seperti
penyimpanan dan penanganan bahan-bahan mudah
terbakar secara aman, termasuk gas-gas medis yang
mudah terbakar seperti oksigen
b. penanganan bahaya yang terkait dengan konstruksi
apapun, di atau yang berdekatan dengan bangunan yang
ditempati pasien
c. penyediaan sarana evakuasi yang aman dan tidak
terhalangi bila terjadi kebakaran
d. penyediaan sistem peringatan dini, deteksi dini, seperti
detektor asap, alarm kebakaran, dan patroli kebakaran
(fire patrols)
e. penyediaan mekanisme pemadaman api, seperti selang
air, bahan kimia pemadam api (chemical suppressants),
atau sistem sprinkler.
258 Mempunyai regulasi tentang penetapan RS sebagai kawasan
bebas rokok dan larangan merokok bagi pasien, keluarga,
pengunjung dan staf, termasuk larangan menjual rokok di
lingkungan rumah sakit.

259 Mempunyai regulasi pengelolaan peralatan medis yang


digunakan di rumah sakit meliput:
a. melakukan inventarisasi peralatan medis yang meliputi
peralatan medis yang dimilik oleh RS, peralatan medis
kerja sama operasional (KSO) milik pihak lain
b. melakukan pemeriksaan peralatan medis secara teratur

c. melakukan uji fungsi peralatan medis sesuai penggunaan


dan ketentuan pabrik
d. melaksanakan pemeliharaan preventif dan kalibrasi

103
260 Mempunyai Regulasi tentang pemantauan dan penarikan kembali
(recall) peralatan medis yang berbahaya, recall/penarikan
kembali, laporan insiden, masalah, dan kegagalan pada
peralatan medis.
261 Mempunyai regulasi pengelolaan sistem utilitas meliputi:

a. Ketersediaan air dan listrik 24 jam setiap hari dan dalam


waktu tujuh hari dalam seminggu secara terus menerus.
b. Membuat daftar inventaris komponen-komponen sistem
utilitas dan memetakan pendistribusiannya dan melakukan
update secara berkala.
c. Pemeriksaan dan pemeliharaan serta perbaikan semua
komponen utilitas yang ada di daftar inventaris.
d. Jadwal pemeriksaan, testing, pemeliharaan semua sistem
utilitas berdasar kriteria seperti rekomendasi dari pabrik,
tingkat risiko dan pengalaman rumah sakit.
e. Pelabelan pada tuas-tuas kontrol sistem utilitas untuk
membantu pemadaman darurat secara keseluruhan atau
sebagian
f. Komponen listrik yang digunakan rumah sakit sesuai
dengan standar dan peraturan perundang-undangan
262 Mempunyai regulasi tentang sistem utilitas penting/utama yaitu
inventarisasi, pemeliharaan, inspeksi dengan kriteria yang
ditentukan untuk sistem utilitas penting yang dilakukan secara
berkala.
263 Mempunyai regulasi tentang sistem utilitas termasuk kerjasama
dengan penyedia air bersih bila terjadi gangguan yang meliputi;
a. mengidentifikasi peralatan, sistem, dan area yang memiliki
risiko paling tinggi terhadap pasien dan staf (sebagai
contoh, rumah sakit mengidentifikasi area yang
membutuhkan penerangan, pendinginan (lemari es),
bantuan hidup/Ventilator, dan air bersih untuk
membersihkan dan sterilisasi alat)

b. menyediakan air bersih dan listrik 24 jam setiap hari dan 7

104
hari seminggu.
c. menguji ketersediaan dan kehandalan sumber tenaga
listrik dan air bersih darurat /pengganti/backup
d. mendokumentasikan hasil-hasil pengujian

e. memastikan bahwa pengujian sumber alternatif air bersih


dan listrik dilakukan setidaknya setiap 6 bulan atau lebih
sering jika dipersyaratkan oleh peraturan perundangan di
daerah, rekomendasi produsen, atau kondisi dari sumber
listrik dan air.
264 Menetapkan regulasi tentang uji coba sumber air bersih dan listrik
alternatif sekurangnya 6 bulan sekali atau lebih sering bila
diharuskan oleh peraturan perundang-undanganan yang berlaku
atau oleh kondisi sumber air.
265 Menetapkan regulasi tentang pemeriksaan air bersih (termasuk
air minum) dan air limbah meliputi:
a. pelaksanaan monitoring mutu air bersih paling sedikit
setiap 1 tahun sekali. Untuk pemeriksaan kimia minimal
setiap 6 bulan sekali atau lebih sering tergantung
ketentuan peraturan perundang-undangan, kondisi sumber
air, dan pengalaman sebelumnya dengan masalah mutu
air. Hasil pemeriksaan didokumentasikan.
b. Pemeriksaan air limbah dilakukan setiap 3 bulan atau lebih
sering tergantung peraturan perundang-undangan, kondisi
air limbah, dan hasil pemeriksaan air limbah terakhir.
c. Pemeriksaan mutu air yang digunakan untuk dialisis ginjal
setiap bulan, untuk menilai pertumbuhan bakteri dan
endotoksin.
d. Pemeriksaan tahunan untuk menilai kontaminasi zat kimia.
Hasil pemeriksaan didokumentasikan
e. Melakukan monitoring hasil pemeriksaan air dan
melakukan perbaikan bila diperlukan.
266 Menetapkan regulasi tentang sistem pelaporan data insiden/
kejadian/kecelakaan dari setiap program manajemen risiko

105
fasilitas.

106
BAB V

TATA LAKSANA

1. PELAYANAN SAAT INI

Ketentuan Umum
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Staf medis yang melakukan praktik kedokteran wajib memiliki Surat Izin
Praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Staf klinis wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3. Setiap tenaga kesehatan harus bekerja sesuai dengan standar profesi,
standar pelayanan Rumah Sakit, standar prosedur operasional yang
berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan
keselamatan pasien.
4. Staf klinis memberikan pelayanan dan asuhan kepada pasien sesuai
dengan kompetensi dan kewenangan yang ditetapkan.
5. Permintaan dan penulisan pemeriksaan serta pemberian informasi
pelayanan yang SERAGAM, diberikan meliputi :
a. Permintaan pemeriksaan serta pemberian informasi pelayanan
dilakukan secara tertulis pada format yang telah tersedia oleh
Bagian rekam medis.
b. Permintaan dan penulisan hasil pemeriksaan serta pemberian
informasi pelayanan dilakukan oleh tenaga kesehatan Rumah
Sakit yang berkompeten di bidang masing-masing
c. Permintaan dan penulisan hasil pemeriksaan dilakukan dengan
mengisi format yang telah disediakan di rekam medis
d. Khusus untuk permintaan pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan radiologi, ditulis dengan menyertakan indikasi
medis dan alasan klinis oleh DPJP
e. Semua hasil pemeriksaan serta pemberian informasi pelayanan
harus diverifikasi oleh DPJP

107
2. SKRINING
a. Skrining Kasus
Petugas harus dapat menyeleksi pasien sesuai dengan kondisi
kegawatdaruratannya sebagai prioritas pertama pelayanan kepada pasien
sesuai dengan ketentuan yang ada untuk pelayanan pasien gawat darurat
yang berlaku dan tidak berdasarkan urutan kedatangan pasien untuk
kemudian memilah pasien berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya
yang tersedia. Kebutuhan pasien akan layanan preventif, kuratif, paliatif, dan
rehabilitatif diprioritaskan berdasarkan kondisi pasien pada saat masuk rumah
sakit.
Pelayanan pasien yang datang ke Unit Gawat Darurat berdasarkan kondisi
kegawatdaruratannya meliputi :

1. Pasien dengan kasus emergency, yaitu pasien yang berada dalam kondisi
sebagai berikut :
 Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat darurat atau akan
menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan
bisa menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan yang tepat
secepatnya.
 Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan
darurat.
 Pasien akibat musibah/kejadian yang tiba-tiba terjadi, tetapi tidak
mengancam nyawa dan anggota badannya.
2. Pasien dengan kasus false emergency, yaitu pasien yang tidak
memerlukan pertolongan segera.

Dalam kegiatan skrining pasien awal di triage primer, perlu dipahami


bahwa kematian dapat terjadi bila seseorang mengalami kerusakan atau
kegagalan dari salah satu sistem atau organ di bawah ini, yaitu :
1. Susunan saraf pusat.
2. Pernafasan.
3. Kardiovaskuler.
4. Hati.
5. Ginjal.

108
6. Pankreas.
Kegagalan dari salah satu sistem atau organ tersebut dapat disebabkan oleh :
1. Trauma/cedera.
2. Infeksi.
3. Keracunan.
4. Degenerasi (failure).
5. Asfiksia
6. Kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah yang besar (excessive loss
of water and electrolyte), dan lain-lain.
Pada kasus tertentu di mana penyakit yang diderita tidak termasuk di
dalam daftar tersebut di atas, penentuan kasus gawat atau tidak gawat
ditentukan oleh dokter yang menangani pasien.

Kegagalan sistem susunan saraf pusat, kardiovaskuler, pernafasan,


dan hipoglikemia dapat meyebabkan kematian dalam waktu yang singkat.
Sedangkan kegagalan sistem organ yang lain dapat meyebabkan kematian
dalam waktu yang relatif lebih lama.

Dengan demikian keberhasilan Penanggulangan Penderita Gawat


Darurat (PPGD) dalam mencegah kematian dan cacat ditentukan oleh :
1. Kecepatan menemukan penderita gawat darurat
2. Kecepatan meminta pertolongan
3. Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan :
a. Di tempat kejadian
b. Dalam perjalanan ke rumah sakit
c. Pertolongan selanjutnya secara mantap dirumah sakit

Beberapa kriteria kasus yang tidak dapat ditangani di rumah sakit


adalah sebagai berikut :
- Pasien dengan diagnosis :
1. TB, dengan XDR / MDR.
2. Gaduh Gelisah (Psikiatri).
3. Gagal ginjal on hemodialisis.
4. HIV AIDS yang memerlukan ARV atau terapi definitif HIV AIDS.
5. Kanker yang perlu konsultan hematologi dan onkologi medis.

109
6. Flu burung (kasus dengan hasil Laboratorium penunjang positif).
7. Flu babi (kasus dengan hasil Laboratorium penunjang positif).
8. SARS (kasus dengan hasil Laboratorium penunjang positif).
 Tidak ada DPJP yang bertugas.
 Tidak tersedia tempat tidur, peralatan, dan pemeriksaan yang sangat
diperlukan oleh pasien.

Unit Gawat Darurat Rumah Sakit yang menyelenggarakan pelayanan


gawat darurat selama 24 jam melaksanakan kegiatan skrining pasien awal di
triage yang dilakukan sebagai penilaian awal kegawatdaruratan pada setiap
pasien yang datang dengan prosedur sebagai berikut :

1. Petugas merespon dengan cepat terhadap kedatangan pasien.


2. Skrining awal dilakukan dalam waktu maksimal 3 menit :
a. Petugas melakukan penilaian kesadaran dengan menggunakan
kriteria Glasgow Coma Scale.
b. Petugas melakukan penilaian jalan nafas pasien (airway), dengan
kriteria sebagai berikut :
 Jalan nafas bebas (pasien bernafas dengan baik).
 Adanya suara tambahan.
 Adanya sumbatan/obstruksi jalan nafas total.
c. Petugas melakukan penilaian pernafasan (breathing) dengan
menghitung frekuensi nafas, jika didapatkan pasien dengan kondisi
kegawatan sistem pernafasan (henti nafas, bradipnea ataupun
takipnea) maka pasien langsung dibawa ke ruang resusitasi untuk
penatalaksanaan lebih lanjut.
d. Petugas memasang pulse oximeter untuk pemeriksaan sirkulasi darah
(circulation) jika didapatkan :
e. Denyut jantung tidak terdengar, cek pulsasi dan segera lakukan
tindakan resusitasi jantung paru sesuai dengan prosedur.
f. Denyut jantung bradikardia ataupun takikardia, pasien segera dibawa
ke ruang resusitasi untuk penatalaksanaan lebih lanjut.
g. SaO2 < 90%, pasien segera dibawa ke ruang resusitasi untuk
penatalaksanaan lebih lanjut.

110
h. Petugas menanyakan keluhan utama pasien jika terdapat keluhan
yang potensial mengancam nyawa (misalnya : kejang, kelemahan/
kelumpuhan anggota gerak, nyeri dada, sesak nafas, dan
sebagainya) maka pasien segera dibawa ke ruang resusitasi untuk
penatalaksanaan lebih lanjut.
i. Hasil pemeriksaan skrining pasien awal di triage primer ditulis di
lembar asesmen.
j. Jika pada hasil skrining pasien awal di triage primer ditemukan pasien
dengan kondisi kegawatan yang potensial dapat mengancam nyawa
maka tindakan pemeriksaan terhadap pasien dilakukan sedemikian
rupa sehingga dapat dilakukan secara terintegrasi di ruang resusitasi
untuk penatalaksanaan lebih lanjut.
k. Jika pada hasil skrining pasien awal di triage primer ditemukan pasien
dengan kondisi tidak ada tanda-tanda kegawatan yang potensial
dapat mengancam nyawa maka tindakan pemeriksaan terhadap
pasien dilakukan di tempat periksa / tempat observasi sesuai dengan
kondisi klinisnya (kasus bedah / non-bedah / obstetri dan ginekologi).
l. Pasien yang dilakukan skrining dilengkapi dengan pemeriksaan
laboratorium dan atau radiologi diagnostik sesuai dengan keluhan
pasien sehingga dapat mengetahui kebutuhannya. Apabila setelah
dilakukan pemeriksaan diagnostik, rumah sakit tidak dapat memenuhi
kebutuhan pasien, maka pasien akan dirujuk ke pelayanan kesehatan
lain yang memiliki fasilitas terkait.
Pemeriksaan Penunjang yang dilakukan pada proses skrining berdasarkan
PPK (Panduan Praktek Klinis):
1. Sindrom Koroner Akut
- EKG
- Laboratorium: DL, Na/K, Ureum, Creatinin, Gula Darah Sewaktu,
SGOT/SGPT, CKMB dan troponin
- Rontgen Thorax
2. Stroke Hemoragik
- CT scan kepala
- Laboratorium: DL, faal hemostasis (PT/APTT, INR), Ureum, Creatinin,
SGOT, SGPT, profil lipid, Na/K.

111
- EKG
- Rontgen Thorax
3. Stroke Iskemik
- CT scan kepala
- Laboratorium: DL, faal hemostasis (PT/APTT), Ureum, Creatinin,
SGOT, SGPT, profil lipid, Na/K.
- EKG
- Rontgen Thorax
4. Appendicitis Acute
- USG
- Laboratorium: DL, UL, tes kehamilan (pada wanita usia produktif)
5. Demam Dengue (Dengue Haemorraghic Fever, Dengue Fever)
- Laboratorium: DL, NS1 antigen atau serologis IgM IgG antidengue

b. Skrining Wilayah
Skrining bisa dilakukan saat pasien berada di luar Rumah Sakit
tempat asal rujukan pasien, pada saat pasien ditransportasi, dan pada saat
pasien tiba di RS (UGD atau Unit Rawat Jalan). Pasien yang berasal dari luar
rumah sakit dapat diskrining melalui surat rujukan maupun melalui telepon
dari fasilitas pelayanan kesehatan yang akan merujuk.

c. Skrining Didalam Rumah Sakit

Skrining didalam rumah sakit merupakan suatu proses deteksi dini


atau usaha untuk mengidentifikasi penyakit atau kelainan. Skrining dapat
dilaksanakan melalui kriteria triase, evaluasi visual atau pengamatan,
pertanyaan, pemeriksaan fisik atau hasil dari pemeriksaan fisik, psikologik,
laboratorium klinik atau diagnostik imajing pasien. Kebutuhan pasien akan
pelayanan preventif, paliatif, kuratif dan rehabilitatif di prioritaskan
berdasarkan kondisi pada waktu proses admisi sebagai pasien rawat inap.
Hal tersebut terdapat pada proses assesmen awal pasien yang dilakukan
petugas, adapun penjelasan dari pelayanan preventif, paliatif, kuratif dan
rehabilitasi sbb
a) Pelayanan Preventif
Adalah sebuah usaha yang dilakukan individu dalam mencegah terjadinya

112
sesuatu yang tidak diinginkan. Prevensi secara etimologi berasal dari
bahasa latin, pravenire yang artinya datang sebelum atau antisipasi atau
mencegah untuk tidak terjadi sesuatu. Dalam pengertian yang sangat luas,
prevensi diartikan sebagai upaya secara sengaja dilakukan untuk mencegah
terjadinya gangguan, kerusakan, atau kerugian bagi seseorang atau
masyarakat.
Upaya preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit dan
gangguan kesehatan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Usaha-
usaha yang dilakukan, yaitu:
a. Pemeriksaan kesehatan secara berkala (balita, bumil, remaja, dll)

b. Pemberian Vitamin A, Yodium

c. Pemeriksaan dan pemeliharaan kehamilan, nifas dan menyusui

d. Deteksi dini kasus dan factor resiko (maternal, balita, penyakit).

e. Imunisasi terhadap bayi dan anak balita serta ibu hamil

b) Pelayanan Paliatif
Pelayanan paliatif adalah pelayanan interdisipliner yang berfokus
pada pasien penyakit serius atau mengancam jiwa. Tujuan pelayanan
paliatif adalah mengurangi beban penyakit, meringankan penderitaan,
dan mempertahankan kualitas hidup dari saat setelah diagnosis. Tujuan
ini dicapai melalui intervensi yang mempertahankan kesejahteraan fisik,
psikologis, sosial dan spiritual, meningkatkan komunikasi dan koordinasi
pelayanan, memastikan pelayanan yang layak secara budaya dan
konsisten dengan nilai-nilai dan preferensi pasien, memberi bantuan
konkrit jika diperlukan dan meningkatkan kemungkinan bahwa pasien
meninggal dengan penderitaan minimal.
c) Pelayanan Kuratif

Kuratif bertujuan untuk merawat dan mengobati anggota keluarga,


kelompok yang menderita penyakit atau masalah kesehatan. Usaha-
usaha yang dilakukan, yaitu :
a.Dukungan penyembuhan, perawatan, contohnya : dukungan psikis
penderita TB

113
b.Perawatan orang sakit sebagai tindak lanjut perawatan dari puskesmas
dan rumah sakit.
c.Perawatan ibu hamil dengan kondisi patologis dirumah, ibu bersalin dan
nifas
d.Perawatan payudara
e.Perawatan tali pusat bayi baru lahir
f. Pemberian obat : Fe, Vitamin A, oralit.
d) Pelayanan Rehabilitatif
Merupakan upaya pemulihan kesehatan bagi penderita-penderita
yang dirawat dirumah, maupun terhadap kelompok-kelompok tertentu
yang menderita penyakit yang sama. Usaha yang dilakukan, yaitu:
a. Latihan fisik bagi yang mengalami gangguan fisik seperti, patah tulang,
kelainan bawaan
b. Latihan fisik tertentu bagi penderita penyakit tertentu misalnya, TBC
(latihan nafas dan batuk), Stroke (fisioterapi).
Dalam pelaksanaannya skrining didalam rumah sakit dilaksanakan
melalui tahapan berikut :
1. Pemeriksaan saat pasien datang
Semua pasien yang datang ke IGD harus diprioritaskan pada saat
kedatangan, oleh tenaga terlatih dan perawat berpengalaman.
Penilaian awal umumnya harus tidak mengambil lebih dari 2 - 5
menit. Penilaian awal tersebut dilaksanakan melalui kriteria triase
yang menggunakan skala triase Australia, selanjutnya petugas
melaksankan penilaian lanjutan.
2. Skrining dilakukan melalui :
a. Kriteria triase (SPO Triase pasien)
b. Evaluasi visual atau pengamatan, (keadaan umum pasien)
c. Pertanyaan (anamnesa pasien)
d. Pemeriksaan fisik atau hasil dari pemeriksaan fisik,
e. Psikologik,
f. Hasil laboratorium klinik atau diagnostik imajing pasien.
g. Ketersediaan kamar rawatan

114
h. Identifikasi kebutuhan pasien berkenaan dengan pelayanan preventif,
paliatif, kuratif, dan rehabilitatif
3. Dokumentasi dilakukan melalui status Rekam Medis IGD yang mencakup
a. Identitas pasien
b. Anamnesis pasien
c. Pemeriksaan fisik
d. Pemeriksaan penunjang
e. Diagnosis pasien

4. Dokumentasi dilakukan melalui status Rekam Medis di admisi yang


mencakup:
a. Identitas pasien
b. Anamnesis pasien
c. Pemeriksaan penunjang

3. REGISTRASI PASIEN

• Pasien memanfaatkan layanan rumah sakit melalui akses rawat jalan,


rawat inap, dan gawat darurat

• Layanan rawat jalan dapat diakses melalui admisi/ registrasi rawat jalan

• Layanan gawat darurat dapat diakses langsung melalui admisi Instalasi


Gawat Darurat dengan melakukan registrasi di Instalasi Gawat Darurat.

• Layanan rawat inap dapat diakses dengan melakukan registrasi di unit


admisi rumah sakit.

• Setiap pasien yang dilayani (rawat jalan, gawat darurat, rawat inap)
harus terdaftar dan memiliki nomor catatan medik.

• Proses pendaftaran rawat jalan dan rawat inap harus dilaksanakan


sesuai dengan panduan atau SPO yang sudah disepakati.

• Proses pendaftaran pelayanan gawat darurat tidak dibolehkan jika akan


memperpanjang respon time pelayanan UGD.

115
4. ALUR PASEN
Semua pasien yang mendapatkan pelayanan perawatan kesehatan atau
yang akan mendapatkan pelayanan kesehatan harus diregistrasi di dalam data
pasien dan mendapatkan nomor rekam medis. Pasien yang diregistrasi meliputi
pasien rawat inap termasuk bayi baru lahir, pasien rawat jalan, dan pasien yang
hanya memeriksakan spesimen (contoh: sampel darah). Keberhasilan
mengidentifikasi pasien menurunkan angka duplikasi registrasi.
a. Proses Penerimaan Pasien Rawat Jalan Poliklinik, UGD dan
Pelayanan Penunjang

1. Pasien datang di bagian pendaftaran dan diterima oleh petugas


pendaftaran.
2. Petugas menanyakan apakah pasien tersebut merupakan pasien baru
(pasien yang baru pertama kali berkunjung, tidak membawa kartu berobat
atau kartu hilang) atau pasien lama.
3. Jika pasien tersebut adalah pasien baru maka petugas pendaftaran
mendaftar pasien tersebut sebagai berikut:
- Petugas pendaftaran mencetak kartu berobat berdasarkan kartu
identitas pasien (KTP).
- Petugas pendaftaran menyerahkan kartu berobat kepada pasien
- Petugas pendaftaran membawa formulir rekam medis pasien ke
poliklinik/UGD/unit pelayanan penunjang yang dituju.
4. Jika pasien tersebut adalah pasien lama maka petugas pendaftaran
mendaftar pasien sebagai berikut :
- Petugas menerima kartu berobat pasien
- Petugas pendaftaran mendaftarkan pasien sesuai dengan pelayanan
yang akan dituju
- Petugas mencetak tracher sesuai kartu berobat pasien
- Petugas rekam medis mengambil map rekam medis pasien sesuai
dengan tracher tersebut lalu didistribusikan ke poliklinik/UGD/unit
pelayanan penunjang yang dituju.

116
Di Unit Poliklinik/UGD/Unit Pelayanan Penunjang:
 Petugas di unit pelayanan memberikan pelayanan kesehatan bagi
pasien
 Apakah pasien perlu dirujuk di unit pelayanan penunjang yang
lain?
Jika Ya, maka pasien membawa formulir rujukan ke unit
pelayanan penunjang yang dituju.
Jika Tidak maka pasien/keluarga pasien dipersilahkan
mengambil obat di bagian farmasi.
Kemudian petugas mengantar pasien ke apotik, pasien
mengambil obat di apotik setelah menyelesaikan pembayaran
administrasi di kasir.
b. Proses Penerimaan Pasien Rawat Inap

1. Pasien rawat inap dari poliklinik


 Pasien diantar oleh petugas poliklinik ke UGD dengan membawa
surat pengantar dari dokter spesialis
 Petugas poliklinik mempersilahkan pasien tidur di brankar UGD
dibantu oleh perawat UGD
 Petugas poliklinik menyerahkan pengantar dari dokter spesialis ke
dokter jaga UGD/perawat UGD
 Dokter jaga UGD memeriksa pasien dan setelah itu mengisi formulir
pengantar untuk mencari kamar dan diserahkan ke keluarga pasien.
Keluarga pasien dipersilahkan untuk booking kamar di bagian front
office (FO).
 Petugas FO menerima formulir pengantar untuk mencari kamar dan
menawarkan pada keluarga pasien kelas mana saja yang masih
tersedia.
 Petugas FO menjelaskan ke keluarga pasien tentang perkiraan biaya
selama perawatan, tata tertib, serta hak dan kewajiban pasien.
 Bila keluarga pasien setuju dengan pilihan kamar tersebut formulir
pengantar untuk mencari kamar diserahkan kembali ke dokter jaga
UGD/perawat UGD.

