Anda di halaman 1dari 64

PROPOSAL

SEMINAR ARSITEKTUR ANGKATAN 53

JUDUL:

PEMODELAN PARKIR DAN JALUR PEDESTRIAN PADA MUSEUM


PERKEBUNAN INDONESIA DI MEDAN

OLEH:

AMOILUNG TAMBA
150320019

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS KATOLIK ST.THOMAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Tempat parkir dan jalur pedestarian merupakan komponen penting dan tidak dapat
dipisahkan pada fasilitas pelayanan umum. Sistem perparkiran dan pedestarian akan
mendukung fasilitas umum yang digunakan oleh berbagai pihak. Keamanan dan kenyamanan
adalah suatu yang diharapkan oleh pengguna fasilitas umum. Oleh karena itu, jika sistem
parkir dan pedestarian tidak memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pengguna fasilitas
umum, maka fasilitas umum tersebut tidak akan berfungsi secara maksimal dan juga aktifitas
pengguna akan terganggu.
Museum Perkebunan Indonesia merupakan suatu pusat kegiatan yang dikunjungi oleh
banyak pihak, seperti : rombongan pelajar, rombongan keluarga, maupun perorangan untuk
kebutuhan tertentu. Tentu, perlu adanya tempat parkir dan jalur pedestarian yang baik. Akan
tetapi, pada Museum Perkebunan Indonesia ini, tempat parkir dan jalur pedestarian kurang
memenuhi standar parkir dan pedestarian yang baik. Sehingga pengunjung yang berkendara
kebingungan untuk menempatkan atau memarkirkan kendaraannya, bagi pengunjung yang
jalan kaki juga merasakan kebingungan karena belum ada jalur yang membedakan dimana
jalur pejalan kaki maupun jalur kendaraan. Dan pada saat ini jalur untuk masuk ke Museum
Perkebunan Indonesia tersebut hanya ada satu jalur, yaitu jalur untuk kendaraan dan jalur
pejalan kaki sama. Sehingga para pengguna fasilitas umum tersebut kurang merasakan
keamanan dan kenyamanan pada tempat tersebut.
Oleh karena itu, perlu dikaji sitem parkir dan pedestariannya supaya museum tersebut
memiliki parkir dan pedesterian yang standar, sehingga memberikan keamanan dan
kenyamanan bagi pengunjung Museum Perkebunan Indonesia tersebut.

1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merumuskan permasalahan sebagai
berikut : Bagaimana pemodelan parkir dan pedestrian Museum Perkebunan Indonesia yang
memiliki parkir dan jalur pedestarian yang standar.

1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merumuskan masalah ini adalah menghasilkan simulasi dan
pemodelan parkir dan pedestarian Museum Perkebunan Indonesia yang memenuhi standar-
standar parkir dan pedestrian.
1.4.Manfaat Penelitian
Manfaat penilitian merumuskan masalah ini antara lain :
a) Memberikan suatu desain parkir dan jalur pedesterian yang memenuhi standar
sehingga aman dan nyaman untuk dikunjungi para pengguna.
b) Dapat menjadi masukan sebagai bidang akademis dalam ilmu arsitektur, mengenai
parkir dan jalur pedestarian yang standar.
c) Sebagai bahan masukan ataupun data untuk pembahasan sejenis.

1.5.Metode Penelitan
Metode penelitian yang digunakan adalah: Metode simulasi dan Pemodelan

1.6.Ruang Lingkup Masalah


Pada penelitian ini yang menjadi fokus masalah adalah kawasan parkir dan
pedesterian pada Museum Perkebunan Indonesia.

1.7.Sistematika Penulisan
Pembahasan pemodelan parkir dan pedesterian Museum Perkebunan Indonesia secara
sistematika terdiri dari 6 (enam) bab yaitu :
BAB I : PENDAHULUAN
Berisikan latar belakang, Perumusan Masalah, Terminologi Judul, Tujuan dan
Manfaat, Ruang Lingkup Masalah, Sistematika Penulisan, dan Kerangka
Pemikiran.
BAB II : TINJAUAN TEORI
Berisikan tentang parkir dan pedestrian/jalur pejalan kaki.
BAB III : METODE PENELITIAN
Berisikan tentang metode penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis
data.
BAB IV : TINJAUAN KHUSUS
Berisikan tentang tinjauan khusus terhadap lokasi penelitian yang menjelaskan
tentang deskripsi wilayah penelitian, tinjauan terhadap kawasan parkir dan
pedesterian Museum Perkebunan Indonesia..
BAB V : ANALISA
Berisikan tentang analisa yang menjelaskan hasil analisa yang dilakukan pada
lokasi objek penelitian.
BAB VI : KONSEP, SIMULASI dan HASIL DESAIN
Berisikan tentang kriteria desain, alternatif desain, konsep pemodelan,
kesimpulan dan saran.
BAB VII : KESIMPULAN DAN SARAN
Berisikan kesimpulan dan saran.
1.8.KERANGKA BERPIKIR

Topik:
judul
PEMODELAN PARKIR DAN JALUR
PEDESTRIAN PADA MUSEUM
PERKEBUNAN INDONESIA DI MEDAN

Literatur : Standar parkir : Standar jalur pejalan Literatur


kaki :
1.Budiarsono, 1. Anggriani N.,
Ukuran standar,
dkk, Pedoman Pedestrian Ways
estetika Ukuran standar,
Perencanaan Dalam
estetika Land
dan Perancangan
Pengoperasian Kota, Yayasan asan
Fasilitas Parkir, Humaniora, Teori
Direktorat Bina Surabaya, 2009.
Sistem Lalu
Lintas Angkutan 2. Peraturan
Kota, Jakarta, Menteri Pekerjaan
Umum, Februari
1998.
2014

Masalah :
Perumusan
Bagaimana pemodelan parkir dan jalur
pedestrian Museum Perkebunan Indonesia masalah
yang memiliki standar parkir dan jalur
pedestarian yang standar

Studi Parkir Museum Jalur Pedestrian Studi


lapangan Perkebunan Museum Lapangan
Indonesia Perkebunan
Indonesia
Analisa

MODEL
BAB II
TINJAUAN TEORI
2. PARKIR
2.1 Pengertian Parkir
Parkir merupakan suatu kebutuhan bagi pemilik kendaraan dan menginginkan
kendaraannya parkir di tempat, dimana tempat tersebut mudah untuk dicapai.(Direktorat
Bina Sistem Lalu Lintas Angkutan Kota, maret 1998)
2.1.1. Jenis Peruntukan Parkir Dan Standar Ruang Parkir
Kebutuhan area parkir berbeda antara yang satu dengan lainnya yang sesuai
dengan peruntukannya. Dan standar kebutuhan luas area kegiatan parkir berbeda antara
yang satu dengan yang lain, tergantung kepada beberapa hal antara lain pelayanan, tarip
yang diberlakukan, ketersediaan ruang parkir, tingkat pemilikan kendaraan bermotor,
tingkat pandapatan masyarakat. Pada umumnya ada 2 (dua) jenis peruntukan kebutuhan
parkir, kegiatan dan standar-standar kebutuhan parkir, berdasarkan hasil studi Direktorat
Jenderal Perhubungan Darat, adalah sebagai berikut :
• Kegiatan Parkir Tetap
▪ Pusat perdagangan
Parkir dipusat perdagangan dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu
pekerja yang bekerja di pusat perdagangan tersebut dan pengunjung. Pekerja
umumnya parkir untuk jangka panjang dan pengunjung umumnya jangka pendek.
Karena tekanan penyediaan ruang parkir adalah untuk pengunjung maka kriteria yang
digunakan sebagai acuan penentuan kebutuhan ruang parkir adalah luas areal kawasan
perdagangan.
▪ Pusat perkantoran
Parkir di pusat perkantoran mempunyai ciri parkir jangka panjang. Oleh
karena itu penentuan ruang parkir dipengaruhi oleh jumlah karyawan perkantoran
tersebut.
▪ Pasar swalayan
Seperti halnya perdagangan, pasar swalayan mempunyai karakteristik
kebutuhan ruang parkir yang sama.
▪ Tempat rekreasi
Kebutuhan parkir di tempat rekreasi dipengaruhi oleh daya tarik tempat
tersebut. Biasanya pada hari minggu dan libur, kebutuhan parkir meningkat dari hari
kerja. Perhitungan kebutuhan parkir didasarkan pada areal tempat rekreasi.
Tabel kebutuhan SRP tempat rekreasi
Luas area total 50 100 150 200 400 600 1600 3200 6400
(100m²)
Kebutuhan (SRP) 103 109 115 122 146 196 295 494 892
• Kegiatan Parkir Bersifat Sementara
▪ Bioskop atau gedung pertunjukan
Ruang parkir di bioskop/gedung pertunjukan sifatnya sementara dengan durasi
antara 1,5 sampai 2 jam saja dan keluarnya bersamaan sehingga perlu kapasitas pintu
keluar yang besar. Besarnya kebutuhan ruang parkir tergantung kepada jumlah tempat
duduk.
Tabel kebutuhan SRP bioskop/gedung pertunjukan
Jumlah tempat 300 400 500 600 700 800 900 1000 1000
duduk (buah)
▪ Kebutuhan
G (SRP) 198 202 206 210 214 218 222 227 230
elanggang olahraga
Ruang parkir di gelanggang olahraga sifatnya sementara dengan durasi antara
1,5 sampai 2 jam saja dan keluarnya bersamaan sehingga perlu kapasitas pintu keluar
yang besar. Besarnya kebutuhan ruang parkir tergantung kepada jumlah tempat
duduk.
2.1.2. Penentuan Satuan Ruang Parkir (SRP)

