JUDUL:
OLEH:
AMOILUNG TAMBA
150320019
PENDAHULUAN
Topik: jud
ul
PEMODELAN PARKIR DAN JALUR
PEDESTRIAN PADA MUSEUM
PERKEBUNAN INDONESIA DI MEDAN
Masalah :
Perumusan
Bagaimana pemodelan parkir dan jalur masalah
pedestrian Museum Perkebunan Indonesia
yang memiliki standar parkir dan jalur
pedestarian yang standar
MODEL
BAB II
TINJAUAN TEORI
2. PARKIR
2.1 Pengertian Parkir
Parkir merupakan suatu kebutuhan bagi pemilik kendaraan dan menginginkan
kendaraannya parkir di tempat, dimana tempat tersebut mudah untuk dicapai.(Direktorat
Bina Sistem Lalu Lintas Angkutan Kota, maret 1998)
2.1.1. Jenis Peruntukan Parkir Dan Standar Ruang Parkir
Kebutuhan area parkir berbeda antara yang satu dengan lainnya yang sesuai
dengan peruntukannya. Dan standar kebutuhan luas area kegiatan parkir berbeda antara
yang satu dengan yang lain, tergantung kepada beberapa hal antara lain pelayanan, tarip
yang diberlakukan, ketersediaan ruang parkir, tingkat pemilikan kendaraan bermotor,
tingkat pandapatan masyarakat. Pada umumnya ada 2 (dua) jenis peruntukan kebutuhan
parkir, kegiatan dan standar-standar kebutuhan parkir, berdasarkan hasil studi Direktorat
Jenderal Perhubungan Darat, adalah sebagai berikut :
Kegiatan Parkir Tetap
Pusat perdagangan
Parkir dipusat perdagangan dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu
pekerja yang bekerja di pusat perdagangan tersebut dan pengunjung. Pekerja
umumnya parkir untuk jangka panjang dan pengunjung umumnya jangka pendek.
Karena tekanan penyediaan ruang parkir adalah untuk pengunjung maka kriteria yang
digunakan sebagai acuan penentuan kebutuhan ruang parkir adalah luas areal kawasan
perdagangan.
Pusat perkantoran
Parkir di pusat perkantoran mempunyai ciri parkir jangka panjang. Oleh
karena itu penentuan ruang parkir dipengaruhi oleh jumlah karyawan perkantoran
tersebut.
Pasar swalayan
Seperti halnya perdagangan, pasar swalayan mempunyai karakteristik
kebutuhan ruang parkir yang sama.
Tempat rekreasi
Kebutuhan parkir di tempat rekreasi dipengaruhi oleh daya tarik tempat
tersebut. Biasanya pada hari minggu dan libur, kebutuhan parkir meningkat dari hari
kerja. Perhitungan kebutuhan parkir didasarkan pada areal tempat rekreasi.
Tabel kebutuhan SRP tempat rekreasi
Luas area total 50 100 150 200 400 600 1600 3200 6400
(100m²)
Kebutuhan (SRP) 10 109 115 122 146 196 295 494 892
3
2) Pola Parkir
a. Pola parkir paralel
Pada daerah datar
Sumber: Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir
Sudut 45˚
Sumber: Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir
Sudut 90˚
Sumber: Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir
keterangan :
A = lebar ruang parkir (M) B = lebar kaki ruang parkir (M)
C = selisih, panjang, ruang parkir (M) D = ruang parkir efektif (M)
M = ruang manuver (M) E = ruang parkir efektif + ruang
manuver (M)
Taman Parkir
Kriteria :
Rencana Umum Tata Ruang Daerah (RUTTRD)
Keselamatan dan kelancaran lalu lintas
Kelestarian lingkungan
Kemudahan bagi pengguna jasa
Tersedianya tata guna lahan
Letak antara jalan akses utama dan daerah yang dilayani
Jalur Sirkulasi, Gang, Dan Modul
Perbedaan antara jalur sirkulasi dan jalur gang terutama terletak pada penggunaannya.
