JUDUL:
OLEH:
AMOILUNG TAMBA
150320019
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Tempat parkir dan jalur pedestarian merupakan komponen penting dan tidak dapat
dipisahkan pada fasilitas pelayanan umum. Sistem perparkiran dan pedestarian akan
mendukung fasilitas umum yang digunakan oleh berbagai pihak. Keamanan dan kenyamanan
adalah suatu yang diharapkan oleh pengguna fasilitas umum. Oleh karena itu, jika sistem
parkir dan pedestarian tidak memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pengguna fasilitas
umum, maka fasilitas umum tersebut tidak akan berfungsi secara maksimal dan juga aktifitas
pengguna akan terganggu.
Museum Perkebunan Indonesia merupakan suatu pusat kegiatan yang dikunjungi oleh
banyak pihak, seperti : rombongan pelajar, rombongan keluarga, maupun perorangan untuk
kebutuhan tertentu. Tentu, perlu adanya tempat parkir dan jalur pedestarian yang baik. Akan
tetapi, pada Museum Perkebunan Indonesia ini, tempat parkir dan jalur pedestarian kurang
memenuhi standar parkir dan pedestarian yang baik. Sehingga pengunjung yang berkendara
kebingungan untuk menempatkan atau memarkirkan kendaraannya, bagi pengunjung yang
jalan kaki juga merasakan kebingungan karena belum ada jalur yang membedakan dimana
jalur pejalan kaki maupun jalur kendaraan. Dan pada saat ini jalur untuk masuk ke Museum
Perkebunan Indonesia tersebut hanya ada satu jalur, yaitu jalur untuk kendaraan dan jalur
pejalan kaki sama. Sehingga para pengguna fasilitas umum tersebut kurang merasakan
keamanan dan kenyamanan pada tempat tersebut.
Oleh karena itu, perlu dikaji sitem parkir dan pedestariannya supaya museum tersebut
memiliki parkir dan pedesterian yang standar, sehingga memberikan keamanan dan
kenyamanan bagi pengunjung Museum Perkebunan Indonesia tersebut.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merumuskan permasalahan sebagai
berikut : Bagaimana pemodelan parkir dan pedestrian Museum Perkebunan Indonesia yang
memiliki parkir dan jalur pedestarian yang standar.
1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merumuskan masalah ini adalah menghasilkan simulasi dan
pemodelan parkir dan pedestarian Museum Perkebunan Indonesia yang memenuhi standar-
standar parkir dan pedestrian.
1.4.Manfaat Penelitian
Manfaat penilitian merumuskan masalah ini antara lain :
a) Memberikan suatu desain parkir dan jalur pedesterian yang memenuhi standar
sehingga aman dan nyaman untuk dikunjungi para pengguna.
b) Dapat menjadi masukan sebagai bidang akademis dalam ilmu arsitektur, mengenai
parkir dan jalur pedestarian yang standar.
c) Sebagai bahan masukan ataupun data untuk pembahasan sejenis.
1.5.Metode Penelitan
Metode penelitian yang digunakan adalah: Metode simulasi dan Pemodelan
1.7.Sistematika Penulisan
Pembahasan pemodelan parkir dan pedesterian Museum Perkebunan Indonesia secara
sistematika terdiri dari 6 (enam) bab yaitu :
BAB I : PENDAHULUAN
Berisikan latar belakang, Perumusan Masalah, Terminologi Judul, Tujuan dan
Manfaat, Ruang Lingkup Masalah, Sistematika Penulisan, dan Kerangka
Pemikiran.
BAB II : TINJAUAN TEORI
Berisikan tentang parkir dan pedestrian/jalur pejalan kaki.
BAB III : METODE PENELITIAN
Berisikan tentang metode penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis
data.
BAB IV : TINJAUAN KHUSUS
Berisikan tentang tinjauan khusus terhadap lokasi penelitian yang menjelaskan
tentang deskripsi wilayah penelitian, tinjauan terhadap kawasan parkir dan
pedesterian Museum Perkebunan Indonesia..
BAB V : ANALISA
Berisikan tentang analisa yang menjelaskan hasil analisa yang dilakukan pada
lokasi objek penelitian.
BAB VI : KONSEP, SIMULASI dan HASIL DESAIN
Berisikan tentang kriteria desain, alternatif desain, konsep pemodelan,
kesimpulan dan saran.
BAB VII : KESIMPULAN DAN SARAN
Berisikan kesimpulan dan saran.