1. Dimensi kendaraan standar untuk mobil penumpang


Gbr 1. Dimensi Kendaraan Standar Untuk Mobil Penumpang

Sumber: Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir

2. Ruang Bebas Kendaraan Parkir


Ruang bebas parkir diberikan pada arah lateral dan longitudinal kendaraan. Ruang
bebas arah lateral ditetapkan pada saat posisi pintu kendaraan dibuka, yang diukur
dari ujung terluar pintu ke badan kendaraan parkir yang ada di samping nya. Jarak
bebas arah lateral diambil sebesar 5 cm dan jarak bebas arah longitudinal sebesar 30
cm.
3. Lebar bukaan pintu kendaraan
Ukuran lebar bukaan pintu merupakan fungsi karakteristik pemakai kendaraan yang
memanfaatkan fasilitas parkir.
Jenis Bukaan Pintu Pengguna Dan/Atau Peruntukan Fasilitas Gol
Parkir
Pintu depan/belakang terbuka • Karyawan/pekerja kantor I
tahap awal 55 cm • Tamu/pengunjung pusat kegiatan
perkantoran, perdagangan,
pemerintahan, universitas
Pintu depan/belakang terbuka • Pengunjung tempat olahraga, II
penuh 75 cm pusat hiburan/rekreasi, hotel,
pusat perdagangan
eceran/swalayan, rumah sakit,
bioskop
Pintu depan terbuka penuh dan • Orang cacat III
ditambah untuk pergerakan
kursi roda
Berdasarkan butir 1 dan 2, peruntukan satuan parkir (SRP) dibagi atas 3 jenis
kendaraan dan berdasarkan butir 3, penentuan SRP untuk mobil penumpang
diklasifikasikan menjadi 3 golongan, seperti pada tabel di bawah.
Jenis kendaraan Satuan ruang
parkir (m²)
1. a. Mobil penumpang untuk golongan I 2,30 x 5,00
b. Mobil penumpang untuk golongan II 2,50 x 5,00
c. Mobil penumpang untuk golongan III 3,00 x 5,00
2. Bus/truk 3,40 x 12,50
3. Sepeda motor 0,75 x 2,00

Besar satuan ruang parkir untuk tiap jenis kendaraan adalah sebagai berikut.
1. Satuan ruang parkir untuk mobil penumpang

Gbr. SRP untuk mobil penumpang (cm)


Sumber: Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir
Keterangan :
B = lebar total kendaraan O = lebar bukaan pintu
R = jarak bebas arah lateral L = panjang total kendaraan
a1, a2 = jarak bebas arah kongitudinal
Gol I : B = 170 a1 = 10 Bp = 230 = B + O + R
O = 55 L = 470 Lp = 500 = L + a1 + a2
R=5 a2 = 20
Gol II : B = 170 a1 = 10 Bp = 250 = B + O + R
O = 75 L = 470 Lp = 500 = L + a1 + a2
R=5 a2 = 20
Gol III : B = 170 a1 = 10 Bp = 300 = B + O + R
O = 80 L = 470 Lp = 500 = L + a1 + a2
R = 50 a2 = 20
2. Satuan Parkir untuk Bus/Truk

Gbr. SRP untuk Bus/Truk (cm)

Sumber: Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir

Dimensi gambar adalah sebagai berikut.


Bus/
truk kecil : B = 170 a1 = 10 Bp = 300 = B + O + R
O = 80 L = 470 Lp = 500 = L + a1 + a2
R = 30 a2 = 20
Bus/
Truk sedang : B = 200 a1 = 20 Bp = 320 = B + O + R
O = 80 L = 800 Lp = 500 = L + a1 + a2
R = 40 a2 = 20
Bus/
Truk besar : B = 250 a1 = 30 Bp = 380 = B + O + R
O = 80 L = 1200 Lp = 1250 = L + a1 + a2
R = 50 a2 = 20
3. Satuan Ruang Parkir untuk Sepeda Motor

Gbr. SRP untuk Sepeda Motor (cm)


Sumber: Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir

2.1.3. Disain Parkir di Badan Jalan


1) Penentuan sudut parkir
Sudut parkir yang akan digunakan umumnya ditentukan oleh :
a. Lebar jalan
b. Volume lalu lintas pada jalan bersangkutan
c. Karakteristik kecepatan
d. Dimensi kendaraan
e. Sifat peruntukan lahan sekitarnya dan peranan jalan yang bersangkutan.

2) Pola Parkir
a. Pola parkir paralel
▪ Pada daerah datar

Sumber: Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir

b. Pola parkir menyudut


▪ Lebar ruang parkir, ruang parkir efektif, dan ruang manuver berlaku untuk
jalan kolektor dan jalan lokal
▪ Lebar ruang parkir, ruang parkir efektif, dan ruang manuver berbeda
berdasarkan besar sudut berikut.
▪ Sudut =30˚

Sumber: Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir

▪ Sudut 45˚

Sumber: Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir


▪ Sudut 90˚

Sumber: Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir

keterangan :
A = lebar ruang parkir (M) B = lebar kaki ruang parkir (M)
C = selisih, panjang, ruang parkir (M) D = ruang parkir efektif (M)
M = ruang manuver (M) E = ruang parkir efektif + ruang
manuver (M)

2.1.4. Larangan Parkir

▪ Sepanjang 6 m sebelum dan sesudah tempat peyemberangan pejalan kaki atau


tempat penyeberangan sepeda yang telah ditentukan
Sumber: Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir
▪ Sepanjang 25 m sebelum dan sesudah tikungan tajam dengan radius kurang
dari 500 m.

Sumber: Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir

▪ Sepanjang 25 m sebelum dan sesudah persimpangan

Sumber: Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir

▪ Sepanjang 6 m sebelum dan sesudah akses bangunan

Sumber: Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir

▪ Sepanjang 6 m sebelum dan sesudah keran pemadam kebakaran atau sumber


air sejenis

Sumber: Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir

▪ Sepanjang tidak menimbulkan kemacetan dan menimbulkan bahaya


2.1.5. Disain Parkir di Luar Badan Jalan

• Taman Parkir
▪ Kriteria :
➢ Rencana Umum Tata Ruang Daerah (RUTTRD)
➢ Keselamatan dan kelancaran lalu lintas
➢ Kelestarian lingkungan
➢ Kemudahan bagi pengguna jasa
➢ Tersedianya tata guna lahan
➢ Letak antara jalan akses utama dan daerah yang dilayani
• Jalur Sirkulasi, Gang, Dan Modul
Perbedaan antara jalur sirkulasi dan jalur gang terutama terletak pada penggunaannya.
Patokan umum yang dipakai adalah :
➢ Panjang sebuah jalur gang tidak lebih dari 100 m
➢ Jalur gang ini yang dimaksudkan untuk melayani lebih dari 50 kendaraan
dianggap sebagai jalur sirkulasi.
Lebar minimum jalur sirkulasi
➢ Untuk jalan satu arah = 3,5 m
➢ `Untuk jalan dua arah = 6,5 m

TABEL LEMBAR JALUR GANG

Sumber: Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir

Keterangan : * = lokasi parkir tanpa fasilitas pejalan kaki


** = lokasi parkir dengan fasilitas pejalan kaki
• Jalan masuk dan keluar
Ukuran lebar pintu keluar-masuk dapat ditentukan, yaitu lebar 3 m dan panjangnya
harus dapat menampung tiga mobil berurutan dengan jarak antar mobil (spacing)
sekitar 1,5 m, oleh karena itu ,panjang-lebar pintu keluar minimum 15 m.
➢ Pintu masuk dan keluar terpisah
Satu jalur : dua jalur
b = 3,00-3,50 m b = 6,00 m
d = 0,80-1,00 m d = 0,80-1,00 m
R1 = 6,00-6,50 m R1 = 3,50-5,00 m
R2 = 3,50-400 m R2 = 1,00-2,50 m

Sumber: Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir


➢ Pintu masuk dan keluar menjadi satu

Sumber: Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pintu masuk dan keluar
adalah sebagai berikut.
❖ Letak jalan masuk/keluar ditempatkan sejauh mungkin dari
persimpangan
❖ Letak jalan masuk/keluar ditempatkan sedemikian rupa sehingga
kemungkinan konflik dengan pejalan kaki dan yang lain dapat
dihindarkan
❖ Letak jalan keluar ditempatkan sedemikian rupa sehingga memberikan
jarak pandang yang cukup saat memasuki arus lalu lintas
❖ Secara teoritis dapat dikatakan bahwa lebar jalan masuk dan keluar
(dalam pengertian jumlah jalur) sebaiknya ditentukan berdasarkan
analisis kapasitas
Pada kondisi tertentu kadan ditentukan modul persial, yaitu sebuah jalur gang
hanya mampu menampung sebuah deretan ruang parkir disalah satu sisinya.
• Kriteria tata letak parkir
Tata letak area parkir kendaraan dapat dibuat bervariasi, bergantung pada
ketersediaan bentuk dan ukuran tempat serta jumlah dan tata letak pintu masuk dan
keluar. Tata letak area parkir dapat digolongkan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
➢ Tata letak pelataran parkir
Tata letak parkir dapat diklasifikasikan sebagai berikut
✓ Pintu masuk dan keluar terpisah dan terletak pada satu ruas jalan

Sumber: Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir

✓ Pintu masuk dan keluar terpisah dan tidak terletak pada satu ruas.

Sumber: Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir

✓ Pintu masuk dan keluar menjadi satu dan terletak pada satu ruas jalan.
Sumber: Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir
✓ Pintu masuk dan keluar yang menjadi satu terletak pada satu ruas
berbeda.
Sumber: Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir

2.1.6. Fasilitas Penunjang Parkir


Fasilitas penunjang parkir yang memerlukan pemeliharaan
➢ Pos petugas
➢ Lampu penerangan
➢ Pintu keluar dan masuk
➢ Alat pencatat waktu elektronis dan
➢ Pintu elektronis pada fasilitas parkir dengan pintu masuk otomatis
Tempat parkir pada umumnya dibatasi oleh garis berwarna putih atau kuning
yang terletak di samping dan di depan dengan lebar antara 12-20 cm. Posisinya
ditinggikan terhadap dinding sampai 1,0 m agar tampak (dapat dilihat) dengan baik.
Sebagai pembatas juga diberi bentuk gelembung menonjol. Dengan demikian ±50-60
cm, lebar 20 cm, tinggi 10 cm, merupakan ketetapan penyusunan terhadap dinding
atau pada pembatas dek tempat parkir untuk penghalang benturan, rak penyangga,
tambang penyekat, atau birai sampai KS ketinggian. Posisi mobil satu sama lain
dibatasi oleh palang yang tingginya sekitar 10 cm. (Data Arsitek jilid 2,hal 105,
Jakarta 2002)
Gbr.1. Parkir paralel pada jalur kendaraan Gbr. 2. 30˚ keluar-masuk parkir lebih
mudah, namun hanya satu arah.
Sumber: Data Arsitek Jilid 2 Sumber: Data Arsitek Jilid 2

Gbr.3 . Parkir dengan 45˚ hanya dari satu arah Gbr. 4. Parkir 60˚ hanya satu arah.
Sumber: Data Arsitek Jilid 2 Sumber: Data Arsitek Jilid 2

Gbr. 5. 90˚ keluar-masuk parkir, 2 arah, L.2,5m. Gbr. 6. 90˚ keluar-masuk parkir,
2 arah lebar 2,30 m.
Sumber: Data Arsitek Jilid 2 Sumber: Data Arsitek Jilid 2
Gbr. 7. 45˚ hanya arah lalu lintas. Gbr. 8. Parkir hanya dengan arah
lalulintas
Sumber: Data Arsitek Jilid 2 Sumber: Data Arsitek Jilid 2

Gbr. 9. 60˚ hanya arah lalu lintas. Gbr. 10. 90˚ lebar jalan 5,50 m, lebar
parkir 2,50 m.
Sumber: Data Arsitek Jilid 2 Sumber: Data Arsitek Jilid 2

Gbr. 11. ukuran mobil pribadi.