117
 Dokter jaga UGD mengkonfirmasi ke dokter spesialis yang merawat
tentang instruksi yang tertulis di pengantar rawat inap dan
menginformasikan ruangan perawatan pasien kepada dokter
spesialis.
 Instruksi tersebut dijalankan oleh dokter jaga UGD/perawat UGD.
 Bila kamar pasien sudah siap pasien diantar oleh perawat UGD ke
ruang rawat inap sesuai nomor kamar pasien.

2. Pasien rawat inap dari UGD


 Bila pasien membutuhkan rawat inap, dokter jaga UGD mengisi
formulir pengantar mencari kamar dan diserahkan ke keluarga pasien
dan keluarga pasien dipersilahkan untuk booking kamar di bagian
front office.
 Petugas FO menerima formulir pengantar untuk mencari kamar dan
menawarkan pada keluarga pasien kelas mana saja yang masih
tersedia.
 Petugas FO menjelaskan ke keluarga pasien tentang perkiraan biaya
selama perawatan, tata tertib, serta hak dan kewajiban pasien.
 Bila keluarga pasien setuju dengan pilihan kamar tersebut formulir
pengantar cari kamar diserahkan kembali ke dokter jaga
UGD/perawat UGD.
 Dokter jaga UGD/perawat UGD menawarkan ke pasien untuk memilih
dokter spesialis yang akan merawat pasien tersebut sesuai dengan
diagnosa penyakitnya.
 Setelah itu dokter jaga UGD mengkonsulkan pasien ke dokter
spesialis yang menjadi pilihan pasien/keluarga pasien dan
menginformasikan ruangan perawatan pasien kepada dokter
spesialis.
 Instruksi dokter spesialis tersebut dijalankan oleh dokter jaga
UGD/perawat UGD.
 Bila kamar pasien sudah siap, pasien diantar oleh perawat UGD ke
ruang rawat inap sesuai nomor kamar pasien.

118
c. Pengaturan Kamar Rawat

Terdiri dari kamar perawatan kelas I, II, III, VIP, VVIP, Ruang Bayi,
HCU dan VK( ruang bersalin).
Pengalokasian kamar dikendalikan oleh bagian front office.
Pasien diperbolehkan untuk memilih kelas ruangan rawat inap yang
diinginkan, terkecuali pasien dengan kebutuhan ruang isolasi atau
pelayanan intensif setelah dikaji oleh dokter UGD.
Apabila kelas ruangan rawat inap yang diminta tidak ada akan
ditawarkan kelas yang tersedia. Jika pasien/keluarga pasien tetap
menolak, disarankan untuk dirujuk ke rumah sakit yang menyediakan
ruangan rawat inap yang sesuai dengan keinginan pasien/keluarga pasien.
Sebelumnya petugas front office mem-booking-kan di rumah sakit rujukan
yang dituju sesuai dengan kelas yang diinginkan pasien. Untuk pasien yang
tidak memiliki indikasi rawat inap dapat segera dipulangkan dari rumah sakit
untuk berobat Jalan.

d. Penanganan Pasien Observasi

Pasien dengan kondisi yang memerlukan observasi dilakukan


penanganan di UGD. Proses ini dilakukan untuk observasi kondisi pasien
dalam waktu tertentu (<2 jam).

Proses penanganan pasien observasi, meliputi:

1. Setelah melakukan pemeriksaan pada pasien, petugas UGD (dokter dan


perawat) memberitahu pasien dan keluarga bahwa pasien memerlukan
observasi di UGD.
2. Observasi dilakukan oleh perawat/dokter setiap 5-15 menit sesuai dengan
tingkat kegawatdaruratannya.
3. Observasi dilakukan maksimal 6 jam.
4. Dokter UGD memutuskan apakah pasien bisa rawat jalan atau rawat inap.
5. Petugas UGD (dokter dan perawat) mencatat hasil evaluasi di rekam
medis pasien.

119
e. Penanganan Pasien Bila Tidak Tersedia Tempat Tidur Yang Dituju
(Penuh)

Pasien yang membutuhkan rawat inap tetapi ruangan yang dituju


penuh/tidak tersedia tempat tidur kosong dilakukan penanganan untuk
menindaklanjuti kondisi tersebut.
Proses penanganan pasien bila tidak tersedia tempat tidur yang dituju
(penuh), meliputi:
1. Petugas UGD berkoordinasi dengan petugas FO memastikan
ketersediaan tempat tidur di rumah sakit.
2. Apabila tempat tidur yang dituju tidak tersedia, petugas FO menawarkan
kelas yang tersedia lainnya.
Apabila pasien/keluarga menolak kelas lain yang ditawarkan,
sebagai alternatif dapat dilakukan perujukan pasien ke rumah sakit lain
sesuai kebutuhannya.

5. TRIASE

a. Pengertian

Prosedur seleksi pasien yang masuk ke UGD untuk memperoleh kategori


kegawatdaruratan pasien dan prioritas penanganan pasien yang masuk
ke UGD berdasarkan urgensi kebutuhannya.

b. Tujuan

Sebagai acuan agar petugas UGD mempunyai pedoman dalam


menyeleksi pasien sehingga diperoleh kategori pasien yang masuk ke
UGD dan memudahkan petugas jaga untuk memberi penanganan sesuai
prioritas.

c. Prosedur

1. Pasien masuk ke UGD diterima oleh perawat dan dokter UGD.


2. Dokter jaga memeriksa kondisi pasien saat datang ke UGD, kemudian
menentukan kondisi pasien apakah termasuk pasien gawat darurat,
darurat tidak gawat atau pasien tidak gawat tidak darurat (false
emergency) dengan menggunakan Triage Score.

120
3. Bila triage score > 4 langsung resusitasi dan bila triage score < 4
pasien dikirim ke kamar tindakan bedah maupun non bedah sesuai
dengan kasusnya.

TRIAGE SCORE
VARIABEL DEFINISI SCORE
Usaha Bernafas Normal 0
Inspeksi gerakan dinding dada Dangkal 1
  Retraksi 2
  Tidak Ada 3
Pengisian Kapiler Segera ( < 2" ) 0
Penekanan Kuku Lambat ( >2" ) 1
 

Membuka Mata Spontan 0


Berbicara atau Terhadap
Menurut Perintah Suara 1
atau Rangsangan
Nyeri Tehadap Nyeri 2
  Tidak Ada 3
Reaksi Verbal Baik 0
Kemampuan Bercakap -
Cakap, Kacau 1
Kalimat,Hanya Kata - Kata - kata
Kata, Hanya Tidak Sesuai 2
Tidak dapat
Suara dipahami 3
  Tidak Bereaksi 4

Menurut
Reaksi Motorik Perintah 0
Diperintah dengan Kata Dengan
– Kata Perintah 1
atau Tarikan Fleksi 2
atau Rangsangan Nyeri Extensi 3

4. Pada pasien trauma, tingkat kegawatannya ditentukan dengan Crams score.


Bila Crams score < 6 langsung resusitasi dan apabila score > 6 dilakukan
tindakan sesuai dengan prosedur bedah.
5. Penderita Gawat Darurat
Langsung diresusitasi bila :

121
a. Gagal nafas akut.
b. Henti nafas dan atau henti jantung.
c. Syok.
d. Cedera organ multipel.
e. Eklampsia.
f. Kejang.
Langsung ke ruang tindakan bedah :
a. Semua pasien trauma baik yang gawat darurat maupun yang darurat
tidak gawat.
b. Pasien non trauma seperti : obstruksi, corpus alienum, infeksi.

CRAMS SCORE
VARIABEL SCORE
SIRKULASI  
Pengisian kapiler normal dan TD sistolik > 100
mmHg 2
Pengisian kapiler lambat atau TD sistolik 85 - 90
mmHg 1
Pengisian kapiler tidak ada atau TD sistolik < 45
mmHg 0
PERNAFASAN
Normal 2
Abnormal ( berat,dangkal,atau frekuensi >35 X /
menit ) 1
Tidak ada 0
ABDOMEN
Abdomen dan thoraks tidak nyeri tekan 1
Abdomen rigid,thoraks flail,atau trauma tajam pada
dada atau abdomen 0
MOTORIK
Normal ( menurut perintah ) 2
Reaksi hanya terhadap rasa sakit 1
Tetap pada sikapnya atau tidak ada reaksi 0
PERCAKAPAN
Normal 2
Kacau atau tidak sesuai 1
Tidak ada atau hanya mengerang 0

Langsung dikirim ke ruang kebidanan (VK) :


a. Inpartus pembukaan lengkap atau hampir lengkap.

122
b. Abortus.
c. Kasus patologis kebidanan :
 partus lama/ kasep.
 Antepartum bleeding.
 Ketuban pecah dini (KPD) lebih dari 24 jam atau dengan febris.
 Ruptur uteri.
 Tali pusat terkemuka / menumbung dengan bayi masih hidup.
 Inpartu letak lintang.
 Fetal distres.
 Inpartu letak sungsang dengan riwayat persalinan yang buruk.
 Preeklampsia berat.
 Inpartu dengan bekas sectio secaria.
 Retentio plasenta.
 HPP.
 Inpartu dengan penyakit jantung.
d. Kehamilan Ektopik Terganggu.
e. Torsi kista.
f. Mola hidatidosa yang sudah ekspulsi.
g. Sepsis oleh karena PID.
h. Menorrhagia, metrorhagia atau menometrorhagia.
i. Trauma alat genital wanita.
Ruang tindakan non bedah :
a. Langsung ditangani oleh dokter jaga dan segera dikonsulkan ke
dokter Internis atau dokter jantung untuk kasus seperti :
a) Syok kardiogenik, IMA, gagal jantung akut, aritmia maligna.
b) Gagal nafas akut, serangan asma, pneumothoraks.
c) Koma hiperglikemia, koma hipoglikemia, krisis tiroid.
d) Gagal ginjal, kolik ginjal/ ureter, krisis hipertensi.
e) Hematemesis melena, pankreatitis akut.
f) Keracunan akut.
g) Tifoid dengan intestinal bleeding, syok septic, malaria serebral.
h) DIC, Krisis leukemia.
b. Kasus gawat darurat yang memerlukan tindakan Neurologi :

123
a. Stroke baik Hemorrhagik maupun non Hemorrhagik.
b. Konvulsi misalnya status epileptikus.
c. Kasus gawat darurat yang memerlukan tindakan dari dokter
spesialis anak :
a. Hipertermia atau hipotermia.
b. Kejang atau konvulsi.
c. Gagal nafas akut.
d. Gagal jantung.
e. Syok hipovolemik/ syok anafilaktik.
f. Keracunan akut.
g. Neonatologi :
Asfiksia, IRDS/ RDS, Apneu, Sianosis, Kejang, Persalinan dengan
kelainan (SC, VE, FE), Kelainan kongenital, Pasca bedah,
Hiperbilirubinemia.
d. Pasien gawat darurat di bidang THT :
a. Abses mastoid, Tuli saraf mendadak, Abses septum, Trauma nasal
terbuka,
b. Trauma maksilofasial terbuka, Epistaksis berat, Peritonsiler abses,
Retrofaringeal abses, Parafaringeal abses, Benda asing di esofagus,
Aspirasi benda asing masuk di saluran nafas, Perdarahan pasca
tonsilektomi.
e. Kasus gawat darurat di bidang penyakit Mata
a. Sangat Gawat : Luka Bakar Kimia (Trauma Alkali, Asam), Oklusi
Arteri Retina Sentral.
b. Gawat : Trauma Tajam (Laserasi Kelopak Mata, Erosi Kornea,
Laserasi/Ruptur Kornea atau Sclera), Trauma Tumpul (Edema
Palpebra atau hematoma, Hipema, Dislokasi lensa ke anterior,
Ablasio retina atau perdarahan badan kaca), Trauma Termis, Korpus
Aleinum, Infeksi akut pd mata, Glaukoma Kongestif akut.
f. Kasus Gawat Darurat di bidang Gigi dan Mulut
a. Trauma di daerah gigi dan mulut
b. Infeksi Odontogenis (mis. Plegmon dasar mulut)
c. Pembuatan atau pemasangan Obturator pada kasus kelainan
kongenital Palatoschisis pada bayi baru lahir.

124
g. Pada pasien-pasien yang memerlukan penanganan intensif di ICU
dan dikonsulkan kepada ahli anestesi untuk selanjutnya akan
dirujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas ICU.
6. Pasien Gawat Tidak Darurat :
a. Pasien Bedah : Dilakukan tindakan dan terapi sesuai dengan pedoman
medis teknis sesuai dengan bidang spesialisasi terkait.
b. Pasien Non Bedah : Dilakukan tindakan dan terapi sesuai dengan
pedoman medis teknis sesuai dengan bidang spesialisasi terkait.
7. Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat (False Emergency) :
Pasien yang tidak gawat dan tidak darurat baik bedah maupun non bedah
diberikan terapi oleh dokter jaga UGD dan selanjutnya dipulangkan. Bila
kasus masih meragukan bisa dilakukan observasi terlebih dahulu,
sedangkan bila dibutuhkan perawatan lanjutan, pasien dapat dirawat inap.
8. Pasien emergensi diperiksa dan distabilisasi sesuai kemampuan rumah
sakit sebelum ditransfer.
9. Dalam keadaan bencana (disaster) maka penderita atau korban diseleksi
dengan cara sebagai berikut :
Kenali segera pasien yang berada dalam keadaan gawat darurat dan yang
mengancam nyawa, kelompokkan pasien sesuai tingkat kegawatannya
dengan label warna sebagai berikut :
a. Label merah
Pasien gawat darurat yang merupakan prioritas pertama pada
penanganan dan pertolongan diberikan segera pada saat ditemukan
atau saat pertama pasien diterima.
b. Label kuning
Pasien darurat tidak gawat yang merupakan prioritas
kedua.pertolongan diberikan setelah pasien dengan label merah
ditangani.
c. Label hijau
Penanganan seperti pelayanan biasa tidak perlu segera,
penanganan dan pemindahan bersifat terakhir.
d. Label hitam
Pasien sudah meninggal dan dapat langsung dipindahkan ke ruang
jenazah.

125
Label warna tersebut ditulis di blangko rekam medis UGD dengan cara
mencentang kolom M,K,HJ atau H.
     
M K HJ H

6. PELAYANAN HCU
Pelayanan HCU diberikan kepada pasien dengan kondisi kritis stabil yang
membutuhkan pelayanan, pengobatan dan pemantauan secara ketat tanpa
penggunaan alat bantu misalnya ventilator dan terapi titrasi.
Pelayanan HCU meliputi pemantauan pasien secara ketat, menganalisis
hasil pemantauan dan melakukan tindakan medik dan asuhan keperawatan
yang diperlukan.
Ruang lingkup pemantauan yang harus dilakukan antara lain:
1. Tingkat kesadaran. .
2. Fungsi pernapasan dan sirkulasi dengan interval waktu minimal 4 (empat) jam
atau disesuaikan dengan keadaan pasien.
3. Oksigenasi dengan menggunakan oksimeter secara terus menerus.
4. Keseimbangan cairan dengan interval waktu minimal 8 (delapan) jam atau
disesuaikan dengan keadaan pasien.

Tindakan medik dan asuhan keperawatan yang dilakukan adalah:


1. Bantuan Hidup Dasar/ Basic Life Support (BHD/ BLS) dan Bantuan Hidup
Lanjut/Advanced Life Support (BHD/ALS)
a. Jalan nafas (Airway): Membebaskan jalan nafas, bila perlu
menggunakan alat bantu jalan nafas, seperti pipa oropharingeal atau
pipa nasopharingeal. Dokter HCU juga harus mampu melakukan
intubasi endotrakea bila diindikasikan dan segera memindahkan/
merujuk pasien ke lCU.
b. Pernafasan/ ventilasi (Breathing): Mampu melakukan bantuan nafas
(breathing support) dengan bag-mask-valve.
c. Sirkulasi (Circulation): resusitasi cairan, tindakan defibrilasi, tindakan
kompresi jantung luar.
2. Terapi oksigen
Memberikan oksigen sesuai kebutuhan pasien dengan berbagai alat

126
pengalir oksigen, seperti: kanul nasal, sungkup muka sederhana, sungkup
muka dengan reservoir, sunggup muka dengan katup dan sebagainya.
3. Penggunaan obat-obatan untuk pemeliharaan/ stabilisasi (obat inotropik,
obat anti nyeri, obat aritmia jantung, obat-obat yang bersifat vasoaktif, dan
4. Nutrisi enteral atau nutrisi parenteral campuran.
5. Fisioterapi sesuai dengan keadaan pasien.
6. Evaluasi seluruh tindakan dan pengobatan yang telah diberikan

Kriteria Pasien Masuk Dan Keluar Ruang High Care Unit (HCU)
a. Pengertian
Ruang High Care Unit (HCU) adalah unit pelayanan di rumah sakit bagi
pasien dengan kondisi respirasi, hemodinamik dan kesadaran yang stabil
yang masih memerlukan pengobatan, perawatan dan observasi secara
ketat. Pelayanan HCU adalah pelayanan medik pasien dengan kebutuhan
memerlukan pengobatan, perawatan, dan observasi secara ketat dengan
tingkat pelayanan yang berada di antara ICU dan ruang rawat inap (tidak
perlu perawatan ICU namun belum dapat dirawat di ruang rawat biasa
karena memerlukan observasi yang ketat).

b. Kriteria Pasien
1. Indikasi Masuk
a. Pasien dengan gagal organ tunggal yang mempunyai resiko tinggi
untuk terjadi komplikasi
b. Pasien yang memerlukan perawatan perioperatif
2. Indikasi Keluar
a. Pasien sudah stabil yang tidak lagi membutuhkan pemantauan yang
ketat
b. Pasien yang memburuk sehingga perlu pindah ke ICU
3. Pasien yang tidak perlu masuk HCU
a. Pasien dengan fase terminal suatu penyakit (misalnya kanker
stadium akhir)
b. Pasien/ keluarga menolak untuk dirawat di ruang HCU (atas dasar
informed consent)
Beberapa keadaan yang memerlukan perawatan HCU antara lain:

127
1. Sistem Kardiovaskuler
a. Miokard Infark dengan Hemodinamik stabil
b. Gangguan irama jantung dengan hemodinamik stabil
c. Gangguan irama jantung yang memerlukan pacu jantung
sementara/menetap dengan hemodinamik stabil
d. Gagal Jantung Kongestif NYHA kelas I atau II
e. Hipertensi urgensi tanpa ada gagal organ target
2. Sistem Pernapasan
Gangguan pernapasan yang memerlukan fisioterapi yang intensif dan
agresif
3. Sistem Saraf
a. Cedera kepala sedang sampai berat yang stabil dan memerlukan
tirah baring dan memerlukan pemeliharaan jalan napas secara
khusus, seperti hisap lendir
b. Cedera sumsum tulang belakang leher yang stabil
4. Sistem Saluran Pencernaan
Perdarahan saluran cerna bagian atas tanpa hipotensi dan respon dengan
pemberian cairan
5. Sistem Endokrin
Diabetik Ketoasidosis dengan infuse insulin kontinyu
6. Pembedahan
Pasca bedah besar dengan hemodinamik stabil, tetapi masih memerlukan
resusitasi cairan dan pengawasan
7. Kebidanan dan Kandungan
Preeklamsia pada kehamilan atau pasca persalinan

c. Checklist pasien masuk high care unit :


- Kesadaran:
□ GCS 8-14
□ Apatis
□ Delirium
□ Somnolen
□ Sopor
- Jalan Napas

128
□ Sumbatan parsial jalan napas (snoring, gargling, stidor)
□ Memerlukan pemeliharaan jalan nafas atau hisap lender berkala
□ Resiko aspirasi
□ Gangguan menelan
- Pernafasan
□ Frekuensi nafas >24 atau <10x/menit, tanpa gagal nafas
□ Saturasi perifer O2 >95%
□ Memerlukan terapi oksigen
- Sirkulasi
□ Denyut jantung > 110 atau < 50x/menit dengan pulsasi lemah
□ Gangguan irama jantung
□ Nyeri dada akut
□ MAP 65-110 mmHg
□ Dehidrasi berat>10%
□ Turgor kulit menurun
□ CRT > 2 detik
□ Produksi urine < 0,5 cc/KgBB/jam
□ Perdarahan 20-30% EBV
□ Memerlukan monitoring tanda vital berkala
□ Memerlukan pemeriksaan EKG berkala
□ Memerlukan monitoring cairan ketat
- Lain – Lain
□ Pasca operasi besar
□ Kehamilan atau pasca persalinan dengan komplikasi
□ Pemantauan gula darah berkala, dengan infus insulin kontinu
□ Pasca perawatan ICU
□ Gangguan elektrolit berat (K <2, Na <120 )
□ Trombistopenia dengan resiko perdarahan
□ Persiapan donor organ
□ Kejang berulang
□ Multiple trauma
□ Penyakit penyerta > 1
Keterangan : Indikasi masuk HCU bila memenuhi minimal 3 kriteria di
atas dengan hemodinamik stabil atau tanpa gagal napas.