1.8.KERANGKA BERPIKIR
Topik:
judul
PEMODELAN PARKIR DAN JALUR
PEDESTRIAN PADA MUSEUM
PERKEBUNAN INDONESIA DI MEDAN
Masalah :
Perumusan
Bagaimana pemodelan parkir dan jalur
pedestrian Museum Perkebunan Indonesia masalah
yang memiliki standar parkir dan jalur
pedestarian yang standar
MODEL
BAB II
TINJAUAN TEORI
2. PARKIR
2.1 Pengertian Parkir
Parkir merupakan suatu kebutuhan bagi pemilik kendaraan dan menginginkan
kendaraannya parkir di tempat, dimana tempat tersebut mudah untuk dicapai.(Direktorat
Bina Sistem Lalu Lintas Angkutan Kota, maret 1998)
2.1.1. Jenis Peruntukan Parkir Dan Standar Ruang Parkir
Kebutuhan area parkir berbeda antara yang satu dengan lainnya yang sesuai
dengan peruntukannya. Dan standar kebutuhan luas area kegiatan parkir berbeda antara
yang satu dengan yang lain, tergantung kepada beberapa hal antara lain pelayanan, tarip
yang diberlakukan, ketersediaan ruang parkir, tingkat pemilikan kendaraan bermotor,
tingkat pandapatan masyarakat. Pada umumnya ada 2 (dua) jenis peruntukan kebutuhan
parkir, kegiatan dan standar-standar kebutuhan parkir, berdasarkan hasil studi Direktorat
Jenderal Perhubungan Darat, adalah sebagai berikut :
• Kegiatan Parkir Tetap
▪ Pusat perdagangan
Parkir dipusat perdagangan dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu
pekerja yang bekerja di pusat perdagangan tersebut dan pengunjung. Pekerja
umumnya parkir untuk jangka panjang dan pengunjung umumnya jangka pendek.
Karena tekanan penyediaan ruang parkir adalah untuk pengunjung maka kriteria yang
digunakan sebagai acuan penentuan kebutuhan ruang parkir adalah luas areal kawasan
perdagangan.
▪ Pusat perkantoran
Parkir di pusat perkantoran mempunyai ciri parkir jangka panjang. Oleh
karena itu penentuan ruang parkir dipengaruhi oleh jumlah karyawan perkantoran
tersebut.
▪ Pasar swalayan
Seperti halnya perdagangan, pasar swalayan mempunyai karakteristik
kebutuhan ruang parkir yang sama.
▪ Tempat rekreasi
Kebutuhan parkir di tempat rekreasi dipengaruhi oleh daya tarik tempat
tersebut. Biasanya pada hari minggu dan libur, kebutuhan parkir meningkat dari hari
kerja. Perhitungan kebutuhan parkir didasarkan pada areal tempat rekreasi.
Tabel kebutuhan SRP tempat rekreasi
Luas area total 50 100 150 200 400 600 1600 3200 6400
(100m²)
Kebutuhan (SRP) 103 109 115 122 146 196 295 494 892
• Kegiatan Parkir Bersifat Sementara
▪ Bioskop atau gedung pertunjukan
Ruang parkir di bioskop/gedung pertunjukan sifatnya sementara dengan durasi
antara 1,5 sampai 2 jam saja dan keluarnya bersamaan sehingga perlu kapasitas pintu
keluar yang besar. Besarnya kebutuhan ruang parkir tergantung kepada jumlah tempat
duduk.
Tabel kebutuhan SRP bioskop/gedung pertunjukan
Jumlah tempat 300 400 500 600 700 800 900 1000 1000
duduk (buah)
▪ Kebutuhan
G (SRP) 198 202 206 210 214 218 222 227 230
elanggang olahraga
Ruang parkir di gelanggang olahraga sifatnya sementara dengan durasi antara
1,5 sampai 2 jam saja dan keluarnya bersamaan sehingga perlu kapasitas pintu keluar
yang besar. Besarnya kebutuhan ruang parkir tergantung kepada jumlah tempat
duduk.
2.1.2. Penentuan Satuan Ruang Parkir (SRP)
Besar satuan ruang parkir untuk tiap jenis kendaraan adalah sebagai berikut.
1. Satuan ruang parkir untuk mobil penumpang
2) Pola Parkir
a. Pola parkir paralel
▪ Pada daerah datar
▪ Sudut 45˚
keterangan :
A = lebar ruang parkir (M) B = lebar kaki ruang parkir (M)
C = selisih, panjang, ruang parkir (M) D = ruang parkir efektif (M)
M = ruang manuver (M) E = ruang parkir efektif + ruang
manuver (M)
• Taman Parkir
▪ Kriteria :
➢ Rencana Umum Tata Ruang Daerah (RUTTRD)
➢ Keselamatan dan kelancaran lalu lintas
➢ Kelestarian lingkungan
➢ Kemudahan bagi pengguna jasa
➢ Tersedianya tata guna lahan
➢ Letak antara jalan akses utama dan daerah yang dilayani
• Jalur Sirkulasi, Gang, Dan Modul
Perbedaan antara jalur sirkulasi dan jalur gang terutama terletak pada penggunaannya.
Patokan umum yang dipakai adalah :
➢ Panjang sebuah jalur gang tidak lebih dari 100 m
➢ Jalur gang ini yang dimaksudkan untuk melayani lebih dari 50 kendaraan
dianggap sebagai jalur sirkulasi.
Lebar minimum jalur sirkulasi
➢ Untuk jalan satu arah = 3,5 m
➢ `Untuk jalan dua arah = 6,5 m
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pintu masuk dan keluar
adalah sebagai berikut.