Sumber: Data Arsitek Jilid 2


Gbr. 12. Susunan diagonal. Gbr. 13. Pelataran melintang dan papan
bantalan
Sumber: Data Arsitek Jilid 2 Sumber: Data Arsitek Jilid 2

3. PEDESTRIAN/JALUR PEJALAN KAKI


3.1.Pengertian Jalur Pejalan Kaki
Jalur pejalan kaki adalah lintasan yang diperuntukkan untuk berjalan kaki, dapat
berupa trotoat, penyeberangan sebidang (penyeberangan zebra atau penyeberangan
pelikan), dan penyeberangan tak sebidang. (Pedoman Perencanaan Jalur Pejalan Kaki
Pada Jalan Umum, desember 1999.

3.2.Fasilitas Pejalan Kaki


1) Jalur Pejalan Kaki terdiri atas :
a) Trotoar
b) Penyeberangan sebidang
• Penyeberangan zebra
• Penyeberangan pelikan
c) Penyeberangan Tak Sebidang
• Jembatan penyeberangan
• Terowongan
2) Lapak tunggu
3) Lampu penerangan
4) Rambu
5) Pagar pembatas
6) Marka jalan
7) Pelindung/peneduh
3.2.1. Kriteria Fasilitas
Fasilitas Pejalan Kaki dapat dipasang dengan kriteria sebagai berikut :
1) Jalur Pejalan Kaki
• Pada tempat-tempat dimana pejalan kaki keberadaanya sudah menimbulkan konflik
dengan lalu lintas kendaraan atau menggangu peruntukan lain, seperti taman, dan
lain-lain.
• Pada lokasi yang dapat memberikan manfaat dari segi keselamatan, keamanan,
kenyamanan dan kelancaran.
• Jika berpotongan dengan jalur lalu lintas kendaraan harus dilengkapi rambu dan
marka atau lampu yang menyatakan peringatan/petunjuk bagi pengguna jalan.
• Koridor Jalur Pejalan Kaki (selain terowongan) mempunyai jarak pandang yang bebas
ke semua arah.
• Dalam merencanakan lebar jalur dan spesifikasi teknik harus memperlihatkan
peruntukan bagi penyandang cacat.

2) Lapak Tunggu
• Disediakan pada media jalan
• Disediakan pada pergantian roda, yaitu dari pejalan kaki ke roda kendaraan umum.

3) Lampu Penerangan
• Ditempatkan pada jalur penyeberangan jalan
• Pemasangan bersifat tetap dan bernilai struktur
• Cahaya lampu cukup terang sehingga apabila pejalan kaki melakukan penyeberangan
bisa terlihat pengguna jalan baik diwaktu gelap/malam hari.
• Cahaya lampu tidak membuat silau pengguna jalan llalu lintas kendaraan.

4) Perambuan
• Penempatan dan dimensi rambu sesuai dengan spesifikasi rambu
• Jenis rambu sesuai dengan kebutuhan dan sesuai dengan keadaan medan
5) Pagar Pembatas
• Apabila volume pejalan kaki di satu jalan sudah ˃450 orang/jam/lebar efektif (dalam
meter)
• Apabila volume kendaraan sudah ˃500 kendaraan/jam
• Kecepatan kendaraan ˃40 km/jam
• Kecenderungan pejalan kaki tidak menggunakan fasilitas penyeberangan
• Bahan pagar bisa terbuat dari konstruksi bangunan atau tanaman

6) Marka
• Marka hanya ditempatkan pada Jalur Pejalan Kaki penyeberangan sebidang
• Keberadaan marka mudah terlihat dengan jelas oleh pengguna jalan baik di siang hari
maupun malam hari
• Pemasangan marka harus bersifat tetap dan tidak berdampak licin bagi pengguna
jalan.

7) Peneduh/Pelindung
• Jenis peneduh disesuaikan pada Jalur Pejalan Kaki, dapat berupa :
1. Pohon pelindung, atap (mengikuti pedoman teknik lansekap)
2. Atap, dll.

3.3.Aspek Lokasi
Lokasi jalur pejalan kaki dan fasilitasnya dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Trotoar
• Trotoar hendaknya ditempatkan pada sisi luar bahu jalan atau sisi luar jalur
Daerah Manfaat Jalan (DAMAJA). Trotoar hendaknya dibuat sejajar dengan
jalan,akan tempat trotoar dapat tidak sejajar dengan jalan bila keadaan topografi
atau keadaan setempat yang tidak memungkinkan.
• trotoar hendaknya ditempatkan pada sisi dalam saluran drainase terbuka atau di
atas saluran drainase yang telah ditutup.
• Trotoar pada tempat pemberhentian bus harus ditempatkan secara
berdampingan/sejajar dengan jalur bus.
2. Penyeberangan Sebidang
❖ Penyeberangan Zebra
❖ Bisa dipasang di kaki persimpangan tanpa apil atau di ruas/link
❖ Apabila persimpangan diatur dengan lampu pengatur lalu lintas, hendaknya
pemberian waktu penyeberangan menjadi satu kesatuan dengan lampu
pengatur lalu lintas persimpangan
❖ Apabila persimpangan tidak diatur dengan lampu pengatur lalu lintas, maka
kriteria batas kecepatan adalah ˂ 40 km/jam.
❖ Penyeberangan Pelikan
❖ Dipasang pada ruas/link jalan, minimal 300 m dari persimpangan.
❖ Pada jalan dengan kecepatan operasional rata-rata lalu lintas kendaraan ˃ 40
km/jam.
3. Penyeberangan Tak Sebidang
❖ Jembatan
❖ bila jenis jalur penyeberangan dengan menggunakan zebra atau pelikan sudah
mengganggu lalu lintas kendaraan yang ada.
❖ Pada ruas jalan dimana frekuensi terjadinya kecelakaan yang melibatkan
pejalan kaki cukup tinggi.
❖ Pada ruas jalan yang mempunyai arus lalu lintas dan arus pejalan kaki yang
cukup.
❖ Terowongan
❖ Bila jenis jalur penyeberangan dengan menggunakan jembatan tidak
memungkinkan untuk diadakan
❖ Bila lokasi lahan atau medan meungkinkan untuk dibangun terowongan.

3.4.Kriteria Desain
Kriteria desain yang dibahas secara teknik hanya untuk Jalur Pejalan Kaki.

Jalur Pejalan Kaki


1. Lebar efektif minimum ruang pejalan kaki berdasarkan kebutuhan orang adalah 60 cm
ditambah 15 cm untuk bergoyang tanpa membawa barang, sehingga kebutuhan total
minimal untuk 2 orang pejalan kaki lewat tanpa terjadi berpapasan menjadi 150 cm.
2. Dalam keadaan ideal untuk mendapatkan lebar mimimun jalur pejalan kaki (W)
dipakai rumus sebagai berikut
𝑝
w= + 1,5
35
keterangan : P = volume pejalan kaki (orang/menit/meter)
W = lebar Jalur Pejalan Kaki
3. Lebar Jalur Pejalan Kaki harus ditambah, bila pada jalur tersebur terdapat
perlengkapan jalan (road furniture) seperti patok rambu lalu lintas, kotak surat, pohon
peneduh atau fasilitas umum lainnya.
4. Penambahan lebar Jalur Pejalan Kaki apabila dilengkapi fasilitas dapat dilihat seperti
pada tabel di bawah ini.

Tabel Penambahan Lebar Jalur Pejalan Kaki


No. Jenis Fasilitas Lebar Tambahan (cm)
1. Kursi roda 100-120
2. Tiang lampu penerang 75-100
3. Tiang lampu lalu lintas 100-120
4. Rambu lalu lintas 75-100
5. Kotak suara 100-120
6. Keranjang sampah 100
7. Tanaman peneduh 60-120
8. Pot bunga 150
Sumber : Pedoman Perencanaan Jalur Pejalan Kaki Pada Jalan Umum
5. Jalur Pejalan Kaki harus diperkeras dan apabila mempunyai perbedaan tinggi dengan
sekitarnya harus diberi pembatas yang dapat berupa kerb atau batas penghalang.
6. Perkerasan dapat dibuat dari blok beton, perkerasan aspal atau plesteran.
7. Permukaan harus rata dan mempunyai kemiringan melintang 2-3 % supaya tidak
terjadi genangan air. Kemiringan memanjang disesuaikan dengan kemiringan
memanjang jalan, yaitu maksimum 7 %.

Jenis Jalur Pejalan Kaki


1. Trotoar
❖ Geometrik trotoar harus mengikuti pedoman teknik tentang spesifikasi trotoar.
❖ Tinggi ruang bebas tidak kurang dari 2,2 m dan kedalaman bebas tidak kurang
dari 1m, yang diukur dari permukaan trotoar, kebebasan samping tidak kurang
dari 0,3 m.
❖ Pemasangan utilitas harus mempertahankan ruang bebas trotoar
2. Penyeberangan Sebidang
❖ Geometrik penyeberangan jalan harus mengikuti spesifikasi teknik penyeberangan
jalan dan manual geometri perkotaan.
❖ Jalur penyeberangan sebidang pejalan kaki yang merupakan terusan dari jalur
trotoar, maka dimensi lebar jalur minimal dibuat sama dengan dimensi lebar jalur
trotoar.
❖ Dasar penentuan jenis-jenis fasilitas penyeberangan adalah seperti tertera pada
tabel sebagai berikut.
Tabel Jenis Penyeberangan Berdasarkan PV²
P V² P V Rekomendasi
˃1011 50-1100 300-500 Zebra
˃ 2 x 108 50-1100 400-750 Zebra dengan lapak nunggu
˃ 108 50-1100 ˃500 Pelikan
˃ 108 ˃1100 ˃300 Pelikan
˃ 2 x 108 50-1100 ˃750 Pelikan dengan lapak nunggu
˃ 2 x 108 ˃1100 ˃400 Pelikan dengan lapak nunggu
Sumber : Pedoman Perencanaan Jalur Pejalan Kaki Pada Jalan Umum
Keterangan :
P= arus lalu lintas penyeberangan pejalan kaki sepanjang 100 m,
dinyatakan dengan orang/jam.
V= arus lalu lintas kendaraan dua arah perjam, dinyatakan kendaraan/jam
Catatan :
Arus penyeberangan jalan dan arus lalu lintas adalah rata-rata arus lalu lintas
pada jam-jam sibuk.