129
d. Checklist Pasien Keluar High Care Unit
Kesadaran
□ GCS 15
□ GCS 8-14
□ GCS <8
Jalan Napas
□ Sumbatan parsial jalan napas (snoring, gargling, stidor)
□ Jalan napas paten
Pernapasan
□ Frekuensi nafas 12-20x/ menit
□ Ancaman gagal nafas
□ Saturasi perifer O2 > 95%
□ Saturasi O2 <95%
□ Memerlukan ventilasi mekanik
Sirkulasi
□ Denyut jantung 60-100 x/menit dengan pulsasi kuat
□ Denyut jantung<50x menit
□ MAP 65 – 110 mmHg
□ MAP > 110 mmHg
□ MAP < 65 mmHg
□ CRT > 2 detik
□ CRT < 2 detik
□ Ganguan irama jantung, dengan gangguan hemodinamik
Kondisi lain:
 Indikasi keluar HCU bila memenuhi minimal 3 kriteria di atas.
 Keluar HCU (jika kondisi pasien membaik pindah keruangan, jika
memburuk pindah ke ICU).
 Menolak intervensi aktif, terapi bantuan hidup (menandatangani form
penolakan tindakan).
 Pasien / keluarga menghendaki dirawat diluar ruang rawat intensif

130
Prosedur Masuk dan Keluar Ruang Perawatan HCU
a. Dokter Penanggung Jawab Pasien ( DPJP ) menginformasikan kepada
penanggung jawab pasien terkait dengan kondisi pasien untuk masuk / keluar
dari ruang high care unit
b. Penanggung jawab pasien dianjurkan untuk ke bagian FO
c. Perawat ruangan diinformasikan oleh bagian FO terkait dengan masuk /
keluarnya pasien dari ruang HCU
d. Perawat ruangan menghubungi perawat ruang HCU terkait kondisi pasien
yang akan dirawat di ruang HCU

A. Indikasi Pasien Masuk Berdasarkan Diagnosis


1. Sistem Kardiovaskuler
a. Miokard infark dengan hemodinamik stabil
b. Gangguan irama jantung dengan hemodinamik stabil
c. Gangguan irama jantung dengan hemodinamik stabil
d. Gagal jantung kongestif NYHA class 1 dan 2
e. Hipertensi “ urgensi” tanpa adanya kegagalan organ
2. Sistem Pernapasan
a. Kegagalan pernapasan yang memerlukan fisioterapi yang intensif dan
agresif
3. Sistem saluran pencernaan
Pendarahan sistem pencernaan bagian atas tanpa adanya hipotensi
ortotastik dan respon terhadap pemberian cairan
4. Endokrin
DKA dengan infus insulis yang konstan
5. Bedah
Paska bedah besar dengan hemodinamik stabil yang memerlukan resusitasi
cairan serta pemantauan
6. Kebidanan dan kandungan
Pre eklamsia pada kehamilan dan pasca persaliann

Indikasi Pasien Keluar


1. Pasien yang sudah stabil dan tidak membutuhkan perawatan ketat
2. Pasien yang menolak perawatan diruang high care unit

131
A. Persiapan penerimaan pasien
a. Ruang high care unit mendapat informasi dari bagian admission
terkait dengan pasien yang akan dirawat di ruang intensif
b. Perawat UGD atau ruangan menghubungi perawat ruang high care
unit terkait dengan kondisi pasien yang akan dirawat di ruang high
care unit
c. Perawat ruang high care unut menyiapkan fasilitas yang diperlukan
B. Monitoring pasien
a. Setiap pasien yang dirawat di ruang high care unit dilakukan monitoring
tanda – tanda vital selama 24 jam
b. Bila ada gambaran monitoring yang menggambarkan kelainan, perawat
menginformasikan kepada DPJP/dokter jaga UGD
C. Pengiriman rujukan
a. DPJP menginformasikan kepada penanggung jawab pasien terkait
pemeriksaan yang akan dilakukan atau dirujuk ke rumah sakit lain
b. Perawat ruang High care unit menginformasikan kepada petugas
administrasi rawat inap
c. Penanggung jawab pasien mengisi formulir inform consent
d. Perawat menghubungi diver untuk informasi penggunaan mobil
ambulans
D. Rekam medis
a. Rekam medis pasien yang meninggal / pulang / pindah ke rumah sakit
lain dilengkapi oleh DPJP
b. Setelah dilengkapi di kirim ke bagian rekam medis disertai buku
ekspedisi
E. Pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan
a. Kegiatan pelayanan yang diberikan pada pasien ditulis pada flow sheet
yang sudah tersedia
b. Informasi pasien yang tertulis di dalam flow sheet, dirangkum oleh
penanggung jawab shift
c. Setiap shift jaga melakukan pelaporan dan serah terima pasien
F. Evaluasi hasil perawatan
a. Kegiatan pelayanan pada bulan terkait dirangkum dan
didokumentasikan pada laporan bulanan ruang

132
b. Informasi yang memerlukan tindak lanjut dengan bagian lain ditindak
lanjuti sesuai dengan prosedur yang berlaku

Alur Transfer Pasien HCU

pasien

rawat ruang rawat inap


jalan/rujukan

UGD

admisi rawat inap

tidak
jaminan umum?

ya
persetujuan rawat inap

radiologi ya
penunjang?
laboratorium
tidak
konsul dokter

perawatan di
ruangHCU Pulang Paksa
ya tidak Dirujuk
ruang rawat inap kondisi pasien Meninggal
stabil?

proses pembayaran

pasien pulang

133
7. DISCHARGE PLANNING

a. Kriteria Discharge Planning Rumah Sakit Risa Sentra Medika Lombok Timur
Pemulangan pasien dari rumah sakit dilakukan kepada :
1. Semua pasien yang telah menjalani perawatan di Rumah Sakit Risa
Sentra Medika Lombok Timur baik dari OK, ruang perawatan, neonatus,
HCU, VK
2. Semua pasien yang akan menjalani rawat inap dan yang akan menjalani
rawat jalan di Rumah Sakit Risa Sentra Medika Lombok Timur.
Rencana pemulangan pasien (discharge planning) dilakukan oleh dokter dan
perawat baik pada pasien pulang dalam kondisi sembuh, kritis, ataupun atas
permintaan sendiri.
b. Tahap – Tahap Discharge Planning
1. Pengkajian
Pengkajian mencakup pengumpulan dan pengorganisasian data tentang
pasien. Ketika melakukan pengkajian kepada pasien, keluarga
merupakan bagian dari unit perawatan. Pasien dan keluarga harus aktif
dilibatkan dalam proses discharge planning agar transisi dari rumah sakit
ke rumah dapat efektif, baik pada pasien yang baru datang pertama kali
di rumah sakit maupun persiapan pasien yang akan pulang sembuh
maupun kondisi kritis.
Elemen penting dari pengkajian discharge planning adalah :
a. Data kesehatan.
b. Data pribadi.
c. Pemberi perawatan.
d. Lingkungan.
e. Keuangan dan pelayanan yang dapat mendukung.
2. Diagnosa
Diagnosa berdasarkan pada pengkajian discharge planning,
dikembangkan untuk mengetahui kebutuhan pasien dan keluarga.
Keluarga sebagai unit perawatan berdampak terhadap anggota keluarga
yang membutuhkan perawatan. Penting untuk menentukan apakah
masalah tersebut aktual atau potensial, serta dapat menentukan apakah
pasien datang pertama kali akan menjalani persiapan akan pulang.

134
3. Perencanaan
Perencanaan pemulangan pasien membutuhkan identifkasi
kebutuhan spesifik pasien. Kelompok perawat berfokus pada kebutuhan
perawatan selanjutnya dengan baik serta untuk mempersiapkan
pemulangan pasien yang disingkat dengan METHOD, yaitu :
a. Medication (obat)
Pasien sebaiknya mengetahui obat yang harus dilanjutkan setelah
pulang.
b. Environment (lingkungan)
Lingkungan tempat pasien akan pulang dari rumah sakit
sebaiknya aman. Pasien sebaiknya juga memiliki fasilitas pelayanan yang
dibutuhkan untuk kontinuitas perawatannya serta penentuan tanggal
kapan pasien akan kontrol dan fasilitas kesehatan yang akan dituju.
c. Treatment (pengobatan)
Perawat harus memastikan bahwa perawatan dan pengobatan di
rumah sakit dapat berjalan baik sesuai dengan kebutuhan pasien, serta
dapat melanjutkan perawatan lanjutan dengan baik setelah pasien
pulang, yang dilakukan oleh pasien atau anggota keluarga. Jika hal ini
tidak memungkinkan, perencanaan harus dibuat sehingga seseorang
dapat berkunjung kerumah untuk memberikan keterampilan perawatan,
serta antisipasi terhadap pasien yang harus diketahui oleh keluarga
pasien, apabila pasien mengalami kondisi kegawatan.
d. Health Teaching (pengajaran kesehatan)
Pasien yang akan pulang sebaiknya diberitahu bagaimana
mempertahankan kesehatan termasuk tanda dan gejala yang
mengindikasikan kebutuhan perawatan kesehatan tambahan.
e. Outpatient referral
Pasien seharusnya mengenal pelayanan dari rumah sakit atau
agen komunitas lain yang dapat meningkatkan perawatan yang kontinu
selama dirawat di rumah sakit serta keluarga mengetahui kapan pasien
akan menjalani kontrol, dimana, dan kepada siapa pasien akan menjalani
kontrol.
f. Diet
Pasien sebaiknya diberitahu tentang pembatasan pada dietnya.

135
Pasien sebaiknya mampu memilih diet yang sesuai untuk dirinya.
4. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan rencana pemulangan dan rujukan.
Seluruh rencana pemulangan yang diberikan harus didokumentasikan pada
catatan perawat dan ringkasan pulang (discharge planning). Instruksi tertulis
diberikan kepada pasien. Pasien dan pemberi perawatan harus memiliki
keterbukaan dan melakukannya dengan alat yang akan digunakan di rumah.
5. Evaluasi
Perencanaan dan penyerahan harus diteliti dengan cermat untuk
menjamin kualitas dan pelayanan yang sesuai. Evaluasi berjalan terus –
menerus serta membutuhkan revisi dan juga perubahan. Evaluasi lanjut dari
proses pemulangan biasanya dilakukan seminggu setelah pasien berada di
rumah. Ini dapat dilakukan melalui telepon, kuisioner atau kunjungan rumah
(home visite).
c. Penyerahan
Penyerahan home care dilakukan sebelum pasien pulang. Informasi
tentang pasien dan perawatannya diberikan kepada petugas tersebut, seperti
informasi tentang jenis pembedahan, pengobatan (termasuk kebutuhan terapi
cairan intravena di rumah), status fisik dan mental pasien, faktor sosial yang
penting (seperti kurangnya pemberian perawatan atau tidak ada pemberi
perawatan), dan kebutuhan yang diharapkan oleh pasien. Transportasi harus
tersedia pada saat ini.
d. Keberhasilan Rencana Pemulangan
Keberhasilan rencana pemulangan tergantung pada 6 variabel, yaitu:
1. Derajat penyakit dan penyakit penyertanya.
2. Hasil yang diharapkan dari perawatan.
3. Durasi perawatan yang dibutuhkan.
4. Jenis – jenis pelayanan yang dibutuhkan dan obat pulang.
5. Komplikasi tambahan.
6. Ketersediaan sumber – sumber.
Perencanaan pemulangan pasien dilakukan dalam waktu maksimal 2x24
jam setelah pasien rawat inap, sedangkan untuk pasien yang pemulangannya
kritis dilakukan perencanaan dalam waktu maksimal 1x24 jam setelah pasien
rawat inap dengan kriteria sebagai berikut:

136
a. Pasien geriatri dengan gangguan pengelihatan dan pendengaran.
b. Pasien dengan gangguan mobilitas misalnya: stroke, pasien post operasi,
multiple fraktur, luka bakar yang luas, pasca amputasi, pasien lumpuh, pasien
dengan ulkus diabetikum.
c. Pasien yang tidak mampu melanjutkan pengobatan secara mandiri misalnya:
post partum, luka bakar daerah punggung.
d. Pasien yang tidak mandiri, misal: bayi dan anak.
e. Pasien dengan katarak, pasien buta dan pasien tersebut tinggal sendiri tanpa
keluarga.
Kriteria pemulangan pasien didasarkan pada PPK (Panduan Praktek
Klinis), dimana indikator medis pasien dapat keluar dari RS apabila kondisi
pasien membaik.

8. PELAYANAN DOKTER PENANGGUNG JAWAB PELAYANAN (DPJP)

Untuk mempertahankan kontinuitas pelayanan selama pasien tinggal di


rumah sakit, staf yang bertanggung jawab secara umum terhadap pelayanan
pasien atau pada fase pelayanan tertentu diketahui dengan jelas. Staf yang
dimaksud dapat seorang dokter (Dokter Penanggung Jawab Pelayanan - DPJP)
atau staf lain yang mampu. DPJP adalah seorang dokter, sesuai dengan
kewenangan klinisnya terkait penyakit pasien, memberikan asuhan medis
lengkap kepada satu pasien dengan satu patologi / penyakit, dari awal sampai
dengan akhir perawatan di rumah sakit, baik pada pelayanan rawat jalan dan
rawat inap. Asuhan medis lengkap artinya melakukan asesmen medis sampai
dengan implementasi rencana serta tindak lanjutnya sesuai kebutuhan pasien.
Pasien dengan lebih dari satu penyakit dikelola oleh lebih dari satu DPJP
sesuai kewenangan klinisnya, dalam pola asuhan secara tim atau terintegrasi.
Contohnya pada pasien dengan Diabetes Mellitus, Katarak dan Stroke, dikelola
oleh lebih dari satu DPJP yaitu Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Dokter
Spesialis Mata dan Dokter Spesialis Saraf.
Bila pasien dikelola oleh lebih dari satu DPJP, maka asuhan medis
tersebut dilakukan secara terintegrasi atau secara tim diketuai oleh seorang
DPJP Utama. Peran DPJP utama adalah sebagai koordinator proses
pengelolaan asuhan medis bagi pasien yang bersangkutan, dengan tugas

137
menjaga terlaksananya asuhan medis secara komprehensif, terpadu, efeketif,
mengutamakan keselamatan pasien, menjaga komunikasi efektif, membangun
sinergisme, dan mencegah duplikasi. Dokter yang memberikan pelayanan
interpretatif, misalnya memberikan uraian / data tentang hasil laboratorium atau
radiologi, tidak dipakai istilah DPJP, karena tidak memberikan asuhan medis
yang lengkap.
Asuhan pasien (patient care) diberikan dengan pola Pelayanan Fokus
pada Pasien (Patient Centered Care), dan DPJP merupakan Ketua (Team
Leader) dari tim yang terdiri dari para professional pemberi asuhan pasien / staf
klinis dengan kompetensi dan kewenangan yang memadai, yang terdiri dari
dokter, perawat, ahli gizi, apoteker, fisioterapis, dan sebagainya.
a. Kriteria DPJP
Rumah Sakit Risa Sentra Medika Lombok Timur mengatur agar
Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) yang dapat memberikan
pelayanan di Rumah Sakit Risa harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Dokter umum/dokter gigi/dokter spesialis yang memilik Surat Ijin Praktek
(SIP) dan SPK/RKK (Surat Pengajuan Klinis/Rincian Kewenangan Klinis)
di Rumah Sakit Risa Sentra Medika Lombok Timur.
2. Dokter dengan Spesialisasi khusus (tidak ada di NTB) ditetapkan dengan
Surat Tugas dari Direktur Rumah Sakit.
b. Asuhan Pasien
Panduan ini berlaku pada semua lini pelayanan rumah sakit yang
meliputi : unit gawat darurat, rawat jalan, rawat inap, ruang bersalin/VK, dan
ruang perawatan khusus (HCU, neonatus) yang ada di Rumah Sakit Risa
Sentra Medika Lombok Timur.
Asuhan pasien dalam konteks Pelayanan Fokus pada Pasien
(Patient Centered Care), dilakukan oleh semua profesional pemberi asuhan,
antara lain dokter, perawat, ahli gizi, apoteker, dan sebagainya, disebut
sebagai Tim Interdisiplin.
Asuhan pasien yang dilakukan oleh masing-masing pemberi asuhan,
terdiri dari 2 blok kegiatan, yaitu:
1. Asesmen pasien, terdiri dari 3 langkah :
a. Pengumpulan informasi, antara lain anamnesa, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang, dan sebagainya.

138
b. Analisis informasi yang menghasilkan diagnosis, masalah atau
kondisi, untuk mengidentifikasi kebutuhan pelayanan pasien.
c. Menyusun rencana (care plan) pelayanan dan pengobatan, untuk
memenuhi kebutuhan pelayanan pasien.
2. Implementasi rencana
a. Asuhan medis di rumah sakit diberikan oleh dokter spesialis yang
disebut sebagai DPJP.
b. Di unit gawat darurat, dokter jaga yang telah menjalani pelatihan
bersertifikat kegawatdaruratan, antara lain ATLS, ACLS, PPGD,
menjadi dokter penanggung jawab pada saat asuhan awal pasien
gawat darurat.
c. Saat pasien dikonsul / rujuk ke dokter spesialis dan memberikan
asuhan medis, maka dokter spesialis tersebut menjadi DPJP pasien
menggantikan dokter jaga sebelumnya.
c. Penunjukan DPJP
1. Penunjukan seorang DPJP dapat antara lain berdasarkan permintaan
pasien, jadwal praktek, jadwal jaga, dan konsul/rujukan langsung.

2. Pergantian DPJP perlu pengaturan rinci tentang alih tanggung jawabnya.


Tidak dibenarkan pergantian DPJP yang rutin, contoh mengikuti pola hari
setiap minggu.
3. Kriteria penunjukan DPJP Utama untuk seorang pasien sebagai berikut :
a. DPJP utama dapat merupakan pilihan dari pasien
b. DPJP utama dapat merupakan DPJP yang pertama kali mengelola
pasien pada awal perawatan
c. DPJP utama dapat merupakan DPJP yang mengelola pasien dengan
penyakit dalam kondisi (relatif) terparah
d. DPJP utama dapat ditentukan melalui kesepakatan antar para DPJP
terkait

d. Tanggung jawab DPJP


a. Mengkoordinasikan pelayanan selama pasien dirawat, diketahui dan
tersedia dalam seluruh fase asuhan dan waktu rawat inap pasien.
b. Melaksanakan pelayanan pasien secara kompeten.

139
c. Menyiapkan dokumentasi tentang rencana pelayanan pasien.
d. Meningkatkan kontinuitas pelayanan, koordinasi, kepuasan pasien,
kualitas pelayanan dan hasil yang diharapkan, terutama bagi pasien
kompleks tertentu dan pasien lain yang ditentukan.
e. Melakukan kerja sama dengan pemberi pelayanan kesehatan lain.
e. Tata Laksana DPJP
1. Setiap pasien yang mendapat asuhan medis di rumah sakit baik rawat
jalan maupun rawat inap harus memiliki DPJP.
2. Apabila terdapat DPJP baru maka diberikan informasi melalui memo
intern ke seluruh unit di rumah sakit.
3. Di unit gawat darurat dokter jaga menjadi dokter penanggung jawab pada
pemberian asuhan medis awal / penanganan kegawatdaruratan.
Kemudian selanjutnya saat pasien dikonsul / rujuk ditempat (on site) atau
lisan ke dokter spesialis dan dokter spesialis tersebut memberikan
asuhan medis (termasuk instruksi secara lisan) maka dokter spesialis
tersebut telah menjadi DPJP pasien yang bersangkutan.
4. Apabila pasien mendapat asuhan medis lebih dari satu DPJP, maka
harus ditunjuk DPJP utama yang berasal dari para DPJP pasien terkait.
Semua DPJP tersebut bekerja secara tim dalam tugas mandiri maupun
kolaboratif. Peran DPJP utama adalah sebagai koordinator proses
pengelolaan asuhan medis bagi pasien yang bersangkutan.
5. Setiap penunjukan DPJP harus diinformasikan dan mendapat persetujuan
pasien dan atau keluarganya.
6. Koordinasi dan transfer informasi antar DPJP dilakukan secara lisan dan
tertulis sesuai kebutuhan. Bila ada pergantian DPJP, pencatatan di rekam
medis harus jelas tentang alih tanggung jawabnya.
7. Pada keadaan khusus misalnya seperti konsul saat pasien di atas meja
operasi / sedang dioperasi, dokter yang dirujuk tersebut melakukan
tindakan / memberikan instruksi, maka secara langsung menjadi DPJP
juga bagi pasien tersebut.
8. Dalam pelaksanaan pelayanan dan asuhan pasien, bila DPJP dibantu
oleh dokter lain (antara lain dokter ruangan), maka DPJP yang
bersangkutan harus memberikan supervisi, dan melakukan validasi

140
berupa pemberian paraf / tandatangan pada setiap catatan kegiatan
tersebut di rekam medis.
9. Asuhan pasien dilaksanakan oleh para profesional pemberi asuhan yang
bekerja secara tim interdisiplin sesuai konsep Pelayanan Berfokus pada
Pasien (Patient Centered Care), DPJP sebagai ketua tim (Team Leader)
harus proaktif melakukan koordinasi dan mengintegrasikan asuhan
pasien, serta berkomunikasi efektif dalam tim.
10. DPJP harus aktif dan intensif dalam pemberian edukasi/informasi
kepada pasien karena merupakan elemen yang penting dalam konteks
Pelayanan Berfokus pada Pasien (Patient Centered Care), selain juga
merupakan kompetensi dokter
11. Pendokumentasian yang dilakukan oleh DPJP di rekam medis harus
mencantumkan nama dan paraf / tanda tangan. Pendokumentasian
tersebut dilakukan antara lain di form asesmen awal medis, catatan
perkembangan pasien terintegrasi / CPPT (Integrated note), form
asesmen pra anestesi/sedasi, instruksi pasca bedah, form
edukasi/informasi ke pasien, dan sebagainya. Termasuk juga
pendokumentasian keputusan hasil pembahasan tim medis, hasil ronde
bersama multi kelompok staf medis / departemen, dan sebagainya.
12. Asuhan untuk setiap pasien direncanakan oleh dokter penanggung
jawab pelayanan (DPJP) dalam waktu 24 jam sesudah pasien masuk
rawat inap.Asuhan pasien harus individual dan berdasarkan data
asesmen awal pasien
13. Memberi catatan/notasi pada CPPT untuk antara lain : perhatian,
koreksi, arahan, instruksi sebagai wujud integrasi.
14. Memberi paraf (verifikasi) pada setiap lembar CPPT bila asuhan sudah
sesuai dengan rencana dan pencapaian sasaran,beri paraf pada pojok
kanan bawah tiap lembar CPPT.
15. Pada kasus tertentu DPJP sebagai ketua tim dari para profesional
pemberi asuhan bekerja sama erat dengan Manajer On Duty (MOD) agar
terjaga kontinuitas pelayanan.
16. Pada setiap rekam medis harus ada pencatatan tentang DPJP, dalam
satu formulir yang diisi secara periodik sesuai kebutuhan, yaitu nama dan

141
gelar setiap DPJP, tanggal mulai dan akhir penanganan pasien. Daftar ini
bukan berfungsi sebagai daftar hadir.
17. Apabila DPJP tidak dapat melaksanakan pelayanan pada pasien, maka
dilakukan transfer tanggung jawab terkait pasien kepada dokter pengganti
yang memiliki kompetensi yang sama.
18. Apabila pada hari libur, DPJP tidak dapat melakukan pelayanan pada
pasien rawat inap, maka dapat digantikan oleh dokter jaga UGD dengan
pelimpahan wewenang secara mandat

9. PROSES TRANSFER PASIEN


Transfer pasien adalah pemindahan pasien dari suatu rumah sakit ke
rumah sakit lain akibat alasan medis (keterbatasan alat ataupun tenaga
medis pada rumah sakit tersebut) dan nonmedis (berupa ruangan yang
penuh). Hal ini terjadi apabila RS Risa Sentra Medika merujuk pasiennya ke
rumah sakit dengan tenaga medis yang mencukupi dan memiliki sarana
untuk menangani pasien.
a. Pembagian Transfer Pasien
1. Transfer pasien intrarumah sakit yaitu pemindahan pasien dari satu
ruangan ke ruangan lain dalam lingkup RS Risa Sentra Medika Lombok
Timur, seperti pasien dapat ditransfer dari UGD ke ruang rawat inap,
pasien ditransfer dari ruang rawat inap ke HCU, dan lain-lain.
2. Transfer pasien antarrumah sakit yaitu pemindahan atau rujukan pasien
dari RS Risa Sentra Medika Lombok Timur ke rumah sakit lainnya di
daerah yang sama ataupun ke luar daerah yang mempunyai fasilitas lebih
lengkap sehingga memungkinkan pasien untuk segera ditangani.

b. Pengaturan Transfer Pasien


1. Rumah sakit harus membentuk suatu tim transfer yang mencakup
perawat yang kompeten dalam merawat pasien kritis. Tim ini yang
berwenang untuk memutuskan metode transfer mana yang akan dipilih.
2. Metode transfer di RS Risa Sentra Medika Lombok Timur adalah tim
transfer lokal yaitu tim transfernya sendiri dan mengirimkan sendiri
pasiennya antarruangan di dalam rumah sakit.
3. Semua rumah sakit dengan layanan akut harus mempunyai sistem

142
resusitasi, stabilisasi, dan transfer untuk pasien-pasien dengan sakit berat
/ kritis, tanpa terkecuali.

c. Tahapan Transfer Pasien


1. Melakukan pendekatan yang sistematis dalam proses transfer pasien.
2. Pengambilan keputusan untuk melakukan transfer, kemudian melakukan
stabilisasi pre-transfer dan manajemen transfer.
3. Hal ini mencakup tahapan: evaluasi, komunikasi,
dokumentasi/pencatatan, pemantauan, penatalaksanaan, penyerahan
pasien ke penerima rujukan, dan kembali ke RS Risa Sentra Medika.
4. Tahapan yang penting dalam menerapkan proses transfer yang aman :
edukasi dan persiapan.
5. Pengambilan keputusan untuk melakukan transfer harus dipertimbangkan
karena transfer berpotensi memaparkan pasien dan personel rumah sakit
akan risiko bahaya tambahan serta menambah kecemasan keluarga dan
kerabat pasien.
6. Mempertimbangkan risiko dan keuntungan dilakukannya transfer. Jika
risikonya lebih besar, sebaiknya jangan melakukan transfer.
7. Dalam transfer pasien, diperlukan personel rumah sakit yang terlatih dan
kompeten, peralatan dan kendaraan khusus.
8. Pengambil keputusan harus melibatkan dokter jaga atau dokter spesialis
penanggung jawab pasien di ruangan.
9. Dokumentasi pengambilan keputusan harus mencantumkan nama dokter
yang mengambil keputusan (berikut gelar dan biodata detailnya), tanggal
dan waktu pengambilan keputusan, serta alasan yang mendasari.
10. Dalam mentransfer pasien, personel ruangan asal akan menghubungi
dan melakukan pemberitahuan dengan personel ruangan yang dituju.
Jika personel ruangan yang dituju tersebut setuju untuk menerima pasien,
personel ruangan asal harus memastikan tersedianya peralatan medis
yang memadai di ruangan yang dituju.
11. Memberitahukan kepada pasien (jika kondisinya memungkinkan) dan
keluarga mengenai perlunya dilakukan transfer dan meminta persetujuan
transfer.

143
12. Proses pengaturan transfer ini harus dicatat, meliputi: nama, jabatan, dan
petugas yang mentransfer dan ruangan penerima; tanggal dan waktu
dilakukannya komunikasi antarrumah sakit.
13. Personel tim transfer harus mengikuti pelatihan transfer; memiliki
kompetensi yang sesuai; berpengalaman; mempunyai peralatan yang
memadai; protokol dan panduan rumah sakit, serta pihak-pihak lainnya
yang terkait; dan juga memastikan proses transfer berlangsung dengan
baik tanpa mengganggu pekerjaan lain di ruangan yang merujuk.

d. Kategori Transfer Pasien (berdasarkan derajat urgensi)


1. Setelah keputusan untuk melakukan transfer dibuat, harus ada kategori
yang jelas mengenai derajat urgensi pasien akan kebutuhan transfer dan
hal ini harus dikomunikasikan dengan pusat layanan / jasa ambulans di
area tersebut.
2. Berikut tiga kategori transfer pasien :
a. Gawat darurat
Pasien gawat darurat adalah pasien dengan ancaman kematian dan
perlu pertolongan segera (critically ill patient), misalnya pasien inpartu
dengan perdarahan hebat, setelah mendapat pertolongan pertama
pasien ditransfer ke ruang operasi.
b. Gawat
Pasien gawat adalah pasien yang tidak ada ancaman kematian tetapi
perlu pertolongan segera (emergency patient), misalnya perdarahan
post partum tanpa syok, setelah mendapatkan pertolongan pertama
pasien ditransfer ke ruang bersalin/VK.
c. Elektif
Pasien yang bisa ditransfer secara elektif adalah pasien yang tidak
mengalami kegawatdaruratan, misalnya pasien yang datang dengan
rencana operasi.

e. Stabilisasi Sebelum Transfer Pasien


1. Meskipun berpotensi memberikan risiko tambahan terhadap pasien,
transfer yang aman dapat dilakukan bahkan pada pasien yang sakit
berat / kritis (extremely ill).

