Anda di halaman 1dari 13

REFERAT

Kegawatdaruratan

Airway, breating, circulation, CRT, CPR, Hemlich manouver, Intubasi dewasa

OLEH:

A.Ilham Hibatullah

201710330311079

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

2020
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. LatarBelakang
Pendekatan Airway, Breathing, Circulation, (ABC) adalah Tindakan dan pendekatan
sistematis untuk penilaian langsung dan pengobatan sakit kritis atau pasien yang terluka.
Pendekatan ini dapat diterapkan di semua keadaan darurat klinis. Tindakan ini Bisa
digunakan di jalan tanpa peralatan apa pun atau, dalam menggunakan alat yang lebih canggih
pada saat berada layanan medis darurat, di ruang gawat darurat, di bangsal umum rumah
sakit, atau di unit perawatan intensif.
Capillary refill time (CRT) merupakan penilaian perfusi perifer seperti waktu
pengisian ulang kapiler (CRT) sebagai serta pengukuran tekanan darah untuk menilai status
kardiovaskular untuk Mengidentifikasi yang mungkin mengalami gangguan hemodinamik
atau syok.
Henti jantung merupakan kondisi kegawatan yang seringkali mengancam nyawa
seseorang dimana merupakan penyebab kematian yang pertama di dunia (Aelen et al., 2012).
Tahun 2013, American Heart Association mempublikasikan prevalensi henti jantung sebesar
359.400 k orang yang mengalami henti jantung diluar rumah sakit, serta sebanyak 209.000
orang mengalami henti jantung di rumah sakit (Alan S et al, 2013). Penanganan henti jantung
dapat dilakukan salah satunya dengan memberikan tindakan Cardiopulmonary Resuscitation
(CPR).
Heimlich mannuever dilakukan untuk Pembersihan jalan napas karena sumbatan
benda asing dilakukan bila kejadiannya disaksikan sendiri atau sangat dicurigai, refleks batuk
tidak adekuat

1.2. Tujuan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui tentang Tindakan Airway, breating,
circulation, CRT, CPR, Hemlich manouver, Intubasi dewasa secara detail.

1.3. Manfaat
Penulisan referat ini diharapkan dapat menambah pemahaman dan memperluas wawasan
penulis ataupun pembaca mengenai Tindakan Airway, breating, circulation, CRT, CPR,
Hemlich manouver, Intubasi dewasa.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Airway, Breathing, Circulation


2.1.1 Definisi
Pendekatan Airway, Breathing, Circulation, (ABC) adalah Tindakan dan pendekatan
sistematis untuk penilaian langsung dan pengobatan sakit kritis atau pasien yang terluka.
Pendekatan ini dapat diterapkan di semua keadaan darurat klinis. Tindakan ini Bisa
digunakan di jalan tanpa peralatan apa pun atau, dalam menggunakan alat yang lebih canggih
pada saat berada layanan medis darurat, di ruang gawat darurat, di bangsal umum rumah
sakit, atau di unit perawatan intensif.