❖ Lokasi penyeberangan harus terlihat oleh pengendara kendaraan, minimal


memenuhi jarak pandangan henti.
❖ Di tempatkan tegak lurus terhadap sumbu jalan.

3. Penyeberangan Tak Sebidang


a. Jembatan penyeberangan
❖ Konstruksi harus mengikuti spesifikasi teknik jembatan penyeberangan.
❖ Ruang bebas jalur lalu lintas kendaraan tidak kurang dari 2,5 m.
b. Terowongan
❖ Konstuksi harus mengikuti spesifikasi teknik terowongan.
❖ Dilengkapi dengan penerangan.

3.5.Ukuran dan Dimensi


Standar umum yang baik, yang digunakan dalam perencanaan penempatan
elemen-elemen pendukung jalur pejalan kaki yang berupa pohon, lampu-lampu, bangku
istirahat, dll yang ditetapkan sedemikian rupa sehingga terciptanya kenyamanan bagi
pejalan kaki tetapi pedestrian juga masih tetap mempunyai street furniturenya.
1) Ruang gerak Bagi Orang Dewasa

Berdiri Jangkauan ke samping Berdiri Jangkauan ke depan


Duduk Jangkauan ke Samping Duduk Jangkauan ke Depan

Gambar 2.1. Ukuran Dasar Untuk Orang Dewasa


Sumber: Dirjen Bina Marga No. 022/T/BM/1999

2) Ruang Gerak Bagi Penyandang Cacat Pengguna “Kruk”

Jangkauan ke Samping Jangkauan ke Depan


Gambar 2.2. Ukuran Dasar Ruang Penyandang Cacat Pengguna Kruk
Sumber: Dirjen Bina Marga No. 022/T/BM/1999

3.6. Fasilitas Sarana Ruang Pejalan Kaki


Fasilitas yang dibutuhkan oleh pejalan kaki sebagai sarana di jalur pedestrian
antara lain adalah:
a) Drainase
Keberadaan drainase sebagai sarana penunjang jalur pejalan kaki berfungsi
sebagai penampung dan jalur aliran air pada ruang pejalan kaki. Keberadaan
drainase akan dapat mencegah terjadinya banjir dan genangangenangan air pada saat
hujan. Dimensi minimal adalah lebar 50 centimeter dan tinggi 50 centimeter.
Drainase bisa diletakkan di samping atau di bawah jalur pejalan kaki.
Gambar 2.3.Penampang Melintang Drainase Pada Jalur Pejalan Kaki
(Sumber: Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan
Kaki di Perkotaan)
b) Jalur Hijau
Jalur hijau yang ditempatkan sebagai sarana pendukung dalam jalur pejalan
kaki berfungsi sebagai peneduh untuk pejalan kaki. Jalur hijau diletakan pada jalur
amenitas (jalur pendukung sebagai penempatan fasilitas pendukung jalur pejalan
kaki) dengan lebar 150 centimeter dan bahan yang digunakan adalah tanaman
peneduh. Sedangkan untuk jenis tanamannya disesuaikan dengan jalur pejalan kaki
yang ada dan lebar jalur amenitas.

Gambar 2. 4 Fasilitas jalur Hijau


(Sumber: Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki
di Perkotaan)

c) Lampu Penerangan
Lampu penerangan diletakkan pada jalur amenitas. Terletak setiap 10 meter
dengan tinggi maksimal 4 meter, dan bahan yang digunakan adalah bahan dengan
durabilitas tinggi seperti metal & beton cetak. Selain itu, cahaya yang dipancarkan
oleh lampu penerangan harus cukup terang sehingga pejalan kaki yang berjalan bisa
melihat di waktu gelap/malam hari. Kriteria penempatan lampu penerangan adalah:
a. Ditempatkan pada jalur penyeberangan jalan.
b. Pemasangan bersifat tetap dan bernilai struktur.
c. Cahaya lampu cukup terang sehingga apabila pejalan kaki melakukan
penyeberangan bisa terlihat pengguna jalan baik di waktu gelap/malan
hari.
d. Cahaya lampu tidak membuat silau pengguna jalan lalu lintas kendaraan.

Gambar 2. 5 Fasilitas Lampu Penerangan


(Sumber: Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan SaranaRuang Pejalan
Kaki di Perkotaan)

d) Tempat Duduk
Tempat duduk diletakan pada jalur amenitas. Terletak setiap 10 meter atau
pada tempat-tempat pergantian moda dengan lebar 40-50 centimeter, panjang 150
centimeter dan bahan yang digunakan adalah bahan dengan durabilitas tinggi seperti
metal dan beton cetak.

Gambar 2. 6 Fasilitas Tempat Duduk


(Sumber: Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan
Kaki di Perkotaan)
e) Pagar Pengaman
Pagar pengaman diletakan pada jalur amenitas dan berfungsi untuk melindungi
pejalan kaki dari bahaya kecelakaan. Pagar pengaman diletakkan pada titik tertentu
yang dianggap berbahaya dan memerlukan perlindungan dengan tinggi 90
centimeter, dan bahan yang digunakan adalah metal/beton yang tahan terhadap
cuaca dan kerusakan atau bisa juga digunakan pagar pengaman yang berasal dari
tanaman pada jalur pejalan kaki yang tidak berbahaya sebagai penambah nilai
estetika.
Kriteria penempatan pagar pengaman adalah:
 Apabila volume pejalan kaki di satu sisi jalan sudah > 450
orang/jam/lebar efektif (dalam meter)
 Apabila volume kendaraan sudah > 500 kendaraan/jam
 Kecepatan kendaraan > 40 km/jam
 Kecenderungan pejalan kaki tidak meggunakan fasilitas
penyeberangan
 Bahan pagar bisa terbuat dari konstruksi bangunan atau tanaman.

Gambar 2. 7 Fasilitas Pagar Pengaman


(Sumber: Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan
Kaki di Perkotaan)

f) Tempat Sampah
 Kriteria : perletakan tempat sampah yang diatur dalam jarak tertentu (jarak
penempatan 15-20 meter), mudah dalam system pengangkutannya, dan jenis
tempat sampah yang disediakan memiliki tipe yang berbeda-beda sesuai
dengan fungsinya (tempat sampah kering dan tempat sampah basah).
 Dalam merencanakan desain tempat sampah, hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah : mudah dalam system pengangkutannya (jika termuat sampah
tertutup), bentuk dan model tempat sampah mengacu pada kondisi / lokasi
penempatan, tempat sampah harus fungsional, dan desain dari ketinggian
tempat sampah harus dapat dijangkau dengan tangan dalam memasukkan
sampah (60-70 cm).

Gambar 2. 8 Fasilitas Tempat Sampah


Sumber: http://rudyct.com/PPS702-ipb/08234/totok_priyanto.pdf

g) Marka, Perambuan dan Papan Informasi (Signage)


Marka dan perambuan, papan informasi (signage) diletakan pada jalur
amenitas, pada titik interaksi sosial, pada jalur dengan arus pedestrian padat, dengan
besaran sesuai kebutuhan, dan bahan yang digunakan terbuat dari bahan yang
memiliki durabilitas tinggi, dan tidak menimbulkan efek silau. Kriteria penempatan
perambuan adalah:
 Penempatan dan dimensi rambu sesuai dengan spesifikasi rambu
 Jenis rambu sesuai dengan kebutuhan dan sesuai dengan keadaan medan.
Kriteria penempatan marka adalah:
• Marka hanya ditempatkan pada Jalur Pejalan Kaki penyeberangan sebidang.
• Keberadaan marka mudah terlihat dengan jelas oleh pengguna jalan baik di
siang hari maupun malam hari.
• Pemasangan marka harus bersifat tetap dan tidak berdampak licin bagi
penguna jalan.
Gambar 2. 9 Fasilitas Marka, Perambuan, Papan Informasi (Signage)
Sumber: http://rudyct.com/PPS702-ipb/08234/totok_priyanto.pdf

h) Halte/Shelter Bus
Halte/shelter bus dan lapak tunggu diletakan pada jalur amenitas. Shelter harus
diletakan pada setiap radius 300 meter atau pada titik potensial kawasan, dengan
besaran sesuai kebutuhan, dan bahan yang digunakan adalah bahan yang memiliki
durabilitas tinggi seperti metal. Kriteria penentuan lokasi lapak tunggu adalah:
 Disediakan pada median jalan.
 Disediakan pada pergantian roda, yaitu dari pejalan kaki ke roda kendaraan
umum.