Patokan umum yang dipakai adalah :
Panjang sebuah jalur gang tidak lebih dari 100 m
Jalur gang ini yang dimaksudkan untuk melayani lebih dari 50 kendaraan
dianggap sebagai jalur sirkulasi.
Lebar minimum jalur sirkulasi
Untuk jalan satu arah = 3,5 m
`Untuk jalan dua arah = 6,5 m
TABEL LEMBAR JALUR GANG
Sumber: Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir
Ukuran lebar pintu keluar-masuk dapat ditentukan, yaitu lebar 3 m dan panjangnya
harus dapat menampung tiga mobil berurutan dengan jarak antar mobil (spacing)
sekitar 1,5 m, oleh karena itu ,panjang-lebar pintu keluar minimum 15 m.
Pintu masuk dan keluar terpisah
Satu jalur : dua jalur
b = 3,00-3,50 m b = 6,00 m
d = 0,80-1,00 m d = 0,80-1,00 m
R1 = 6,00-6,50 m R1 = 3,50-5,00 m
R2 = 3,50-400 m R2 = 1,00-2,50 m
Sumber: Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pintu masuk dan keluar
adalah sebagai berikut.
Letak jalan masuk/keluar ditempatkan sejauh mungkin dari
persimpangan
Letak jalan masuk/keluar ditempatkan sedemikian rupa sehingga
kemungkinan konflik dengan pejalan kaki dan yang lain dapat
dihindarkan
Letak jalan keluar ditempatkan sedemikian rupa sehingga memberikan
jarak pandang yang cukup saat memasuki arus lalu lintas
Secara teoritis dapat dikatakan bahwa lebar jalan masuk dan keluar
(dalam pengertian jumlah jalur) sebaiknya ditentukan berdasarkan
analisis kapasitas
Pada kondisi tertentu kadan ditentukan modul persial, yaitu sebuah jalur gang
hanya mampu menampung sebuah deretan ruang parkir disalah satu sisinya.
Kriteria tata letak parkir
Tata letak area parkir kendaraan dapat dibuat bervariasi, bergantung pada
ketersediaan bentuk dan ukuran tempat serta jumlah dan tata letak pintu masuk dan
keluar. Tata letak area parkir dapat digolongkan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
Tata letak pelataran parkir
Tata letak parkir dapat diklasifikasikan sebagai berikut
Pintu masuk dan keluar terpisah dan terletak pada satu ruas jalan
Pintu masuk dan keluar terpisah dan tidak terletak pada satu ruas.
Sumber: Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir
Pintu masuk dan keluar menjadi satu dan terletak pada satu ruas jalan.
Sumber: Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir
Pintu masuk dan keluar yang menjadi satu terletak pada satu ruas
berbeda.
Sumber: Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir
Gbr.3 . Parkir dengan 45˚ hanya dari satu arah Gbr. 4. Parkir 60˚ hanya satu arah.
Sumber: Data Arsitek Jilid 2 Sumber: Data Arsitek Jilid 2
Gbr. 5. 90˚ keluar-masuk parkir, 2 arah, L.2,5m. Gbr. 6. 90˚ keluar-masuk parkir,
2 arah lebar 2,30 m.
Sumber: Data Arsitek Jilid 2 Sumber: Data Arsitek Jilid 2
Gbr. 7. 45˚ hanya arah lalu lintas. Gbr. 8. Parkir hanya dengan arah
lalulintas
Sumber: Data Arsitek Jilid 2 Sumber: Data Arsitek Jilid 2
Gbr. 9. 60˚ hanya arah lalu lintas. Gbr. 10. 90˚ lebar jalan 5,50 m, lebar
parkir 2,50 m.
Sumber: Data Arsitek Jilid 2 Sumber: Data Arsitek Jilid 2
2) Lapak Tunggu
Disediakan pada media jalan
Disediakan pada pergantian roda, yaitu dari pejalan kaki ke roda kendaraan umum.