2.1.2 Tujuan
Tujuan dari pendekatan ABC adalah:
• untuk memberikan pengobatan yang menyelamatkan jiwa
• untuk memecah situasi klinis yang kompleks menjadi bagian-bagian yang lebih dapat
dikelola
• berfungsi sebagai algoritma penilaian dan pengobatan
• untuk membangun kesadaran situasional yang sama di antara semua penyedia pengobatan
• mengulur waktu untuk menegakkan diagnosis akhir dan pengobatan.
dan Tindakan
A. Airway (A)
Jika pasien merespon dengan suara normal, maka jalan nafas sudah paten.
Obstruksi jalan napas bisa sebagian atau seluruhnya.
Tanda-tanda jalan nafas yang terhalang sebagian termasuk suara yang
berubah, nafas yang berisik (misalnya, stridor), dan usaha bernafas yang meningkat.
Dengan jalan nafas yang terhalang sepenuhnya, tidak ada pernafasan meskipun usaha
yang besar (yaitu, respirasi paradoks, atau tanda “jungkat-jungkit” Penurunan
kesadaran merupakan penyebab umum dari gangguan jalan napas, sebagian atau
seluruhnya.
Tanda umum dari obstruksi jalan nafas parsial dalam keadaan tidak sadar
adalah mendengkur. Obstruksi jalan nafas yang tidak diobati dapat dengan cepat
menyebabkan serangan jantung. Semua profesional perawatan kesehatan, apa pun
pengaturannya, dapat menilai jalan napas seperti yang dijelaskan dan menggunakan
manuver head-tilt dan chin-lift untuk membuka jalan napas.
Dengan peralatan yang tepat, sedot saluran udara untuk menghilangkan
penghalang, misalnya darah atau muntahan, dianjurkan. Jika memungkinkan, benda
asing yang menyebabkan obstruksi jalan napas harus dikeluarkan. Jika terjadi
obstruksi jalan napas lengkap, pengobatan harus diberikan sesuai dengan pedoman
saat ini. Singkatnya, pasien yang sadar memberikan lima pukulan punggung secara
bergantian.
Singkatnya, kepada pasien yang sadar memberikan lima pukulan punggung
bergantian dengan lima dorongan perut sampai obstruksi lega. Jika korban menjadi
tidak sadarkan diri, panggil bantuan dan mulai resusitasi kardiopulmoner sesuai
dengan pedoman.9 Yang penting, oksigen aliran tinggi harus disediakan untuk semua
orang yang sakit kritis secepat mungkin.
B. Breathing (B)
Di semua tempat, dimungkinkan untuk menentukan laju pernapasan,
memeriksa gerakan dinding toraks untuk kesimetrisan dan penggunaan otot
pernapasan tambahan, dan perkusi dada untuk menemukan kusam atau resonansi
unilateral. Sianosis, vena leher yang membesar, dan lateralisasi trakea dapat
diidentifikasi.
Jika stetoskop tersedia, auskultasi paru harus dilakukan dan, jika
memungkinkan, oksimeter denyut harus diterapkan. Pneumotoraks tegangan harus
segera diatasi dengan memasukkan kanula di mana ruang interkostal kedua melintasi
garis midclavicular (needle thoracocentesis). Bronkospasme harus diobati dengan
inhalasi. Jika pernapasan tidak mencukupi, ventilasi bantuan harus dilakukan dengan
memberikan napas penyelamat dengan atau tanpa alat penghalang. Personel yang
terlatih harus menggunakan masker jika tersedia.
C. Circulation
Waktu pengisian kapiler dan denyut nadi dapat dinilai dalam pengaturan apa
pun. Pemeriksaan kulit memberi petunjuk tentang masalah peredaran darah.
Perubahan warna, berkeringat, dan penurunan tingkat kesadaran merupakan tanda
penurunan perfusi. Jika stetoskop tersedia, auskultasi jantung harus dilakukan.
Pemantauan elektrokardiografi dan pengukuran tekanan darah juga harus dilakukan
sesegera mungkin. Hipotensi merupakan tanda klinis merugikan yang penting. Efek
hipovolemia dapat dikurangi dengan menempatkan pasien dalam posisi terlentang dan
mengangkat kaki pasien. Akses intravena harus diperoleh sesegera mungkin dan
saline harus diinfuskan.
2.2 CRT
2.2.1 definisi
CRT adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan warna di lapisan kapiler
eksternal setelah pemucatan yang disebabkan oleh tekanan yang diterapkan.
2.2.2 pengukuran
CRT dapat diukur dengan menekan kuku, jaringan lunak di tempurung lutut atau
lengan bawah, bagian tengah dada atau dahi [1]. Untuk mengukur CRT dari dahi manusia,
perlu ditekankan jari ke bagian tengah dahi selama kurang lebih 5 detik lalu lepaskan. Ketika
diukur di dahi, waktu normal untuk CRT harus kurang dari 2 detik untuk orang dewasa,
hingga 3 detik untuk bayi atau hingga 4,5 detik untuk orang tua
Oleh karena itu, jika kulit kembali ke warna normalnya dalam waktu 0,5-4,5 detik
(tergantung usia, jenis kelamin, suhu dll) maka dapat diasumsikan bahwa sistem
kardiovaskular berfungsi normal. Dalam kebanyakan kasus, seharusnya demikian
di bawah 2 detik untuk manusia yang sehat . Jika warna normal kembali dalam jangka waktu
yang diharapkan dari pers, maka kulit mendapatkan suplai darah yang sehat. Jika tidak, bisa
jadi itu adalah tanda tubuh mengalami syok , indikasi dehidrasi, penurunan perfusi perifer
atau suplai darah dari kulit terputus. Kulit adalah organ pertama yang digunakan tubuh untuk
memotong suplai darah jika terjadi cedera atau penyakit parah.
2.3 CPR
2.3.1 definisi
CPR merupakan komponen kedua dalam chain of survival, dimana dengan
memberikan tindakan ini pada korban yang mengalami henti jantung maka akan dapat
meningkatkan angka keberlangsungan hidup korban
2.3.2 tindakan
2.4 heimlich manuever
Hentakan perut (Heimlich maneuver dan abdominal thrust). Cara: Penolong berdiri di
belakang korban, lingkarkan kedua lengan mengitari pinggang, peganglah satu sama lain
pergelangan atau kepalan tangan (penolong), letakkkan kedua tangan (penolong) pada perut
antara pusat dan prosessus sifoideus, tekanlah ke arah abdomen atas dengan hentakan cepat
3-5 kali. Hentakan perut tidak boleh dilakukan pada neonatus dan bayi.