Gambar 2. 10 Fasilitas Halte/Shelter Bus dan Lapak Tunggu


Sumber: http://rudyct.com/PPS702-ipb/08234/totok_priyanto.pdf
i) Telepon Umum
Telepon umum diletakan pada jalur amenitas. Terletak pada setiap radius 300
meter atau pada titik potensial kawasan, dengan besaran sesuai kebutuhan dan bahan
yang digunakan adalah bahan yang memiliki durabilitas tinggi seperti metal.
Gambar 2. 11 Fasilitas Telepon Umum
Sumber: http://rudyct.com/PPS702-ipb/08234/totok_priyanto.pdf

j) Fasilitas bagi Penyandang Cacat


Persyaratan khusus untuk rancangan bagi pejalan kaki yang mempunyai cacat
fisik adalah sebagai berikut :
 Jalan tersebut setidaknya memiliki lebar 1.5 meter, dengan tingkat
maksimal 5%.
 Pejalan kaki harus mudah mengenal permukaan jalan yang lurus atau
jika ada berbagai perubahan jalan yang curam pada tingkat tertentu.
 Menghindari berbagai bahaya yang berpotensi mengancam keselamatan
penyandang cacat seperti jeruji, lubang, dan lain-lain yang tidak harus
ditempatkan di jalan yang mereka lalui.
 Ketika penyandang cacat menyeberang jalan, tingkat trotoarnya harus
disesuaikan sehingga mereka mudah melaluinya.
 Jika jalan tersebut digunakan oleh orang tuna netra, berbagai perubahan
dalam tekstur trotoar dapat digunakan sebagai tanda-tanda praktis.
 Jalan tersebut tidak boleh memiliki permukaan yang licin.
 Persyaratan lainnya disesuaikan dengan Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No. 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan
Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.
Gambar 2.14.Kebutuhan ruang gerak minimum pejalan kaki berkebutuhan khusus
Selain persyaratan khusus untuk perancangannya, pedestrian way bagi
penyandang cacat juga mempunyai beberapa fasilitas yang harus disediakan. Berikut
fasilitas pada pedestrian way bagi penyandang cacat :
 Ram (ramp), diletakan di setiap persimpangan, prasarana ruang pejalan
kaki yang memasuki enterance bangunan, dan pada titik-titik
penyeberangan.
 Jalur difabel, diletakan di sepanjang prasarana jaringan pejalan kaki.

3.7. Elemen-Elemen Jalur Pedesterian


1. Jenis Material Pedestrian
 Jenis material yang digunakan untuk prasarana dan sarana jaringan pejalan
kaki adalah:
a) Bahan yang dapat menyerap air (tidak licin).
b) Tidak menyilaukan.
c) Perawatan dan pemeliharaan yang relatif murah.
d) Cepat kering (air tidak menggenang jika hujan turun).
 Jenis Material Permukaan
Ketentuan penggunaan jenis material permukaan adalah sebagai berikut:
a) Secara umum terdiri dari material yang padat, akan tetapi dapat juga
digunakan jenis ubin, batu dan batu bata. Bahan dapat terbuat dari
material yang padat dan aspal yang kokoh, stabil dan tidak licin.
b) Sebaiknya menghindari permukaan yang licin, karena akan mempersulit
bagi pengguna kursi roda atau pengguna alat bantu berjalan.
c) Permukaan yang tidak konsisten secara visual (keseluruhan warna dan
tektur) dapat membuat sulit bagi pejalan kaki dengan keterbatasan
kemampuan untuk membedakan perbedaan perubahan warna dan pola
yang ada di trotoar dan penurunan atau perubahan tingkatan yang ada.
 Jenis Material untuk Permukaan Dekoratif
Ketentuan penggunaan jenis material untuk permukaan dekoratif adalah
sebagai berikut:
a) Material permukaan dengan batu yang diperindah atau kumpulan batu
yang menonjol. Cat dan material termoplastik lainnya biasanya
digunakan untuk menandai jalan penyeberangan, dan pada umumnya
licin bila basah.
b) Batu kerikil dan batu bata dapat meningkatkan kualitas estetika dari
trotoar tetapi dapat menambah energi bagi pejalan kaki yang mempunyai
kelemahan mobilitas. Untuk alasan ini, batu bata dan batu kerikil tidak
direkomendasikan.

Material permukaan yang bertekstur dekoratif dapat membuat lebih sulit bagi
pejalan kaki dengan keterbatasan penglihatan, untuk mendeteksi peringatan
tersebut perlu menyediakan informasi (tanda) kritis.
Elemen-elemen material yang umumnya digunakan pada jalur pedestrian adalah
paving ( beton ), bata atau batu.
a. Paving atau beton
Paving beton dibuat dengan variasi bentuk,tekstur, warna, dan variasi bentuk
yangmemiliki kelebihan terlihat seperti batu bata,serta pemasangan dan
pemeliharaannyamudah. Paving beton ini dapat digunakan diberbagai tempat karena
kekuatannya.
Gambar 2.15:Paving blok
(Sumber :www.google.com, 2016)

b. Batu
Batu merupakan salah satu material yang paling tahan lama, memiliki daya
tahan yang kuat dan mudah dalam pemeliharaannya. Batu granit adalah salah satu
yang sering digunakan pada jalur pedestrian yang membutuhkan keindahan.

Gambar 2.16 :Batu krikil untuk pedestrian


(Sumber :www.google.com, 2016)

c. Bata
Bahan material ini merupakan bahan yang mudah pemeliharaannya, serta
mudah pula didapat. Bata memiliki tekstur dan dapat menyerap air dan panas dengan
cepat tetapi mudah retak.
4. MUSEUM
4.1.Pengertian Museum
Museum adalah lembaga permanen yang tidak mencari keuntungan, diabadikan
untuk kepentingan masyarakat dan perkembangannya, terbuka untuk umum, yang
mengumpulkan, melestarikan, meneliti, mengkomunikasikan dan memamerkan bukti-
bukti bendawi manusia dan lingkungannya untuk tujuan studi, penelitian dan kesenangan
(Direktori Museum Indonesia, 2012).
Menurut Moh Amir Sutaarga, gambaran perkembangan museum, dan Permuseuman
(1997-1998) dapat dibuat ikhtisar singkatnya yaitu:
1. Museum sebagai tempat kumpulan barang aneh.
2. Museum pernah digunakan sebagai istilah kumpulan pengetahuan dalam bentuk karya
tulis pada zaman ensiklopedis.
3. Museum sebagai tempat koleksi realia bagi lembaga atau perkumpulanperkumpulan
ilmiah.
4. Museum dan lstana setelah revolusi Perancis dibuka untuk umum dalam rangka
demokratisasi ilmu dan kesenian.
5. Museum menjadi urusan yang perlu ditangani pembinaan, pengarahan dan
pengembangannya oleh pemerintah sebagai sarana pelaksanaan kebijakan politik di
bidang kebudayaan.
Dalam sejarahnya, museum mengalami perubahan dalam arti fungsi museumnya.
Dari fungsi awal sebagai gudang barang, tempat disimpan benda warisan budaya yang
bernilai luhur meluas fungsinya pada pemeliharaan, pengawetan, penyajian atau pameran.
Selanjutnya, fungsi museum diperluas lagi sampai pada fungsi pendidikan dalam rangka
untuk kepentingan umum. Namun Demikian, walaupun terjadi perubahan dan perluasan
fungsi museum, tetapi hakekat pengertian museum itu tidak berubah. Ciri ilmiah dan
kesenian, serta bersenang-senang tetap menjiwai arti museum sampai saat ini.

4.2.Jenis Museum
Direktorat Permuseuman pada tahun 1971 mengelompokkan museummuseum
menurut jenis koleksinya menjadi 3 jenis, yaitu museum umum, museum khusus, dan
museum lokal. Pengelompokan itu diubah pada tahun 1975 menjadi museum umum,
museum khusus, dan museum pendidikan. Selanjutnya pada tahun 1980 pengelompokan
itu disederhanakan menjadi museum umum dan museum khusus. Museum umum dan
museum khusus itu, berdasarkan tingkat kedudukannya dijabarkan menjadi museum
tingkat nasional, museum tingkat regional (propinsi), dan museum tingkat lokal
(kotamadya/kabupaten}. Dalam kebijakannya Direktorat Permuseuman telah menetapkan
3 pilar utama yang dijadikan kebijakan bagi permuseuman di Indonesia yaitu :
a. Mencerdaskan bangsa
b. Kepribadian bangsa
c. Ketahanan nasional dan wawasan nusantara.
Jadi apapun jenis museumnya, ketiga pilar utama itu harus dijadikan landasan bagi
penyelenggaraan dan pengelolaan museum dalam rangka mengelola museumnya.
4.3.Museum Perkebunan Indonesia
4.3.1. Sejarah Bangunan Museum Perkebunan Indonesia
Gedung Museum Perkebunan Indonesia berlokasi di Jalan Brigjen Katamso No.
53 Kota Medan, Sumatra Utara dibangun pada tahun 1916 bersamaan dengan
dibangunnya gedung PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit) yang sebelumnya bernama
APA (Algemeene Proefstation der AVROS atau The General Experiment Station of the
AVROS) pada 26 September 1916 oleh AVROS (Algemeene Vereeniging van
Rubberplanters ter Oostkust van Sumatra) atau perhimpunan pengusaha Karet di Pantai
Timur Sumatera. Gedung museum ini pada masa penjajahan Belanda adalah rumah dinas
direktur Algemeene Vereniging van Rubberplanters ter Oostkust van Sumatra (AVROS)
atau Perhimpunan Pengusaha Perkebunan Karet di Pantai Timur Sumatera. Bangunan ini
juga difungsikan sebagai rumah dinas dari karyawan PPKS (Pusat Penelitian Kelapa
Sawit).

Gambar 4.4.Perspektif bangunan Museum Perkebunan Indonesia tahun 1946


Sumber :Indonesian Oil Palm Research Institute

Gambar 4.5.Perspektif bangunan Museum Perkebunan Indonesia tahun 2019


Sumber :Dokumentasi Pribadi

Museum Perkebunan Indonesia merupakan museum khusus yang didirikan atas inisiatif
oleh seorang tokoh perkebunan Indonesia bernama Soedjai Kartasasmita. Museum ini
diresmikan pada 10 Desember 2016 oleh Gubernur Sumatera Utara HT Erry Nuradi
beserta Direktur Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian. Pengelolaan museum saat
ini dilakukan oleh Yayasan Museum Perkebunan Indonesia. Museum Perkebunan
Indonesia berisi sejarah dan perkembangan perkebunan di Indonesia yang dimulai sejak
masa prakolonial. Museum Perkebunan Indonesia menempati bangunan bekas rumah
dinasdirektur Algemeene Vereniging van Rubberplanters ter Oostkust van Sumatra
(AVROS) atau Perhimpunan Pengusaha Perkebunan Karet di Pantai Timur Sumatera.
Museum Perkebunan Indonesia ini terletak di kompleks Pusat Penelitian Kelapa Sawit
(PPKS). Museum yang telah berdiri hampir dua tahun ini merupakan museum tematik
khusus perkebunan yang menyimpan informasi sejarah dan alat-alat perkebunan. Gedung
museum ini memiliki dua lantai yang menyimpan banyak penjelasan seputar perkebunan
pada masa lampau dan memamerkan koleksi hasil kebun serta sejarahnya. Lantai per-
tama didesain dengan grafis dan konteks kekinian perkebunan. Lantai dua menyajikan
koleksi artefak perkebunan dari masa lampau hingga kini.Terdapat beberapa ruangan di
Museum diantaranya:

Ruang Sultan Ma'mun Al Rasyid.