3) Lampu Penerangan
Ditempatkan pada jalur penyeberangan jalan
Pemasangan bersifat tetap dan bernilai struktur
Cahaya lampu cukup terang sehingga apabila pejalan kaki melakukan penyeberangan
bisa terlihat pengguna jalan baik diwaktu gelap/malam hari.
Cahaya lampu tidak membuat silau pengguna jalan llalu lintas kendaraan.
4) Perambuan
Penempatan dan dimensi rambu sesuai dengan spesifikasi rambu
Jenis rambu sesuai dengan kebutuhan dan sesuai dengan keadaan medan
5) Pagar Pembatas
Apabila volume pejalan kaki di satu jalan sudah ˃450 orang/jam/lebar efektif (dalam
meter)
Apabila volume kendaraan sudah ˃500 kendaraan/jam
Kecepatan kendaraan ˃40 km/jam
Kecenderungan pejalan kaki tidak menggunakan fasilitas penyeberangan
Bahan pagar bisa terbuat dari konstruksi bangunan atau tanaman
6) Marka
Marka hanya ditempatkan pada Jalur Pejalan Kaki penyeberangan sebidang
Keberadaan marka mudah terlihat dengan jelas oleh pengguna jalan baik di siang hari
maupun malam hari
Pemasangan marka harus bersifat tetap dan tidak berdampak licin bagi pengguna
jalan.
7) Peneduh/Pelindung
Jenis peneduh disesuaikan pada Jalur Pejalan Kaki, dapat berupa :
1. Pohon pelindung, atap (mengikuti pedoman teknik lansekap)
2. Atap, dll.
5. Jalur Pejalan Kaki harus diperkeras dan apabila mempunyai perbedaan tinggi dengan
sekitarnya harus diberi pembatas yang dapat berupa kerb atau batas penghalang.
6. Perkerasan dapat dibuat dari blok beton, perkerasan aspal atau plesteran.
7. Permukaan harus rata dan mempunyai kemiringan melintang 2-3 % supaya tidak
terjadi genangan air. Kemiringan memanjang disesuaikan dengan kemiringan
memanjang jalan, yaitu maksimum 7 %.
c) Lampu Penerangan
Lampu penerangan diletakkan pada jalur amenitas. Terletak setiap 10 meter
dengan tinggi maksimal 4 meter, dan bahan yang digunakan adalah bahan dengan
durabilitas tinggi seperti metal & beton cetak. Selain itu, cahaya yang dipancarkan
oleh lampu penerangan harus cukup terang sehingga pejalan kaki yang berjalan bisa
melihat di waktu gelap/malam hari. Kriteria penempatan lampu penerangan adalah:
a. Ditempatkan pada jalur penyeberangan jalan.
b. Pemasangan bersifat tetap dan bernilai struktur.
c. Cahaya lampu cukup terang sehingga apabila pejalan kaki melakukan
penyeberangan bisa terlihat pengguna jalan baik di waktu gelap/malan
hari.
d. Cahaya lampu tidak membuat silau pengguna jalan lalu lintas kendaraan.
Gambar 2. 5 Fasilitas Lampu Penerangan
(Sumber: Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan SaranaRuang Pejalan
Kaki di Perkotaan)
d) Tempat Duduk
Tempat duduk diletakan pada jalur amenitas. Terletak setiap 10 meter atau
pada tempat-tempat pergantian moda dengan lebar 40-50 centimeter, panjang 150
centimeter dan bahan yang digunakan adalah bahan dengan durabilitas tinggi seperti
metal dan beton cetak.
e) Pagar Pengaman
Pagar pengaman diletakan pada jalur amenitas dan berfungsi untuk melindungi
pejalan kaki dari bahaya kecelakaan. Pagar pengaman diletakkan pada titik tertentu
yang dianggap berbahaya dan memerlukan perlindungan dengan tinggi 90
centimeter, dan bahan yang digunakan adalah metal/beton yang tahan terhadap
cuaca dan kerusakan atau bisa juga digunakan pagar pengaman yang berasal dari
tanaman pada jalur pejalan kaki yang tidak berbahaya sebagai penambah nilai
estetika.