144
2. Transfer sebaiknya tidak dilakukan sampai kondisi pasien stabil.
3. Rumah sakit yang terlibat harus memastikan bahwa terdapat prosedur /
pengaturan transfer pasien yang memadai.
4. Hal penting yang perlu dilakukan sebelum transfer:
a. Amankan patensi jalan napas
b. Terdapat jalur/akses vena yang adekuat.
c. Pengukuran tanda vital yang kontinu selama proses transfer
berlangsung.
d. Pemasangan kateter urin dan nasogastric tube (NGT), jika diperlukan.
e. Pemberian terapi/tatalaksana tidak boleh ditunda saat menunggu
pelaksanaan transfer.
5. Tim transfer harus mengetahui penggunaan peralatan yang ada dan
secara independen menilai kondisi pasien.
6. Seluruh peralatan dan obat-obatan yang akan digunakan harus dicek
ulang oleh petugas transfer.

f. Pendampingan Pasien Selama Transfer


Saat pasien akan ditranfer ke ruangan lain, pasien harus didampingi oleh 1
(satu) orang tenaga kesehatan yang sudah terlatih.

g. Pemantauan, Obat-obatan, dan Peralatan Selama Transfer


1. Peralatan pemantauan harus tersedia dan berfungsi dengan baik
sebelum transfer dilakukan.
2. Tim transfer yang terlibat harus memastikan ketersediaan obat-obatan
yang diperlukan.
3. Hindari penggunaan tiang dengan selang infus yang terlalu banyak agar
akses terhadap pasien tidak terhalang dan stabilitas brankar terjaga
dengan baik.
4. Penggunaan tabung oksigen tambahan harus aman dan terpasang
dengan baik.
5. Pertahankan temperatur pasien selama transfer.
h. Metode transfer pasien
1. Pemilihan metode transfer harus mempertimbangkan sejumlah komponen
penting seperti di bawah ini:

145
a) Derajat urgensi untuk melakukan transfer
b) Kondisi pasien
2. Kendaraan untuk transfer pasien:
a) Brankar
b) Kursi roda

i. Dokumentasi dan Penyerahan Pasien ke Ruangan Tujuan


1. Melakukan pencatatan yang jelas dan lengkap dalam semua tahapan
transfer dan harus mencakup:
a) detail kondisi pasien
b) alasan melakukan transfer
c) nama yang melakukan transfer dan menerima pasien
d) status klinis pasien pre-transfer
e) detail tanda vital, pemeriksaan fisik, dan terapi yang diberikan selama
transfer berlangsung
2. Pencatatan harus terstandardisasi dan diterapkan untuk transfer
intrarumah sakit.
3. Pasien ditransfer dalam kondisi stabil.
4. Harus ada prosedur untuk menyelidiki masalah-masalah yang terjadi
selama proses transfer, termasuk penundaan.
5. Tim transfer harus memperoleh informasi yang jelas mengenai ruangan
yang dituju sebelum mentransfer pasien.
6. Saat tiba di ruangan tujuan, harus ada proses serah-terima pasien antara
tim transfer dengan personel ruangan yang menerima yang akan
bertanggung jawab terhadap perawatan pasien selanjutnya.
7. Proses serah terima pasien harus mencakup pemberian informasi (baik
secara verbal maupun tertulis). Berkas rekam medis atau
resume/ringkasan informasi pelayanan pasien ditransfer bersama pasien
ke unit pelayanan lain di dalam rumah sakit. Resume/ringkasan berisi:
a) alasan masuk rawat inap
b) hasil pemeriksaan pasien yang penting untuk disampaikan
c) diagnosis yang telah ditegakkan
d) tindakan yang telah dilakukan
e) obat/terapi yang telah diberikan

146
f) kondisi pasien saat dipindah (transfer)
8. Hasil pemeriksaan laboratorium, radiologi, dan lainnya harus
dideskripsikan dan diserahkan kepada petugas ruangan tujuan.
9. Setelah menyerahkan pasien, tim transfer dibebastugaskan dari
kewajiban merawat pasien.

j. Komunikasi selama Transfer Pasien


1. Merupakan hal yang vital dalam mewujudkan proses transfer yang baik.
2. Pasien (jika memungkinkan) dan keluarganya harus diberitahu mengenai
alasan transfer dan lokasi ruangan tujuan.
3. Memastikan bahwa ruangan tujuan dapat dan setuju untuk menerima
pasien sebelum dilakukan transfer.
4. Jika selama transfer terjadi pergantian jaga perawat yang ditunjuk,
berikan penjelasan mengenai kondisi pasien yang ditransfer dan lakukan
penyerahan tanggung jawab kepada perawat yang menggantikan.
5. Tim transfer harus memberikan informasi terbaru mengenai kebutuhan
perawatan pasien kepada ruangan tujuan.
6. Tim transfer harus berkomunikasi dengan ruangan asal dan ruangan
tujuan mengenai penanganan medis yang diperlukan dan memberikan
informasi mengenai perkembangan terbaru pasien.

k. Edukasi dan Pelatihan Transfer Pasien


1. Setiap rumah sakit bertanggung jawab untuk memastikan setiap petugas
yang terlibat dalam transfer pasien mendapat pelatihan yang adekuat,
berpengalaman, dan memenuhi standar minimal pelayanan, serta
mengembangkan suatu panduan setempat.
2. Pelatihan untuk transfer pasien dengan sakit akut harus tersedia.
3. Mengembangkan pelatihan dan pemeriksaan yang berbasis kompetensi
untuk menerapkan standar pelayanan tertinggi dalam pelayanan pasien
sakit berat / kritis yang membutuhkan transfer.
4. Pelatihan ini diterapkan pada transfer intrarumah sakit.
A. Petugas Penanggung Jawab
1. Seluruh petugas rumah sakit
a) Memahami dan menerapkan prosedur transfer pasien.

147
b) Memastikan prosedur transfer pasien yang benar.
c) Melaporkan hasil transfer pasien kepada Dokter Penanggung Jawab
Pelayanan (DPJP).
2. Perawat yang bertugas dan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan
(DPJP)
a) Bertanggung jawab melakukan transfer pasien dan sesuai kriteria
pasien.
b) Memeriksa rekam medis pasien yang akan diterima masuk unit
pelayanan spesialistik atau intensif mengenai bukti-bukti yang
memenuhi kriteria yang tepat untuk pelayanan yang dibutuhkan.
c) Memeriksa rekam medis pasien yang dipindahkan atau keluar dari unit
pelayanan spesialistik atau intensif mengenai bukti-bukti yang
menyatakan pasien tidak memenuhi kriteria yang tepat untuk unit
tersebut.
3. Kepala Instalasi / Kepala Ruang
a) Memastikan seluruh petugas ruang rawat inap dan high care unit
memahami prosedur transfer pasien dan menerapkannya.
b) Memastikan proses transfer terlaksana dengan baik.
4. Tim Keselamatan RS
a) Memantau dan memastikan panduan transfer pasien dikelola dengan
baik oleh Kepala Instalasi rawat inap
b) Menjaga standardisasi dalam menerapkan panduan transfer pasien.

148
B. Alur Transfer Pasien Intra Hospital

VK UGD Ruangan

OK
(Instalasi Bedah)

Daftar persiapan transfer pasien :


1. Petugas memiliki kompetensi, pengalaman, dan pengetahuan yang
memadai
2. Pemilihan metode transportasi (ambulans)
3. Kelengkapan peralatan dan obat-obatan yang diperlukan
4. Baterai cadangan
5. Infus pump/syringe pump (bila diperlukan)
6. Ketersediaan oksigen yang memadai
7. Kantong peralatan medis transfer
8. Tersedia troli
9. Jasa ambulans siap sedia
10. Tersedia brankar
11. Surat rujukan untuk rumah sakit tujuan
12. Lokasi tujuan jelas
13. Hasil pemeriksaan laboratorium, radiologi, dan penunjang lainnya
14. Pencatatan transfer telah disiapkan
15. Nomor rumah sakit tujuan diketahui
16. Rumah sakit tujuan telah setuju untuk menerima pasien
17. Rumah sakit tujuan telah mengetahui tanggal dan waktu kedatangan
pasien
18. Tersedia telepon genggam dan uang untuk keadaan darurat
19. Terdapat perkiraan waktu kedatangan / tiba di rumah sakit tujuan
20. Pengaturan dan sistematika kembalinya tim transfer telah dibuat

149
21. Kerabat dekat dan keluarga pasien telah diberikan informasi mengenai
transfer
22. Pasien stabil dan telah menjalani pemeriksaan menyeluruh
23. Alat monitor terpasang dan berfungsi dengan baik
24. Penggunaan selang infus, syringe pumps, dan obat-obatan terjaga
dengan baik
25. Pemberian sedasi yang adekuat (bila diperlukan)
26. Kondisi pasien tetap stabil setelah dipindahkan ke ambulans / sarana
transportasi lainnya
27. Hubungi rumah sakit tujuan sesaat sebelum berangkat
28. Cek ulang ABC (Airway, Breathing, Circulation) dan cek analisis gas
darah (AGD) setelah pemakaian ventilator portabel untuk transfer selama
15 menit.

C. Prosedur Transfer Pasien


1. Transfer pasien post operasi dari Recovery Room (RR) Ke Ruang Rawat
Inap :
a) Perawat anestesi melakukan serah terima dengan perawat ruangan.
b) Pastikan pasien dalam kondisi stabil.
c) Oksigen dilepas, jika ada irigasi usahakan jangan diklem (di
jalankan/dialirkan) dan jika ada cairan di pindahkan dengan posisi
lebih rendah dari luka operasi, NGT lebih rendah dari kepala.
d) Pasien dipindahkan dari RR ke tempat tidur/brankar, pasien
selanjutnya dibawa ke ruang rawat inap.
e) Monitor tanda vital post operasi.
f) Petugas ruang rawat inap melapor kepada DPJP setiap ada
perubahan pada kondisi pasien post operasi.
g) Catat rencana tindak lanjut yang akan dilakukan pada pasien.

2. Transfer pasien dari UGD Ke VK, Instalasi Bedah, & Ruangan


a) Transfer pasien dari UGD ke VK
1) Petugas UGD memberi informasi ke VK bahwa akan ada pasien
masuk dan Dokter UGD sudah memberi persetujuan.
2) Petugas UGD memastikan kondisi pasien sudah stabil.

150
3) Menyiapkan perlengkapan peralatan pasien dan bed UGD
dilengkapi dengan status pasien.
4) Petugas UGD mengantarkan pasien ke VK menggunakan kursi
roda atau brankar UGD.
5) Bidan jaga VK menerima pasien, serah terima beserta catatan
medik yang lengkap.
6) Observasi tanda vital : tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu.
7) Observasi keadaan lainnya seperti tingkat kesadaran, pupil, fungsi
motorik, perdarahan, pembukaan, DJJ, dan lain-lain.
8) Cek kepatenan seluruh peralatan yang telah terpasang
sebelumnya.
9) Bidan jaga VK melapor DPJP jika terjadi perubahan pada kondisi
pasien.
10) Memberitahu keluarga tentang keadaan pasien dan tata tertib di
VK.
11) Bidan jaga VK membuat catatan asuhan kebidanan pasien.
12) Memberi terapi dan tindakan kepada pasien sesuai instruksi
DPJP.

b) Transfer pasien dari UGD ke Instalasi Bedah (OK)


1) Petugas UGD memberi informasi ke kamar operasi (OK) bahwa
akan ada pasien masuk kamar operasi.
2) Pasien sudah dalam kondisi stabil (meliputi kesadaran & tanda-
tanda vital)
3) Pasien diantarkan ke kamar operasi oleh petugas UGD
menggunakan bed atau kursi roda.
4) Petugas UGD melakukan serah terima kepada petugas OK di
ruang transfer tentang kondisi pasien, catatan rekam medis, dan
perlengkapan penunjang misalnya persediaan obat-obatan atau
persediaan darah yang diperlukan saat operasi dilakukan.
5) Petugas OK memeriksa kembali kelengkapan administrasi dan
identitas pasien.
6) Setelah dinilai lengkap, petugas mengganti semua pakaian pasien
dengan duk bersih, melepaskan semua perhiasan, memberi

151
penutup kepala, melakukan senyaman mungkin sesuai tata
krama. Tenangkan pasien.
7) Setelah selesai, pasien ditransfer masuk ke ruang operasi.
8) Posisikan pasien di meja operasi senyaman mungkin.
9) Semua suportif diperiksa kelancarannya : IV line, kateter urine,
dan selang O2. Pasang manset tekanan darah, pulse oxymetri,
monitor sesuai kebutuhan masing-masing pasien.

c) Transfer pasien dari UGD ke ruang rawat inap


1) Petugas UGD memberi informasi ke petugas ruang rawat inap
bahwa akan ada pasien masuk dan dokter UGD sudah memberi
persetujuan.
2) Petugas UGD memastikan kondisi pasien sudah stabil.
3) Menyiapkan perlengkapan peralatan pasien dan bed UGD
dilengkapi dengan status pasien.
4) Petugas UGD mengantarkan pasien ke ruang rawat inap.
5) Petugas ruang rawat inap menerima pasien, serah terima beserta
catatan medik yang lengkap.
6) Memasang oksigen, bed side monitor, dan ventilator (jika
diperlukan).
7) Observasi tanda vital : tekanan darah, nadi, pernapasan, dan
suhu.
8) Observasi keadaan lainnya seperti tingkat kesadaran, pupil, fungsi
motorik, dan lain-lain.
9) Mengecek kepatenan seluruh peralatan yang telah terpasang
sebelumnya.
10) Melapor ke DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pelayanan) jika
terjadi perubahan kondisi pasien.
11) Memberitahu keluarga tentang keadaan pasien dan tata tertib di
ruang rawat inap.
12) Membuat catatan asuhan keperawatan pasien.
13) Memasukkan data pasien ke register rawat inap.
14) Memberi terapi sesuai instruksi dokter.

152
15) Mengadakan komunikasi dengan keluarga pasien minimal sekali
dalam sehari (terutama pada waktu kunjungan keluarga).

3. Transfer pasien dari VK ke instalasi bedah (OK) dan ke ruang rawat inap
a) Transfer pasien dari VK ke Instalasi Bedah
1) Petugas VK memberi informasi ke petugas kamar operasi (OK)
bahwa akan ada pasien masuk kamar operasi.
2) Pasien sudah dalam kondisi stabil (meliputi kesadaran & tanda-
tanda vital).
3) Pasien diantarkan ke kamar operasi (OK) oleh petugas VK
menggunakan bed atau dengan kursi roda.
4) Petugas VK melakukan serah terima kepada petugas kamar
operasi (OK) di ruang transfer tentang kondisi pasien, catatan
rekam medis, dan perlengkapan penunjang misalnya persediaan
obat-obatan atau persediaan darah yang diperlukan saat operasi
dilakukan.
5) Petugas OK memeriksa kembali kelengkapan administrasi dan
identitas pasien.
6) Setelah dinilai lengkap, mengganti semua pakaian pasien dengan
duk bersih, melepaskan semua perhiasan, memberi penutup
kepala, melakukan senyaman mungkin sesuai tata krama.
Tenangkan pasien.
7) Setelah selesai, pasien ditransfer ke ruang operasi.
8) Posisikan pasien senyaman mungkin di meja operasi.
9) Semua suportif diperiksa kelancarannya : IV line, kateter urine,
selang O2. Pasang manset tekanan darah, pulse oxymetri, dan
monitor ECG sesuai kebutuhan masing-masing pasien.

b) Transfer pasien dari VK ke Ruang Rawat Inap


1) Petugas VK memberi informasi ke petugas ruang rawat inap
bahwa akan ada pasien masuk.
2) Petugas VK memastikan kondisi pasien sudah stabil.
3) Menyiapkan perlengkapan peralatan pasien dan bed VK
dilengkapi dengan status pasien.

153
4) Petugas VK mengantarkan pasien ke ruang rawat inap.
5) Petugas ruang rawat inap menerima pasien, serah terima beserta
catatan medik yang lengkap.
6) Memasang selang oksigen, bed side monitor, ventilator (jika
diperlukan).
7) Observasi tanda vital : tekanan darah, nadi, pernapasan dan suhu.
8) Observasi keadaan lainnya seperti tingkat kesadaran, pupil, fungsi
motorik, dan lain-lain.
9) Mengecek kepatenan seluruh peralatan yang telah terpasang
sebelumnya.
10) Melapor ke DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pelayanan) jika
terjadi perubahan kondisi pasien.
11) Memberitahu keluarga tentang keadaan pasien dan tata tertib di
ruang rawat inap.
12) Membuat catatan asuhan kebidanan pasien.
13) Memasukkan data pasien ke register rawat inap.
14) Memberi terapi sesuai instruksi dokter.
15) Mengadakan komunikasi dengan keluarga pasien minimal sekali
dalam sehari (terutama pada waktu kunjungan keluarga).

4. Transfer pasien dari ruang rawat inap ke instalasi bedah (OK) dan VK
a) Transfer pasien dari ruang rawat inap ke instalasi bedah (OK)
1) Petugas ruang rawat inap memberi informasi ke kamar operasi
(OK) bahwa akan ada pasien masuk kamar operasi.
2) Pasien sudah dalam kondisi stabil (meliputi kesadaran & tanda-
tanda vital)
3) Pasien diantarkan ke kamar operasi oleh petugas ruang rawat
inap menggunakan bed atau kursi roda.
4) Petugas ruang rawat inap melakukan serah terima kepada
petugas OK di ruang transfer tentang kondisi pasien, catatan
rekam medis, dan perlengkapan penunjang, misalnya persediaan
obat-obatan atau persediaan darah yang diperlukan saat operasi
dilakukan.

154
5) Petugas OK memeriksa kembali kelengkapan administrasi dan
identitas pasien.
6) Setelah dinilai lengkap, petugas mengganti semua pakaian
pasien dengan duk bersih, melepaskan semua perhiasan,
memberi penutup kepala, melakukan senyaman mungkin sesuai
tata krama. Tenangkan pasien.
7) Setelah selesai, pasien ditransfer masuk ke ruang operasi.
8) Posisikan pasien di meja operasi senyaman mungkin.
9) Semua suportif diperiksa kelancarannya : IV line, kateter urine,
dan selang O2. Pasang manset tekanan darah, pulse oxymetri,
monitor sesuai kebutuhan masing-masing pasien.
b) Transfer pasien dari ruang rawat inap ke VK
1) Petugas ruang rawat inap memberi informasi ke VK bahwa akan
ada pasien masuk ke VK.
2) Petugas ruang rawat inap memastikan kondisi pasien sudah
stabil.
3) Menyiapkan perlengkapan peralatan pasien dan bed dilengkapi
dengan status pasien.
4) Petugas ruang rawat inap mengantarkan pasien ke VK
menggunakan kursi roda atau brankar.
5) Bidan jaga VK menerima pasien, serah terima beserta catatan
medik yang lengkap.
6) Observasi tanda vital : tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu.
7) Observasi keadaan lainnya seperti tingkat kesadaran, pupil, fungsi
motorik, perdarahan, pembukaan, DJJ, dan lain-lain.
8) Cek kepatenan seluruh peralatan yang telah terpasang
sebelumnya.
9) Bidan jaga VK melapor DPJP jika terjadi perubahan pada kondisi
pasien.
10) Memberitahu keluarga tentang keadaan pasien dan tata tertib di
VK.
11) Bidan jaga VK membuat catatan asuhan kebidanan pasien.
12) Memberi terapi dan tindakan kepada pasien sesuai instruksi
DPJP.

155
10. MANAGER PELAYANAN PASIEN
Manajer pelayanan pasien (MPP) adalah seorang koordinator,
fasilitator, pemberi advokasi, dan juga edukator. Karakteristik MPP dilihat
dari kemampuannya dalam berkomunikasi. MPP yang berhasil mampu
bekerja secara otonom/mandiri. Dalam bekerja MPP juga harus bebas dari
kepentingan dirinya. MPP harus siap untuk menjangkau staf klinis dalam tim
PPA (Profesional Pemberi Asuhan) untuk memberikan advokasi dan
dukungan. MPP diharapkan menanamkan suatu hubungan positif dengan
pihak lain dalam rapat maupun komunikasi keseharian. Tidak jarang
diperlukan keterampilan bernegosiasi. MPP juga harus memiliki daya ingat
yang tinggi dan mampu mengatasi stres dengan baik. Selain itu, MPP harus
bekerja secara efektif sesuai fungsi dan tujuannya. MPP harus seorang yang
berani mengambil risiko dan kemampuan mencari hal baru yang lebih
memadai untuk tujuan memenuhi kebutuhan pasien.
a) Kegiatan pokok MPP
1. Penilaian

Penilaian merupakan suatu proses pengumpulan data mengenai


keadaan seorang pasien sekaligus mengidentifikasi kebutuhan pasien
untuk membuat rencana manajemen pelayanan pasien yang
menyeluruh.
2. Perencanaan

Perencanaan merupakan proses untuk menentukan tindakan dan tujuan


dari tindakan tersebut sesuai kebutuhan klien yang sudah dikenali dari
proses penilaian.
3. Pelaksanaan

Pelaksanaan merupakan suatu intervensi yang dilakukan oleh


manajemen pelayanan pasien dalam mencapai tujuan.
4. Koordinasi

Koordinasi merupakan proses mengorganisir, memadukan, dan


memodifikasi sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuan dalam
perencanaan manajer pelayanan pasien.
5. Monitoring

156
Monitoring merupakan proses pengumpulan informasi yang perlu dari
seluruh sumber daya yang relevan tentang rencana manajemen
pelayanan pasien sehingga memungkinkan manajer pelayanan pasien
menilai efektivitas pelaksanaan rencana.
6. Evaluasi

Evaluasi merupaka proses menilai dan menentukan efektivitas


perencanaan manajemen pelayanan pasien dalam mencapai hasil yang
diinginkan.
b) Aktivitas MPP
1. Melakukan identifikasi pasien agar dapat memberikan intervensi
manajemen pelayanan pasien.
2. Melakukan kolaborasi dengan dokter dan pasien untuk mengidentifikasi
hasil yang diharapkan dan mengembangkan suatu rencana manajemen
pelayanan pasien.
3. Memonitor intervensi yang ada relevansinya dengan rencana manajemen
pelayanan pasien.
4. Memonitor kemajuan pasien untuk mengetahui sejauh mana hasilnya
bergerak ke arah yang diharapkan.
5. Menyarankan alternatif intervensi praktis yang biayanya efisien.
6. Mengamankan sumber-sumber klinis untuk mencapai hasil yang
diharapkan.
7. Membakukan jalur-jalur komunikasi dengan kepala bidang.
8. Bagi pasien dan keluarganya, MPP adalah analog dengan pemandu
wisata dalam berbagai perjalanan kegiatan pelayanan di rumah sakit.
c) Fungsi MPP

MPP dalam tugasnya menjalankan fungsi asesmen, perencanaan,


memfasilitasi, dan memberikan advokasi melalui kolaborasi dengan
pasien, keluarga, dan profesional pemberi asuhan, sehingga
menghasilkan hasil asuhan yang diharapkan. Fungsi MPP antara lain:
1. Melakukan asesmen tentang kebutuhan kesehatan dan aspek psiko-
sosia-kulturalnya, termasuk status health literacy (kurang pengetahuan
tentang kesehatan).