Gambar 4.6.Ruang Pameran Sulatan Ma’mun Al Rasyid, 2019


Sumber :Dokumentasi Pribadi
Ruang Said Abdullah.

Gambar 4.7.Ruang Pameran Said Abdullah, 2019


Sumber :Dokumentasi Pribadi
Ruang Jacobus Nienhuys.

Gambar 4.8.Ruang Pameran Jacobus Nienhuys, 2019


Sumber :Dokumentasi Pribadi

Di area depan bangunan Museum Perkebunan Indonesia terdapat sebuah pesawat


pajangan, pesawat itu diketahui jenis capung Deli Tobacco PTPN 2, PK-PAH. Pesawat
ini dulunya digunakan untuk menyemprot hama penyakit di perkebunan Tembakau Deli
yang tersebar di sekitar Sumatera Utara. Pesawat ini masih asli tapi tidak digunakan lagi.
Selain pesawat, di Museum Perkebunan Indonesia itu juga terdapat lokomotif uap milik
pabrikan Belanda. Lokomotif uap ini dulunya biasa dipakai untuk mengangkut Tandan
Buah Segar (TBS ) Kelapa Sawit milik PTPN 4 dan montik sawit yang dipakai
mengangkut TBS dari kebun ke PT Socfindo. Erond Damanik, salah satu pegiat sejarah
yang terlibat dalam pengumpulan artefak untuk museum ini, mengatakan, di PPKS
nantinya akan dihadirkan juga alat ukur tembakau, sepeda, dan radio tua.

4.4.STUDI BANDING BANGUNAN KOLONIAL


Nama Bangunan : Pabrik gula De Tjolomadoe, jl. Adi Sucipto No. 1,
Malangjiwan,Colomadu, Karanganyar,Jawa Tengah
Dibangun pada tahun : 1861, dikembangkan pada tahun 1928
Revitalisasi pada : April 2017, dan beroperasi mulai 24 maret 2018
Konsultan arsitektur : PT Air Mas Asri
Fungsi : Culture Center, Convention dan Commercial Area
N Elemen ( gambar ) Keterangan
o.

Siteplan

Fasilitas pejalan kaki

Fasilitas parkir kendaraan

Area taman

Fasilitas parkir kendaraan ;


Tertata dengan baik, terbagi
dengan beberapa kelompok,
sehingga terlihat rapi dan
teratur.

Fasilitas pejalan kaki ;


Fasilitas parkir ;
• Parkir bus
• Parkir kendaraan 4 roda
• Parkir motor
Memiliki marka petunjuk parkir
dengan cat warna kuning dan
letak parkir 90˚ (keluar-masuk
parkir satu arah), memiliki rambu
parkir, memiliki zebra cross,
Pos jaga, dan lampu penerangan.
Memakai material paving block.

Fasilitas pedestrian ;
• Memiliki drainase
dibawah ruang pejalan
kaki
• Memiliki tanaman hijau
• Memiliki lampu
penerangan
• Memiliki tempat duduk
• Memiliki marka dan
signage
• Memakai material paving
block

Sumber : http://www.constructionplusasia.com/id/de-tjolomadoe/
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.Metodologi Penelitian
Metode merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan suatu cara kerja (sistematis)
untuk memahami suatu subjek atau objek penelitian, sebagai upaya untuk menemukan
jawaban yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Metode penelitian yang digunakan adalah : Metode Simulasi dan Pemodelan
Penelitian ini digolongkan dalam penelitian yang menggunakan strategi penelitian
simulasi dan pemodelan lalu. Strategi penelitian simulasi dan pemodelan adalah suatu bentuk
penelitian dengan menggunakan model tiruan dari suatu proses atau sistem tertentu yang akan
dikaji/diuji melalui proses simulasi, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan
manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan,
kesamaan dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya. setelah itu
menggunakan simulasi model yaitu proses pengoperasian (running) suatu model untuk
mengkaji karakteristik/perilaku proses atau sistem yang dimodelkan.
Model harus mempunyai karakteristik yang serupa dengan proses (sistem) yang
sesungguhnya. Oleh karena itu, kita dapat mempelajari sistem nyata itu melalui model tiruan
(simulasinya). Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti
dari pandangan langsung, dan melakukan studi pada situasi yang alami.

3.1.1. SIMULASI
Kamus mendefenisikan ‘simulasi’ sebagai suatu representasi dari sifat atau
karakteristik dari satu sistem terhadap penggunaan dari sistem lain. Metode simulasi muncul
dari daya tarik manusia terhadap replikasi (imitasi) dari objek nyata dan sekitarnya. Menurut
pendefinisian pada berbagai kamus, kata simulasi diartikan sebagai cara mereproduksi
kondisi dari suatu keberadaan dengan menggunakan model dalam rangka studi pengenalan
atau pengujian atau pelatihan dan yang sejenis lainnya. Simulasi dalam bentuk pengolahan
data merupakan imitasi dari proses dan input ril yang menghasilkan data output sebagai
gambaran karakteristik operasional dan keadaan pada sistem.
Simulasi sebagai proses pengolahan data dengan penggunaan rangkaian model-model
simbolik pada pengoperasian sistem tiruan tidak mengharuskan dan tidak mengajukan
penggunaan formula atau fungsi-fungsi dan persamaan tertentu. Simulasi juga tidak terikat
dengan penggunaan model-model sistem acuan tetapi memerlukan pemodelan untuk
menghasilkan model sistem dan model operasi sistem yang sesuai dengan tujuan penelitian
atau penyelidikan.

3.1.2. PEMODELAN
Pemodelan merupakan alat bantu dalam pengambilan keputusan. Model digambarkan
sebagai suatu sistem yang dibatasi. Sistem yang dibatasi ini merupakan sistem yang meliputi
semua konsep dan variabel yang saling berhubungan dengan permasalahan dinamik yang
ditentukan. Permasalahan dalam sistem dinamik dilihat tidak disebabkan oleh pengaruh dari
luar, namun dianggap disebabkan oleh struktur internal dari sistem
Proses pemodelan seperti yang diuraikan oleh Sterman (2000) adalah sebagai berikut:
• Identifikasi masalah ( penetapan batasan ), yaitu menyeleksi tema, kunci variable dan
konsep, waktu dan pendefinisian permasalahan dinamik.
• Formulasi dinamik hipotesa, yaitu mengurutkan hipotesa awal dan pemetaan.
• Formulasi model simulasi, yaitu spesifikasi dari struktur dan aturan keputusan,
estimasi parameter, hubungan perilaku dan kondisi awal, dan pengujian untuk
konsistensi dengan tujuan dan batasan.
• Pengujian, yaitu membandingkan dengan referensi, kekuatan dalam kondisi ekstrim
dan sensitifitas.
• Perancangan kebijakan dan evaluasi, yaitu spesifikasi skenario, perancangan
kebijakan, analisa sensitifitas dan interaksi antar kebijakan

3.2.TEKNIK PENGUMPULAN DATA


Metodepengumpulan data berasaldariduasumber data penelitian yang terdiridari Data
Primer dan Data Sekunder.

3.2.1 Data Primer


Yaitu, Data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari sumber
datanya. Data Primer disebut juga sebagai data asli atau data baru yang memiliki sifat up to
date. Untuk mendapatkan data primer, peneliti harus mengumpulkan secara langsung dengan
mengambil gambar/foto, dan observasi secara langsung. Survey lapangan dilakukan pada hari
senin sampai minggu yang dimulai dalam kurun waktu pada pukul 09.00 hingga pukul 16.00
wib.
Teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data primer adalah :
a) Pengamatan (Observasi)
Observasi merupakan suatu pengamatan langsung terhadap lingkungan fisiknya
atau pengamatan langsung suatu aktifitas yang sedang berlangsung/berjalan
yang meliputi seluruh aktifitas perhatian terhadap suatu kajian objek dengan
menggunakan alat indranya. Atau suatu usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sadar
untuk mengumpulkan data dan dilakukannya dengan cara sistematis dan sesuai
prosedurnya
Pengamatan dilakukan melalui survey lapangan di Museum Perkebunan
Indonesia, yaitu parkir dan pedesterian kawasan museum tersebut, pengamatan yang
secara langsung ke lokasi penelitian supaya data yang diperlukan dapat dimiliki
langsung peneliti dari lokasi persoalan.
b) Dokumentasi
Dokumentasi adalah aktivitas atau proses sistematis dalam melakukan
pengumpulan, pencarian, penyelidikan, pemakaian, dan penyediaan dokumen untuk
mendapatkan keterangan, penerangan pengetahuan dan bukti serta menyebarkannya
kepada pengguna.
• Pengumpulan, pemilihan, pengolahan, dan penyimpanan informasi dalam
bidang pengetahuan.
• Pemberian atau pengumpulan bukti dan keterangan seperti foto/gambar,
pengambilan gambar keadaan parkir dan pedesterian museum tersebut
c) Wawancara
• Wawancara (interview) merupakan percakapan dua orang atau lebih dan
berlangsung antara narasumber dan pewawancara. Dalam pengumpulan data
melalui wawancara ini menjadi narasumber yaitu : pegawai atau pemandu di
Museum Perkebunan Indonesia.

Data Primer Data Yang Diambil Pengamatan Data


Fenomena di kawasan Pengumpulan data mengenai kawasan parkir
parkir dan pedesterian pada dan pedesterian pada museum
museum
Data ukuran ukuran jalan, Melakukan pengukuran pada jalan, panjang
Observasi
panjang jalan, lebar jalan. jalan, lebar jalan, parkir kendaraan , dan
Data ukuran parkir pedesterian pada kawasan Museum
kendaraan , dan Perkebunan Indonesia
pedesterian
Mengambil foto/gambar kondisi eksisting
Foto/gambar pada area parkir dan pedesterian saat ramai
pengunjung.
Data pengunjung museum Mendata pengunjung museum, baik
selama seminggu pengguna kendaraan maupun pejalan kaki.
Tabel 3.1 : Pengumpulan data primer
3.2.2 Data Sekunder
Yaitu, Data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah
ada (peneliti sebagai tangan kedua). Peneliti menggunakan data sekunder ini untuk
memperkuat penemuan dan melengkapi informasi yang telah dikumpulkan melalui observasi
di lapangan. Pada penelitian ini, perolehan data berupa teori bersumber dari buku-buku dan
jurnal-jurnal mengenai studi sejenis, dan juga dari internet yang membahas tentang parkir,
pedesterian pada museum.