Kriteria penempatan pagar pengaman adalah:
Apabila volume pejalan kaki di satu sisi jalan sudah > 450
orang/jam/lebar efektif (dalam meter)
Apabila volume kendaraan sudah > 500 kendaraan/jam
Kecepatan kendaraan > 40 km/jam
Kecenderungan pejalan kaki tidak meggunakan fasilitas
penyeberangan
Bahan pagar bisa terbuat dari konstruksi bangunan atau tanaman.
f) Tempat Sampah
Kriteria : perletakan tempat sampah yang diatur dalam jarak tertentu (jarak
penempatan 15-20 meter), mudah dalam system pengangkutannya, dan jenis
tempat sampah yang disediakan memiliki tipe yang berbeda-beda sesuai
dengan fungsinya (tempat sampah kering dan tempat sampah basah).
Dalam merencanakan desain tempat sampah, hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah : mudah dalam system pengangkutannya (jika termuat sampah
tertutup), bentuk dan model tempat sampah mengacu pada kondisi / lokasi
penempatan, tempat sampah harus fungsional, dan desain dari ketinggian
tempat sampah harus dapat dijangkau dengan tangan dalam memasukkan
sampah (60-70 cm).
Gambar 2. 8 Fasilitas Tempat Sampah
Sumber: http://rudyct.com/PPS702-ipb/08234/totok_priyanto.pdf
h) Halte/Shelter Bus
Halte/shelter bus dan lapak tunggu diletakan pada jalur amenitas. Shelter harus
diletakan pada setiap radius 300 meter atau pada titik potensial kawasan, dengan
besaran sesuai kebutuhan, dan bahan yang digunakan adalah bahan yang memiliki
durabilitas tinggi seperti metal. Kriteria penentuan lokasi lapak tunggu adalah:
Disediakan pada median jalan.
Disediakan pada pergantian roda, yaitu dari pejalan kaki ke roda kendaraan
umum.
Material permukaan yang bertekstur dekoratif dapat membuat lebih sulit bagi
pejalan kaki dengan keterbatasan penglihatan, untuk mendeteksi peringatan
tersebut perlu menyediakan informasi (tanda) kritis.
Elemen-elemen material yang umumnya digunakan pada jalur pedestrian adalah
paving ( beton ), bata atau batu.
a. Paving atau beton
Paving beton dibuat dengan variasi bentuk,tekstur, warna, dan variasi bentuk
yangmemiliki kelebihan terlihat seperti batu bata,serta pemasangan dan
pemeliharaannyamudah. Paving beton ini dapat digunakan diberbagai tempat karena
kekuatannya.
Gambar 2.15:Paving blok
(Sumber :www.google.com, 2016)
b. Batu
Batu merupakan salah satu material yang paling tahan lama, memiliki daya
tahan yang kuat dan mudah dalam pemeliharaannya. Batu granit adalah salah satu
yang sering digunakan pada jalur pedestrian yang membutuhkan keindahan.
c. Bata
Bahan material ini merupakan bahan yang mudah pemeliharaannya, serta
mudah pula didapat. Bata memiliki tekstur dan dapat menyerap air dan panas dengan
cepat tetapi mudah retak.
4. MUSEUM
4.1. Pengertian Museum
Museum adalah lembaga permanen yang tidak mencari keuntungan, diabadikan
untuk kepentingan masyarakat dan perkembangannya, terbuka untuk umum, yang
mengumpulkan, melestarikan, meneliti, mengkomunikasikan dan memamerkan bukti-
bukti bendawi manusia dan lingkungannya untuk tujuan studi, penelitian dan kesenangan
(Direktori Museum Indonesia, 2012).