157
2. Menyusun perencanaan manajemen pelayanan pasien berkolaborasi
dengan pasien, keluarga, dan pemberi asuhan di rumah sakit, pembayar,
PPA di fasilitas pelayanan primer, untuk memaksimalkan hasil asuhan
yang berkualitas, aman, dan efektif. Perencanaan termasuk discharge
planning yang terintegrasi dengan PPA.
3. Memfasilitasi komunikasi dan koordinasi antar PPA dalam konteks
keterlibatan pasien dalam pengambilan keputusan.
4. Memberikan edukasi dan advokasi kepada pasien dan keluarganya atau
pemberi asuhan untuk memaksimalkan kemampuan pasien dan
keluarganya dalam pengambilan keputusan terkait pelayanan yang
diterimanya. Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga atau
pemberi asuhan, PPA, terkait alternatif pelayanan, sumber daya di
komunitas/lingkungan rumahnya, manfaat asuransi, aspek psiko-sosio-
kultural sehingga keputusan tepat waktu dengan dasar informasi
lengkap.
5. Memberikan advokasi sehingga meningkatkan kemampuan pasien dan
keluarga dalam mengatasi masalah dengan mencari opsi pelayanan
yang tersedia, rencana pengambilan alternatif sesuai kebutuhan, agar
dicapai hasil asuhan yang diharapkan.
6. Mendorong pemberian pelayanan yang memadai untuk kendali mutu dan
biaya dengan basis kasus per kasus.
7. Membantu pasien dalam proses transisi pelayanan yang aman ke tingkat
pelayanan berikutnya yang memadai.
8. Berusaha meningkatkan kemandirian advokasi dan kemandirian
pengambilan keputusan pasien.
9. Memberikan advokasi kepada pasien dan pembayar untuk memfasilitasi
hasil yang positif bagi pasien, bagi PPA, dan bagi pembayar. Namun bila
ada perbedaan kepentingan maka kebutuhan pasien lebih menjadi
prioritas.

Manajemen pelayanan pasien akan berhasil bila pelaksanaan


pelayanannya menggunakan pendekatan tim, yaitu melibatkan elemen-
elemen PPA, pasien, sistem pendukung pasien, dan pembayar.
MPP melaksanakan pelayanannya dengan langkah-langkah sebagai

158
berikut:
1. Identifikasi, seleksi/skrining pasien untuk manajemen pelayanan pasien.
2. Asesmen untuk manajemen pelayanan pasien.
3. Identifikasi masalah dan kesempatan.
4. Perencanaan manajemen pelayanan pasien.
5. Monitoring.
6. Fasilitasi, koordinasi, komunikasi, dan kolaborasi.
7. Advokasi.
8. Hasil pelayanan.
9. Terminasi manajemen pelayanan pasien.

d) Prinsip-prinsip Manajemen Pelayanan Pasien


1. Menggunakan pendekatan kolaboratif berfokus pada pasien – “klien-
sentris”.
2. Bila memungkinkan, memfasilitasi otonomi pasien dan perawatan mandiri
melalui advokasi, pengambilan keputusan bersama, dan pendidikan.
3. Menggunakan pendekatan holistik secara komprehensif.
4. Menggunakan pendekatan budaya dengan penuh kesadaran dan
menghargai perbedaan.
5. Mempromosikan keselamatan klien yang optimal.
6. Membina hubungan dengan sumber daya masyarakat.
7. Membantu menjelajahi sistem pelayanan kesehatan untuk mencapai
pelayanan yang sukses, misalnya selama transisi.
8. Meningkatkan keunggulan profesional dan memelihara praktik.
9. Mempromosikan hasil yang berkualitas dengan hasil yang terukur.
10. Menjunjung kepatuhan pada peraturan organisasi lokal, nasional, dan
pemerintah pusat.

11. IDENTIFIKASI PASIEN

• Setiap pasien rawat inap harus dipasangkan gelang identitas pasien.

• Identifikasi pasien dilakukan dengan menggunakan minimal 3 (Tiga)


identitas dan tidak boleh menggunakan nomor kamar pasien atau lokasi

159
pasien dirawat sesuai dengan regulasi rumah sakit, identifikasi ini
menggunakan tiga identitas nama pasien sesuai KTP, tanggal lahir dan
No. RM

• Pada pasien rawat jalan dipasangkan gelang identitas pasien dengan


tindakan intervensi

• Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk


darah, sebelum pengambilan darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan laboratorium klinis, serta sebelum tindakan / prosedur.

12. ASESMEN PASIEN


Asesmen pasien terdiri atas 3 (tiga) proses utama dengan metode
IAR (Informasi, Analisis, Rencana)

• Pengumpulkan informasi dari data keadaan fisik, psikologis, sosial,


kultur, spiritual dan riwayat kesehatan pasien (informasi dikumpulkan).

• Analisis informasi dan data, termasuk hasil laboratorium dan radiologi


untuk mengidentifikasi kebutuhan pelayanan kesehatan pasien (analisis
data dan informasi).

• Membuat rencana pelayanan untuk memenuhi semua kebutuhan


pasien yang telah diidentifikasi (rencana asuhan dan pelayanan
disusun).
• Asesmen pasien meliputi asesmen awal, asesmen ulang dan
asesmen gawat darurat.
• Asesmen dilakukan oleh profesional pemberi asuhan (PPA)
dan staf klinis yang kompeten dan berwenang.
• Asesmen awal pasien dilakukan oleh Dokter Penanggung
Jawab Pelayanan (DPJP) dan Perawat Penanggung Jawab
Asuhan (PPJA).
• Asesmen awal pasien rawat inap, rawat jalan dan gawat
darurat meliputi pemeriksaan fisik, riwayat kesehatan,
pengkajian pasien dari aspek biologis, psikologis, sosial,
ekonomi, kultural dan spiritual pasien.
Dalam asesmen awal juga dilakukan:

160
- asesmen risiko nutrisional,

- kebutuhan fungsional dan risiko jatuh,

- skrining nyeri, dan dilakukan asesmen nyeri bila ada nyeri.

 Bila diperlukan, asesmen awal dilengkapi dengan asesmen


tambahan dengan memperhatikan kebutuhan dan kondisi
pasien.
 Assemen awal medis dilaksanakan dalam 24 jam pertama
sejak rawat inap atau lebih dini/ cepat sesuai kondisi pasien
atau kebijakan rumah sakit.
 Assemen awal keperawatan dilaksanakan dalam 24 jam
pertama sejak rawat inap atau lebih cepat sesuai kodisi pasien
atau kebijakan rumah sakit.
 Assemen awal medis yang dilakukan sebelum pasien dirawat
inap, atau sebelum tindakan dirawat jalan di rumah sakit,
tidak boleh lebih dari 30 hari atau riwayat medis telah
diperbaharui dan pemeriksaan fisik telah diulangi.
 Untuk assemen kurang dari 30 hari, setiap perubahan kondisi
pasien yang signifikan, sejak assemen dicatat dalam rekam
medis pasien pada saat masuk rawat inap.
 Hanya mereka yang kompeten sesuai perizinan, undang-
undang dan peraturan yang berlaku dan sertifikasi dapat
melakukan assemen pasien.

13. ASESMEN ULANG


• Asesmen ulang medis dan keperawatan dilaksanakan oleh PPA yang
kompeten dan berwenang sesuai rincian kewenang klinis yang
ditetapkan untuk evaluasi respons pasien terhadap asuhan yang
diberikan;
• Asesmen ulang medis dilaksanakan minimal satu kali sehari,
termasuk akhir minggu / libur untuk pasien akut;
• Asesmen ulang perawat minimal satu kali per shift atau sesuai
dengan perubahan kondisi pasien;
• Asesmen ulang oleh PPA lainnya dilaksanakan sesuai kondisi pasien.

161
14. ASUHAN PASIEN
• Asuhan pasien dilakukan oleh PPA dan staf klinis yang kompeten dan
berwenang.
• Asuhan pasien dapat berupa upaya pencegahan, paliatif, kuratif, atau
rehabilitatif termasuk anestesia, tindakan bedah, pengobatan, terapi
suportif, atau kombinasinya, yang berdasarkan hasil asesmen dan
asesmen ulang pasien.
• Pelaksanaan asuhan dan pelayanan harus dikoordinasikan dan
diintegrasikan oleh semua PPA, dan dapat dibantu oleh staf klinis
lainnya.
• Pasien dengan masalah kesehatan dan kebutuhan pelayanan yang
sama berhak mendapat asuhan yang sama/seragam di rumah sakit.
• Asuhan pasien yang seragam terefleksi dalam hal-hal sebagai berikut:

- akses untuk asuhan dan pengobatan yang memadai diberikan


oleh PPA yang kompeten, dapat dilakukan setiap hari, setiap
minggu atau setiap waktu;
- penggunaan alokasi sumber daya yang sama, antara lain staf
klinis dan pemeriksaan diagnostik untuk memenuhi kebutuhan
pasien pada populasi yang sama;
- pemberian asuhan yang diberikan kepada pasien sama di semua
unit pelayanan di rumah sakit, seperti pelayanan anestesi, sama
di semua unit pelayanan di RS.

- pasien dengan kebutuhan asuhan keperawatan yang sama


menerima asuhan keperawatan yang setara di seluruh rumah
sakit;
- penerapan serta penggunaan regulasi, form dan rekam medis
yang sama dalam asuhan klinis pasien, a.l. dengan metode
asesmen IAR (Informasi, Analisis, Rencana), form asesmen
awal-asesmen ulang, PPK, Alur Klinis terintegrasi, Pedoman
Manajemen Nyeri, regulasi utk berbagai tindakan seperti a.l.
Water Sealed Drainage, pemberian transfusi darah, biopsi ginjal,
punksi lumbal dsb.

162
• Rencana asuhan diintegrasikan dan dikoordinasikan diantara
berbagaitenaga kesehatanseperti medis, keperawatan, farmasi,
nutrisionist dalam Rekam Medik di Form Terintegrasi (CPPT) dalam
bentuk SOAP untuk Medis, keperawatan dan tenaga kesehatan
lainnya), kecuali ADIME (untuk praktisi gizi), jika dalam bentuk
komunikasi atau laporan pasien kritis menggunakan SBAR.
• Penulisan instruksi via telpon menggunakan TBAK
• Asuhan pasien yg seragam menghasilkan penggunaan sumber daya
secara efisien dan memungkinkan membuat evaluasi hasil asuhan
(outcome) utk asuhan yg sama di seluruh RS.
• Pelayanan dan asuhan berfokus pada pasien diterapkan dalam bentuk
pelayanan dan asuhan pasien terintegrasi yang bersifat integrasi
horizontal dan vertikal.
• Pelayanan/asuhan terintegrasi horizontal melibatkan kontribusi PPA
yang sama pentingnya/sederajat.
• Pelayanan/asuhan terintegrasi vertikal merupakan pelayanan berjenjang
oleh/melalui berbagai unit pelayanan sampai ke tingkat pelayanan yang
berbeda.
• Case Manajer berperan dalam mengintegrasikan pelayanan dan asuhan
melalui komunikasi dengan para PPA.
• Pelaksanaan asuhan pasien terintegrasi berfokus pada pasien dan
mencakup elemen sebagai berikut:
- Keterlibatan dan pemberdayaan pasien dan keluarga;

- DPJP sebagai Ketua tim PPA;

- DPJP melakukan koordinasi asuhan inter PPA dan bertugas


dalam seluruh fase asuhan rawat inap pasien serta teridentifikasi
dalam rekam medis pasien;
- Bila kondisi pasien membutuhkan lebih dari 1 (satu) DPJP,
ditetapkan DPJP Utama;

- PPA bekerja sebagai tim interdisiplin dengan berkolaborasi


secara interprofesional;
- Perencanaan pemulangan pasien yang terintegrasi;

- Asuhan gizi yang terintegrasi;

163
- Peran MPP dalam mendorong penerapan pelayanan dan asuhan
yang terintegrasi antar PPA

15. PERSETUJUAN DAN PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN


Penolakan pelayanan atau pengobatan adalah suatu respon pasien dan atau
keluarga untuk menolak pelayanan atau pengobatan yang akan diberikan
oleh dokter penanggung jawab pelayaran selama masa perawatan
a. Tata laksana penolakan pelayanan atau pengobatan adalah sebagai
berikut :
1. Pasien diperbolehkan untuk mengambil keputusan dini akan penolakan
pelayanan atau pengobatan dengan memenuhi beberapa persyaratan
dibawah ini :
a. Usia pasien harus > 18 tahun
b. Pasien harus kompeten dan memiliki kepastian yang baik secara
mental untuk mengambil keputusan.
c. Keputusan ini harus harus tertulis yang berarti harus ditulis oleh
pasien sendiri atau keluarga atau kerabat yang dipercaya oleh pasien
dan harus tercatat di rekam medis.
d. Harus ditandatangani oleh 2 orang yaitu :
1) pembuat keputusan atau orang lain atas nama pasien sambil
diarahkan oleh pasien jika pasien mampu menandatanganinya
sendiri.
2) Satu orang lain lain sebagai saksi.
e. Harus di verifikasi oleh pernyataan spesifik yang dilakukan oleh
pembuat keputusan, dapat dituliskan di dokumen lain atau terpisah
yang menyatakan bahwa keputusan ini diaplikasikan untuk tindakan
atau penanganan secara spesifik, bahkan jik terdapat resiko
kematian.
f. Keputusan pernyataan ini di dokumen terpisah ini juga harus
ditandatangani dan disaksikan oleh 2 orang (salah satunya pasien).
2. Diskusi antara dokter dengan keluarga pasien mengenai keputusan ini
harus seijin pasien, jika pasien tidak kompeten secara mental, diskusi
dapat dilakukan dengan keluarga atau wali sah pasien dengan
mempertimbangkan kondisi dan keinginan pasien. Jika tidak terdapat

164
keluarga pasien atau wali yang syah, keputusan dapat diambil dokter
penanggung jawab pasien.
3. Jika terdapat situasi dimana pasien kehilangan kempetensinya untuk
mengambil keputusan tetapi telah membuat keputusan dini sebelumnya
yang valid maka keputusan ini haruslah dihargai.
4. Dokter dapat tidak mengindahkan keputusan dini yang dibuat oleh
pasien, jika terdapat hal sebagai berikut :
a. Pasien telah melakukan hal-hal yang tidak konsisten terhadap
keputusan dini atau keputusan tersebut.awal yang dibuat, yang
mempengaruhi validitas. (misalnya pasien pindah agama )
b. Terdapat situasi yang tidak diantisipasi oleh pasien dan situasi
tersebut dapat mempengaruhi keputusan pasien (misalnya
perkembangan terkini dalam tata laksana pasien yang secara drastis
merubah prospek kondisi terkini pasien.
c. Situasi dan kondisi yang ada tidak jelas dan tidak dapat diprediksi.
d. Terdapat perdebatan dan perselisihan mengenai validitas keputusan
dini atau awal dan kasus tersebut telah dibawa ke pengadilan.
5. Jika terdapat keraguan terhadap apa yang ingin pasien inginkan,
paramedis harus bertindak sesuai kepentingan atau hal yang terbaik
untuk pasien, dan dapat meminta saran dari doter seior.

b. Tata laksana penolakan tindakan kedokteran


1. Penolakan tindakan kedokteran dapat dilakukan oleh pasien dan/atau
keluarga terdekatnya setelah menerima penjelasan tentang tindakan
kedokteran yang aka dilakukan.
2. Jika pasien belum dewasa atau tidak sehat akalnya maka yang berhak
memberikan atau menolak memberikan persetujuan tindakan
kedokteran adalah orang tua, wali atau kuratornya.
3. Bila pasien yang sudah menikah maka suami maka istri tidak diikut
serakan menandatangi persetujuan tindakan kedokteran, kecuali untuk
tindakan keluarga berencana yang sifatnya irreversible yaitu ; tubektomi
atau vasektomi.

165
a. Jika orang yang berhak memberikan persetujuan menolak
menerima informasi atau kemudian menyerahkan sepenuhnya
kepada kebijakan dokter atau dokter gigi maka orang tersebut
dianggap telah menyetujui kebijakan medis apapaun yang akan
dilakukan dokter atau dokter gigi.
b. Apabila yang bersangkutan, sesudah menerima informasi menolak
untuk memberikan persetujuannya maka penolakan tindakan
kedokteran tersebut harus dilakukan secara tertulis. Akibat
penolakan tindakan kedokteran tersebut menjadi tanggung jawab
pasien.
c. Penolakan tindakan kedokteran tidak memutuskan hubungan dokter
pasien.
d. Persetujuan yang sudah diberikan dapat ditarik kembali atau
dicabut setiap saat, kecuali tindakan kedokteran yang direncanakan
sudah sampai pada tahapan pelaksanaan yang tidak mungkin lagi
dibatalkan.
e. Dalam hal persetujuan tindakan kedokteran diberikan keluarga
maka yang berhak menarik atau mencabut adalah anggota keluarga
tersebut atau anggota keluarga lainnya yang kedudukan hukumnya
lebih berhak sebagai wali.
f. Penarikan kembali atau pencabutan persetujuan tindakan
kedokteran harus diberikan secara tertulis dengan menandatangani
format yang disediakan.

Dokter atau Tim Medis.


a. Memberikan informasi tentang tindakan atau pengobatan yang akan
dilakukan bisa didelegasikan tetapi tanggungjawab tetap ada pada
dokter pemberi delegasi.
b. Dokter memberikan batasan minimal informasi yang selayaknya
diberikan kepada pasien yaitu :
1. Diagnosis dan tata cara tindakan medis;
2. Tujuan tindakan medis yang dilakukan;
3. Alternatif tindakan lain dan resikonya; dan
4. Prognosis terhadap tindkan yang dilakukan;

166
c. Dokter mengecek kembali informasi kepada pasien,apakah pasien
telah mengerti tentang informasi yang diberikan.
d. Bila pasien tetap menolak diberikan pengobatan setelah dijelaskan
kembali tentang tujuan pengobatan serta risiko bila pengobatan
tidak dilaksanakan maka perawat wajib mendokumentasikan pada
catatan perawatan dan melaporkan kepada dokter yang
memberikan instruksi pengobatan tersebut.
e. Bila keluarga menolak rencana tindakan atau perawatan, maka
dokter penanggung jawab  pasien akan :
- Menghormati keputusan pasien atau keluarga.  
- Menjelaskan pada pasien atau keluarga tentang konsekuensi
dari keputusan tersebut.
- Menjelaskan pada pasien dan keluarga akan tanggung jawab
pasien dan keluarga  berkaitan dengan keputusan tersebut.
- Menjelaskan pada pasien dan keluarga tentang tersedianya
alternative pelayanan dan  pengobatan.
f. Pasien menandatangani surat penolakan tindakan medis atau
perawatan disaksikan oleh saksi dan dokter

c. Tata laksana penanganan pasien melarikan diri atau kabur


1. Segera setelah mengetahui bahwa ada pasien yang melarikan diri
kepala ruang atau kepala shift segera memberitahu satpam
2. Bila pasien masih ada, maka segera mengajak kembali pasien dan
keluarga pasien tersebut kembali ke ruang perawatan dengan cara yang
baik dan sopan
3. Bila pasien dan keluarga pasien yang melarikan diri tersebut sudah tidak
ada, maka melaporkannya kepada kepala ruang atau kepala shift ruang
perawatan yang bersangkutan
4. Laporan yang dibuat kepala ruang atau kepala shift diteruskan kepada
kepala bidang pelayanan dan penunjang medik
5. Kepala bidang pelayanan dan penunjang medik selanjutnya
memberitahukan kejadian tersebut ke sub bag piutang untuk melakukan
penagihan ke alamat yang ada
6. Melaporkan kepada dokter yang merawat

167
16. PROFIL RINGKAS MEDIS RAWAT JALAN (PRMRJ)
Profil Ringkas Medis Rawat Jalan (PRMRJ) adalah suatu formulir
yang berisikan ringkasan pasien yang ditemukan oleh pemeriksaan
menyeluruh oleh dokter atau PPA lainnya di poliklinik dalam menunjang
pelayanan kesehatan yang komprehensif. Profil Ringkas Medis Rawat Jalan
(PRMRJ) hanya diberikan kepada pasien yang mendapatkan pelayanan di
poliklinik Rumah Sakit Risa Sentra Medika Lombok Timur. Profil Ringkas
Medis Rawat Jalan (PRMRJ) ini berisikan identitas pasien, nomor rekam
medis tanggal kunjungan, riwayat kunjungan terakhir pasien, temuan klinis,
temuan penunjang, riwayat alergi obat-obatan, tindakan medis (obat-obatan,
prosedur bedah/operasi yang pernah dilakukan), diagnosis, dan nama dokter
atau petugas kesehatan beserta tanda tangan secara lengkap.
Profil Ringkas Medis Rawat Jalan (PRMRJ) ditempatkan pada urutan
teratas dalam data rekam medis saat pasien berkunjung ke unit rawat jalan.
Untuk evaluasi formulir Profil Ringkas Medis Rawat Jalan (PRMRJ) akan
dilakukan oleh case manager setiap 3 bulan sekali. Kriteria diagnosis
penyakit yang akan diberikan Profil Ringkas Medis Rawat Jalan (PRMRJ)
meliputi :
1. Pasien rawat jalan dengan diagnosis kompleks yaitu ≥ 3 diagnosis.
2. Diagnosis penyerta seperti diabetes melitus, hipertensi grade II, gagal
ginjal kronik, congestive heart failure, dan tuberculosis paru dalam
pengobatan atau dinyatakan sembuh, post tindakan.
3. Pasien rawat jalan yang memerlukan pelayanan dan pengobatan
berkelanjutan, yaitu pasien yang memerlukan lebih dari dua kali
kunjungan untuk kasus yang sama, meskipun penyakit yang diderita
bukan termasuk penyakit kronik, seperti pasien CVA infark, pasien pasca
operasi fraktur, pasien kanker
4. Pasien yang mendapatkan ≥ 3 asuhan seperti : gizi, radiologi,
laboratorium, rehabilitasi medis, EKG, dan tindakan operasi.
5. Pasien yang memiliki alergi obat atau multi drug resistance di unit rawat
jalan.

Tatalaksana penyelenggaraan Profil Ringkas Medis Rawat Jalan (PRMRJ):

168
1. Pengisian Profil Ringkas Medis Rawat Jalan harus mencakup :
a. Identitas pasien
b. Tanggal kunjungan
c. Riwayat pasien
d. Temuan klinis
e. Temuan penunjang
f. Diagnosis yang penting
g. Riwayat alergi obat
h. Pengobatan yang saat ini diberikan
i. Prosedur bedah yang lalu
j. Riwayat perawatan / hospitalisasi masa lalu
k. Rencana tindak lanjut
l. Nama dokter
2. Profil Ringkas Medis Rawat Jalan diisi berdasarkan kumpulan rekam medis
setiap kali pasien berobat di klinik rawat jalan. Kumpulan rekam medis
tersebut dalam bentuk medical record (MR) rawat jalan
3. Petugas rekam medis menyiapkan formulir PRMRJ pasien di masing –
masing unit poliklinik
4. Dokter dan PPA lainnya melakukan asessmen kepada pasien di unit
poliklinik.
5. Petugas medis di poliklinik memasukkan formulir profil ringkas medis rawat
jalan pada bagian paling atas data rekam medis rawat jalan bila pasien
masuk dalam kriteria.
6. Dokter penanggung jawab pasien menuliskan hasil temuan pada formulir
profil ringkas medis rawat jalan.
7. Profil Ringkas Medis Rawat Jalan diberikan untuk pasien rawat jalan yang
memerlukan pelayanan dan pengobatan berkelanjutan, misalnya pasien
akan dirujuk keklinik rawat jalan yang lain atau ke rumah sakit yang lain. Hal
ini untuk mencegah terjadi akumulasi diagnostic, pemberian medikamentosa
dan perkembangan penyakit
8. Case Manager mengevaluasi formulir profil ringkas medis rawat jalan setiap
3 bulan sekali.

169
17. HAK PASIEN DAN KELUARGA

• Pada pelaksanaan asuhan pasien, staf klinis harus memperhatikan


hak pasien;
• Pemberian asuhan pasien harus dengan menghargai agama,
keyakinan dan nilai-nilai pribadi pasien;
• Sesuai kebutuhan pasien, dapat dilayani permintaan kompleks terkait
dukungan agama atau bimbingan kerohanian.
• Dalam proses asuhan, pasien atau keluarga dapat mengajukan
second opinion tanpa rasa khawatir akan memengaruhi proses
asuhannya.
• Dari hasil asesmen, pasien berhak mendapat informasi tentang
kondisi, diagnosis pasti, rencana asuhan dan dapat berpartisipasi
dalam pengambilan keputusan;
- Staf klinis menjelaskan setiap tindakan atau prosedur yang
diusulkan kepada pasien dan keluarga, dan informasi yang
diberikan memuat elemen:diagnosis (diagnosis kerja dan diagnosis
banding) dan dasar diagnosis;
- kondisi pasien;

- tindakan yang diusulkan;

- tata cara dan tujuan tindakan;

- manfaat dan risiko tindakan;

- nama orang mengerjakan tindakan;

- kemungkinan alternatif dari tindakan;

- prognosis dari tindakan;

- kemungkinan hasil yang tidak terduga;

- kemungkinan hasil bila tidak dilakukan tindakan;

• Pasien dijelaskan tentang hasil asuhan dan pengobatan, termasuk

170
hasil asuhan dan pengobatan yang tidak terduga.

• Rumah sakit memfasilitasi penggantian individu yang memberikan


persetujuan pada infon konsen bila pasien tidak kompeten.