Data Sekunder Jenis data yang diambil Pengamatan


elemen penunjang Mencari tahu apa apa saja elemen
Buku-buku maupun jurnal
parkir dan pedestrian penunjang pada parkir dan pedesterian
Buku buku maupun jurnal
Pemodelan parkir dan jurnal pedestrian pada Melengkapi data pembuatan pemodelan
pedestrian museum ( bangunan parkir dan pedesterian Museum
kolonial ) Perkebunan Indonesia
Tabel 3.1 : Pengumpulan data primer
Pengambilan data dilakukan pada hari senin – minggu, melakukan pengamatan
pengunjung disaat memarkirkan kendaraan, dan pejalan kaki. Melakukan dokumentasi, pada
hari senin melakukan wawancara kepada pegawai/pemandu pada Museum Perkebunan
Indonesia.
 Pembagian Waktu Pengambilan Data :
Hari/Tanggal Jenis Data Tempat
Senin 9 • Melakukan wawancara dengan Museum
desember pemandu. Perkebunan
• Dokumentasi keadaan sekitar
2019 museum Indonesia
Selasa 10 Museum
desember • Mengamati pengunjung Perkebunan
memarkirkan kendaraanya
2019 – • Mendata kendaraan yang Indonesia
minggu 15 parkir per hari dan
mendokumentasikan
desember
• Mendata fasilitas di sekitaran
parkir dan pedesterian
museum.
• Melakukan pengukuran tempat
pakir, dan sekitaran museum.
• Melakukan pengamatan
kelemahan pada parkiran
museum
Tabel3.3 :Jadwal pengumpulan data primer
3.3 Cara penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara :
1. Mengkaji hasil pengamatan di lapangan.
2. Mengkaji teori yang berkaitan dengan perkampungan desalingga
a. Langkah Persiapan
1. Mengamati objek kawasan.
2. Menyusun data-data fisik serta teoritis
b. Pelaksanaan Penelitian
1. Membuat format penelitian dalam bentuk tabel.
2. Menganalisa data.
3. Membuat model hasil penelitian.
4. Membuat kesimpulan.

3.4 MetodeAnalisis Data


Langkah-langkah peneliti dalam menganalisis data adalah dengan cara sebagai berikut
(Bogdan danTaylor dalam Moleong. 2001):

1. Reduksi Data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, menfokuskan
pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang
direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti
untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.
2. Penyajian Data
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan
(menyajikan) data. Penyajian dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan,
hubungan antar kategori, dan sejenisnya. Dengan mendisplay data, maka akan
memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja berdasarkan apa
yang telah dipahami tersebut. Dalam melakukan display data, selain dengan teks yang
naratif, juga dapat berupa grafik, matrik, dan jejaring kerja.
3. Penyimpulan dan Verifikasi
Langkah ketiga dalam analisis data yakni penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih sementara, dan akan berubah bila tidak
ditemukan data-data yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data
berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada awal, didukung oleh
bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan
data maka, kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
3.5 Poin penelitian
Berdasarkan Tinjauan Pustaka yang telah dikumpulkan dan dirangkum, dapat diambil
beberapa poin penting yang menjadi variable penelitian dalam menganalisa parkir dan
pedesterian sebagai berikut :
a. Kawasan Museum Perkebunan Indonesia
1. Tempat parkir
2. Pedesterian
b. Elemen parkir dan pedesterian
1. Disain parkir.
2. Fasilitas penunjang parkir
3. Kriteria desain jalur pejalan kaki
4. Jenis material
c. Pejalan kaki.
1. Sirkulasi, dan kenyamanan
BAB IV
TINJAUAN KHUSUS TERHADAP LOKASI OBYEK STUDI

4.1. LOKASI OBYEK STUDI


Lokasi studi yang diambil pada pemodelan parkir dan pedestrian Museum Perkebunan
Indonesia adalah sepanjang kawasan parkir dan pedesterian museum tersebut.
Lokasi penelitian:
Nama Objek : Museum Perkebunan Indonesia
Lokasi : Jalan Brigjend Katamso no.36 A
Fungsi : Kantor Pusat Penelitian dan Museum

T
Gambar 4.1. Lokasi Museum Perkebunan Indonesia
Sumber : google maps
4.2. Batasan Site :
Sebelah Utara Perumahan karyawan PPKS
Sebelah Timur Perumahan karyawan PPKS dan ruko
Sebelah Barat Xpress Money dan ruko
Sebelah Selatan Pusat Penelitian Kelapa Sawit

Sebelah
Perumahan
Utara
Karyawan PPKS

Sebelah Perumahan
Timur Karyawan PPKS
dan ruko
Sebelah
Xpress Money
Barat
dan ruko

Sebelah Pusat Penelitian


Selatan
Kelapa Sawit

Tabel 4.2. Batas-Batas site Museum Perkebunan Indonesia:


Sumber: Pribadi

Museum Perkebunan Indonesia


merupakan museum yang lumayan
banyak dikunjungi oleh berbagai
kalangan, terutama kalangan pelajar,
yakni anak TK, SD, SMP dan SMA.
Kebanyakan anak sekolah tersebut,
setelah selesai mengelilingi
/mempelajari isi dari museum tersebut,
mereka tidak langsung pulang. Akan
tetapi, merek masih menyempatkan
untuk bermain-main di kawasan
museum tersebut, termasuk area
taman, pedesterian dan parkir.

Jalur akses pada kawasan Museum


Perkebunan Indonesia
• hanya memiliki satu pintu
masuk dan satu pintu keluar.
• Pada area pintu masuk ada
juga pos satpam sebagai
pengaman dan pemberi
informasi ke pengunjung.
• Pada pintu masuk tidak ada
fasilitas untuk pejalan kaki
seperti trotoar. Sehingga tidak
ada jalur yang membedakan
jalur pengunjung berkendara
dengan pejalan kaki.
• Merupakan akses
masuk/keluar dari kawasan
perumahan bagi penghuni
perumahan karyawan PPKS.
Area parkir, area pejalan kaki dan
jalur sirkulasi parkir.
• Merupakan jalur yang dilalui
kendaraan dan pejalan
kaki/trotoar menuju museum.
Dimana tidak ada yang
membedakan antara jalur
pejalan kaki maupun
kendaraan.
• Area tersebut pun digunakan
juga sebagai tempat bagi
pedagang jajanan. Oleh
karena itu, kebanyakan
pengunjung merasakan
ketidaknyamanan dan
kebingunan, sehingga terjadi
pemarkiran kendaraan secara
sembarang.

• Tidak ada penyediaan parkir


pada bus, sehingga bus tidak
teratur di parkirkan.

• Sebagian garis parkir sudah


tidak jelas
• Menerapkan parkir dengan
sudut 90 derajat dan 60 derajat
dan bertindi.
• Bus diparkirkan ke parkiran
mobil pribadi atau parkiran
kendaraan 4 roda.

• Parkiran motor tidak memiliki


jalur sirkulasi yang aman dan
nyaman, karena letak parkiran
tepat di sebelah parkir mobil,
sehingga tidak ada jalan
menuju parkiran motor
tersebut.

• Pada jalur pejalan kaki dari


bangunan museum ke
bangunan pembuatan coklat
dan lilin masih belum ada
perkerasan. Untuk menutupi
tanah dibuat dari
butiran/pecahan kelapa
sawit.sehingga pada saat hujan
datang, pastinya akan basah
dan licin.

Tabel 4.2 Kondisi fisik Parkir dan jalur Pedesterian Museum Perkebunan Indonesia
Sumber : pribadi
4.4. Kesimpulan Tinjauan Khusus Museum Perkebunan Indonesia
Museum Perkebunan Indonesia merupakan museum yang cukup banyak dikunjungi
berbagai kalangan, dan selalu dikunjungi terutama anak sekolah atau pelajar. Namun, sarana
pendukung untuk kenyamanan pengunjung tidak mendukung yaitu tempat parkir dan
pedestrian kurang memberikan kenyamanan bagi pengunjung. Sehingga sangat diperlukan
parkir dan pedestrian yang standar untuk kenyamanan pengunjung, baik itu pengunjung
berkendaran maupun jalan kaki.
BAB V
ANALISA

5.1. Elemen-Elemen Parkir Dan Pedesterian Pada Museum Perkebunan Indonesia

Dalam pelaksanaannya, peneliti akan mengambil data primer dengan pendekatan


menggunakan elemen-elemen Parkir Dan Pedesterian yang standar, kemudian
dicocokkan dengan keadaan yang ada pada eksisting, seperti yang tercantum dalam tabel
berikut.