Menurut Moh Amir Sutaarga, gambaran perkembangan museum, dan Permuseuman
(1997-1998) dapat dibuat ikhtisar singkatnya yaitu:
1. Museum sebagai tempat kumpulan barang aneh.
2. Museum pernah digunakan sebagai istilah kumpulan pengetahuan dalam bentuk karya
tulis pada zaman ensiklopedis.
3. Museum sebagai tempat koleksi realia bagi lembaga atau perkumpulanperkumpulan
ilmiah.
4. Museum dan lstana setelah revolusi Perancis dibuka untuk umum dalam rangka
demokratisasi ilmu dan kesenian.
5. Museum menjadi urusan yang perlu ditangani pembinaan, pengarahan dan
pengembangannya oleh pemerintah sebagai sarana pelaksanaan kebijakan politik di
bidang kebudayaan.
Dalam sejarahnya, museum mengalami perubahan dalam arti fungsi museumnya.
Dari fungsi awal sebagai gudang barang, tempat disimpan benda warisan budaya yang
bernilai luhur meluas fungsinya pada pemeliharaan, pengawetan, penyajian atau pameran.
Selanjutnya, fungsi museum diperluas lagi sampai pada fungsi pendidikan dalam rangka
untuk kepentingan umum. Namun Demikian, walaupun terjadi perubahan dan perluasan
fungsi museum, tetapi hakekat pengertian museum itu tidak berubah. Ciri ilmiah dan
kesenian, serta bersenang-senang tetap menjiwai arti museum sampai saat ini.
Museum Perkebunan Indonesia merupakan museum khusus yang didirikan atas inisiatif
oleh seorang tokoh perkebunan Indonesia bernama Soedjai Kartasasmita. Museum ini
diresmikan pada 10 Desember 2016 oleh Gubernur Sumatera Utara HT Erry Nuradi
beserta Direktur Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian. Pengelolaan museum saat
ini dilakukan oleh Yayasan Museum Perkebunan Indonesia. Museum Perkebunan
Indonesia berisi sejarah dan perkembangan perkebunan di Indonesia yang dimulai sejak
masa prakolonial. Museum Perkebunan Indonesia menempati bangunan bekas rumah
dinasdirektur Algemeene Vereniging van Rubberplanters ter Oostkust van Sumatra
(AVROS) atau Perhimpunan Pengusaha Perkebunan Karet di Pantai Timur Sumatera.
Museum Perkebunan Indonesia ini terletak di kompleks Pusat Penelitian Kelapa Sawit
(PPKS). Museum yang telah berdiri hampir dua tahun ini merupakan museum tematik
khusus perkebunan yang menyimpan informasi sejarah dan alat-alat perkebunan. Gedung
museum ini memiliki dua lantai yang menyimpan banyak penjelasan seputar perkebunan
pada masa lampau dan memamerkan koleksi hasil kebun serta sejarahnya. Lantai per-
tama didesain dengan grafis dan konteks kekinian perkebunan. Lantai dua menyajikan
koleksi artefak perkebunan dari masa lampau hingga kini.Terdapat beberapa ruangan di
Museum diantaranya:
Siteplan
Area taman
Fasilitas parkir ;
Parkir bus
Parkir kendaraan 4 roda
Parkir motor
Memiliki marka petunjuk parkir
dengan cat warna kuning dan
letak parkir 90˚ (keluar-masuk
parkir satu arah), memiliki rambu
parkir, memiliki zebra cross,
Pos jaga, dan lampu penerangan.
Memakai material paving block.