18. PENUNDAAN PELAYANAN


a. Penundaan Pelayanan Dokter
Penundaan pelayanan dokter dapat dikarenakan :
1. Dokter berhalangan untuk praktek di unit rawat jalan.
2. Dokter berhalangan untuk visite pasien di unit rawat inap.
3. Dokter yang datang terlambat lebih dari response time / waktu tunggu
kehadirandokter yang sudah ditentukan.
Penundaan pelayanan dokter dapat dibagi dua yaitu :
1. Penundaan pelayanan dokter dengan pemberitahuan
Unit Rawat Jalan :
a. Dokter yang bersangkutan sudah menyampaikan informasi bahwa :
 Terlambat datang untuk praktek sesuai jadwal praktek, disertaialasan
dan jam buka prakteknya.
 Berhalangan tidak dapat praktek karena alasan tertentu, disertaisurat
ijin dan surat pelimpahan tugas (dokter pengganti) yangdisampaikan
kepada Direksi.
b. Jika dokter yang bersangkutan terlambat datang :
 Petugas bagian pendaftaran rawat jalan segera menginformasikan
kepada pasien yang mendaftar melalui telepon bahwa jam praktek
dokter yang bersangkutan ada perubahan (sebutkan jam prakteknya)
dan permohonan maaf atas ketidak nyamanan tersebut.
 Untuk pasien yang sudah datang di poliklinik, maka petugas bagian
pendaftaran menginformasikan bahwa jam praktek dokter
yangbersangkutan ada perubahan (sebutkan jam prakteknya) dan
permohonanmaaf atas ketidak nyamanan tersebut.
 Sarankan :
 Jika pasien dalam kondisi lemah dan hasil evaluasi visual atau
pengamatan bahwa pasien membutuhkan perawatan di UGD

171
maka informasikan ke pasien dan keluarga pasien, komunikasikan
ke petugas UGD,dan pasien segera ditransfer ke UGD.
 Jika pasien waktunya terbatas, maka dapat disarankan untuk
periksake dokter yang lain sesuai kebutuhan pasien tersebut.
 Jika pasien tidak mau ke dokter yang lain, maka dapat disarankan
untuk bersabar menunggu.
c. Jika dokter yang bersangkutan berhalangan tidak dapat praktek, maka :
 Petugas bagian pendaftaran rawat jalan segera menginformasikan
kepada pasien yang mendaftar melalui telepon bahwa dokter yang
bersangkutan berhalangan sehingga tidak dapat praktek,
menginformasikan dokter pengganti, dan permohonan maaf atas
ketidaknyamanan tersebut.
 Untuk pasien yang sudah datang di poliklinik, maka petugas bagian
pendaftaran menginformasikan bahwa dokter yang bersangkutan
berhalangan sehingga tidak dapat praktek, menginformasikan dokter
pengganti, dan permohonan maaf atas ketidaknyamanan tersebut.
 Sarankan :
 Jika pasien dalam kondisi lemah dan hasil evaluasi visual atau
pengamatan bahwa pasien membutuhkan perawatan di UGD
maka informasikan ke pasien dan keluarg pasien, komunikasikan
ke petugas UGD,dan pasien segera ditransfer ke UGD.
 Jika pasien waktunya terbatas, maka dapat disarankan untuk
periksa ke dokter pengganti.
 Jika pasien tidak mau ke dokter pengganti, maka petugas bagian
pendaftaran rawat jalan menawarkan penjadwalan ulang.

Unit Rawat Inap :


a. Dokter yang bersangkutan sudah menyampaikan informasi bahwa :
 Terlambat datang untuk visite sesuai jadwal visite, disertai alasan
dan jam datang untuk visite.
 Berhalangan tidak dapat visite karena alasan tertentu, disertai surat
ijin dan surat pelimpahan tugas (dokter pengganti) yangdisampaikan
kepada Direksi.

172
 Kepala bidang pelayanan medis menyampaikan kepada bagian/unit
terkait.Bagian/unit tersebut : rekam medis, rawat inap, rawat jalan,
UGD, Unit Perawatan Intensif, pemasaran.
 Jika dokter yang bersangkutan terlambat datang untuk visite :
Perawat ruangan rawat inap segera menginformasikan kepada
pasien dan keluarga pasien bahwa dokter yang bersangkutan
terlambat datang untuk visite dan permohonan maaf atas
ketidaknyamanan tersebut.
 Sarankan :
 Jika pasien dalam kondisi menurun, maka dapat disarankan
untuk divisite dokter UGD.
 Jika pasien tidak mau ke dokter yang lain, maka dapat
disarankan untuk bersabar menunggu.
b. Jika dokter yang bersangkutan berhalangan tidak dapat visite, maka :
 Perawat ruangan rawat inap segera menginformasikan
kepadapasien dan keluarga pasien bahwa dokter yang bersangkutan
berhalangan tidak dapat visite, menginformasikan juga dokter
pengganti, dan permohonan maaf atas ketidaknyamanan tersebut.
 Sarankan :
 Apabila pasien tersebut setuju, maka pasien akan di visite oleh
dokter pengganti.
 Apabila pasien tidak setuju, maka perawat ruangan rawat inap
menawarkan di visite dokter jaga UGD.

2. Penundaan pelayanan dokter tanpa pemberitahuan


Unit Rawat Jalan :
1) Jika dokter belum datang sesuai dengan response time atau waktu
tunggu kehadiran dokter (kehadiran dokter sesuai dengan jadwal
prakteknya, dengan toleransi 30 menit) maka perawat unit rawat jalan
segera menghubungi dokter yang bersangkutan.
2) Ketika menghubungi dokter yang bersangkutan, maka ditanyakan apakah
dokter tersebut dapat praktek, informasikan jumlah pasien. Jika iya, maka

173
jamberapa dapat melayani pasien. Jika tidak dapat praktek, maka siapa
dokter penggantinya.
3) Jika dokter yang bersangkutan terlambat datang :
 Petugas bagian pendaftaran rawat jalan segera menginformasikan
kepada pasien yang mendaftar melalui telepon bahwa jam praktek
dokter yang bersangkutan ada perubahan (sebutkan jam prakteknya)
dan permohonan maaf atas ketidaknyamanan tersebut.
 Untuk pasien yang sudah datang di poliklinik, maka petugas bagian
pendaftaran menginformasikan bahwa jam praktek dokter yang
bersangkutan ada perubahan (sebutkan jam prakteknya) dan
permohonanmaaf atas ketidaknyamanan tersebut.
 Sarankan :
 Jika pasien dalam kondisi lemah dan hasil evaluasi visual atau
pengamatan bahwa pasien membutuhkan perawatan di UGD
maka informasikan ke pasien dan keluargapasien,
komunikasikan ke petugas UGD,dan pasien segera ditransfer ke
Unit Gawat Darurat (UGD).
 Jika pasien waktunya terbatas, maka dapat disarankan untuk
periksake dokter yang lain sesuai kebutuhan pasien tersebut.
 Jika pasien tidak mau ke dokter yang lain, maka dapat
disarankan untuk bersabar menunggu.
4) Jika dokter yang bersangkutan berhalangan tidak dapat praktek, maka :
 Petugas bagian pendaftaran rawat jalan segera menginformasikan
kepada pasien yang mendaftar melalui telepon bahwa dokter yang
bersangkutan berhalangan sehingga tidak dapat praktek,
menginformasikan juga dokter pengganti, dan permohonan maaf atas
ketidaknyamanan tersebut.
 Untuk pasien yang sudah datang di poliklinik, maka petugas bagian
pendaftaran menginformasikan bahwa dokter yang bersangkutan
berhalangan sehingga tidak dapat praktek, menginformasikan juga
dokter pengganti, dan permohonan maaf atas ketidaknyamanan
tersebut.
 Sarankan :

174
 Jika pasien dalam kondisi lemah dan hasil evaluasi visual atau
pengamatan bahwa pasien membutuhkan perawatan di UGD
maka informasikan ke pasien dan keluarga pasien,komunikasikan
ke petugas UGD, dan pasien segera ditransfer ke UGD.
 Jika pasien waktunya terbatas, maka dapat disarankan untuk
periksa kedokter pengganti.
 Jika pasien tidak mau ke dokter pengganti, maka petugas bagian
pendaftaran rawat jalan menawarkan penjadwalan ulang.
Unit Rawat Inap :
1) Jika dokter belum datang visite sesuai dengan response time atau waktu
tunggu kehadiran dokter untuk visite maka perawat ruangan rawat inap
segera menghubungi dokter yang bersangkutan.Ketika menghubungi
dokter yang bersangkutan, maka ditanyakanapakah dokter tersebut dapat
visite, jika iya : maka jam berapa dapat visite pasien. Jika tidak : maka
siapa dokter pengganti visite.
2) Jika dokter yang bersangkutan terlambat datang untuk visite :
Perawat ruangan rawat inap segera menginformasikan kepada pasien
dan keluarga pasien bahwa dokter yang bersangkutanterlambat
datang untuk visite, dan permohonan maaf atasketidaknyamanan
tersebut.
3) Sarankan :
 Jika pasien dalam kondisi menurun, maka dapat disarankan untuk
divisite dokter jaga ruangan.
 Jika pasien tidak mau ke dokter yang lain, maka dapat
disarankanuntuk bersabar menunggu.
4) Jika dokter yang bersangkutan berhalangan tidak dapat visite, maka :
Perawat ruangan rawat inap segera menginformasikan kepada pasien
dan keluarga pasien bahwa dokter yang bersangkutanberhalangan
tidak dapat visite, menginformasikan juga dokterpengganti, dan
permohonan maaf atas ketidaknyamanantersebut.
5) Sarankan :
 Apabila pasien tersebut setuju, maka pasien akan di visite olehdokter
pengganti.

175
 Apabila pasien tidak setuju, maka perawat ruangan rawat
inapmenawarkan di visite dokter jaga UGD.

b. Penundaan Pelayanan Fisioterapi


Penundaan pelayanan fisioterapi meliputi penundaan pelayanan
fisioterapi di Unit RawatJalan yaitu poli fisioterapi dan Unit Rawat Inap yaitu
layanan fisioterapi.
Tatalaksana di Unit Rawat Jalan :
1) Fisioterapis menyampaikan informasi bahwa ada perubahan jadwal
praktekfisioterapi.
2) Petugas bagian pendaftaran rawat jalan segera menginformasikan :
 Untuk pasien yang mendaftar melalui telepon bahwa ada
perubahanjadwal praktek fisoterapi (sebutkan jam prakteknya) dan
permohonanmaaf atas ketidaknyamanan tersebut.
 Untuk pasien yang sudah datang di poliklinik, maka petugas
bagianpendaftaran menginformasikan bahwa ada perubahan jadwal
praktekfisioterapi (sebutkan jam prakteknya) dan permohonan maaf
atasketidaknyamanan tersebut.
 Sarankan :
 Jika pasien waktunya terbatas, maka dapat disarankan untuk
periksa dihari yang lain.
 Jika pasien tidak mau periksa di hari yang lain, maka dapat
disarankanuntuk bersabar menunggu.

Tatalaksana di Unit Rawat Inap :


1) Fisioterapis menyampaikan informasi bahwa ada perubahan jadwal
fisioterapiuntuk pasien rawat inap.
2) Perawat ruangan rawat inap segera menginformasikan kepada
DokterPenanggungjawab Pelayanan (DPJP) serta pasien dan keluarga
pasien tentangpenundaan layanan fisioterapi, menginformasikan kapan
layanan fisioterapidapat dilaksanakan, dan permohonan maaf atas
ketidaknyamanan tersebut.

176
c. Penundaan Pelayanan Gizi
Penundaan pelayanan gizi meliputi penundaan pelayanan gizi di Unit
Rawat Inap yaitu layanan asuhan gizi/konsultasi gizi.
Tatalaksana di Unit Rawat Inap :
1) Petugas gizi menyampaikan informasi bahwa ada perubahan jadwal
asuhangizi/konsultasi gizi untuk pasien rawat inap.
2) Perawat ruangan rawat inap segera menginformasikan kepada
DokterPenanggungjawab Pelayanan (DPJP) serta pasien dan keluarga
pasien tentangpenundaan layanan asuhan gizi/konsultasi gizi,
menginformasikan kapan layananasuhan gizi/konsultasi gizi dapat
dilaksanakan dan permohonan maaf atasketidaknyamanan tersebut.

d. Penundaan Pelayanan Farmasi Klinis


Penundaan pelayanan farmasi klinis meliputi penundaan pelayanan
farmasi klinis di Unit Rawat Inap yaitu layanan asuhan farmasi klinis.
Tatalaksana di Unit Rawat Inap :
1) Petugas farmasi klinis menyampaikan informasi bahwa ada perubahan
jadwalasuhan farmasi klinis untuk pasien rawat inap.
2) Perawat ruangan rawat inap segera menginformasikan kepada
DokterPenanggungjawab Pelayanan (DPJP) serta pasien dan keluarga
pasien tentangpenundaan layanan asuhan farmasi klinis,
menginformasikan kapan layananasuhan farmasi klinis dapat
dilaksanakan dan permohonan maaf atasketidaknyamanan tersebut.

e. Penundaan Pelayanan Radiologi


Penundaan pelayanan radiologi, dapat disebabkan :
 Waktu tunggu terlayani melebihi batas waktu tunggu, misal :
dikarenakanantrian pasien dalam kondisi ramai, dokter spesialis radiologi
datangterlambat.
 Hasil foto rontgen, USG, CT Scan, dan lain-lain belum selesai (melebihi
bataswaktu tunggu), misal : dikarenakan foto rontgen perlu diulang,
kondisi pasienyang alergi kontras ataupun kondisi pasien mendadak
menurun, dokterspesialis radiologi datang terlambat.

177
 Hasil bacaan radiologi belum selesai (melebihi batas waktu tunggu),
misaldikarenakan antrian pasien dalam kondisi ramai, dokter spesialis
radiologidatang terlambat, foto rontgen perlu diulang.
 Pasien belum dapat terlayani, misal dikarenakan alat radiologi mendadak
mengalami masalah atau dalam kondisi perbaikan, logistik (bahan kontras
habis), pemeriksaanradiologi tertentu belum tersedia di Rumah Sakit Risa
Sentra Medika Mataram.
Tatalaksana :
1) Jika penundaan tersebut tidak membutuhkan waktu yang lama, maka :
 Untuk pasien yang sudah datang di Unit Radiologi: petugas
radiologimenyampaikan kepada pasien dan/atau keluarga pasien
tentang penundaanpelayanan radiologi (sebutkan alasan dan kapan
dapat melayani pemeriksaanradiologi tersebut) dan permohonan maaf
atas ketidaknyamanan tersebut.Sarankan untuk sabar menunggu.
 Untuk Rawat Jalan dan UGD: petugas radiologimenyampaikan
perawat Rawat Jalan dan UGD tentang penundaan pelayanan
radiologi (sebutkan alasan dan kapan dapatmelayani pemeriksaan
radiologi tersebut) dan permohonan maaf atasketidaknyamanan
tersebut.Sarankan untuk sabar menunggu.
 Untuk pasien rawat inap : petugas radiologi menginformasikan kepada
perawatruangan rawat inap tentang penundaan pelayanan radiologi
(sebutkan alasandan kapan dapat melayani pemeriksaan radiologi
tersebut) dan permohonanmaaf atas ketidaknyamanan
tersebut.Sarankan untuk sabar menunggu.
2) Jika penundaan tersebut membutuhkan waktu yang lama sehingga rumah
sakit belum dapat melayani pemeriksaan radiologi tertentu, maka
dilakukankoordinasi dengan bagian/unit terkait : Yanmed, Marketing,
Rekam medis, Rawatjalan, Rawat inap, UGD sesuai dengan prosedur
yang berlaku.
3) Jika dikarenakan masalah logistik :
 Untuk pasien yang sudah datang di Unit Radiologi : petugasradiologi
menyampaikan kepada pasien dan/atau keluargapasien tentang
penundaan pelayanan radiologi (sebutkan alasandan kapan dapat

178
melayani pemeriksaan radiologi tersebut) danpermohonan maaf atas
ketidaknyamanan tersebut.
 Untuk Rawat Jalan danUnit Gawat Darurat :petugas radiologi
menyampaikan perawat Rawat Jalandan UGD tentang penundaan
pelayananradiologi (sebutkan alasan dan kapan dapat
melayanipemeriksaan radiologi tersebut) dan permohonan maaf
atasketidaknyamanan tersebut.
 Untuk pasien rawat inap : petugas radiologi menginformasikankepada
perawat ruangan rawat inap tentang penundaanpelayanan radiologi
(sebutkan alasan dan kapan dapat melayanipemeriksaan radiologi
tersebut) dan permohonan maaf atasketidaknyamanan tersebut.
 Jika pemeriksaan radiologi tersebut sangat dibutuhkan olehpasien, maka
pasien dirujuk ke rumah sakit lain yangmempunyai fasilitas pemeriksaan
laboratorium tersebut sesuaidengan prosedur yang berlaku. Pasien
dan/atau keluarga pasiendiinformasikan bahwa pemeriksaan radiologi
akan dirujuk kerumah sakit lain dikarenakan fasilitas pemeriksaan
radiologiyang dimaksud dalam kondisi perbaikan.
Jika pelayanan radiologi tersebut dapat terlayani kembali, makadilakukan
koordinasi dengan bagian/unit terkait.
 Jika dikarenakan alat pemeriksaan radiologi mendadak mengalami
masalah atau dalamkondisi perbaikan maka pasien dirujuk ke rumah sakit
lain yangmempunyai fasilitas pemeriksaan radiologi tersebut sesuai
denganprosedur yang berlaku. Pasien dan/atau keluarga pasien
diinformasikanbahwa pemeriksaan radiologi akan dirujuk ke rumah sakit
laindikarenakan fasilitas pemeriksaan radiologi yang dimaksud
dalamkondisi perbaikan.Jika pelayanan radiologi tersebut dapat terlayani
kembali, maka dilakukan koordinasi
dengan bagian/unit terkait.
4) Jika pemeriksaan radiologi tersebut belum tersedia di RS Risa Sentra
Medika, maka pasien dirujuk ke rumah sakit lainyang mempunyai fasilitas
pemeriksaan radiologi tersebut sesuaiprosedur yang berlaku. Pasien
dan/atau keluarga pasien diinformasikanbahwa pemeriksaan radiologi
akan dirujuk ke rumah sakit laindikarenakan fasilitas pemeriksaan radiologi
yang dimaksud belumtersedia di RS Risa Sentra Medika.Jika pelayanan

179
radiologi tersebut sudah tersedia di RS Risa Sentra Medika,
makadilakukan koordinasi dengan bagian/unit terkait.

f. Penundaan Pelayanan Laboratorium


Penundaan pelayanan laboratorium ini meliputi laboratorium patologi
klinik danlaboratorium patologi anatomi. Penundaan pelayanan laboratorium
dapat disebabkan :
 Waktu tunggu terlayani melebihi batas waktu tunggu, misal
dikarenakanantrian pasien dalam kondisi ramai, dokter spesialis patologi
klinik datangterlambat, dokter spesialis patologi anatomi datang
terlambat.
 Hasil pemeriksaan laboratorium belum selesai (melebihi batas waktu
tunggu),misal : dikarenakan perlu pengulangan (adanya kesalahan pre-
analitik,analitik, post-analitik), kondisi pasien yang mendadak menurun di
ruangtunggu laboratorium, dokter spesialis patologi klinik datang
terlambat, dokter spesialis patologi anatomi datang terlambat.
 Pasien belum dapat terlayani, misal : dikarenakan alat laboratorium
mendadak mengalami kesalahan atau dalam kondisi perbaikan, logistik
(masalah reagen), pemeriksaanlaboratorium tertentu belum tersedia di
RS Risa Sentra Medika Mataram.
Tatalaksana :
1) Jika penundaan tersebut tidak membutuhkan waktu yang lama, maka :
 Untuk pasien yang sudah datang di Unit Laboratorium :
petugaslaboratorium menyampaikan kepada pasien dan/atau
keluarga pasien tentangpenundaan pelayanan laboratorium
(sebutkan alasan dan kapan dapatmelayani pemeriksaan
laboratorium tersebut) dan permohonan maaf atasketidaknyamanan
tersebut.Sarankan untuk sabar menunggu.
 Untuk Unit Rawat Jalan dan Unit Gawat Darurat : petugas
laboratoriummenyampaikan perawat Unit Rawat Jalan dan Unit
Gawat Darurattentang penundaan pelayanan laboratorium (sebutkan
alasan dan kapan dapatmelayani pemeriksaan laboratorium tersebut)
dan permohonan maaf atasketidaknyamanan tersebut.Sarankan
untuk sabar menunggu.

180
 Untuk pasien rawat inap : petugas laboratorium menginformasikan
kepadaperawat ruangan rawat inap tentang penundaan pelayanan
laboratorium(sebutkan alasan kapan dapat melayani pemeriksaan
laboratorium tersebut)dan permohonan maaf atas ketidaknyamanan
tersebut.Sarankan untuk sabar menunggu.
2) Jika penundaan tersebut membutuhkan waktu yang lama sehingga
RSRisa medika Mataram belum dapat melayani pemeriksaan
laboratorium tertentu,maka dilakukan koordinasi dengan bagian/unit
terkait : Yanmed, Pemasaran,Rekam medis, Rawat jalan, Rawat inap,
UGD sesuai dengan proseduryang berlaku.
3) Jika dikarenakan masalah logistik :
 Untuk pasien yang sudah datang di Unit Laboratorium :petugas
laboratorium menyampaikan kepada pasien dan/ataukeluarga pasien
tentang penundaan pelayanan laboratorium(sebutkan alasan kapan
dapat melayani pemeriksaanlaboratorium tersebut) dan permohonan
maaf atasketidaknyamanan tersebut.
 Untuk Unit Rawat Jalan dan Unit Gawat Darurat :petugas
laboratorium menyampaikan perawat Unit RawatJalan dan Unit
Gawat Darurat tentang penundaanpelayanan laboratorium (sebutkan
alasan kapan dapat melayanipemeriksaan laboratorium tersebut) dan
permohonan maaf atasketidaknyamanan tersebut.
 Untuk pasien rawat inap : petugas laboratoriummenginformasikan
kepada perawat ruangan rawat inap tentangpenundaan pelayanan
laboratorium (sebutkan alasan dan kapandapat melayani
pemeriksaan laboratorium tersebut) dandapat melayani pemeriksaan
laboratorium tersebut) danpermohonan maaf atas ketidaknyamanan
tersebut.
 Jika pemeriksaan laboratorium tersebut sangat dibutuhkan
olehpasien, maka pasien dirujuk ke rumah sakit lain yangmempunyai
fasilitas pemeriksaan laboratorium tersebut sesuaidengan prosedur
yang berlaku. Pasien dan/atau keluarga pasiendiinformasikan bahwa
pemeriksaan laboratorium akan dirujukke rumah sakit lain
dikarenakan fasilitas pemeriksaanlaboratorium yang dimaksud dalam
kondisi perbaikan.Jika pelayanan laboratorium tersebut dapat

181
terlayani kembali,maka dilakukan koordinasi dengan bagian/unit
terkait.
 Jika dikarenakan alat pemeriksaan laboratorium mendadak
mengalami masalah ataudalam kondisi perbaikan maka pasien
dirujuk ke rumah sakit lain yangmempunyai fasilitas pemeriksaan
laboratorium tersebut sesuai denganprosedur yang berlaku. Pasien
dan/atau keluarga pasien diinformasikanbahwa pemeriksaan
laboratorium akan dirujuk ke rumah sakit laindikarenakan fasilitas
pemeriksaan laboratorium yang dimaksud dalamkondisi perbaikan.
 Jika pelayanan laboratorium tersebut dapat terlayani kembali, maka
dilakukankoordinasi dengan bagian/unit terkait.
4) Jika pemeriksaan laboratorium tersebut belum tersedia di RS Risa Sentra
Medika Mataram, maka pasien dirujuk ke rumah sakit lain yang
mempunyaifasilitas pemeriksaan laboratorium tersebut sesuai prosedur
yangberlaku. Pasien dan/atau keluarga pasien diinformasikan
bahwapemeriksaan laboratorium akan dirujuk ke rumah sakit
laindikarenakan fasilitas pemeriksaan laboratorium yang dimaksud
belumtersedia di RS Risa Sentra Medika Mataram.Jika pelayanan
laboratorium tersebut dapat terlayani kembali, maka dilakukankoordinasi
dengan bagian/unit terkait.

g. Penundaan Pelayanan Tindakan/Operasi


Penundaan pelayanan tindakan/operasi, dapat disebabkan :
 Kondisi pasien, misal : kondisi pasien mendadak menurun, kondisi
pasienyang membutuhkan stabilisasi.
 Kondisi dokter operator, dokter anestesi, misal : dokter operator dan /
ataudokter anestesi masih mengerjakan tindakan/operasi yang lain,
dokteroperator dan / atau dokter anestesi mendadak berhalangan/sakit.
 Keterbatasan jumlah tim perawat bedah, misal : tim perawat bedah
masihmengerjakan tindakan/operasi yang lain.
 Ketersediaan instrumen/alat, misal : instrument/alat masih dalam
kondisitidak steril, instrument/alat dalam kondisi rusak/perbaikan,
instrument/alattertentu belum tersedia di RS Risa Sentra Medika Mataram