❖ Letak jalan masuk/keluar ditempatkan sejauh mungkin dari
persimpangan
❖ Letak jalan masuk/keluar ditempatkan sedemikian rupa sehingga
kemungkinan konflik dengan pejalan kaki dan yang lain dapat
dihindarkan
❖ Letak jalan keluar ditempatkan sedemikian rupa sehingga memberikan
jarak pandang yang cukup saat memasuki arus lalu lintas
❖ Secara teoritis dapat dikatakan bahwa lebar jalan masuk dan keluar
(dalam pengertian jumlah jalur) sebaiknya ditentukan berdasarkan
analisis kapasitas
Pada kondisi tertentu kadan ditentukan modul persial, yaitu sebuah jalur gang
hanya mampu menampung sebuah deretan ruang parkir disalah satu sisinya.
• Kriteria tata letak parkir
Tata letak area parkir kendaraan dapat dibuat bervariasi, bergantung pada
ketersediaan bentuk dan ukuran tempat serta jumlah dan tata letak pintu masuk dan
keluar. Tata letak area parkir dapat digolongkan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
➢ Tata letak pelataran parkir
Tata letak parkir dapat diklasifikasikan sebagai berikut
✓ Pintu masuk dan keluar terpisah dan terletak pada satu ruas jalan
✓ Pintu masuk dan keluar terpisah dan tidak terletak pada satu ruas.
✓ Pintu masuk dan keluar menjadi satu dan terletak pada satu ruas jalan.
Sumber: Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir
✓ Pintu masuk dan keluar yang menjadi satu terletak pada satu ruas
berbeda.
Sumber: Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir
Gbr.3 . Parkir dengan 45˚ hanya dari satu arah Gbr. 4. Parkir 60˚ hanya satu arah.
Sumber: Data Arsitek Jilid 2 Sumber: Data Arsitek Jilid 2
Gbr. 5. 90˚ keluar-masuk parkir, 2 arah, L.2,5m. Gbr. 6. 90˚ keluar-masuk parkir,
2 arah lebar 2,30 m.
Sumber: Data Arsitek Jilid 2 Sumber: Data Arsitek Jilid 2
Gbr. 7. 45˚ hanya arah lalu lintas. Gbr. 8. Parkir hanya dengan arah
lalulintas
Sumber: Data Arsitek Jilid 2 Sumber: Data Arsitek Jilid 2
Gbr. 9. 60˚ hanya arah lalu lintas. Gbr. 10. 90˚ lebar jalan 5,50 m, lebar
parkir 2,50 m.
Sumber: Data Arsitek Jilid 2 Sumber: Data Arsitek Jilid 2
2) Lapak Tunggu
• Disediakan pada media jalan
• Disediakan pada pergantian roda, yaitu dari pejalan kaki ke roda kendaraan umum.
3) Lampu Penerangan
• Ditempatkan pada jalur penyeberangan jalan
• Pemasangan bersifat tetap dan bernilai struktur
• Cahaya lampu cukup terang sehingga apabila pejalan kaki melakukan penyeberangan
bisa terlihat pengguna jalan baik diwaktu gelap/malam hari.
• Cahaya lampu tidak membuat silau pengguna jalan llalu lintas kendaraan.
4) Perambuan
• Penempatan dan dimensi rambu sesuai dengan spesifikasi rambu
• Jenis rambu sesuai dengan kebutuhan dan sesuai dengan keadaan medan
5) Pagar Pembatas
• Apabila volume pejalan kaki di satu jalan sudah ˃450 orang/jam/lebar efektif (dalam
meter)
• Apabila volume kendaraan sudah ˃500 kendaraan/jam
• Kecepatan kendaraan ˃40 km/jam
• Kecenderungan pejalan kaki tidak menggunakan fasilitas penyeberangan
• Bahan pagar bisa terbuat dari konstruksi bangunan atau tanaman
6) Marka
• Marka hanya ditempatkan pada Jalur Pejalan Kaki penyeberangan sebidang
• Keberadaan marka mudah terlihat dengan jelas oleh pengguna jalan baik di siang hari
maupun malam hari
• Pemasangan marka harus bersifat tetap dan tidak berdampak licin bagi pengguna
jalan.
7) Peneduh/Pelindung
• Jenis peneduh disesuaikan pada Jalur Pejalan Kaki, dapat berupa :
1. Pohon pelindung, atap (mengikuti pedoman teknik lansekap)
2. Atap, dll.
3.3.Aspek Lokasi
Lokasi jalur pejalan kaki dan fasilitasnya dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Trotoar
• Trotoar hendaknya ditempatkan pada sisi luar bahu jalan atau sisi luar jalur
Daerah Manfaat Jalan (DAMAJA). Trotoar hendaknya dibuat sejajar dengan
jalan,akan tempat trotoar dapat tidak sejajar dengan jalan bila keadaan topografi
atau keadaan setempat yang tidak memungkinkan.
• trotoar hendaknya ditempatkan pada sisi dalam saluran drainase terbuka atau di
atas saluran drainase yang telah ditutup.
• Trotoar pada tempat pemberhentian bus harus ditempatkan secara
berdampingan/sejajar dengan jalur bus.