Fasilitas pedestrian ;
Memiliki drainase
dibawah ruang pejalan
kaki
Memiliki tanaman hijau
Memiliki lampu
penerangan
Memiliki tempat duduk
Memiliki marka dan
signage
Memakai material paving
block
Sumber : http://www.constructionplusasia.com/id/de-tjolomadoe/
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Metodologi Penelitian
Metode merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan suatu cara kerja (sistematis)
untuk memahami suatu subjek atau objek penelitian, sebagai upaya untuk menemukan
jawaban yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Metode penelitian yang digunakan adalah : Metode Simulasi dan Pemodelan
Penelitian ini digolongkan dalam penelitian yang menggunakan strategi penelitian
simulasi dan pemodelan lalu. Strategi penelitian simulasi dan pemodelan adalah suatu bentuk
penelitian dengan menggunakan model tiruan dari suatu proses atau sistem tertentu yang akan
dikaji/diuji melalui proses simulasi, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan
manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan,
kesamaan dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya. setelah itu
menggunakan simulasi model yaitu proses pengoperasian (running) suatu model untuk
mengkaji karakteristik/perilaku proses atau sistem yang dimodelkan.
Model harus mempunyai karakteristik yang serupa dengan proses (sistem) yang
sesungguhnya. Oleh karena itu, kita dapat mempelajari sistem nyata itu melalui model tiruan
(simulasinya). Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti
dari pandangan langsung, dan melakukan studi pada situasi yang alami.
3.1.1. SIMULASI
Kamus mendefenisikan ‘simulasi’ sebagai suatu representasi dari sifat atau
karakteristik dari satu sistem terhadap penggunaan dari sistem lain. Metode simulasi muncul
dari daya tarik manusia terhadap replikasi (imitasi) dari objek nyata dan sekitarnya. Menurut
pendefinisian pada berbagai kamus, kata simulasi diartikan sebagai cara mereproduksi
kondisi dari suatu keberadaan dengan menggunakan model dalam rangka studi pengenalan
atau pengujian atau pelatihan dan yang sejenis lainnya. Simulasi dalam bentuk pengolahan
data merupakan imitasi dari proses dan input ril yang menghasilkan data output sebagai
gambaran karakteristik operasional dan keadaan pada sistem.
Simulasi sebagai proses pengolahan data dengan penggunaan rangkaian model-model
simbolik pada pengoperasian sistem tiruan tidak mengharuskan dan tidak mengajukan
penggunaan formula atau fungsi-fungsi dan persamaan tertentu. Simulasi juga tidak terikat
dengan penggunaan model-model sistem acuan tetapi memerlukan pemodelan untuk
menghasilkan model sistem dan model operasi sistem yang sesuai dengan tujuan penelitian
atau penyelidikan.
3.1.2. PEMODELAN
Pemodelan merupakan alat bantu dalam pengambilan keputusan. Model digambarkan
sebagai suatu sistem yang dibatasi. Sistem yang dibatasi ini merupakan sistem yang meliputi
semua konsep dan variabel yang saling berhubungan dengan permasalahan dinamik yang
ditentukan. Permasalahan dalam sistem dinamik dilihat tidak disebabkan oleh pengaruh dari
luar, namun dianggap disebabkan oleh struktur internal dari sistem
Proses pemodelan seperti yang diuraikan oleh Sterman (2000) adalah sebagai berikut:
Identifikasi masalah ( penetapan batasan ), yaitu menyeleksi tema, kunci variable dan
konsep, waktu dan pendefinisian permasalahan dinamik.
Formulasi dinamik hipotesa, yaitu mengurutkan hipotesa awal dan pemetaan.
Formulasi model simulasi, yaitu spesifikasi dari struktur dan aturan keputusan,
estimasi parameter, hubungan perilaku dan kondisi awal, dan pengujian untuk
konsistensi dengan tujuan dan batasan.
Pengujian, yaitu membandingkan dengan referensi, kekuatan dalam kondisi ekstrim
dan sensitifitas.
Perancangan kebijakan dan evaluasi, yaitu spesifikasi skenario, perancangan
kebijakan, analisa sensitifitas dan interaksi antar kebijakan
b) Dokumentasi
Dokumentasi adalah aktivitas atau proses sistematis dalam melakukan
pengumpulan, pencarian, penyelidikan, pemakaian, dan penyediaan dokumen untuk
mendapatkan keterangan, penerangan pengetahuan dan bukti serta menyebarkannya
kepada pengguna.