2.5 intubasi dewasa


2.5.1 Definisi
Ventilasi melalui pipa endotrakeal merupakan cara yang sangat efektif . Jalan nafas
yang terjaga menyebabkan pemberian ventilasi dan oksigen lebih terjamin. Kemungkinan
aspirasi cairan lambung lebih kecil. Tekanan udara pernafasan juga menjadi mudah
dikendalikan dan penggunaan Positive End Expiratory Pressure (PEEP) dapat dilakukan
dengan mengatur katup ekspirasi.
2.5.2 Indikasi
1. Proteksi jalan nafas
- Hilangnya refleks pernafasan ( cedera cerebrovascular, kelebihan dosis obat)
- Obstruksi jalan nafas besar ( epiglotitis, corpus alienum, paralisis pita suara) baik secara
anatomis maupun fungsional.
- Perdarahan faring ( luka tusuk, luka tembak pada leher)
- Tindakan profilaksis ( pasien yang tidak sadar untuk pemindahan ke rumah sakit lain atau
pada keadaan di mana potensial terjadi kegawatan nafas dalam proses transportasi pasien)
2. Optimalisasi jalan nafas
- saluran untuk pelaksanaan pulmanary toilet darurat (sebagai contoh : penghisapan atau
bronchoscopy untuk aspirasi akut atau pun trakheitis bakterialis berat) - tindakan untuk
memberikan tekanan positif dan kontinu yang tinggi pada jalan nafas ( respiratory distress
syndrome pada orang dewasa dan penyakit membran hyalin)( Dibutuhkan tekanan inspirasi yang
tinggi atau PEEP).
3. Ventilasi mekanik. Ventilasi mekanik pada kegagalan respirasi yang dikarenakan :
- Pulmonar : penyakit asama, penyakit paru obstruktif kronik, emboli paru, pneumonia.
(”Work of breathing” berlebihan)
- Penyakit jantung atau edema pulmoner - Neurologi : berkurangnya dorongan respirasi
(Gangguan kontrol pernafasan dari susunan saraf pusat)
- Mekanik : disfungsi paru-paru pada flail-chest atau pada penyakit neuromuskuler
- Hiperventilasi therapeutik untuk pasien – pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial.
2.5.3 alat dan bahan
a. Laryngoscope lengkap dengan handle dan blade-nya
b. Pipa endotrakeal ( orotracheal ) dengan ukuran : perempuan no. 7; 7,5 ; 8 . Laki-laki : 8 ;
8,5. Keadaan emergency : 7,5
c. Forceps (cunam) magill ( untuk mengambil benda asing di mulut)
d. Benzokain atau tetrakain anestesi lokal semprot
e. Spuit 10 cc atau 20 cc
f. Stetoskop, ambubag, dan masker oksigen
g. Alat penghisap lendir
h. Plester, gunting, jelli
i. Stilet
2.5.4 cara penggunaan
1. Beritahukan pada penderita atau keluarga mengenai prosedur tindakan yang akan
dilakukan, indikasi dan komplikasinya dan mintalah persetujuan dari penderita atau keluarga
( informed consent)
2. Cek alat yang diperlukan, pastikan semua berfungsi dengan baik dan pilih pipa endotrakeal
( ET) yang sesuai ukuran Masukkan stilet ke dalam pipa ET. Jangan sampai ada penonjolan
keluar pada ujung balon, buat lengkungan pada pipa dan stilet dan cek fungsi balon dengan
mengembangkan dengan udara 10 ml. Jika fungsi baik, kempeskan balon. Beri pelumas pada
ujung pipa ET sampai daerah cuff.
3. Letakkan bantal kecil atau penyangga handuk setinggi 10 cm di oksiput dan pertahankan
kepala sedikit ekstensi (jika resiko fraktur cervical dapat disingkirkan)
4. Bila perlu lakukan penghisapan lendir pada mulut dan faring dan berikan semprotan
bensokain atau tetrakain jika pasien sadar atau tidak dalam keadaan anestesi dalam
5. Lakukan hiperventilasi minimal 30 detik melalui bag masker dengan Fi O2 100 %
6. Buka mulut dengan cara cross finger dan tangan kiri memegang laringoskop
7. Masukkan bilah laringoskop dengan lembut menelusuri mulut sebelah kanan, sisihkan lidah
ke kiri. (gambar 5.c). Masukkan bilah sedikit demi sedikit sampai ujung laringoskop mencapai
dasar lidah, perhatikan agar lidah atau bibir tidak terjepit di antara bilah dan gigi pasien.
8. Angkat laringoskop ke atasdan ke depan dengan kemiringan 30 samapi 40 sejajar aksis
pengangan. Jangan sampai menggunakan gigi sebagai titik tumpu
9. Bila pita suara sudah terlihat (gambar 5.f), tahan tarikan / posisi laringoskop dengan
menggunakan kekuatan siku dan pergelangan tangan. Masukkan pipa ET dari sebelah kanan
mulut ke faring sampai bagian proksimal dari cuff ET melewati pita suara ± 1 – 2 cm atau
pada orang dewasa atau kedalaman pipa ET ±19 -23 cm
10. Angkat laringoskop dan stilet pipa ET dan isi balon dengan udara 5 – 10 ml. Waktu intubasi
tidak boleh lebih dari 30 detik
11. Hubungan pipa ET dengan ambubag dan lakukan ventilasi sambil melakukan auskultasi
( asisten), pertama pada lambung, kemudaian pada paru kanan dan kiri sambil
memperhatikan pengembangan dada.Bila terdengar gurgling pada lambung dan dada tidak
mengembang, berarti pipa ET masuk ke esofagus dan pemasangan pipa harus diulangi
setelah melakukan hiperventilasi ulang selama 30 detik. Berkurangnya bunyi nafas di atas
dada kiri biasanya mengindikasikan pergeseran pipa ke dalam bronkus utama kanan dan
memerlukan tarikan beberapa cm dari pipa ET.
12. Setelah bunyi nafas optimal dicapai, kembangkan balon cuff dengan menggunakan spuit 10
cc.
13. Lakukan fiksasi pipa dengan plester agar tak terdorong atau tercabut
14. Pasang orofaring untuk mencegah pasien menggigit pipa ET jika mulai sadar.
15. Lakukan ventilasi terus dengan oksigen 100 % ( aliran 10 sampai 12 liter per menit).