2. Penyeberangan Sebidang
❖ Penyeberangan Zebra
❖ Bisa dipasang di kaki persimpangan tanpa apil atau di ruas/link
❖ Apabila persimpangan diatur dengan lampu pengatur lalu lintas, hendaknya
pemberian waktu penyeberangan menjadi satu kesatuan dengan lampu
pengatur lalu lintas persimpangan
❖ Apabila persimpangan tidak diatur dengan lampu pengatur lalu lintas, maka
kriteria batas kecepatan adalah ˂ 40 km/jam.
❖ Penyeberangan Pelikan
❖ Dipasang pada ruas/link jalan, minimal 300 m dari persimpangan.
❖ Pada jalan dengan kecepatan operasional rata-rata lalu lintas kendaraan ˃ 40
km/jam.
3. Penyeberangan Tak Sebidang
❖ Jembatan
❖ bila jenis jalur penyeberangan dengan menggunakan zebra atau pelikan sudah
mengganggu lalu lintas kendaraan yang ada.
❖ Pada ruas jalan dimana frekuensi terjadinya kecelakaan yang melibatkan
pejalan kaki cukup tinggi.
❖ Pada ruas jalan yang mempunyai arus lalu lintas dan arus pejalan kaki yang
cukup.
❖ Terowongan
❖ Bila jenis jalur penyeberangan dengan menggunakan jembatan tidak
memungkinkan untuk diadakan
❖ Bila lokasi lahan atau medan meungkinkan untuk dibangun terowongan.
3.4.Kriteria Desain
Kriteria desain yang dibahas secara teknik hanya untuk Jalur Pejalan Kaki.
c) Lampu Penerangan
Lampu penerangan diletakkan pada jalur amenitas. Terletak setiap 10 meter
dengan tinggi maksimal 4 meter, dan bahan yang digunakan adalah bahan dengan
durabilitas tinggi seperti metal & beton cetak. Selain itu, cahaya yang dipancarkan
oleh lampu penerangan harus cukup terang sehingga pejalan kaki yang berjalan bisa
melihat di waktu gelap/malam hari. Kriteria penempatan lampu penerangan adalah:
a. Ditempatkan pada jalur penyeberangan jalan.
b. Pemasangan bersifat tetap dan bernilai struktur.
c. Cahaya lampu cukup terang sehingga apabila pejalan kaki melakukan
penyeberangan bisa terlihat pengguna jalan baik di waktu gelap/malan
hari.
d. Cahaya lampu tidak membuat silau pengguna jalan lalu lintas kendaraan.
d) Tempat Duduk
Tempat duduk diletakan pada jalur amenitas. Terletak setiap 10 meter atau
pada tempat-tempat pergantian moda dengan lebar 40-50 centimeter, panjang 150
centimeter dan bahan yang digunakan adalah bahan dengan durabilitas tinggi seperti
metal dan beton cetak.
f) Tempat Sampah
Kriteria : perletakan tempat sampah yang diatur dalam jarak tertentu (jarak
penempatan 15-20 meter), mudah dalam system pengangkutannya, dan jenis
tempat sampah yang disediakan memiliki tipe yang berbeda-beda sesuai
dengan fungsinya (tempat sampah kering dan tempat sampah basah).
Dalam merencanakan desain tempat sampah, hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah : mudah dalam system pengangkutannya (jika termuat sampah
tertutup), bentuk dan model tempat sampah mengacu pada kondisi / lokasi
penempatan, tempat sampah harus fungsional, dan desain dari ketinggian
tempat sampah harus dapat dijangkau dengan tangan dalam memasukkan
sampah (60-70 cm).
h) Halte/Shelter Bus
Halte/shelter bus dan lapak tunggu diletakan pada jalur amenitas. Shelter harus
diletakan pada setiap radius 300 meter atau pada titik potensial kawasan, dengan
besaran sesuai kebutuhan, dan bahan yang digunakan adalah bahan yang memiliki
durabilitas tinggi seperti metal. Kriteria penentuan lokasi lapak tunggu adalah:
Disediakan pada median jalan.
Disediakan pada pergantian roda, yaitu dari pejalan kaki ke roda kendaraan
umum.
Material permukaan yang bertekstur dekoratif dapat membuat lebih sulit bagi
pejalan kaki dengan keterbatasan penglihatan, untuk mendeteksi peringatan
tersebut perlu menyediakan informasi (tanda) kritis.
Elemen-elemen material yang umumnya digunakan pada jalur pedestrian adalah
paving ( beton ), bata atau batu.
a. Paving atau beton
Paving beton dibuat dengan variasi bentuk,tekstur, warna, dan variasi bentuk
yangmemiliki kelebihan terlihat seperti batu bata,serta pemasangan dan
pemeliharaannyamudah. Paving beton ini dapat digunakan diberbagai tempat karena
kekuatannya.
Gambar 2.15:Paving blok
(Sumber :www.google.com, 2016)
b. Batu
Batu merupakan salah satu material yang paling tahan lama, memiliki daya
tahan yang kuat dan mudah dalam pemeliharaannya. Batu granit adalah salah satu
yang sering digunakan pada jalur pedestrian yang membutuhkan keindahan.
c. Bata
Bahan material ini merupakan bahan yang mudah pemeliharaannya, serta
mudah pula didapat. Bata memiliki tekstur dan dapat menyerap air dan panas dengan
cepat tetapi mudah retak.