Pengumpulan, pemilihan, pengolahan, dan penyimpanan informasi dalam
bidang pengetahuan.
Pemberian atau pengumpulan bukti dan keterangan seperti foto/gambar,
pengambilan gambar keadaan parkir dan pedesterian museum tersebut
c) Wawancara
Wawancara (interview) merupakan percakapan dua orang atau lebih dan
berlangsung antara narasumber dan pewawancara. Dalam pengumpulan data
melalui wawancara ini menjadi narasumber yaitu : pegawai atau pemandu di
Museum Perkebunan Indonesia.
1. Reduksi Data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, menfokuskan
pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang
direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti
untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.
2. Penyajian Data
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan
(menyajikan) data. Penyajian dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan,
hubungan antar kategori, dan sejenisnya. Dengan mendisplay data, maka akan
memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja berdasarkan apa
yang telah dipahami tersebut. Dalam melakukan display data, selain dengan teks yang
naratif, juga dapat berupa grafik, matrik, dan jejaring kerja.
3. Penyimpulan dan Verifikasi
Langkah ketiga dalam analisis data yakni penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih sementara, dan akan berubah bila tidak
ditemukan data-data yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data
berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada awal, didukung oleh
bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan
data maka, kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
Sebelah Perumahan
Utara
Karyawan PPKS
Sebelah Perumahan
Timur Karyawan PPKS
dan ruko
Sebelah
Barat Xpress Money
dan ruko
Tabel 4.2 Kondisi fisik Parkir dan jalur Pedesterian Museum Perkebunan Indonesia
Sumber : pribadi
Disain parkir
- Taman parkir
Kriteria :
Rencana Umum Tata Ruang
Daerah
Keselamatan dan kelancaran lalu
lintas
Kelestarian lingkungan - Memiliki jalur
Kemudahan bagi pengguna jasa sirkulasi satu arah
Tersedianya tata guna lahan tetapi tidak cukup
Letak antara jalan akses utama jelas
dan daerah yang dilayani Lebar jalur sirkulasi =
6,85 m
- Jalur Sirkulasi, Gang, Dan Modul
Panjang sebuah jalur gang tidak
lebih dari 100 m
Jalur gang ini yang dimaksudkan
untuk melayani lebih dari 50
kendaraan dianggap sebagai jalur - Jalan masuk dan
sirkulasi. keluar, hanya dengan
- Lebar minimum jalur sirkulasi satu jalur. Ukuran
jalan masuk = 5,50 m
Untuk jalan satu arah
dan ukuran jalan
= 3,5 m
keluar = 7,34 m
`Untuk jalan dua arah
= 6,5 m
- Jalan masuk dan keluar
yaitu lebar 3 m dan panjangnya harus dapat
menampung tiga mobil berurutan dengan
jarak antar mobil (spacing) sekitar 1,5 m,
Pintu masuk dan keluar terpisah
Larangan Parkir
- Sepanjang 6 m sebelum dan sesudah
tempat peyemberangan pejalan kaki atau
tempat penyeberangan sepeda yang telah
ditentukan
- Sepanjang 25 m sebelum dan sesudah
tikungan tajam dengan radius kurang dari
500 m
- Sepanjang 25 m sebelum dan sesudah
persimpangan
- Sepanjang 6 m sebelum dan sesudah akses
bangunan
- Sepanjang 6 m sebelum dan sesudah keran
pemadam kebakaran atau sumber air
sejenis
- Sepanjang tidak menimbulkan kemacetan
dan menimbulkan bahaya
2 Pedesterian Fasilitas Pejalan Kaki dapat
dipasang dengan kriteria sebagai
berikut : Lampu penerangan
Hanya memiliki satu
- Jalur Pejalan Kaki lampu pada
keberadaanya sudah menimbulkan persimpangan jalan
keluar
konflik dengan lalu lintas
kendaraan atau menggangu
peruntukan lain, seperti taman,
dan lain-lain
lokasi yang memberikan manfaat
dari segi keselamatan, keamanan,
kenyamanan dan kelancaran
Jika berpotongan dengan jalur lalu
lintas kendaraan harus dilengkapi
rambu dan marka atau lampu yang
menyatakan peringatan/petunjuk
bagi pengguna jalan
Koridor Jalur Pejalan Kaki (selain
terowongan) mempunyai jarak
pandang yang bebas ke semua
arah
- Lapak Tunggu
Disediakan pada media jalan
Disediakan pada pergantian
roda, yaitu dari pejalan kaki
ke roda kendaraan umum
- Lampu Penerangan
diletakkan pada jalur amenitas.