Tabel 5.1. Elemen-Elemen parkir dan pedesterian Museum Perkebunan Indonesia beserta
kriteria dan standar.
No. Elemen Kriteria dan standar Keterangan kondisi
pada eksisting
`1. Parkir • Jarak bebas arah lateral diambil
sebesar 5 cm dan jarak bebas arah
longitudinal sebesar 30 cm.
• Pintu depan/belakang terbuka penuh
75 cm
- SRP
• Satuan ruang parkir Mobil = 2,37 x 4.94 m
- Mobil = 2,50 x 5,00 Motor = 2,10 x 1.00 m
Parkir bus sedang
- Bus sedang = 3,20 x 5,00 maupun bus besar
- Bus besar = 3,40 x 12,50 tidak ada

- Sepeda motor = 0,75 x 2,00


• Batas garis
berwarna kuning,
• Tempat parkir dibatasi oleh garis lebar 20 cm
berwarna putih atau kuning yang
terletak di samping dan di depan
• Tidak memiliki
dengan lebar antara 12-20 cm. pembatas
• Sebagai pembatas diberi bentuk
gelembung menonjol. Dengan
panjang ±50-60 cm, lebar 20 cm,
• Tidak memiliki
tinggi 10 cm
palang pembatas
• Posisi mobil satu sama lain dibatasi
oleh palang yang tingginya sekitar
• Pola parkir
10 cm - Mobil = 60˚ satu arah
• Posisi pola parkir 90˚ satu arah
Gabungan 60˚
- Parkir paralel pada jalur kendaraan dan 90˚ dalam
satu pola
- 30˚ keluar-masuk parkir, namun hanya satu
- motor = 60˚ satu arah
arah - Parkir mobil dan
- Parkir dengan 45˚ hanya dari satu arah motor terlalu
berdekatan sehingga
Parkir 60˚ hanya satu arah.
sirkulasi untuk motor
- 90˚ keluar-masuk parkir, 2 arah, L.2,5m.
sangat terganggu
- 90˚ keluar-masuk parkir, 2 arah lebar 2,30 hanya dengan lebar 65
m cm.
- 45˚ hanya arah lalu lintas.
- Parkir hanya dengan arah lalulintas
• Disain parkir
- 60˚ hanya arah lalu lintas - Tidak memiliki taman
- 90˚ lebar jalan 5,50 m, lebar parkir 2,50 m pakir

• Disain parkir
- Taman parkir
Kriteria :
➢ Rencana Umum Tata Ruang
Daerah
➢ Keselamatan dan kelancaran lalu
lintas
➢ Kelestarian lingkungan
➢ Kemudahan bagi pengguna jasa
➢ Tersedianya tata guna lahan - Memiliki jalur
➢ Letak antara jalan akses utama sirkulasi satu arah
tetapi tidak cukup
dan daerah yang dilayani
jelas
- Jalur Sirkulasi, Gang, Dan Modul Lebar jalur sirkulasi =
➢ Panjang sebuah jalur gang tidak 6,85 m
lebih dari 100 m
➢ Jalur gang ini yang dimaksudkan
untuk melayani lebih dari 50
kendaraan dianggap sebagai jalur
sirkulasi.
- Jalan masuk dan
- Lebar minimum jalur sirkulasi
keluar, hanya dengan
➢Untuk jalan satu arah satu jalur. Ukuran
= 3,5 m jalan masuk = 5,50 m
➢ `Untuk jalan dua arah dan ukuran jalan
= 6,5 m keluar = 7,34 m
- Jalan masuk dan keluar
yaitu lebar 3 m dan panjangnya harus dapat
menampung tiga mobil berurutan dengan
jarak antar mobil (spacing) sekitar 1,5 m,
➢ Pintu masuk dan keluar terpisah
Satu jalur : dua jalur
b= 3,00-3,50 m b= 6,00 m
d= 0,80-1,00 m d=0,80-1,00 m
R1= 6,00-6,50 m R1= 3,50-5,00 m
R2= 3,50-400 m R2= 1,00-2,50 m

• Kriteria tata letak parkir


- Tata letak pelataran parkir
➢ Pintu masuk dan keluar terpisah
dan terletak pada satu ruas jalan
➢ Pintu masuk dan keluar terpisah
dan tidak terletak pada satu ruas
• Fasilitas
➢ Pintu masuk dan keluar menjadi
penunjang parkir
satu dan terletak pada satu ruas - Pos jaga
jalan
➢ Pintu masuk dan keluar yang
menjadi satu terletak pada satu
ruas berbeda

• Fasilitas penunjang parkir


- Pos petugas
- Lampu penerangan
- Pintu keluar dan masuk
- Alat pencatat waktu elektronis
- Pintu elektronis pada fasilitas parkir
dengan pintu masuk otomatis

• Larangan Parkir
- Sepanjang 6 m sebelum dan sesudah
tempat peyemberangan pejalan kaki atau
tempat penyeberangan sepeda yang telah
ditentukan
- Sepanjang 25 m sebelum dan sesudah
tikungan tajam dengan radius kurang dari
500 m
- Sepanjang 25 m sebelum dan sesudah
persimpangan
- Sepanjang 6 m sebelum dan sesudah akses
bangunan
- Sepanjang 6 m sebelum dan sesudah keran
pemadam kebakaran atau sumber air
sejenis
- Sepanjang tidak menimbulkan kemacetan
dan menimbulkan bahaya
2 Pedesterian • Fasilitas Pejalan Kaki dapat
dipasang dengan kriteria sebagai
berikut : • Lampu penerangan
Hanya memiliki satu
- Jalur Pejalan Kaki lampu pada
➢ keberadaanya sudah menimbulkan persimpangan jalan
keluar
konflik dengan lalu lintas
kendaraan atau menggangu
peruntukan lain, seperti taman,
dan lain-lain
➢ lokasi yang memberikan manfaat
dari segi keselamatan, keamanan,
kenyamanan dan kelancaran
➢ Jika berpotongan dengan jalur lalu
lintas kendaraan harus dilengkapi
rambu dan marka atau lampu yang
menyatakan peringatan/petunjuk
bagi pengguna jalan
➢ Koridor Jalur Pejalan Kaki (selain
terowongan) mempunyai jarak
pandang yang bebas ke semua
arah

- Lapak Tunggu
➢ Disediakan pada media jalan
➢ Disediakan pada pergantian
roda, yaitu dari pejalan kaki
ke roda kendaraan umum
- Lampu Penerangan
diletakkan pada jalur amenitas.
Terletak setiap 10 meter dengan tinggi
maksimal 4 meter, dan bahan yang
digunakan adalah bahan dengan
durabilitas tinggi seperti metal & beton
cetak
➢ Ditempatkan pada jalur
penyeberangan jalan
➢ Pemasangan bersifat tetap dan
bernilai struktur
➢ Cahaya lampu cukup terang
sehingga apabila pejalan kaki
melakukan penyeberangan bisa
terlihat pengguna jalan baik
diwaktu gelap/malam hari
➢ Cahaya lampu tidak membuat
silau pengguna jalan llalu lintas
kendaraan

- Perambuan
➢ Penempatan dan dimensi
rambu sesuai dengan
spesifikasi rambu
➢ Jenis rambu sesuai dengan
kebutuhan dan sesuai dengan
keadaan medan

- Marka
➢ Marka hanya ditempatkan
pada Jalur Pejalan Kaki
penyeberangan sebidang
➢ Keberadaan marka mudah
• Tidak memiliki
terlihat dengan jelas oleh peneduh pada
pengguna jalan baik di siang pedesterian
hari maupun malam hari • Hanya ada 5 pohon
pada parkiran.
➢ Pemasangan marka harus
bersifat tetap dan tidak
berdampak licin bagi
pengguna jalan

- Peneduh/Pelindung/jalur hijau
Jalur hijau diletakan pada jalur
• Tempat duduk ada
amenitas (jalur pendukung sebagai
pada taman, tidak
penempatan fasilitas pendukung jalur pada pedesterian
pejalan kaki) dengan lebar 150
centimeter
➢ Jenis peneduh disesuaikan
pada Jalur Pejalan Kaki, dapat
berupa : Pohon pelindung,
atap (mengikuti pedoman
teknik lansekap), atap dll. • Tempat sampah hanya
ada satu tempat. Tidak
pada jarak antara 15-
- Tempat duduk
20 m.
Tempat duduk diletakan pada jalur
amenitas. Terletak setiap 10 meter atau
pada tempat-tempat pergantian moda
dengan lebar 40-50 centimeter,
panjang 150 centimeter dan bahan
yang digunakan adalah metal dan
beton cetak.

- Tempat sampah
Kriteria :
➢ perletakan tempat sampah
yang diatur dalam jarak
tertentu (jarak penempatan
15-20 meter),
➢ mudah dalam system
pengangkutannya, dan jenis
tempat sampah yang
disediakan memiliki tipe yang
berbeda-beda sesuai dengan
fungsinya (tempat sampah
kering dan tempat sampah
basah)..
➢ Dalam merencanakan desain
tempat sampah, hal-hal yang
perlu diperhatikan adalah :
mudah dalam system
• Tidak memiliki lebar
pengangkutannya (jika ruang pejalan, karna
termuat sampah tertutup), tidak ada yang
membedakan parkiran,
➢ bentuk dan model tempat
sirkulasi dan
sampah mengacu pada pedesterian,
kondisi / lokasi penempatan,
➢ tempat sampah harus
fungsional, dan desain dari
ketinggian tempat sampah 60-
70 cm

• Kriteria desain yang dibahas secara


teknik hanya untuk Jalur Pejalan
Kaki
- Lebar efektif minimum ruang pejalan
kaki berdasarkan kebutuhan orang
adalah 60 cm ditambah 15 cm untuk
bergoyang tanpa membawa barang,
sehingga kebutuhan total minimal
untuk 2 orang pejalan kaki lewat tanpa
terjadi berpapasan menjadi 150 cm
- Lebar Jalur Pejalan Kaki harus
ditambah, bila pada jalur tersebur
terdapat perlengkapan jalan (road
furniture) seperti patok rambu lalu
• Tidak memiliki
lintas, kotak surat, pohon peneduh atau fasilitas bagi
fasilitas umum lainnya penyandang cacat
- Jalur Pejalan Kaki harus diperkeras
dan apabila mempunyai perbedaan
tinggi dengan sekitarnya harus diberi
pembatas yang dapat berupa kerb atau
batas penghalang
- Perkerasan dapat dibuat dari blok
beton, perkerasan aspal atau plesteran
- Permukaan harus rata dan mempunyai
kemiringan melintang 2-3 % supaya
tidak terjadi genangan air. Kemiringan
memanjang disesuaikan dengan
kemiringan memanjang jalan, yaitu
maksimum 7 %

• Fasilitas bagi Penyandang Cacat • Jenis material


- Jalan tersebut setidaknya memiliki perkerasan :
paving block dan
lebar 1.5 meter, dengan tingkat
bijian dari kelapa
maksimal 5% sawit. Bijian ini
digunakan pada
- Ram (ramp), diletakan di setiap
halaman museum dan
persimpangan, prasarana ruang pejalan sekitaran ruangan
pembuatan coklat dan
kaki yang memasuki enterance
lilin.
bangunan, dan pada titik-titik
penyeberangan
- Jalur difabel, diletakan di sepanjang
prasarana jaringan pejalan kaki

• Jenis Material Pedestrian


- Bahan yang dapat menyerap air (tidak
licin)
- Tidak menyilaukan
- Cepat kering (air tidak menggenang
jika hujan turun)
- Ketentuan penggunaan jenis material
untuk permukaan dekoratif adalah
sebagai berikut:
➢ Material permukaan dengan
batu yang diperindah atau
kumpulan batu yang menonjol
- material yang umumnya digunakan
pada jalur pedestrian adalah paving (
beton ), bata atau batu
Sumber: Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan dan pribadi

Anda mungkin juga menyukai