4. MUSEUM
4.1.Pengertian Museum
Museum adalah lembaga permanen yang tidak mencari keuntungan, diabadikan
untuk kepentingan masyarakat dan perkembangannya, terbuka untuk umum, yang
mengumpulkan, melestarikan, meneliti, mengkomunikasikan dan memamerkan bukti-
bukti bendawi manusia dan lingkungannya untuk tujuan studi, penelitian dan kesenangan
(Direktori Museum Indonesia, 2012).
Menurut Moh Amir Sutaarga, gambaran perkembangan museum, dan Permuseuman
(1997-1998) dapat dibuat ikhtisar singkatnya yaitu:
1. Museum sebagai tempat kumpulan barang aneh.
2. Museum pernah digunakan sebagai istilah kumpulan pengetahuan dalam bentuk karya
tulis pada zaman ensiklopedis.
3. Museum sebagai tempat koleksi realia bagi lembaga atau perkumpulanperkumpulan
ilmiah.
4. Museum dan lstana setelah revolusi Perancis dibuka untuk umum dalam rangka
demokratisasi ilmu dan kesenian.
5. Museum menjadi urusan yang perlu ditangani pembinaan, pengarahan dan
pengembangannya oleh pemerintah sebagai sarana pelaksanaan kebijakan politik di
bidang kebudayaan.
Dalam sejarahnya, museum mengalami perubahan dalam arti fungsi museumnya.
Dari fungsi awal sebagai gudang barang, tempat disimpan benda warisan budaya yang
bernilai luhur meluas fungsinya pada pemeliharaan, pengawetan, penyajian atau pameran.
Selanjutnya, fungsi museum diperluas lagi sampai pada fungsi pendidikan dalam rangka
untuk kepentingan umum. Namun Demikian, walaupun terjadi perubahan dan perluasan
fungsi museum, tetapi hakekat pengertian museum itu tidak berubah. Ciri ilmiah dan
kesenian, serta bersenang-senang tetap menjiwai arti museum sampai saat ini.
4.2.Jenis Museum
Direktorat Permuseuman pada tahun 1971 mengelompokkan museummuseum
menurut jenis koleksinya menjadi 3 jenis, yaitu museum umum, museum khusus, dan
museum lokal. Pengelompokan itu diubah pada tahun 1975 menjadi museum umum,
museum khusus, dan museum pendidikan. Selanjutnya pada tahun 1980 pengelompokan
itu disederhanakan menjadi museum umum dan museum khusus. Museum umum dan
museum khusus itu, berdasarkan tingkat kedudukannya dijabarkan menjadi museum
tingkat nasional, museum tingkat regional (propinsi), dan museum tingkat lokal
(kotamadya/kabupaten}. Dalam kebijakannya Direktorat Permuseuman telah menetapkan
3 pilar utama yang dijadikan kebijakan bagi permuseuman di Indonesia yaitu :
a. Mencerdaskan bangsa
b. Kepribadian bangsa
c. Ketahanan nasional dan wawasan nusantara.
Jadi apapun jenis museumnya, ketiga pilar utama itu harus dijadikan landasan bagi
penyelenggaraan dan pengelolaan museum dalam rangka mengelola museumnya.
4.3.Museum Perkebunan Indonesia
4.3.1. Sejarah Bangunan Museum Perkebunan Indonesia
Gedung Museum Perkebunan Indonesia berlokasi di Jalan Brigjen Katamso No.
53 Kota Medan, Sumatra Utara dibangun pada tahun 1916 bersamaan dengan
dibangunnya gedung PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit) yang sebelumnya bernama
APA (Algemeene Proefstation der AVROS atau The General Experiment Station of the
AVROS) pada 26 September 1916 oleh AVROS (Algemeene Vereeniging van
Rubberplanters ter Oostkust van Sumatra) atau perhimpunan pengusaha Karet di Pantai
Timur Sumatera. Gedung museum ini pada masa penjajahan Belanda adalah rumah dinas
direktur Algemeene Vereniging van Rubberplanters ter Oostkust van Sumatra (AVROS)
atau Perhimpunan Pengusaha Perkebunan Karet di Pantai Timur Sumatera. Bangunan ini
juga difungsikan sebagai rumah dinas dari karyawan PPKS (Pusat Penelitian Kelapa
Sawit).
Museum Perkebunan Indonesia merupakan museum khusus yang didirikan atas inisiatif
oleh seorang tokoh perkebunan Indonesia bernama Soedjai Kartasasmita. Museum ini
diresmikan pada 10 Desember 2016 oleh Gubernur Sumatera Utara HT Erry Nuradi
beserta Direktur Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian. Pengelolaan museum saat
ini dilakukan oleh Yayasan Museum Perkebunan Indonesia. Museum Perkebunan
Indonesia berisi sejarah dan perkembangan perkebunan di Indonesia yang dimulai sejak
masa prakolonial. Museum Perkebunan Indonesia menempati bangunan bekas rumah
dinasdirektur Algemeene Vereniging van Rubberplanters ter Oostkust van Sumatra
(AVROS) atau Perhimpunan Pengusaha Perkebunan Karet di Pantai Timur Sumatera.