Terletak setiap 10 meter dengan tinggi
maksimal 4 meter, dan bahan yang
digunakan adalah bahan dengan
durabilitas tinggi seperti metal & beton
cetak
Ditempatkan pada jalur
penyeberangan jalan
Pemasangan bersifat tetap dan
bernilai struktur
Cahaya lampu cukup terang
sehingga apabila pejalan kaki
melakukan penyeberangan bisa
terlihat pengguna jalan baik
diwaktu gelap/malam hari
Cahaya lampu tidak membuat
silau pengguna jalan llalu lintas
kendaraan
- Perambuan
Penempatan dan dimensi
rambu sesuai dengan
spesifikasi rambu
Jenis rambu sesuai dengan
kebutuhan dan sesuai dengan
keadaan medan
- Marka
Marka hanya ditempatkan
pada Jalur Pejalan Kaki
penyeberangan sebidang
Keberadaan marka mudah
Tidak memiliki
terlihat dengan jelas oleh peneduh pada
pengguna jalan baik di siang pedesterian
hari maupun malam hari Hanya ada 5 pohon
pada parkiran.
Pemasangan marka harus
bersifat tetap dan tidak
berdampak licin bagi
pengguna jalan
- Peneduh/Pelindung/jalur hijau
Jalur hijau diletakan pada jalur
amenitas (jalur pendukung sebagai Tempat duduk ada
penempatan fasilitas pendukung jalur pada taman, tidak
pada pedesterian
pejalan kaki) dengan lebar 150
centimeter
Jenis peneduh disesuaikan
pada Jalur Pejalan Kaki, dapat
berupa : Pohon pelindung,
atap (mengikuti pedoman
teknik lansekap), atap dll.
Tempat sampah hanya
ada satu tempat. Tidak
- Tempat duduk pada jarak antara 15-
20 m.
Tempat duduk diletakan pada jalur
amenitas. Terletak setiap 10 meter atau
pada tempat-tempat pergantian moda
dengan lebar 40-50 centimeter,
panjang 150 centimeter dan bahan
yang digunakan adalah metal dan
beton cetak.
- Tempat sampah
Kriteria :
perletakan tempat sampah
yang diatur dalam jarak
tertentu (jarak penempatan
15-20 meter),
mudah dalam system
pengangkutannya, dan jenis
tempat sampah yang
disediakan memiliki tipe yang
berbeda-beda sesuai dengan
fungsinya (tempat sampah
kering dan tempat sampah
basah)..
Dalam merencanakan desain
tempat sampah, hal-hal yang
perlu diperhatikan adalah :
mudah dalam system
pengangkutannya (jika Tidak memiliki lebar
termuat sampah tertutup), ruang pejalan, karna
tidak ada yang
bentuk dan model tempat
membedakan parkiran,
sampah mengacu pada sirkulasi dan
kondisi / lokasi penempatan, pedesterian,
tempat sampah harus
fungsional, dan desain dari
ketinggian tempat sampah 60-
70 cm