182
 Adanya tindakan/operasi cito sehingga menggeser jadwal operasi elektif.
Tatalaksana :
1) Jika penundaan tersebut tidak membutuhkan waktu yang lama, maka :
 Untuk Unit Rawat Jalan dan Unit Gawat Darurat : petugas
kamaroperasi menyampaikan kepada perawat Unit Rawat Jalan dan
UGD tentang penundaan pelayanan tindakan/operasi (sebutkanalasan
dan kapan dapat melayani tindakan/operasi) dan permohonan maaf
atasketidaknyamanan tersebut.Sarankan untuk sabar menunggu.
 Untuk pasien rawat inap : petugas kamar operasi menginformasikan
kepadaperawat ruangan rawat inap tentang penundaan pelayanan
tindakan/operasi(sebutkan alasan kapan dapat melayani
tindakan/operasi) dan permohonanmaaf atas ketidaknyamanan
tersebut.Sarankan untuk sabar menunggu.
2) Jika penundaan tersebut membutuhkan waktu yang lama sehingga RS
Risa Medika Mataram belum dapat melayani tindakan/operasi tertentu,
makadilakukan koordinasi dengan bagian/unit terkait : Yanmed,
Pemasaran, Rekammedis, Rawat jalan, Rawat inap UGD sesuai prosedur
yang berlaku.
3) Jika penundaan dikarenakan instrument/alat dalam kondisi
rusak/perbaikan atau instrument/alattertentu belum tersedia di RS Risa
Sentra Medika Mataram, maka pasien dirujuk ke rumah sakit lainyang
mempunyai fasilitas pelayanan tindakan/operasi tersebut sesuai dengan
proseduryang berlaku. Pasien dan/atau keluarga pasien diinformasikan
bahwa tindakan/operasitersebut akan dirujuk ke rumah sakit lain dan
permohonan maaf atas ketidaknyamanantersebut.Jika pelayanan
tindakan/operasi tersebut dapat terlayani, maka dilakukan
koordinasidengan bagian/unit terkait.

h. Penundaan Pelayanan Rawat Inap


Penundaan pelayanan rawat inap, dapat disebabkan :
 Ruangan rawat inap yang sesuai kebutuhan pasien dalam kondisi penuh.
 Ruangan rawat inap yang diinginkan pasien dan/atau keluarga pasien
dalamkondisi penuh.
Tatalaksana :

183
1) Untuk pasien yang indikasi rawat inap dan sudah berada di Unit Rawat
Jalanatau UGD: petugas rekam medis menyampaikan kepada
pasiendan/atau keluarga pasien tentang penundaan pelayanan rawat
inap (sebutkanalasan) dan permohonan maaf atas ketidaknyamanan
tersebut.
2) Jika masih tersedia ruangan rawat inap yang sesuai kebutuhan
pasientersebut, maka sarankan kepada pasien dan/atau keluarga pasien
untukmemilih ruangan rawat inap tersebut.Jika pasien dan/atau keluarga
pasien bersedia, maka petugas rekammedis melakukan prosedur
pemesanan ruangan rawat inap.Jika pasien dan/atau keluarga pasien
tidak bersedia, maka sarankan untuk dirujuk ke rumah sakit terdekat
yang mempunyai sarana danfasilitas yang dibutuhkan pasien.
3) Jika tidak tersedia ruangan rawat inap yang sesuai kebutuhan
pasientersebut, maka sarankan untuk dirujuk ke rumah sakit terdekat
yangmempunyai sarana dan fasilitas yang dibutuhkan pasien.
4) Untuk pasien akan dirujuk ke RS Risa Sentra Medika Mataram, sesuai
dengan prosedurkomunikasi antar RS rujukan dan RS/Yankes yang
merujuk, petugas FO menyampaikan kondisi ruangan rawat inap RS
Risa Sentra Medika Mataram dalam kondisi penuh dan tidak dapat
menerima pasien rawat inap.Sarankan untuk dirujuk ke rumah sakit lain
yang mempunyai sarana dan fasilitas yangdibutuhkan pasien.

i. Penundaan Pelayanan Intensif


Pasien yang memerlukan pelayanan intensif akan dilakukan proses
rujukan ke Rumah Sakit yang memiliki fasilitas ICU yang sudah bekerjasama.
Penundaan pelayanan intensif, dapat disebabkan :
 Ruangan rawat intensif (ICU) rumah sakit rujukan dalam kondisi penuh.
 Tempat tidur di ICU tersedia tetapi peralatan yang dibutuhkan pasien
dalam kondisi terpakai, misalnya ventilator.

j. Penundaan Pelayanan Apotik


Penundaan pelayanan kamar obat, dapat disebabkan :
 Waktu tunggu terlayani melebihi batas waktu tunggu, misal dikarenakan
antrian pasien dalam kondisi ramai.

184
 Penyerahan obat jadi maupun racikan melebihi batas waktu tunggu, misal
dikarenakan antrian pasien dalam kondisi ramai, resep sulit dibaca
sehinggaharus konfirmasi ke dokter, poliklinik rawat jalan jam buka
prakteknyamelebihi waktu tunggu kehadiran dokter (kehadiran dokter
sesuai denganjadwal prakteknya, dengan toleransi 30 menit), dokter tidak
bisa dihubungiuntuk konfirmasi resep, obat atau alkes di logistik atau
depo obat yang lain.
 Pasien belum dapat terlayani, misal dikarenakan obat yang tertulis
dalamresep maupun padanannya tidak tersedia di RS Risa Sentra
Medika Mataram, logistik(obat yang tertulis dalam resep kosong atau stok
habis).
Tatalaksana :
1) Jika penundaan tersebut tidak membutuhkan waktu yang lama, maka :
 Untuk pasien dan/atau keluarga pasien yang sudah datang di kamar
obat maupun pasien rawat jalan : petugas kamar obat menyampaikan
kepada pasiendan/atau keluarga pasien tentang penundaan
pelayanan kamar obat (sebutkan alasan) dan permohonan maaf atas
ketidaknyamanan tersebut.Sarankan untuk sabar menunggu.
 Untuk pasien rawat inap : petugas kamar obat menginformasikan
kepada perawat ruangan rawat inap tentang penundaan pelayanan
kamar obat(sebutkan alasan) dan permohonan maaf atas
ketidaknyamanan tersebut.Sarankan untuk sabar menunggu.
2) Jika penundaan tersebut membutuhkan waktu yang lama sehingga RS
belum dapat melayani resep untuk obat-obat tertentu, maka
dilakukankoordinasi dengan bagian/unit terkait : Yanmed, Pemasaran,
Rekam medis, Rawatjalan, Rawat inap, IPI, IBS, IGD sesuai dengan
prosedur yang berlaku.
3) Jika dikarenakan masalah logistik :
 Untuk pasien dan/atau keluarga pasien yang sudah datang di apotik
maupun pasien rawat jalan : petugas apotik menyampaikan kepada
pasien dan/atau keluarga pasiententang penundaan pelayanan
(sebutkan alasan dankapan dapat melayani resep untuk obat
tersebut) danpermohonan maaf atas ketidaknyamanan
tersebut.Sarankan : jika obat tersebut maupun padanannya tidak

185
tersedia di apotik atau tersedia padanannya tetapi dokter dan pasien
tidak mau diganti maka petugasapotik membuatkan copy resep
sesuai dengan prosedur yang berlaku.
 Untuk pasien rawat inap : petugas apotik menginformasikankepada
perawat ruangan rawat inap tentang penundaanpelayanan (sebutkan
alasan dan kapan dapatmelayani resep untuk obat tersebut) dan
permohonan maaf atasketidaknyamanan tersebut.
Jika obat tersebut dan padanannya tidak tersedia di apotikRS
serta bukan suplemen maka petugas kamar obat melayani pembelian
diapotik luar sesuai dengan prosedur yang berlaku.Jika layanan resep
untuk obat tersebut dapat terlayani kembali,maka dilakukan koordinasi
dengan bagian/unit terkait

186
19. PROSES RUJUKAN PASIEN

Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atas


masalah kesehatan masyarakat dan kasus-kasus penyakit yang dilakukan
secara timbal balik secara vertikal maupun horizontal meliputi sarana, rujukan
teknologi, rujukan tenaga ahli, rujukan operasional, rujukan kasus, rujukan ilmu
pengetahuan dan rujukan bahan pemeriksaan laboratorium.
Jenis-jenis rujukan (menurut lingkup pelayanan)
1. Rujukan Medik adalah rujukan pelayanan yang terutama meliputi upaya
penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Misalnya, merujuk
pasien puskesmas dengan penyakit kronis (jantung koroner, hipertensi,
diabetes mellitus) ke rumah sakit umum daerah.
a. Transfer Of Patient
penatalaksanaan pasien dari strata pelayanan kesehatan yang kurang
mampu ke strata pelayanan kesehatan yang lebih sempurna atau
sebaliknya untuk pelayanan tindak lanjut
b. Transfer Of Specimen
Pengiriman bahan bahan pemeriksaan bahan laboratorium dari strata
pelayanan kesehatan yang kurang mampu ke strata yang lebih mampu
atau sebaliknya, untuk tindak lanjut.
c. Transfer Of Knowledge/ personel
pengiriman dokter/ tenaga kesehatan yang lebih ahli dari strata
pelayanankesehatanyang lebih mampu ke strata pelayanan kesehatan
yang kurang mampu untuk bimbingan dan diskusi atau sebaliknya, untuk
mengikuti pendidikan dan pelatihan.
2. Rujukan Kesehatan adalah rujukan pelayanan yang umumnya berkaitan
dengan upaya peningkatan promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan
(preventif). Contohnya, Survey epidemiologi dan pemberantasan penyakit
atas kejadian luar biasa atau berjangkitnya penyakit menular, Pemberian
pangan atas terjadinya kelaparan di suatu wilayah, Pemberian makanan,
tempat tinggal dan obat-obatan untuk pengungsi atas terjadinya bencana
alam.
Menurut tata hubungannya:

187
• Rujukan Internal adalah rujukan horizontal yang terjadi antar unit
pelayanan di dalam institusi tersebut. Misalnya dari poli rawat jalan atau
UGD kerawat inap.
• Rujukan Eksternal adalah rujukan yang terjadi antar unit-unit dalam
jenjang pelayanan kesehatan, baik horizontal  (dari poli rawat jalan atau
UGD ke rawat inap) maupun vertikal (dari puskesmas ke rumah sakit
umum daerah).
Tingkatan Rujukan
• Internal antar petugas di RS
• Antara puskesmas pembantu dan puskesmas
• Antar masyarakat dan puskesmas
• Antar puskesmas dan RS, laboratorium/ fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya
Kriteria pembagian wilayah pelayanan sistem rujukan
Karena terbatasnya sumber daya tenaga dan dana kesehatan yang
disediakan, maka perlu diupayakan penggunaan fasilitas pelayanan medis yang
tersedia secara efektif dan efisien. Pemerintah telah menetapkan konsep
pembagian wilayah dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat.Dalam
sistem rujukan ini setiap unit kesehatan mulai dari Polindes, Puskesmas
Pembantu, Puskesmas dan Rumah Sakit akan memberikan jasa pelayanannya
kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan wilayah dan tingkat kemampuan
petugas atau sarana. Ketentuan ini dikecualikan bagi rujukan kasus gawat
darurat, sehingga pembagian wilayah pelayanan dalam sistem rujukan tidak anya
didasarkan pada batas-batas wilayah administrasi pemerintahan saja tetapi juga
dengan kriteria antara lain:
1. Tingkat kemampuan atau kelengkapan fasilitas sarana kesehatan, misalnya
fasilitas Rumah Sakit sesuai dengan tingkat klasifikasinya.
2. Kerja sama Rumah Sakit dengan Fakultas Kedokteran.
3. Keberadaan jaringan transportasi atau fasilitas pengangkutan yang
digunakan ke Sarana Kesehatan atau Rumah Sakit rujukan.
4. Kondisi geografis wilayah sarana kesehatan.
Pembiayaan
Pembiayaan rujukan dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku pada
asuransi kesehatan atau jaminan kesehatan. Pembiayaan rujukan bagi pasien

188
yang bukan peserta asuransi kesehatan atau jaminan kesehatan menjadi
tanggung jawab pasien dan/atau keluarganya. Biaya transportasi rujukan
merupakan bagian dari jasa pelayanan yang menjadi tanggung jawab pihak
penjamin (Askes, BPJS, dan Assuransi lain). Bagi pasien korban kecelakaan lalu
lintas, biaya rujukan ditanggung oleh PT Asuransi Jasa Raharja sesuai dengan
ketentuan yang berlaku di perusahaan asuransi tersebut.
Mekanisme/Alur Rujukan
Rujukan dapat dilakukan secara vertikal dan horizontal. Rujukan vertikal
merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan. Rujukan
horizontal rujukan antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan. Rujukan
vertikal dapat dilakukan dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan
pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.
Rujukan horizontal dilakukan apabila perujuk tidak dapat memberikan
pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan
fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap.
Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan
pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila:
a. Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau sub spesialistik;
b. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau
ketenagaan.

Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan


pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila:
a. Permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan
kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan
kewenangannya;
b. Kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih
baik dalam menangani pasien tersebut;
c. Pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan
pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan,
efisiensi dan pelayanan jangka panjang dan/atau

189
d. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan
dan/atau ketenagaan.

Perujuk sebelum melakukan rujukan harus:


1. Melakukan pertolongan pertama dan/atau tindakan stabilisasi kondisi pasien
sesuai indikasi medis serta sesuai dengan kemampuan untuk tujuan
keselamatan pasien selama pelaksanaan rujukan;
2. Menentukan rumah sakit penerima yang dapat menyediakan kebutuhan
pasien yang akan dirujuk (melalui kerja sama resmi atau tidak resmi);
3. Melakukan komunikasi dengan penerima rujukan dan memastikan bahwa
penerima rujukan dapat memenuhi kebutuhan pasien untuk pelayanan
berkelanjutan serta dapat menerima pasien dalam hal keadaan pasien gawat
darurat;
4. Membuat surat pengantar rujukan untuk disampaikan kepada penerima
rujukan.

Informasi yang berkaitan dengan asuhan pasien ditansfer bersama


dengan pasien. Surat pengantar rujukan sekurang-kurangnya memuat:
a. Identitas pasien (nama dan tanggal lahir);
b. Hasil pemeriksaan (anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang) yang telah dilakukan;
c. Diagnosis kerja;
d. Terapi dan/atau tindakan yang telah diberikan;
e. Tujuan rujukan (terkait kebutuhan pasien akan pelayanan lebih lanjut);
f. Nama dan tanda tangan tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan; dan
g. Nama dan tanda tangan tenaga kesehatan penerima rujukan.

Kewajiban Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pengirim Rujukan


a. Memberi penjelasan kepada pasien atau keluarganya bahwa karena
alasan medis pasien harus dirujuk, atau karena ketiadaan tempat tidur pasien
harus dirujuk;
b. Melaksanakan konfirmasi dan memastikan kesiapan fasilitas pelayanan
kesehatan yang dituju sebelum merujuk;

190
c. Membuat surat rujukan dengan melampirkan diagnosis pasien dan
resume catatan medis;
d. Mencatat pada register rujukan
e. Sebelum dikirim, keadaan umum pasien sudah distabilkan lebih dahulu
dan stabilitas pasien dipertahankan selama dalam perjalanan;
f. Pasien harus didampingi oleh tenaga kesehatan yang mengetahui
keadaan pasien dan mampu menjaga stabilitas pasien sampai pasien tiba di
tempat rujukan;
g. Selama proses rujukan, pasien harus selalu dimonitor.
h. Tenaga Kesehatan yang mendampingi pasien menyerahkan surat
pengantar rujukan kepada rumah sakit penerima.

Kewajiban Sarana Pelayanan Kesehatan Yang Menerima Rujukan :


a. Menerima surat rujukan dan membuat tanda terima pasien;
b. Mencatat kasus rujukan dan membuat laporan penerimaan rujukan
c. Membuat diagnosis dan melaksanakan tindakan medis yang diperlukan,
serta melaksanakan perawatan;
d. Melaksanakan catatan medik sesuai dengan ketentuan;
e. Memberikan informasi medis kepada sarana pelayanan pengirim rujukan;
f. Membuat surat rujukan ke sarana pelayanan kesehatan yang lebih tinggi,
apabila kondisi pasien tidak dapat diatasi, dan mengirim tembusannya
kepada sarana pelayanan kesehatan pengirim pertama;

Merujuk dan Menerima Rujukan Pasien


Pasien yang akan dirujuk harus sudah diperiksa dan layak untuk
dirujuk. Seluruh pelayanan yang diberikan di Rumah Sakit Risa Sentra
Medika Lombok Timur ditetapkan dalam kebijakan. Apabila pasien memiliki
kebutuhan yang tidak tersedia dalam pelayanan di Rumah Sakit Risa Sentra
Medika Lombok Timur, maka pasien akan dirujuk.Adapun kriteria pasien
yang dirujuk adalah bila memenuhi salah satu dari:
1. Hasil pemeriksaan fisik sudah dapat dipastikan tidak mampu diatasi.
2. Hasil pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan penunjang medis ternyata
tidak mampu diatasi.

191
3. Memerlukan pemeriksaan penunjang medis yang lebih lengkap, tetapi
pemeriksaan harus disertai pasien yang bersangkutan.
4. Apabila telah diobati dan dirawat ternyata memerlukan pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan di sarana kesehatan yang lebih mampu.
Untuk pasien yang tidak langsung dirujuk ke rumah sakit lain, pasien
diberikan instruksi tindak lanjut mencakup nama dan lokasi untuk pelayanan
lanjutan, kapan kembali ke rumah sakit untuk kontrol, dan kapan pelayanan
yang mendesak harus didapatkan. Keluarga diikutsertakan dalam proses
apabila pasien kurang dapat mengerti dan mengikuti instruksi, serta apabila
mereka berperan dalam proses pemberian pelayanan lanjutan.
Dalam prosedur merujuk dan menerima rujukan pasien ada dua pihak
yang terlibat yaitu pihak yang merujuk dan pihak yang menerima rujukan
dengan rincian beberapa prosedur sebagai berikut :
1. Prosedur standar merujuk pasien
2. Prosedur standar menerima rujukan pasien
1. Prosedur Standar Merujuk Pasien
a. Prosedur Klinis:
1. Melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaanpenunjang medik untuk menentukan diagnosa utama
dan diagnosa banding.
2. Memberikan tindakan pra rujukan sesuai kasus berdasarkan
Standar Prosedur Operasional (SPO).
3. Memutuskan unit pelayanan tujuan rujukan dengan sebelumnya
memastikan bahwa tujuan rujukan siap dan mampu untuk
memenuhi kebutuhan pasien
4. Untuk pasien gawat darurat harus didampingi petugas Medis /
Paramedis yang kompeten dibidangnya dan mengetahui kondisi
pasien.
5. Apabila pasien diantar dengan kendaraan Puskesmas keliling atau
ambulans, agar petugas dan kendaraan tetap menunggu pasien di
IGD tujuan sampai ada kepastian pasien tersebut mendapat
pelayanan dan kesimpulan dirawat inap atau rawat jalan.

b. Prosedur Administratif

192
1. Dilakukan setelah pasien diberikan tindakan pra-rujukan.
2. Membuat catatan rekam medis pasien.
3. Memberikan Informed Consent (persetujuan/penolakan rujukan)
4. Membuat surat rujukan pasien rangkap 2. Lembar pertama dikirim
ke tempat rujukan bersama pasien yang bersakutan. Lembar
kedua disimpan sebagai arsip.
5. Mencatat identitas pasien pada buku register rujukan pasien.
6. Menyiapkan sarana transportasi dan sedapat mungkin menjalin
komunikasi dengan tempat tujuan rujukan.
7. Pengiriman pasien ini sebaiknya dilaksanakan setelah
diselesaikan administrasi yang bersangkutan.

2. Prosedur Standar Menerima Rujukan Pasien.


a. Prosedur Klinis:
1. Segera menerima dan melakukan stabilisasi pasien rujukan
sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO).
2. Setelah stabil, meneruskan pasien ke ruang perawatan elektif
untuk perawatan selanjutnya atau meneruskan ke sarana
kesehatan yang lebih mampu untuk dirujuk lanjut.
3. Melakukan monitoring dan evaluasi kemajuan klinis pasien.
b. Prosedur Administratif:
1. Menerima, meneliti dan menandatangani surat rujukan pasien
yang telah diterima untuk ditempelkan di kartu status pasien.
2. Apabila pasien tersebut dapat diterima kemudian membuat tanda
terima pasien sesuai aturan masing-masing sarana.
3. Mengisi hasil pemeriksaan dan pengobatan serta perawatan pada
kartu catatan medis dan diteruskan ke tempat perawatan
selanjutnya sesuai kondisi pasien.
4. Memberikan pengantar rawat inap kepada keluarga atau
penanggung jawab pasien yang akan diserahkan ke bagian
informasi.
5. Segera memberikan informasi tentang keputusan tindakan /
perawatan yang akan dilakukan kepada petugas / keluarga pasien
yang mengantar.

193
6. Apabila tidak sanggup menangani (sesuai perlengkapan
Puskesmas / RSUD/Rumah Sakit swasta yang bersangkutan),
maka harus merujuk ke RSU yang lebih mampu dengan membuat
surat rujukan pasien rangkap 2 kemudian surat rujukan yang asli
dibawa bersama pasien, prosedur selanjutnya sama seperti
merujuk pasien.
7. Mencatat identitas pasien di buku register yang ditentukan.
Stabilisasi Sebelum Rujukan Pasien
Meskipun berpotensi memberikan risiko tambahan terhadap pasien,
rujukan pasien yang aman dapat dilakukan bahkan pada pasien yang
sakit berat/kritis (extremely ill). Rujukan pasien sebaiknya tidak dilakukan
sampai kondisi pasien stabil. Rumah sakit yang terlibat harus memastikan
bahwa terdapat prosedur / pengaturanrujukan pasien yang memadai.
7. Hal penting yang perlu dilakukan sebelum rujukan pasien:
a. Amankan patensi jalan napas
b. Terdapat jalur/akses vena yang adekuat.
c. Pengukuran tanda vital yang kontinu selama proses rujukan
berlangsung.
d. Pemasangan kateter urin dan nasogastric tube (NGT), jika diperlukan.
e. Pemberian terapi/tatalaksana tidak boleh ditunda saat menunggu
pelaksanaan rujukan.
8. Petugas rujukan harus mengetahui penggunaan peralatan yang ada dan
secara independen menilai kondisi pasien.
9. Seluruh peralatan dan obat-obatan harus dicek ulang oleh petugas
rujukan.

Merujuk dan Menerima Rujukan Spesimen dan Penunjang Diagnostik


Lainnya
Pemeriksaan Spesimen dan Penunjang Diagnostik lainnya dapat
dirujuk apabila pemeriksaannya memerlukan peralatan medik/tehnik
pemeriksaan laboratorium dan penunjang diagnostik yang lebih lengkap.
Spesimen dapat dikirim dan diperiksa tanpa disertai pasien yang
bersangkutan. Rumah sakit atau unit kesehatan yang menerima rujukan
specimen tersebut harus mengirimkan laporan hasil pemeriksaan spesimen

194
yang telah diperiksanya.
Prosedur Standar Pengiriman Rujukan Spesimen dan Penunjang Diagnostik
Lainnya
a. Prosedur Klinis:
1. Menyiapkan pasien/spesimen untuk pemeriksaan lanjutan.
2. Untuk spesimen, perlu dikemas sesuai dengan kondisi bahan yang
akan dikirim dengan memperhatikan aspek sterilitas, kontaminasi
penularan penyakit, keselamatan pasien dan orang lain serta
kelayakan untuk jenis pemeriksaan yang diinginkan.
3. Memastikan bahwa pasien/spesimen yang dikirim tersebut sudah
sesuai dengan kondisi yang diinginkan dan identitas yang jelas.
b. Prosedur Administratif:
1. Mengisi format dan surat rujukan spesimen/penunjang diagnostik
lainnya secara cermat dan jelas termasuk nomor surat dan BPJS
atau Asuransi lainnya, informasi jenis spesimen/penunjang
diagnostic lainnya pemeriksaan yang diinginkan, identitas pasien dan
diagnosa sementara serta identitas pengirim.
2. Mencatat informasi yang diperlukan di buku register yang telah
ditentukan masing-masing intansinya.
3. Mengirim surat rujukan spesimen/penunjang diagnostik lainya ke
alamat tujuan dan lembar kedua disimpan sebagai arsip.
4. Mencari informasi perkiraan balasan hasil rujukan spesimen/
penunjang diagnostik lainnya tersebut.