Museum Perkebunan Indonesia ini terletak di kompleks Pusat Penelitian Kelapa Sawit
(PPKS). Museum yang telah berdiri hampir dua tahun ini merupakan museum tematik
khusus perkebunan yang menyimpan informasi sejarah dan alat-alat perkebunan. Gedung
museum ini memiliki dua lantai yang menyimpan banyak penjelasan seputar perkebunan
pada masa lampau dan memamerkan koleksi hasil kebun serta sejarahnya. Lantai per-
tama didesain dengan grafis dan konteks kekinian perkebunan. Lantai dua menyajikan
koleksi artefak perkebunan dari masa lampau hingga kini.Terdapat beberapa ruangan di
Museum diantaranya:
Siteplan
Area taman
Fasilitas pedestrian ;
• Memiliki drainase
dibawah ruang pejalan
kaki
• Memiliki tanaman hijau
• Memiliki lampu
penerangan
• Memiliki tempat duduk
• Memiliki marka dan
signage
• Memakai material paving
block
Sumber : http://www.constructionplusasia.com/id/de-tjolomadoe/
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.Metodologi Penelitian
Metode merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan suatu cara kerja (sistematis)
untuk memahami suatu subjek atau objek penelitian, sebagai upaya untuk menemukan
jawaban yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Metode penelitian yang digunakan adalah : Metode Simulasi dan Pemodelan
Penelitian ini digolongkan dalam penelitian yang menggunakan strategi penelitian
simulasi dan pemodelan lalu. Strategi penelitian simulasi dan pemodelan adalah suatu bentuk
penelitian dengan menggunakan model tiruan dari suatu proses atau sistem tertentu yang akan
dikaji/diuji melalui proses simulasi, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan
manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan,
kesamaan dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya. setelah itu
menggunakan simulasi model yaitu proses pengoperasian (running) suatu model untuk
mengkaji karakteristik/perilaku proses atau sistem yang dimodelkan.
Model harus mempunyai karakteristik yang serupa dengan proses (sistem) yang
sesungguhnya. Oleh karena itu, kita dapat mempelajari sistem nyata itu melalui model tiruan
(simulasinya). Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti
dari pandangan langsung, dan melakukan studi pada situasi yang alami.
3.1.1. SIMULASI
Kamus mendefenisikan ‘simulasi’ sebagai suatu representasi dari sifat atau
karakteristik dari satu sistem terhadap penggunaan dari sistem lain. Metode simulasi muncul
dari daya tarik manusia terhadap replikasi (imitasi) dari objek nyata dan sekitarnya. Menurut
pendefinisian pada berbagai kamus, kata simulasi diartikan sebagai cara mereproduksi
kondisi dari suatu keberadaan dengan menggunakan model dalam rangka studi pengenalan
atau pengujian atau pelatihan dan yang sejenis lainnya. Simulasi dalam bentuk pengolahan
data merupakan imitasi dari proses dan input ril yang menghasilkan data output sebagai
gambaran karakteristik operasional dan keadaan pada sistem.
Simulasi sebagai proses pengolahan data dengan penggunaan rangkaian model-model
simbolik pada pengoperasian sistem tiruan tidak mengharuskan dan tidak mengajukan
penggunaan formula atau fungsi-fungsi dan persamaan tertentu. Simulasi juga tidak terikat
dengan penggunaan model-model sistem acuan tetapi memerlukan pemodelan untuk
menghasilkan model sistem dan model operasi sistem yang sesuai dengan tujuan penelitian
atau penyelidikan.
3.1.2. PEMODELAN
Pemodelan merupakan alat bantu dalam pengambilan keputusan. Model digambarkan
sebagai suatu sistem yang dibatasi. Sistem yang dibatasi ini merupakan sistem yang meliputi
semua konsep dan variabel yang saling berhubungan dengan permasalahan dinamik yang
ditentukan. Permasalahan dalam sistem dinamik dilihat tidak disebabkan oleh pengaruh dari
luar, namun dianggap disebabkan oleh struktur internal dari sistem
Proses pemodelan seperti yang diuraikan oleh Sterman (2000) adalah sebagai berikut:
• Identifikasi masalah ( penetapan batasan ), yaitu menyeleksi tema, kunci variable dan
konsep, waktu dan pendefinisian permasalahan dinamik.
• Formulasi dinamik hipotesa, yaitu mengurutkan hipotesa awal dan pemetaan.
• Formulasi model simulasi, yaitu spesifikasi dari struktur dan aturan keputusan,
estimasi parameter, hubungan perilaku dan kondisi awal, dan pengujian untuk
konsistensi dengan tujuan dan batasan.
• Pengujian, yaitu membandingkan dengan referensi, kekuatan dalam kondisi ekstrim
dan sensitifitas.