BAB 3
KESIMPULAN

Pendekatan airway, brething, dan circulation harus dilakukan untuk mengatasi adanya
kegatdaruratan dari pasien agar tidak terjadi komplikasi yang tidak diinginkan. Untuk
mengetahui tanda-tanda syok maka kita dapat menggukan capillary refill time (CRT).
Heilmich manuver dapat digunakan untuk mengatasi sumbatan pada jalan nafas agar pasien
ddapat tertolong. Intubasi pada orang dewasa harus diperhatikan alat bahaan, serta urutan
tindakn yang dilakukan .
Daftar pustaka:

Troels et al. 2012. Initial assessment and treatment with the Airway, Breathing, Circulation,
Disability, Exposure (ABCDE) approach. International Journal of General Medicine 117–121

Susannah et al. 2015. The Diagnostic Value of Capillary Refill Time for Detecting Serious Illness in
Children: A Systematic Review and Meta-Analysis. PLOS ONE | DOI:10.1371/journal.pone.0138155

Emmet et al. Measurement of Capillary Refill Time (CRT) in Healthy Subjects using a Robotic Hand.
Thecvf

American heart association (AHA) guildelinesupdate for cardiopulmonary resuscitation and ECC
2015

Riza dan afik. 2017. Faktor Yang Berhubungan Dengan Tercapainya High Quality Cpr Pada Peserta
Basic Life Support Training. Umm. Volume 7, Nomor 2

Buku Panduan Instruktur Skills Learning Sistem Emergensi Dan Traumatologi Resusitasi
Anak 2017

Pemasangan Endotracheal Tube Lab Ketrampilan Medik/Ppd-Unsoed

Anda mungkin juga menyukai