Prosedur Standar Menerima Rujukan Spesimen dan Penunjang Diagnostik


Lainnya
a. Prosedur Klinis
1. Menerima dan memeriksa spesimen/penunjang diagnostik lainnya
sesuai dengan kondisi pasien/bahan yang diterima dengan
memperhatikan aspek : sterilisasi, kontaminasi penularan penyakit,
keselamatan pasien, orang lain dan kelayakan untuk pemeriksaan.
2. Memastikan bahwa spesimen yang diterima tersebut layak untuk
diperiksa sesuai dengan permintaan yang diinginkan

195
3. Mengerjakan pemeriksaan laboratoris atau patologis dan penunjang
diagnostik lainnya dengan mutu standar dan sesuai dengan jenis dan
cara pemeriksaan yang diminta oleh pengirim.
b. Prosedur Administratif
1. Meneliti isi surat rujukan spesimen dan penunjang diagnostic lainnya
yang diterima secara cermat dan jelas termasuk nomor surat dan
status BPJS atau asuransi lainnya, informasi pemeriksaan yang
diinginkan, identitas pasien dan diagnosa sementara serta identitas
pengirim.
2. Mencacat informasi yang diperlukan di buku register / arsip yang telah
ditentukan masing-masing instansinya.
3. Memastikan kerahasiaan pasien terjamin.
4. Mengirimkan hasil pemeriksaan tersebut secara tertulis dengan
format standar masing-masing sarana kepada pimpinan institusi
pengirim.

Prosedur Standar Mengirim Balasan Rujukan Hasil Pemeriksaan Spesimen


dan Penunjang Diagnostik Lainnya.
a. Prosedur Klinis:
1. Memastikan bahwa permintaan pemeriksaan yang tertera di surat
rujukan specimen/ Penunjang diagnostik lainnya yang diterima, telah
dilakukan sesuai dengan mutu standar dan lengkap
2. Memastikan bahwa hasil pemeriksaan bisa dipertanggung jawabkan.
3. Melakukan pengecekan kembali (double check) bahwa tidak ada
tertukar dan keraguan diantara beberapa spesimen.
b. Prosedur Administratif:
1. Mencatat di buku register hasil pemeriksaan untuk arsip.
2. Mengisi format laporan hasil pemeriksaan sesuai ketentuan masing-
masing instansi.
3. Memastikan bahwa hasil pemeriksaan tersebut terjaga
kerahasiaannya dan sampai kepada yang berhak untuk
membacanya.

196
4. Mengirimkan segera laporan hasil pemeriksaan kepada alamat
pengirim, dan memastikan laporan tersebut diterima pihak pengirim
dengan konfirmasi melalui sarana komunikasi yang memungkinkan.
Pencatatan
Pencatatan kasus rujukan menggunakan 1 (satu) Buku Register
Rujukan, dimana setiap pasien rujukan yang diterima dan yang akan dirujuk
dicatat dalam buku register rujukan di 1 (satu) unit pelayanan. Alur Registrasi
Pasien Rujukan di sarana pelayanan kesehatan sebagai berikut:
1. Pasien umum yang masuk melalui rawat jalan (loket - Poliklinik) dan UGD di
catat pada buku register pasien di masing-masing unit pelayanan. Apabila
pasien di rawat, dicatat juga pada buku register rawat inap.
2. Pasien datang dengan surat rujukan dari Polindes/Poskesdes/ Pustu/
Puskesmas dan sarana kesehatan lainnya tetap dicatat pada buku register
pasien di masing-masing unit pelayanan dan selanjutnya juga dicatat pada
buku registrasi rujukan,
3. Apabila pasien telah mendapatkan perawatan baik di UGD, Rawat Inap dan
unit pelayanan lainnya yang diputuskan untuk dirujuk, maka langsung dicatat
pada buku register rujukan pasien,
4. Setelah menerima surat rujukan balasan maka dicatat tanggal rujukan balik
diterima pada buku register rujukan pasien (kolom balasan rujukan).
5. Pada setiap akhir bulan, semua pasien rujukan (asal rujukan, di rujuk dan
rujukan balasan) dijumlahkan dan dicatat pada baris terakhir format buku
register rujukan pasien dan dilaporkan sesuai dengan ketentuan.

Prosedur Monitoring Dan Evaluasi Pelaksanaan Sistem Rujukan


Pihak-pihak yang terlibat dalam sistem rujukan diwajibkan melakukan
monitoring evaluasi dengan kegiatan sebagai berikut:
1. Mengumpulkan data dan informasi mengenai kegiatan pelayanan rujukan
yang telah dilaksanakan di unit pelayanan kesehatannya.
2. Pimpinan unit pelayanan kesehatan ini menyusun laporan pelaksanaan
sistem rujukan dan kegiatan rujukan pasien.
3. Laporan ini dikirimkan ke Dinas Kesehatan setempat untuk bahan penilaian
dari pelaksanaan sistem rujukan.
d) Data dan informasi kegiatan rujukan dilakukan analisa sebagai masukan

197
perencanaan perbaikan sistem rujukan di masing-masing dan antar unit
pelayanan kesehatan serta Dinas Kesehatan baik Kabupaten/Kota
maupun Provinsi.
20. PEMULANGAN PASIEN

• Untuk menjamin kesinambungan pelayanan dan asuhan pasien, harus


dilakukan rencana pemulangan pasien yang terintegrasi.
• DPJP yang bertanggung jawab atas pelayanan pasien tersebut, harus
menentukan kesiapan pasien untuk dipulangkan dalam waktu 48 jam
pertama setelah pasien masuk rawat inap.
• DPJP mengisi resume pulang pasien/Format Program Rujuk Balik
(PRB) dengan menjelaskan secara tertulis tentang kondisi pasien
selanjutnya.
• Perencanaan pemulangan pasien dilaksanakan oleh MPP.

• Selama perawatan di rumah sakit, pasien hanya bisa meninggalkan


rumah sakit atas persetujuan DPJP.
• Bila diperlukan, pada pemulangan pasien dapat dirujuk kepada
fasilitas kesehatan, baik perorangan ataupun institusi yang berada di
komunitas dimana pasien berada yang bertujuan untuk memberikan
kelanjutan pelayanan atau asuhan.
• Rencana pemulangan pasien dilakukan pada pasien yang rencana
pemulangannya kompleks.
• Rencana pemulangan yang kompleks dimulai segera setelah pasien
masuk rawat inap.
• Kriteria pasien yang pemulangannya kompleks adalah:

- Bayi kurang bulan dengan berat badan lahir rendah;

- Pasien usia lanjut dengan dementia;

- Pasien dengan gangguan mobilitas sehingga tidak mampu atau


mengalami kesulitan untuk aktivitas kesehariannya;
- Pasien yang masih memerlukan pertolongan untuk melanjutkan
terapi atau perawatan.
• Pasien rawat jalan dengan asuhan yang kompleks atau yang

198
diagnosisnya kompleks diperlukan Profil Ringkas Medis Rawat Jalan
(PRMRJ).
• Pasien rawat jalan yang memerlukan PRMRJ adalah:

- Pasien dengan diagnosis yang kompleks;

- Pasien dengan asuhan yang kompleks.


• Penyimpanan berkas PRMRJ harus mudah untuk dicari kembali;
• Pelaksanaan pembuatan PRMRJ dievaluasi agar dapat memenuhi
kebutuhan para DPJP serta untuk meningkatkan mutu dan
keselamatan pasien.

21. PENOLAKAN ASUHAN MEDIS DAN PENGOBATAN

• Rumah Sakit menginformasikan tentang perencanaan dan tata


laksana pengobatan
• Rumah sakit memberitahu hak pasien dan keluarga untuk menolak
atau tidak melanjutkan pelayanan dan pengobatan.
• Pasien mempunyai hak untuk memberikan persetujuan atau menolak
atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap
penyakit yang dideritanya, termasuk menolak dilakukan resusitasi.
• Kepada pasien atau keluarga yang menolak asuhan atau meminta
penghentian asuhan/pengobatan, termasuk pulang atas permintaan
sendiri, harus dijelaskan konsekuensi dari keputusan mereka.
• Penjelasan juga meliputi risiko medis akibat asuhan medis yang
belum lengkap.
• Untuk pasien yang keluar rumah sakit atas permintaan sendiri tetap
harus diupayakan kesinambungan asuhannya, termasuk melalui
rujukan kepada fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di area
domisili pasien.
• Dilakukan evaluasi secara berkala terhadap alasan penolakan asuhan
medis, termasuk pasien yang pulang atas permintaan sendiri.

• Keluarga pasien dapat meminta dokter untuk melakukan penghentian


atau penundaan terapi bantuan hidup atau meminta menilai keadaan
pasien untuk penghentian atau penundaan terapi bantuan hidup

199
dasar.

• Keputusan untuk menghentikan atau menunda terapi bantuan hidup


tindakan kedokteran terhadap pasien sebagaimana dimaksud pada
poin (3) dilakukan oleh tim dokter yang menangani pasien setelah
berkonsultasi dengan tim dokter yang ditunjuk oleh Komite Medik atau
Komite Etik.
• Permintaan keluarga pasien sebagaimana dimaksud pada poin (3)
hanya dapat dilakukan dalam hal:
- pasien tidak kompeten tetapi telah mewasiatkan pesannya
tentang hal ini (advanced directive) yang dapat berupa:
pesan spesifik yang menyatakan agar dilakukan penghentian
atau penundaan terapi bantuan hidup apabila mencapai
keadaan futility (kesia-siaan)
pesan yang menyatakan agar keputusan didelegasikan kepada
seseorang tertentu (surrogate decision maker)
- pasien yang tidak kompeten dan belum berwasiat, namun
keluarga pasien yakin bahwa seandainya pasien kompeten akan
memutuskan seperti itu, berdasarkan kepercayaannya dan nilai-
nilai yang dianutnya.
• Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada poin (3) dan
poin (4) bila pasien masih mampu membuat keputusan dan
menyatakan keinginannya sendiri.
• Dalam hal permintaan dinyatakan oleh pasien sebagaimana dimaksud
pada poin (3), maka permintaan pasien tersebut harus dipenuhi.
• Dalam hal terjadi ketidaksesuaian antara permintaan keluarga
dan rekomendasi tim yang ditunjuk oleh komite medik atau
komite etik, dimana keluarga tetap meminta penghentian atau
penundaan terapi bantuan hidup, tanggung jawab hukum ada
di pihak keluarga.
22. RUJUKAN PASIEN

• Rujukan dilaksanakan atas persetujuan pasien atau keluarga;


• Persetujuan diberikan setelah pasien dan/atau keluarganya
mendapatkan penjelasan dari tenaga kesehatan yang berwenang.

200
• Penjelasan sekurang-kurangnya meliputi:
- diagnosis dan terapi dan/atau tindakan medis yang diperlukan;

- alasan dan tujuan dilakukan rujukan;

- risiko yang dapat timbul apabila rujukan tidak dilakukan;

- transportasi rujukan; dan

- risiko atau penyulit yang dapat timbul selama dalam perjalanan.


• Hal-hal yang harus dilakukan sebelum melakukan rujukan adalah:

- melakukan pertolongan pertama dan/atau tindakan stabilisasi


kondisi pasien sesuai indikasi medis serta sesuai dengan
kemampuan untuk tujuan keselamatan pasien selama pelaksanaan
rujukan;
- melakukan komunikasi dengan penerima rujukan dan memastikan
bahwa penerima rujukan dapat menerima pasien dalam hal
keadaan pasien gawat darurat; dan
- membuat surat pengantar rujukan untuk disampaikan kepada
penerima rujukan.
• Surat pengantar rujukan sebagaimana dimaksud pada poin c diatas,
sekurang-kurangnya memuat:
- identitas pasien;

- hasil pemeriksaan (anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang) yang telah dilakukan;
- diagnosis kerja;

- terapi dan/atau tindakan yang telah diberikan;

- tujuan rujukan; dan

- nama dan tanda tangan tenaga kesehatan yang memberikan


pelayanan.
• Transportasi untuk rujukan dilakukan sesuai dengan kondisi pasien;
• Selama proses transportasi rujukan ada staf yang kompeten sesuai
dengan kondisi pasien yang selalu memonitor dan mencatatnya dalam
rekam medis;
• Rujukan dianggap telah terjadi apabila pasien telah diterima oleh

201
penerima rujukan.
• Pasien atau keluarga diberi penjelasan apabila rujukan yang
dibutuhkan tidak dapat dilaksanakan.
23. TRANSPORTASI PASIEN

• Transportasi milik rumah sakit harus sesuai dengan hukum dan


peraturan yang berlaku berkenaan dengan pengoperasian, kondisi
dan pemeliharaan
• Pasien yang akan ditransportasi dengan menggunakan ambulan
rumah sakit wajib dimonitor apa yang dibutuhkan pasien selama
transportasi serta alat-alat medis didalam ambulance sesuai standar.

24. PELAYANAN RESKO TINGGI


• Rumah sakit memberi pelayanan pada beberapa pasien yang
digolongkan risiko-tinggi karena umur, kondisi, atau kebutuhan yang
bersifat kritis.
- Rumah sakit mengindentifikasi staf untuk dilatih memberikan
resusitasi yaitu staf medis dan non medis (sekuriti, sopir, petugas
registrasi, kasir dan customer service)
- Rumah sakit mengatur perawatan pasien yang menderita penyakit
menular dan penurunan kekebalan tubuh (immune- suppressed)
- Rumah sakit mengatur perawatan lanjut usia
- Rumah sakit mengatur orang dengan keterbatasan fisik/cacat
- Rumah sakit mengatur perawatan anak-anak
- orang dengan keterbatasan fisik/cacat, anak-anak, dan populasi
yang beresiko diperlakukan tidak senonoh/yang beresiko disiksa.
- Rumah sakit mengatur perawatan populasi pasien yang beresiko
disiksa
• Rumah sakit memberi pelayanan risiko-tinggi antara lain
- Rumah sakit memberikan asuhan kasus emergensi
- Rumah sakit mengatur perawatan pasien yang menggunakan alat
bantu kehidupan (life suport) atau dalam keadaan koma.
- Rumah sakit memberikan pelayanan resusitasi

202
- Rumah sakit mengatur perawatan pasien yang mendapat tindakan
operasi dan anestesi
- Rumah sakit mengatur penggunaan alat pengekang (restraint) dan
perawatan pasien yang memakai alat pengekang
- Rumah sakit mengatur perawatan pasien yang dialisis.
- Rumah sakit mengatur penanganan, penggunaan dan
pemberian darah dan produk darah.
• Staf klinis dilatih mengenali (mendeteksi), mengidentifikasi sedini
mungkin perubahan kondisi pasien memburuk dengan penerapan
Early Warning System (EWS) dapat dilakukan menggunakan sisitem
skor.

25. MANAJEMEN NYERI


• Berdasar cakupan asuhan yg diberikan, RS menetapkan proses utk
melakukan skrining, asesmen dan pelayanan utk mengatasi nyeri
meliputi:
- identifikasi pasien utk rasa nyeri pada asesmen awal dan
asesmen ulang memberi informasi kpd pasien bhw nyeri dapat
disebabkan oleh tindakan atau pemeriksaan
- melaksanakan pelayanan utk mengatasi nyeri, terlepas dari mana
nyeri berasal
- melakukan komunikasi dan edukasi kpd pasien & keluarga perihal
pelayanan utk mengatasi nyeri sesuai dgn latar belakang agama,
budaya, nilai2 pasien dan keluarga
- melatih PPA ttg asesmen dan pelayanan utk mengatasi nyeri
• Semua pasien rawat inap dan rawat jalan diskrining untuk rasa
sakit dan dilakukan assemen dalam pengelolaan nyeri secara
efektif sesuai dengan pedoman/panduan nyeri yang berlaku.

26. PELAYANAN PASIEN TAHAP TERMINAL


• Rumah sakit mendukung hak pasien untuk mendapatkan pelayanan
yang penuh hormat dan kasih sayang pada akhir kehidupannya.
• Pasien dan keluarga terlibat dalam mengambil keputusan terhadap

203
asuhan pada akhir kehidupan
• Rumah sakit berkewajiban mendidik staf tentang pengelolaan pasien
tahap terminal sesuai panduan/pedoman/SPO yang berlaku.
• Kepedulian staf terhadap kenyamanan dan kehormatan pasien harus
menjadi prioritas semua aspek asuhan pasien selama pasien berada
dlm tahap terminal.
• RS menetapkan proses utk mengelola asuhan pasien dlm tahap
terminal. Proses ini meliputi:

- intervensi utk pelayanan pasien untuk mengatasi nyeri

- memberikan pengobatan sesuai gejala dan mempertimbangkan


keinginan pasien & keluarga
- menyampaikan secara hati-hati soal sensitif seperti otopsi
atau donasi organ
- menghormati nilai, agama dan budaya pasien & keluarga

- mengajak pasien & keluarga dalam semua aspek asuhan

- memperhatikan keprihatinan psikologis, emosional, spiritual dan


budaya pasien dan keluarga

27. MONITORING DAN EVALUASI

Pelaksanaan keseragaman pelayanan di evaluasi dalam 24 jam


dengan membentuk tim monitoring dan evaluasi melalui Pengawas Umum
Rumah Sakit (PURS), Morning Report. Pengawas Umum Rumah Sakit
(PURS) sebagai personal yang bertanggung jawab pada pelayanan rumah
sakit saat itu. Hasil evaluasi pelayanan dibuat dalam bentuk laporan yang
ditindaklanjuti sercara periodik setiap bulannya oleh pihak manajemen.

28. MANAJEMEN OBAT

• Elektrolit konsentrat tidak berada diunit pelayanan pasien kecuali jika


dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah
pemberian yang tidak sengaja diarea tersebut, bila diperkenankan
kebijakan.

204
• Elektrolit konsentrat yang disimpan diunit pelayanan pasien diberi
label yang jelas dan disimpan dengan cara yang membatsi akses
(restrict acces).

29. MANAJEMEN NUTRISI DAN RESIKO NUTRISI

• Pasien diskrining untuk status gizi atau ditapis untuk mengidentifikasi


adanya risiko nutrisi
• Pasien ini dikonsultasikan ke ahli gizi utk dilakukan asesmen
lebih lanjut.
- Penyiapan makanan, penanganan, penyimpanan dan penyajian
dengan cara mengurangi resiko kontaminasi dan pembusukan .
- Dokter, perawat, ahli gizi dan keluarga pasien bekerjasama
konteks asuhan gizi terintegrasi.
- Pilihan makanan disesuaikan dengan umur, budaya, pilihan,
rencana asuhan, diagnosis pasien
- Jika ditemukan risiko nutrisi, dibuat rencana terapi gizi dan
dilaksanakan
- Jika keluarga pasien/ orang lain mau membawa makanan utk
pasien, kpd mereka diberi edukasi ttg makanan yg merupakan
kontra indikasi thd rencana, kebersihan (hygiene) makanan dan
kebutuhan asuhan pasien, termasuk informasi terkait interaksi
obat dan makanan.

30. PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI

• Rumah sakit menetapkan proses utk melakukan pelayanan bedah


dengan menggunakan kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat
pasien operasi, meliputi:
- Digunakan suatu tanda yang segera dikenali untuk identifikasi
lokasi operasi dan melibatkan pasien dalam proses penandaan /
pemberian tanda
- Menggunakan daftar ceklis untuk melakukan verifikasi praoperasi
tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien dan semua dokumen

205
serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat/benar dan
fungsional.
- Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat/
mendokumentasikan prosedur “sebelum incisi/ time-out” tepat
sebelum dimulainya suatu prosedur/ tindakan pembedahan
• Pelayanan sedasi ringan, sedang dan dalam dilaksanakan oleh tenaga
medis yang kompeten dan menjadi tanggung jawab masing-masing.
Sedangkan sedasi diluar IBS dilakukan berdasarkan Kebijakan/alur dan
SPO yang berlaku.

31. MANAJEMEN RESIKO JATUH

• Penerapan assemen awal resiko pasien jatuh dan melakukan assemen


ulang terhadap pasien bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau
pengobatan.
• Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi resiko jatuh bagi mereka
yang pada hasil assemen dianggap beresiko
• Langkah-langkah dimonitor hasilnya, tentang keberhasilan pengurangan
cedera akibat jatuh maupun dampak yang berkaitan secara tidak
disengaja.

32. DOKTER PENANGGUNG JAWAB PELAYANAN

• Penetapan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) sepenuhnya


hak pasien
• DPJP di ICU adalah dokter spesialis anestesi (KIC), kecuali permintaan
pasien
• DPJP bertanggung jawab terhadap semua pelayanan kepada pasien

• DPJP wajib melengkapi berkas rekam medis pasien/resume medis

• DPJP wajib memenuhi hak pasien.

• DPJP menulis resep obat sesuai standar Formularium Nasional


(FORNAS)
• DPJP memberikan asuhan medis sesuai dengan PPK dan Clinical

206
Pathway

33. KOMUNIKASI EFEKTIF

• Komunikasi yang efektif diseluruh Rumah Sakit Risa Sentra Medika


Lombok Timur.

• Rumah sakit menggunakan sistem komunikasi SBAR dalam


melaporkan kondisi pasien untuk mengingkatkan efektifitas
komunikasi antar pemberi layanan.
• Rumah sakit konsisten dalam melakukan verifikasi terhadap akurasi
dari komunikasi lisan dengan tulis , membaca kembali dan
mengkomfirmasi ulang (TBAK) terhadap perintah yang diberikan
sesuai standar.
• Pelaporan kondisi pasien kepada DPJP pasien menjadi tanggung
jawab dokter ruangan yang bertugas.

207
ALUR PELAYANAN PASIEN RAWAT JALAN

PASIEN DATANG
Ambil Nomor antrian

REGISTRASI
PETUGAS PENDAFTARAN

UMUM BPJS JAMINAN


LAIN

persy
arata
Mele
ngka

berk
dan

as
pi

n
POLI TUJUAN
PERIKSA DOKTER

PENUNJANG: RUJUK RAWAT RENCANA OPERASI


KONSUL KE POLI LAIN INAP
Laboratorium
Radiologi
FARMASI Konfir

aftara
Petug

Lapo

UGD
Pend

n/FO
masi
Ke

as

r
PASIEN KASIR 208
PULANG
ALUR PELAYANAN PASIEN RAWAT INAP
Pasien Datang Sendiri
Rujukkan Puskesmas
Rujukkan RS Lain
Rujukkan Poli Spesialis

PENDAFTARAN

Ruang Neonatus UGD Ruang Bersalin

Tindakan / Observasi/ Stabilitas

Perawatan Rawat Inap

Keluar Rumah Sakit

Sembuh Rujuk

209
Rawat Jalan
Rujukan
UGD
ALUR PELAYANAN PASIEN UGD

Admisi Rawat Inap


PASIEN
Tidak
Umum ? Jaminan
Ya

Persetujuan Rawat Inap

Pasien kembali ke UGD

Radiologi Ya

Laboratorium Penunjang?
Tidak

Konsul Dokter

Perawatan di Ruang Rawat Inap


Pulang Paksa
Tidak Dirujuk
Sembuh Meninggal

Ya

Proses
Pasien
Pembayaran
Pulang
210
Triage Ancaman Triage
Pasien Triage Visual Nyawa Merah

Pasien
Datang Diterima Tidak
(drop zone) Petugas Ada
UGD Ancaman

Triage

Keluarga
Pengantar
Periksa : Triage
Tekanan darah Merah

Nadi
Registrasi
Pernapasan Triage
Kuning
Suhu

Ruang Tunggu EKG


Triage
Primary Survey Hijau
Airway

Breathing

Circulation 211
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

212
BAB IX

PENUTUP

Pedoman Pelayanan di Rumah Sakit Risa sentra Medika Lombok Timur


sesuai dengan tujuannya, seluruh petugas rumah sakit yang berkaitan dengan
pelayanan pasien di rumah sakit ini mengetahuinya, dan mengacu pada
pedoman ini, diharapkan mempergunakannya sebagai acuan dalam
pelaksanaan kegiatan pelayanan di tempat terkait.
Pedoman ini belum sempurna dan akan selalu diperbaiki dan
disempurnakan, untuk unit-unit layanan yang belum dicakup oleh pedoman ini
akan dibuat pedoman khusus.

Kepada petugas/ instalasi/ unit layanan yang tidak melaksanakan/


berpedoman kepada ketentuan diatas, dikenakan sanksi administratif oleh
pejabat yang berwenang berupa teguran lisan, teguran tertulis, penghentian
kegiatan sementara dan/ atau pencabutan Surat Izin Kerja personil yang
bersangkutan.

Pada saat pedoman ini berlaku semua Instalasi serta unit pelayanan
yang sudah ada harus menyesuaikan dengan ketentuan yang berlaku dalam
pedoman ini.

213

Anda mungkin juga menyukai