• Perancangan kebijakan dan evaluasi, yaitu spesifikasi skenario, perancangan
kebijakan, analisa sensitifitas dan interaksi antar kebijakan
1. Reduksi Data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, menfokuskan
pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang
direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti
untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.
2. Penyajian Data
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan
(menyajikan) data. Penyajian dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan,
hubungan antar kategori, dan sejenisnya. Dengan mendisplay data, maka akan
memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja berdasarkan apa
yang telah dipahami tersebut. Dalam melakukan display data, selain dengan teks yang
naratif, juga dapat berupa grafik, matrik, dan jejaring kerja.
3. Penyimpulan dan Verifikasi
Langkah ketiga dalam analisis data yakni penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih sementara, dan akan berubah bila tidak
ditemukan data-data yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data
berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada awal, didukung oleh
bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan
data maka, kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
3.5 Poin penelitian
Berdasarkan Tinjauan Pustaka yang telah dikumpulkan dan dirangkum, dapat diambil
beberapa poin penting yang menjadi variable penelitian dalam menganalisa parkir dan
pedesterian sebagai berikut :
a. Kawasan Museum Perkebunan Indonesia
1. Tempat parkir
2. Pedesterian
b. Elemen parkir dan pedesterian
1. Disain parkir.
2. Fasilitas penunjang parkir
3. Kriteria desain jalur pejalan kaki
4. Jenis material
c. Pejalan kaki.
1. Sirkulasi, dan kenyamanan
BAB IV
TINJAUAN KHUSUS TERHADAP LOKASI OBYEK STUDI
T
Gambar 4.1. Lokasi Museum Perkebunan Indonesia
Sumber : google maps
4.2. Batasan Site :
Sebelah Utara Perumahan karyawan PPKS
Sebelah Timur Perumahan karyawan PPKS dan ruko
Sebelah Barat Xpress Money dan ruko
Sebelah Selatan Pusat Penelitian Kelapa Sawit
Sebelah
Perumahan
Utara
Karyawan PPKS
Sebelah Perumahan
Timur Karyawan PPKS
dan ruko
Sebelah
Xpress Money
Barat
dan ruko
Tabel 4.2 Kondisi fisik Parkir dan jalur Pedesterian Museum Perkebunan Indonesia
Sumber : pribadi
4.4. Kesimpulan Tinjauan Khusus Museum Perkebunan Indonesia
Museum Perkebunan Indonesia merupakan museum yang cukup banyak dikunjungi
berbagai kalangan, dan selalu dikunjungi terutama anak sekolah atau pelajar. Namun, sarana
pendukung untuk kenyamanan pengunjung tidak mendukung yaitu tempat parkir dan
pedestrian kurang memberikan kenyamanan bagi pengunjung. Sehingga sangat diperlukan
parkir dan pedestrian yang standar untuk kenyamanan pengunjung, baik itu pengunjung
berkendaran maupun jalan kaki.
BAB V
ANALISA
Tabel 5.1. Elemen-Elemen parkir dan pedesterian Museum Perkebunan Indonesia beserta
kriteria dan standar.
No. Elemen Kriteria dan standar Keterangan kondisi
pada eksisting
`1. Parkir • Jarak bebas arah lateral diambil
sebesar 5 cm dan jarak bebas arah
longitudinal sebesar 30 cm.
• Pintu depan/belakang terbuka penuh
75 cm
- SRP
• Satuan ruang parkir Mobil = 2,37 x 4.94 m
- Mobil = 2,50 x 5,00 Motor = 2,10 x 1.00 m
Parkir bus sedang
- Bus sedang = 3,20 x 5,00 maupun bus besar
- Bus besar = 3,40 x 12,50 tidak ada
• Disain parkir
- Taman parkir
Kriteria :
➢ Rencana Umum Tata Ruang
Daerah
➢ Keselamatan dan kelancaran lalu
lintas
➢ Kelestarian lingkungan
➢ Kemudahan bagi pengguna jasa
➢ Tersedianya tata guna lahan - Memiliki jalur
➢ Letak antara jalan akses utama sirkulasi satu arah
tetapi tidak cukup
dan daerah yang dilayani
jelas
- Jalur Sirkulasi, Gang, Dan Modul Lebar jalur sirkulasi =
➢ Panjang sebuah jalur gang tidak 6,85 m
lebih dari 100 m
➢ Jalur gang ini yang dimaksudkan
untuk melayani lebih dari 50
kendaraan dianggap sebagai jalur
sirkulasi.
- Jalan masuk dan
- Lebar minimum jalur sirkulasi
keluar, hanya dengan
➢Untuk jalan satu arah satu jalur. Ukuran
= 3,5 m jalan masuk = 5,50 m
➢ `Untuk jalan dua arah dan ukuran jalan
= 6,5 m keluar = 7,34 m
- Jalan masuk dan keluar
yaitu lebar 3 m dan panjangnya harus dapat
menampung tiga mobil berurutan dengan
jarak antar mobil (spacing) sekitar 1,5 m,
➢ Pintu masuk dan keluar terpisah
Satu jalur : dua jalur
b= 3,00-3,50 m b= 6,00 m
d= 0,80-1,00 m d=0,80-1,00 m
R1= 6,00-6,50 m R1= 3,50-5,00 m
R2= 3,50-400 m R2= 1,00-2,50 m
• Larangan Parkir
- Sepanjang 6 m sebelum dan sesudah
tempat peyemberangan pejalan kaki atau
tempat penyeberangan sepeda yang telah
ditentukan
- Sepanjang 25 m sebelum dan sesudah
tikungan tajam dengan radius kurang dari
500 m
- Sepanjang 25 m sebelum dan sesudah
persimpangan
- Sepanjang 6 m sebelum dan sesudah akses
bangunan
- Sepanjang 6 m sebelum dan sesudah keran
pemadam kebakaran atau sumber air
sejenis
- Sepanjang tidak menimbulkan kemacetan
dan menimbulkan bahaya
2 Pedesterian • Fasilitas Pejalan Kaki dapat
dipasang dengan kriteria sebagai
berikut : • Lampu penerangan
Hanya memiliki satu
- Jalur Pejalan Kaki lampu pada
➢ keberadaanya sudah menimbulkan persimpangan jalan
keluar
konflik dengan lalu lintas
kendaraan atau menggangu
peruntukan lain, seperti taman,
dan lain-lain
➢ lokasi yang memberikan manfaat
dari segi keselamatan, keamanan,
kenyamanan dan kelancaran
➢ Jika berpotongan dengan jalur lalu
lintas kendaraan harus dilengkapi
rambu dan marka atau lampu yang
menyatakan peringatan/petunjuk
bagi pengguna jalan
➢ Koridor Jalur Pejalan Kaki (selain
terowongan) mempunyai jarak
pandang yang bebas ke semua
arah
- Lapak Tunggu
➢ Disediakan pada media jalan
➢ Disediakan pada pergantian
roda, yaitu dari pejalan kaki
ke roda kendaraan umum
- Lampu Penerangan
diletakkan pada jalur amenitas.
Terletak setiap 10 meter dengan tinggi
maksimal 4 meter, dan bahan yang
digunakan adalah bahan dengan
durabilitas tinggi seperti metal & beton
cetak
➢ Ditempatkan pada jalur
penyeberangan jalan
➢ Pemasangan bersifat tetap dan
bernilai struktur
➢ Cahaya lampu cukup terang
sehingga apabila pejalan kaki
melakukan penyeberangan bisa
terlihat pengguna jalan baik
diwaktu gelap/malam hari
➢ Cahaya lampu tidak membuat
silau pengguna jalan llalu lintas
kendaraan
- Perambuan
➢ Penempatan dan dimensi
rambu sesuai dengan
spesifikasi rambu
➢ Jenis rambu sesuai dengan
kebutuhan dan sesuai dengan
keadaan medan
- Marka
➢ Marka hanya ditempatkan
pada Jalur Pejalan Kaki
penyeberangan sebidang
➢ Keberadaan marka mudah
• Tidak memiliki
terlihat dengan jelas oleh peneduh pada
pengguna jalan baik di siang pedesterian
hari maupun malam hari • Hanya ada 5 pohon
pada parkiran.
➢ Pemasangan marka harus
bersifat tetap dan tidak
berdampak licin bagi
pengguna jalan
- Peneduh/Pelindung/jalur hijau
Jalur hijau diletakan pada jalur
• Tempat duduk ada
amenitas (jalur pendukung sebagai
pada taman, tidak
penempatan fasilitas pendukung jalur pada pedesterian
pejalan kaki) dengan lebar 150
centimeter
➢ Jenis peneduh disesuaikan
pada Jalur Pejalan Kaki, dapat
berupa : Pohon pelindung,
atap (mengikuti pedoman
teknik lansekap), atap dll. • Tempat sampah hanya
ada satu tempat. Tidak
pada jarak antara 15-
- Tempat duduk
20 m.
Tempat duduk diletakan pada jalur
amenitas. Terletak setiap 10 meter atau
pada tempat-tempat pergantian moda
dengan lebar 40-50 centimeter,
panjang 150 centimeter dan bahan
yang digunakan adalah metal dan
beton cetak.
- Tempat sampah
Kriteria :
➢ perletakan tempat sampah
yang diatur dalam jarak
tertentu (jarak penempatan
15-20 meter),
➢ mudah dalam system
pengangkutannya, dan jenis
tempat sampah yang
disediakan memiliki tipe yang
berbeda-beda sesuai dengan
fungsinya (tempat sampah
kering dan tempat sampah
basah)..
➢ Dalam merencanakan desain
tempat sampah, hal-hal yang
perlu diperhatikan adalah :
mudah dalam system
• Tidak memiliki lebar
pengangkutannya (jika ruang pejalan, karna
termuat sampah tertutup), tidak ada yang
membedakan parkiran,
➢ bentuk dan model tempat
sirkulasi dan
sampah mengacu pada pedesterian,
kondisi / lokasi penempatan,
➢ tempat sampah harus
fungsional, dan desain dari
ketinggian tempat sampah 60-
70 cm